Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Neolib, Singa di Kandang Kambing!

"SEIRING dengan kewajiban menjalankan pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi, setiap negara berkembang yang bekerja sama dengan IMF, Bank Dunia dan badan-badan dunia aliansinya juga harus memperlakukan modal asing sama dengan modal domestik!" ujar Umar. "Itulah sebagian dari jabaran ideologi neoliberalisme untuk bidang ekonomi sesuai Konsensus Washington 1994!"

"Dengan perlakuan terhadap modal asing sama dengan modal domestik, maka modal asing yang sangat kuat dengan manajemen dan teknologi canggih itu pun menjadi seperti singa dimasukkan kandang kambing--modal domestik jauh lebih lemah, juga manajemen maupun teknologinya!" sambut Amir. "Belum lagi dalam persaingan itu modal asing memiliki comparative advantage nyata, berupa suku bunga pinjaman bank di negerinya untuk investasi dan modal kerja (sekitar lima persen), sedang modal domestik pinjaman dari bank dalam negeri di atas 15 persen!"

"Dengan segala macam keunggulannya itu, bukan pula sekadar perlakuan sama yang diberikan pada modal asing di negara berkembang! Lebih dari itu, kebanyakan mereka justru mendapat perlakuan istimewa dari pihak pemerintah setempat!" tegas Umar. "Perlakuan khusus itu sering membuat modal asing jadi enclave--dibuat sangat tertutup dari warga sekitar proyeknya--hingga manfaatnya terhadap masyarakat sekitar menjadi amat kecil! Bahkan, tak kepalang, diberi proteksi berlebihan! Contoh tambang emas Freeport di Papua, warga lokal dilarang mengais buangan sisa gilingan batunya! Pernah warga bandel, mereka ditembaki petugas berseragam resmi aparat negara kita!"

"Perlakuan khusus itu juga terlihat pada izin-izin yang diberikan pada pertambangan asing untuk beroperasi di hutan lindung!" timpal Amir. "Warga sendiri kalau tertangkap menebang pohon dalam hutan lindung dipenjara, asing diberi keleluasaan merusak seberapa luas pun skala usahanya!"

"Itu dia! Akibat amat kecilnya arti proyek asing bagi warga lokal yang ajang hajat hidupnya jadi proyek, sedang hasil pengerukan kekayaan alam kita itu sepenuhnya dikirim ke negeri asal mereka, jadilah warga kita selayak kambing-kambing dikandang yang kurang makan hingga semakin miskin dan kurus!" tegas Umar. "Melihat rakyat korban neolib yang sangat sengsara itu, Bank Dunia memprakarsai program jaring pengaman sosial--dari raskin sampai BLT! Jadi, program itu bukan budi baik penguasa, tapi mengurangi derita ganasnya neolib!"
"Soalnya kalau kambing-kambing kurus kelaparan itu dibiarkan akan mati, singa yang dimasukkan ke kandang itu juga bisa kelaparan!" tukas Amir. "Jadi, kalau ada orang menyatakan tak ada neolib di Indonesia, tanya dia kapan dan oleh siapa izin-izin pertambangan asing di hutan lindung itu dikeluarkan!" *** Selanjutnya.....

'Jingle' Iklan, Mi Instan Rasa Capres!

"ADA apa, dari tadi kau pelototi terus rubrik SMS pembaca di koran itu?" tanya Umar.
"Banjir SMS memprotes salah satu capres!" jawab Amir. "Pasalnya, jinglekampanye capres itu plagiat alias menjiplak irama jingle iklan produk mi instan! Gawatnya, SMS-SMS protes itu dimuat tanpa edit, menyebut secara jelas nama capres dan mi instannya!" (Kompas, 29-5, hlm.8)

"Menjiplak atau tidaknya jingle kampanye capres itu ditentukan ada-tidaknya izin dari pemilik jingle iklan itu untuk dijadikan jingle kampanye sang capres!" timpal Umar. jingle kampanye capres itu dipakai pertama saat deklarasi, bisa saja deklarasi yang digelar semegah deklarasi Obama itu disponsori produsen mi instan tersebut--sehingga lewat pemakaian jingle iklannya untuk jingle kampanye, justru kampanye capres yang diduplikasi promosi produk mi instannya! Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlalui!"

Jingle iklan mi instan yang tak asing di telinga rakyat itu dipakai untuk jingle kampanye capres, timbul kesan di benak rakyat, capres itu sejenis rasa baru dari mi instan tersebut!" tukas Amir. "Kalau produk mi instan itu sebelumnya terkenal rasa kari, rasa bakso atau rasa ayam bawang, lewat jingle capres mencuat kesan yang diiklankan itu produk baru--mi instan rasa capres!"
"Harapan terbaik tentu, pemakain jingle iklan itu atas persetujuan pemilik produk!" timpal Umar. "Dengan begitu, kita tidak disodori capres yang pandainya cuma menjiplak! Apalagi sang capres terkenal sebagai promotor antipembajakan hak cipta! Mau jadi apa negeri ini kalau dipimpin tukang jiplak, pembajak hak cipta!"


"Meski kalau dengan izin pemakaian jingle iklan bisa lolos dari kriteria plagiat, konsekuensi lain tetap tak kalah serius!" tegas Amir. "Kalau untuk membuat sebuah jingle kampanye saja seorang capres dan tim suksesnya tidak mampu, mau diharapkan mampu untuk apa pula dia dan timnya sekarang kalau mendapatkan kekuasaan memimpin negara?"
"Lalu bagaimana menghindari konsekuensi buruk itu?" tanya Umar.
"Mungkin harus dengan merombak tim suksesnya yang di antaranya mungkin ada kartu mati!" tegas Amir.

"Secara umum merombak sikap jajarannya, yang dengan kemenangan partai pengusungnya di pemilu legislatif dan popularitas calonnya di atas angin,
lantas gegabah menganggap enteng segala sesuatu! Hanya akibat gegabah lupa daratan itulah, menjiplak dianggap bukan lagi hal yang hina dan memalukan di negeri ini!"
"Apalagi jika duplikasi jingle kampanye disengaja untuk mengintroduksi produk tersebut sebagai kesatuan dari kekuasaan!" timpal Umar. "Rakyat dijerumuskan dalam memilih presiden, jadi cuma sekelas memilih bintang iklan mi instan!" *** Selanjutnya.....

Sandiwara Panggung Kekuasaan!

"NGETAN bali ngulon kadung dolan lali angon!" gumam Temin dalam nyanyian masa lalunya, artinya, timur kembali ke barat telanjur jalan-jalan lupa menggembala (tugas).
"Aku tahu kau nyindir siapa!" potong Temon.
"Tebak, siapa yang kusindir!" timpal Temin.
"Dua orang yang sejak pertemuan terakhirnya di musrenbangnas lali angon karena keduanya berlomba jalan-jalan sosialisasi prakampanye sehingga koordinasi kabinet melemah, seperti dituding koran!" jawab Temon. "Setelah tudingan itu barulah mereka berubah, untuk tidak menyia-nyiakan sisa waktu berkuasa, lalu unjuk akrab di antara mereka dengan menyembunyikan persaingan sengit di balik panggung kekuasaan!"

"Sebuah sandiwara panggung kekuasaan yang menuntut kemampuan akting tingkat tinggi untuk memperlihatkan ekspresi kebersamaan mereka benar-benar tulus!" tegas Temin. "Padahal tak sukar ditebak, beberapa hari lagi di panggung kampanye keduanya bakal mengulang lakon yang baru ditutupi dengan akting kemesraan sok tulus itu--kembali berbalas menyindir dan mengkritik!"

"Tapi karena budaya rakyat Indonesia amat akrab dengan seni panggung sehingga banyak yang tak bisa membedakan antara kesenian di panggung dan kehidupan nyata--menurut Umar Kayam ada warga sebuah desa yang mengidentifikasi diri sekaligus berperilaku
sehari-hari sebagai Werkudoro, Arjuno, Putodewo, Petruk, Gareng, dan lainnya--maka rakyat sukar membedakan antara akting dan kesungguhan!" sambut Temon. "Mungkin karena kekuasaan datang dari rakyat, hal serupa juga bisa terjadi di panggung kekuasaan!"
"Tanpa kecuali kecenderungan seperti itu ada konsekuensinya!" tegas Temin. "Peran-peran dalam kekuasaan dimainkan lebih hanya untuk memenuhi tuntutan casting ekspresi di panggung atau lazim disebut politik pencitraan! Sedang pada tataran kehidupan nyata, gelegar entakan janji perubahan yang pernah didengungkan tak jelas juntrungannya!"

"Perubahan memang terjadi, jalan-jalan yang dulu agak rusak, irigasi yang dulu agak rusak, gedung-gedung sekolah yang dulu agak rusak, kini jadi rusak parah!" tukas Temon. "Tapi karena pandangan rakyat selalu lebih tertumpu ke panggung, dan panggung dianggap sebagai realitas hidup itu sendiri, kepiawaian berekspresi di panggung sandiwara kekuasaan pun jadi lauh lebih menentukan!"

"Dengan kecenderungan sukarnya membedakan antara permainan di panggung dan realitas hidup sesungguhnya itu, siapa paling canggih aktingnya akan lebih besar kansnya menjadi idola, mendapat tempat di hati rakyat!" timpal Temin. "Apakah kecenderungan ini kita lanjutkan?"
"Lanjutkan!" seru Temon dengan suara lantang. Selanjutnya.....

PAN, Model Kader Bebas Memilih!

"PAN--Partai Amanat Nasional--memelopori model demokrasi internal yang membuat partai menjadi lebih kenyal, tak lagi rentan perpecahan!" ujar Umar. "Model itu, menghargai hak asasi kadernya untuk bebas memilih seandai meyakini ijtihad lain, meski partainya secara formal telah berkoalisi mendukung calon presiden dari partai lain!"

"Itu model bijaksana menghindari pemaksaan kehendak demi kepentingan segelintir elite partai!" sambut Amir. "Masak untuk mendukung tokoh partai lain menjadi presiden dipaksakan sampai partai sendiri pecah, hancur berantakan? Padahal, setelah menang dan dapat bagian kekuasaan, segelintir elite partainya jadi menteri, tak menjamin akan membesarkan partai! Dari contoh kasus justru sebaliknya, partai pendukung penguasa dalam koalisi justru kian mengecil karena klaim-klaim sukses hanya dibuat penguasa untuk partai utama pendukungnya--tanpa sedikit pun menyinggung partai pelengkap koalisi sebagai bagian kunci suksesnya!"


"Model itu dicetuskan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PAN Amien Rais pada pembukaan Rakornas PAN di Jakarta!" tegas Umar. "Tak ada satu partai pun yang bisa memaksakan keputusan monolitik, tegas Amien. Oleh sebab itu, kalau ada kader PAN yang meyakini ijtihad lain, bukan berarti pengkhianat!" (Kompas 27-5)"Bagaimana dengan perbedaan pendapat dalam partai?" kejar Amir.

"Kata Amien, perbedaan pendapat di PAN merupakan salah satu bentuk kedewasaan partai!" jelas Umar. "Bahkan, ia menegaskan kalau ada yang berbeda tidak perlu dipecat! Kita manusia belum tahu siapa yang akan jadi presiden nanti. Saya justru takut kalau 100 persen ke satu arah, hak asasi kader untuk berbeda tak dihargai!"

"Hal terpenting dari situ adalah logika, bagaimana suatu demokrasi berskala besar bisa dibentuk oleh paduan unsur berupa partai-partai yang dalam diri sendiri otoriter--hanya menonjolkan pemaksaan kehendak segelintir elitenya belaka?" tukas Amir. "Tentunya, hanya unsur-unsur yang demokratislah jika dipadu akan menghasilkan demokrasi berskala lebih besar! Berarti, demokrasi yang selama ini kita agungkan sebenarnya baru pseudomatika--seolah-olah saja demokrasi! Sedang realitas isinya, justru masih sebaliknya--demokrasi kita belum berorientasi kepentingan rakyat, tapi lebih berorientasi pada kepentingan elitenya belaka!"

"Keberuntungan terselubung juga ternyata yang membimbing bangsa ini untuk mencapai model demokrasi internal partai!" timpal Umar. "Betapa, model itu diterima karena putusan Rapimnas PAN untuk berkoalisi dengan bargain posisi cawapres tidak mencapai target! Maka, jalan keluar tetap menjaga keutuhan partailah pilihan terbaik!" *** Selanjutnya.....

Faktor Jilbab Goyahkan Kader PKS!


"DALAM diskusi di Jakarta, Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah menyingkap hasil survei internal partainya, elektabilitas ketiga pasangan capres selisihnya tipis!" ujar Umar. "Jarak yang tertinggi dengan yang terendah cuma dalam 10 persen!"


"Menurut dia, faktor apa yang cukup signifikan pengaruhnya?" sambut Amir.
"Faktor jilbab!" tegas Umar. "Bahkan sebagian kader PKS juga goyah dan berpihak ke pasangan JK-Win karena istri keduanya perempuan yang taat memakai jilbab!" ( 26-5)

"Kalau soal itu, keduanya bukan berjilbab sekadar ikut mode! Keduanya berasal dari masyarakat yang dikenal kental keislamannya" timpal Amir. "Mufidah Kalla dari Minang dan Uga Wiranto dari Gorontalo! Perhitungkan sendiri kadar keyakinan mereka dalam pemakaian jilbab!"

"Mufidah Kalla putri Minang?" entak Umar. "Baru sadar aku kenapa harus Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi yang dipilih SBY menyampaikan dukungan atas nama masyarakat se-Tanah Air pada deklarasi capres di Bandung! Ternyata sejak deklarasi itu strateginya sudah dimainkan untuk mengimbangi pengaruh Mufidah Kalla!"


"Penampilan Gamawan Fauzi sendiri cenderung dipaksakan, ditinjau dari keharusan netralitasnya selaku gubernur!" tukas Amir. "Tak ayal, protes dari masyarakat Sumatera Barat pun bertalu-talu akibat ketidaknetralan Gubernur-nya itu! Dan Gamawan cuma bisa berkilah, hari itu dia sedang cuti dari jabatannya selaku gubernur!"

"Tapi dengan budaya Minang yang matriarchart--budaya bergaris kepemimpinan ibu, posisi kultural Mufidah tak terpengaruh oleh rekayasa politik itu!" tegas Umar. "Ini jelas sebuah advantage--keunggulan--tersendiri bagi pasangan JK-Win, lebih-lebih didukung keakrabanan JK dengan kalangan Saudagar Minang--yang relatif dominan peran kemasyarakatannya, termasuk di rantau!"

"Dengan demikian, dukungan dua perempuan berjilbab itu terhadap perjuangan suami mereka tak boleh disepelekan!" timpal Amir. "Apalagi Uga Wiranto, pengalaman berorganisasinya cukup di Persit--persatuan istri tentara--yang konon juga merupakan salah satu kunci di balik layar sukses Wiranto memenangi Konvensi Calon Presiden dari Partai Golkar pada Pilpres 2004! Waktu itu, tak satu pun peserta lain dalam konvensi yang mulus dalam usahanya meraih dukungan dari Golkar Gorontalo--semua pupus oleh bayangan Uga!"

"Dengan modal kultural yang sedemikian kuat, ditopang respect objektif pihak luar atas realitas diri mereka seperti dari sebagian kader PKS tadi, kedua perempuan berjilbab itu memang menjadi salah satu kekuatan pasangan JK-Win yang layak diperhitungkan!" tegas Umar. "Artinya, kekuatan jilbab tak boleh diremehkan!" *** Selanjutnya.....

Adu Pertumbuhan Ekonomi Capres!

"KETIKA SBY menjanjikan jika terpilih kembali akan mencetak pertumbuhan ekonomi 7 persen pada 2014, capres Megawati menjanjikan pertumbuhan ekonomi 10 persen--dua digit!" ujar Umar. "SBY yang masa pertama pemerintahannya gagal mencapai pertumbuhan 7 persen itu pun sewot! Di depan pedagang Pasar Sukawati, Bali, yang tak tahu juntrungnya, SBY meminta rakyat tidak menelan saja janji capres yang tak realistis! Menurut SBY, dunia sedang krisis, negara-negara maju tumbuh negatif! Begitupun, meski rendah, Indonesia bersama India dan China masih tumbuh positif! Jadi, mustahil untuk tumbuh dua digit!"

"Dengan cara pandang konvensional atau apa lagi konservatif bergantung pada pasar luar negeri, pertumbuhan dua digit pada situasi global seperti sekarang memang mustahil!" sambut Amir. "Tapi Indonesia punya pengalaman unik, ketika situasi global dan industri domestik tidak mendukung, ekonomi negeri ini bisa tumbuh di atas 6 persen berkat topangan konsumsi serta ekonomi rakyat skala kecil dan menengah! Sungguh, itu suatu keajaiban di tengah situasi kritis! Maka itu, juga bukan mustahil kalau kekuatan ekonomi rakyat skala kecil dan menengah itu diberi stimulan lebih baik, ditopang pembenahan industri domestik (terutama industri pengolahan hasil pertanian yang tinggi nilai tambahnya guna meningkatkan daya beli rakyat), lanjutan keajaiban bukan pula mustahil! Artinya, pertumbuhan dua digit bukan gegabah, jika dijadikan achievement-semua unsur diarahkan berorientasi ke usaha pencapaiannya!"


"Masalahnya cenderung akibat kita terlalu terpaku pada segala dimensi kekuatan asing, rasa percaya diri kita pada kekuatan sendiri jadi tak terawat, hingga tak mendalami dan mengelolanya secara memadai!" tukas Umar. "Bukanlah xenofobia--takut asing--ketika kita mengorientasikan pandangan pada kekuatan domestik dengan topangan pasar 200 juta jiwa lebih! Melainkan hanya akibat percaya diri tak terawat pada kekuatan domestik itu, kita jadi lengah hingga 60 persen produk asing menguasai pasar kita lewat penyeludupan! Jika hanya dengan sisanya saja kekuatan konsumsi kita bisa tumbuh 6,3 persen, tidaklah mustahil jika pasar domestik sepenuhnya diisi produk lokal, pertumbuhan lebih tinggi bisa diharapkan! Jadi, kuncinya pada kekuasaan yang tegas hingga tuntas membasmi penyeludupan!"

"Dari sisi itu terlihat antitesis asumsi penguasa yang menegaskan benahi dulu ekonomi baru bereskan alat utama sistem pertahanan--alutsista, realitas justru menuntut bereskan dulu alutsista darat, laut, dan udara agar negara kita tak rapuh dari terobosan penyeludupan, illegal logging dan illegal fishing, hingga ekonomi lokal bebas dari tekanan segala bentuk kegiatan ilegal asing!" *** Selanjutnya.....

MEGA-PRO Mantapkan Citra Ideologis


"LEWAT deklarasi yang dramatis, di pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi, pasangan calon presiden-wakil presiden Mega-Prabowo (Mega-Pro) berhasil memantapkan citra ideologisnya berpihak wong cilik dan ekonomi kerakyatan!" ujar Umar.

"Puluhan ribu simpatisan yang hadir mayoritas dari warga kelas bawah mendukung pencitraan tersebut! Itu pun masih diperkuat lagi orasi Prabowo memperjuangkan ekonomi kerakyatan, menggantikan sistem sekarang yang telah terbukti gagal menyejahterakan rakyat!"
"Setting deklarasi itu memang bisa disebut sukses memosisikan Mega-Pro antagonis dengan pesaing utama di pilpres kali ini, yang mendeklarasikan pencalonan dirinya di gedung megah dengan undangan terseleksi!" sambut Amir.


"Hingga, sekalipun Prabowo tak menyebut spesifik sistem yang gagal, penonton dari luar lokasi pun bisa menyimpulkan yang dimaksudnya neoliberalisme (neolib)"yang akibat ketegangan PKS di ambang deklarasi koalisi Demokrat"mencuatkan Boediono dan pemerintahan sekarang sebagai simbolnya!"

"Dengan pencitraan diri sedemikian, Mega-Pro berhasil mempertajam perbedaan warna label ideologinya dengan pesaingnya, incumbent, sekaligus mendiskreditkan incumbent berlabel ideologi neolib, dan Mega-Pro berlabel ideologi kerakyatan!" tukas Umar.

"Itu strategi kontraisu yang brilian dari Prabowo, yang bisa membuat SBY-Berbudi kehabisan waktu meluruskan bahwa mereka bukanlah neolib membuat incumbent dalam posisi defensif! Kelihaian Prabowo itu lebih jauh lagi, akan mengeksploitasi pendapat umum yang antineolib mengunjal sikap negatif pada incumbent, selain didukung semaraknya aksi mahasiswa di seantero negeri menolak neolib!"

"Tanpa kontraisu yang benar-benar kena memang sulit menyaingi incumbent yang sedang di atas angin citra dan popularitasnya!" sambut Amir.

"Lebih berat lagi karena isu neolib kontra kerakyatan itu juga diusung pasangan JK-Win, hingga hasilnya juga dibagi dua! Tapi, usaha membuat incumbent defensif dari serangan dua arah (Mega-Pro dan JK-Win) dengan meluruskan pihaknya bukan neolib bisa menjadi kelemahan, karena dengan begitu terus malah kehilangan posisi ideologis! Sebab, citra kerakyatan lebih mantap disandang Mega-Pro, sedang citra neolib belum tentu bisa tuntas dibersihkan dari dirinya!"

"Menghadapi persaingan seperti itu, sebenarnya incumbent tak perlu menghabiskan waktu untuk mengelak dari labelisasi yang diberikan pihak lain! Sebab, hasilnya belum tentu memadai!" tegas Umar.

"Akan lebih baik jika incumbent melakukan rasionalisasi terhadap realitas neolib yang tak bisa dielakkan sebagai semangat zaman! Menolak neolib hanya menjadikan tokoh seperti Chavez atau Castro-Castro kecil lainnya! Ini jelas pilihan sulit, tapi bisa membuka mata rakyat, salah-salah langkah ke mana arah gerakan antineolib! Kontraisu demikian bisa berbalik, Mega-Pro dan JK-Win yang defensif!" Selanjutnya.....

DPRD Batalkan Pelantikan Oedin-Joko?

"BOLA liar menggelinding di DPRD Lampung untuk menggelar sidang paripurna guna membatalkan pelantikan pasangan gubernur-wakil gubernur terpilih Sjachroedin Z.P.-Joko Oemar Said--Oedin-Joko!" ujar Umar. "Di sisi lain, Gubernur (Pemprov) tetap menyiapkan upacara pelantikan pasangan gubernur terpilih sesuai jadwal, 2 Juni 2009!"

"Sidang paripurna DPRD itu masih akan dibahas dan diputuskan Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Senin besok!" sambut Amir. "Tetapi, karena mekanisme rapat Panmus tidak ditentukan oleh kuorum, paripurna kayaknya bisa dipaksakan untuk tetap digelar! Masalahnya, pembatalan hasil pilgub sekaligus pembatalan pelantikannya, butuh waktu memrosesnya--di kelembagaan presiden--yang tak akan selesai 2 Juni! Berarti, upacara pelantikan tanggal 2 Juni akan tetap berlangsung, sebab jadwal akhir masa jabatan konstitusional gubernur tak bisa ditunda oleh alasan yang belum selesai prosesnya dan belum jelas hasil akhirnya!"

"Kalau itu yang terjadi, meski gubernur dilantik sebagian DPRD tetap tak mengakuinya! Alhasil, kondisinya jadi tayang ulang SK-15 dulu!" timpal Umar. "Masalahnya pun akan berlarut, termasuk lewat proses hukum, dengan hasil akhir juga mirip krisis yang lalu--karena de facto pasangan Oedin-Joko sudah di posisi sebagai gubernur, maka diamarkan dia yang tetap duduk sebagai gubernur! Semua klausul yang bisa membatalkan itu, demi hukum dianggap tidak relevan lagi!"


"Kalau begitu kemungkinannya, kembali pada siapa sebenarnya yang menggelindingkan bola!" tegas Amir. "Kalau yang menggelindingkan bola sebatas para cagub kalah yang lewat pengacara hukum mereka mendesak KPU Lampung berdasar putusan kasus politik uang yang sudah dibuktikan PN Bandar Lampung, akhir proses sedemikian sukar diubah arahnya! Lain hal kalau pihak lebih berkuasa sebagai penggelinding bola liar!"

"Bisa mengubah arah bolanya?" kejar Umar.

"Proses pembatalannya di lembaga kepresidenan yang semula diperkirakan butuh waktu lama, bisa tiba-tiba jadi jauh lebih cepat!" tukas Amir. "Kalau penggelinding bolanya memang sejauh itu, bisa diartikan KPU dan DPRD cuma pion-pion kecil yang dimainkan oleh tangan kekuasaan nan perkasa! Dan provinsi Lampung menjadi papan catur permainan politik tingkat tinggi!"

"Kalau menurut perkiraanmu, apakah mungkin permainan catur tingkat tinggi itu yang terjadi di balik gelindingan bola liar sekarang?" kejar Umar.

"Kayaknya kok belum sejauh itu! Meski bukan berarti kemungkinan itu tertutup sama sekali!" tegas Amir. "Tapi, kemungkinan yang mana pun itu akibatnya tetap sama buruknya bagi Lampung, karena akan kembali terjerembab dalam konflik politik elite berkepanjangan! Rakyat yang belum pulih dari ekses konflik politik terdahulu, harus kembali mengulang penderitaan yang sama!" *** Selanjutnya.....

Apa yang Kaucari, KPU Lampung?

"SENAM gaya apa pula menonjolkan dada ke kiri dan kanan begitu?" tanya Umar.


"Bukan senam, tapi gaya pasang badan!" jawab Amir. "Soalnya, KPU Lampung belakangan selalu menyatakan siap pasang badan! Antara lain untuk membatalkan putusan KPU Pusat tentang hasil perhitungan DP 7 Tulangbawang, lalu siap pasang badan lagi dengan mengirim hasil plenonya ke DPRD Lampung meminta pembatalan pelantikan pasangan gubernur terpilih Oedin-Joko!"


"Untuk itu gaya pasang badannya harus lengkap dengan buang badan!" sambut Umar. "Sebab, saat pasang badan untuk DP 7 dapat ancaman dari tim hukum PDI-P, dengan tangkas KPU Lampung buang badan menunda penetapan calon DP 7!"
"Lalu, apa sebenarnya yang dicari KPU Lampung kalau pasang badannya pakai buang badan?" kejar Amir. "Apalagi membatalkan pelantikan gubernur terpilih Oedin-Joko, ancaman labrakan pasti lebih dahsyat dibanding dengan kasus DP 7!"
"Untuk ancaman labrakan yang lebih dahsyat, tentu teknik buang badannya sepadan!" tegas Umar. "Seberapa besar ancaman labrakan itu pasti sudah diperhitungkan dan sudah disiapkan cara buang badannya!"
"Maksudmu putusan KPU Lampung membatalkan pelantikan Oedin-Joko itu bagian dari satu "game"besar yang telah diskenariokan?" entak Amir.
"Untuk membuktikan kebenaran asumsi seperti itu mungkin harus ditunggu respons dan proses lanjutannya di DPRD!" jawab Umar. "Jika direspons dengan proses lanjutan yang serius, tak perlu menunggu hasil pertarungan kekuatan di DPRD siapa yang unggul, keseriusan prosesnya sendiri sudah bisa jadi petunjuk adanya skenario itu!"


"Tapi seberapa besar pun gelora pembatalan itu di tingkat provinsi, KPU dan DPRD, pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri tentunya tak mudah terpengaruh!" timpal Amir. "Seperti betapa besar pun dorongan untuk mempercepat pelantikan sesuai dengan tenggang waktu 30 hari setelah penetapan pemenang Pilgub seperti diatur UU, pusat tetap bergeming pada masa dinas gubernur lima tahun yang jatuh pada 2 Juni 2009!"


"Konsistensi pusat atas masa tugas gubernur yang konstitusional itu memang bisa dijadikan patokan sikap standar pemerintah!" sambut Umar. "Tapi, hal itu bisa jadi berlaku jika kebetulan sejalan dengan kepentingan kalangan di pemerintahan pusat! Jaminan sikap sama juga berlaku ketika subjeknya tak sejalan dengan kepentingan di pusat, belum ada contohnya!"


"Kalau bicara terlalu diplomatis!" tukas Amir. "Tegas katakan, bagaimana kalau justru skenario besar itu datang dari pusat, terkait kepentingan tertentu--misalnya, pemilihan presiden!"
"Itu dugaan terburuknya!" timpal Umar. "Dugaan itu tak lepas dari kebiasaan menjadikan Lampung sebagai laboratorium konflik! Juga, berdasar pada asumsi bisa kotornya permainan dalam pilpres! Apa betul begitu, kepastiannya 2 Juni 2009!" Selanjutnya.....