Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hemat Energi, Siapa Peduli?

"PROGRAM hemat energi dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Selasa malam! Banyak varian programnya, di antaranya mendata nomor kendaraan bermotor secara elektronik untuk mengontrol pembelian BBM yang dilakukannya di SPBU!" ujar Umar. "Bagaimana meng-input data basis, lalu meng-input setiap pembelian di SPBU, siapa yang mengawasinya, apa pula penaltinya, tampak perlu kerja keras dan pengawasan ekstra! Apa mungkin semua itu dilaksanakan?" "Implementasi program itu di lapangan jelas tak mudah!" timpal Amir. "Untuk demikian banyak sepeda motor, setiap sepeda motor membeli premium harus di-input datanya oleh SPBU! Artinya, setiap liter BBM dijual kepada siapa, oleh SPBU harus dipertanggungjawabkan secara tertulis! Alangkah repotnya program ini! Lantas bagaimana pula logikanya, ketika nomor kendaraan dari basis data jenisnya sepeda motor, tapi mengisi 60 liter (tiga jeriken) karena kebetulan itu sepeda motor milik pengecer premium?"

"Tak ada logika-logikaan!" tegas Umar. "Karena buat program yang begitu repot implementasinya, tak mudah meminta suatu lembaga bertanggung jawab melakukan pengawasan! Contohnya, beberapa hari lalu di Lampung Tengah ada SPBU jual premium bersubsidi Rp5.500/liter, padahal seharusnya Rp4.500/liter! Warga melaporkan hal itu kepada pihak berwajib! Namun, ditunggu cukup lama oleh warga, ternyata pihak berwajib yang dilapori itu tak kunjung datang! Dari contoh itu bisa ditebak, untuk pengawasan program hemat energi yang prosesnya demikian ruwet di SPBU, siapa peduli?"

 "Lebih jauh lagi, andaikan pendataan elektronik penjualan BBM pada kendaraan demi kendaraan itu dilakukan dengan baik, mungkinkah data itu bisa digunakan mengontrol distribusi BBM hingga jika ada kendaraan dalam sehari mengisi BBM kedua kalinya di SPBU lain akan bisa ketahuan dan langsung dilarang mengisi?" timpal Amir. "Bukan meremehkan SPBU, tapi dengan contoh cara kerja SPBU di Lampung Tengah tadi, pesimistis proses data elektronik penjualan itu bisa dikelola baik! Betapa, hal itu hanya bisa terjadi kalau proses input data harian di SPBU itu berlangsung online seperti ATM bank! Mengenai kemauan SPBU mengelola data elektronik sedemikian efektif, lebih pesimistis lagi!" "Oleh karena itu, program hemat energi tersebut tampak terlalu ideal dan terlalu indah sehingga amat sulit diwujudkan di lapangan!" tukas Umar. "Tidak berarti tak mungkin diimplementasikan, masalah utama justru pada pengawasan, siapa mau peduli saat aparat lebih untung jika tak berkutik?" ***
Selanjutnya.....

'Reality Show' Bobolnya APBD Mesuji!

"APBD Kabupaten Mesuji 2012 sebesar Rp420 miliar, saat Khamamik dilantik jadi bupati bulan April terpakai sekitar Rp270 miliar!" ujar Umar. "Tiga bulan dibelanjakan sebesar itu, berarti setiap bulan Rp90 miliar, atau setiap hari—termasuk Minggu dan libur umum—Rp3 miliar! Membelanjakan habis Rp3 miliar sehari di Mesuji, bukan hal mudah, hingga menarik jika dibuat reality show seperti acara televisi Helmi Yahya!" "Betapa repotnya belanja menghabiskan uang Rp3 miliar dalam delapan jam kerja sehari di Mesuji!" timpal Amir. "Di Jakarta saja yang segala barang tersedia, pada reality show Helmi Yahya itu membelanjakan sampai habis Rp10 juta dalam 15 menit orang kalang kabut dan sering tersisa! Tapi di Mesuji terbukti lebih lancar menghabiskan Rp3 miliar sehari daripada Rp10 juta di Jakarta!"

"Tapi ke mana uang itu dibelanjakan di Mesuji?" tukas Umar. "Sebab di Mesuji lebih banyak warung kampung yang isinya paling Rp10 juta, berarti dalam delapan jam kerja sehari harus selesai memborong seluruh isi 300 warung! Delapan jam sehari kerja itu durasinya 480 menit, berarti proses memborong isi warung se-Mesuji itu setiap warungnya dilakukan kurang dari dua menit!" "Jarak antarwarung saja tak mungkin dicapai dua menit, apalagi di Mesuji jalannya buruk! Artinya, waktu untuk mengunjungi warung satu per satu tak cukup dalam waktu delapan jam?" timpal Amir. "Andai semua itu bisa dilakukan dalam delapan jam satu hari kerja pun, pasti tak bisa dilakukan berturut-turut dalam tiga bulan! Karena, untuk mengisi penuh lagi dagangannya, warung selalu tergantung barang konsinyasi mobil canvasser—pemasok keliling setelah laku baru dibayar!

 Jadi usai diborong, seminggu lagi pun pemasok belum tentu bisa mengisi penuh kembali warungnya! Akibatnya, barang yang mau dibeli dengan Rp3 liliar sehari tak cukup tersedia!" "Maka itu, untuk menghabiskan Rp3 miliar sehari secara rutin di Mesuji tampak tak mudah!" tegas Umar. "Bukan hendak berprasangka buruk, membaca bobolnya APBD Mesuji 2012 Rp420 miliar dan 2011 Rp518 miliar, tapi sungguh tak masuk akal bagaimana menghabiskannya di daerah itu dibanding tak mudah menghabiskan uang Rp10 juta saja dalam reality show Helmi Yahya!" "Sayangnya, sulit mendeskripsikan belanja supercepat itu akibat bukti barang-barang yang dibeli dan kuitansi bukti pembeliannya habis terbakar saat kantor Pemkab Mesuji dibakar—konon—oleh massa bayaran!" timpal Amir. "Lantas, siapa yang membayar massa untuk membakar habis semua bukti itu?" *** Tisser: Tapi sungguh tak masuk akal, bagaimana menghabiskannya di daerah itu.
Selanjutnya.....

Perambah Malah Jadi Menakutkan!

"KELUARGA—istri dan anak—karyawan pabrik sawit diungsikan akibat ketakukan, ratusan perambah Register 45 dekat pabrik itu mengamuk merusak fasilitas milik perusahaan hutan tanaman industri (HTI) setempat!" ujar Umar. "Ketakutan itu membuat pabrik menghentikan kegiatan, semua karyawannya siap mengamankan pabrik tempat mereka bekerja! Kekhawatiran amuk perambah mengimbas ke pabrik itu juga dirasakan Bupati Mesuji Khamamik, hingga ia datang ke lokasi!" "Dengan beraneka senjata tajam dan kekerasan yang dilakukan dalam amuknya, perambah malah jadi menakutkan warga sekitar—seperti dialami karyawan pabrik sawit itu!" timpal Amir. "Ekses negatif para perambah terhadap warga sekitar ini tak bisa ditoleransi! Karena, kehadiran mereka telah jadi teror yang menakutkan, mengusik ketenteraman warga! Menjadi tanggung jawab polisi untuk mengeliminasikan suasana teror yang mencekam warga dalam ketakutan itu!"

"Di balik itu, para perambah bergolak kembali tak lepas dari lambatnya turun ke lapangan Pemprov Lampung yang telah mengambil alih masalah Register 45!" tukas Umar. "Dengan tak kunjung turunnya Pemprov ke lapangan, perambah tak segera mendapat kepastian hukum atas tanah dan kehadirannya di kawasan itu! Padahal jika cepat ada kepastian, para perambah cukup bijak untuk mempertimbangkan alternatif untuk tidak semata menempuh jalan kekerasan!" "Kecenderungan demikian tampak pada kejadian yang mendahului amuk perambah terakhir!" sambut Amir. "Lewat pendekatan dialog satpam perusahaan HTI dengan para perambah, sejumlah perambah bersedia keluar dari kawasan register dan pondok daruratnya dibersihkan, asal dibantu kendaraan mengangkat barang mereka ke jalan lintas timur! 

Sayangnya pendekatan itu kurang komprehensif, tidak diketahui semua perambah sehingga ketika mereka diangkut truk menuju jalan raya dan pondoknya dibersihkan, merebak kabar di kalangan perambah bahwa sejumlah teman mereka ditangkap dan pondoknya dibakar! Mereka pun mengamuk dengan kekerasan!" "Dari proses amuk perambah terakhir, tampak Tim Pemprov yang diturunkan intinya saja petugas provinsi sebagai pengendali legalitasnya, sedang anggotanya berupa kelompok kerja (working group) justru tokoh-tokoh lokal yang mampu membangun saling pengertian dengan tokoh perambah!" tegas Umar. "Pokoknya pendekatan yang ngewongke (memanusiakan) perambah, bukan pendekatan kekuasaan yang mentang-mentang dengan menodongkan senjata!" *** Tisser: Perambah tak segera mendapat kepastian hukum atas tanah dan kehadirannya di kawasan itu
Selanjutnya.....

Lady Gaga pun Batalkan Konser!

"PENGACARA promotor konser Lady Gaga, Minola Sebayang, menyatakan manajemen Lady Gaga membatalkan konser setelah mempertimbangkan kontroversi dan adanya ancaman keamanan jika konser dilaksanakan!" ujar Umar. "Karena Lady Gaga sangat concern dan menghormati orang-orang di Indonesia, dia dan tim manajemennya tidak ingin ada yang terluka atau menjadi korban saat konser, akhirnya tim manajemen Lady Gaga membatalkan konsernya,” tegas Sebayang. "Terkesan, manajemen Lady Gaga bijaksana! Tak ingin ada orang Indonesia terluka atau menjadi korban jika konser dilaksanakan!" timpal Amir. "Kesan itu memantulkan hal yang sebaliknya, orang-orang Indonesia sendiri tak peduli ada yang terluka atau jadi korban jika konser tidak dibatalkan! Dengan itu terkesan pula, watak dan sikap kita perlu dikasihani, main kepruk saja!"

"Kita memang perlu dikasihani karena rencana konser Lady Gaga mengungkap realitas pejabat pemerintahan negeri ini tak punya standar dalam menghadapi suatu masalah!" tegas Umar. "Dalam merespons rencana konser Lady Gaga, pertama Polda Metro enggan memberi rekomendasi! Tapi, Menko Polhukam menyatakan Lady Gaga boleh konser di Indonesia! Polda Metro pun kemudian menyatakan siap mengamankan konser Lady Gaga!" "Ketiadaan standar pelaksanaan hukum di tingkat atas pemerintahan itu bahkan tanpa kecuali terjadi di lembaga kepresidenan!" timpal Amir. "Contohnya, presiden memberi grasi pada Corby, narapidana 20 tahun penjara kasus narkoba!

 Memang memberi grasi itu hak presiden, tetapi diberikan kepada siapa? Kalau diberikan pada penjahat narkoba, jelas itu bertentangan dengan konvensi PBB yang diratifikasi pemerintah dan dituangkan menjadi UU yang menempatkan kasus narkoba sebagai kejahatan berat! Apalagi kalau dihadapkan dengan realitas narkoba, menjadi bencana yang merusak jutaan generasi muda bangsa—memberi grasi kepada terpidana narkoba jelas mencerminkan tiadanya standar pelaksanaan hukum di pemerintah!" "Itu jelas membuat kita pantas dikasihani!" tegas Umar. "Dengan begitu, dicemaskannya konser Lady Gaga bisa merusak moral generasi muda, terutama yang nonton konsernya, cukup beralasan karena tiadanya standar pelaksanaan hukum di pucuk pemerintahan sebagai hulu sumber mata air moralitas bangsa! Kalau di hulu tak ada standar, di hilir bisa acak kadut! Dalam kondisi begitu, konser Lady Gaga bisa mengancam keamanan negara!" *** inShare
Selanjutnya.....

Pro-Kontra Provinsi Baru!

"GAGASAN sejumlah kepala daerah memekarkan menjadi provinsi baru bekas Kabupaten Lampung Utara Orde Lama—kini terdiri dari Lampung Utara, Lampung Barat, Way Kanan, Tulangbawang Barat, Tulangbawang, Mesuji—menyulut pro-kontra!" ujar Umar. "Pihak pro menegaskan semua syarat terpenuhi, tujuannya memacu pembangunan agar lebih cepat mengejar dari ketertinggalan akibat kendali birokrasi pemerintah yang terlalu jauh!" "Pihak kontra menyatakan kini belum saatnya pemekaran itu dilakukan karena kawasan itu masih miskin!" sambut Amir. "Bangun dulu dan kurangi kemiskinan, baru setelah mampu mandiri nanti dilakukan pemekaran!" 

"Pro-kontra itu seperti mana lebih dulu ayam atau telur!" tukas Umar. "Menurut pihak pro, retas dulu kendala birokrasi agar bisa lebih cepat mengatasi kemiskinan, sedang pihak kontra atasi kemiskinan dulu baru birokrasinya diretas!" "Wacana pemekaran wilayah bekas Lampung Utara menjadi provinsi mencuat dalam diskusi di aula kantor bupati Lampung Utara era Bupati Hairi Pasya, dimoderatori Anshori Djausal!" timpal Amir. "Dalam diskusi yang diadakan Pemkab kerja sama dengan Lampung Post itu, wacana pemekaran menjadi Provinsi Lampung Raya dibandingkan dengan provinsi baru Bangka-Belitung dan Gorontalo yang waktu itu penduduknya kurang dari 1 juta jiwa, sedang di sini lebih 2 juta jiwa! Perbandingan itu menempatkan bekas Lampung Utara lebih ideal sebagai provinsi baru!" "Maka itu, kalau Bupati Zainal Abidin membentuk Tim Pengkajian Potensi Pemekaran Provinsi, yang kebetulan sejalan dengan pemikiran para kepala daerah kawasan itu, jelas ia menindaklanjuti kesepakatan diskusi masa pendahulunya, yang saat itu ia sebagai wakil bupati!" tegas Umar.

 "Jika belakangan wacana itu jadi gagasan yang makin kuat, layak dilihat realitas pembangunan daerah itu yang terseok mengurangi kemiskinan!" "Terseoknya usaha mengurangi kemiskinan terjadi akibat Pemprov secara terbuka menimpakan tugas mengurangi kemiskinan pada Pemkab, alasannya Pemkab pemilik rakyat di daerahnya!" ujar Amir. "Jelas Pemkab kewalahan, karena secara universal kerja mengurangi kemiskinan tak cukup hanya menyatukan kekuatan pemkab, Pemprov, dan Pusat, tapi juga harus didukung Bank Dunia dan PBB serta semua perangkatnya!" "Bisa jadi, dorongan pemekaran menguat untuk mengeliminasi isolasi terhadap usaha penurunan kemiskinan dari dukungan provinsi, Pusat, dan mondial!" tegas Umar. "Maka itu, jangan diisolasi pemkab sendirian mengatasi kemiskinan!" ***
Selanjutnya.....

Mengaku Miskin Bisa Bablas Jadi Miskin Benaran!

"MESKI hasil ujian nasional (UN) kurang bagus, aku akan bisa masuk sekolah menengah negeri favorit tanpa mengikuti tes masuk untuk peserta didik reguler!" ujar Bedul. "Itulah asyiknya ada Program Bina Lingkungan (PBL) dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekolah menengah negeri di Bandar Lampung tahun ini!" "Bagaimana kau bisa masuk sekolah favorit yang lokasinya di pusat kota lewat PBL, tinggalmu di pinggir kota jauh dari lingkungan sekolah itu?" tanya sopir. "Lalu, kau anak orang kaya, sedang PBL untuk keluarga kurang mampu! Juga, kau bukan siswa berprestasi standar nasional sesuai ketentuan PPDB tanpa testing!" "Semua bisa diatur papaku!" entak Bedul. "Soal surat miskin, Jamkesnas atau Jamkesda sebagai syarat penerimaan siswa miskin tanpa lewat tes, hanya dengan papaku angkat telepon, semua surat itu segera sampai rumah! Apalagi kartu keluarga dari RT bukti tinggal di lingkungan dekat sekolah favorit, dengan siulan kecil saja beres!"
\
 
"Apa kau pikir papamu mau melakukan semua itu? Jangan harap!" tegas sopir. "Aku sudah lama jadi sopirnya tahu pasti, papamu bukan orang yang suka menerabas peraturan seperti itu!" "Kalau demi anak yang dia manja?" timpal Bedul. "Aku yakin papamu tak akan mau mencelakakan dirinya!" tegas sopir. "Mencelakakan dirinya bagaimana?" bentak Bedul. "Justru papamu itu sering mengingatkan saya kalau ada masalah!" jelas sopir. "Selalu ia tegaskan, ojo ndisi'i kerso! Maksudnya, jangan mendahului kehendak Tuhan Yang Mahakuasa!" "Ndisi'i kerso apanya hanya mencari cara agar aku bisa masuk sekolah negeri favorit?" kulah Bedul. "Ndisi'i kerso mengaku miskin, apalagi lengkap dengan surat yang membuktikan kemiskinannya!" tegas sopir. 

"Papamu pasti tak mau ndisi'i kerso, mendahului kehendak-Nya mengaku miskin, karena bisa kebablas (dibuat-Nya) jadi miskin benaran! Itu yang paling ditakuti papamu hingga sering mengingatkan saya jangan ndisi'i kerso!" "Ah, itu kan cuma takhayul!" tukas Bedul. "Mana ada orang kaya bisa kebablas jadi miskin! Tak ada buktinya! Bahkan, tak bisa dibuktikan!" "Justru setiap kali ada orang kebablas akibat ndisi'i kerso papamu mengingatkanku!" tegas sopir. "Contohnya, ada seseorang yang sedang kesulitan datang ke orang kaya yang dikenalnya sejak lama, si kaya menjawab ia pun sedang sulit tak punya uang! Tak lama si kaya ditahan karena korupsi, hidup keluarganya jadi sulit kekurangan uang karena semua hartanya disita! Jadi, jangan coba-coba ndisi'i kerso mengaku miskin!" *** 
Tisser 

Jadi, jangan coba-coba ndisi'i kerso, mengaku miskin!
Selanjutnya.....

Asuransi Ingatkan, ‘Awas Kecelakaan!’

"WAH adikmu metal, pakai rantai mengamankan dompet di saku belakang celananya!" ujar Umar. "Pencopet di angkutan umum perlu cari akal untuk menggasak dompetnya!" "Bagi pencopet, rantai metal itu bukan kendala! Karena, rantai itu dikaitkan ke penahan ikat pinggang di celana yang cuma sepilin kain kecil, mudah diputus dengan silet atau cutter!" jawab Amir. "Jadi, fungsi rantai itu bukan membuat dompet tak bisa dicopet! Tapi lebih penting untuk selalu menyadarkan dirinya pada ancaman copet di angkutan umum! Dengan sadar pada ancaman copet, ia senantiasa waspada terhadap pencopet!" "Mirip asuransi kecelakaan!" tegas Umar. "Dengan membeli asuransi kecelakaan (accident insurance) Rp25 ribu untuk masa jaminan satu tahun seperti dilakukan kolektif staf pengajar dan karyawan IAIN Raden Intan dalam kemitraan dengan Jasa Raharja Putra, orangnya bukan ngebet dapat Rp25 juta (seribu kali lipat dari yang dikeluarkan) jika tewas atau cacat permanen akibat kecelakaan! Tapi, asuransi itu lebih berfungsi untuk selalu mengingatkan mereka pada ancaman kecelakaan lalu lintas di jalan yang bisa terjadi kapan saja!"

"Betul!" sambut Amir. "Seperti rantai dompet membuat waspada pada copet, asuransi membuat senantiasa mewaspadai ancaman kecelakaan di jalanan negeri kita yang telah menjadi the killing field—lapangan pembantaian!" "Kesadaran terhadap ancaman kecelakaan di jalan membuat pengendara selalu berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan pada dirinya dalam berkendara!" tegas Umar. "Kehati-hatian itu membuatnya rajin memeriksa mobilnya, terutama pada bagian-bagian yang bisa menyebabkan kecelakaan, seperti rem dan ban!" "Untuk itu sosialisasi keselamatan berlalu lintas perlu dilakukan tanpa henti agar para pengendara menyadari ancaman kecelakaan di jalan dan semakin berhati-hati!" timpal Amir.

 "Selain itu, juga dilakukan proses internalisasi budaya santun berlalu lintas sejak dini, dengan memasukkan pelajaran etika berlalu lintas sejak PAUD! Makin maju masyarakat, kian tinggi mobilitas warganya di jalan, pembudayaan berlalu lintasnya harus memadai sejak kanak-kanak!" "Bersamaan itu, polisi lugas menjalankan aturan hingga ugal-ugalan di jalan berkurang!" tegas Umar. "Jasa Raharja membuat banyak rambu dan peringatan agar pengendara setiap kali dibuat waspada dan berhati-hati! Kian berhati-hati pengendara, akan semakin kecil pula santunan kecelakaan yang dikeluarkan Jasa Raharja!" *** Tiser Kesadaran terhadap ancaman kecelakaan membuat pengendara berhati-hati.
Selanjutnya.....

Memfasilitasi Anak untuk Bunuh Diri!

"DATA mengejutkan disodorkan Ditlantas Polda Lampung, angka tewas akibat kecelakaan di jalan raya provinsi ini yang tahun lalu tiga orang setiap hari, pada kuartal pertama 2012 meningkat jadi empat orang setiap hari!" ujar Umar. "Dari semua kecelakaan itu 67% dialami sepeda motor, dengan 33% di antaranya tabrakan adu muka, adu kambing!" "Itu dilengkapi data Dinas Perhubungan Provinsi, 90% kecelakaan terjadi akibat kesalahan manusia!" timpal Amir. "Jadi klop, betapa mengerikan berkendara di jalan raya karena mayoritas dari pengendara tak memenuhi syarat berkendara!" "Begitulah catatan dari dialog publik di Rektorat IAIN Raden Intan yang disiarkan langsung oleh RRI, diselenggarakan institut tersebut bekerja sama dengan Jasa Raharja dan Lampung Post!" ujar Umar. "Lebih mengerikan, mayoritas korban usia produktif (15—50 tahun) dengan kelompok remaja belasan tahun cukup signifikan! Ini tak lepas dari gejala kian ramainya remaja belum 17 tahun mengendarai sepeda motor berbonceng tiga tanpa helm, bahkan ada yang kebut-kebutan! Handout Rahayu Sulistyorini dari Unila di dialog itu melukiskan orang tua mereka justru memfasilitasi anaknya untuk bunuh diri!"

"Dalam situasi lalu lintas di jalan raya yang amat berbahaya, Rahayu tak mengada-ada!" tegas Amir. "Dengan 90% kecelakaan akibat human error dan kecelakaan yang menonjol adu kambing, tampak rendahnya kemampuan mengendarai dan antisipasi kapasitas kendaraan sendiri, situasi lalu lintas, jalan, dan kondisi alam yang dihadapinya! Saat begitu, para orang tua malah memberi anaknya yang belum cukup umur sepeda motor untuk bermain di jalan raya!" "Penambahan jumlah korban tewas di jalan raya Lampung yang signifikan itu layak jadi perhatian orang tua untuk membatasi anaknya yang belum cukup umur dari pemakaian sepeda motor!" timpal Umar. 

"Tak kalah penting, polisi sudah saatnya menegakkan disiplin berlalu lintas terkait remaja yang belum memiliki SIM! Dirazia saja, saat mengurus anaknya yang membahayakan keselamatan umum membawa kendaraan tanpa SIM, orang tuanya diwajibkan membuat pernyataan tak mengulangi hal itu!" "Juga sekolah melakukan penertiban!" tegas Amir. "Pada setingkat SMP, sekolah tegas melarang murid membawa sepeda motor karena usianya belum bisa dapat SIM! Di setingkat SMA, dikontrol hanya murid yang sudah punya SIM diizinkan membawa sepeda motor! Semua itu diharapkan bisa menyadarkan orang tua untuk tak lagi memfasilitasi anaknya bunuh diri!" ***
Selanjutnya.....

Cari Calon Bupati yang ‘Berbobot’!

"MASUK bursa balon—bakal calon—bupati dalam pilkada yang kurang empat bulan lagi, tubuhmu kok malah tambah gendut?" tanya Umar. "Apa pertimbanganmu untuk tambah gemuk itu?" "Karena partai besar mencari calon bupati yang berbobot!" jawab Amir. "Dan, itu dilakukan partai secara terbuka sehingga kader dari partai besar menyadari akan kalah bersaing bobot dalam seleksi yang dilakukan partainya! Akibatnya, sejak dini ada kader partai itu mengumpulkan dukungan bagi dirinya untuk pencalonan lewat jalur perseorangan atau independen! Apalagi sering terbukti kader partainya yang jauh lebih berbobot darinya tersingkir dibuat calon dari luar partai! Saking seriusnya partai mencari calon paling berbobot, kader partai sendiri dicampakkan! Buat putusan tragis menyingkirkan kader partai sendiri itu, pasti pimpinan partai telah membuktikan bobot calon dari luar itu paling memuaskan!"

"Itu bukan takut kalah bersaing bobot tubuh!" bantah Umar. "Lebih mungkin bobot intelektual dan kapasitas kemampuannya untuk memimpin pemerintahan daerah! Dengan begitu, partai yang mengusungnya bisa berbangga saat menang pilkada, calon yang dijagokan tidak memalukan!" "Kalau bobot itu yang dimaksud, pertimbangan pimpinan partai menjagokan orang dari luar kader itu jelas telah mengerdilkan partainya sendiri!" timpal Amir. "Karena itu, dengan mereka menunjukkan kepada publik bahwa partai mereka tidak punya kader berkualitas yang mampu bersaing dan pantas dikedepankan!" "Kalau bukan bobot kualitas, bisa ditebak yang ditimbang itu bobot modalnya! Terutama modal untuk memenangkan pilkada!" tegas Umar. 

"Buat apa partai mendukung orang yang modalnya tak cukup untuk memenangkan pilkada! Lebih tepat lagi, partai mendukung calon dari luar partai yang bukan kadernya itu semata untuk ikut ‘numpang menang’! Dengan ‘numpang menang’ itu banyak benefit bisa diperoleh partai dan pimpinannya! Buat apa mendukung kader sendiri kalau kurang modal dan akhirnya kalah, tak dapat apa-apa!" "Jadi, pragmatisme berorientasi benefit itukah praktek politik partai besar menjurus?" tukas Amir. "Dan, karena benefit pilkada sejak awal didesain semata demi kepentingan partai dan politisi pimpinannya, kepala daerah pemenang pilkada pun tak bisa mengelak untuk mengikuti kehendak partai pendukung kemenangannya itu sembari mengeruk benefit bagi dirinya sendiri! Kalau semua benefit buah otonomi daerah sudah dijadikan bancakan elite begitu, rakyat tinggal jadi penonton yang tak dapat apa-apa!" ***
Selanjutnya.....

Reformasi, Rakyat Tambah Sengsara!

"MENGUKUR arti reformasi buat rakyat mudah. Bandingkan saja kondisi rakyat lapisan bawah—buruh, tani, dan nelayan—sebelum reformasi dan sekarang!" ujar Umar. "Di zaman Orde Baru upah buruh ditetapkan sesuai KHM (kebutuhan hidup minimum), yang pada zaman reformasi lewat polesan peraturan menteri istilah tersebut diganti menjadi KHL (kebutuhan hidup layak). Sekarang upah ditetapkan pada UMK (upah minimum kabupaten-kota) yang nilainya oleh konspirasi penguasa dan pengusaha dijaga di bawah KHL!" "Sedang tani, ukurannya tentu bukan pemilik tanah luas, tapi buruh tani yang upahnya tak pernah masuk kebijakan pengupahan, hingga perbaikan nasibnya harus dilihat lewat proses redistribusi tanah!" timpal Amir. "Di era Orba, redistribusi tanah dilakukan lewat program transmigrasi, mengangkat perbaikan nasib jutaan buruh tani dengan proses menonjol! Di era reformasi, program transmigrasi nyaris tak terdengar! Justru heboh korupsinya terkait proyek infrastrukturnya yang tiba-tiba menonjol!"

"Lalu nelayan, di era Orba tak pernah mengeluh kesulitan solar untuk melaut, harganya stabil!" tegas Umar. "Belakangan ini nelayan sering tak melaut karena kesulitan solar! Kalaupun ada solar eceran, harganya jauh di atas tarif! Lucunya, pemerintah membuat stasiun pengisian BBM untuk nelayan, tapi selalu kurang pasokan!" "Dari semua itu terlihat, kalau di zaman Orde Baru hidup rakyat sengsara, di era reformasi rakyat justru tambah sengsara!" tukas Amir. "Itu terjadi akibat reformasi hasil perjuangan mahasiswa menggulingkan Orde Baru itu di awal perjalanan dibajak oleh partai politik, yang menempatkan di bawah kekuasaan parpol segala dimensi proses civil society (masyarakat madani) canangan reformasi—baru belakangan calon independen boleh ikut pilkada!" "Lebih celaka lagi, para politisi yang serbakuasa menciptakan segala aturan main demokrasi untuk keuntungan diri mereka semata itu, orientasinya terlalu cepat vulgar pada budaya uang!" timpal Umar.

 "Sampai-sampai untuk pemilihan deputi senior Gubernur BI saja, puluhan anggota DPR yang terhormat harus dipenjara karena terima suap!" "Fatalnya, dalam otonomi daerah sebagai ideal reformasi, kekuatan uang (dari sewa perahu sampai beli suara pemilih) jadi penentu seleksi kepala daerah!" tegas Amir. "Kepala daerah terpilih pun jadi lebih penting mencari uang sebanyak mungkin untuk mempertahankan kekuasaan periode berikutnya, atau malah membangun dinasti kekuasaan anak-cucunya! Akibat semua itu, nasib rakyat cuma jadi embel-embel!" ***
Selanjutnya.....

Musibah Sukhoi, Apa Sih Maunya Gunung Salak?

"MUSIBAH pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak, yang 45 jenazah korbannya usai diidentifikasi, menyisakan duka yang dalam bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Tanpa bermaksud mengurangi arti duka musibah itu, layak dipertanyakan apa sih maunya Gunung Salak, ia hadang pesawat supercanggih itu hingga jatuh dengan sekian banyak korban? Hikmah apa yang ingin ia sampaikan, kalau ada?" "Ada!" timpal Amir. "Jangankan Gunung Salak tak resah! Rimbawan Muda Indonesia (RMI) saja, LSM yang bekerja di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, cemas karena sumber air di kawasan itu kering, petunjuknya debit air Cisadane yang berhulu di situ, 15 tahun lalu 74 meter kubik per detik, kini tinggal 35 meter kubik per detik! (Kafil Yamin, Facebook, 20-5). Dengan laju seperti itu, Cisadane yang mengalir ke Serpong dan Tangerang bisa kering 15 tahun ke depan, atau malah lebih cepat lagi!"

"Berarti Gunung Salak minta perhatian atas apa yang tengah terjadi di sekitarnya!" tukas Umar. "Dan itu perhatian dari para politisi dan pejabat nasional, karena krisis alam di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terjadi akibat undang-undang (UU) yang mereka buat!" tegas Amir. "Dengan UU sumber daya air yang membolehkan perusahaan asing mengeksploitasi sumber daya air, sebuah perusahaan air kemasan yang 74% sahamnya milik Prancis menyedot 3 juta galon air setiap hari dari kawasan itu, kata Agus Mulyana, peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR). Sekarang, menurut Nani Septiani dari RMI, tak kurang dari 200 perusahaan—banyak yang tanpa izin—rame-rame mengisap air dari bumi Halimun-Salak! Lebih celaka, pencarian mata air baru makin ramai dan menjadi rebutan untuk diperjualbelikan lewat para makelar!" 

"Kalau sudah jadi rebutan, disedot jutaan galon per hari oleh masing-masing 200-an perusahaan air minum kemasan dari yang bermerek kelas dunia sampai depot isi ulang di seantero Jakarta, jelas krisis lingkungan di kawasan Halimun-Salak akan lebih pesat terpacu jika tak ada penanganan yang segera!" tukas Umar. "Mungkin itu yang membuat Gunung Salak minta perhatian lebih cepat, utamanya terkait dengan perusahaan asal Eropa—malangnya Sukhoi lewat Gunung Salak!" "Laju krisis lingkungan Halimun-Salak dan Gede-Pangrango akan lebih cepat akibat pacuan target penjualan semua produsen air kemasan, seiring gaya hidup masyarakat yang sehari-hari minum air galon dari dispenser!" timpal Amir. "Kalau peringatan Gunung Salak itu tak cukup, bencana seperti apa lagi yang bisa menyadarkan kita?" ***
Selanjutnya.....

Bangsa yang Suka Liburan Panjang!

"ANTREAN mobil lebih 3 kilometer di pintu keluar tol Cikampek dan Pasteur (Bandung), penumpang feri naik dua kali lipat di Merak, Rabu sore!" ujar Umar. "Mobilitas warga mulai hari itu melonjak terkait hari libur umum Kenaikan Isa Almasih yang jatuh Kamis, 17 Mei! Khusus untuk PNS, hari-besar keagamaan itu dikemas jadi liburan panjang cuti bersama 17—20 Mei! Swasta tak banyak ikut-ikutan libur panjang cuti bersama itu, lebih-lebih pabrik yang menggenjot peningkatan produksi ekspor!" "Kok liburan panjang dikemas jadi cuti bersama bisa dibuat kapan saja setiap ada hari terjepit?" timpal Amir. "Padahal, cuti bersama Idulfitri satu minggu dan Natal-Tahun Baru satu minggu lagi, jadi jumlah cutinya klop dua minggu penuh! Apa aturan cuti di negeri kita fleksibel, bisa ditambah atau diperpanjang kapan diperlukan?"
"Hitungan administratifnya bisa dibuat pas sesuai ketentuan jumlah hari cuti per tahun!" tukas Umar. "Sedang prakteknya, jumlah hari liburan panjangnya bisa saja fleksibel! Seperti liburan Idulfitri, saat tiba hari masuk kerja banyak PNS belum hadir! Hanya pejabat yang sok disiplin melakukan sidak di hari kerja pertama usai libur panjang itu! Tapi selain ancaman sanksi terhadap PNS yang absen, penindakannya kemudian tak jelas!" "Begitulah fenomena bangsa yang suka liburan panjang!" timpal Amir. "Dambaannya libur melulu, padahal beban kerja PNS di kantor relatif ringan! Terutama PNS yang jam kerja dan istirahatnya tumpang-tindih—pada jam kerja justru istirahat karena tak ada yang dikerjakan! Jumlah PNS jenis ini dominan dalam birokrasi kita yang tambun!" "Nada bicara seperti itu terkesan iri pada PNS yang suka liburan itu kerjanya di kantor cuma ongkang-ongkang, gajinya besar, dapat pensiun!" tegas Umar. "Atau khawatir, kalau PNS liburan panjang pelayanan publik terbengkalai, usaha peningkatan kesejahteraan rakyat terganggu! Akibatnya, penderitaan rakyat berkepanjangan!" "Rakyat iri dan khawatir itu wajar!" timpal Amir. "Karena sebagai pelayan rakyat, tugas PNS melayani rakyat kurang optimal, maunya liburan panjang melulu! Siapa pun punya pelayan seperti itu, pasti kecewa!" "Rakyat kecewa begitu kalau pelayannya rajin dan kerja full time!" tegas Umar. "Lain jika pelayannya kerja dan istirahat tak beda—tak produktif! Ketika hari kerja mereka dikurangi—dari 6 hari jadi 5 hari—daerahnya malah lebih maju! Itu karena kerja mereka cuma merepotkan rakyat sehingga jika hari-hari mereka merepoti rakyat itu dikurangi, rakyat jadi lebih cepat maju dan sejahtera! Maka itu, panjang-panjangkanlah liburannya, PNS!" ***
Selanjutnya.....

Bangsa yang Suka Liburan Panjang!

"ANTREAN mobil lebih 3 kilometer di pintu keluar tol Cikampek dan Pasteur (Bandung), penumpang feri naik dua kali lipat di Merak, Rabu sore!" ujar Umar. "Mobilitas warga mulai hari itu melonjak terkait hari libur umum Kenaikan Isa Almasih yang jatuh Kamis, 17 Mei! Khusus untuk PNS, hari-besar keagamaan itu dikemas jadi liburan panjang cuti bersama 17—20 Mei! Swasta tak banyak ikut-ikutan libur panjang cuti bersama itu, lebih-lebih pabrik yang menggenjot peningkatan produksi ekspor!" "Kok liburan panjang dikemas jadi cuti bersama bisa dibuat kapan saja setiap ada hari terjepit?" timpal Amir. "Padahal, cuti bersama Idulfitri satu minggu dan Natal-Tahun Baru satu minggu lagi, jadi jumlah cutinya klop dua minggu penuh! Apa aturan cuti di negeri kita fleksibel, bisa ditambah atau diperpanjang kapan diperlukan?"
"Hitungan administratifnya bisa dibuat pas sesuai ketentuan jumlah hari cuti per tahun!" tukas Umar. "Sedang prakteknya, jumlah hari liburan panjangnya bisa saja fleksibel! Seperti liburan Idulfitri, saat tiba hari masuk kerja banyak PNS belum hadir! Hanya pejabat yang sok disiplin melakukan sidak di hari kerja pertama usai libur panjang itu! Tapi selain ancaman sanksi terhadap PNS yang absen, penindakannya kemudian tak jelas!" "Begitulah fenomena bangsa yang suka liburan panjang!" timpal Amir. "Dambaannya libur melulu, padahal beban kerja PNS di kantor relatif ringan! Terutama PNS yang jam kerja dan istirahatnya tumpang-tindih—pada jam kerja justru istirahat karena tak ada yang dikerjakan! Jumlah PNS jenis ini dominan dalam birokrasi kita yang tambun!" "Nada bicara seperti itu terkesan iri pada PNS yang suka liburan itu kerjanya di kantor cuma ongkang-ongkang, gajinya besar, dapat pensiun!" tegas Umar. "Atau khawatir, kalau PNS liburan panjang pelayanan publik terbengkalai, usaha peningkatan kesejahteraan rakyat terganggu! Akibatnya, penderitaan rakyat berkepanjangan!" "Rakyat iri dan khawatir itu wajar!" timpal Amir. "Karena sebagai pelayan rakyat, tugas PNS melayani rakyat kurang optimal, maunya liburan panjang melulu! Siapa pun punya pelayan seperti itu, pasti kecewa!" "Rakyat kecewa begitu kalau pelayannya rajin dan kerja full time!" tegas Umar. "Lain jika pelayannya kerja dan istirahat tak beda—tak produktif! Ketika hari kerja mereka dikurangi—dari 6 hari jadi 5 hari—daerahnya malah lebih maju! Itu karena kerja mereka cuma merepotkan rakyat sehingga jika hari-hari mereka merepoti rakyat itu dikurangi, rakyat jadi lebih cepat maju dan sejahtera! Maka itu, panjang-panjangkanlah liburannya, PNS!" ***
Selanjutnya.....

Pembatasan BBM Pakai HET Tak Adil!

"KEBIJAKAN pembatasan bahan bakar minyak (BBM) pakai harga eceran tertinggi (HET) tak adil karena semakin jauh warga tinggal dari sumber pasokan harus membayar lebih mahal!" ujar Umar. "Hal itu mendorong urbanisasi untuk menikmati fasilitas publik yang pelayanannya dibangun 'terpusat' hingga diskriminatif pada warga 'pinggiran' yang jauh dari pusat!" "Memang lucu, HET yang bertujuan menjaga agar harga naik terbatas, dalam prakteknya justru membenarkan kenaikan harga lebih tinggi pada daerah yang lebih jauh dari sumber pasokan sesuai tambahan biaya distribusinya!" timpal Amir. "Padahal, untuk keadilan pemenuhan kebutuhan rakyat yang strategis negara seharusnya menjamin semua warga negara mendapatkan harga yang sama di semua wilayah Tanah Air! Untuk itu pemerintah mengatur subsidi silang biaya angkutnya, bukan membebankan pada rakyat yang terjauh dari sumber pasokan!"
"Itu yang diprotes empat gubernur Kalimantan ke Pemerintah Pusat terkait kebijakan pembatasan BBM!" tegas Umar. "Baru tersiar berita akan ada pembatasan saja, harga BBM di tempat yang jauh dari pasokan sudah melonjak tinggi, seperti di Lampung Barat dan Way Kanan! Apalagi setelah pembatasan berlaku jatah SPBU dikurangi 3% dan jatah pengecer jadi makin tak jelas hingga terjadi kekacauan supply-demand dalam mencukupi kebutuhan warga di kawasan 'pinggiran', harga pun tak lagi bisa dikendalikan dengan HET!" "Kendali HET buat BBM di daerah pedalaman akan sulit diterapkan—seperti HET minyak tanah yang sering dilanggar dulu—karena secara psikologis banyak hal dihembuskan membuat pembatasan BBM mencekam rakyat dalam kepanikan, lebih-lebih yang jauh dari sumber pasokan!" timpal Amir. "Mulai sosialisasi Pemerintah Pusat yang mencemaskan kehabisan sumber BBM, diwarnai kepanikan (beneran) pemerintah hingga segala macam opsi diobral tapi dibatalkan, kemudian dramatisasi pelaksanaan pembatasan dengan pengurangan jatah SPBU sebelum bentuk pasti pembatasan pemkot dan pemkab diumumkan hingga SPBU dikerubuti antrean panjang! Semua hal membingungkan itu tak cukup, ditambah lagi pembatasan BBM pakai HET yang membenarkan harga lebih mahal dari semestinya!" "Begitulah kalang-kabutnya kebijakan, hingga dalam dialek Medan bisa dikatakan pemerintah terlalu banyak cengkunek!" tegas Umar. "Padahal negara lain yang tak punya sumber minyak, Laos, Kamboja, Filipina dan seterusnya, tak serepot kita! Itulah cengkunek, berbelit-belit akibat tak becus!" ***
Selanjutnya.....

BPK, Uang Rakyat Dirampok Biaya Perjalanan Dinas!

"BPK—Badan Pemeriksa Keuangan—merilis bukti-bukti penyelewengan 30%—40% dari anggaran perjalanan dinas Rp18 triliun selama APBN 2010!" ujar Umar. "Kompas (15-5) mengindikasikan itu sebagai perampokan uang rakyat! Berdasar hasil pemeriksaan diperkuat uji petik BPK di sejumlah instansi, diketahui perampokan uang rakyat itu terjadi merata di semua instansi pemerintah!" "Apa rekomendasi BPK untuk menghentikan perampokan uang rakyat itu?" tanya Amir. "Rekomendasi BPK masih bersifat parsial, antara lain agar mengganti uang yang diselewengkan!" jawab Umar. "Belum ada rekomendasi mengubah sistem sehingga bisa diartikan perampokan uang rakyat itu sekarang masih terus berjalan!"
"Dari situ bisa dibayangkan, kalau lewat satu pos atau mata anggaran saja bocornya bisa begitu besar, 30%—40% dari Rp18 triliun setahun, bisa dibayangkan seberapa besar pula terjadinya kebocoran atas ratusan pos/mata anggaran yang disalurkan dari APBN!" tukas Amir. "Lewat semua itu bisa dipahami, seruan pemberantasan korupsi dari pimpinan pemerintahan selama ini sekadar basa-basi, justru cenderung untuk menyelubungi praktek korupsi yang kian merajalela! Celakanya, kalau pimpinan di tingkat nasional saja bersikap demikian permisif hingga korupsi merebak pada orang-orang di sekitar kekuasaannya, pimpinan daerah di bawahnya pun tak khawatir lagi untuk jadi pengikut setia cara kerja dan bersikapnya!" "Artinya, perampokan uang rakyat bukan saja merata di semua instansi, melainkan juga merebak di semua tingkatan birokrasi!" timpal Umar. "Tapi bagi rakyat semua itu bukan hal baru! Masalahnya terpulang pada kenyataan, garda pemberantasan korupsi dalam kekuasaan justru selalu terbelit kasus korupsi! Dengan kata lain, internal kontrol untuk pemberantasan korupsi tak efektif! Harapan jadi terbatas tinggal pada eksternal kontrol, seperti BPK, KPK, dan PPATK!" "Ironisnya, lembaga-lembaga eksternal kontrol itu jumlah personalia organisasinya relatif kecil, lebih lagi jika dihadapkan pada birokrasi pemerintahan nasional—pusat dan daerah—yang amat tambun!" tegas Amir. "Seperti dalam film kolosal, beberapa pendekar harus melawan puluhan ribu lawan di lapangan luas! Memang bisa ditaklukkan satu per satu, tapi sampai para pendekar habis tenaga, cuma sejumlah kecil saja lawan yang bisa dikalahkan! Sisanya masih berjubel, sama sekali tak tersentuh! Akibatnya, perampokan uang rakyat oleh birokrasi yang besar dan luas itu tak akan pernah tertangani secara memadai!" ***
Selanjutnya.....

Kanjeng Serahkan Dirinya Dieksekusi!

"MANTAN Bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurna Jaya, akrab dipanggil Kanjeng, Senin siang setiba di bandara dari Jakarta langsung ke Kejaksaan Negeri Bandar Lampung menyerahkan dirinya untuk dieksekusi atas vonis Mahkamah Agung Rabu (9-5) yang menghukumnya 12 tahun penjara!" ujar Umar. "Kepala Kejari setempat Priyanto yang menerima penyerahan diri itu mempersilakan Kanjeng mengambil pakaian dan perlengkapan lain sebelum masuk LP. Saya jamin dia tidak akan lari, tegas Priyanto." "Kanjeng menyatakan menjunjung tinggi keadilan di negeri ini dan membuktikan dirinya tidak lari!" timpal Amir. "Namun ia nilai, vonis MA 12 tahun penjara tak sesuai dengan kesalahan menyimpan kas daerah Rp28 miliar di BPR Tripanca Setiadana! Ia minta majelis MA mengevaluasi kembali hal itu untuk diputus dengan benar!"
"Dibanding vonis kasus korupsi atas politisi pusat yang hanya dihukum sekitar 2,5 tahun, vonis atas dua politisi Lampung Satono (15 tahun penjara) dan Andy Achmad itu memang tampak jauh lebih berat!" tegas Umar. "Kanjeng selain dipidana 12 tahun penjara juga denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara serta uang pengganti Rp2,5 miliar yang harus dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan. Kalau uang pengganti itu tak dibayar tepat waktunya, harta Kanjeng akan disita dan dilelang untuk menutupinya! Jika tidak cukup, dikenakan tambahan pidana 3 tahun penjara! Majelis kasasi MA diketuai Djoko Sarwoko, dengan anggota Leopold Hutagalung, Komariah Sapardjaja, Krisna Harahap, dan MS Lumme." "Hukuman lebih berat pada kasus korupsi politisi daerah dibanding politisi pusat, padahal akibat korupsinya jelas lebih luas politisi pusat yang kiprahnya berskala nasional!" timpal Amir. "Karena itu Kanjeng minta pertimbangan atas beratnya hukuman pada dirinya!" "Adil dalam hukuman yang dijatuhkan pada kasus sejenis, jelas merupakan salah satu hal penting dalam mewujudkan keadilan hukum, sekaligus kepastian hukum!" tukas Umar. "Untuk itu, pertimbangan atas permintaan Kanjeng bisa juga dilakukan dengan menyesuaikan hukuman terhadap politisi nasional yang prosesnya sampai ke kasasi! Dengan itu bisa diharapkan, penjeraan terhadap pidana korupsi tak hanya menyengat di daerah, tapi juga di tingkat nasional!" "Keadilan dalam beratnya hukuman dan kepastian hukum atas kasus sejenis, jelas penting!" timpal Amir. "Jangan pula muncul ketakadilan baru, beratnya hukuman tergantung jauh-dekatnya (tempat) pelaku dengan MA!" ***
Selanjutnya.....

UU Perburuhan, Pengusaha yang Jadi Wasitnya!

"UU Perburuhan di Indonesia ironis, ibarat sepak bola, pengusaha yang diberi kekuasaan menjadi wasitnya!" ujar Umar. "Prakteknya, pengusaha yang memberi peringatan pada buruh yang melakukan kesalahan! Dari peringatan lisan, lalu tertulis sama dengan kartu kuning, dua kartu kuning jika melakukan kesalahan lagi diberi kartu merah, dikeluarkan dari lapangan alias dipecat!" "Dengan posisi para pihak dalam UU perburuhan sedemikian rupa, jelas pihak buruh bisa dengan mudah dikalahkan oleh pengusaha alias wasit!" timpal Amir. "Sedang wasit tak pernah kalah, tak bisa dikalahkan oleh pemain! Lantas, pemerintah—dinas tenaga kerja—jadi apa?"

"Disnaker jadi komisi pertandingan!" jawab Umar. "Gol yang diputuskan wasit—pakai tangan seperti dilakukan Maradona pun—tetap disahkan komisi pertandingan! Hanya dalam aturan atau prinsipnya komisi pertandingan bisa menganulir putusan wasit, pemerintah menganulir putusan pengusaha! Dalam praktek, jarang terjadi!" "Posisi organisasi buruh sebagai apa?" kejar Amir. "Sebagai ofisial tim, duduk di pinggir lapangan!" jawab Umar. "Kalau ada kecurangan dilakukan wasit, ofisial menyampaikan protes pada komisi pertandingan, kadang ke wasit! Seperti organisasi buruh protes ke pengusaha atau pemerintah!" "Dengan preposisi para pihak sedemikian, jelas prakteknya dalam kehidupan nyata akan selalu menempatkan kaum buruh sebagai pihak yang dikecundangi, dirugikan, atau dikalahkan oleh wasit maupun komisi pertandingan!" tukas Amir.


 "Lebih lagi pihak pengusaha yang diberi peran dan kewenangan sebagai wasit memiliki kepentingan yang cenderung sukar dikendalikan, hingga secara terang-terangan memeras buruh dengam tidak memberi hak untuk hidup layak!" "Itu dia!" timpal Umar. "Survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan berkala oleh pemprov, pemkot, dan pemkab sering cuma dijadikan iming-iming pada kaum buruh, karena dalam rapat komisi pertandingan yang diikuti wasit dan ofisial untuk menetapkan aturan main, selalu disepakati upah minimum tak boleh melampaui KHL!" "Itu hanya terjadi di sejumlah kecil daerah yang wasit, komisi pertandingan, dan ofisial timnya melakukan konspirasi menindas kaum buruh!" tegas Amir. "Sedang di 18 provinsi negeri kita yang hubungan industrialnya telah dijalankan secara modern dan beradab, upah minimum ditetapkan melampau KHL! Jadi, tergantung kemajuan peradaban sebuah provinsi! Di provinsi yang peradabannya terbelakang, kaum buruhnya memang masih benar-benar tertindas!" ***
Selanjutnya.....

Musrenbang, Sandiwara Paling Buruk!

"SISTEM perencanaan pembangunan yang dimulai dengan penyerapan aspirasi rakyat lewat musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) yang dilanjutkan berjenjang ke tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sebenarnya sangat ideal!" ujar Umar. "Tapi disayangkan, proses penyerapan aspirasi rakyat itu cuma seremonial belaka, bahkan telah menjadi sandiwara paling buruk! Jangankan sampai ke tingkat nasional, baru di kabupaten/kota aspirasi rakyat itu sudah dikencundangi kepentingan kepala daerah yang antara lain, didikte para sponsor pemenangan dirinya dalam pilkada!" "Semakin tinggi tingkat musrenbangnya, kian jauh lebih konyol lagi!" timpal Amir. "Tersingkap dalam seminar di Jakarta, penentuan proyek pembangunan ternyata hanya hasil perebutan menangkap alokasi anggaran antarelite di parlemen! (Kompas, 11-5) Melimpahnya kasus bancakan proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) yang menyeret legislator ke KPK, jadi pertanda semaraknya di bawah permukaan!"
"Maka itu tak aneh kalau warga sebuah kampung 10 kali musrenbang mengusulkan perbaikan selokan untuk mengatasi banjir, bukan perbaikan selokan yang didapat, melainkan banjirnya yang kian menenggelamkan kampung mereka!" tukas Umar. "Bahkan tak cuma itu! Kala ada wakil rakyat reses menjaring aspirasi ke kampung mereka, usulan sama disampaikan! Tapi mungkin karena anggaran selokan itu terlalu kecil buat proyek PPID, aspirasi mereka tak masuk agenda!" "Celakanya, pelaksanaan musrenbang semua jenjang dan reses legislator semua tingkat itu menghabiskan uang rakyat yang tidak sedikit!" timpal Amir. "Musrenbangnas, misalnya, tak mesti dilakukan di Jakarta, tapi seperti arisan selalu berganti tuan rumah! Bayangkan rombongan besar semua provinsi menghadiri musrenbangnas di Manado, betapa besar biaya transpor dan hotel serta penyelenggaraannya yang dihabiskan! Padahal, semua itu cuma seremonial sandiwara!" "Begitulah potret nyata pembangunan di negeri kita!" tegas Umar. "Konsepnya bagus, ideal, tapi implementasinya jeblok—bahkan disimpangkan untuk kepentingan pribadi atau golongan! Seperti musrenbang yang menjadikan aspirasi rakyat sebagai hulu perencanaan pembangunan, implementasinya dibajak kepentingan elite semua tingkat! Sedang rakyat, akhirnya cuma menjadi penonton pesta pora elite hasil menelantarkan aspirasi rakyat lewat musrenbang! Begitu pun rakyat tetap sabar, pantang menyerah, tetap hadir setiap diundang musrenbang!" ***
Selanjutnya.....

Era Pengusaha Tidak Boleh Cari Untung!

"SEORANG pengusaha suatu waktu membeli tanah untuk lokasi pembangunan pabrik dari beberapa warga di atas harga pasaran!" ujar Umar. "Nasib malang, krisis ekonomi merebak! Bukan kredit baru didapat untuk membangun pabrik, aset lama yang diagunkan hanyut disita bank! Tinggal tanah yang baru dibeli itu tersisa karena belum sempat diagunkan! Tapi tanah luas di tepi jalan negara dekat kota itu tak mudah cari pembeli! Beberapa tahun kemudian ada proyek pemerintah butuh tanah! Lewat tawar-menawar yang alot, akhirnya ia jual tanah itu dengan keuntungan lumayan dibanding harga membelinya semula! Ternyata nasibnya buruk, ia ditahan untuk kasus korupsi atas tuduhan me-mark up harga tanah!" "Lo, apa pengusaha tak boleh cari untung?" timpal Amir. "Seberapa besar sih, dia mark up?"

"Sesuai hasil penggeledahan di kantornya, tanah bagian dekat jalan dia beli Rp20 ribu/meter, dan bagian dalam Rp15 ribu/meter, lalu dia jual ke proyek semuanya seharga Rp40 ribu/meter!" jelas Umar. "Sangkaan mark up ditimpakan padanya karena sekarang saja nilai jual objek pajak (NJOP) tanah di situ Rp17.500/meter!" "Dengan harga NJOP itu apa ada warga yang mau menjual tanahnya?" potong Amir. "Apa lagi yang posisinya terpadu seluas kebutuhan proyek itu?" "Mana ada yang mau jual dengan harga NJOP serendah itu! Apa lagi yang berada di tepi jalan negara!" tegas Umar. "Cerita beredar, harga tanah yang dianggap tinggi itu ditabrak karena proyek itu sebenarnya tertunda beberapa tahun akibat ketiadaan tanah seluas yang dibutuhkan! 

 Terakhir, kalau untuk proyek yang penting bagi kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat itu tak bisa menyediakan tanahnya, proyek akan dialihkan ke provinsi lain! Maka, agar proyek tak dialihkan, harga tanah sesuai tawaran penjual disetujui tim pengadaan tanah proyek tersebut!" "Semua cerita itu normal kalau terjadi di zaman normal!" timpal Amir. "Tapi ini kan zaman tidak normal, salah satunya dengan nasib pengusaha tersebut, sekarang ini menjadi era pengusaha tak boleh mencari untung! Tanpa peduli tanah itu dibeli kapan, lalu kapan pula dijualnya! Sedang update NJOP selalu terlambat sehingga mencari tanah untuk proyek sulit—dengan risiko proyek dialihkan—tapi di tempat baru juga tak dapat tanah! Akibatnya penyerapan dana pembangunan pada APBN jadi rendah! Pertumbuhan ekonomi pun ikut melambat!" "Begitulah di zaman serbasalah!" tukas Umar. "Pengusaha cari untung juga salah!" ***
Selanjutnya.....

Polda Lampung Perlu Didorong!

"SETELAH Presiden Yudhoyono memerintahkan agar kasus pembakaran kantor bupati Mesuji Kamis pekan lalu (3-5) segera dituntaskan, Polda Lampung langsung menetapkan empat tersangka pada peristiwa anarki itu, Rabu (9-5)," ujar Umar. "Dari situ terlihat Polda Lampung perlu didorong untuk melakukan tindakan lebih cepat dalam menegakkan hukum! Tanpa dorongan yang kuat—seperti dari Presiden!—terkesan Polda Lampung tak bekerja efektif, seperti pada kasus perusakan aset Pemkab Lamsel di bulan April yang hingga kini belum ditetapkan tersangkanya!" "Menurut pengamat hukum dari Unila Eddy Rifai, itu dilakukan Polda sebagai sikap kehati-hatian!" timpal Amir. "Tapi kalau akibat terlalu berhati-hati, tindakan massa anarki merusak dan membakar rumah warga maupun kantor pemerintah tak kunjung ada tersangkanya, bisa fatal karena kekerasan masif itu terus merebak di Lampung!"

"Lebih fatal lagi kalau malah terkesan kepolisian daerah ini takut pada massa, hingga secara fisik terlihat polisi melakukan pembiaran aksi-aksi massa yang tengah berlangsung!" tegas Umar. "Tuduhan pembiaran itu bahkan datang dari Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza atas aksi massa di lingkungan kantornya! Gambaran polisi takut pada massa tampak waktu mereka baru menangkap tersangka kasus pembakaran aset PT BSMI, rumah anggota DPRD Mesuji tempat polisi menangkap tersangka dibakar massa, polisi lepas kembali tersangka yang baru ditangkapnya itu!" "Kesan pembiaran dengan menghindari massa itu juga terjadi pada kasus pembakaran kantor bupati Mesuji!" tukas Amir. 

"Betapa massa pendukung wakil bupati menyegel kantor bupati itu sejak Senin (30-4), bahkan massa berkemah di situ, sampai akhirnya hari Kamis (3-5) massa membakar kantor bupati, tak ada usaha polisi untuk mengatasi tindakan massa yang melanggar hukum itu! Barulah setelah pembakaran kantor bupati terjadi, polisi menurunkan pasukan pengamanan! Ini kemudian diperkuat pasukan TNI dari Korem!" "Hal itu dikemukakan bukan untuk mendiskredit Polda Lampung, melainkan untuk mendorong agar Polda Lampung bertindak tegas terhadap siapa pun dalam tugasnya melindungi warga, jiwa, dan hartanya!" timpal Umar. "Sekaligus, guna menciptakan arus balik dari kecenderungan semakin marak dan tak terkendalinya kekerasan oleh massa, kembali ke kondisi yang tertib dan kondusif! Momok pelanggaran HAM tak perlu ditakuti asal tindakan penertiban dilakukan sesuai standar operasi dan prosedur yang ada!" ***
Selanjutnya.....

Poskan judulBangsa yang Suka Repot!

"KALAU Gus Dur sering nyeplos 'begitu saja kok repot!', tak lain dari pahamnya ia pada kebiasaan bangsa ini yang suka repot!" ujar Umar. "Seperti dalam pelaksanaan pembatasan BBM mobil maksimum 20 liter, merepotkan petugas SPBU menyiapkan uang kembalian karena kebiasaan pelanggan mengisi Rp100 ribu! Apalagi untuk motor maksimal tiga liter, kembaliannya lebih merepotkan karena harus uang receh Rp1.500!" "Padahal, kegiatan sehari-hari orang sudah punya irama rutin, artinya ia akan menghabiskan BBM sesuai dengan kebiasaannya!" timpal Amir. "Jadi pembatasan pengisian BBM itu cuma menambah kerepotan belaka, karena meski ada pembatasan, total konsumsi BBM-nya akan tetap seperti biasa!"
"Lebih merepotkan lagi, sesuai rencana yang telah dipublikasi sejak jauh hari, pelaksanaan kebijakan itu akan mendapat pengawasan dari polisi dan tentara di setiap SPBU!" tegas Umar. "Lalu, karena prakteknya diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda), akan ada pula petugas dari pemda di SPBU! Betapa repotnya banyak orang dibuat kebijakan yang secara prinsip hasilnya nothing, karena orang tetap pakai BBM sesuai rutinnya!" "Belum lagi kerepotan mengatur tiga sif petugas polisi, tentara, dan PNS pemda untuk mengisi jam kerja SPBU 24 jam sehari dan tutuh hari seminggu!" timpal Amir. "Semakin di kawasan pedalaman, tugas malam itu lebih penting, karena kebiasaan para pengecer BBM dari desa mengecor jeriken di gantungan kiri-kanan dan bagasi motor mereka pada larut malam, setelah tak ada lagi pelanggan yang harus dilayani!" "Dengan pembatasan motor 20 liter atau apalagi motor cuma tiga liter, mereka—para pengecer BBM desa itu—bisa mendapat masalah!" tegas Umar. "Sebab, mereka biasa mengisi 60 sampai 80 liter! Kalau tak dipenuhi, desa mereka di pelosok jauh bisa kekurangan suplai, akibatnya harga BBM bisa naik berlipat ganda! Pokoknya warga desa jadi lebih repot! Kalau warga pelosok jauh itu mengisi sendiri ke SPBU yang jauh sekali, selain habis waktunya, bensin yang habis di jalan juga pemborosan tak sedikit! Pokoknya dibuat repot oleh kebijakan yang sebenarnya tak perlu itu!" "Tapi, tak perlu khawatir dengan pengawas tugas sif malam di SPBU! Bahkan, di antara mereka bisa berebut untuk mendapatkan sif tugas malam!" timpal Amir. "Soalnya, para pengecer BBM desa itu tahu ada pembatasan sehingga paham butuh pengertian dari para pengawas! Dengan memberi pengertian, pengawas tugas malam akan merasa puas telah membantu warga desa bisa memenuhi kebutuhan BBM! Begitulah, jadi repot semua!" ***
Selanjutnya.....

Sarkozy Kalah, Popularitas

"TOKOH yang bisa disebut paling populer bukan cuma di dalam negerinya, Prancis, tapi juga di Eropa berkat kegigihan usahanya melepaskan benua itu dari krisis ekonomi, Nicolas Sarkozy, kalah dalam putaran dua pemilu presiden Minggu (6-5)," ujar Umar. "Dibanding Sarkozy yang banyak bicara, ia justru ditaklukkan 51,7% lawan 48,3% oleh tokoh pendiam, Francois Hollande, yang tiba-tiba memukau negerinya saat debat publik sebagai acara pokok pada putaran kedua pemilu! Dengan perolehan 28,6% pada putaran pertama, Hollande dari Partai Sosialis memang di posisi pertama dan lebih unggul dari Sarkozy!" "Itu bukti popularitas saja bukan jaminan! Sarkozy merupakan pemimpin pemerintahan Eropa kesembilan yang jatuh sejak krisis melanda tahun lalu!" timpal Amir. "Tapi masalahnya, kenapa rakyat Prancis memilih jalan sosialis tawaran Hollande, padahal jalan itu telah ditinggalkan sejak 1995 saat berakhirnya kekuasaan Francois Mitterand! Apakah itu juga berarti jalan kapitalis dalam wajah kekiniannya neoliberalisme (neolib) sudah mencapai senja kala hingga krisis menjadi badai yang terus berputar dari satu benua ke benua berikutnya?" 

"Rakyat Prancis realistis!" tegas Umar. "Sekalipun usaha Sarkozy cukup maksimal, kenyataannya penganggur di Prancis terus bertambah hingga terakhir tembus di atas angka psikologis 10%! Tak kepalang, dalam menapak jalan sosialis untuk keluar dari krisis, Hollande menentang Uni Eropa yang mewajibkan kebijakan penghematan (austerity measure). Ketatnya penghematan itu harus dilonggarkan untuk menurunkan angka pengangguran! Langkah pertama Hollande untuk itu memperkerjakan 60 ribu guru, sebagai bagian dari penciptaan 150 ribu lapangan kerja lain lewat prakarsa pemerintah!"

 "Semangat sosialis sama rasa sama rata Hollande menonjol dalan usulan tarif pajak 75% badi warga yang berpendapatan di atas 1 juta euro (Rp11,5 miliar) per tahun!" timpal Amir. "Ia juga janji meningkatkan upah minimum, didukung dengan penerapan anggaran berimbang yang dicapai pada 2017, dengan terus memperbesar porsi anggaran publik!" "Sikap keras Hollande yang cukup memikat warga Prancis adalah tekadnya mengecualikan negerinya dalam kebijakan NATO, yakni menarik pasukan Prancis dari Afghanistan hingga selesai akhir tahun ini!" tambah Umar. "Begitulah warga Prancis, memilih jalan sosialis Holande yang frontal sebagai antitesis bagi neolib yang menyeret Prancis dan Eropa tenggelam krisis!" ***
Selanjutnya.....

Efektifkan Arti Tingginya NTP!

"JUSTRU pada bulan panen raya padi, April 2012, nilai tukar pertanian (NTP) Provinsi Lampung yang naik 0,46% menjadi 124,92 kian jauh di atas NTP Nasional rata-rata 33 provinsi 104,71!" ujar Umar. "Lebih dahsyat lagi, NTP Lampung yang tertinggi nasional itu dikatrol oleh NTP tanaman padi dan palawija yang mencatat rekor pada 134,66%, naik 0,72%, dan tanaman perkebunan rakyat 127,57 naik 0,33%, dua subsektor yang amat penting bagi perekonomian rakyat Lampung!" "Untuk semua itu kita panjatkan syukur ke hadirat Yang Maha Pemurah yang mengucurkan nikmatnya itu!" timpal Amir. "Betapa berkat dominasi sawah tadah hujan di provinsi ini, harga beras lokal selalu jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Sekaligus, dengan kondisi areal pertanian sedemikian APBD subsektor pertanian tanaman pangan—juga subsektor perkebunan rakyat—tak cukup menonjol!"

"Lebih mengesankan lagi, semua keunggulan itu tercapai di balik kondisi jaringan infrastruktur perdesaan yang kerusakannya diakui Pemprov dan Pemkab-Pemkab!" tegas Umar. "Kerusakan infrastruktur yang membuat ongkos transportasi kebutuhan warga desa naik sehingga memicu sesuatu yang khas, inflasi perdesaan di Lampung, pada April 2012 sebesar 025%! Dan inflasi itu didongkrak makanan jadi—mi instan dan sejenis yang inflasinya mencapai 0,78%." "Bayangkan, inflasi makanan jadi sekelas mi instan dan jajanan kemasan yang relatif amat ringan saja bisa mencapai 0,78% akibat rusaknya jalan ke perdesaan, sehingga tingginya NTP selalu tak memiliki arti efektif akibat selalu tergerus oleh inflasi perdesaan yang terus mengikutinya!" timpal Amir. "Apalagi pasar desa yang jadi dasar pendataan NTP itu adalah pangkalan pembelian gabah dan hasil panenan lainnya di tingkat kecamatan, berarti nilai penjualan yang dicapai juga dikurangi ongkos angkut jalan dari dusun ke pangkalan yang jadi lebih mahal oleh jalan rusak!"

 "Tepatnya, perlu usaha ekstra agar NTP yang tinggi itu bisa efektif, artinya benar-benar bisa dinikmati petani!" tegas Umar. "Hal itu penting terutama mengingat penguasaan lahan petani Lampung dewasa ini relatif sempit—transmigran sudah generasi ketiga dari lahan tanaman pangan 2 hektare yang diterima generasi pertama! Sedang lahan perkebunan rakyat, 2004 Dadang Ishak Iskandar mencatat hasil penelitian sebuah LSM di desa-desa sebuah kecamatan Lampung Utara, tanaman lada yang dimiliki keluarga rata-rata tinggal 48 batang! NTP boleh tinggi, kalau hasil panennya cuma sedikit, memelas juga!" ***
Selanjutnya.....

Mumet, Pembatasan Pakai Cc Mobil Batal!

"PEMERINTAH kayaknya kian mumet!" ujar Umar. "Pembatasan BBM berdasar kapasitas mesin (cc) mobil yang semula akan diberlakukan 1 Mei 2012 dibatalkan! Pembatasan BBM itu bahkan dihapus dari wacana, tegas Jero Wacik usai rapat kabinet terbatas bidang ekonomi, Kamis (3-5) petang!" "Lantas, wacana baru apa lagi sebagai pengganti kebijakan, tentu, sebelum wacana itu mengalami nasib sama, akhirnya dibatalkan juga!" timpal Amir. "Tapi rakyat tak kaget setiap kali mendengar wacana kebijakan dibatalkan dan diganti, lalu penggantinya dibatalkan juga! Artinya, rakyat mafhum pemerintah selalu diselimuti keragu-raguan, hingga cara berpikir dan memerintahnya eksperimental—serbacoba-coba! Rakyat pun berpengalaman jadi kelinci percobaan!"
"Kebijakan pengganti ditetapkan lima hal!" jelas Umar. "Pertama, pembatasan BBM bersubsidi berlaku untuk kendaraan dinas pemerintah dan BUMN, pelat merah dan pelat hitam yang akan diberi stiker! Kedua, kendaraan untuk pertambangan dan perkebunan dilarang pakai BBM bersubsidi! Ketiga, konversi BBM ke gas di Jawa. Keempat, PLN tak membangun pembangkit berbasis BBM. Dan kelima, kantor pemerintah harus hemat listrik!" "Sebagian besar kebijakan itu tergantung pada intensifnya pengawasan! Padahal kelemahan utama birokrasi kita justru pada pengawasan!" timpal Amir. "Konon lagi pengawasan pengisian BBM untuk kendaraan untuk pertambangan dan perkebunan yang kebanyakan bermesin diesel, padahal di SPBU hanya tersedia solar bersubsidi! Karena tak ada alternatif tempat pengisian lain, dengan sendirinya akan diisi solar bersubsidi!" "Tapi bersangka baik sajalah kita, pemerintah akan mampu menjalankan semua kebijakan itu dengan sebaik mungkin!" tegas Umar.

 "Karena, soal terpenting di balik mengendurnya tekanan pelaksanaan pembatasan BBM dibanding akhir akhir April, adalah mengendurnya juga ancaman terhadap keamanan fiskal pada APBN 2012 karena harga BBM cenderung terus turun! Jadi, anggaran subsidi BBM Rp137,4 triliun dalam APBNP 2012 diperkirakan bakal cukup!" "Kalau itu dinamika di balik pembatalan rencana pembatasan BBM bersubsidi yang terkesan amat dipaksakan medio akhir April lalu, ikut lega juga kita!" sambut Amir. "Dengan begitu, kita berharap pemerintah berkurang mumetnya agar bisa membuat kebijakan yang lebih rasional dalam arti tak seenaknya menimpakan beban ke pundak rakyat yang telanjur terseok memikul beban kenaikan harga—meski kebijakan penyulut kenaikan harga itu urung dilaksanakan!" ***
Selanjutnya.....

Anarkisme, Mesuji Semakin Terpuruk!

"AMUK massa bakar-bakaran di Mesuji justru terus memuncak!" ujar Umar. "Usai membakar rumah anggota DPRD setempat pekan lalu, Kamis (3-5) kantor Pemerintah Kabupaten dibakar massa yang telah menyegel kantor itu sejak Senin! Massa itu kecewa Ismail Ishak yang baru dilantik sebagai wakil bupati Mesuji dipecat Mendagri karena kasus korupsi!" "Aneka konflik di Mesuji bukannya diurai satu per satu menuju penyelesaian, melainkan justru berkecamuk memuncak jadi kobaran anarki! Mesuji semakin terpuruk!" timpal Amir. "Dari anarkisme berkelanjutan itu disayangkan, polisi—sebagai penanggung jawab keamanan dan pelindung setiap warga negara dari segala bentuk ancaman terhadap jiwa dan hartanya—setiap kali gagal mencegah kekerasan sehingga anarkisme berlanjut dan makin marak!"

"Itu terjadi karena dalam episode video kekerasan di Mesuji yang dibawa ke Komisi III DPR, polisi dipojokkan, dituding melakukan pelanggaran HAM berat!" tegas Umar. "Akibatnya, polisi daerah ini tak mau mengambil risiko jika menghadapi massa, lebih-lebih yang sudah kalap dan aksinya jadi amuk massa! Kebijakan pimpinan polisi daerah ini yang sedemikian menyebabkan pencegahan aksi massa yang menjurus anarki kurang menonjol!" "Hal itu menjadi salah satu faktor hingga Mesuji semakin tak terkendali!" tukas Amir. "Namun, aneka masalah di Mesuji itu kian runyam tak lepas dari campur tangan 'eksternal Mesuji', baik itu unsur pemerintah maupun LSM yang 'gantung kopling'—tidak memutar roda penyelesaian masalah—hingga di lapangan laju masalahnya tak terkendali!

 Dari pusat mulai DPD, DPR, sampai TGPF bentukan Presiden SBY, cuma datang dan pergi, tak ada yang secara nyata merantasi—tuntas menyelesaikan pokok-pokok masalahnya!" "Sebaliknya, semua yang datang dari luar itu cuma menambah ruwet masalahnya, termasuk surat pemecatan wakil bupati dari Menteri Dalam Negeri!" sambut Umar. "Karena itu, tak ada cara lain untuk menyelesaikan semua masalah ruwet di Mesuji, kecuali lewat The Mesuji Way—solusi cara Mesuji! Semua pihak di Mesuji sepakat bersihkan diri dari pengaruh luar Mesuji! Bupati, DPRD, tokoh-tokoh sesepuh masyarakat, wakil-wakil kelompok kepentingan rakyat, para pengusaha, duduk bersama menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin, jauhkan emosi! Semua pihak siap kurang-lebih sedikit, tidak menang-menangan sendiri, agar ada penyelesaian dan selanjutnya bisa hidup rukun bersama saling mengisi! Apa pun hasilnya, bupati dan DPRD harus mencoba cara itu, sebelum kondisi daerah jadi lebih fatal!" ***
Selanjutnya.....

Infrastruktur, Basis Pelayanan Publik!

"INFRASTRUKTUR—jalan, pelabuhan, bendungan dan irigasinya, listrik, serta fasilitas umum vital lannya—merupakan basis pelayanan publik!" ujar Umar. "Itu tak kalah penting dari pelayanan publik kebutuhan administratif warga yang dipenuhi lewat kegiatan sehari-hari kantor pemerintahan di semua tingkat!" "Baik-buruknya semua sendi pelayanan publik itu menjadi komponen penentu indeks pembangunan manusia—IPM, maupun Milennium Development Goals-MDGs!" timpal Amir. "Setiap sendi pelayanan publik sebagai pemenuhan kewajiban negara kepada warganya amat penting, pelaksanaannya menjadi ukuran derajat kemanusiaan suatu bangsa di antara bangsa-bangsa lain! Maka itu, dengan kenyataan IPM Indonesia tahun lalu masih di peringkat 142 dari 187 negara yang diperingkat PBB, atau IPM Provinsi Lampung masih terendah di Sumatera, pembahasan tentang infrastruktur sebagai basis pelayanan publik itu amat relevan!"

"Namun relevansi pelayanan publik, terutama infrastruktur, bukan hanya dari segi ekonomi, melainkan dimensi kemanusiaan itu masih kurang mendapat prioritas di kalangan pemerintahan daerah!" tegas Umar. "Itu terlihat dalam porsi APBD yang sumber dana utamanya dari dana alokasi umum (DAU) untuk infrastruktur umumnya cenderung selalu minim! Di lapangan, khususnya di jalan provinsi dan jalan kabupaten, tiadanya prioritas itu tecermin pada kerusakan jalan pada ruas-ruas tertentu yang dari waktu ke waktu kian hancur!" "Karena itu, suatu usaha khusus mendapatkan dana ekstra dari pusat untuk menutup kerusakan dengan laju perbaikan yang lebih cepat, menjadi keharusan!" timpal Amir. 

"Sayangnya peluang menjolok dana untuk itu lewat Banang DPR kini tertutup akibat kasus-kasus yang mencuat! Tak ayal lewat mendatangkan pejabat pusat yang bisa mengalokasikan dana untuk kebutuhan khusus, mungkin salah satu cara yang perlu dicoba!" "Cara itu pernah dicoba warga Provinsi Jambi lewat Seminar Nasional Pembangunan Daerah pada Hari Pers Nasional terakhir!" tegas Umar. "Di forum seminar itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang diminta kebijaksanaannya langsung memberikan pilihan, membangun jalan negara yang rusak sepanjang Jambi, atau membangun pelabuhan! Apakah cara serupa bisa ditempuh dalam seminar nasional infrastruktur di Lampung hari ini untuk jalan provinsi dan kabupaten?" "Tokoh Lampung, yang tinggi rasa harga dirinya, takkan mampu mengucapkan permintaan seperti itu!" timpal Amir. "Itu penyebab proyek-proyek besar tak cukup ramai turun ke Lampung!" ***
Selanjutnya.....

Pendidikan Harus Cetak Kasta Baru!

"KASTA menurut Wikipedia berasal dari bahasa Portugis, artinya pembagian masyarakat!" ujar Umar. "Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang, atau orang-orang ahli bidang tertentu, seperti halnya spesialisasi!" "Jadi bukan jenjang derajat manusia yang lebih tinggi dari manusia lain seperti dalam masyarakat Hindu dengan empat kasta, Brahmana untuk pengarah spiritual, Kesatria untuk kepala dan anggota lembaga pemerintahan, Waisya untuk pedagang, dan Sudra untuk abdi yang jadi pelayan ketiga kasta di atasnya!" timpal Amir. "Berarti pendidikan harus bisa mencetak manusia dengan kasta-kasta baru dalam arti menjadi ahli atau spesialis dalam bidang-bidang tertentu sehingga terbentuk masyarakat modern yang maju!" 

"Idealnya, meski seseorang cuma petani atau nelayan, pendidikan mencetaknya sebagai petani dan nelayan yang ahli di bidangnya sehingga kehidupan keluarganya bisa sejahtera!" tegas Umar. "Hal itu jika cita-cita para Bapak Pendiri Bangsa 'pendidikan bermutu untuk semua' bisa diwujudkan menjadi kenyataan!" "Sayangnya ideal itu tetap cuma cita-cita, sedang realitasnya jauh dari harapan! Akses menjangkau pendidikan justru menjadikan cita-cita 'pendidikan bermutu untuk semua' sebatas isapan jempol!" timpal Amir. "Komersialisasi yang mencekam dunia pendidikan terutama pada sekolah publik (negeri), mulai model RSBI di sekolah menengah dan BHMN di perguruan tinggi—kini dalam proses peninjauan—telah menghambat akses 'pendidikan bermutu untuk semua’!" "Jadi alih-alih menciptakan kasta-kasta baru para ahli dan spesialis, realitasnya malah melempar mayoritas warga bangsa ke kasta Sudra, menjadi pelayan bukan cuma buat bangsa sendiri, lewat pengiriman TKI yang masif, bangsa kita pun cuma menjadi pelayan bagi bangsa-bangsa lain!" tukas Umar.

 "Artinya, ideal pendidikan bermutu untuk semua harus diwujudkan sejak keadilan aksesnya, sampai setiap tahap selanjutnya dijauhkan dari gejala pendidikan dijadikan sebagai komoditas—barang dagangan—setiap kegiatan direkayasa menjadi sumber duit!" "Tepatnya, pendidikan nasional harus ditata ulang dengan mengalihkan orientasinya dari duit ke peningkatan kualitas untuk semua secara adil!" timpal Amir. "Karena poros penataan ulangnya pada pendidikan negeri, perbaikan bertolak dari birokrasinya, mulai pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah! Lalu peningkatan
Selanjutnya.....

May Day, Dijauhi Negara Kapitalis!

"MAY Day, Hari Buruh Sedunia 1 Mei, cenderung dijauhi atau dihindari negara-negara kapitalis, terutama Amerika Serikat dan Kanada, sehingga menciptakan Labor Day dirayakan September!" ujar Umar. "Itu dipelopori Presiden AS Grover Cleveland mulai 1887 karena May Day itu jelas merupakan peringatan Pembantaian Haymarket di Chicago, 1886, setelah seseorang melontar bom dinamit ke arah polisi yang tengah membubarkan massa buruh mogok umum menuntut 8 jam kerja sehari! Sejumlah polisi tewas, yang harus dibayar dengan banyak demonstran tewas terkena peluru 'tembakan peringatan' dari polisi!" "Maka itu, untuk pelaksanaan May Day di negeri kita hari ini, polisi membuat persiapan ekstra agar tak mengulang tragedi Haymarket Square!" ujar Amir. "Apalagi pada Hari Buruh Sedunia kali ini semua organisasi buruh Indonesia di Jakarta bersatu melakukan aksi jalan bersama (long march) dari Bundaran HI ke Tugu Proklamasi! Di daerah-daerah buruh juga melakukan aksi sama!"

"Empat tuntutan diusung aksi buruh kali ini, kata koordinator aksi di Jakarta! Yakni, menolak outsourcing, membersihkan birokrasi dari korupsi, berantas mafia peradilan perburuhan, dan upah layak menuju kesejahteraan buruh!" tegas Umar. "Soal outsourcing, kalau selama ini perjuangan menghapuskannya karena dianggap menyaingi buruh yang ada dengan upah lebih rendah, kini justru demi perbaikan nasib pekerja outsourcing yang tak punya jaminan kepastian kerja dengan upah yang jauh dari memadai! Jadi, semangatnya mengembangkan solidaritas pada sesama buruh!" "Maraknya mafia peradilan hukum perburuhan membuat buruh makin tak berdaya! Buruh selalu dikalahkan karena tak punya banyak uang, tegas koordinator aksi," tukas Amir. 

"Semua tuntutan itu jelas bisa membuat aksi seronok, atau malah emosional dan panas! Untuk itu, para koordinator lapangan (korlap) diharap bijaksana menjaga tensi aksi untuk tidak menjadi rusuh dan anarki!" "Menjaga aksi tetap elegan hingga gerakan buruh disegani dan dihormati, lebih efektif dalam usaha mencapai tujuan perjuangan!" tegas Umar. "Cara efektif perjuangan meningkatkan kesejahteraan buruh lewat kemampuan bernegosiasi pemimpin buruh di tingkat bipartit! Kesepahaman buruh dan pengusaha untuk mewujudkan kemajuan usaha sebagai kepentingan bersama, bisa menjadi awal pemahaman pengusaha memenuhi kebutuhan buruh agar sejahtera! Jelas beda jika hubungan industrial buruh-pengusaha didasari semangat konflik—perusahaan digoyang terus, buruh pun merana panjang! Selamat demo Hari Buruh!" *** ---teaser---- Maraknya mafia peradilan hukum perburuhan membuat buruh makin tak berdaya!
Selanjutnya.....