Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

BRIC + S, ‘South Africa’!

“KALA banyak orang ge-er, merasa Indonesia pantas masuk akronim BRIC (Brasil, Rusia, India, China) menjadi BRIIC—‘I’ keduanya Indonesia, ternyata Summit BRIC kelima 26—27 Maret lalu justru menambah huruf ‘S’ menjadi BRICS, dengan ‘S’ untuk South Africa!” ujar Umar. “Itu memang kejutan, kolumnis Carroll Borget saja heran, BRIC yang representasi 45% penduduk dunia menggandeng Afrika Selatan yang hanya setara provinsi kelima di China!” 

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik kedua dunia setelah China, terbukti tak memikat organisasi elite ekonomi dunia itu mengajak Indonesia bergabung!” timpal Amir. “Dibanding Afrika Selatan yang mampu menyelenggarakan Piala Dunia sepak bola maupun aneka cabang olahraga (rugbi, kriket, dan lain-lain) serta final Ratu Sejagat, popularitas kemampuan ekonomi Indonesia memang tak ada apa-apanya! Malah dibanding dengan Malaysia dan Singapura yang punya arena balap F-1 seri kejuaraan dunia, Indonesia sepertinya tak punya apa-apa!”

“Indonesia sebenarnya dianugerahi wilayah seluas Benua Eropa, terletak strategis di garis katulistiwa pula, penduduknya 240 juta jiwa terbesar ke empat dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat!” tegas Umar. “Tapi karena pemimpinnya tak becus mengelola negara, semua keunggulan yang dianugerahkan itu, baik luas wilayah maupun besarnya jumlah penduduk, malah menjadi beban berat!” 

“Indonesia sudah merdeka sejak 1945, sedang Afrika Selatan baru merdeka dari kekuasaan aparteid 1994—ketika Mandela terpilih jadi presiden!” timpal Amir. “Tapi dengan orientasi kepentingan nasional yang lebih baik dalam pengelolaan pertambangannya, ekonomi Afrika Selatan bisa tampak lebih elegan di pentas dunia ketimbang Indonesia! Artinya, Indonesia harus tak malu untuk belajar membenahi orientasi kepentingan nasional dalam bidang pertambangannya, mungkin seperti yang dilakukan Hugo Chavez di Venezuela, melakukan renegosiasi bagi hasil dengan semua perusahaan asing yang telah menguasai mayoritas lahan tambang negerinya!” 

“Alasan BRIC menjadi BRICS bukan BRIIC bisa dipahami—baik dalam popularitas maupun kemampuan bangsanya mengelola sumber kekayaan alam negerinya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat!” tegas Umar. “Indonesia baru bisa menulis itu di konstitusinya!” ***
Selanjutnya.....

Kekerasan kian Merajalela!

"TINDAK kekerasan di CPB Lampung yang menewaskan tiga orang, dua di antaranya karyawan perusahaan tambak, belum pun gelar perkara untuk menetapkan tersangka, gerombolan bersenjata menyerang LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, 4 tahanan tewas!" ujar Umar. 

"Tersangka penyerang LP Cebongan belum dipastikan, Kapolsek Dolok Pardamean, Simalungun, Sumut, tewas dikeroyok massa setelah diteriaki maling ketika menangkap tersangka bandar togel!"

"Kekerasan kian merajalela!" timpal Amir. "Juga dalam kehidupan sehari-hari, seperti begal dengan kekerasan sadis yang kembali marak di Lampung Utara! Kekerasan kian intens dalam kehidupan warga bangsa! Ini masalah serius bangsa, perlu solusi menghindarkan warga dari ancaman kekerasan di mana saja!"  

"Merajalelanya kekerasan menjadi petunjuk kian lemahnya proses penegakan hukum!" tukas Umar. "Kekerasan dan penegakan hukum itu dua sisi ayunan jungkat-jungkit di taman kanak-kanak, jika sisi penegakan hukum turun, sisi kekerasan naik, dan sebaliknya! Sisi penegakan hukum turun bisa terlihat, di sela rangkaian kekerasan yang naik itu seorang hakim, wakil ketua Pengadilan Negeri Bandung, ditangkap KPK menerima suap! Di ruang kerjanya ditemukan ratusan juta rupiah!" 

"Itu bukan cuma pertanda turunnya penegakan hukum, melainkan juga penyebab rendahnya wibawa hukum hingga orang memilih kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya!" timpal Amir. "Begitu rendah wibawa hukum hingga dalam kasus Cebongan dan Dolok Pardamean, hukum malah telah dilecehkan! Karena itu, prima causa (penyebab utama secara keseluruhan) rendahnya wibawa dan penegakan hukum harus ditemukan dan dibenahi!" 

"Lemahnya keseluruhan stelsel sistem hukum terletak pada kontrolnya yang tak efektif!" tegas Umar. "Kontrol sistemik keseluruhan sistem hukum ada pada legislator, pembuat undang-undang yang sekaligus mengawasi pelaksanaannya! 

Tapi legislator sendiri banyak diseret ke meja hijau dan divonis (terbukti) bersalah melanggar hukum yang mereka buat dan awasi pelaksanaannya! Kalau sudah legislator, hakim, polisi, dan jaksa dihukum karena bersalah melanggar hukum, jelas tonggak-tonggak penegakan hukum telah goyah! Jalan kekerasan pun jadi pilihan!" ***
Selanjutnya.....

Pajak, Kontroversi Pusat-Daerah!

“DALAM penggalian dana lewat pajak, sering terjadi kontroversi kebijakan antara pusat dan daerah!” ujar Umar. “Contohnya, Pemerintah Pusat selalu berusaha meringankan wajib pajak, semisal menaikkan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari sebelumnya Rp15,8 juta per tahun mulai 1 Januari 2013 jadi Rp24,3 juta per tahun, saat sama pemerintah daerah Bandar Lampung justru menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) 300%!” 

“Dalam kontroversi itu ratusan peraturan daerah (perda) dari seantero negeri dibatalkan pusat!” timpal Amir. “Alasan pembatalan, dari melanggar peraturan lebih tinggi, mengada-ada, memberatkan rakyat, sampai tak wajar!”

“Kebanyakan pemerintah daerah membuat perda atau tarif pajak tak proporsional akibat besarnya kebutuhan belanja daerah, padahal sumber pendapatan asli daerah (PAD) terbatas!” tegas Umar. “Seperti di Bandar Lampung, perbaikan jalan lengkap dengan pelebaran dan drainase, membangun jalan layang, jelas butuh dana banyak yang untuk sementara diperoleh dari pinjaman! 

Tapi pinjaman kan harus dibayar, maka itu pemda menilai wajar menaikkan PBB 300%!” “Kayaknya pembangunan jalan itu dilakukan merapel periode sebelumnya!” tukas Amir. “Jika untuk menutup biayanya kenaikan PBB juga dirapel lima tahun sekali genjot, jelas warga yang harus memikul bebannya bisa keberatan! Terutama, karena pendapatan warga belum tentu naik sebanding kenaikan PBB!” 

“Lagi pula, meski lazim anggaran dari semua sumber dihimpun di satu keranjang, hingga tak bisa dipastikan dana dari pajak kendaraan bermotor hanya untuk membangun jalan, kalau tak diproyeksikan dana dari mana untuk apa, anggaran bisa kacau!” timpal Umar. 

“Seperti sebelumnya, dana pajak kendaraan habis untuk studi banding eksekutif dan legislatif, kendaraan yang bayar pajak pun cuma dilayani dengan jalanan yang hancur!” “Karena itu, kurang fair kalau dari PBB untuk menutupi utang membangun jalan!” tegas Amir. 

“Di Jepang, jalan-jalan sampai perdesaan bagus karena sejak 1970-an dibangun dari pajak BBM! Sumbernya ada relevansi dengan pemakaiannya sehingga proporsional! Jadi tak proporsional menaikkan PBB sampai 300% untuk menutupi kebutuhan yang tak ada relevansinya—sebagai imbal layanan publik—pada sumber dananya!” ***
Selanjutnya.....

Penyerang ke LP Sleman Ditutupi!

"KELOMPOK bersenjata penyerang ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta (DIY), dinilai Komnas HAM ditutup-tutupi!" ujar Umar. "Kesan demikian dirasakan banyak pihak yang mendesak agar pelakunya segera diungkap! Tapi, meski peristiwanya terjadi Sabtu (23-3) dini hari, sampai hari ini belum bisa dipastikan siapa kelompok yang membunuh empat tahanan Polda DIY itu!"

"Kesan ditutup-tutupi itu juga timbul menurut akal sehat karena kelompok itu masuk dan tahu barak tempat tahanan yang mereka cari setelah menganiaya sejumlah sipir!" timpal Amir. "Artinya, ada sejumlah sipir yang bisa menggambarkan profil kelompok penyerang, membantu identifikasi pelakunya! Dengan itu, seyogianya pelakunya bisa cepat dikenali!"

"Mungkin proses itu sudah selesai dilakukan polisi, bahkan pelakunya sebenarnya telah diketahui!" tegas Umar. "Tapi karena ada hal-hal tertentu yang masih menjadi pertimbangan polisi, identitas itu sementara disimpan dulu! Mungkin perlu dikondisikan dulu sehingga momennya tepat saat dibuka ke publik!" "Logika berdasar kemampuan umum polisi dewasa ini yang bisa cepat mengidentifikasi pelaku kejahatan itu juga dasar bagi kesan Komnas HAM tadi!" timpal Amir. 

"Penyebab perlunya pengondisian untuk menyingkap itu ke publik tentu bisa terkait banyak hal, di antaranya adanya pernyataan prematur dari pejabat tertentu yang ternyata bertentangan dengan petunjuk yang polisi peroleh! Untuk itu, perlu dicari bukti-bukti kuat terkait pelakunya, hingga bukti itulah nanti yang bicara—andai berbeda dari pernyataan prematur pejabat!" 

"Tampaknya usaha menutup-nutupi pelaku dari hasil identifikasi awal itu malah bisa dipahami!" tukas Umar. "Karena identifikasi tersebut mengarah ke kelompok tertentu, padahal pejabat yang bicara prematur memastikan penyerang bukan dari kelompok tertentu tersebut, tak mustahil sang pejabat bisa marah! Akibat kemarahannya tak bisa ditebak, jangan-jangan lebih serius pula!" 

"Jadi, polisi bekerja ekstrahati-hati dalam menangani kasus penyerangan ke LP Cebongan untuk menjaga agar kemungkinan lebih buruk tak terjadi di DIY!" timpal Amir. "Sayangnya, kehati-hatian itu hadir setelah nasi menjadi bubur—bukan sejak awal menangani kasus terbunuhnya seorang anggota Kopassus!" ***
Selanjutnya.....

Daripada Nganggur, Nyaleg Saja!

"FORMULIR calon anggota legislatif (caleg) yang kakek bawakan hari itu sudah kau isi dan kembalikan ke partainya?" tanya Kakek. "Maksud Kakek, daripada kau nganggur, kan lebih baik nyaleg saja! Berusaha mengadu nasib, siapa tahu justru di bidang politik takdirmu!" 

"Waktu aku mengembalikan formulir ditagih 500 kartu tanda penduduk (KTP) pendukung pencalonanku!" jawab Cucu. "Kucari fotokopi KTP untuk itu, tiap orang yang kutemui ketawa terpingkal saat kujawab aku butuhkan itu buat kelengkapan nyaleg! Mereka menganggap lucu aku mau jadi anggota legislatif!"

"Kenapa dianggap lucu?" kejar Kakek. "Tak tahu! Karena begitu orang yang kuminta dukungannya terpingkal, langsung kutinggal pergi!" jawab Cucu. "Mungkin karena menurut mereka aku jujur, tak suka berbohong, kurang cocok jadi anggota legislatif!" 

"Justru orang-orang berwatak seperti itu yang dibutuhkan lembaga legislatif kita agar bisa benar-benar mewakili kepentingan rakyat!" tegas Kakek. "Paling tidak bisa membuat keseimbangan antara memenuhi kepentingan rakyat dan kepentingan partai dan pribadi, tidak lebih menonjolkan kepentingan partai dan pribadinya semata seperti selama ini!" "Itu menurut Kakek!" timpal Cucu. 

"Sedang menurut mereka, orang seperti itu mungkin terlalu lugu, cuma bisa bicara apa adanya! Padahal anggota legislatif dalam persepsi mereka harus pintar retorika, mengemas dusta dengan janji-janji dan harapan palsu!" 

"Berarti mereka justru mengambil kenyataan, das sein, sebagai watak standar!" tukas Kakek. "Padahal yang harus diwujudkan watak ideal, das sollen! Orang-orang berpotensi memiliki watak ideal itulah yang harus dicari partai-partai politik dalam rekrutmen calon anggota legislatif yang harus selesai 9 April!" 

"Bagaimana bisa dapat caleg berwatak ideal begitu, seleksinya cuma lewat wawancara, menyimak track record lewat curiculum vitae (CV), uji kompetensi tanpa standar profesi tertentu, tanpa psikotes pula!" timpal Cucu. 

"Belum lagi subjektivitas hubungan pengurus partai yang menyeleksi dengan kader yang diseleksi! Dengan semua itu kakek boleh berharap, tapi kenyataan tidak selalu seindah impian! Apalagi ikut saran kakek, daripada nganggur lebih baik nyaleg, caleg baru tak lebih buruk dari yang lalu sudah syukur!" ***
Selanjutnya.....

Kekalahan Membawa Hikmat!

"KEKALAHAN tim nasional (Timnas) Persatuan Sepak-bola Seluruh Indonesia (PSSI) 1--2 dari Saudi Arabia Sabtu membawa hikmat sikap bestari pada pecinta bola se-Tanah Air!" ujar Umar. "Sikap bestari yang menerima kekalahan itu sudah semestinya, jadi selayaknya untuk tetap disyukuri! Itulah hikmat sejati, berujung syukur yang pilar iman--tentu disertai sabar dan tawakal dalam menerima kekalahan!" "Kekalahan itu menjadi hikmat berkat dua hal!" sambut Amir. 

"Pertama, pecinta sepak bola se-Tanah Air menjadikan Timnas sebagai simbol kembalinya PSSI yang selama ini menjadi si anak hilang akibat larut dalam perpecahan! Kedua, kekalahan itu bisa diterima jadi hal yang semestinya karena pecinta bola maklum persiapan Timnas kurang memadai, sedang lawannya tim papan atas Asia--bersama Irak, China, Korea Selatan, Jepang, dan Kazakstan!"

"Begitulah! Timnas kita berlatih tak cukup satu minggu, bahkan sejumlah pemain bergabung pada hari-hari terakhir menjelang tanding!" tegas Umar. "Juga Rahmad Dharmawan (lazim disapa RD) Minggu (17-3) bersama putranya masih di kampung--Metro, Lampung! Kembali ke Jakarta sorenya. Dalam bincang di pesawat RD berharap kongres luar biasa PSSI hari itu berhasil, semua masalah selesai! Harapan RD terkabul, dan Seninnya ia diserahi tugas melatih Timnas yang harus tanding Sabtu!" 

"Berarti RD melatih Timnas hanya empat hari--Selasa, Rabu, Kamis, Jumat--langsung tanding Sabtu!" timpal Amir. "Dengan kenyataan itu kekalahan Timnas 1--2 dari Arab Saudi justru bisa dinilai luar biasa, dibanding masa lalu Timnas kita digunduli 0-8 di Arab Saudi!" "Kekalahan 1--2 dari Arab Saudi sebagai hikmat kembali bersatunya PSSI penting dijadikan mile stone prestasi PSSI--seperti mile stone PSSI pernah kalah 0-1 dari Uni Soviet di Olympiade Melbourne 1958!" tegas Umar. 

"Mile stone kekalahan dari Arab Saudi tekanannya pada kondisi Timnas kita, saat kocar-kacir oleh perpecahan pun kita masih bisa berprestasi sedemikian! Karena itu, kalau ingin prestasi Timnas lebih baik lagi hindarilah segala bentuk perpecahan di tubuh PSSI, utamanya di jajaran elite pengurusnya!" "Jadi, sepak bola tak beda dari kehidupan di bidang lain, baik atau buruknya ditentukan faktor elitenya!" tukas Amir. "Dengan elite yang bersatu kembali sekarang, prestasi sepak bola nasional diharapkan bisa mendunia!" ***
Selanjutnya.....

Selamatkan Liliput di TNWK!

"DIPERGOKI lebih dari sekali oleh patroli petugas Taman Nasional Way Kambas (TNWK), kehadiran belasan orang kerdil (liliput) di taman itu sudah hampir bisa dipastikan!" ujar Umar. "Kehadiran makhluk sejenis manusia dengan tinggi badan dewasa 50 cm itu layak dihormati sebagai sesama ciptaan-Nya!" 

"Untuk itu, hal terpenting yang harus dilakukan adalah menjaga keselamatan mereka di sekitar tempatnya ditemukan yang diduga sebagai habitatnya, terutama dari gangguan manusia dengan motif apa pun!" timpal Amir. "Apalagi mereka bermukim di taman nasional, yang merupakan suaka—tempat perlindungan—bagi semua makhluk, flora dan fauna!
Jadi, kalau tumbuhan dan hewan saja di lokasi itu dilindungi, mereka pun tentu tak kecuali!" 

"Kemunculan liliput dalam rombongan besar, 15-an orang dengan satu wanita membawa bayi, menimbulkan dugaan ada masalah yang mereka hadapi hingga keluar dari permukiman berombongan!" tukas Umar. "Bisa jadi ada konflik di antara sesama mereka, atau makhluk lain semisal binatang buas! Atau lebih buruk lagi, mereka terusik dari permukimannya oleh pembabatan hutan yang dilakukan perambah dari sisi lain kawasan taman nasional!" "Untuk memastikan, petugas keamanan TNWK agar memeriksa semua sisi taman nasional, kemungkinan gangguan perambah mendesak permukiman liliput harus dihentikan!" saran Amir. "Sedang kalau itu akibat konflik antara sesama mereka, pasti mereka punya tradisi untuk menyelesaikannya! 

Demikian pula jika akibat ancaman binatang buas, pasti mereka juga punya cara mengatasinya! Segala bentuk gangguan manusia terhadap permukiman mereka harus dicegah, apalagi dari perambah!" "Hal berikut yang bisa merepotkan penjagaan keselamatan mereka adalah ekses publikasi tentang keberadaan liliput di TNWK!" tegas Umar. "Akan banyak orang yang ingin melihat langsung makhluk tersebut dan menempuh segala cara untuk mewujudkannya! Lebih buruk lagi, kemungkinan ada orang yang ingin berburu atau menculik liliput dengan tujuan komersial!" "Artinya, dengan kemunculan liliput petugas TNWK harus lebih serius menjaga taman dari gangguan perambah dan pemburu!" timpal Amir. "Jadikan liliput itu maskot bagi suaka atas semua flora dan fauna di TNWK!" ***
Selanjutnya.....

Lampung Usul 3 Jalur Baru KA!

"DARI delapan proyek usulan Pemprov Lampung ke pusat dalam rangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), tiga di antaranya pembangunan jalur baru rel kereta api (KA) beranggaran Rp3,151 triliun!" ujar Umar. 

"Ketiga jalur rel baru KA itu masing-masing Terbanggibesar—Mesuji (2014—2018) senilai Rp1,024 triliun, Bakauheni—Rejosari (2015—2019) senilai Rp1,971 triliun, dan shortcut Rejosari—Tarahan (2015—2017) senilai Rp156 triliun!" "Usulan tiga jalur baru rel KA di Lampung itu amat signifikan, selain usul membangun jalan silang (bypass feeder) dari lintas timur Mesuji tembus ke lintas tengah Way Kanan!" timpal Amir.

"Meski terkesan terlambat, usulan mengalihkan beban angkutan barang dan orang ke kereta api tetap relevan karena beban jalan raya sudah tak tertahankan! Padahal, untuk angkutan cepat massal (mass rapid transit) saja di negara maju pakai KA!" "KA Rejosari—Bakauheni nantinya menyambung jaringan KA Lampung dengan KA Lampung—Aceh yang lewat JSS nyambung ke jaringan KA Jawa!" lanjut Umar. 

"Sedang Terbanggi—Mesuji mengurangi beban menuju Pelabuhan Panjang yang ke depan kewalahan menampung kemajuan produksi Lampung, utamanya hasil pertambangan dan perkebunan besar. Itu berarti, Mesuji akan dapat proyek menjadi pelabuhan strategis yang lewat Laut China Selatan mudah tembus ke Samudera Pasifik!" "Amat mendesak sebenarnya jalur KA shortcut Rejosari—Tarahan, untuk mengalihkan lintasan KA pengangkut batu bara dari Kota Bandar Lampung yang sering menyebabkan kemacetan lalu lintas!" tegas Amir. 

"Karena itu, kalau bisa digarap dan selesai sesuai jadwal (2015—2017) amat membantu mengatasi kemacetan!" "Penyelesaian sesuai jadwal semua proyek itu tergantung dukungan sikap masyarakat yang lokasinya dilalui proyek!" timpal Umar. 

"Untuk itu, perlu sosialisasi yang efektif kepada segenap warga yang terkait proyek, terutama yang harus menyerahkan tanahnya! Lalu, proses ganti rugi dilakukan secara terang, jelas, dan tebuka, tak ada permainan apa pun di situ! Banyak proyek jadi terkendala akibat proses ganti rugi tanah rakyat berbau permainan!" "Kalau uang ganti rugi tanahnya untuk proyek dikorupsi, jelas orang bisa marah!" tukas Amir. "Jadwal proyek pun terganggu!" ***
Selanjutnya.....

JSS, Jangan Jadi 'Janji Sia-Sia'!

"POLEMIK justru menghentikan perencanaan jembatan Selat Sunda (JSS) setelah keluarnya Perpres No. 86/2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, 2 Desember 2011!" ujar Umar. "Perpres terdiri dari 33 pasal itu membentuk Dewan Pengembangan, Dewan Pengarah, dan Badan Pelaksana! Dewan Pengarah diketuai Menko Perekonomian, Wakil Ketua Menko Polhukam, Ketua Harian Menteri PU dan wakilnya Menteri Perhubungan, beranggota 23 pejabat, semua menteri terkait dan pejabat utama, serta dua gubernur—Banten dan Lampung!" 

"Ujungnya, Rakor Gubernur Sumatera 20 Maret 2013 mengusulkan ke Presiden agar direalisasi persiapan pembangunan kawasan strategis dan infrastruktur jembatan Selat Sunda!" tukas Amir. "Usul rakor itu mengingatkan dewan dan badan pembangunan JSS bentukan perpres untuk menjaga JSS jangan sampai menjadi singkatan dari janji sia-sia!" 

"Untuk groundbreaking—memulai pekerjaan konstruksi—tahun 2014 seperti dijanjikan Ketua Dewan Pengarah, yang waktunya kurang dari dua tahun, kayaknya harus dikejar dengan langkah ekstra!" timpal Umar. "Sebab, hanya untuk menyiapkan feasibility study (FS) kawasan strategis JSS di Banten dan Lampung, menurut Agung R. Prabowo dari mitra strategis konsorsium Pemprov Banten-Lampung, perlu waktu dua tahun! Jadi, waktu kian sempit!" 

"Padahal, di lain sisi, banyak hal yang masih perlu kajian saksama untuk penyiapan rancang bangunnya!" tegas Amir. "Wakil Menteri PU Hermanto Dardak menyatakan banyak aspek yang masih terus dikaji terkait rancang bangun JSS, mulai angin, gempa tektonik, gempa vulkanik, sesar bumi di sekitarnya, lalu pilihan teknik fondasi yang akan digunakan!"

 "Semua itu masih terkait masalah teknis!" ujar Umar. "Masalah prinsip yang semula sempat terbayang belakangan malah jadi kabur, yakni investornya! Dengan polemik yang merebak di pusat seputar sumber dana proyek JSS yang sejak awalnya tegas bukan dari APBN, tapi ada yang menyerempetkan ke APBN, para investor malah jadi bingung! Kata Agung Prabowo, para investor dari Jepang, China, Amerika Serikat, dan Korea yang semula siap, kini jadi tak jelas kabarnya! Sempat putus komunikasi! Usulan Rakor Gubernur itu relevan mengingatkan Presiden, agar JSS tak jadi 'Janji Sia-Sia'!" ***
Selanjutnya.....

Terminal Pengubah Kultur Petani!

“TERMINAL agrobisnis yang sedang dibangun di Kecama¬tan Penengahan, Lampung Selatan, akan menjadi sentra pengubah kultur (cara ber¬cocok tanam) petani di Lam¬pung!” ujar Umar. “Itu karena para pemasok pasar modern yang memproses hasil pertanian mereka di terminal terse¬but mempunyai kewajiban pada kliennya—supermarket dan aneka produsen di Jabodetabek—untuk menyiapkan jenis, kualitas, dan ukuran ke¬masan tertentu!”

“Dalam memenuhi jenis, kualitas, dan ukuran sesuai kontrak dengan klien, pe¬masok juga jadi punya kewa¬jiban membina petani untuk bisa menghasilkan komoditas yang sesuai!” timpal Amir. “Sekarang saja kegiatan seperti itu sudah dilakukan pada petani pepaya di Sido¬mulyo, Lampung Selatan! Pe¬masok menyiapkan bibit dan bimbingan teknis agar jenis, kualitas, dan ukuran buah pepaya bisa standar sesuai yang dikehendaki pemesan!”

“Dengan begitu, petani selain mendapatkan teknologi baru dalam kultur bertaninya, juga hasil panen yang lebih baik dengan harga yang bernilai lebih tinggi!” tegas Umar. “Cara kerja demikian yang lebih kom¬prehensif, dalam arti pembi¬naan petani dan pengemasan segala jenis produk pertanian terpadu, dilakukan oleh JA—Japan Agriculture—pengelola dan pemasok hasil pertanian nyaris ke semua supermar¬ket di Jepang sampai kemasan terkecil!”

“Belajar dari JA yang pu¬nya terminal pemroses hasil pertanian di setiap prefektur (provinsi), kemasan bayam, kangkung, seledri, dan lain-lain di seantero negeri uku¬ran, kualitas, dan harganya sama dari waktu ke waktu, 200 yen—dirupiahkan sekitar Rp20 ribu!” sambut Amir.

“Di Jepang harga hasil pertanian memang dijaga oleh JA untuk tetap tinggi—beras 300 yen/kg—demi menjaga standar hidup petani! Perdana Men¬teri Jepang sekarang, Sinzo Abe, pada pertama menjabat (2007) terpaksa mundur dari jabatannya oleh beratnya te¬kanan politik nasional akibat membuat kebijakan yang dini¬lai merugikan petani!”

“Meski dibangun dan dikelola secara lebih sederhana, diharapkan terminal agrobisnis Lampung bisa membawa kemajuan bagi petani daerah¬nya!” tegas Umar. “Pengelolanya harus profesional, hingga lokasinya senantiasa bersih dan sehat, bukan malah jadi tumpukan sampah pemrosesan! Dijaga tidak menjadi kerajaan preman, yang bisa menghabisi nilai tambah terminal hingga tak sampai ke petani!” ***
Selanjutnya.....

Mesuji Berdayakan Penganggur!

"MELALUI program padat karya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mesuji memberdayakan pengangguran!" ujar Umar. "Program terwujud berkat proposal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) ke Kementerian Nakertrans 2012, dapat tiga proyek padat karya memperbaiki jalan di dua kecamatan! Dua manfaat sekaligus, perbaikan jalan antardesa yang rusak dan penganggur dientaskan!" 

"Upaya kreatif menjolok program yang meski nilai rupiahnya tidak wah tapi bermanfaat bagi warga desa dan penganggur itu jelas layak diapresiasi!" timpal Amir. "Memanfaatkan program padat karya pula, suatu usaha yang tak bisa dianggap sepele! Presiden Amerika Roosevelt di zaman depresi parah awal 1930-an,
menjadikan program padat karya justru sebagai terobosan mengatasi krisis ekonomi terburuk, hingga keluar teori Keynes tentang relevansi peran negara memecah kebuntuan sistem laissez faire—pemerintah tak boleh mencampuri ekonomi masyarakat di pasar!" 

"Tak berarti pemkab lain tak menjolok proyek ke pusat, tapi kebanyakan lebih berburu yang 'berdaging'—nilainya besar—sehingga hasilnya kurang bisa dirasakan warga desa, apalagi bagi penganggur!" tukas Umar. "Itu bisa dilihat di daerah lain, banyak penganggur termenung memandangi jalan-jalan desanya yang telah lama rusak tak kunjung diperbaiki! Proyek padat karya cenderung kurang menarik untuk dijolok karena dinilai kurang 'berdaging' bagi kebanyakan pejabat." 

"Sebenarnya bukan cuma program padat karya dari Kemenakertrans yang tersedia di pusat dan bermanfaat buat warga!" timpal Amir. "Di kementerian lain juga cukup banyak program sejenis yang bisa dijolok satker-satker lain, semisal program Bina Wirausaha di Kemenkop dan UKM, Bina Aneka Industri Kecil, dan lainnya! Tapi itu tadi karena kurang 'berdaging', meski bermanfaat bagi warga tak menarik dijolok! Sedang kalau yang 'berdaging', konon banyak pula orang yang siap membantu 'galahnya'!" 

"Tapi karena PAD murni yang sesungguhnya secara umum masih relatif kurang memadai buat memenuhi kepentingan pembangunan warga, apalagi para penganggur, kreativitas semua satker dalam menjolok anggaran kecil-kecil untuk rakyat harus dikembangkan!" tegas Umar. "Jangan pula kerja satker-satker cuma termenung di kantor, mirip penganggur yang merenungi jalan desanya yang rusak!" ***
Selanjutnya.....

Indeks Teknologi Indonesia Turun!

“INDEKS daya saing teknologi Indonesia di Global Growth Competitiveness Index rilisan World Economy Forum untuk 2012—2013 turun dari peringkat 46 ke 50 dari 144 negara yang disurvei!” ujar Umar. 

“Menurut Menristek Gusti Muhammad Hatta, hal itu terjadi karena ‘ABG’—Akademisi, Business, Government—tak bisa bersinergi memproduksi hasil riset! Untuk mengatasi itu, Menristek menerapkan Insentif Sinas—Sistem Inovasi Nasional—mendorong aplikasi riset teknologi!” (detiknews, 16-3)

“Aplikasi riset ke produk industri sebenarnya hanya salah satu aspek dalam survei tersebut!” timpal Amir. “Secara komprehensif, kapasitas daya saing bangsa, utamanya kemampuan sumber daya manusianya dalam mengelola sumber-sumber daya memajukan peradaban manusia (termasuk moralitasnya) lewat sisi ekonomi, yang disurvei lewat sejumlah variabel! Itu terlihat pada 10 besar indeks dengan urutan Swiss, Singapura, Finlandia, Swedia, Belanda, German, Amerika Serikat, Inggris, Hong Kong, dan Jepang!” 

“Memang, kita selalu masih menganggap remeh soal pelayanan publik, hingga kita tetap terbelit birokrasi yang mengisap rakyat, padahal variabel itu dipakai dalam banyak jenis survei mengukur kemajuan bangsa, dari indeks korupsi, indeks pembangunan manusia (IPM) sampai indeks daya saing!” tukas Umar. “Lihat, dalam indeks daya saing global, di ASEAN saja Indonesia di urutan 5 setelah Singapura (2), Malaysia (25), Brunei (28), dan Thailand (38).” 

“Tapi untuk menghibur diri bolehlah Indonesia berbangga, meski di peringkat 50 posisinya di bawah Brasil dan Portugal, bahkan di atas Kazakhstan dan Afrika Selatan!” timpal Amir. “Tapi menghibur diri untuk berbangga dengan posisi 48 tingkat di bawah Singapura dan 25 tingkat di bawah Malaysia jelas konyol! Karena, justru realitas kita tertinggal jauh dari negara-negara tetangga itulah seharusnya menjadi cemeti buat melecut diri kita agar tidak selalu cuma merasa hebat sendiri!” 

“Untuk mengejar ketertinggalan kita dalam hal kapasitas SDM seperti dari indeks teknologi itu, kita bisa melihat lewat hal-hal fisis pendukung kapasitas SDM!” tegas Umar. “Misalnya dalam konsumsi daging sapi, Malaysia 47 kg/kapita/tahun, sedang kita baru naik 0,2 kg menjadi 2,2 kg/kapita/tahun! Kalau bisa konsisten naik 0,2 kg/kapita/per tahun, 225 tahun ke depan kita baru menyamai Malaysia masa kini! Oke?” ***
Selanjutnya.....

Pertamina Perketat BBM Subsidi!

"MENANGGAPI langkanya BBM subsidi utamanya solar di banyak daerah, bahkan ada antrean kendaraan sampai menginap di SPBU, Vice President Corporate Pertamina Ali Mudakir menegaskan Pertamina takkan memperlonggar pasokan BBM subsidi!" ujar Umar. 

"Pertamina tetap memperketat pasokan BBM subsidi sesuai anggaran 2013!" (Metro TV, 16-3: 11.05). "Kuota BBM subsidi 2013 45 juta kiloliter, setara realisasi 2012, takkan cukup mengingat pertambahan kendaraan baru per tahun lebih 5%!" sambut Amir.

"Namun, kuota ditetapkan demikian dengan asumsi kebutuhan BBM pertambahan kendaraan itu bisa dikompensasi dengan mewajibkan mobil dinas (pelat merah) memakai BBM nonsubsidi, juga kendaraan di sektor perkebunan dan pertambangan tidak boleh memakai BBM subsidi! Realitasnya, pembatasan itu tak jalan, bahkan fasilitas pelayanannya juga belum cukup tersedia!" 

"Jadi, kelemahan kendali dan pelayanan untuk pembatasan BBM subsidi terhadap mobil pelat merah dan kendaraan sektor perkebunan dan pertambangan itu berimbas pada kekurangan pasokan BBM subsidi buat yang berhak atas subsidi!" tegas Umar. 

"Tapi begitulah akibat kelemahan para pemimpin negeri kita di pusat, segalanya hanya didasarkan pada perhitungan di atas kertas, kalau begini dibuatkan aturan kompensasi begitu akan beres sendiri!" "Kenyataan di lapangan jauh berbeda!" potong Amir. 

"Perhitungan cuma berandai-andai tanpa penyiapan mekanisme operasional bersanksi keras sama sekali tak jalan! Akibatnya, mereka yang berhak atas subsidi, seperti sopir truk, dibuat sengsara harus antre berlama-lama (kadang sampai menginap di SPBU) dengan muatan mudah membusuk di atas truknya!" 

"Untuk mengatasi keterbatasan pasokan BBM subsidi itu agar tak sampai menjadi krisis BBM di daerah ini, Pemprov Lampung memang harus proaktif membuat hitungan berapa BBM diperlukan dan harus diperjuangkan, bukan hanya menunggu kuota yang bakal diterima!" tegas Umar. 

"Hitungan kebutuhan nyata secara proaktif dari Pemprov itu penting karena Lampung dilalui tiga jalan lintas Sumatera (barat, tengah, timur) melayani kendaraan yang lintas, bahkan untuk solar kebutuhan kendaraan yang lintas bisa sebesar kendaraan lokal! Jika cuma menunggu kuota yang lazim didasarkan jumlah kendaraan lokal, krisis BBM Lampung bisa lebih cepat dan lebih serius!" ***
Selanjutnya.....

Preman, Juragan Palu Gada!

"DI lahan tambak yang telah ditinggalkan investornya, para wak geng preman yang dulu merupakan parasit berubah jadi juragan palu gada—apa lu perlu gue ada!" ujar Umar. "Itu dalam usaha mereka mengoordinasi bertambak tradisional di situ, mau benur, ada! Mau pakan udang, ada! Mau natura beras dan sebagainya, ada! Semua tinggal minta, asalkan saat panen nanti udangnya sang juragan palu gada yang membeli—tentu tidak dengan harga pasar!" 

"Berarti semua wak geng di situ jadi kaya raya dong!" tukas Amir. "Itu bisa menjadi inspirasi kelompok preman lain membentuk wak geng di tempatnya, tentu dengan jubah organisasi yang paling tepat di tempat itu!"

"Tak semua wak geng mampu menjadi juragan palu gada! Terbatas hanya pada mereka yang memang ada hubungan dengan pemodal untuk itu! Sisanya masih berjuang untuk cari investor bertambak intensif yang baik-baik!" jawab Umar. 

"Wak geng yang berhasil jadi juragan palu gada itu memang menjadi inspirasi untuk kelompok lain di tempat masing-masing! Ada yang berhasil dan menjadi juragan palu gada jenis baru lagi! Ini karena dengan suksesnya itu ia ingin jadi kepala daerah, setidaknya wakil kepala daerah, memenangi pemilukada!" "Juragan palu gada jenis baru?" keja Amir. "Betul!" jawab Umar. 

"Di kebun sawit yang ditinggal investornya sejak pabriknya mereka bakar, para wak geng di situ mengoordinasi panen raya buah sawit. Ada yang bisa beli truk puluhan buah dari situ! Dan karena uangnya berlimpah—tanpa bayar pajak pendapatan pula—muncul keinginannya memenangi pemilukada, ia pun menjadi juragan palu gada—apa pun lu perlu gue ada—pada setiap yang datang meminta bantuan solusinya!" 

"Maksudnya ia jadi juragan palu gada dalam arti sebagai Robin Hood, apa pun kesulitan orang bisa dia beri 'solusi'!" timpal Amir. "Dengan begitu dia memang bisa mendapat dukungan signifikan dalam pemilukada!" "Dan aman melanjutkan operasi panen raya, karena kebutuhan semua pihak bisa dia penuhi dari hasilnya!" tegas Umar. 

"Tapi nikmat itu dianggap sebanding dengan 'perjuangan' mengganggu investor hingga hengkang yang menewaskan seorang warga dari massa yang mereka kerahkan! Celakanya, korban jiwa itu ikut jadi inspirasi wak geng penirunya di tempat lain! Kekerasan pun jadi cara mencapai tujuan!" ***
Selanjutnya.....

Mimpi Buruk itu Tata Niaga!

"TERDORONG oleh menggilanya harga daging sapi dan bawang di pasar lokal, pemerintah akan menertibkan tata niaga pangan—hasil pertanian dan peternakan!" ujar Umar. "Kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dari masa ke masa tata niaga sering mengalami distorsi dan penyimpangan, ada pihak-pihak yang menyiasati tata niaga untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya! Pemerintah akan menertibkan segalanya itu agar rakyat dapat manfaat yang sebaik-baiknya!" 

"Ternyata, meski diselubungi dengan program swasembada sapi maupun bawang, SBY tetap bisa mencium ada tata niaga yang mendistorsi mekanisme pasar lewat kuota impor daging sapi dan bawang hingga harganya menggila di pasar lokal!" sambut Amir. "Penegasan SBY pemerintah akan menertibkan segala tata niaga itu melegakan, karena tata niaga itu mimpi buruk rakyat sejak tata niaga cengkih dan jeruk menghancurkan ekonomi rakyat!"

"Masalahnya, kenapa Presiden bisa kecolongan tata niaga terselubung daging sapi dan bawang hingga harus menertibkan setelah harganya 'jadi bubur'?" tukas Umar. "Bisa saja itu terjadi karena indahnya kemasan program swasembada sapi dan bawang yang menyelubungi rencana jahat mengeruk untung dari mengencundangi rakyat dengan membuat harga selangit komoditasnya!" tegas Amir. 

"Itu sudah dipahami SBY realitasnya sehingga bisa diharapkan penertiban efektif ke inti masalah! Meski diakui tak mudah mengembalikan harga daging dan bawang seperti semula, karena seperti kata Menteri Perdagangan baru-baru ini, izin impor daging sapi (tentu juga bawang) telanjur beredar di tangan importir!" "Sebagai langkah penertiban, apalagi importir pemegang izin impor daging dan bawang itu telah menjelma jadi kartel, kan bisa saja pemerintah membatalkan izin—impor yang telanjur dikuasai kartel itu?" tukas Umar. "Semestinya bisa!" tegas Amir. 

"Tapi karena yang ditugasi merumuskan rencana penertiban itu orangnya dari pihak yang mengeluarkan izin impor, kayaknya sulit berharap langkah penertiban dengan membatalkan izin yang sudah beredar di tangan kartel itu! Alasan untuk menghindari itu bisa segudang!" "Itu karena seperti kata orang Medan, 'Ise do mangatur nagara on?—Siapa (sebenarnya) yang mengatur negara ini?" timpal Umar. "Tebak sendiri jawabnya!"
Selanjutnya.....

Premanisme Hambat Investasi!

DENGAN suara lantang dan tegas mahasiswa yang diberi kesempatan pertama bicara dalam Pusiban Agung di Pascasarjana UBL Kamis pekan lalu menyebut premanisme sebagai penghambat utama investasi di Lampung! "Itu das sein, kenyataan!" tegas Umar. 

"Semua investasi besar di Lampung yang investornya hengkang meninggalkan investasinya bernilai triliunan rupiah, penyebab utamanya konflik berlatar premanisme!"

"Artinya sang mahasiswa berani menyebutkan realitas penghambat investasi yang sebenarnya bersamaan dengan penghambat klasik, seperti infrastruktur buruk, birokrasi yang korup berbelit, dan lain-lain!" tukas Amir. 

"Ciri premanisme bersifat universal, yakni ada kelompok determinan (wak geng) yang selalu memaksakan kehendak, beroperasi mencari keuntungan buat kelompoknya! Kelompok ini bisa memakai jubah dan legalitas apa saja! 

Mereka mencapai tujuan dengan mekanisme ancaman dan praktik kekerasan! Istimewanya, mereka lihai memanipulasi situasi bahkan hukum untuk mencapai tujuannya sehingga perusahaan sebesar apa pun tempat kanker ini bersarang, takkan mampu bertahan! Seperti kanker, menjadi vonis mati bagi perusahaan tempat premanisme tersebut bersarang!" 

"Sejauh ini di Lampung, belum ada operasi yang berhasil mengeluarkan kanker tersebut dari tubuh tempatnya bersarang!" sambut Umar. "Sebaliknya, dengan eksistensi mereka berdasar pada hak berserikat yang dilindungi konstitusi, kelompok sejenis malah sering berhasil menyudutkan pihak pengusaha dan polisi dengan tudingan melanggar HAM! 

Lewat tudingan itu polisi ketakutan dan angkat kaki dari perlindungan lokasi usaha pembayar pajak yang sebelumnya mereka kawal itu! Akibatnya, kelompok determinan bukan saja menguasai lokasi usaha secara lebih leluasa, malah mereka bakar pun pabrik dan fasilitas perusahaan itu polisi tak berani tuntas mengusutnya!" 

"Celakanya, premanisme itu justru sering dapat angin dari pemerintah, yang oleh mahasiswa tadi disebut acap melakukan intervensi!" tukas Amir. "Dalam sebuah kasus, oknum penguasa menjanjikan investor baru—mengeliminasi posisi investor yang tengah dirongrong itu! Bahkan pejabat itu juga secara terbuka memberi bantuan berbagai fasilitas terkait usaha mendorong kepergian investor dari lahan usahanya!" ***
Selanjutnya.....

Kementan, Juru Rekomen Impor!

"HARGA bawang merah di Bandar Lampung akhir pekan lalu Rp45 ribu/kg, diikuti harga bawang putih yang tak jauh beda!" ujar Umar. "Ternyata harga itu relatif rendah dibandingkan di Jember Rp90 ribu/kg dan bawang putih Rp85 ribu/kg, (running text Metro TV, 11-3). Harga bawang menggila mengikuti harga daging sapi yang akhir pekan lalu (juga berita Metro TV) di Palangkaraya mencapai Rp120 ribu/kg!" "Semua itu terjadi seiring dengan perubahan fungsi Kementerian Pertanian (Kementan) dari pengatur peningkatan produksi pertanian menjadi de facto sebagai juru rekomen(dasi) izin impor hasil pertanian dan peternakan!" timpal Amir. 

"Setelah bagi-bagi kuota impor daging sapi yang meningkatkan harganya di pasar dalam negeri dari Rp40 ribu/kg menjadi Rp90 ribu/kg, terakhir Kementan menerbitkan rekomendasi impor 160 ribu ton bawang putih dan 60 ribu ton bawang merah, yang juga diikuti kenaikan harga bawang dari biasanya Rp15 ribu/kg menjadi Rp90 ribu di Jember!"

"Bagaimana mekanisme pasar bisa merespons begitu cepat dengan kenaikan harga yang spektakuler bagi keuntungan importir itu, jawabannya ditemukan pada pernyataan Bob Budiman, wakil ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo), setelah ada pengalaman membuat kartel harga daging sapi sejak diberlakukannya pembatasan impor, kini ditiru dengan kartel harga bawang!" tegas Umar. 

"Soalnya, dari rekomendasi impor yang dikeluarkan Kementan 160 ribu ton bawang putih dan 60 ribu ton bawang merah kepada 131 perusahaan impor, lebih separuhnya jatuh ke hanya 21 perusahaan—yang bisa dengan mudah bersepakat mengatur harga di pasar!" 

"Apalagi kalau dalam proses persetujuan impor di Kementerian Perdagangan tersaring lagi menjadi lebih kecil jumlah perusahaan yang bisa merealisasikan impornya, seperti dari rekomendasi Kementan 160 ribu ton bawang putih yang direalisasikan Kemendag cuma 29.136 ton atau hanya 18,21%!" tukas Amir. 

"Jelas, semakin besar peluang kartelisasi harga barang impor hasil pertanian-peternakan! Akibatnya, semakin banyak pengeluaran rakyat yang sia-sia diperas berbagai kartel yang hadir berkat ketidakbecusan birokrasi pemerintahan, atau bahkan bisa jadi kerja sama birokrasi dan pengusaha yang menjelma jadi kartel! Dasar malang nasib rakyat, jatuh ke tangan penguasa licik pemeras rakyat!"
Selanjutnya.....

Indonesia Alami Social Distrust!

"KETUA Umum Partai NasDem Surya Paloh di Pekanbaru menyatakan Indonesia mengalami social distrust—ketidakpercayaan sosial!" ujar Umar. "Rakyat tak percaya pemimpin, para pemimpin saling mencurigai! Kata Surya hal itu tak sehat, tak bisa membangun bangsa di atas ketakpercayaan dan saling curiga! Ini bukan kesalahan satu partai atau golongan, tapi kesalahan kita semua!" (Metro TV, 10-3) "Pernyataan Surya itu merupakan keprihatinan masyarakat luas selama ini, terutama karena ketidakpercayaan sosial itu jadi prima causa—penyebab utama—merebaknya banyak konflik dalam masyarakat!" timpal Amir. 

"Serangan tentara ke Mapolres OKU pekan lalu, atau juga serangan warga ke polsek yang acap terjadi, bertolak dari social distrust itu, khususnya ketakpercayaan masyarakat pada polisi dalam menangani kasus hukum!"

"Ketidakpercayaan warga kepada politisi dan birokrat bahkan menjadi dasar beraneka demo yang tak henti dilancarkan berbagai kelompok warga!" tukas Umar. "Karena itu, pernyataan Surya Paloh tentang social distrust sewajarnya mendorong usaha bersama mencarikan jalan keluarnya demi kepentingan bersama membangun negara-bangsa! Jika social distrust tidak dicarikan solusinya, bisa menjadi prima causa konflik sosial atau malah konflik politik lebih besar dan lebih serius lagi!" 

"Bercokolnya social distrust itu berkembang jadi sinisme rakyat pada pemimpin (utamanya politisi dan birokrat) serta saling curiga sesama pemimpin bangsa, telah membuat kehidupan bernegara-bangsa terasa tak kondusif, dengan suasana ketegangan di sana-sini!" tukas Amir. 

"Sialnya, suasana demikian yang mencekam kalangan pemimpin bukan diusahakan untuk dikurangi, melainkan justru dipertajam lewat pernyataan terbuka—seperti usaha menjegal Abu Rizal Bakrie dan Prabowo dalam pilpres!" "Semangat jegal-jegalan dari balik panggung demokrasi itu menyedihkan!" timpal Umar. 

"Gaya permainan politik begitu harus diakhiri untuk mereduksi saling curiga para pemimpin! Sedang untuk menumbuhkan lagi kepercayaan rakyat pada politisi dan birokrat secara umum, dimulai dari perekrutan awalnya yang terjamin serta tepercaya bersih dan kualitatif! Rakyat punya indera keenam untuk mengetahui baik-buruknya proses rekrutmen! Retorika menutupi kebusukan proses itu justru mempertinggi distrust rakyat kepada politisi dan birokrat!" ***
Selanjutnya.....

Jubir Al Qaeda Divonis Tak Bersalah!

"JURU Bicara Al Qaeda Sulaiman Abu Gaith, yang menantu Osama bin Laden, Jumat, divonis tak bersalah Pengadilan Federal Amerika Serikat (AS) di New York, didakwa terlibat serangan ke WTC 11 September 2001!" ujar Umar. "Sulaiman, yang sering muncul di video rilis Al Qaeda ke media, ditangkap di Turki, lalu dideportasi ke Yordania, dikirim ke New York untuk diadili!" 

"Langkah Obama mengalihkan teroris pada tim di bawah FBI, bukan CIA, dan cepat diproses pengadilan federal dipertanyakan banyak pihak di AS!" timpal Amir. "CNN misalnya, untuk berita putusan pengadilan atas Sulaiman Abu Gaith itu masih diberi tagline Why New York, Not Gitmo?—maksudnya kenapa diadili di New York tak dikirim saja ke Guantanamo, tempat terduga teroris dikurung dan disiksa tanpa proses pengadilan!"

"Padahal, dia dibawa ke New York dan diadili dekat TKP 11 September supaya memberi pemuasan emosional warga AS!" tukas Umar. 

"Tapi, para juri pengadilan federal menegakkan keadilan benar-benar sesuai fakta, tak bisa dibuktikan keterlibatan Sulaiman dalam teror 11 September, hingga diputus tak bersalah!" 

"Menurut Antara (8-3-2013), sumber-sumber AS mengindikasikan FBI mengambil peran dalam penangkapan ini di bawah Kelompok Interogasi Tahanan Bernilai Tinggi bentukan pemerintah Obama setelah Sang Presiden memerintahkan penutupan program CIA di Guantanamo, di mana para terduga teroris disiksa tanpa diadili selama pemerintahan Bush!" timpal Amir. 

"Berdasar catatan komite sanksi PBB, Sulaiman Abu Gaith kelahiran Kuwait 1965, kemudian ke Pakistan. Setelah serangan 11 September, ia muncul sebagai juru bicara utama Al Qaeda. Para pejabat AS yakin ia termasuk dalam kelompok yang bersama Saad, putra Osama, berada di Iran tempat pemerintah Teheran menyebut mereka sebagai tahanan!" 

"Diadilinya Jubir Al Qaeda Sulaiman Abu Gaith di New York, bukan di-Gitmo-kan seperti tagline CNN, menunjukkan ada perubahan signifikan kebijakan Pemerintah AS terhadap tokoh-tokoh teroris atau bahkan terhadap terorisme!" tegas Umar. 

"Yakni, konsisten menangani terorisme sebagai penegakan hukum! Beda dari era Bush, menangani teroris mengesampingkan hukum, dari serbuan ke Afghanistan sebagai negara berdaulat, sampai program Gitmo—menyiksa terduga teroris tanpa proses pengadilan!" ***
Selanjutnya.....

Tentara 'Ngeluruk' tanpa Senjata!

"PEKAN terakhir peristiwa nan mempermalukan pemimpin negara ini terjadi, anggota TNI menyerang Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan!" ujar Umar. "Tak kepalang, atasan pimpinan dua angkatan yang berbeda itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dari perjalanannya di Eropa memerintahkan pemimpin kedua angkatan itu menyelesaikan masalahnya di lapangan!" 

"Tentara menyerang markas polisi tak bisa dibenarkan! Sama-sama pelindung rakyat berantem!" tukas Amir. "Tapi bagi rakyat, peristiwa itu menjadi bahan cerita menarik! Kisah satu pleton tentara (30 orang) ngeluruk (mendatangi) markas polisi tanpa membawa senjata! Padahal, kekuatan markas polisi yang didatangi ratusan orang bersenjata lengkap!"

"Tapi kalau niatnya menyerang, kenapa mereka ngeluruk tanpa bawa senjata?" timpal Umar. "Itulah yang dijelaskan Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI Nugroho Widyotomo, awalnya 30 prajurit yang kini ditahan Pomdam itu berniat baik, ingin menanyakan proses hukum kasus tewasnya seorang teman mereka ditembak polisi terkait pelanggaran lalu lintas! 

Niat baik di awal itu dibuktikan dengan mereka datang tanpa membawa senjata!" jawab Amir. "Kasus hukum yang terjadi Januari 2013 itu, tak jelas prosesnya sudah sejauh mana! Tapi tak ada yang menerima apalagi menjelaskan apa yang ingin mereka ketahui itu! Malah terkesan kehadiran mereka dicuekin!"

"Suasana seperti itu bisa memprovokasi mereka jadi merasa diremehkan!" tukas Umar. "Mungkin itu penyebab mereka marah!" "Justru itu yang membuat cerita tentara ngeluruk tanpa senjata ke markas lawan itu menarik bagi rakyat!" timpal Umar. "Soalnya, kalau kasus hukum terkait kematian tentara saja masalahnya disepelekan polisi, apalagi kalau kasusnya terkait rakyat jelata!" 

"Jadi, tampak hikmah kejadian yang sampai merepotkan presiden itu, yakni kejelasan dan kebenaran proses polisi menegakkan hukum!" tegas Amir. "Labih-lebih kasus hukum berbau solidaritas korps kepolisian, ada seorang ayah jalan kaki dari Malang ke Jakarta menuntut kebenaran proses hukum kematian anaknya! Untuk itu, serangan tantara atau warga ke markas polisi tak bisa diakhiri begitu saja, karena justru jadi petunjuk baik-buruknya kinerja polisi menegakkan hukum!" ***
Selanjutnya.....

Tempe Kedelai Lokal Pahit!

"BERDASAR pengalaman, pengusaha tahu-tempe Bandar Lampung menyatakan, kedelai lokal kalau dibuat tempe rasanya pahit! Juga lebih cepat busuk dibanding kedelai impor!" ujar Umar. "Kedelai lokal bagus dibuat tahu, tapi ketersediaannya tidak cukup!" "Pokoknya, ada masalah dengan kedelai lokal!" timpal Amir. 

"Dari fisiknya pengusaha tahu-tempe mudah membedakan kedelai lokal dan impor! Kedelai impor lebih besar dari lokal!" "Itu karena aslinya kedelai tanaman subtropis!" tukas Umar. "Di negeri habitatnya, semisal di Jepang yang ditanam di sela-sela pabrik, buah di pohonnya terlihat gendut-gendut! Di supermarket dijual kedelai rebus hijau diikat sama gagangnya seperti dekeman di Jawa, ditarok di lemari pendingin! Kalau di luar cepat berlendir, jadi seperti kedelai lokal bisa pahit dan cepat busuk setelah direbus untuk dibuat tempe!"

"Faktor habitat aslinya itu membuat petani kita kurang maksimal panen kedelainya, hingga banyak beralih ke tanaman lain! Akibatnya, pasar domestik dikuasai kedelai impor!" timpal Amir. "Termasuk bibit kedelai di pasar bebas, kebanyakan produk impor yang belum tentu cocok jika langsung ditanam di lahan tropis!"

"Maka itu, kalau secara ambisius pemerintah tahun ini memperluas tanaman kedelai 400 ribu hektare, diharapkan bibitnya sudah lewat proses 'pengindonesiaan', bukan bibit impor dari negeri subtropis!" tegas Umar. "Selain itu, seperti tanaman hortikultura subtropis lain (sayur gunung dan bunga) yang dikembangkan Belanda di negeri kita, lahan buat kedelai lebih baik di daerah berhawa sejuk! Maksudnya, jangan karena pemerintah terlalu berambisi, petani dijadikan kelinci percobaan!" 

"Belum lagi soal jaminan harga produksinya!" timpal Amir. "Harga terakhir kedelai impor Rp7.600/kg, kalau dibanding dengan tanaman lain semisal beras Rp7.000/kg, nilainya dari hasil panen per hektare masih jauh lebih untung bertanam padi—karena padi bisa dapat 6 ton atau lebih per hektare, sedang kedelai untuk 4 ton per hektare saja masih sulit!" 

"Maka itu, kalau harga pokok petani (HPP) kedelai lokal disetarakan kedelai impor, petani kita kalah telak karena harga kedelai impor itu padat subsidi terselubung dari pemerintah negerinya!" tegas Umar. "Kalau HPP kedelai lokal disesuaikan nilainya dengan panenan per hektare produk pertanian lain—padi, sawit—harganya jadi lebih mahal dari kedelai impor! Belum jadi tempe pun, sudah pahit!" ***
Selanjutnya.....

Konflik Sabah kian Ruwet!

"ANCAMAN Nur Misuari Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang dipimpinnya akan mengacau Sabah jika Malaysia menangkap Sultan Sulu Jamalul Kiram dan orang-orangnya, membuat konflik Sabah kian rumit, makin banyak pihak terlibat!" ujar Umar. "MNLF itu kekuatan bersenjata yang tak bisa dihabisi tentara Filipina! Jika MNLF mengacau Sabah, imbasnya pada TKI yang banyak di situ!" "Tapi konflik itu tetap terbatas sebagai urusan dalam negeri Malaysia terkait para penyusup ke wilayahnya!" timpal Amir. 

"Meski warga kita yang bekerja di Sabah terganggu konflik itu—di Tanduo, Lahad Datu, titik konflik itu saja ada 162 orang TKI yang telah diamankan Konjen RI setempat, kita tak bisa campuri pemerintah Malaysia mengatasi masalahnya!"

"Serbuan Sultan Sulu secara militer sebagai wujud klaimnya atas Sabah merupakan wilayah kesultanannya itu kurang pas, meski secara historis mungkin punya dasar kuat!" tegas Umar. "Lebih tepat jika Sultan Sulu mengajukan klaim ke Mahkamah Internasional di Den Haag! Jadi menempuh jalur hukum, bukan militer!"

"Sultan Sulu tahun 1658 menerima Sabah dari Sultan Brunei! Pada 1761 British East India Company menyewa Sabah dari Kesultanan Sulu!" tutur Amir. "Lalu pada 1980-an Filipina termasuk Kesultanan Sulu dijajah Spanyol! Pada 1885 Spanyol dan Inggris melakukan perjanjian disebut Protokol Madrid, Inggris mengakui kedaulatan Spanyol atas Kesultanan Sulu, tapi Spanyol melepas klaimnya atas Sabah! 

Maka jadilah Sabah wilayah protektorat Inggris, yang pada 1963 bergabung ke Malaysia lewat plebisit yang dilakukan Inggris kepada rakyat Sabah untuk memilih bergabung dengan Kesultanan Sulu atau Malaysia!" (MI, 6-3) "Dengan hasil plebisit rakyat Sabah sendiri yang memilih bergabung dengan Malaysia, tak bisa disebut Malaysia mencaplok Sabah dari Kesultanan Sulu, seperti klaim Sultan Sulu!" tukas Umar. 

"Tapi karena penyelenggara plebisit itu Inggris, yang mendapatkan Sabah lewat protokol Madrid sebagai hasil rampasan Spanyol atas wilayah Kesultanan Sulu, maka Sultan Sulu bisa mengklaim penyerahan Sabah oleh Spanyol pada Inggris itu tidak sah—karena sebagai hasil kejahatan merampas milik orang lain! Klaim Sultan Sulu secara militer justru merugikan pihaknya, karena keburu dicap negara-negara sekitar sebagai pengacau!" ***
Selanjutnya.....

Hugo 'Comandante' Chavez Wafat!

"RAKYAT Venezuela ke luar rumah berhimpun ke jalanan, dengan tangis sungguhan meratapi wafatnya presiden mereka Hugo Chavez, Selasa (5-3), pukul 16.25 waktu setempat!" ujar Umar. "Menurut CNN, Wakil Presiden Nicolas Maduro juga meneteskan air mata saat mengumumkan wafatnya Chavez di jaringan televisi nasional!" 

"Wajar kematian Chavez ditangisi rakyatnya, terutama warga miskin, karena merupakan kenyataan penghasilan minyak bumi Venezuela diprioritaskan buat membangun perumahan, pendidikan, dan kesehatan warga miskin negerinya!" timpal Amir.

"Itu sebabnya, menurut televisi Euro News yang breaking news wafatnya Chavez sepanjang hari Rabu, kepemimpinan Chavez yang meski diraih lewat pemilu itu disebut Revolusi Bolivar, intinya revolusi bagi kaum miskin!" 

"Prioritas itu membuat, meski masuk 10 besar negara penghasil minyak dunia, Karakas dan Venezuela umumnya tidak kinclong dengan proyek mercusuar!" tegas Umar. "Berbagai televisi—Aljazeera, BBC, CNN—menayangkan situasi Venezuela hari terakhir yang didominasi mobil tua! Ini salah satu ekses sejak awal usahanya merebut kekuasaan, Chavez telah mempromosikan pembersihan korupsi di negaranya—dan nasionalisasi perusahaan yang tak berorientasi kepentingan nasional!" 

"Praktiknya setelah ia berkuasa ialah land reform dan renegosiasi bagi hasil dengan perusahaan tambang asing, di bawah tekanan kalau menolak perusahaannya dinasionalisasi!" timpal Amir. "Itulah gaya Hugo Chavez, lahir 28 Juli 1954, anak kedua guru sekolah dasar di Sabaneta, lulusan akademi militer yang dijuluki El Comandante karena sejak pangkat letnan kolonel telah melakukan kudeta tapi gagal dan masuk penjara militer! Nyali Chavez memang luar biasa besar, hingga bersama Castro, Khadafi, dan Ahmadinejad membentuk poros anti-Amerika Serikat, antikapitalis, dan anti-Smith (anti-Yahudi)!" 

"Maka itu, untuk kepentingan nasional (demi rakyat) ia tak peduli tanah siapa menganggur dibagikan ke rakyat, perusahaan asing tak ikut ketentuannya dinasionalisasi! Sebaliknya, perusahaan negara yang merongrong dan jadi sarang korupsi diprivatisasi!" tegas Umar. 

"Itu yang membuat rakyat Venezuela benar-benar menangisi kepergiannya! Dengan semua itu orang luar menyebutnya otoritarian populer! Penguasa otoriter yang merakyat!" ***
Selanjutnya.....

Gonjang-ganjing Laporan Intel!

"BUMI gonjang-ganjing, langit kelap-kelap!" Umar menirukan Ki Dalang Suluk—melantunkan pembuka cerita—tentang ketidaknyamanan singgasana. "Penonton tak tahu persis seperti apa kegoyahan singgasana akibat digoyang sekelompok elite, kecuali lukisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penguasa di singgasana itu—berdasar laporan intelijen!" "Jadi gonjang-ganjing yang episentrumnya di kisaran Anas Urbaningrum terkait kunjungan sejumlah elite politik itu realitasnya berupa laporan intelijen yang analisisnya berujung kesimpulan getaran gonjang-ganjing tersebut bisa menggoyang singgasana!" timpal Amir. "Esensi keterangan pers Presiden SBY di Halim, Minggu (3-3), itu laporan intelijen yang lazim seperti permainan catur, dilengkapi analisis beberapa langkah ke depan! Jadi, elite simpati ke Anas, diproyeksi intel kalau melangkah ke depan, ke kiri, ke kanan, atau diagonal dan seterusnya, berakibat singgasana goyang!" 

"Tapi, semua itu kan cuma dalam analisis!" entak Umar. "Realitasnya para elite itu cuma datang bersilaturahmi, berempati, bersimpati ke rumah Anas! Menyedihkan sekali, sejumlah orang bersilaturahmi ditafsirkan, bahkan dituding, melakukan gerakan yang mengancam singgasana—hujan tidak angin pun tidak, juga gempa tidak, diekspos lewat temu pers ada gonjang-ganjing politik!" "Disimak dengan akal sehat membesar-besarkan ancaman terhadap singgasana berdasar analisis intelijen kalau elite melangkah 10 langkah ke depan, terkesan cengeng!" tukas Amir. "Tapi kalau disimak dari sisi intelijen, justru menjadi keharusan menangkal setiap ancaman sejak ancaman itu bisa dibayangkan dalam proses analisis—kalau begini atau kalau begitu!" 

"Tapi menyedihkan ketika negara dikelola dengan prakiraan yang penuh kekhawatiran kalau begini dan kalau begitu, karena akhirnya menjadi 'negeri kalau-kalau'!" timpal Umar. "Negeri kalau-kalau dicekam kecemasan penguasa terhadap hal yang cuma ada dalam analisis penyulut kecemasan itu sendiri, suatu kecemasan yang jauh dari akal sehat maupun kemungkinannya untuk terjadi!" "Meski bukan mustahil, hal itu dilontar ke publik sebagai kompensasi bagi terpuruknya elektabilitas partai penguasa akibat ulah Anas dan elite dekatnya!" tukas Amir. "Jadi, elite dekat Anas dijadikan kambing hitam!" ***
Selanjutnya.....

Angkot, ‘Simbiosa Mutualistis’!

"PARA pemilik dan pengemudi angkutan kota (angkot) dengan bus mini, memohon pada Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung agar diberi hak sama sebagai warga negara!" ujar Umar. "Hak sama itu dengan sesama angkutan umum yang diistimewakan Pemkot! Angkot cuma dijadikan pelayan (feeder) bagi angkutan jenis lain itu!" 

"Pemkot itu paduan eksekutif dan legislatif yang membuat peraturan daerah (perda) untuk mengistimewakan BRT (bus rapid transit) bagi angkutan umum kota!" sambut Amir. "BRT itu meniru bus way di Jakarta, tapi fasilitasnya tak sebaik bus way! Tujuannya mengurangi jumlah angkutan umum di jalanan kota yang semakin macet dijubeli angkot! Demi keistimewaan BRT itu, layanan bus BUMN, DAMRI, dihentikan!"

"Jadi, demi tujuan yang baik itu, mengurangi kemacetan, hak istimewa berlebihan diberikan pada salah satu pihak, yang merugikan pihak lain!" tukas Umar. "Itu produk cara berpikir para pemimpin kota di negeri kita, termasuk Jakarta, masih berpikir homogen, mengatasi masalah dengan cara dan sarana tunggal!" "Itu cara berpikir orang kampung yang di kampungnya hidup homogen!" timpal Amir. 

"Padahal, kota terbentuk oleh berkumpulnya beraneka ragam orang dan kepentingan—heterogen! Mereka harus hidup bersama, dengan hak-hak sama saling menghidupi—simbiosa mutualistis! Hak yang sama, bukan yang satu dijadikan pelayan bagi yang lain!" 

"Tapi nyatanya, solusi masalah perkotaan selalu dibuat dengan pilihan homogen, cara berpikir kampungan!" tukas Umar. "Ini disadari Jokowi sejak memimpin Solo sehingga sebagai penguasa ia berjuang memberikan hak-hak sama pada semua pihak, utamanya kaum lemah seperti pedagang kaki lima! 

Model itu diterima secara nasional hingga ia terpilih jadi gubernur Jakarta! Di Jakarta, ia melihat solusi homogen itu pada bus way,-maka ke depan selain angkot versi Jakarta (Metro Mini dan Kopaja) diremajakan, nantinya juga diberi hak masuk jalur dan fasilitas bus way!" 

"Tampak bagi politisi kota, eksekutif maupun legislatif, tak pada tempatnya lagi membuat solusi homogen, apalagi berlebihan!" timpal Amir. "Ciri utama kota heterogen, jadi buatlah solusi simbiosa mutualistis—ciptakan hidup bersama dengan hak sama dan setara agar rukun saling menghidupi!" ***
Selanjutnya.....

Meski Turun, NTP Lampung Top!

"MENURUT Badan Pusat Statistik Lampung, Nilai Tukar Petani (NTP) Lampung Februari 2013 turun 0,32% posisinya secara nasional menjadi peringkat 23 dari 32 provinsi!" ujar Umar. 

"Padahal kata kamu, NTP Lampung peringkat pertama nasional! Mana yang benar?" "BPS Lampung benar, dengan turun 0,32% pada Februari 2013, peringkat Lampung secara nasional dalam fluktuasi NTP pada Februari 2013 itu di urutan 23!" jawab Amir.

"Tapi NTP Lampung yang tercatat 124,37 pada Februari 2013, merupakan NTP tertinggi atau peringkat teratas dari 32 provinsi! NTP seluruh provinsi Februari 2013 belum bisa didapat, tapi dari NTP Januari 2013 diketahui, NTP Nasional (rata-rata provinsi) 105,67. Peringkat dua DI Yogyakarta 116,98. Di Jawa cuma Jawa Timur yang NTP-nya dibawah nasional, 103,35." 

"Di bawah DI Yogyakarta siapa?" kejar Umar. "Jawa Barat 111,26, Banten 110,51, dan Jawa Tengah 106,45!" jelas Amir. "Kedekatan dengan Ibu Kota sebagai konsumen produk pertanian maupun sumber kebutuhan petani, tampak memberi nilai lebih bagi NTP Petani! Seperti produk pertanian untuk konsumsi baik pangan maupun holtikultura, harganya di lapangan selalu terkondisi oleh harga terakhir di pasar Ibu Kota! Sebaliknya kebutuhan yang harus dibayar petani, harganya tergantung kelancaran pasokan dari sentra produk industrial!" 

"Asumsi itu terbukti, ketika cuaca ekstreem pada puncaknya Januari 2013, ketika truk-truk dari Lampung terhambat di Bakauheni dan truk dari Jakarta terhambat di Merak, NTP Lampung anjlok sampai 1 persen!" timpal Umar. 

"Sedang pada Februari meski cuaca ekstreem belum berakhir tapi pelayaran sudah lebih baik, turunnya NTP Lampung cuma 0,32%. Itu pun terjadi, akibat harga yang harus dibayar petani masih naik 0,69%, diperkirakan karena jalan transpor lokal untuk pasokan makin buruk!" 

"Untuk menjaga NTP Lampung tidak merosot terus, dengan prinsip NTP sebagai indikator kesejahteraan petani, perlu langkah seksama Pemprov dan semua Pemkab mempertahankan NTP Lampung tetap di peringkat pertama nasional!" tegas Amir. 

"Hal terpenting untuk itu mempercepat perbaikan jalan provinsi dan jalan kabupaten se-Lampung agar ongkos transpor penjualan produksi dan pasokan kebutuhannya bisa memberi benefit bagi petani! Tak lagi membuat petani defisit!" ***
Selanjutnya.....

Kota Baru Perlu Komitmen Baru!

"PEMBANGUNAN kota baru di kawasan PTPN 7 Perkebunan Bergen, atau Jati Agung Lampung Selatan, kayaknya butuh komitmen baru di kalangan pimpinan dan politisi!" ujar Umar. "Betapa, meski sudah heboh pemberitaannya, bukan saja Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum proyeknya belum selesai, malah konversi lahan register untuk pengganti lahan PTPN 7 belum jelas juntrungnya!" 

"Kata politisi DPRD Lampung, penyiapan Perda kota baru menunggu selesai konversi lahan penggantinya!" timpal Amir.

"Terbalik!" tukas Umar. "Tanpa ada Perda yang memastikan penggunaan tanah register yang dikonversi, apa dasar Kementerian Kehutanan melepaskan hak atas tanah negara? Tak cukup hanya 'berdasar keinginan Bapak Anu untuk ini-itu' sebagai dasar pelepasan hak atas tanah negara dari register! Malah, semua pekerjaan yang telah dilakukan di areal kota baru--seperti pembangunan jalan--bisa menyalahi ketentuan anggaran jika tak disiapkan Perdanya!" 

"Kalau begitu kau benar, perlu komitmen baru buat pembangunan kota baru hingga tak perlu bersitegang mana lebih dahulu ayam dan telur, Perda atau konversi lahan pengganti lebih dahulu!" sambut Amir. "Perda sebagai payung hukum semua hal terkait kota baru, menjadi salah satu komitmen baru yang diperlukan! Karena, semua harus berjalan di atas dasar hukum, dalam hal ini Perda, tak lagi memadai hanya didasarkan pada keinginan pejabat tertentu, kota baru--setidaknya kantor Sekprov--sudah bisa ditempati 2014,sebagai legasi gubernur di akhir masa jabatannya!" 

"Target waktu penyelesaian tahap pertama proyek kota baru itu harus ditetapkan sebagai komitmen baru tersebut!" tegas Umar. "Tanpa itu, sekarang saja gubernur masih aktif ada pihak yang berkelit dari penyelesaian sesuai jadwal tahapan proyeknya! 

Jika pada akhir masa jabatan gubernur bangunan tahap pertama belum ditempati, jangan disalahkan kalau nantinya lahan kota baru diduduki perambah dan pemerintah negara tak mampu mengusir mereka seperti di Register 45!" 

"Dengan spirit dan cara kerja penanganan kota baru seperti sebelum ada komitmen baru, hal-hal yang menjadi kendala penyelesaian kota baru sesuai jadwal bisa muncul belakangan!" timpal Amir. "Tanpa komitmen baru itu, harus siap mental melihat kawasan kota baru menjadi 'caravan' gubuk perambah!" ***
Selanjutnya.....

Tantangan Investasi di Lampung!

"NILAI investasi di Lampung 2012 Rp3,4 triliun, naik lebih 50% dari 2011!" ujar Umar. "Persentase kenaikannya aduhai! Tapi dilihat dari investasi nasional 2012 sebesar Rp340 triliun, capaian itu cuma 1% saja dari prestasi nasional! Bahkan jauh di bawah rata-rata 33 provinsi—Rp10 triliun! 

Realitas itu layak mendorong para pemimpin mencari tahu tantangan penghambat investasi ke Lampung!" "Nilai investasi itu cuma dihitung yang masuk! Coba dikurangi yang keluar, juga divestasi dengan penurunan kegiatan, bisa jadi nilai investasinya malah minus, alias negatif!" timpal Amir.

"Dalam tiga tahun terakhir sejak 2010, PT AWS pengelola 16.250 hektare tambak udang ultramodern dengan fasilitas bernilai investasi riil lebih Rp10 triliun, angkat kaki akibat lokasi usahanya tidak kondusif! Disusul PT BSMI meninggalkan ribuan hektare kebun sawit dan pabrik beserta fasilitasnya senilai lebih Rp2,5 triliun! 

Lalu PT Silva Inhutani memberhentikan 3.000-an buruhnya karena lahan hutan tanaman industri (HTI)-nya diduduki perambah, yang membabat tanaman albasia lebih besar dari paha!" "Semua tantangan itu terkait 'modus lama' era reformasi, gerakan massa yang gagal diantisipasi dan diatasi oleh pemerintahan negara!" tukas Umar. 

"Untuk itu, selain penyakit lama birokrasi berbelit yang belum sembuh, tantangan dengan 'modus baru' tetap harus diwaspadai, semisal politisasi menyerimpung jalannya usaha atas investasi milik seorang politisi, berlatar persaingan di panggung politik!" 

"Gejala ke arah itu yang mulai terlihat bisa menjadi tantangan berat investasi di Lampung, karena jika modus baru itu bisa menjatuhkan sebuah grup investasi bisnis seorang politisi, sekaligus politisinya jatuh, grup-grup investasi bisnis lain milik politisi tinggal menunggu giliran untuk dikerjai!" sambut Amir. 

"Padahal, terjunnya para pengusaha ke dunia politik merupakan gejala sehat bagi dunia politik seperti di negara maju! Sebab, para pengusaha itu terjun ke politik bukan untuk cari makan dari politik, melainkan dengan dukungan finansialnya yang cukup mereka mengabdikan diri pada bangsa dan negaranya!" 

"Karena itu, para pemimpin di Lampung layak mewaspadai bertambahnya variabel tantangan penghambat investasi!" tukas Umar. "Di sisi lain, kalangan politisi agar bersaing elegan, tak menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan pesaing di panggung politik!" ***
Selanjutnya.....

Kriminalisasi Atasi Kredit Macet!

SEBUAH grup perusaahan setiap bulan teratur membayar bunga bank sekitar Rp1 miliar. Dalam perjalanan, ada anak perusahaan yang berat menghadapi tantangan, antara lain juga ekses kebijakan pemerintah maupun otoritas moneter. Semisal, kewajiban uang muka kredit motor 30%, drastis menurunkan penjualan. Proyeksi perusahaan, tantangan itu menyendat kelancaran pembayaran kredit bank ke depan, ujungnya malah bisa jadi kredit macet! 

Untuk mengatasi hal itu, perusahaan mengajukan penjadwalan ulang (rescheduling) kreditnya, sekaligus suntikan kredit modal kerja agar roda anak perusahaan lancar kembali dan ancaman kredit macet ke depan bisa dihindari!

"Rescheduling dengan suntikan modal kerja untuk mengatasi ancaman kredit macet itu hal biasa dilakukan bank!" ujar Umar. "Bukti kredit konsolidatif—semua anak perusahaan—tetap lancar memenuhi kewajiban kepada bank, tak terjadi kredit macet, cukup jadi ukuran kinerja pejabat bank dan nasabahnya itu baik!" 

"Tapi suntikan modal untuk mengatasi kredit macet itu diproses pidana sebagai kredit fiktif!" timpal Amir. "Mungkin karena tidak dialasi agunan baru khusus untuk itu!" "Kalau agunan lama yang mengover kredit konsolidasi berbunga Rp1 miliar per bulan itu dihitung bank masih cukup untuk menutup agunan suntikan modal mengatasi kredit macet itu, tentu tak perlu agunan khusus lagi!" tukas Umar. 

"Soal kecukupan agunan kredit berbunga Rp1 miliar sebulan itu direksi bank bersangkutan yang paling tahu, tak bisa direkayasa di tingkat cabang! Lantas kalau direksi bank bersangkutan tak memasalahkan itu, kok bisa jadi kasus dugaan kredit fiktif? Jangan-jangan ada politisasi di balik itu!" 

"Kasus politisasi itu yang ramai jadi buah bibir karena pengusahanya terjun ke dunia politik!" sambut Amir. "Tapi aparat hukum tentu tak bisa dijadikan alat permainan politik!" "Memang, tak perlu menduga-duga aparat dijadikan alat permainan politik!" tegas Umar. 

"Tapi kriminalisasi proses penyelamatan dari kredit macet itu bisa mengganggu konsentrasi pengelola perusahaan, kredit macet malah bisa jadi kenyataan! Bukan hanya bunga bank per bulan Rp1 miliar kemudian jadi gagal bayar, melainkan ratusan atau malah ribuan karyawan yang operasionalnya menghasilkan bunga bank Rp1 miliar per bulan itu kehilangan pekerjaan!" ***
Selanjutnya.....