Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kadin, Ada Hambatan Menghantui!


"KETUA Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menilai situasi ekonomi Indonesia cukup baik, tapi masih banyak tantangan dan hambatan yang menghantui!" ujar Umar. "Serangkai gejala menggembirakan, rupiah menguat, surplus perdagangan, defisit transaksi berjalan terkendali, cadangan devisa naik, menurut Suryo, sulit disebut tren sampai akhir 2014! 

Perbaikan itu lebih didorong dari sisi eksternal!" (Kompas.com, 26/2) "Sedang sisi internal, perbaikan struktur, suku bunga tinggi, dan banyak hal lagi menyambut masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015, kata Suryo, jadi tantangan dan hambatan perekonomian Indonesia, khususnya bagi dunia usaha!" timpal Amir. "Selain suku bunga tinggi, infrastruktur hancur diperparah bencana alam terakhir di seantero negeri! Lalu kenaikan biaya listrik dan upah minimum berdampak pada biaya produksi, padahal lapangan kerja baru harus dibuka buat jumlah pencari kerja yang besar!"

"Perubahan struktur ekonomi, terutama pembangunan manufaktur yang menyerap banyak pekerja dan menyuplai kebutuhan domestik, termasuk substitusi impor, lamban!" tegas Umar. "Padahal, menurut ekonom Aviliani, permintaan domestik terus tumbuh sehingga pemerintah tidur pun ekonomi Indonesia tetap tumbuh minimum 4,5%! (Kompas.com, 12/2). 

Tapi dengan retorika nyaring pun investasi membangun manufaktur itu terkendala dibanding pertumbuhan permintaan-(demand)-nya! Kata Aviliani, masalah ekonomi kita pada suplai, tertinggal dari demand yang terus tumbuh!" "Di sisi lain, investasi masuk hanya lewat industri yang tercatat di pasar modal, yang dana investasinya parkir di cadangan devisa sepanjang analis bilang tahan (hold), begitu analis bilang 'jual' ditransfer lagi keluar negeri!" timpal Amir. 

"Sedang dana milik warga Indonesia jauh lebih besar parkir di luar negeri! Di Singapura saja, menurut Wakil Menkeu Bambang Brodjonegoro, dana warga Indonesia parkir sedikitnya Rp1.500 triliun, atau 130 miliar dolar AS (Kompas.com, 27/2), lebih besar dari cadangan devisa kita Januari 2014 sebesar 100,04 miliar dolar AS!" 

"Dari semua itu terlihat aneka tantangan dan hambatan yang menanti penanganan brilian pemerintahan baru nanti!" tukas Umar. "Pada 2014 ini Suryo mengaku dunia usaha tidak berharap banyak kebijakan yang diterbitkan! Inginnya, ujar Suryo, kondisi usaha ramah, suku bunga lebih rendah. Perbaikan infrastruktur, tapi pendanaannya terbatas akibat subsidi BBM yang sangat besar, perlu keberanian pemerintah merelokasi subsidi!"
Selanjutnya.....

JTTS, Proyek Besar tanpa Anggaran!


"JTTS—Jalan Tol Trans-Sumatera—Lampung ke Aceh sebagai proyek MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) tak jadi dimulai tahun ini karena anggarannya tak ada di APBN 2014!" ujar Umar. "Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyatakan karena tak ada anggarannya, peraturan presiden (perpres) untuk proyek itu yang sekaligus menetapkan PT Hutama Karya sebagai pelaksananya belum dibuat!"

"Tapi itu cuma tertunda sementara karena pemerintah dan DPR lupa mencantumkan anggarannya dalam APBN 2014!" timpal Amir. "Karena selain JTTS, proyek unggulan MP3EI kebanggaan Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua, JTTS juga sudah menjadi bagian dari Asian Highway Network yang ditandatangani dalam sidang Komisi United Nations ESCAP ke-61 pada 26—28 April 2004 di Shanghai, China. JTTS akan mendukung keterhubungan kawasan Asia Tenggara sesuai Masterplan on ASEAN Connectivity (MPAC)." (Kompas.com, 24/2)

"Nah, sebagai proyek unggulan kabinet dan posisinya demikian penting di mata dunia, ternyata pemerintah dan DPR lupa mencantumkan anggarannya di APBN!" tukas Umar. "Kalau kabinet pengunggul proyeknya saja lupa menganggarkan, padahal ini tahun anggaran terakhir bagi kabinet tersebut, tak ada jaminan kabinet baru nanti mau melanjutkan proyek unggulan kabinet sebelumnya! 

Apalagi setiap kabinet baru, rezim pemerintahan baru pula, pasti punya program tersendiri yang sudah 'dijual' sejak kampanye!" "Maksudmu, berarti proyek JTTS memasuki ketidakpastian jadwal pelaksanaannya, menyusul proyek JSS—Jembatan Selat Sunda?" kejar Amir. 

"JSS yang sudah punya perpres dan jadwal ground breaking-nya ditetapkan 2014 saja hingga kini kabar realisasinya cenderung makin redup!" tegas Umar. "Apalagi JTTS belum punya perpres! Belum lagi terkait biaya, JSS proyeksinya dibiayai swasta saja di pihak pemerintah antarkementerian tak kunjung mencapai satu kata! 

Konon lagi JTTS yang dipastikan dibiayai APBN, empat ruas pertama saja butuh Rp31,5 triliun!" "Sumatera, pencatat produk domestik bruto (PDB) tertinggi setelah Jawa! Kalau Jawa mulai jenuh, PDB-nya cenderung menurun, Sumatera justru terus naik!" tutur Amir. 

"Begitu pun potensi Sumatera masih cukup besar untuk mempercepat pertumbuhan nasional sehingga MP3EI mengunggulkannya dengan membangun infrastruktur pendukung, terutama jalan tol! Tapi rencana tinggal rencana, proyek unggulan sekalipun kalau lupa memberi anggaran bisa jadi pepesan kosong!"
Selanjutnya.....

Raih Kembali Kejayaan Bangsa!


"LEBIH dari 150 ribu kader dan simpatisan Partai NasDem, Minggu (23/2), Apel Siaga Perubahan untuk meraih kembali kejayaan yang telah dicapai Bapak Pendiri Bangsa—founding fathers!" ujar umar. "Pada acara di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, itu Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengutarakan aneka kejayaan yang telah dicapai Bapak Pendiri Bangsa, terutama sebagai bangsa yang memimpin dunia baru, dibanding kini Indonesia cuma jadi bangsa pengekor!" 

"Surya Paloh menuturkan kejayaan itu, Indonesia memimpin Gerakan Non-Blok (sejak 1955) sebagai alternatif dua blok besar dunia—Blok Kapitalis (Barat) dan Blok Komunis (Timur)," timpal Amir. "Lalu membangun sarana olahraga Senayan (1960) dan menjadi tuan rumah Asian Games IV (1962) yang menempatkan prestasi olahraga Indonesia di papan atas Asia!

Dan sejumlah kejayaan lain yang membuat rasa bangga sebagai bangsa Indonesia, jadi landasan bagi nation and character building! Pendidikan karakter kini diakui oleh para ahli amat lemah!" "Surya Paloh menyatakan untuk meraih kembali kejayaan yang dibangun founding fathers itu dilakukan Partai NasDem lewat gerakan perubahan Restorasi Indonesia!" tukas Umar. 

"Menurut Surya, Indonesia memiliki sedikitnya tiga modal utama yang bila dikelola dengan benar akan mengantar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan berpengaruh di percaturan dunia! Ketiga modal itu, potensi maritim, sumber daya pertanian, dan posisi strategis dalam perlintasan perniagaan dunia! Itulah keunikan yang merupakan anugerah dari Allah!" 

"Tapi sayang modal itu tak dikelola secara benar!" timpal Amir. "Di bidang maritim bahkan bisa disebut dibengkalaikan! Contohnya, sebagai negara maritim sampai hari ini Indonesia masih impor garam lebih dua pertiga dari kebutuhan konsumsi rakyatnya! 

Dalam perikanan, kapal-kapal berperalatan penangkapan modern mencuri ikan di perairan kita, seperti yang sering tertangkap, sedang pemenuhan kebutuhan ikan kita sebagian dilakukan lewat impor!" "Tampak, sebenarnya besar sekali peluang untuk meraih kembali kejayaan bangsa!" tegas Umar. 

"Tapi akibat salah kelola, hutan-hutan sudah tandus, minyak dari perut bumi habisnya telah hitung mundur, realitasnya jumlah warga miskin justru bertambah! Jadi Surya Paloh benar, jika modal-modal yang ada dikelola dengan benar lewat restorasi, meraih kembali kejayaan yang dibangun Bapak Pendiri Bangsa bisa diwujudkan—bertolak dari membangun watak bangsa besar!"
Selanjutnya.....

Kembali ke Zaman Keemasan KKN!


"SURAT KPK kepada Presiden dan DPR agar menghentikan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP karena terdapat pasal-pasal yang melemahkan KPK dalam memberantas korupsi, tak digubris, baik oleh Presiden maupun DPR!" ujar Umar. 

"DPR dan pemerintah laju memproses kedua RUU." "Bahkan, ketika Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) melalui Albert Hasibuan menyampaikan dalam temu pers ada 12 pasal RUU KUHAP yang bisa melemahkan KPK dan Wantimpres setuju 12 pasal itu dikoreksi, Menkumham Amir Syamsudin menangkis, tak ada maksud pemerintah mengebiri kewenangan KPK!" timpal Amir. "Penyusunan kedua RUU, kata Menteri, dilakukan atas dasar sistem nasional dan telah memperhatikan HAM universal!" (Kompas.com, 22/2)

"Masalahnya, semua dibuat dalam standar hukum biasa, mengeliminasikan kaidah hukum luar biasa yang menjadi landasan tugas KPK untuk memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa!" tegas Umar. "Dengan memakai hukum biasa untuk memberantas korupsi yang kejahatan luar biasa, jelas Indonesia segera kembali ke zaman keemasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

Kalau pemerintah dan DPR sudah sepakat dan bekerja sama untuk itu, siapa yang bisa menahannya?" "Salah satu hal yang mendapat sorotan Wantimpres adalah tentang hakim komisaris atau hakim pemeriksa, yang dalam RUU KUHAP menjadikan KPK hanya subordinat hakim tersebut!" tukas Amir. 

"Selain hakim tersebut bisa menghentikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan KPK kapan saja, untuk melakukan penyadapan KPK juga harus minta izin kepada hakim tersebut. Jika kemudian ada sesuatu yang menurut hakim itu darurat, penyadapan bisa dia perintahkan untuk dihentikan!" "Demikian superiornya kekuasaan hakim komisaris itu! 

Orangnya entah siapa pula diberi kesaktian mandraguna mengebiri KPK!" timpal Umar. "Itu baru satu hal, padahal menurut Wantimpres ada 12 hal, yang berarti bisa membuat KPK pusing 12 keliling menghadapi 12 mata pisau yang siap dipakai mengebiri KPK!" "Namun, mudah dipahami kenapa pemerintah dan DPR bernafsu mengebiri KPK!" tegas Amir. 

"Pemerintah dalam arti para pejabat teras dan para petinggi partai berkuasa banyak tergaruk oleh KPK terkait kasus korupsi! Demikian pula DPR dari aneka partai politik banyak kadernya—terutama di DPR—dijerat kasus korupsi oleh KPK! Itu akibat kekuatan hukum KPK yang luar biasa bagi menyikat korupsi sebagai kejahatan luar biasa! Oleh sebab itu, kekuatan hukum KPK itu yang mereka kebiri!" ***
Selanjutnya.....

Mimpi Indonesia Ekspor Garam!


"MESKI Indonesia negeri maritim bergaris pantai sangat panjang, sampai hari ini lebih 70% kebutuhan garam untuk rumah tangga dan industrinya masih dipenuhi dengan impor, terutama dari India dan Australia!" ujar Umar. "Produksi dalam negeri 2013 sebesar 1,1 juta ton dari lahan seluas 29.367 hektare, peningkatan dari 2012 seluas 26.978 hektare, dan 2011 seluas 24.140 hektare!" (Detik.com, 21/2) 

"Luas ladang garam nasional itu lebih kecil dari Register 45, seluas 43 ribu hektare!" timpal Amir. "Sudah 68 tahun merdeka, garam saja tak bisa swasembada! Padahal banyak penganggur dan berladang garam lumayan—per hektare bisa 3 ton/bulan, per kg Rp400, per keluarga bisa 2 hektare!"

"Itu karena pemerintah pakai kacamata kuda dalam peningkatan produksi pangan, hanya fokus ke sektor pertanian!" tegas Umar. "Andaikan program pengadaan dan penyiapan lahan transmigrasi dialihkan untuk ladang garam, dalam lima tahun mungkin kebutuhan garam bisa dipenuhi! 

Selanjutnya, bisa mimpi Indonesia ekspor garam—seperti didambakan Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan Riyanto Basuki!" (Detik.com, idem) "Seiring itu, produsen garam membuat proyek garam inti rakyat (GIR), pakai pendekatan bisnis dan bekerja sama bank, sampai akhirnya rakyat menjadi produsen garam dengan memiliki sendiri ladang garamnya!" timpal Amir. 

"Artinya, banyak jalan bisa ditempuh jika memang bertekad mencapai swasembada garam! Dengan realitas Tanah Air kita, kalau garam saja tak bisa swasembada, akan lebih sukar mewujudkan swasembada daging sapi, kedelai, atau bawang putih!" "Atau juga perusahaan yang sudah punya pabrik komoditas tertentu, seperti gula atau sawit, diminta untuk membuat usaha produsen garam, dengan batuan fasilitas pengadaan lahan dari pemerintah!" tukas Umar, 

"Pokoknya harus ditempuh aneka cara agar kita tidak impor garam lagi! Soalnya, semua negara berpenduduk lebih 200 juta merupakan produsen garam! China memproduksi garam 65 juta ton per tahun, Amerika Serikat 44 juta ton, India 18 juta ton! Bahkan Jerman dekat kutub, produksi garam 22 juta ton setahun!" 

"Sedangkan Indonesia, dengan kebutuhan sekitar 3 juta ton garam setahun, tak bisa memenuhi sendiri!" sambut Amir. "Untuk menjamin adanya penanganan serius, tak cuma angan-angan terus, Kadin, Hipmi, dan Apindo membentuk komite garam! Misinya, agar bangsa ini tak inferior lagi, swasembada garam saja tak becus!" ***
Selanjutnya.....

3 Syarat Indonesia Jadi Negara Maju!


"INDONESIA perlu melakukan investasi di bidang sumber daya manusia untuk mendorong tranformasi ekonomi dari negara berpendapatan menengah menjadi negara maju!" ujar Umar. "Itu satu dari tiga syarat Indonesia jadi negara maju dari Menteri Keuangan M. Chatib Basri dalam kuliah umum di Australia. Dua syarat lainnya, membangun infrastruktur dan kelembagaan!" (Kompas.com, 22/2) 

"Pembangunan sumber daya manusia telah menjadi komitmen bangsa, hingga anggaran pendidikan diplot 20% dari APBN dan APBD," timpal Amir. "Namun 20% itu ternyata relatif kecil untuk kebutuhan memajukan secara signifikan pendidikan nasional, karena gaji guru yang sebenarnya masuk gaji aparatur oleh MK dimasukkan anggaran pendidikan! Akibatnya, sejauh ini indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia selalu bercokol di peringkat 120-an dari 187 negara."

"Belum lagi APBD pendidikan diakali tak murni untuk pendidikan umum, tapi juga pendidikan di dinas/instansi yang sudah dikelola Badan Diklat!" tukas Umar. "Jadi, dalam pembangunan manusia, harus dimulai dari penjernihan melihat porsi anggaran sebenarnya! 

Tanpa itu, bukan kemajuan, melainkan justru semakin tertinggal dari tetangga sekawasan!" "Lalu infrastruktur! Selama reformasi, kecuali lanjutan program era sebelumnya, pembangunan jalan dan irigasi baru nyaris nol!" lanjut Amir. "Boro-boro membangun yang baru, merawat yang ada saja banyak jalan provinsi dan jalan kabupaten hancur! 

Dana bagi hasil dari aneka pajak untuk itu, dikuras untuk belanja aparatur dan elite daerah di eksekutif dan legislatif!" "Kemudian kelembagaan, menyangkut tiga hal, kepemimpinan, koordinasi, dan kompetensi!" tegas Umar. "Selain banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi, pernyataan Menteri Gamawan Fauzi para bupati dan wali kota telah jadi raja-raja kecil yang diundang rapat gubernur tak datang, menunjukkan soal kelembagaan parah! 

Karena, itu cermin kepemimpinan tak standar, tak kenal koordinasi, akibat memang sebagian besar sebenarnya tak kompeten untuk peran kepala daerah!" "Itu terjadi karena reformasi membuka luas kesempatan berburu kekuasaan, tapi sistemnya tak punya selektor kompetensi dalam penjenjangan kaderisasi untuk rekrutmen pemimpin!" timpal Amir. 

"Akhirnya, kursi pemimpin dijubeli orang tidak kompeten, tak mengerti koordinasi, sebab sebenarnya belum layak memimpin! Membangun kelembagaan tanpa tekanan kompetensi dalam rekrutmen pemimpin, bisa gagal jadi negara maju!" ***
Selanjutnya.....

Peluang Rupiah Menguat Lagi!


"PELUANG bagi rupiah untuk menguat lagi terbuka! Risalah rapat The Fed bocor Rabu sore (Kamis pagi WIB) yang dalam sesaat memerahkan saham Wall Street sekaligus menaikkan harga emas—yang berarti melemahkan dolar!" ujar Umar. "Dalam waktu singkat menjelang tutup itu indeks Dow Jones anjlok 0,56%, S%P 500 turun 0,65%, dan Nasdaq merosot 0,82%." "Saham perbankan turun lebih tajam! JP-Morgan Chase turun 2,1%, Citigroup turun 2,4%, Bank of America turun 1,6%," timpal Amir. 

"Risalah itu mengungkap pembuat kebijakan makin optimistis. Meski mayoritas masih melihat tingkat suku bunga acuan jangka pendek di tingkat ultra rendah 0%—0,25% hingga 2015, beberapa orang mendukung menaikkan suku bunga lebih tinggi secepatnya, bahkan menunjuk ke pertengahan 2014!" (Kompas.com, 20/2)

"Peningkatan suku bunga acuan akan menjadi beban perbankan yang kemudian jadi beban dunia usaha sehingga secara tidak langsung bisa melemahkan dolar!" tegas Umar. "Di lain sisi, setiap terjadi pelemahan dolar AS, mata uang kawasan Asia secara bersama—termasuk rupiah—kursnya meningkat atas dolar AS seperti dua pekan terakhir hingga rupiah lolos dari jerat kurs Rp12 ribuan dan kembali ke Rp11 ribuan/dolar AS!" 

"Tren menguatnya rupiah itu direspons Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Kamis pekan lalu yang memutuskan suku bunga acuan (BI rate) dipertahankan pada 7,5%," sambut Amir. 

"Dalam jumpa pers BI menyatakan transaksi berjalan membaik. Dari defisit pada triwulan III 2013 sebesar 3,8% PDB, pada triwulan IV 2013 berkurang menjadi 1,98% PDB." "Kalau waktu 3,8% PDB nilainya 31 miliar dolar AS, berarti kini defisitnya tinggal 15 miliar dolar AS!" tukas Umar. 

"Defisit neraca perdagangan juga membaik, sesuai data BPS, dari triwulan III 2013 sebesar 5,6 miliar dolar AS, akhir tahun tinggal 4,1 miliar dolar AS! Dukungan positif sejalan dari dalam dan luar negeri untuk lebih memperkuat rupiah lagi ke depan!" 

"Syaratnya pemerintah tak membuat kebijakan ekonomi mendadak!" tegas Amir. "Salah satu tekanan yang bisa membuat pemerintah membuat kebijakan mendadak adalah kenaikan harga minyak dunia yang mencapai tingkat tertinggi sepanjang 2014—light sweet Texas jadi 103,31 dolar AS/barel, Brent North Sea jadi 110,47 do;ar AS/barel! 

Dengan konsumsi BBM meningkat sedang produksi turun dari 860 ribu barel/hari jadi 804 ribu barel/hari, belanja BBM dan subsidi APBN meningkat drastis—bisa mendorong pemerintah membuat kebijakan yang memengaruhi penguatan rupiah!"
Selanjutnya.....

Lagi, Kemiskinan Tekuk Pemerintah!


"TAHUN 2014 pemerintah kembali gagal mengurangi kemiskinan dari target yang ditetapkannya sendiri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2009—2014, seharusnya 2014 pada 8%—10%, ternyata proyeksi terakhir mengarah 10,54%—10,75% pada 2014!" (Kompas.com, 20/2) ujar Umar. 

"Itu mengulang 2013, kisah kemiskinan menekuk pemerintah dengan jumlah orang miskin 28,07 juta (11,37%) pada Maret 2013, naik menjadi 28,55 juta (11,47%) pada September 2013." (BPS, 2-1-2014) "Kegagalan pemerintah memenuhi target yang ditetapkannya sendiri itu terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas Rabu (19/2)," timpal Amir.

"Pada 2013 hal itu terjadi dengan pertumbuhan ekonomi 5,78%. Dalam rapat Banang itu, proyeksi pemerintah untuk pertumbuhan 2014 mengarah 5,8%—6%! Jadi kalaupun proyeksi pertumbuhan dari pemerintah tercapai, tak jauh beda dari 2013!" 

"Bertekuk lututnya pemerintah pada kemiskinan meski anggaran mengurangi kemiskinan pada 2013 mendekati Rp100 triliun—lewat aneka program dari raskin, segala jenis PNPM sampai 'Balsem' kompensasi kenaikan harga BBM 17 Juli 2013—menunjukkan kemiskinan itu bukan masalah sepele, tak bisa diselesaikan hanya dengan kelihaian silat lidah beretorika!" tegas Umar. 

"Untuk itu layak disadari, kemiskinan merupakan salah satu warna dasar di kanvas kehidupan!" "Karena itu, program-program mengatasi kemiskinan juga harus memiliki bobot pemaknaan yang esensial!" timpal Amir. "Tak cukup hanya hitungan jumlah dana sekian menurunkan kemiskinan sekian persen! Kemiskinan itu bukan sekadar angka-angka, tapi realitas hidup!" 

"Artinya, kegagalan pemerintah dalam mewujudkan targetnya atas kemiskinan dalam dua tahun terakhir harus ditarik hikmahnya oleh siapa pun yang memerintah periode berikutnya!" tegas Umar. "Hikmah itu, dengan perencanaan sangat solid dan dana yang amat besar saja, pemerintah gagal mengatasi kemiskinan! Konon lagi kalau cuma retorika kosong!" 

"Maka itu, pendekatan menangani kemiskinan terbaik lewat pemaknaan kemiskinan sebagai warna dasar kanvas kehidupan tadi!" timpal Amir. "Gunakan warna dasar itu untuk menciptakan harmoni di permukaan kanvas! Jadikan warga miskin subjek dalam berbagai proses kehidupan, tak lagi hanya dijadikan objek yang dianggap lemah! Beri kesempatan dan kepercayaan, bukan 'Balsem'!"
Selanjutnya.....

Neoliberalisme Masuk Pendidikan!


"PAKAR pendidikan H.A.R. Tilaar menyatakan neoliberalisme sudah masuk ke dunia pendidikan sehingga arah pendidikan jadi tidak jelas seperti sekarang!" kutip Umar dari Konvensi Pendidikan PGRI di Jakarta. "Pendidikan Indonesia, tegas Tilaar, belum memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cakap, kreatif, dan bertanggung jawab! Padahal Indonesia sudah harus menciptakan generasi emas yang bisa memajukan kehidupan bangsa!" (Kompas.com, 19/2) 

"Neoliberalisme dalam dunia pendidikan sering dimaksudkan sistem pendidikan yang terombang-ambing oleh dinamika mengikuti perkembangan zaman sehingga tercerabut dari kebudayaan nasionalnya, yang seharusnya justru sebagai fondasi sistemnya!" timpal Amir.

"Untuk pendidikan nasional Indonesia, yang baru dikembalikan embel-embel 'kebudayaan' pada nama kementeriannya, bisa disimak ulang—termasuk dalam kurikulum 2013—sejauh mana sistemnya telah berdasar pada kebudayaan nasional sebagai fondasi?" 

"Masih perlu diperkuat dan dipertegas lagi!" tegas Umar. "Sebab, maksud neoliberalisme Tilaar itu juga terlalu bebas-(liberal)-nya pengelolaan pendidikan sehingga sering bukan berorientasi pada kualitas pendidikan, melainkan lebih berorientasi pada kepentingan birokrat dan penguasa lokal! Guru, sering dijadikan komoditas politik oleh elite politik lokal!" 

"Posisi guru dijadikan komoditas politik kurang tepat dengan pandangan Tilaar, kunci perubahan pendidikan serta membangun sumber daya manusia berkualitas sepenuhnya ada di tangan guru!" tukas Amir. "Meski demikian, penting peran guru, dengan dipandang sebatas komoditas itu, guru bahkan organisasi guru sering tidak dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan, baik oleh birokrasi pendidikan maupun penguasa daerah!" 

"Celakanya, perlakuan terhadap guru sebagai komoditas politik tak diimbangi pemenuhan hak guru meningkatkan kapasitas pribadinya melalui pendidikan berkala! Akibatnya guru berduyun-duyun membayar untuk mengikuti seminar atau workshop menambah pengetahuannya!" tegas Umar. 

"Dengan itu, neoliberalisme dalam pendidikan juga berarti bebasnya dunia pendidikan sebagai pasar pelatihan untuk mengeruk uang dari para guru—yang butuh cukup banyak sertifikat pelatihan buat memenuhi syarat sertifikasi guru! Pokoknya, banyak pintu masuk buat neoliberalisme!" ***
Selanjutnya.....

Rupiah Menguat, Tapi ‘Bocor Alus’!

“KURS mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhir pekan lalu menguat signifikan mencapai kurs tengah Rp11.600/dolar AS!” ujar Umar. “Namun, kondisi itu tak bisa ditingkatkan jadi lebih baik! Justru terjadi ‘bocor alus’, Selasa sore kurs tengah merosot jadi Rp11.875. (www.seputarforex, 18/2, pukul 15.00) “Boro-boro meningkatkan dari kondisi baik yang telah tercapai, mempertahankan itu sedikit lebih lama saja gagal!” timpal Amir. 

“Masalahnya, kondisi itu terwujud bukan sebagai hasil usaha pihak kita, melainkan sebagai dampak positif bagi kita dari laporan ekonomi AS yang mengecewakan pasar dan melemahkan dolar! Rupiah pun ikut terdongkrak naik kursnya ke dolar!”

“Laporan dimaksud dari Departemen Perdagangan AS Kamis (13/2) menyatakan penjualan ritel mencatat penurunan disesuaikan secara musiman 0,4 persen pada Januari 2014, lebih buruk dari penurunan 0,1 persen yang diperkirakan para ekonom!” tegas Umar. 

“Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja mengatakan klaim pengangguran awal naik sebesar 8.000 menjadi 339 ribu disesuaikan secara musiman dalam pekan yang terakhir 8 Februari, lebih tinggi dari ekspektasi pasar 330 ribu. (Kompas.com, 14/2) Padahal data akhir Januari 2014 saja pengangguran AS telah tercatat 6,6 persen, tertinggi dalam 5 tahun terakhir!” 

“Kejadiannya seperti main badminton, kita mendapat poin bukan dari hasil smes yang kita lakukan, tapi karena lawan membuat kesalahan—fault!” tukas Amir. “Meski demikian, tetap harus disyukuri karena ketegangan kita akibat tekanan terhadap kurs rupiah jadi sedikit longgar! 

Sekaligus, sebenarnya, lebih kena jika dibuat kebijakan untuk memanfaatkan jeda tekanan itu menjadi peluang!” “Semisal dana ekspatriat yang parkir lebih lama diberi insentif sehingga karena mau dia transfer ke negerinya dolar sedang lemah, ia lebih nyaman mengistirahatkan lebih lama dananya di sini!” sambut Umar. 

“Dengan nyamannya dana asing parkir di sini, rupiah jadi lebih tenang dari tekanan jual untuk ditransfer dalam dolar!” “Kita belum terlatih melakukan reaksi cepat untuk hal-hal seperti itu! Itulah pula sebabnya bisa terjadi ‘bocor alus’ dari kurs yang sempat ideal itu!” kata Amir. 

“Di sisi lain, perbaikan dari penurunan pejualan ritel dan naiknya pengangguran di AS—akibat badai salju—itu bisa cepat diatasi untuk memulihkan dolar, cukup hanya lewat rapat Ketua Federal Reserve Janet Yellen dengan Komite Perbankan Senat! 

Dengan langkah Yelen yang begitu mudah meyakinkan pasar itu, kurs dolar kembali naik dan rupiah telantar lagi!” ***
Selanjutnya.....

Badai Salju Dahsyat Landa Jepang!


"BADAI salju terdahsyat beberapa dekade melanda Jepang sejak Jumat dan Sabtu, 11 orang tewas di beberapa prefektur sekitar Tokyo dan lebih 1.000 orang cedera di seluruh negeri!" ujar Umar. 

"Ratusan orang dievakuasi dari rumah mereka akibat tumpukan salju lebih dari 1 meter, sejumlah penerbangan dibatalkan, dan sejumlah jalan raya di Tokyo juga ditutup Sabtu." "Kantor berita Kyodo melaporkan banyak atap bangunan runtuh karena tak kuat menahan beban salju yang tebal dan ratusan pengemudi terjebak macet selama beberapa jam!" timpal Amir.

"Salju tebal menumpuk di Tokyo pada Jumat dan Sabtu dan kota-kota lain. Pekan lalu penduduk Tokyo telah diperingatkan akan terjadinya sejumlah badai salju untuk pertama kalinya sejak beberapa dekade! Perkiraan cuaca memperingatkan longsoran es dan badai mengarah ke utara menuju Hokkaido." (BBC/Kompas.com, 17/2) 

"Dari korban tewas dan cedera, tampak badai salju yang melanda Jepang lebih buruk dari letusan Gunung Kelud!" tukas Umar. "Lebih dari itu, jika letusan gunung berapi tak ada kaitannya dengan ulah manusia, badai salju terkait perubahan iklim akibat pemanasan global yang diakui terjadi sebagai konsekuensi ulah manusia! 

Namun, keduanya tetap berupa bencana yang menuntut simpati dan empati turut merasakan duka cita para korbannya!" "Bencana badai salju Jepang yang terkait ulah manusia dan lebih bisa diprediksi tibanya, tapi tetap membuat negara semaju Jepang tak berdaya, mengingatkan kita pada puisi Nisan dari Chairil Anwar—ada Maha Tuan bertakhta yang tinggi di atas debu dan duka!" timpal Amir. 

"Debu, itulah manusia dengan aneka dukanya!" "Badai salju yang melanda Jepang itu pun mungkin yang terakhir musim ini, setelah lebih dahulu melanda Amerika dan Eropa, dengan akibat yang sama buruknya!" tegas Umar. 

"Semua negara maju itu sama, meski bisa memperkirakan tibanya badai, tak bisa mencegah, hanya bisa memperkecil akibatnya! Itulah esensi bencana bagi debu dan duka, ada kekuatan yang lebih menentukan di luar kemampuan manusia!" "Itu setelah menjadi bencana!" timpal Amir. 

"Untuk bencana yang terjadi akibat ulah manusia, bisa dicegah sebelum terjadi dengan memperbaiki kerusakan alam penyebab bencana tersebut! Seperti banjir, dicegah dengan memperbaiki kerusakan alam di hulu aliran sungai! 

Tapi badai salju akibat pemanasan global, belum ada yang berhasil menurunkan suhunya, cuma memperlambat peningkatan panasnya!"
Selanjutnya.....

Pertumbuhan Eropa di Atas Prediksi!


"EKONOMI Eropa kuartal IV 2013 tumbuh 0,3%, di atas prediksi 0,1%, hingga selama 2013 pertumbuhan ekonomi zona Euro menjadi 1,2%," ujar Umar. "Pertumbuhan itu masih jauh dari kemampuan mengatasi pengangguran amat buruk di kawasan beranggota 28 negara itu, tapi menurut pengamat cukup menggembirakan karena mencerminkan arah yang benar keluar dari krisis." (Kompas.com, 15/2) 

"Sejak krisis pengangguran terburuk terjadi, rata-rata di semua negara 12%, tertinggi Yunani 28%, disusul Spanyol 25%!" timpal Amir. "Sebanyak 60% angkatan kerja muda sampai 25 tahun di kedua negara itu menganggur! Sebaliknya Jerman, Merkel berhasil jadi kanselir tiga priode berkat menekan pengangguran pada 5% di tengah badai krisis seburuk itu. Bandingkan, di Amerika Serikat saja Januari 2014 pengangguran 6,6%, terburuk dalam lima tahun!"

"Perbaikan ekonomi Eropa diharapkan banyak negara yang menjadikan kawasan itu tujuan klasik ekspor hasil buminya, seperti Indonesia!" tegas Umar. "Demikian pentingnya ekspor ke Eropa bagi negara seperti Indonesia bisa dilihat, kriris Eropa yang menurunkan impornya bukan hanya menyulut defisit perdagangan, malah defisit neraca berjalan (current account) yang sangat dalam—November 2013 tercatat 31 miliar dolar AS! 

Jadi, jika ekspor ke Eropa pulih, kedua jenis defisit serangkai itu akan tertutup kembali!" "Bukan hanya itu, turunnya permintaan dari Eropa atas komoditas tradisional kita juga menurunkan harganya di pasar dunia!" timpal Amir. 

"Artinya, kembali naiknya permintaan dengan pulihnya ekonomi Eropa, harga komoditas pertanian rakyat dari karet, kopi, lada, cokelat, dan lainnya ikut kembali naik!" "Menciptakan lapangan kerja secepatnya setelah membaiknya kembali ekonomi menjadi prioritas kebijakan!" tegas Umar, 

"Sebab, ironis bagi negeri welfare state (negara kesejahteraan) di Uni Eropa itu, semakin besar jumlah pengangguran jadi semakin berat beban keuangan negara—memenuhi tunjangan pengangguran!" "Itu pelajaran pahit dari krisis Eropa! 

Dan itu bukan hanya berlaku bagi warga kawasannya, tapi juga warga belahan bumi lain, termasuk Indonesia!" timpal Amir. 

"Krisis Eropa menyulut defisit perdagangan dan neraca berjalan, usaha mencari negara pengganti tujuan ekspor cuma dalam retorika! 

Sedang ekspor ke China sebagai alternatif, cuma booming batu bara dan bauksit yang dikeruk dari permukaan bumi! Sedang komoditas budi daya justru Indonesia terbenam dalam tumpukan barang made in China!" ***
Selanjutnya.....

Letusan Kelud Dua Kali Merapi!


"LETUSAN Gunung Kelud Kamis malam melontar ke udara setinggi 17 km 76 ribu meter kubik material vulkanik menyebar sejauh 700 km dari lokasi di Ngancar, Kediri—di perbatasan Kabupaten Malang dan Blitar!" ujar Umar. "Akibatnya, 6 korban tewas erupsi Kelud terdapat di Kabupaten Malang—semua manula!" 

"Kepala Litbang Teknologi Kebencanaan Geologi Subandriyo mengatakan letusan Kelud setinggi 17 km itu hampir dua kali lipat lebih besar dari letusan Gunung Merapi 2010!" timpal Amir. "Jatuhan abu Kelud pun lebih jauh dengan volume lebih besar!" (Kompas.com, 15/2)

"Selain warga Solo panik Jumat pagi oleh hujan abu yang gelap, sampai siang jarak pandang hanya 4 meter!" tukas Umar. "Lebih heran lagi warga Yogyakarta, letusan Merapi saja tidak menyebabkan hujan abu sebesar hari Jumat itu! 

Apalagi warga Jawa Barat, Tasik sampai Bandung! Tujuh bandara, Malang, Surabaya, Solo, Yogyakarta, Semarang, Cilacap, Bandung ditutup!" "Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempang benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. 

Sejak tahun 1300 Kelud tercatat aktif meletus dengan rentang waktu relatif pendek (9—25 tahun)—sejak abad ke-15 telah memakan korban lebih 15 ribu jiwa!" timpal Amir. "Korban terbesar tahun 1586, lebih 10 ribu jiwa tewas! 

Terbesar kedua terjadi 20 Mei 1919, menewaskan 5.160 jiwa!" (Wikipedia) "Kediri itu salah satu pusat peradaban Nusantara awal Milenium II (1042—1222), dengan kerajaan bernama Panjalu—lanjutan dari Kahuripan, dilanjutkan jadi Singosari setelah pemberontakan Ken Arok!" sambut Umar. 

"Kawasan itu pun punya banyak epik, salah satunya Panji Semirang! Juga dongeng terkait amuk Kelud, Lembu Suro dan Maheso Suro!" "Alkisah, di kawasan Kelud itu dahulu ada kerajaan Jenggala Manik, punya putri ayu jelita bernama Dewi Kilisuci yang dilamar oleh dua raja, Raja Lembu Suro (manusia berkepala sapi) dan Raja Mahesa Suro (berkepala kerbau)," tutur Amir. 

"Untuk menolak kedua pinangan mustahil, ia buat sayembara masing-masing membuat dua sumur di puncak Kelud, yang satu airnya amis dan satu lagi harum, harus siap dalam satu malam sebelum ayam berkokok! Ternyata keduanya bisa!" sela Umar. 

"Dewi Kilisuci pun minta bukti air dari sumur itu!" "Saat keduanya masuk sumur, prajurit jenggala menimbun lubang sumur dengan batu!" sela Umar. "Sebelum tewas Lembu Suro bersumpah akan membalas tindakan kejam itu! Dan setiap Kelud meletus, warga Jenggala Manik kuno menganggap itu pembalasan dari Lembu Suro!" ***
Selanjutnya.....

Kekuasaan MK Jadi Absolut!


"SETELAH mengesampingkan semua kritik yang menyebut tak etis Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili sendiri uji materi UU terkait lembaganya, MK membatalkan seluruh isi UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi!" ujar Umar. 

"MK lalu memutuskan UU Nomor 24 Tahun 2003 berlaku kembali!" "Dengan putusan MK itu, substansi UU Nomor 4/2014 menyangkut persyaratan calon hakim konstitusi, dan pembentukan panel ahli serta Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) tidak berlaku lagi!" timpal Amir.

"Terhapusnya MKHK sekaligus menjadikan MK sebuah kekuasaan absolut, tidak ada satu pun badan baik eksternal maupun internal yang melakukan kontrol terhadap sepak terjang, baik para hakim konstitusi maupun lembaganya—satu-satunya lembaga yang tak kenal check and balance di negara demokrasi!" 

"Tapi mereka kan cuma kembali ke UU 24/2003, yang berarti kondisi serupa pernah terjadi di negeri ini!" tegas Umar. "Kalau dalam pelaksanaan UU itu MK bisa menjadi kekuasaan absolut, yang salah bukan para hakim konstitusi! 

Melainkan pemerintah dan politikus di parlemen yang membuat UU tersebut, yang ternyata 'bocor halus', bisa membuat kekuasaan MK dan hakim konstitusi tak kenal kontrol! Hingga, pada 2006 dengan kekuasaan absolut yang diberikan oleh para pembuat UU No. 24/2003 itu, MK membatalkan fungsi pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap MK!" 

"Tapi yang menyedihkan sekali alasan pembatalan UU yang diangkat dari perppu tersebut!" tukas Amir. "Yakni, MK menilai pembentukan perppu yang kemudian jadi UU itu tak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa. 

Meskipun kegentingan yang memaksa menjadi subjektivitas Presiden, menurut MK, subjektivitas itu harus memiliki dasar objektivitas yang sesuai dengan syarat konstitusi!" "Padahal, perppu itu lahir akibat Ketua MK waktu itu, Akil Mochtar, ditangkap KPK terlibat kasus korupsi menyalahgunakan kekuasaannya di MK!" timpal Amir. 

"Penilaian bahwa korupsi ketua MK bukan kegentingan memaksa sesuai objektivitas syarat konstitusi, hingga seolah-olah konstitusi tidak antikorupsi, jelas memprihatinkan!" "Namun, meski segala kontrol formal berhasil dielakkan MK, jangan kira tak ada kontrol yang justru selalu efektif! Yakni kontrol pers!" kata Umar. "Kontrol pers, sebagian besar cukup lewat pemberitaan sehari-hari, mampu membentuk kesan publik tentang baik-buruknya MK!"
Selanjutnya.....

'Missmatch' Produksi-Konsumsi BBM!


"DIRJEN Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan telah terjadi missmatch antara produksi dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), produksi terus menurun sedang konsumsi terus meningkat!" ujar Umar. 

"Dalam seminar di Jakarta Kamis (13/2) ia mengatakan produksi 2013 sebesar 860 ribu barel per hari, 2014 jadi 804 ribu barel per hari! Sedang konsumsi 2014 diperkirakan mencapai 49 juta kiloliter, menguras subsidi sebesar Rp350 triliun!" (Kompas.com, 13/2) "Lebih memprihatinkan lagi, satu dekade ini tak ada ditemukan sumur baru!" timpal Amir.

"Terakhir ditemukan Blok Cepu, yang baru mulai berproduksi sekarang, 15 tahun kemudian! Maka itu, wajar kalau di forum itu Askolani mencemaskan bagaimana 20—30 tahun ke depan! Kalau laju penurunan produksi seperti sekarang, kurang dari 20 tahun produksi BBM kita sudah habis!" 

"Usaha mencari energi alternatif harus diprioritaskan, terutama energi baru terbarukan (EBT) yang paling aman dan murah biaya operasionalnya seperti panas bumi!" tegas Umar. "Selain itu, energi matahari yang setiap hektare ladang kaca menghasilkan 1 mw, dengan membuka kesempatan pada swasta untuk menggarapnya dengan menjual listrik murahnya ke PLN! Untuk itu, sampai 50 tahun ke depan mungkin jangan gegabah membangun PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir)! 

Jepang saja yang disiplin tinggi PLTN Fukushima bocor, apalagi kita yang dengan pembangkit tradisional saja sebentar-sebentar rusak dan giliran padam, pakai PLTN bisa menjadi bencana Bhopal kedua! 

Apalagi Indonesia cincin api, rawan gempa, dan letusan gunung!" "Dengan mengandalkan EBT, 30 tahun ke depan mobil sudah tak pakai BBM lagi, tapi cukup pakai listrik!" timpal Amir. "Secara teknologi menuju era itu Indonesia sangat diuntungkan, seperti kata banyak pakar di televisi, dalam riset dan penggarapan teknologi mobil listrik kita berangkat pada garis start yang sama dengan negara-negara maju!" 

"Tapi sebelum sampai ke era energi baru itu, APBN lebih dulu terkuras semakin dalam untuk subsidi BBM!" tegas Umar. "Memang perlu usaha yang sistematis untuk mengatasi kebuntuan soal subsidi, yang terus membengkak tak kepalang besar itu! Sudah banyak dicoba kebijakan tapi hasilnya tak memuaskan! 

Terakhir mobil dipasangi radio kontrol pengendali pengisian BBM, tapi karena penambahan jumlah mobil tak terkendali—lebih-lebih dengan mobil murah terakhir—subsidi BBM malah membengkak lebih pesat! Hanya pemerintahan yang berani tidak populer, dengan menghentikan subsidi BBM, yang mampu membawa negara bebas dari jerat subsidi BBM yang kian mencekik itu!" ***
Selanjutnya.....

Ekonomi, Pelihara Pertanda Baik!


"MESKI ancaman bencana masih membayangi, terutama banjir dan erupsi gunung berapi, pertanda baik ekonomi nasional muncul di paruh awal Februari 2014," ujar Umar. 

 "Staf Ahli Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, menyatakan surplus perdagangan Desember 2013 sebesar 1,52 miliar dolar AS selain menurunkan defisit neraca perdagangan dan defisit neraca berjalan (current account), sekaligus menambah cadangan devisa yang pada akhir Januari tercatat sebesar 100,7 miliar dolar AS! Untuk itu, Firmanzah mengimbau agar memelihara pertanda baik itu hingga menjadi tren positif sepanjang 2014!" (Kompas.com, 11/2)

"Untuk memelihara tren positif itu dengan menjaga kelancaran distribusi kebutuhan pokok rakyat dan sarana produksi, menurut dia, Pemerintah Pusat menggesa perbaikan infrastruktur jalan yang rusak akibat bencana yang merebak bulan terakhir di nyaris semua daerah," timpal Amir. 

"Selain itu, pemerintah meminta BI menjadwal ulang kredit pada korban bencana, kemudian memberi bantuan tunai kepada petani yang tanaman padinya rusak akibat bencana sampai Rp2 juta/hektare!" "Usaha memelihara tren positif itu tentu harus didukung oleh pemerintahan daerah, baik pemprov maupun pemkab-pemkot, karena infrastruktur jalan yang rusak itu menjadi kesatuan jaringan—jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota!" tegas Umar. 

"Jadi, kalau jalan negara saja yang diperbaiki, sedangkan jaringan lainnya rusak—bahkan separah selama ini—distribusi kebutuhan pokok rakyat bisa tersendat, dengan akibat tren positif yang harus dipelihara itu malah berantakan!" 

"Kegagalan memelihara pertanda baik, apalagi menjadikannya sebagai momentum perbaikan, bisa berakibat kondisi ekonomi nasional yang pada 2014 diprediksi Bank Dunia hanya akan tumbuh 5,3%, akan lebih buruk dari 2013—yang meskipun tumbuh 5,78% jumlah warga miskin bertambah dari Maret 2013 sebesar 11,37% menjadi 11,47% pada September 2013!" kata Amir. 

"Jika pertumbuhannya lebih rendah, logis andai dampaknya lebih buruk! Komitmen kalangan pemerintahan daerah—eksekutif dan legislatif untuk saksama memelihara tren baik itu menjadi kuncinya!" "Artinya semua pihak di pemerintahan daerah konsolidasi melakukan hal-hal yang prioritas untuk memelihara pertanda baik itu!" tegas Umar. 

"Disepakati bersama anggaran darurat untuk itu dengan mengeyampingkan hal-hal kurang relevan, lebih-lebih yang hanya terkait kepentingan pribadi elite!"
Selanjutnya.....

Membaca Air Mata Megawati!


"PADA akhir acara Mata Najwa di Metro TV baru-baru ini, Megawati Soekarnoputri terdiam saat ditanya apa impian mata hatinya. Beberapa saat kemudian dengan suara dalam dari lubuk hatinya dan mata berkaca-kaca ia menjawab, ‘Indonesia raya!’" ujar Umar. 

"Yudi Latief membaca gagasan Indonesia raya yang dimaksud Megawati itu dari era Kebangkitan Nasional sampai realitas masa kini yang ditutup dengan nyanyian Ibu Pertiwi sedang bersusah hati melihat kehancuran alam negerinya, tapi hasilnya tak sebanding dalam mengatasi penderitaan rakyatnya!" (Kompas.com, 11/2) 

Bicara tentang Indonesia raya, menyangkut konsep dasar atau desain awal perjuangan kemerdekaan bangsa!" timpal Amir. "Dan intinya seperti dalam lagu kebangsaan yang pertama dikumandangkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya! Kenyataannya, sampai hari ini indeks pembangunan manusia Indonesia masih berada di peringkat 120-an dari 187 negara yang diperingkat PBB!

Sebagai negara terbesar keempat dunia (penduduknya) dengan kekayaan alamnya yang melimpah sejak dulunya, peringkat itu belum mencerminkan tekad ‘bangunlah jiwanya bangunlah badannya’ tersebut!" "Membangun kembali dengan desain awal seperti pada Candi Borobudur lazim disebut restorasi!" sambut Umar. 

"Kalau untuk mewujudkan Indonesia raya impian mata hati Megawati memang tepat disebut restorasi, pertama tentu harus diwujudkan dulu kedaulatan bangsa ini atas tanah airnya seperti yang tecermin pada pengelolaan kekayaan alamnya oleh putra-putri pertiwi sendiri! Saat ini lebih 70 persen usaha pertambangan dikuasai asing!" 

"Untuk merestorasi hal itu ke desain awal sebagai wujud kemerdekaan bangsa, perlu nyali seperti Hugo Chavez, mendiang presiden Venezuela, yang bukan cuma merenegosiasi semua kontrak pengelolaan tambang dengan pihak asing, melainkan menerapkan prinsip-prinsip nasionalisasi sehingga hasilnya mencerminkan prinsip-prinsip kedaulatan bangsanya!" tegas Amir. 

"Masalahnya, adakah pemimpin yang mampu melakukan itu di Indonesia? Untuk merenegosiasi harga gas dari lapangan Tangguh (Papua) yang amat murah dengan China saja sampai saat ini belum berhasil! Konon lagi harus menaklukkan rsksasa-raksasa dari Amerika dan Eropa seperti dilakukan Hugo Chavez!" 

"Realitas Indonesia kini yang telah tenggelam dalam iklim neoliberalisme dunia, bahkan jauh berbeda dengan sikon Venezuela era Chavez!" timpal Umar. "Justru dalam neoliberalisme itu bukan hanya tambang dan kekayaan alam negeri kita, bahkan lahan pekerjaan profesional pun—dokter, guru, pialang, dan lainnya—disublimasikan sebagai lahan garapan internasional! Jadi, kita butuh tokoh yang lebih ulung dari Hugo Chavez untuk mewujudkan Indonesia raya!"
Selanjutnya.....

Capres, Ikuti Keinginan Rakyat!


"DALAM pidato di acara Hari Pers Nasional di Bengkulu, Minggu (9/2), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyarankan para calon presiden (capres) mengikuti keinginan rakyat!" ujar Umar. "Berbagi pengalaman dua kali ikut pilpres, ia ikuti keinginan rakyat dari pandangan, harapan, dan hati nuraninya! Bukan kutipan dari media! 

Jangan salah baca dan salah kalkulasi, tukas SBY." "Pada Pemilu 2009 bahkan SBY melawan arus opini media massa!" timpal Amir. "Ia jalankan terus program BLT—bantuan langsung tunai—padahal media mengritik program itu tak mendidik, bertentangan dengan tuntutan suka kerja keras!"

"Tapi bantuan yang bisa didapat dengan mudah mungkin memang keinginan rakyat saat itu, yang sedang terjepit oleh kesulitan akibat krisis keuangan global!" tukas Umar. "Media bicara dengan dasar idealnya menurut pendidikan moralitas perlunya semangat kerja keras! 

Tapi, terbukti, rakyat lebih suka bantuan yang mudah diperoleh tanpa kerja keras! Tujuannya kan mendapatkan dukungan rakyat untuk memenangkan pilpres, jadi pemenuhan keinginan yang mudah dan cepat menyenangkan rakyat itu pilihan utama! Bukan tuntutan kerja keras yang malah membuat rakyat sebal, kecewa!" 

"Tapi untuk capres sekarang yang belum bisa memainkan dana APBN untuk BLT, sedang membuat BLT swasta mustahil, harus putar otak mencari keinginan rakyat seperti apa yang bisa memberi mereka bantuan tanpa harus lewat kerja keras!" tukas Umar. 

"Sebab, mengajak rakyat kerja keras memperbaiki nasib kurang populer! Soalnya, menurut pengalaman, rakyat kecewa setelah bekeja keras, programnya yang muluk tak mencapai hasil optimal akibat bau korupsi! Jadi bukannya rakyat enggan kerja keras, tapi pengalaman kerja keras cuma berbuah kecewa!" 

"Memang lucu kalau seorang capres sok jagoan menawarkan program-program yang mendesak rakyat kerja keras!" timpal Amir. "Maka itu, SBY wanti-wanti jangan salah baca dan jangan salah kalkulasi! 

Keinginan rakyat itu umumnya telah teruji oleh pengalaman pahit!" "Pengalaman guru yang bijaksana!" tegas umar. "Karena itu, kalau untuk sekarang belum bisa membuat BLT, rakyat mungkin rindu pemimpin yang berani menjanjikan BLT jika ia terpilih, melanjutkan BLT kompensasi kenaikan harga BBM subsidi baru-baru ini! 

Karena BLT itu keinginan realistis, menjanjikannya saja pun sudah memberi harapan yang paling konkret dibanding janji-janji kosong lainnya!" ***
Selanjutnya.....

Menuju Generasi Cekak Pikir!

"PERUBAHAN dialektis sistem komunikasi massa dari broadcasting ke broadband berujung ke sintesis pointcasting. Jika sampai salah antisipasi, bisa mendorong generasi baru menuju 'cekak pikir'!" ujar Umar. "Hal itu bisa terjadi akibat sistem pointcasting utamanya lewat media sosial, pemahaman terhadap sesuatu didasarkan pada status, potongan informasi pendek, singkat, dan padat, kosok bali generasi tua yang mendapat pemahaman lewat buku-buku tebal yang isinya luas dan dalam!" "Penting dicatat, perubahan dialektis itu berorientasikan pembebasan!" timpal Amir. "Dalam sistem broadcasting satu sumber atau pemancar mendikte jutaan orang! Proses komunikasi massa menjadi panggung pemasaran kekuasaan yang terdesain, ter-make-up, dan terkontrol ketat demi kepentingan kekuasaan!" 

"Wajah Presiden Nixon yang sangar untuk tampil di televisi di-make-up hingga jadi familier, penyayang!" potong Umar. "Pada dimensi konten didesain jauh lebih rigid lagi, sampai kesan yang diciptakan lewat tayangan intens (berulang-ulang) sampai tertanam sebagai mitos! Kebenaran hasil desain media itu disebut hyper-reality!" "Paradigma broadcasting itu ditabrak oleh antitesisnya, sistem broadband, dengan satu customer dilayani jutaan situs yang memberikan kebebasan akses untuk mendapatkan segala macam dan jenis informasi yang nyaris tak terbatas!" tegas Amir. "Dalam sistem broadband, bukan saja kebebasan akses yang terbuka, melainkan juga kecepatan proses pengiriman data tak terbayangkan dalam beberapa dekade sebelumnya! Maksud istilah 3G, misalnya, berarti mampu mengirim 3 miliar huruf dalam satu detik! (kilo 000, mega 6 nol, giga 9 nol!) dan itu bisa dilakukan lewat ponsel kecil dalam genggaman tangan!"

 "Kebebasan akses dilanjutkan sintesis yang memparalelkan dalam kesetaraan antara sender dan penerima dengan kebebasan interaksi!" timpal Umar. "Para penguasa pun turun panggung ikut bermain di media sosial dengan segala konsekuensi, terutama untuk siap menerima kritik ceplas-ceplos, kadang nyelekit juga!" "Betapa dahsyat perubahan dalam sistem komunikasi massa dari determinasi penguasa mendikte hambanya, sampai menjadi setara dalam interaksi sosial di dunia maya!" tegas Amir. "Namun, selalu ada ekses dalam setiap langkah maju yang amat cepat itu, yakni esensinya jadi lebih pendek, enteng, dan dangkal! Untuk itu, perlu siasat bijak memboboti proses komunikasi di media sosial itu agar bisa lebih bermakna!" ***
Selanjutnya.....

Pers Sehat, Rakyat Berdaulat!

"HARI Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2014 yang dipusatkan di Bengkulu diberi tema Pers sehat rakyat berdaulat!" ujar Umar. "Tema itu mengesankan kedaulatan rakyat dalam kemerdekaan bangsa penentunya pers! Jika pers sehat secara eksistensial, operasional, dan idealismenya, kedaulatan rakyat bisa terwujud!" "Kenyataannya bagaimana?" sela Amir. "Laporan dari berbagai daerah dalam Rapat Kerja Nasional Serikat Perusahaan Pers (Rakernas SPS) yang diadakan di Bengkulu, Jumat, 7 Februari, juga dalam rangkaian acara HPN 2014, cukup kuat mengesankan dalam skala nasional banyak perusahaan pers yang belum sehat!" tegas Umar. "Belum sehat dalam arti kondisi internal perusahaan, sampai iklim persaingan usahanya! Sehingga, jika kesehatan pers nasional yang dijadikan ukuran seperti dalam tema HPN itu, rakyat Indonesia nyata belum berdaulat—meski sudah 68 tahun bangsa ini merdeka!"

"Masalahnya, tema itu mengisyaratkan kedaulatan negara yang dicapai lewat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu tidak serta-merta menjadi wujud dari kedaulatan rakyatnya!" kata Amir. "Dalam kedaulatan negara yang merdeka itu tidak sedikit rakyatnya yang masih hidup tertindas oleh aneka kekuasaan dalam masyarakat, dari kekuasaan politik sampai sosial ekonomi, yang bahkan ada lebih kejam dari penjajah itu sendiri! Karena itu, eksistensi pers secara esensial menurut tema itu harus mampu hadir sebagai pembebas bagi rakyat yang tertindas oleh warga bangsanya sendiri di alam kemerdekaan negaranya!" "Ide peran pers sebagai pembebas rakyat dari penindasan sesama warga bangsanya sendiri itu datang dari Amartia Sen, penerima Hadiah Nobel Ekonomi 1998," timpal Umar. 

"Hasil penelitiannya yang mencengangkan dunia menemukan di daerah-daerah (lokus: India era 1940-an) yang punya penerbitan pers relatif kritis, rakyatnya lebih jauh dari ancaman bahaya kelaparan! Sebaliknya daerah-daerah yang cuma punya 'pers ayam sayur' atau malah penjilat aneka penguasa di daerahnya, rakyatnya tertindas alias tak berdaulat dan acap menjadi korban bencana kelaparan!" "Jadi, tema HPN itu menyodok keras kesadaran masyarakat pers!" tegas Amir. "Agar introspeksi diri, baik secara khusus apakah pers yang dikelolanya sehat maupun secara umum kehidupan pers nasional sudah sehat, baik iklim usaha maupun idealismenya dalam bersikap kritis demi kepentingan rakyat!" ***
Selanjutnya.....

Terendus, Usaha Memasung KPK!

"KOALISI Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum mengendus proses pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan secara tertutup atau diam-diam untuk menghindari kritik atau perhatian dari publik maupun media!" ujar Umar. "Dari pemantauan koalisi, sejumlah pertemuan pembahasan RUU ini dilakukan malam hari dan dihadiri kurang dari separuh anggota Panja." (Kompas.com, 6/2) "Koalisi juga mengendus ada upaya percepatan yang akan dilakukan Panja DPR agar RUU KUHAP itu dapat disahkan April 2014, atau paling lambat Oktober 2014, sebelum jabatan anggota Dewan periode 2009—2014 berakhir!" timpal Amir. "Semua itu dilakukan diduga untuk memasung KPK dengan memangkas kewenangan, khususnya lewat 12 isu krusial dalam RUU KUHAP tersebut!"

"Ke-12 isu itu, (1) Dihapusnya ketentuan penyelidikan. (2) KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP. Ketentuan ini bisa meniadakan hukum acara khusus dalam penanganan kasus korupsi yang saat ini digunakan KPK!" kutip Umar, "(3) Penghentian penuntutan suatu perkara. Menurut RUU KUHAP, hakim pemeriksa pendahuluan (hakim komisaris) memiliki kewenangan menghentikan penuntutan suatu perkara!" "Lalu, (4) Tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan!" timpal Amir. "(5) Masa penahanan tersangka lebih singkat. (6) Hakim komisaris dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik dengan jaminan uang atau orang! (7) Penyitaan harus seizin hakim. (8) Penyadapan harus mendapat izin hakim. (9) Penyadapan (dalam keadaan mendesak) bisa dibatalkan oleh hakim!" "Kemudian, (10) Putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi ke MA. (11) Putusan MA tidak boleh lebih berat dari putusan Pengadilan Tinggi!" lanjut Umar. "Dan (12) Ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur! 

Koalisi juga menilai RUU KUHAP ini terkesan meniadakan KPK dan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi ini dapat dilihat dari tidak adanya penyebutan lembaga lain di luar kejaksaan, kepolisian, PN, PT, MA. Tanpa penyebutan secara khusus, jika disahkan, regulasi ini dapat menimbulkan polemik atau multitafsir!" "Jadi terkesan kuat, koalisi meragukan komitmen Panja dalam pemberantasan korupsi!" tegas Amir. "Menurut Kompas.com, itu karena beberapa anggota Panja bermasalah dengan KPK. Ada 65 politikus yang diproses hukum KPK, di antaranya telah divonis bersalah oleh pengadilan, dihukum pidana sebagai koruptor!" ***
Selanjutnya.....

DPR Tolak 3 Calon Hakim Agung!

"DPR—Dewan Perwakilan Rakyat—menolak semua dari tiga calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial (KY), Selasa!" ujar Umar. "Hal itu dilakukan Komisi III DPR usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah istilah kewenangan DPR dari memilih menjadi menyetujui atau menolak calon hakim agung yang diajukan KY! Ketiganya, Hakim Pengadilan Tinggi Makassar Suhardjono, Wakil Ketua PT Palu Maria Anna Samiyati, dan Hakim Tinggi Pengawas Sunarto, ditolak lewat voting 48 anggota Komisi III DPR." (Kompas, 5/2) "Ketua Komisi III DPR Pieter C. Zulkifli Simaboea mengatakan terbukti dalam uji kepatutan dan kelayakan, hasilnya mengecewakan!" kata Amir. "Seluruhnya mengecewakan, kualitas, kompetensi, dan kasus yang pernah ditangani sebelumnya!" (Koran Tempo, 5/1) "Komisioner KY bidang rekrutmen hakim, Taufiqurrohman Syahuri, menyatakan KY menghormati putusan DPR.

Otoritas DPR untuk menilai ketiga calon hakim agung tersebut," ujar Umar. "Namun, menurut dia, ketiga calon itu sosok terbaik yang ditemukan setelah melalui ujian yang berat dan ketat oleh KY serta tim penguji yang dibentuk KY. Tiga orang itu menyisihkan 50 peserta seleksi lainnya!""Ketua KY Suparman Marzuki terkesan kecewa!" kata Amir. "Ia menegaskan proses seleksi 50 calon yang menghasilkan tiga orang calon terakhir itu berlangsung selama enam bulan dengan menghabiskan biaya Rp3 miliar, dari tes psikologis, uji kesehatan, wawancara, hingga menelusuri rekam jejak! Merekalah yang terbaik! KY telah mengingatkan DPR tentang proses panjang itu. Menurut dia, proses di DPR terlalu sederhana untuk menyimpulkan tiga calon itu tidak berkualitas!" 

"Komisioner KY Imam Anshori Saleh juga mengklaim tiga calon yang diajukan itu yang terbaik!" ujar Umar. "Tidak ada laporan mereka pernah menerima suap! Bahkan, menurut hasil penelusurannya, hakim Suhardjono tinggal di rumah yang sederhana, selalu menolak parsel dari orang-orang yang beperkara! Fakta itu membuat Koran Tempo memasang judul besar DPR Tolak Hakim Antisuap!" "Namun, jelas, dengan hasil proses seleksi selama enam bulan yang menghasilkan tiga calon ditolak semua, Mahkamah Agung bakal kekurangan hakim agung!" kata Amir. "Menurut Taufiqurrohman, enam hakim agung yang pensiun tahun lalu belum tergantikan, tahun ini menyusul enam orang lagi pensiun!" "Itu urusan KY!" ujar Umar. "Sementara DPR, yang oleh MK diberi kewenangan menolak, agar tidak sia-sia harus dicoba!" ***
Selanjutnya.....

Dana Saksi, Kian Tipis Harapan!

"MENTERI Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan pemerintah belum menyetujui dana saksi parpol di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2014!" ujar Umar. "Belum ada pembahasan lebih lanjut, termasuk rancangan perpres-nya, kata Gamawan." (Kompas.com, 5/2) "Dengan pernyataan itu terkesan kian tipis harapan adanya dana untuk saksi parpol di TPS sekitar Rp700 miliar yang ditanggung negara!" ujar Amir. "Dana saksi itu pertama kali ditolak oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh! Penolakan sama dilakukan PDIP lewat Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo! Bahkan, kata Tjahjo, kalau pemerintah menyebutkan gagasan dana saksi itu berdasar usul dari parpol, diminta pemerintah menyebutkan parpol mana yang minta dana saksi itu!"

"Pernyataan Gamawan itu cenderung mengarah ke Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak penggunaan uang rakyat di APBN untuk kepentingan partai politik! Koalisi mendesak KPK untuk menjalankan peran pencegahan korupsi, yang kemudian KPK mengingatkan dana saksi itu rawan korupsi!" kata Umar. "Surya Paloh tegas menyatakan lebih baik uang rakyat itu digunakan untuk membantu korban bencana alam!" "Saksi parpol di TPS diperlukan oleh parpol untuk menjaga agar perolehan suaranya tidak dicurangi! Keperluan ini didasarkan pengalaman era Orde Baru, kecurangan dalam pemilu dilakukan sejak proses penghitungan suara di TPS!" ujar Amir. "Untuk itu, saksi mengikuti kegiatan di TPS sejak pemungutan suara sampai selesai penghitungan hasilnya! Selesai penghitungan suara, kepada saksi diberikan formulis C-1 berisi rekapitulasi suara di TPS! Lewat formulir itu yang dikumpul dari semua TPS, parpol bisa mengetahui hasil pemilu, sekaligus menjaga keutuhan suaranya pada tahapan proses penghitungan selanjutnya, dari KPPS di kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai pusat!"

 "Saksi parpol di TPS dengan demikian menjadi kepentingan parpol!" kata Umar. "Sementara bagi penyelenggara, telah dibuatkan sistem pengawasan sistemik yang dijalankan oleh Badan Pengawas Pemilu—Bawaslu!" "Bagi parpol, pemilu adalah sarana untuk meraih kekuasaan! Sementara kekuasaan itu sarana meraih segala kenikmatan bagi orang parpol!" ujar Amir. "Oleh sebab itu, lebih-lebih parpol yang telah menikmati kekuasaan selama ini, wajar kalau mengeluarkan sekadar uang saksi untuk parpolnya di TPS!" ***
Selanjutnya.....

Inflasi Januari Terburuk 5 Tahun!

"KEPALA Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin, Senin (2/2), mengumumkan inflasi Januari 2014 sebesar 1,07%, terburuk atau paling tinggi inflasi bulan Januari selama lima tahun terakhir!" ujar Umar. "Ia bandingkan antar-Januari pada 2009 deflasi 0,07%, 2010 deflasi 0,84%, 2011 inflasi 0,89%, dan 2013 inflasi 1,03%." (Kompas.com, 3/2) "Dari bandingan inflasi Januari dari tahun ke tahun itu tecermin pengendalian inflasi makin lama semakin kedodoran!" timpal Amir. "Dengan itu inflasi year on year (yoy) jadi 8,22%, secara efektif langsung menjadi tekanan berat terhadap target inflasi dalam APBN 2014 sebesar 5,5% plus-minus 1%, termasuk inflasi inti (core inflation)."

"Inflasi inti adalah angka inflasi dikurangi inflasi barang dan jasa yang harganya diatur pemerintah (administered prices seperti BBM), dan barang dan jasa yang saat itu harganya sangat bergejolak (volatile goods) seperti cabai merah yang biasa Rp15 ribu/kg jadi Rp90 ribu/kg!" kata Umar. "Tapi selain kemerosotan nilai riil mata uang akibat kenaikan harga barang dan jasa dikurangi dua faktor tadi, inflasi inti bisa oleh imbas kemerosotan kurs rupiah di pasar valuta! Pelemahan rupiah yang masih berlanjut justru yang dikhawatirkan Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akan menyulut inflasi inti 2014 lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya!" (Kompas.com, 17/1) "Menurut Suryamin, cuaca buruk dan banjir yang menyebabkan terganggunya produksi dan distribusi komoditas pangan dan hortikultura yang cepat rusak, jadi penyebab tingginya inflasi Januari 2014!" timpal Amir. "Pernyataan Suryamin yang menempatkan penyebab pada alam—cuaca buruk—itu jelas membuat pemerintah lega karena tidak dianggap bersalah ketika perekonomian terganggu! 

Padahal, faktor alam musiman itu seharusnya sudah diantisipasi dalam pengelolaan ekonomi sehingga hal yang rutin terjadi tak perlu mengganggu perekonomian! Apalagi gangguan berskala nasional—di Kota Metro Lampung yang bahan pangan dan hortikultura lokal tersedia berlebihan, bisa terjadi inflasi sampai 2,79% sebulan!" "Itu menunjukkan kelemahan pengelolaan ekonomi nasional!" tukas Umar. "Baru satu bulan musim hujan, perekonomian sudah terganggu! Dalam skala nasional pula! Ancaman inflasi melebihi batasan APBN pun, membayangi beban hidup rakyat! Ini celaka, sebab inflasi pemangsa tanpa mengenal kelas sosial korbannya—makin miskin justru terasa semakin berat memikul beban akibat inflasi!" ***
Selanjutnya.....

Pendidikan Akhlak Antikorupsi! (2)

"IPAK—Indeks Perilaku Anti-Korupsi—3,82 untuk berpendidikan SMA dan 3,94 untuk di atas SMA, keduanya masuk kategori sangat antikorupsi, selain menunjukkan semakin tinggi pendidikan kian tinggi pula sikap antikorupsinya, juga mencerminkan makin tingginya resistensi kelompok terdidik terhadap perilaku korupsi!" ujar Umar. "Tetapi, justru dari kelompok itu pula dominan berasal elite pelaku korupsi! Itu jelas penyimpangan perilaku yang luar biasa hingga secara universal korupsi diberi label extraordinary crimes!" "Resistensi yang tinggi dari masyarakat terdidik terhadap perilaku korupsi terus meningkat, dari IPAK 2012 untuk SMA 3,78 dan di atas SMA 3,93, sekalian mendorong naiknya IPAK semua dimensi!" timpal Amir. "Media massa terbukti efektif bagi peranti proses kultural edukatif membina akhlak tegas bersikap antikorupsi! Sekitar 71% responden atau naik 4% dari 2012 (67%) menilai televisi merupakan jenis media yang paling efektif sebagai penyalur informasi dan pengetahuan antikorupsi!" 

"Jadi, masyarakat terdidik yang sekaligus well-informed itu merupakan kapsul akhlak antikorupsi yang terampuh untuk menggempur dan memperkecil ruang gerak perilaku korupsi!" tegas Umar. "Melalui media televisi yang hadir di ruang keluarga nyaris setiap rumah, kapsul akhlak antikorupsi itu merebak ke semua warga bangsa, yang lewat interaksi sosial terus memperkuat dan mengembangkan akhlak antikorupsi dalam masyarakat!" "Proses sedemikian tanpa disadari sudah berjalan hingga semua dimensi IPAK naik dari angka 2012 ke 2013, juga kaitannya dengan sikap dalam keluarga, komunitas, dan publik!" timpal Amir. "Seperti IPAK untuk sikap antikorupsi kepala rumah tangga dari 3,56 (2012) ke 3,62 (2013), istri/suami dari 3,54 ke 3,63, perkotaan dari 3,66 ke 3,71, perdesaan dari 3,46 ke 3,55, laki-laki dari 3,59 ke 3,66, wanita dari 3,53 ke 3,60, dan seterusnya! 

Semua itu menunjukkan adanya pendidikan akhlak antikorupsi yang sedang berproses efektif secara kukltural edukatif!" "Proses pendidikan nonformal melalui interaksi dan komunikasi itu menjadi cara dan ciri masyarakat era informasi dewasa ini!" tegas Umar. "Hingga, tanpa memakai cara dan sarana kerja formal pun, hasilnya efektif bahkan dalam usaha mengarahkan perilaku warga masyarakat! Sampai akhirnya nanti, setelah semua pelaku korupsi bersih digulung aparat penegak hukum, di lain sisi sikap dan perilaku antikorupsi masyarakat juga mendekati klimaks puncak IPAK-nya!" ***
Selanjutnya.....

Pendidikan Akhlak Antikorupsi!

"PENDIDIKAN akhlakul kharimah itu luas sekali, dari adab beragama sampai sopan santun dalam pergaulan sehari-hari!" ujar Umar. "Maka itu, kalau kerusakan akhlak dewasa ini yang paling menonjol terkait korupsi hingga membuat politik sebagai mesin demokrasi dan pemerintahan negeri ini membusuk—political decay—pendidikan akhlak pun perlu penajaman dalam memperkuat sikap antikorupsi!" "Ibarat akhlakul kharimah itu susu sebelanga, korupsi itu setitik nila yang merusaknya!" timpal Amir. "Menghabisi korupsi yang 'setitik nila' itu penting untuk menyelamatkan 'susu sebelanga' idealitas moral bangsa!" "Bahwa korupsi itu nila setitik dalam arti hanya menginfeksi lapisan tipis elite yang menyalahgunakan kekuasaan, bisa dilihat pada hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) 1—15 November 2013—dirilis 2 Januari 2014—dengan Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) Indonesia 2013 sebesar 3,63 dari skala 0 sampai 5, yang berarti sikap masyarakat Indonesia antikorupsi!" tegas Umar. "Kriterianya, nilai IPAK 0+1,25 sangat permisif, 1,26-2,50 permisif, 2,51-3,75 antikorupsi, 3,76-5,00 sangat antikorupsi!"

"Ironisnya, elite yang terinfeksi korupsi itu dari kelompok berpendidikan di atas SLTA yang IPAK-nya 3,94, masuk kategori sangat antikorupsi," kata Amir. "Jadi, yang terinfeksi korupsi justru kelompok yang sangat antikorupsi—nila setitik yang merusak citra akhlak seluruh bangsa!" "Masalahnya, nila yang setitik itu telah mencemari susu sebelanga! Pendidikan akhlak antikorupsi pun harus menambah ketahanan susu dari kontaminasi nila, sembari mengeliminasi nila dari susu!" tegas Umar. "Menambah ketahanan susu dari nila itu tentu dengan memperkuat unsur-unsur akhlakul kharimah lewat pendidikan formal dan kultural edukatif lewat media! Di lain sisi, mengeliminasi unsur tercela penyubur korupsi!"

 "Penguat akhlakul kharimah menurut cyberdakwah.com menanamkan sifat-sifat terpuji, seperti jujur, sabar, adil, bijaksana, amanah, rendah hati, welas asih kepada sesama, peka terhadap lingkungan, dan toleran atas perbedaan!" timpal Amir. "Itu dilengkapi www.masjidjami-alittihad dengan sidik (benar), tolong-menolong, memaafkan, kerja keras, silaturahmi!" "Sejalan itu tentu menghabisi sifat-sifat tercela yang mendorong perilaku korupsi, seperti dusta, menipu, curang, memalsu, ria, takabur, tamak, mubazir, suuzan, dan bakhil!" tukas Umar. "Di pendidikan semesta terpenting dari semua itu adalah keteladanan, baik dari guru, orang tua, dan utamanya dari para pemimpin!" ***
Selanjutnya.....

Akil Mengaku Minta 3 Ton ‘Emas’!

"DICECAR jaksa, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengaku di Pengadilan Tipikor, Kamis (20/1), minta 3 ton ‘emas’ untuk mengurus sengketa hasil Pemilukada Kabupaten Gunungmas, Kalimantan Tengah, untuk memenangkan Hambit Bintih!" ujar Umar. "Kemudian dia perjelas, 3 ton ‘emas’ itu metafora dari Rp3 miliar!" (Kompas.com, 30/1) "Pokoknya sidang kasus Akil memperjelas kemenangan suatu pemilukada bukan semata berkat hasil pengumpulan suara di lapangan, melainkan bahkan lebih pasti lewat pengurusan di MK!" timpal Amir. "Paling mengejutkan pernyataan Akil yang dikutip running text Metro TV (30/1), bahwa yang menang Pilgub Jawa Timur sebenarnya pasangan Kofifah-Herman!" "Begitulah dahsyatnya penjungkirbalikan hasil pemilukada di MK dengan kepiawaian Akil mempermainkan kekuasaan lembaga pengawal konstitusi itu!" tukas Umar. "Lebih salut lagi, Akil amat pintar dalam berargumentasi! Buktinya, meski MK punya sembilan hakim konstitusi, setiap kali dia bisa meyakinkan delapan hakim lainnya untuk membuat putusan sesuai dengan komitmen Akil pada ‘kliennya’! Setidaknya, begitulah kesan dari kok bisanya putusan MK selalu sesuai dengan arah permainan Akil!" "Celakanya, permainan itu di atas sifat putusan MK yang final dan mengikat, tak bisa diganggu gugat!" timpal Amir.

"Putusan tak bisa diubah meski salah, tak kenal perbaikan lewat cara banding, kasasi, atau peninjauan kembali! Sehingga meski putusan nyata-nyata menyimpang dari kebenaran sejatinya. Kalau sudah diputuskan, harus tetap dijalankan!" "Semua itu dilakukan untuk menjunjung asas negara hukum, setiap putusan yang telah dibuat oleh lembaga pengadilan, apalagi pengadilan pengemban supremasi hukum demi pengamalan konstitusi seperti MK, tak bisa ditawar, harus ditaati dan dijalankan!" kata Umar. "Dasarnya keformalan dan pemenuhan prosedurnya! Akibatnya, kala kekuasaan hukum seperti itu dijalankan, keadilan cuma utopia! Hukum dijalankan tanpa keadilan, hingga tak menghasilkan rasa adil masyarakat!" "Sebaliknya, menghadirkan onggokan rasa tak adil dan ketidakadilan di tengah masyarakat!" timpal Amir. "Betapa rasa tidak adil itu hadir telanjang saat pasangan yang sebenarnya kalah hanya karena bisa menyuap jadi menang dan memimpin daerah! Kepemimpinan korupsi dan suap-menyuap pulalah akhirnya yang efektif berjalan di daerahnya! Kekuasaan pun dengan begitu kembali ke tampuknya—suap-menyuap!"
Selanjutnya.....