Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

MK Batalkan UU Perkoperasian!


"MK—Mahkamah Konstitusi—Rabu (28/5), membatalkan UU No. 17/2012 tentang Perkoperasian karena bertentangan dengan UUD 1945," ujar Umar. "Sementara berlaku UU No. 25/1992 sampai UU baru penggantinya ada!" (Antara, 28/5) 

 "Filosofi dalam UU Perkoperasian, menurut MK, tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan dalam Pasal 33 UUD 1945!" timpal Amir. "Pengertian koperasi dielaborasi dalam UU No. 17/2012 yang mereduksi bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota, sedangkan kewenangan pengawas terlalu luas!"

"Lebih buruk lagi, UU yang dibatalkan itu mengutamakan permodalan materiel dan finansial dengan mengesampingkan modal sosial yang jadi ciri fundamental koperasi sebagai entitas khas pelaku ekonomi berdasar UUD 1945!" tegas Umar. 

 "Akibatnya, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan perseroan terbatas hingga kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong!" "Uji materi diajukan koperasi pegawai RI Jawa Timur, pusat KUD Jawa Timur, dan sejumlah koperasi lainnya, seiring itu juga diajukan koalisi LSM untuk demokrasi ekonomi!" lanjut Amir. 

 "Para pemohon menilai sejumlah pasal yang mengatur norma badan hukum koperasi, modal penyertaan dari luar anggota, kewenangan pengawas dan dewan koperasi dalam UU tersebut telah mencabut roh kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, serta asas kekeluargaan dan kebersamaan yang dijamin konstitusi!" 

 "Uji materi UU dengan hasil perbaikan satu atau dua pasalnya sudah lazim sejak kehadiran MK. Tapi putusan membatalkan secara keseluruhan sebuah UU yang baru berusia setahun lebih, mungkin ini pertama kali!" tegas Umar. 

 "Itu menunjukkan betapa parahnya kualitas para legislator pembuat UU kita, yang pemahamannya tentang koperasi saja keliru dari sifat esensialnya dalam konstitusi sehingga sebuah UU kehilangan roh sejatinya!" "Lebih celaka lagi, pemahamannya bukan cuma keliru, malah bertentangan!" tukas Amir. 

 "Sehingga, koperasi badan usaha berwatak sosial diubah jadi kapitalistik di bawah kekuasaan pemodal dengan cengkeram pengawasan melumpuhkan kreativitas dan gotong royong anggota! Tampak, kompetensi para legislator untuk menyusun UU sesuai semangat dasar perjuangan bernegara-bangsa masih perlu pematangan sebelum memulai tugasnya! Jangan saat menyusun UU tak mau dengar masukan para ahli, lantas menyusun UU isinya ngawur!" ***
Selanjutnya.....

Subsidi Energi Bengkak Rp110 Triliun!


"INPRES—Instruksi Presiden—Nomor 4/2014, 19 Mei 2014 mengatasi pembengkakan subsidi energi di APBN Rp110 triliun, dari semula Rp292 triliun jadi Rp392 triliun!" ujar Umar. 

 "Inpres mengatur anggaran yang dipotong; honorarium, perjalanan dinas, biaya rapat atau konsinyering, iklan, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan operasional, belanja bantuan sosial, sisa dana lelang atau swakelola, serta anggaran kegiatan yang belum terikat kontrak!" (Kompas, 24/5)


"Dari Inpres itu tampak pemerintah tidak mengambil kebijakan mengurangi subsidi energi sehingga justru mengorbankan anggaran lain menutupi kekurangannya!" timpal Amir. "Inpres jelas menyebut anggaran apa saja yang boleh dipangkas untuk menutupi kekurangan subsidi. 

Bisa dipahami, Inpres bermaksud memagari dana infrastruktur tidak ikut dipotong untuk itu!" "Namun, larangan memotong anggaran infrastruktur tak disebut dalam Inpres!" tegas Umar. 

"Di sisi lain, ancang-ancang pemotongan terbesar justru mengarah ke Kementerian Pekerjaan Umum yang paling besar dana infrastrukturnya! Karena itu, Kepala Bappenas Armida Alisjahbana pun yakin pemotongan itu bisa menyentuh anggaran infrastruktur!" 

 "Kalau tak bisa dielakkan karena anggaran rutin, terutama gaji, tak mungkin dipotong, perbaikan infrastruktur yang telanjur hancur—di luar Jawa—sampai akhir masa jabatan rezim ini tak kunjung diperbaiki!" tukas Amir. 

 "APBN infrastruktur kecil, Rp207 triliun tersebar di banyak instansi, jauh lebih kecil dari subsidi! Dana infrastruktur terbesar di Kementerian PU Rp72,4 triliun, Kementerian Perhubungan Rp31,5 triliun, dan Kementerian ESDM Rp11,5 triliun!" 

 "Kayaknya justru dana infrastruktur yang bakal disunat telak, karena pemotongan anggaran pada ketiga kementerian itu terbesar untuk menutupi subsidi, PU kena potong Rp22,75 triliun, Perhubungan kena Rp10,05 triliun, dan ESDM Rp4,89 triliun!" timpal Umar. 

 "Dengan demikian, nantinya bukan mustahil demi dana subsidi energi, pemerintahan SBY rela dicatat gagal dalam memelihara infrastruktur nasional!" 

 "Sementara Sekjen Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) Yenni Sucipto memastikan pemotongan anggaran itu akan menyentuh dana infrastruktur!" tegas Amir. 

 "Ia khawatir pembengkakan subsidi energi sebesar itu tak sepenuhnya benar. Pola sama terjadi menjelang Pemilu 2009, pemerintah mengajukan revisi anggaran. Apa benar untuk subsidi atau kepentingan politik jangka pendek, tukas Yenni, kita tak pernah benar-benar tahu!" ***
Selanjutnya.....

Kemiskinan Bisa Tinggal 4%!


"MENANGGAPI target pasangan Jokowi-JK menurunkan kemiskinan jadi 5%—6% pada 2019, dari September 2013 sebesar 11,47% atau 28,55 juta orang, ekonom Indef Enny Sri Hartati menyatakan bisa sampai 4%!" ujar Umar. "Tak mudah mencapai target itu, tukas Enny. Namun, bisa terjadi jika pertumbuhan ekonomi berorientasi pada sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar!" (detik-Finance, 25/5) 

 "Sektor itu, menurut Enny, pertanian yang menampung 39% tenaga kerja, mayoritas penduduk miskin berada di pertanian!" timpal Amir. "Kemudian sektor industri pengolahan, dengan catatan industri ini hilirisasi dari produk pertanian sehingga memiliki nilai tambah dan berdaya saing! Fokus pada kedua sektor itu ditunjang pembangunan infrastruktur!"

"Saat ini produksi tak bisa terdistribusi secara optimal karena infrastruktur kurang memadai! Pada akhirnya produsen dan konsumen sama-sama dirugikan!" kata Umar. "Infrastruktur syarat mutlak bagi pentumbuhan merata yang menjadi sarana penurunan angka kemiskinan!" 

 "Untuk mencapai target itu, menurut Enny, pertumbuhan ekonomi cukup naik perlahan dari tahun ini sebesar 5,5% menjadi 7% pada 2019," lanjut Amir. "Sektor pertanian pun cukup tumbuh pada 4%. Tapi sektor pengolahan harus mampu tumbuh sampai 7%. 

 Menurut data BPS, laju pertumbuhan lapangan usaha pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan pada 2013 sebesar 3,54%. Sedang industri pengolahan tumbuh 5,56%. Tampak jarak pertumbuhan antara sekarang dan lima tahun mendatang cukup realistis untuk dicapai dengan usaha yang benar-benar fokus!"

 "Pemerataan dalam versi Enny harus diwujudkan dengan terbagi merata pertumbuhan pada semua subsektor-tanaman pangan, perkebunan, perikanan, kelautan, peternakan, kehutanan, ditunjang infrastruktur yang baik!" tegas Umar. 

 "Lebih utama lagi infrastruktur tol laut yang dicanangkan Jokowi untuk jalur Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua sehingga perbedaan harga barang di Jawa dan Papua tak setajam sekarang—semen di Jawa Rp50 ribu/sak, di Papua Rp1,5 juta/sak!" 

 "Tapi untuk mewujudkan itu, mindset pejabat dan politikus nasional dan daerah harus lebih dahulu dikondisikan, dari kebiasaan menelantarkan pembangunan infrastruktur, pertanian, dan industri pengolahan, menjadi memprioritaskan!" sambut Amir. "Prioritas dimulai dengan mengalokasikan cukup APBN-APBD untuk itu, dari anggaran untuk itu yang selama ini jauh dari memadai!" ***
Selanjutnya.....

Kriteria Capres Muhammadiyah!


"DUA calon presiden (Capres), Joko Widodo dan Prabowo Subianto menyampaikan visi-misi di majelis Tanwir Muhammadiyah di Samarinda, Sabtu (24/5)," ujar Umar. 

 "Jokowi memprioritaskan pendidikan untuk membangun mental memajukan bangsa! Prabowo mengajak bangsa melupakan masa lalu untuk membangun masa depan!" (Trans-7, 24/5) "Kehadiran kedua capres, menurut Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, merupakan bukti kenetralan organisasinya yang tidak berpolitik praktis!" timpal Amir. 

 "Muhammadiyah tetap pada keputusannya tidak mendukung partai tertentu, karena Muhammadiyah tetap mengedepankan politik adiluhung, politik moral yang tidak akan menyederhanakannya menjadi bentuk dukungan tertentu!"

"Din menyebutkan kriteria capres pilihan warga Muhammadiyah, sesuai hasil Tanwir di Bandung 2012," tegas Umar. "Pertama solidarity maker, yang mampu menjembatani segala kepentingan bangsa, bukan kepentingan partai atau pribadi. Kedua problem solver, mampu mengatasi berbagai persoalan bangsa. 

Ketiga, risk taker, tak peduli dengan citra dan berani mengambil tindakan. Keempat, morally committed yang tetap menjunjung tinggi moral dan berperilaku amanah!" "Dengan itu cukup jelas kriteria capres warga Muhammadiyah! Pembaca bisa menilai sendiri dan mencocokkan pada capres!" sambut Amir. 

 "Seiring kehadiran di Tanwir itu, di Jakarta Jokowi menebar siaran pers, menyatakan dirinya bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin (Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam), Islam yang membawa kedamaian, bukan kebencian." (Kompas.com, 24/5) "Saya Jokowi, bagian dari Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang hidup berketurunan dan berkarya di negara RI yang memegang teguh UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika adalah rahmat dari Tuhan," kutip Umar. 

 Siaran pers itu menjawab tudingan ke Jokowi di media sosial yang kerap menyebutnya antek Zionis, Amerika, Tiongkok, dan mafia. "Semua orang boleh ragu dengan agama saya, tapi saya tidak ragu dengan iman dan imam saya dan saya tidak pernah ragu dengan Islam agama saya, tegas Jokowi." 

 "Jokowi juga menyatakan bukan bagian dari Islam yang membawa ayat-ayat Tuhan untuk menipu rakyat!" tegas Amir. "Dia mengaku bukan bagian dari Islam yang membawa asas partainya untuk korupsi dan hidup bermewah-mewah. Dia juga menyatakan bukan bagian dari Islam yang menindas agama lain, bukan bagian dari Islam yang arogan dan menghunus pedang di tangan dan mulut!" ***
Selanjutnya.....

MK Selamatkan Anggota DPR!



“VONIS Mahkamah Konstitusi (MK) Kamis (22/5) menyelamatkan anggota DPR masa bakti ke depan dari jerat KPK seperti dialami periode sebelumnya!” ujar Umar. “Vonis itu membatalkan kewenangan DPR membahas anggaran sampai perinci! Hak DPR membintangi (memblokir pencairan) anggaran juga dicabut! Badan Anggaran diisyaratkan dihapus!” (Kompas, 23/5) 

“Dalam putusannya, MK membatalkan Pasal 15 Ayat 5 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Menurut Majelis MK, kewenangan itu bisa menimbulkan masalah konstitusional,” timpal Amir. “Ketika DPR melalui Badan Anggaran memiliki kewenangan membahas RAPBN secara perinci, terlalu jauh memasuki pelaksanaan perencanaan anggaran yang merupakan ranah eksekutif!”

“MK menyatakan membahas RAPBN dan anggaran sampai perinci bukanlah tugas dan kewenangan DPR,” ujar Umar. “Sebaliknya, kewenangan itu urusan penyelenggara pemerintahan negara yang dilaksanakan presiden sebagai perencana dan pelaksana anggaran!” 

“Mengenai pembatalan kewenangan DPR membintangi anggaran, majelis menilai pemberian tanda bintang yang dilakukan DPR dalam proses pencairan anggaran bertentangan dengan konstitusi,” tukas Amir. 

“Pemblokiran anggaran dengan pemberian tanda bintang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan DPR. Kewenangan DPR ketika menyelenggarakan fungsinya dalam penyusunan dan penetapan APBN hanya menyetujui atau tidak. 

Tanpa persyaratan seperti menunda pencairan!” “Uji materi atas UU Keuangan Negara itu diajukan Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara, kerja sama YLBHI, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Indonesia Budget Center (IBC), dan Indonesia Corruption Watch!” timpal Umar. 

“Menurut tim, kewenangan DPR yang terlalu jauh mencampuri urusan perencanaan anggaran yang merupakan ranah eksekutif itu telah menimbulkan ruang korupsi baru di parlemen! Karena, dengan itu DPR bisa memiliki kewenangan absolut dalam menentukan anggaran negara sehingga anggota DPR bisa memainkan anggaran!” 

“Alasan tim untuk uji materi itu post factum, berdasar fakta yang telah terjadi! Banyak anggota DPR terjerat korupsi dan masuk penjara!” tegas Amir. “Untuk itu, wajarlah kalau anggota DPR masa depan berterima kasih kepada Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara, karena berkat usaha tim itu mereka dibuat jauh dari jerat KPK! Kecuali terlalu rakus!” *** H. Bambang Eka Wijaya
Selanjutnya.....

'Perang Bintang' di Pilpres 2014!


"DUKUNGAN para jenderal purnawirawan terhadap capres Prabowo Subianto, hal yang semestinya, seperti dari Yunus Yosfiah, mantan menteri penerangan era Habibie, yang dia katakan ke wartawam!" ujar Umar. "Tapi di belakang pasangan Jokowi-JK ternyata juga banyak jenderal pensiunan mendukung, tegas Sutiyoso, (Kompas.com, 22/5). Hingga, terjadilah 'perang bintang' pada Pilpres 2014!" 

 "Bahkan Sutiypso, Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mengklaim lebih banyak jenderal yang berada di balik pasangan Jokowi-JK, ketimbang pasangan Prabowo-Hatta!" timpal Amir. "Hal itu dia ungkapkan menyusul keputusan partainya resmi mendukung pasangan Jokowi-JK. Sutiyoso menyebut para jenderal di balik PKPI yang mendukung Jokowi-JK antara lain, mantan Kepala BIN Hendro Priyono, mantan Kepala BAIS Zainuddin, mantan KSAL Suparno, mantan KSAU Sutria Tubagus, mantan Kapolri Bimantoro dan Da'i Bachtiar!"

"Namun Sutiyoso mengingatkan, hal itu bukanlah sinyalemen perpecahan!" tukas Umar. "Menurut dia, hanya soal pilihan. Karena itu, mari berlomba secara fair, siapa yang menang kita hormati, tegas dia. Tentu kita berharap semua berjalan lancar dan jujur!" 

 "Terbaginya dukungan dari setiap segmen masyarakat pada kedua pasangan capres-cawapres merupakan hal yang wajar!" tegas Amir. "Bukan hanya di kalangan jenderal purnawirawan, juga di kalangan ulama sampai buruh, hal itu tak terhindar yang justru memperseru kompetisinya!" 

 "Apalagi kalau tim sukses kedua pasangan bekerja efektif, setiap hari bisa terjadi perkembangan baru, kelompok mana berhasil dirangkul siapa!" timpal Umar. "Semakin dekat ke hari pencoblosan, hasil rangkulan pada kesempatan terakhir itu berpengaruh pada perolehan suara!" 

 "Namun rangkul-merangkul langsung kelompok tertentu begitu aspeknya sama dengan penjualan langsung yang hasilnya justru terbatas pada masifnya jaringan sales dan kemampuannya meyakinkan customer!" tukas Amir. "Belum lagi faktor waktu yang terbatas, bisa lebih terbatas pula hasilnya!"

 "Untuk 'penjualan' politik yang dibatasi waktu cukup ketat, penjualan terbuka lewat promosi keunggulan produk yang sesuai dengan kebutuhan customer, bisa lebih efektif!" tegas Amir. "Apalagi untuk 'penjualan' tokoh, kesesuaian kepribadian dirinya dengan customer menjadi hal penting! 

Karena pemilu merupakan proses identifikasi diri ke dalam kelompok yang sesuai dengan dirinya--orang tak masuk kelompok asing yang tak dia kenal!!" ***
Selanjutnya.....

Kemiskinan Jadi 5%-6% pada 2019!


"JUMLAH penduduk miskin di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2013 sebanyak 28,55 juta atau 11,47%," ujar Umar. "Pasangan capres/cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menargetkan jumlah orang miskin pada 2019 tersisa 5%—6%. 

Demikian dipetik detikFinance (20/5) dari dokumen visi-misi dan program aksi Jokowi-JK, 'Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian’." "Jokowi-JK berkeyakinan pengentasan kemiskinan harus dimulai dengan pembangunan di daerah," timpal Amir. "Berkomitmen untuk membangun perimbangan pembangunan kawasan. 

Pertama melalui pembangunan fasilitas produksi, pendidikan, kesehatan, pasar tradisional, dan sebagainya."

"Langkah kedua, redistribusi kepemilikan aset (seperti lahan) dan implementasi persaingan usaha yang sehat," ujar Umar. 

"Ketiga, peningkatan akses penduduk miskin pada pendidikan formal dan pelatihan keterampilan secara gratis!" 

 "Keempat, evaluasi komponen dana bagi hasil (DBH) yang lebih bisa mencerminkan pemerataan, bukan sekadar perhitungan anggaran!" tukas Amir. 

"Kelima, peningkatan kapasitas daerah dalam pengelolaan sumber-sumber keuangan. 

Keenam, implementasi pelayanan dasar yang prima melalui pembangunan 5.000 rumah sehat dan mengembangkan 6.000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap." 

 "Ketujuh, implementasi jaringan sosial nasional secara merata," timpal Umar. 

"Kedelapan, pemberian subsidi pangan, ketersediaan air bersih, menjaga daya beli masyarakat, dan menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok, serta penciptaan pasar bagi produksi usaha mikro!" "Kunci program aksi itu pelaksanaannya!" tegas Amir. 

"Bisa saja program ditulis indah tapi implementasinya tak ada atau menyimpang, hasilnya nihil!" "Kelebihan Jokowi dan JK justru dalam pelaksanaan!" sambut Umar. "Lebih-lebih Jokowi, ia terkenal sebagai pekerja keras, lebih ahli bekerja daripada bicara! 

Dalam bicara apalagi berdebat, Jokowi bisa kalah! Tapi dalam implementasi kerja lapangan, dia sudah buktikan di Solo dan Jakarta!" "Itu berarti semua program aksi untuk mengentaskan warga miskin tersebut bisa diharapkan terlaksana!" tegas Amir. 

"Apalagi pendekatan Jokowi pada warga terkait umumnya cair hingga mudah menggalang partisipasi! Pengentasan kemiskinan pun bukan lagi semata program pemerintah, melainkan usaha dengan kemauan keras warga sendiri untuk bangkit!" ***
Selanjutnya.....

Tanding Jokowi Vs Prabowo!


"DUA pasang calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar Umar. "Sampai masa pendaftaran ditutup 20 Mei malam, tak ada pasangan baru yang mendaftar. Dengan demikian, Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 hanya diikuti dua pasangan calon, Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta! 

Pasangan mana yang kemungkinan unggul dalam pertandingan ini?" "Dari partai pendukung yang dilaporkan media massa sampai 20 Mei itu, Jokowi-JK didukung PDIP yang pada pileg 9 April 2014 meraih suara 18,95%, NasDem (6,72%), PKB (9,04%), dan Hanura (5,26%), total 39,97%," sambut Amir. "Sedang Prabowo-Hatta didukung Gerindra (11,81%), PAN (7,59%), PKS (6,79%), PPP (6,53%), dan menyusul Golkar (14,75%), total 47,47%! Dari persentase perolehan suara partai pendukung pada pileg, tampak pasangan Prabowo-Hatta jauh lebih unggul!"

"Demikian pula dari jumlah perolehan kursi partai pendukung di DPR pada pileg 9 April itu!" timpal Umar. "Jokowi-JK di DPR didukung PDIP (109 kursi), NasDem (35), PKB (47), dan Hanura (16), total 207 kursi! Sedang Prabowo-Hatta didukung Gerindra (73), PAN (49), PKS (40), PPP (39), dan Golkar (91), total 292 kursi, sekaligus menjadi mayoritas di parlemen!" 

 "Namun, jika dilihat dari hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dipimpin Burhanuddin Muhtadi akhir April 2014, elektabilitas pasangan Jokowi-JK sebesar 51,0%, sedangkan Prabowo-Hatta sebesar 32,4%. Sisanya sebanyak 16,6% menjawab tidak tahu!" kata Amir. 

"Hasil survei tersebut dirilis Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di kantor lembaga itu, Cikini, Jakarta, Selasa, 13 Mei 2014." (Kompas.com, 13/5) "Sebagai bandingan, ada hasil survei lain yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-JK tidak setinggi itu! Yakni survei yang dilakukan Pusat Data Bersatu (PDB) periode 24 April—2 Mei 2014!" timpal Umar. 

"Menurut peneliti PDB, Agus Herta, yang memaparkan hasil survei itu pada Rabu, 14 Mei 2014, di Jakarta (Kompas.com, 14/5), elektabilitas Jokowi-JK tercatat 28,4%, sedangkan elektabilitas Prabowo-Hatta sebesar 7,1%." 

 "Demikian berbagai versi perbandingan kekuatan dua pasangan capres/cawapres dalam Pilpres 2014 pada posisi sampai hari ini, kurang dari 50 hari tibanya masa pencoblosan!" tegas Amir. "Penentuan terakhir tentu pilihan langsung rakyat pada vox populi vox Dei, 9 Juli 2014!" ***
Selanjutnya.....

Kurang Pasokan 15 Juta Rumah!


"SAAT ini Indonesia kekurangan pasokan rumah (backlog) sebanyak 15 juta unit, terutama buat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tapi subsidi rumah tapak buat mereka 1 April 2015 dihapus!" ujar Umar. "Subsidi hanya diberikan buat rumah susun sederhana milik (rusunami) yang pembangunannya hanya bisa dilakukan pengembang besar, jumlahnya hanya 0,5% dari anggota Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi). 

Terkesan, pengadaan rumah bagi MBR dipersulit!" "Menurut Ketua Apersi Anton R. Santoso (detikFinance, 8/5), dari 2.000 pengusaha anggota organisasinya, hanya 10 yang bergerak di bisnis rusun!" timpal Amir.

"Menurut dia tak mudah mengalihkan usaha dari pengembang rumah tapak ke rusun. Karena, untuk rusun pengembang harus menyelesaikan dulu 20% bangunan baru bisa diproses kredit bank maupun pemasarannya! 

Biaya membangun rusun tidak pula kecil, hingga sangat terbatas pengembang yang mampu, lebih-lebih di daerah!" "Dari pola hidup dan kemahalan harga tanah, mungkin rusunami hanya tepat di kota-kota besar berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa!" tukas Umar. 

 "Kalau alasan menjaga agar tanah produktif tidak habis untuk bangunan, sebenarnya negeri kita ini masih cukup luas untuk menambah areal produksi! Selama ini tercatat dalam sensus jumlah lahan pertanian menyusut signifikan, terjadi karena pemerintah tidak mengembangkan areal pertanian baru dengan cukup memadai! 

Kalau dilakukan sebanding sembari membuka lapangan kerja baru, jelas tak ada masalah tanah untuk rumah murah!" "Justru masalah serius yang harus dapat prioritas penyelesaiannya kekurangan pasokan rumah buat 15 juta keluarga!" timpal Amir. 

"Entah bagaimana cara pikir pemerintah hingga mengesampingkan urgensi 15 juta keluarga tak punya rumah dengan tidak memacu lebih optimal pasokannya, malah mempersulit proses mendapatkannya dengan mencabut subsidinya!" 

 "Apalagi kalau seperti kata Ketua Apersi, dari anggotanya hanya 10 pengembang yang mampu membangun rusun, akan terjadi reduksi daya guna pengembang daerah, sedang pengadaan didominasi segelintir pengembang kuat!" sambut Umar. 

 "Kalaupun yang banyak dijadikan subkontraktor dari segelintir yang kuat, dunia pengembang menjadi tidak sehat! Jadi, pemerintahan baru nanti harus mengkaji ulang masalah ini dengan strategi pada 2030 kebutuhan rumah rakyat terpenuhi, tanpa backlog lagi!" ***
Selanjutnya.....

Teladan, Sikap Politik Adiluhung!


"KETUA Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengedepankan sikap politik adiluhung dalam membawa ormas yang berusia lebih 100 tahun itu dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014," ujar Umar. "Politik adiluhung itu berdiri di atas semua kekuatan politik yang bersaing dengan tidak dukung-mendukung calon presiden (capres-cawapres)." 

 "Sikap itu dipuji Faozan Amar, ketua PP Baitul Muslimin Indonesia yang mantan ketua PP Pemuda Muhammadiyah," timpal Amir. "Saya apresiasi pernyataan Pak Din selaku ketua PP Muhammadiyah, karena begitulah seharusnya Muhammadiyah berpolitik, tegas Faozan. Yakni, politik adiluhung, bukan politik praktis dukung-mendukung pasangan capres-cawapres!" (detikcom, 17/5)

"Sikap politik adiluhung itu jelas teladan dari organisasi kemasyarakatan besar dan berakar dalam sejarah perjuangan bangsa seperti Muhammadiyah!" tegas Umar. "Integritas dan kredibilitas organisasinya yang historis itu tentu amat tak layak kalau dimainkan dalam politik praktis dukung-mendukung capres-cawapres—apalagi dilakukan secara demonstratif gaya murahan! 

Selain faktor sejarahnya yang mulia itu, warga Muhammadiyah juga menyebar nyaris dalam semua kekuatan politik yang ada, sehingga jika organisasi atau pimpinannya mendukung salah satu pihak, bisa mengecewakan warganya yang berada di pihak lain!" 

 "Memang, selain warga Muhammadiyah, ada di Partai Amanat Nasional (PAN), juga terdapat di Baitul Muslimin Indonesia yang merupakan organisasi sayap PDIP, malah komponen inti pendiri Partai NasDem Patrice Rio Capella dan kawan-kawan banyak dari Muhammadiyah!" tukas Amir. 

 "Belum lagi yang sejak lama sudah ada dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Demokrat, dan partai lainnya!" "Dengan berada di atas semua kekuatan politik begitu, Muhammadiyah menjadi payung yang memberi keteduhan bagi para pemain dalam kompetisi pilpres!" timpal Umar. 

"Artinya, Muhammadiyah berada pada posisi yang semestinya untuk mengingatkan para pemain berkompetisi secara jujur dan sehat—seperti yang telah disampaikan Din Syamsuddin!" "Lebih ideal lagi, dengan politik adiluhung itu, pihak mana pun yang memenangi pilpres posisinya dalam ayoman payung Muhammadiyah!" tegas Amir. 

"Tentu bukan dalam arti legal-formal, melainkan secara prinsip dalam kebersamaan membangun harmoni kehidupan masyarakat bernegara-bangsa!" ***
Selanjutnya.....

Kurang Pasokan 15 Juta Rumah!


"CT—Chairul Tanjung—Senin, 19 Mei 2014, dilantik sebagai menko perekonomian, ganti Hatta Rajasa," ujar Umar. "CT, bos Para Group, aktif di bidang keuangan (pemilik Bank Mega) dan media (bos Trans TV, Trans-7, dan detik.com)." 

 "Selain masuk jajaran orang terkaya Asia versi Forbes, CT juga ketua Yayasan Indonesia Forum, lembaga yang dimotori Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), kajiannya dilakukan sejumlah lembaga penelitian universitas dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)," kata Amir. "Hasil kajiannya, visi Indonesia 2030, pada abad 21 Indonesia akan mampu menjadi negara maju dan sejahtera!" (Satrio Arismunandar, 2007)

"Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, produktif, memiliki daya saing, serta mampu mengelola seluruh kekayaan alam dan sumber daya lainnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang," timpal Umar. 

 "Visi Indonesia 2030 punya empat capaian. Pertama, Indonesia akan masuk lima besar ekonomi dunia, pendapatan per kapita 18 ribu dolar AS per tahun. Berarti Indonesia berada di posisi kelima setelah Tiongkok, India, AS, dan Uni Eropa. Sebagai catatan, pendapatan per kapita Indonesia 2013 di peringkat 107 dunia." 

 "Kedua, 2030 sedikitnya 30 perusahaan Indonesia masuk daftar 500 perusahaan besar dunia!" lanjut Amir. "Ketiga, adanya pengelolaan alam yang berkelanjutan. Dan keempat, terwujudnya kualitas hidup modern yang merata! Industrialisasi, menurut CT, menjadi katalisator akumulasi modal menuju negara maju dengan kontribusi terbesar dari sektor jasa."

 "Visi Indonesia 2030 mengasumsikan capaian itu terealisasi jika pertumbuhan ekonomi riil rata-rata 7,62%, laju inflasi 4,95%, dan pertumbuhan penduduk rata-rata 1,12% per tahun," tegas Umar. "Pada 2030, dengan jumlah penduduk 285 juta jiwa, produk domestik bruto (PDB) Indonesia 5,1 triliun dolar AS." 

 "Asumsi itu terganggu karena mulai 2013 pertumbuhan melambat di bawah 6%, inflasi tahun lalu 8,38%!" timpal Amir. "Padahal, selain itu, visi 2030 memberi syarat tiga keharusan untuk mencapainya! Pertama, ekonomi berbasis keseimbangan pasar terbuka didukung birokrasi yang efektif. 

 Kedua, adanya pembangunan berbasis sumber daya alam, manusia, modal, serta teknologi yang berkualitas dan berkelanjutan. Ketiga, perekonomian yang terintegrasi dengan kawasan sekitar dan global! Untuk itu, wirausaha, birokrasi, dan pekerja harus bersinergi dengan kontrak sosial, baru mewujudkan komitmen bersama untuk maju." ***
Selanjutnya.....

Berkompetisi dalam Harmoni!


"DALAM pidato politik deklarasi koalisi PDIP, NasDem, dan PKB, Rabu (14/5), Ketua Umum NasDem Surya Paloh berpesan ke pemegang kekuasaan saat ini dan semua calon presiden dan pendukungnya untuk gotong royong membangun bangsa lewat mewujudkan pemilihan presiden yang jujur dan adil!" ujar Umar. "Berkompetisi dalam harmoni demi kemajuan bangsa. Bukan malah saling menyakiti! Surya yakin kita bisa, menjaga etika. Indonesia membutuhkan itu." (Kompas.com, 14/5) 

 "Pesan Surya itu relevan untuk menjaga agar harmoni kehidupan bangsa tidak koyak oleh kompetisi tidak sehat dalam pilpres kali ini!" timpal Amir. "Relevansi pesan itu lebih kuat lagi jika mengikuti gejala kompetisi tidak sehat bahkan saling menyakiti mulai ramai di media sosial! Kompetisi tak sehat atau kampanye hitam antara lain dilakukan dengan penyebaran kabar bohong, di antaranya fitnah kepada capres atau partai pengusungnya!"

"Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari minta KPU, Bapilu, dan kepolisian menindak kampanye hitam dimaksud! (Kompas.com, 8/5)" tegas Umar. "Bahkan dalam pidato politik deklarasi koalisi Rabu lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga memperingatkan intelijen untuk tidak mengeruhkan situasi di dalam negeri! 

Tugas intelijen itu untuk mengamankan negara dari ancaman luar, tegas Meda!" "Eva Kusuma Sundari pantas minta yang berwajib menindak kampanye hitam itu, karena cyber attack telah dilakukan secara keterlaluan!" tukas Amir. "Misal, Jokowi yang bersama orang tuanya dan keluarga telah naik haji pada 2003 sebelum ia jadi wali kota Solo, disebutkan tak bisa wudu! 

Atau lebih buruk lagi, dibuat iklan Jokowi meninggal dengan nama depan Herbertus dengan bin Oei Hong Leong, seolah ia warga Tiongkok Kristen—padahal Oei Hong Leong miliarder Singapura, kekayaannya Rp8,7 triliun, anak Eka Cipta Wijaya!" "Itu kampanye hitam, serangannya sering lewat media sosial!" timpal Umar. 

"Selain itu ada kampanye negatif, seperti tuduhan terlibat kasus HAM terhadap capres Partai Gerindra Prabowo Subianto, baik terkait kasus 13 aktivis yang hilang 1997/1998 maupun peristiwa kerusuhan Mei 1998!" "Pesan Surya Paloh relevan agar para capres dan pendukung serta pemerintah tidak terpancing kampanye hitam atau negatif itu!" tegas Amir. 

"Jika para pelaku persaingan itu sendiri berkompetisi dalam harmoni, segala pancingan kampanye hitam itu tak akan berpengaruh bagi menciptakan pesta demokrasi pilpres yang jujur, adil, dan damai!" ***
Selanjutnya.....

Revolusi Mental ala Romo Benny! (2)


"WATAK sedemikian oleh Romo Mangun disebut sebagai watak 'mencari selamat sendiri-sendiri’!" kutip Umar. "Itu bahkan dilakukan dengan mengorbankan orang lain! Mereka lebih suka berbohong dengan dalih menjaga harmoni. Suka tidak suka, sadar tidak sadar, itulah cermin sebagian besar elite politik kita hari ini, yang tidak berani mengubah dengan merombak sistem lama yang penuh kepalsuan." 

 "Ironisnya, penjajahan dalam arti luas (politik, ekonomi, sosial, dan budaya) dilakukan oleh bangsa sendiri bersama bangsa lain melalui persekongkolan!" ujar Amir. "Dalihnya kemakmuran, tapi nyatanya ketertindasan!"

"Hal itu bertentangan dengan gagasan Romo Mangun bahwa kemerdekaan untuk membebaskan manusia dari belenggu (penjajah). Bangsa baginya bukan hanya kumpulan manusia yang setiap tahun merayakan kemerdekaan!" tegas Umar. 

"Kemerdekaan bangsa adalah cerminan dari manusia sebagai individu yang otonom. Kenyataannya, meski kita sudah lama merdeka dari penjajah, arti kemerdekaan itu hanya bisa dilekatkan sebagai kemerdekaan secara formal." "Kemerdekaan secara formal, bukan cermin kemerdekaan manusia per manusia di dalamnya," timpal Amir. 

"Kemerdekaan itu lebih berkonotasi sebagai kemerdekaan kolektif, formalistik, dan simbolistik. Bukan kemerdekaan jiwa dan otonomi individu di dalamnya." "Kegelisahan bangsa ini, terutama, tulis Romo Benny, karena selama ini kita hanya menjalankan reformasi setengah hati!" tegas Umar. 

"Mentalitas setengah-setengah itu tecermin dalam berbagai keraguan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hukum dan keadilan kerap dikalahkan kekuatan politik dan uang!" "Keadilan hanya menjadi permainan kata-kata elite politik yang selalu berkelit demi menjaga konstitusi!" timpal amir. 

"Padahal semua tahu konstitusi sedang dijalankan dengan setengah hati! Dengan mentalitas minder mereka ragu dan takut untuk bertindak! Atas semua itulah revolusi mental perlu, sebagai tindakan konkret mengembalikan Indonesia sebagai bangsa besar yang mengelola kekayaan alam untuk rakyatnya sendiri!"

"Demikianlah tulisan Romo Benny sebagai respons atas konsep revolusi mental yang disampaikan Jokowi dalam wawancara Metro TV!" tegas Umar. "The Jokowi Ways itu lebih luas dengan arahan kebijakan politik, ekonomi dan budaya (Trisakti), dibanding bahasan Romo Benny tentang revolusi mental pada sisi kesadaran dan kemerdekaan jiwa manusia!" (Habis) ***
Selanjutnya.....

Revolusi Mental ala Romo Benny!


"SABTU (10/5) secara bersamaan terbit dua tulisan berjudul sama, Revolusi Mental, di harian Kompas ditulis capres PDIP Joko Widodo, dan di Koran Sindo ditulis oleh Romo Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi HAK KWI," ujar Umar. "Judulnya saja yang sama, sedang isinya, kedua tulisan sama sekali berbeda! Joko Widodo memakai pendekatan Trisakti ajaran Bung Karno, sedang Romo Benny 'teologi pembebasan' Romo Mangun!" 

 "Isi revolusi mental Joko Widodo telah kita maklumi, kali ini kita bicarakan revolusi mental Romo Benny yang secara terus terang dia akui tulisan tersebut merespons gagasan revolusi mental dari salah satu capres!" timpal Amir. "Pengertian revolusi mental, menurut Romo Benny, merujuk pada revolusi kesadaran! Perubahan mendasar menyangkut kesadaran, cara berpikir dan bertindak sebuah bangsa besar. Revolusi mental dari sesuatu yang negatif menuju positif!"

"Perubahan dari ketidakpercayaan diri menjadi bangsa yang penuh kepercayaan! Menyadari diri bahwa kita adalah bangsa yang besar dan bisa berbuat sesuatu yang besar!" kutip Umar. "Visi revolusi mental ini begitu pentingnya, tegas Romo Benny, mengingat beragam kegagalan kita sebagai bangsa, kerap (selalu) dimulai dari mentalitas ini!" 

"Kita tidak maju akibat sikap mental yang selalu merasa diri terjajah dan bahkan menikmati situasi ketergantungan pada bangsa lain!" lanjut Amir. "Kemakmuran yang ada seperti fatamorgana, hanya indah di buku-buku sekolahan, tetapi pahit dalam kenyataan. 

Sumber daya alam negeri ini bahkan nyaris ludes dikuasai oleh pihak asing! Untuk mengembalikan semuanya, revolusi mental hal mendasar dan pertama dilakukan agar bisa memulai tindakan-tindakan konkret untuk mengambil manfaat sumber daya alam untuk kepentingan bangsa sendiri!" "Kita sering minder sebagai bangsa. 

Orientasi elite kerap hanya keuntungan dirinya, dengan hanya menjadi perantara atau makelar. Bukan sebagai bangsa tangguh yang berani mengelola semua potensi untuk rakyat sendiri!" tukas Umar. "Inilah musabab segala problematika bangsa ini, sebab mental elite tidaklah merdeka sepenuhnya. 

Kita belum mampu memerdekakan bangsa dan manusia Indonesia dari sikap dan sifat minder, tidak fair, menjilat ke atas dan menginjak ke bawah! Tidak setia kawan, mudah khianat, tega memfitnah, bahkan membunuh! Akibanya lahir watak yang tidak suka membela kebenaran!" (Bersambung) ***
Selanjutnya.....

Jokowi, Perlu Revolusi Mental! (3)


"AKHIRNYA, dari mana revolusi mental itu dimulai?" tukas Umar. "Menurut Jokowi, dari masing-masing kita sendiri! Dimulai dengan lingkungan keluarga dan tempat tinggal serta lingkungan kerja, kemudian meluas menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara!" 

"Dari paparan konsep revolusi mental itu tergambar apa yang dilakukan Jokowi jika terpilih jadi presiden!" tegas Umar. "Dan itu bertolak dari pandangan Jokowi, dalam pembangunan bangsa saat ini cenderung diterapkan prinsip-prinsip liberalisme yang tak sesuai dan kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia! Karena itu, sudah saatnya untuk melakukan koreksi!"

"Koreksi pilihan Jokowi bukan dengan menghentikan proses reformasi yang sudah jalan, tapi dengan mencanangkan revolusi mental!" timpal Amir. "Dalam revolisi itu diciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai budaya nusantara, bersahaja, berkelanjutan!" 

"Operasional revolusi mental itu dikemas dalam praksis ajaran Bung Karno Trisakti!" ujar Umar. "Dengan begitu, jelas apa yang harus dilakukan! Dalam menegakkan kedaulatan politik, seiring tegaknya kedaulatan negara, penegakan keaulatan rakyat sesuai sila keempat Pancasila menuntut proses mewujudkannya!" 

"Proses dimaksud bertolak dari usaha mendorong aktualisasi kepentingan rakyat di lembaga perwakilan!" tukas Amir. "Itu dilakukan dengan mengoreksi mentalitas wakil rakyat yang selama ini cenderung untuk lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka dengan mengesampingkan kepentingan rakyat! 

Cara benar mengabdi kepentingan rakyat itu menjadi tanggung jawab perjuangan wakil rakyat pendukung pemerintah! Perjuangan itu akan menjadi denyut nadinya revolusi mental!" "Kemandirian dalam ekonomi bertolak dari ketahanan pangan dan energi!" sambut Umar. 

"Kemandirian pangan, dalam arti bahan pangan pokok rakyat, bisa dicukupi produksi dalam negeri, impor tinggal suplemen dan bukan lagi ketergantungan mutlak seperti selama ini, butuh satu dekade untuk mencapainya!" 

"Harus bisa satu dekade dengan membuat program yang terukur tahapannya! Itu arus balik dari satu dekade yang lalu, dengan 40 komoditas pertanian/pangan masuk daftar ketergantungan impor!" tegas Amir. "Juga kemandirian energi, setidaknya listrik harus dipenuhi satu dekade lewat membangun pembangkit panas bumi yang sudah diketahui lokasi dan kapasitasnya!" (habis) ***
Selanjutnya.....

Jokowi, Perlu Revolusi Mental! (2)


"REVOLUSI mental itu terobosan budaya politik untuk memberantas tuntas segala praktik buruk yang sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh kembang sejak Orde Baru hingga kini!" kutip Umar. "Dalam pelaksanaannya, tulis Jokowi, kita pakai Trisakti Bung Karno—berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya!" 

"Kedaulatan rakyat sesuai amanat sila keempat Pancasila harus ditegakkan! Negara dan pemerintahan yang terpilih secara demokratis harus benar-benar bekerja bagi rakyat!" timpal Amir. "Kita ciptakan sistem politik akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan intimidasi!"

"Semaraknya politik uang dalam pemilu memengaruhi kualitas dan integritas mereka yang terpilih!" tukas Umar. "Perlu perbaikan cara rekrutmen pemain politik lewat seleksi yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan personal!" 

"Juga diperlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan pemerintah yang terpilih!" lanjut Amir. "Penegakan hukum penting bagi wibawa pemerintah dan negara, dan mewujudkan negara hukum! Dalam kedaulatan politik penting peran TNI yang kuat dan terlatih untuk menjaga kesatuan dan integritas teritorial NKRI!" 

"Dalam ekonomi, kita harus melepaskan segala ketergantungan pada asing! Selama ini pemerintah mudah membuka keran impor untuk pangan dan kebutuhan lain. Banyak elite politik terjebak jadi pemburu rente tanpa memikirkan nasib petani!" tukas Umar. 

"Ironis, Indonesia dengan kekayaan alamnya masih impor pangan! Secara ekonomi Indonesia seharusnya bisa mandiri sesuai amanat Trisakti!" "Ketahanan pangan dan energi tak bisa ditawar!" tegas Amir. "Indonesia harus segera mewujudkan dengan program dan jadwal yang jelas dan terukur! 

Di luar dua sektor itu Indonesia tetap menjalankan kegiatan ekspor dan impor untuk menggerakkan roda ekonomi!" "Kepribadian dan sifat keindonesiaan makin pudar karena derasnya tarikan arus globalisasi dan revolusi teknologi komunikasi!" tukas Umar. 

"Pendidikan diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa yang berbudaya dan beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang terprogram, terarah, dan tepat sasaram oleh negara dapat membantu kita membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia!" (bersambung) ***
Selanjutnya.....

Jokowi, Perlu Revolusi Mental!


"CALON presiden PDIP, Joko Widodo alias Jokowi, memaparkan konsepnya tentang revolusi mental lewat tulisan di halaman opini Kompas, Sabtu (10/5)," ujar Umar. "Sebelumnya gagasan revolusi mentalnya dibicarakan publik hanya berdasar petikan dari ucapannya sekilas di media massa!" 

"Setelah 16 tahun reformasi, kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang semakin galau?" timpal Amir. "Menurut dia, itulah paradoks Indonesia kini yang menuntut jawaban dari para pemimpin nasional!"

"Ekonomi berkembang dan masyarakat banyak yang bertambah makmur. Bank Dunia Mei ini mengatakan ekonomi Indonesia sudah masuk 10 besar dunia! Di bidang politik, masyarakat sudah banyak menikmati kebebasan serta hak-haknya, termasuk pergantian pemimpin secara periodik melalui pemilu yang demokratis," kutip Umar. 

"Namun, di sisi lain kita melihat dan merasakan kegalauan masyarakat seperti yang dapat kita saksikan melalui protes di jalan-jalan di kota besar dan kecil dan juga di ruang publik lainnya, termasuk media massa dan media sosial. Gejala apa ini?" "Paradoks terjadi akibat reformasi yang dilaksanakan sejak 1998 itu baru sebatas institusional!" tegas Amir. "Reformasi belum menyentuh paradigma, mindset, atau budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa. 

Agar perubahan benar-benar bermakna, berkesinambungan, dan sesuai cita-cita proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur, kita perlu melakukan revolusi mental!" "Nation building tak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusi tanpa merombak manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem," lanjut Umar. 

"Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani manusia dengan salah kaprah, tak akan membawa kesejahteraan!" "Kita amandemen UUD 1945. Kita bentuk sejumlah komisi independen, termasuk KPK. Kita laksanakan otonomi daerah. Kita perbaiki banyak UU nasional dan daerah. Kita juga laksanakan pemilu secara berkala.

 Kesemuanya dalam rangka perbaikan pengelolaan negara yang demokratis dan akuntabel!" tukas Amir. "Namun, di saat yang sama sejumlah tradisi dari Orde Baru masih berlangsung, korupsi, intoleran pada perbedaan, rakus, mau menang sendiri, kecenderungan kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat oportunis, masih berlangsung bahkan ada yang kian merajalela di alam Indonesia yang katanya lebih reformis!" (Bersambung) ***
Selanjutnya.....

Budaya Politik Serbacurang!

“HASIL rekapitulasi Pemilu Legislatif 2014 telah disahkan KPU Jumat tengah malam!” ujar Umar. “Jadi sah pula penghitungan suara hasil pileg yang di daerah dianggap bermasalah hingga banyak anggota KPU daerah menjadi tersangka kasus pidana pemilu! Proses hukumnya dari kepolisian sampai pengadilan—bisa jadi termasuk MK nantinya—tinggal jadi bagian cuci piring pesta demokrasi!” 

“Di sisi lain, para anggota legislatif yang terpilih lewat cara serbacurang—dari politik uang terhadap pemilih sampai akal-akalan penyelenggara pada berbagai tingkatan—akan tetap menduduki kursi lembaga perwakilan rakyat!” timpal Amir. “Sedikit sekali kemungkinan kedudukan mereka terpengaruh oleh proses hukum terhadap penyelenggara! Dengan begitu, semakin mapanlah budaya politik serba curang di negara ini!”

“Politik itu cara meraih kekuasaan lewat cara damai! Politik juga seni mengelola kekuasaan!” tegas Umar. “Demokrasi menjadi cara meraih dan mengelola kekuasaan berdasar etika dan moral untuk memajukan peradaban yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan! 

Di dalamnya wakil rakyat mengabdi bagi kepentingan rakyat yang diwakilinya!” “Tapi, menurut Otto von Bismark, yang dikutip Presiden SBY di pidatonya pasca-pileg (detik.com, 8/5), politics is the art of posibble—politik itu seni kemungkinan—dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi!” sambut Amir. 

“Salah satu kemungkinan itu, dalam budaya politik serbacurang para politikus sebagai aktor dan aktrisnya memainkan peran sesuai skenario yang telah menjadi kenyataan, dunia politik hanya panggung sandiwara! Para aktor dan aktris pura-pura berjuang untuk rakyat, padahal sejatinya mereka berjuang untuk kepentingan pribadinya mengembalikan modal yang dihabiskan untuk merebut kursi kekuasaan dalam pileg, dan modal mempertahankannya pada pemilu mendatang!” 

“Celakanya, bukan koreksi dan perbaikan atas budaya politik serbacurang itu yang terbayang!” tukas Umar. “Justru lanjutan pesta demokrasi dengan pemilihan umum presiden (pilpres), serbacurangnya itu diperburuk lagi dengan kampanye hitam menebar fitnah terhadap lawan politik!” 

“Serangan kampanye hitam itu bahkan sampai ke tingkat fitnah-fitnah keji yang sangat keterlaluan!” timpal Amir. “Kalau itu dijadikan ukuran memilih pemimpin, tak terbayang apa jadinya negara-bangsa ini jika sampai dipimpin oleh orang yang keahliannya cuma menebar fitnah keji, lempar batu sembunyi tangan!” ***
Selanjutnya.....

Basmi Kejahatan Seksual Anak!


"PRESIDEN SBY mencanangkan gerakan nasional pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak, Kamis (8/5)!" ujar Umar. "Menurut dia, gerakan antikejahatan terhadap anak itu harus mencakup edukasi dan sosialisasi yang agresif, masif, dan berkelanjutan!" (Kompas.com, 8/5) 

 "Presiden juga menekankan pentingnya pengawasan yang saksama di lingkungan keluarga, didukung komunitas lokal ketua RT, RW, dan lurah, melakukan tindakan cepat untuk pencegahan dan membasmi kejahatan seksual terhadap anak!" timpal Amir. "Langkah komunitas lokal itu harus mendapat respons penindakan hukum yang cepat pula!"

"Pencanangan gerakan nasional itu tepat waktu! Bulan terakhir ini sejumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak muncul secara luar biasa!" tegas Umar. "Dari kekerasan seksual yang dilakukan petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) sampai Emon, pedofil di Sukabumi, Jawa Barat, yang melakukan pencabulan terhadap lebih dari 100 orang anak!" 

"Sebagai suatu gerakan nasional, Presiden berharap semua pihak turut memerangi kejahatan seksual terhadap anak ini!" lanjut Amir. "Mereka, penegak hukum, komisi terkait, organisasi perempuan dan keguruan, komunitas kepakaran, dunia usaha, dan komunitas pers!" 

"Kejahatan seksual terhadap anak yang jadi berita beruntun dari berbagai daerah belakangan ini, telah menjadi gejala kekerasan terhadap anak yang luas!" tukas Umar. "Karena itu, selain keluarga dan komunitas lokal RT/RW dan lurah harus melakukan pengawasan serta tindakan cepat dan cermat, pemerintah pun yang berkewajiban melindungi setiap warga negara—terutama yang lemah seperti anak-anak dan perempuan—harus menunjukkan tanggung jawabnya! 

Seperti di kasus JIS yang belasan tahun beroperasi PAUD-nya tanpa izin, harus ada birokrasi pendidikan yang bertanggung jawab!" "Dengan contoh kasus itu, salah satu tugas penting birokrasi pemdidikan dalam gerakan nasional ini adalah melakukan check list, periksa ulang daftar tugasnya, agar tidak terjadi keteledoran—apalagi berlangsung sampai belasan tahun!" sambut Amir. 

"Masyarakat juga segera koordinasi dengan RT/RW dan lurah jika melihat hal-hal yang mencurigakan!" "Semua itu harus, karena sukses gerakan nasional ini terletak pada efektifnya sistem pencegahan, terutama di tengah masyarakat!" tegas Umar. "Penindakan hukum maupun rehabilitasi korban kalau bisa tak diperlukan, jika pencegahan berjalan baik!" ***
Selanjutnya.....

Soal Nasionalisasi Aset Asing!


"RUPANYA ada keresahan Presiden SBY yang tak tertampung dalam pidatonya di forum resmi sehingga harus ia unggah ke media sosial Youtube!" ujar Umar. "Salah satunya yang diunggah Rabu (7/8), SBY menegaskan, 'Kalau ada seorang capres yang berkukuh akan menasionalisasi aset asing, saya tidak akan memilihnya, tidak akan mendukungnya, karena saya tahu risikonya, itu membawa malapetaka bagi Indonesia!" 

 "Menurut detik.com (8/5), capres yang paling sering menyatakan nasionalisasi aset asing adalah Prabowo Subianto!" timpal Amir. "Dengan begitu, detik.com menduga SBY mengisyaratkan untuk tidak berkoalisi dengan Partai Gerindra yang mengusung capres Prabowo."

"Terlepas dari arah koalisi Partai Demokrat yang dipimpin SBY untuk Pilpres 2014, nasionalisasi aset asing di Indonesia jelas mengundang reaksi keras pemerintah negara-negara asal pemilik aset dan lembaga-lembaga internasional!" tegas Umar.

 "Akibatnya bisa kena sanksi internasional blokade ekonomi sehingga ekonomi Indonesia terkucil! Kalau hal itu terjadi, jelas menjadi malapetaka bagi Indonesia seperti dikhawatirkan SBY!" "Padahal ekonomi Indonesia secara absolut telah terintegrasi dalam ekonomi dunia!" timpal Amir.

 "Belum lagi tindakan balasan membekukan semua aset dan rekening Indonesia di luar negeri, seperti dialami Iran saat diblokade Barat! Sistem keuangan negerinya terseok, warga mengalami kesulitan ekonomi fatal!" "Malapetaka itu harus dihindarkan!" tegas Umar. 

"Kita pernah menasionalisasi aset asing, tapi konteksnya berbeda! Nasionalisasi dulu atas aset perusahaan Belanda dari perkebunan, pertambangan, kereta api dan sebagainya, sebagai realisasi kemerdekaan Indonesia! Sedang kini, tak ada alasan yang bisa diterima dunia untuk nasionalisasi aset asing!" "Mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez yang terkenal penganut sosialisme garis keras pun hanya menempuh jalan renegosiasi pembagian saham dan bagi hasil pertambangan asing di negerinya!" timpal Amir. 

"Hasilnya, Chavez mendapat apa yang diinginkan dan dunia menaruh hormat padanya!" "Karena itu, lebih tepat seorang capres mengadakan pendekatan dengan para duta besar guna membina hubungan setara, agar saat terpilih nanti lebih mudah bicara menyelesaikan masalah!" tegas Umar. "Dengan kesetaraan seperti Chavez, tanpa jadi kacung asing pun tujuan menguasai kembali secara efektif kekayaan bangsa bisa tercapai!" ***
Selanjutnya.....

PDB Indonesia 10 Besar Dunia!


"PDB—produk domestik bruto—Indonesia menurut data International Comparison Program, afiliasi Bank Dunia, kini masuk 10 terbesar dunia setelah Amerika Serikat, Tiongkok, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris!" ujar Umar. "Berita gembira itu disampaikan Presiden SBY di Jakarta, Minggu (4/5), pada peresmian stasiun televisi." (detikFinance, 4/5)

 "Berita menggembirakan itu tentu layak disyukuri!" sambut Amir. "Selanjutnya berbenah agar rahmat yang luar biasa itu tidak hanya dinikmati segelintir orang, apalagi sebagian dari yang segelintir itu orang asing pula, tetapi bisa benar-benar bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!"

"Itulah harapan kita!" tegas Umar. "Tapi realitasnya, gambaran PDB 10 besar dunia sangat kontras dengan PDB perkapita kita yang peringkat 107 dunia. Korupsi dan kegagalan pemerataan manfaat pembangunan membuat kita tak kunjung mampu keluar dari problem kemiskinan dan ketimpangan. Lebih dari tiga dekade kita tak mampu keluar dari perangkap pendapatan menengah bawah. 

Hampir separuh penduduk di sekitar garis kemiskinan." (Kompas, Tajuk, 6/5) "Garis kemiskinan yang kita pakai pun domestik, yang dibuat untuk memperkecil jumlah warga miskin, yakni konsumsi di bawah 1 dolar AS/orang/hari! Padahal, garis kemiskinan fatal Bank Dunia pada 1,5 dolar AS/orang/hari!" timpal Amir. 

"Lebih ironis lagi, PDB 10 besar dunia itu tercapai berkat sumbangan lebih 50% konsumsi dari warga yang melarat itu, karena jumlah mereka yang bejibun sehingga menjadikan Indonesia berpenduduk terbanyak ke empat dunia, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat!"

 "Jadi besarnya jumlah penduduk yang ke empat terbanyak dunia itulah unggulan utama PDB, mengalahkan sumbangan produksi dan investasi!" tukas Umar. "Jika produksi dan investasi proporsional, bisa diharapkan PDB Indonesia 4 besar dunia, sesuai dengan peringkat penduduknya! 

Apalagi kalau produksi dan investasinya, proporsional, konsumsi warganya yang mayoritas bisa wajar, di atas kemiskinan fatal Bank Dunia atau 1,5 dolar AS/orang/hari, peringkat PDB-nya benar-benar bermakna pada kesejahteraan rakyat!" 

"Untuk itu, strategi pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 diharapkan bisa cepat mengatasi kemiskinan dan ketimpangan yang justru menajam drastis satu dekade terakhir!" tegas Amir. "Artinya, diperlukan pemerintahan yang berani membuat kebijakan antitesis dari pemerintahan sekarang sehingga arah ketimpangan bisa ditarik mengecil kembali!" ***
Selanjutnya.....

Pertanian Anjlok Jadi 0,94%!


"PERTUMBUHAN sektor pertanian triwulan I 2014 anjlok jadi 0,94%, dibanding periode sama 2013 sebesar 2,18%," ujar Imar. "Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis awal pekan ini juga mencatat, akibat pelambatan itu sebanyak 280 ribu orang kehilangan pekerjaan di sektor pertanian dari Februari 2013 ke Februari 2014!" (detik.com, 6/5) 

"Secara keseluruhan, sektor pertanian menjadi penyebab utama dari pelambatan ekonomi Indonesia menjadi hanya 5,21%, dibanding triwulan I 2013 yang masih tumbuh 6,03%." timpal Amir. "Kaitan pelambatan dengan penurunan jumlah pengangguran erat sekali! Pada Februari 2014 itu jumlah penganggur setahum hanya berkurang 50 ribu orang dari 7,20 juta menjadi 7,15 juta, dibanding periode sama tahun sebelumnya jumlah penganggur berkurang 460 ribu orang, dari 7,66 juta menjadi 7,2 juta."

"Menurut Deputi Kepala BPS Suhariyanto, pelambatan pertumbuhan pada sektor pertanian itu akibat buruknya iklim dan bencana alam banjir di sentra-sentra produksi sehingga panen tidak optimal!" tegas Umar. 

"Meski demikian, kata Menteri Keuangan Chatib Basri, pelambatan pertumbuhan ekonomi itu merupakan bagian dari strategi untuk mengurangi current account deficit! Jadi, pemerintah memang merencanakan pelambatan pertumbuhan untuk menjaga kestabilan ekonomi!" 

"Tapi pelambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 bukan hanya terdampak anjloknya sektor pertanian!" tukas Umar. "Menurut Chatib Basri, penyebabnya yang signifikan pada penurunan ekspor! Jadi, untuk mengatasinya menurut menteri hanya bisa berharap perbaikan pada ekonomi AS sehingga ekspor bisa membaik kembali!" 

"Akhirnya jelas! Anjloknya pertumbuhan pertanian menurut BPS akibat buruknya iklim dan bencana alam! Kedua hal itu force major—di luar kemampuan manusia mengatasinya!" timpal Umar. "Sedang menurut Menteri Chatib Basri, pelemahan pertumbuhan ekonomi karena penurunan ekspor, hingga pemulihan ekonomi negara tujuan ekspor menjadi kunci perbaikannya! 

Pemulihan di negara tujuan ekspor juga di luar kemampuan kita untuk mengatasinya!" "Menurut kedua logika itu, kita tak bisa apa-apa lagi!" entak Amir. "Maka itu, pemerintah bukan mencari jalan keluar mengatasinya, melainkan malah menjadikan pelemahan sebagai strategi menurunkan current account deficit! Hasilnya, menurut logika pula, penurunan ekspor berarti penurunan penerimaan devisa, current account deficit pun jadi laten!" ***
Selanjutnya.....

Soal Hegemoni Neoliberalisme!


"PESAN Buya Syafii Maarif ke Jokowi agar membebaskan bangsa dari dominasi asing seperti di pertambangan dan perkebunan, serta agen-agennya yang dia sebut 'Londo Ireng', menjurus pada soal hegemoni neoliberalisme!" ujar Umar. "Hegemoni menyelimuti politik, ekonomi, dan budaya, maka Buya tegas agar Jokowi menjalankan Trisakti ajaran Bung Karno—berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya!" 

"Hegemoni neoliberalisme dalam politik berlangsung lewat perikatan pemerintah kita pada perjanjian dengan Bank Dunia, IMF, WTO, APEC, ASEAN dan lainnya, hingga pemerintah menjalankan kekuasaannya sejalan dengan perjanjian yang simultan memenuhi kepentingan neoliberalisme!" timpal Amir. "Lewat hegemoni di politik itu, pemodal yang menunggang perahu neoliberalisme dengan mudah menguasai lebih 70% pertambangan kita, lebih 50% telekomunikasi, perbankan, dan lainya!"

"Hegemoni berasal dari praksis suatu ideologi!" tegas Umar. "Ideologi asing yang difasilitasi itu menggoyah budaya lokal yang guyup, menggantinya dengan budaya individualis hedonis materialistik! Budaya kebersamaan penuh tenggang rasa pada nasib sesama tergilas oleh nafsu kaya sendiri lewat korupsi—demi hidup mewah bersimbah materi!" 

"Menurut kamus budaya Antonio Gramsci, hegemoni berarti suatu kekuasaan yang menindas, berupaya menguasai seluruh keadaan baik dalam tataran nilai ataupun tindakan!" tukas Amir. "Hegemoni dalam politik, ekonomi, dan budaya seperti sekarang ini, pesan Buya untuk keluar dari hegemoni tersebut jelas tak mudah!" 

"Tapi bayangan jalan keluar itu agaknya telah ada dalam kesepahaman Megawati dan Jokowi hingga Megawati yang pernah mengalami beratnya tekanan IMF untuk melakukan privatisasi BUMN, melimpahkan kepercayaan pada Jokowi buat menerobos benteng hegemoni itu!" sambut Umar. "Kuncinya The Jokowi Ways, menyelesaikan masalah lewat musyawarah!" 

"Mungkin berdasar kesepahaman itulah sejak dini Megawati mengajak Jokowi jumpa Duta Besar AS dan sekutunya, untuk mengondisikan perwakilan asing pada The Jokowi Ways jika terpilih nanti!" tegas Amir. "Artinya, perubahan mendasar termasuk dalam hubungan dengan asing dilakukan lewat revolusi adem ayem The Jokowi Ways—yang telah terbukti lewat musyawarah rakyat jelata (dari pedagang kaki lima sampai warga bantaran waduk) bisa menyelesaikan masalah! Apalagi para priyayi agung, duta besar, dan pemodal, demi keseimbangan baru yang adil!" ***
Selanjutnya.....

Pesan Buya, Jalankan Trisakti!


"KEPADA Jokowi yang sowan ke rumahnya di Yogyakarta, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Buya Syafii Maarif Sabtu (3/5) berpesan agar menjalankan Trisakti ajaran Bung Karno!" ujar Umar. "Trisakti dimaksud berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya!" "Ajaran Trisakti diuraikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno 17 Agustus 1964 yang terkenal dengan judul Vivere Pericoloso--menyerempet-nyerempet bahaya!" sambut Amir. 

"Pada 1964 itu Indonesia baru menyelesaikan serangkai prestasi dan langkah bersejarah! Sukses sebagai penyelenggara Asian Games IV, tuan rumah konferensi sedunia negara-negara Dunia Ketiga (New Emerging Forces--kelompok di luar kapitalisme(Dunia I) dan di luar komunis (Dunia II), dengan pesta olah raga negara-negara Dunia Ketiga (Ganefo), serta Irian Barat kembali ke NKRI pada 1 Mei 1963!"

"Betapa bangga bangsa Indonesia atas semua prestasi waktu itu!" tegas Umar. "Namun semua prestasi yang merupakan implementasi proklamasi kemerdekaan bangsa kita itu bersinggungan dengan kepentingan asing, terutama kolonialisme dan kapitalisme hingga Indonesia harus keluar dari PBB--itulah esensi vivere pericoloso--realitas pengemas Trisakti!" 

"Para sesepuh yang pernah mengalami suasana kebatinan pencetus Trisakti itu, bisa merasakan kondisi bangsa kita dewasa ini menyimpang dari patokan implementasi kemerdekaan tersebut!" timpal Amir. 

"Kecondongan politik luar negeri ke arah tertentu, hingga ada sinisme Indonesia negara bagian ke 51 dari AS, ekonomi dari pangan dan sektor pertanian, pertambangan, industri hingga sektor keuangan yang mutlak tergantung pada asing, merupakan realitas yang meresahkan para sesepuh bangsa, hingga mengingatkan relevansi Trisakti!" 

"Ditambah lagi kepribadian dengan jangkarnya sikap tenggang rasa di kalangan elite bangsa telah hancur-lebur terlumat oleh budaya korupsi!" tukas Umar. "Lengkaplah keharusan kita untuk menjalankan Trisakti!" "Sebagai pintu masuk ke Trisakti mungkin lewat ekonomi, yang kondisinya paling parah dewasa ini!" tegas Amir. 

"Di sektor pangan 39 komoditas pertanian kita impor tambah bulan terakhir pembebasan bea masuk impor biji kakao! Pertambangan lebih 75% dikuasai asing! Telekomunikasi lebih 50% dikuasai asing, juga 51% modal perbankan nasional dikuasai asing! Dan lain-lain lagi yang menempatkan Trisakti sebagai jalan keluar paling ideal saat ini!" ***
Selanjutnya.....

Rekayasa Pendidikan Karakter!

"KURIKULUM 2013 diunggulkan sebagai rekayasa pendidikan karakter!" ujar Umar. "Disebut rekayasa, karena diterapkan serentak ke semua jenjang usia anak didik dari SD sampai SMA, dengan mekanisme yang prosesnya mengarahkan perilaku anak didik berkarakter ideal! Semestinya, pendidikan karakter ditanamkan sejak usia dini dan konsisten sampai dewasa!"

"Dengan rekayasa itu bukan hanya anak didik pada jenjang sekolah lanjutan yang terkejut pada perubahan mendadak cara dan materi belajar!" timpal Amir. "Para guru sendiri banyak yang meraba-raba materi dan metode belajar-mengajarnya karena pemahaman terhadap cara baru itu bisa kurang tuntas lewat penataran yang hanya beberapa hari!"

"Rekayasa sosial (social engineering) dengan jargon pendidikan karakter itu layak dihargai!" tegas Umar. "Dengan segala kekurangannya, prioritas pada pendidikan karakter mencerminkan kesadaran penguasa pada acak-kadutnya kondisi negeri ini mayoritas penyebabnya bermuara pada pendidikan nasional yang tak relevan pada tuntutan zaman, dengan minusnya karakter anak bangsa!"

"Namun, perlu disadari para pendidik, pada rekayasa faktor teknis menjadi penentu pembentukan perilaku baru anak didik!" tutur Amir. "Tata cara baru dalam proses belajar-mengajar, seperti mendorong kreatif dengan mencari sendiri materi pembelajaran lewat internet, koran, atau dari lapangan, serta diskusi agar terbiasa merumuskan masalah dan bersama-sama mencari solusi! Kapasitas anak didik untuk diving internet dan bekerja dalam tim merumuskan serta memecahkan masalah itu hakikat pekerjaan masa depan!"

"Episode itu memang baru merangkai sejumlah nilai unsur karakter, yakni rajin (belajar), tekun, sabar, berorientasi masa depan, menghargai pendapat orang lain, toleran pada perbedaan!" tegas Umar. 

"Tapi, itu bisa dijadikan pintu masuk bagi pendidikan karakter secara simultan yang multikompleks nilai-nilainya, baik lewat proses pendidikan di sekolahnya maupun lewat realitas masyarakat berbangsa! Pada skala yang luas ini, karakter dengan nilai-nilai dasar yang diperoleh di sekolah itu menjadi pembanding! Keteladanan dari tokoh-tokoh masyarakat jadi kunci bagi pematangan karakter anak didik!"

"Juga perlu disadari pendidik, rekayasa dengan mendayagunakan internet ini menjadikan sekolah bukan lagi lembaga tertutup!" timpal Amir. "Anak didik bebas mencari sendiri contoh di luar sekolah, termasuk contoh negatif! Hasil pendidikan karakter di sekolah pun akan terpengaruh realitas karakter bangsa!" ***


Selanjutnya.....

10 Tuntutan Buruh, Siapa Peduli?

H. Bambang Eka Wijaya

"MAY Day—Hari Buruh Sedunia—1 Mei 2014 diperingati kaum buruh Indonesia dengan mengajukan 10 tuntutan bagi perbaikan nasib buruh!" ujar Umar. "Tuntutan buruh itu umumnya isu perjuangan selama ini. Penajamannya sebagai perjuangan pada May Day mengesankan, perjuangan kaum buruh kurang diakomodasi pemerintah maupun pengusaha!"

"Sepuluh tuntutan itu, 1. Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing. 2. Upah layak bagi kaum buruh. 3. Jaminan sosial bukan asuransi sosial. 4. Subsidi untuk rakyat. 5. Setop privatisasi dan nasionalisasi aset strategis," timpal Amir. "Lalu, 6. setop union busting dan kriminalisasi aktivis buruh. 7. Turunkan harga sembako dan BBM. 8. Bangun industri nasional yang kuat untuk menyejahterakan rakyat. 9. Tanah untuk kesejahteraan rakyat. 10. Pendidikan gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat!"

"Tuntutan yang amat luas jika dibanding tema May Day 2014 dari International Labor Office (ILO); 'Save & helth at work!" tukas Umar. "Mungkin karena terlalu luas itu sukar pemerintah dan pengusaha memenuhinya secara tuntas!"

"Sikap pemerintah sedemikian tecermin dari pernyataan Gubernur DKI Jokowi saat menerima massa buruh di balai kota," timpal Amir. "Didampingi Diah (Si Oneng Bajaj Bajuri) Pitaloka, sang gubernur menyatakan akan berusaha mewujudkan bagi kaum buruh kerja layak, upah layak, dan hidup layak!" (Metro TV, 1/5) 

"Untuk buruh kawasan Jabodetabek dan Pantura Jabar, upah minimum (UMP)-nya memang relatif sudah lumayan, di atas Rp2,2 juta!" ujar Umar. "Pemberlakuan UMP sedemikian oleh gubernur DKI sejak 2013, membuat pengusaha mengeluh—bahkan banyak yang mengajukan secara tertulis ke gubernur permohonan dispensasi, belum mampu melaksanakan UMP! Tapi buruh di kawasan itu di May Day ini tetap menuntut kenaikan UMP 30%."

"Soalnya harga kebutuhan pokok terus naik, kian berat mereka jangkau!" tukas Amir. "Konon lagi kaum buruh di kota-kota kecil yang UMK-nya jauh lebih rendah, mereka hidup kelimpungan!"
"Itu membuat jadi wajar tuntutan buruh lebar dan luas!" timpal Umar. 

"Karena, realitas kehidupan kaum buruh memang masih jauh dari memadai! Jadi, banyak hal harus ditangani untuk mengatasinya! Tapi siapa yang mau mengatasi, kecuali Jokowi dengan baju kotak-kotak merah khasnya, tak satu pun pejabat pemerintah lainnya dan pengusaha mau peduli menemui aksi massa buruh di May Day!" *** 
Selanjutnya.....