Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hak Angket Memakzulkan Ahok!

KAMIS (26/2) tepat 100 hari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menduduki jabatan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Pada hari itu pula DPRD memberi “hadiah” Ahok berupa pembentukan panitia hak angket (untuk melakukan penyelidikan), yang menurut Wakil Ketua DPRD DKI dari Partai Gerindra Muhammad Taufik bertujuan akhir memakzulkan Ahok (Kompas.com, 26/2). 

Panitia hak angket itu dibentuk atas usulan yang ditandatangani nyaris 100 persen anggota DPRD DKI dari semua fraksi, untuk menyelidiki kebijakan Ahok yang menyerahkan draf APBD kepada Kemendagri yang bukan hasil pembahasan parpurna DPRD DKI 27 Januari, tapi ada anggaran dikoreksi Gubernur, sejumlah Rp12,1 triliun. Alasan dikoreksi, karena itu anggaran siluman yang disusupkan DPRD. Panitia hak angket beranggota 33 orang, diketuai Jhoni Simanjuntak dari PDIP.

Ahok berseteru dengan DPRD, terutama Fraksi Partai Gerindra, sejak ia mundur dari keanggotaan partai itu. Padahal, saat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI mendampingi Jokowi, Ahok diusung Partai Gerindra. 

Namun, kini bukan cuma Gerindra, tapi semua fraksi di DPRD DKI menjadi lawan Ahok. Tentang anggaran tambahan Rp12,1 triliun itu, DPRD DKI menyatakan itu hak inisiatif DPRD dalam membahas anggaran. 

Hak inisiatif dalam penyusunan anggaran merupakan bagian dari hak budgeting lembaga legislatif. Tapi, Ahok menyerang balik DPRD dengan menyebut itu anggaran siluman DPRD DKI 2015, yang disusupkan di hampir semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bila ditotal mencapai Rp12,1 triliun. 

"Hampir semua ada dimasukkin. Kesehatan ada, pendidikan ada, kebakaran ada," tegas Ahok di Balai Kota, Rabu (25/2), sambil menunjukkan data-data yang dipegangnya. Rata-rata angkanya, menurut Ahok, Rp4 miliar. 

Seperti dalam anggaran pendidikan ada anggaran untuk alat percepatan peningkatan mutu pendidikan sebesar Rp4,9 miliar. "Ini bisa bikin sekolah baru di kampung!" tegasnya. Banyak anggaran tak masuk akal sengaja disisipkan. Ada class room audio SD Rp5 miliar. 

Pengadaan alat peraga pendidikan usia dini Rp15 miliar. Pembinaan Rp3,5 miliar. "Ini yang dari versi DPRD, makanya saya coret," tegas Ahok. Namun, hal itu tak bisa menghentikan proses politik hak angket di DPRD. Belum lagi demo rutin sejumlah ormas anti-Ahok di depan DPRD DKI. Sejauh mana Ahok mampu bertahan? ***
Selanjutnya.....

Ironi Investasi, Gurita 12 Tentakel!

INVESTASI yang dipuja para penguasa negara terbelakang untuk memajukan ekonomi negerinya ternyata menyerupai gurita dengan 12 tentakel pengisap cairan tubuh mangsanya! 

Untuk kasus Indonesia, "Setiap 1 miliar dolar AS investasi asing yang tertanam di Indonesia dalam satu tahun (2010—2014) sebanding dengan 12 miliar dolar AS yang ke luar negeri, yang merupakan hasil keuntungan investasi asing yang kembali ke negara asal, pembayaran bunga utang luar negeri," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini tentang dampak buruk investasi pada ekonomi suatu negara (Kompas.com, 25/2).

Sebagai contoh, Hendri menyebut rupiah yang terus pontang-panting, selain karena situasi global, pelemahannya juga sebagai dampak buruk kinerja ekonomi nasional, khususnya karena pembengkakan defisit neraca berjalan yang didominasi defisit neraca pendapatan primer—terkait arus investasi. 

Menurut dia, pada 2014 neraca defisit pendapatan primer mencapai 27 miliar dolar AS, lebih besar ketimbang defisit neraca berjalan itu sendiri sebesar 26 miliar dolar AS. Penyebabnya, besarnya pembayaran ke luar untuk investasi baik langsung, portofolio, dan investasi lainnya sampai 12 kali lipat dari penerimaan investasi pada tahun yang sama. 

Bahkan, defisit pendapatan investasi langsung, ujar Hendri, menyumbang hampir 64% dari defisit neraca pendapatan primer. Ironis memang. Pemerintah berbenah di segala bidang agar investasi masuk negeri ini, padahal kenyataannya investasi itu gurita yang mengisap darah segar perekonomian nasional dengan 12 tentakel yang setiap tentakel berdaya sedot setara investasi yang masuk pada tahun sama. 

Ironi juga terlihat ketika kita bersorak menyambut rekor baru tembus 5.400 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Busa Efek Indonesia (BEI), padahal pemain lokal di bursa tersebut kurang dari 5%. 

Kita bersorak riang ketika para investor menggoreng harga saham di BEI agar cepat memberikan keuntungan besar pada mereka meski keuntungan investor itu menyedot darah segar perekonomian nasional negeri kita! Untuk mengurangi besarnya arus CAPITAL outflow itu, salah satu saran Hendri, agar mengurangi penerbitan obligasi pemerintah. 

Beberapa tahun terakhir, pemerintah membiayai 74% utangnya dari obligasi. Padahal, bunga obligasi tinggi, sesuai yang berlaku di pasar. Kalau seperti selama ini, utang hanya untuk menambah nikmat elite, terasa sakit rakyat memikulnya! ***
Selanjutnya.....

Memberantas Tuntas Mafia Beras!

MESKI Pemerintah telah menggelar operasi pasar, harga beras di Jakarta dan sekitar dari Desember 2014 ke Februari 2015 ini naik sebesar 30%. Kenapa begitu? Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyatakan karena ada mafia beras yang mempermainkan harga, yakni pengusaha yang bekerja sama dengan orang dalam Perum Bulog (Kompas, 21/2).

 Mafia mengoplos beras murah berasal dari Bulog dengan beras bermerek. "Ketika saya melakukan sidak, ada beras Bulog yang dioplos ke merek dagang lain dan dijual ke daerah lain, itu ada mafianya," ungkapnya di Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (Okezone, 22-2-2015). Gobel mengatakan langsung memberi peringatan semua pihak yang berada di gudang itu untuk tidak main-main dengan pemerintah yang tak segan memidanakan pihak yang mencurangi beras murah.

Permainan harga itu juga dilakukan untuk mengesankan kekurangan pasokan, agar mafia beras bisa mendapat izin impor beras. Tapi, Menteri Gobel tegas, tak akan impor beras karena stok beras nasional cukup. 

Untuk mengatasi naiknya harga, pemerintah memperbesar operasi pasar. Beragam cara mafia mempermainkan beras demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa peduli akibatnya menyengsarakan rakyat. 

Termasuk seperti laporan Metro-TV (23/2), membagi beras buruk untuk raskin, oleh penerimanya karena jelek dijual, lalu dibeli lagi oleh jaringan pemasok, kemudian dibagi untuk raskin kembali, begitu terus berulang-ulang dilakukan. Sedang beras bagus sesuai anggaran yang sebenarnya untuk raskin justru dijual ke pihak lain. 

Hal sama pernah terjadi di Lampung, beras buruk sengaja dibeli dan didatangkan dari Jawa Tengah untuk raskin, sedang beras bagus yang sebenarnya untuk raskin dijual ke pihak lain. Kasus itu sempat ditangani pihak berwajib.

 Ternyata cara sama dimainkan di daerah lain, seperti dilaporkan Metro TV. Untuk itu, menjadi keharusan bagi semua pihak untuk mendukung pemerintah memberantas tuntas mafia beras. Kalau ada gelagat atau gejala aneh, segera laporkan ke penegak hukum. 

Betapa, pengendalian harga beras oleh pemerintah yang merugikan petani itu dimaksudkan untuk memicu pertumbuhan ekonomi dengan sektor industri bisa menggaji murah buruhnya berkat beras murah untuk buruhnya. 

Tapi, oleh mafia malah direkayasa harga beras jadi mahal, memberatkan buruh sedang nilai lebih dari kenaikan harga itu tak dinikmati petani. Tapi, jadi rente bagi mafia! Buruh sengsara petani merana, mafia kaya raya! ***
Selanjutnya.....

Penguatan Dolar Pukul Produsen AS!

PENGUATAN kurs mata uang dolar Amerika Serikat (AS) ternyata memukul produsen negerinya sendiri karena harga barang produksinya menjadi lebih mahal dengan mata uang negeri pengimpor. Akibatnya, penjualan menurun dan tak mencapai target. 

Penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia sepanjang 2014 mencapai 6%, sedangkan awal tahun ini telah mencapai 3%. Salah satu yang terpukul itu Procter & Gamble (P&G), produsen ratusan merek terkenal dunia aneka barang, dari sampo Wella dan Pantene, baterai Duracell, sampai perabotan Braun, telah menyatakan niat melepas 100 merek miliknya. Penjualan itu untuk merampingkan portofolio perusahaannya setelah terpukul penguatan dolar AS. (Kompas.com, 22/2)

Chief Financial P&G John Mieller kepada analis Wall Street menyatakan penjualan merek itu akan mengurangi penjualan tahunan sekitar 14%. Tapi, penjualan portofolio itu mendatangkan pendapatan sampai 11 miliar dolar AS, seperti dikutip USA Today. Penjualan 100 portofolio akan rampung medio 2016. Realitas pukulan penguatan dolar kepada produsen negerinya dan reaksi produsen sedemikian jelas mengejutkan. 

Karena, itu bertentangan dengan gejala perbaikan ekonomi AS berkat penguatan dolar. Kinerja ekonomi AS di berbagai sektor membaik sehingga pada kuartal IV 2014 pengangguran turun sampai ke 5,8%, jauh di bawah target 6,5%. Indikator kinerja ekonomi secara umum yang cukup baik itu justru menimbulkan prediksi The Fed segera menaikkan suku bunga acuan, hingga menarik lebih besar lagi dolar dari luar pulang kampung mencari rente di tengah kepastian dan jaminan yang kuat di negeri sendiri. 

Suku bunga acuan The Fed sejak krisis 2008 ditetapkan amat rendah, 0,25%. Jika kebijakan suku bunga amat rendah The Fed diakhiri, meski suku bunga dinaikkan bertahap, dengan tingkat inflasi AS 2015 yang telah dikoreksi pada 1%, pertumbuhan ekonomi AS menjadi lebih baik, kurs dolar akan menguat dan harga produksi ekspornya juga semakin mahal di negeri orang. 

Dari situ bisa dibaca arti langkah strategis P&G. Gairah ekonomi AS itu akan menyedot dolar yang selama ini mampir di emerging ekonomi seperti Indonesia, untuk kembali ke negerinya. Nah, kalau P&G saja sudah mengantisipasi, apa persiapan emerging ekonomi seperti negeri kita menghadapi prediksi perubahan kebijakan suku bunga AS itu? Jangan sampai, tiba-tiba rontok seperti 1998 dan 2008! ***
Selanjutnya.....

NU Kutuk ISIS Nista Kemanusiaan!

PBNU—Pengurus Besar Nahdlatul Ulama—mengutuk keras aksi genosida kelompok Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) terhadap 21 orang Kristen Mesir di Libya dan aksi-aksi lain yang kian meresahkan masyarakat dunia. (Kompas.com, 21/2) 

Salah satu aksi lain itu dilaporkan Daily Mail, Rabu (18/2), ISIS membakar hidup-hidup 45 warga Irak termasuk anak-anak di Provinsi Anbar, Irak. Para korban diletakkan di kerangkeng, lalu militan ISIS menyiram mereka dengan minyak dan membakarnya. Begitu laporan kepala polisi setempat, Kolonel Qasim Obeidi. (Merdeka.com, 18/2)

Ketua PBNU KH Maksum Machfoedz dalam keterangan pers tertulis di Jakarta, Jumat (20/2), menyatakan kelompok ISIS telah menistakan semua nilai kemanusiaan dan telah melakukan kejahatan paling keji, baik pada orang Syiah, Sunni, Kristen, Turkmen, Shabak, maupun Yazidi. 

Ia tegaskan aksi tersebut kejahatan genosida yang harus dipertanggungjawabkan di pengadilan internasional. Ia juga menyebut brutal tindakan ISIS mengeksekusi warga Jepang Haruna Yukata dan jurnalis Kenji Goto, serta pilot Yordania Maaz al-Kassasbeh. 

Karena itu, PBNU mengutuk keras perbuatan ISIS. PBNU juga menyerukan agar Pemerintah Indonesia ikut dalam upaya melawan gerakan radikal itu dan mengajak tokoh agama, organisasi pemuda, maupun organisasi masyarakat (ormas) untuk bersama-sama menolak ISIS masuk ke Indonesia. 

Indonesia diharapkan menjadi negara terdepan yang paling menolak ISIS. Juga diharapkan, pemerintah lebih mewaspadai usaha ISIS mencari anggota baru dari Indonesia. NU membantu pemerintah untuk itu, dan berada di depan dalam membangun Islam yang berakhlak, berbudaya, dan berperadaban. 

Kutukan PBNU itu dikeluarkan setelah tindakan kelompok ISIS semakin biadab, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Seruan PBNU kepada pemerintah untuk ikut gerakan memerangi ISIS selayaknya dipahami sebagai dorongan terhadap pemerintah untuk melindungi setiap warga negaranya dari tindakan keji ISIS. 

Dengan ikut gerakan melawan ISIS berarti pemerintah menahan dan menjaga posisi ISIS di tempatnya berada. Bukan dengan diam di tempat hingga bisa saja ujug-ujug ISIS malah sudah mengetuk pintu rumah kita! 

Kebiasaan melakukan pembiaran dalam berbagai hal tak boleh dilakukan dalam menghadapi musuh keji yang bisa secara tiba-tiba menyergap! Waspadai dan tahan mereka justru semasih jauh untuk menjangkau negeri kita! ***
Selanjutnya.....

Uji Publik Calon Kepala Daerah!

MULAI Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2015 calon kepala daerah secara bertahap akan menjalani serangkai pengujian sehat fisik dan mental sampai bersih masalah hukum dan moral! Mendagri Tjahjo Kumolo (Lampost, 21/2) menyatakan tahapan itu mulai di internal partai dalam seleksi siapa yang terbaik untuk diusung partai. 

Lalu uji pemenuhan syarat calon di KPUD. Oleh KPUD diajukan ke uji kelayakan dan kepatutan di DPRD.

Dalam proses di DPRD ada sesi sosialisasi bersifat uji publik. DPRD mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk menilai para calon. Selain itu, DPRD juga memberi kesempatan pada masyarakat luas untuk memberi masukan mengenai para calon, terutama terkait masalah hukum maupun moral. Calon yang gagal di uji publik dikembalikan ke partai oleh KPUD. 

Jika semua proses uji kompetensi dari tahap di partai sampai DPRD itu dilakukan dengan baik dan benar, rakyat bisa mendapatkan calon yang berkualitas minimal untuk mereka pilih! Setidaknya, dalam setiap tahapan proses pengujian itu akan ada hal khusus yang menunjukkan kualitas para calon. 

Hingga lewat proses tersebut juga sambil jalan rakyat sudah bisa menilai calon mana yang mampu memenuhi harapannya. Klimaks prosesnya jelas pada uji publik, karena masyarakatlah yang paling tahu sepak terjang calon dalam realitas hidup sehari-harinya, terutama terkait bersih hukum dan bersih moral. 

Karena itu, ada baiknya partai pengusung setiap calon lebih dahulu melakukan penelitian yang mendalam terhadap rekam jejak setiap calon yang mendaftar di partainya, agar tak kecolongan justru di akhir proses! Namun, layak diakui uji publik itu rawan terhadap tuduhan yang bersifat kriminalisasi. 

Untuk itu, KPU harus punya standar jelas, tingkat dan sifat tuduhan seperti apa yang bisa membuat seorang calon dikembalikan ke partai pengusung. Tanpa standar itu, KPU bisa kehabisan calon untuk dipilih karena bukan mustahil semua calon mengalami kriminalisasi! 

Setiap cara yang baik tak bisa dihindari punya kelemahan, tapi bukan berarti karena kelemahan itu cara yang baik itu dihentikan. Namun, bagaimana diusahakan agar kelemahan itu bisa diatasi, bahkan secara sistemik. 

Melaui serangkaian proses pengujian para calon kepala daerah itu, diharapkan ke depan rakyat bisa memilih calon kepala daerah yang lebih baik dari sebelumnya. Rakyat tak lagi harus beli kucing dalam karung setiap pemilukada! ***
Selanjutnya.....

Korupsi, Pembeda Sikap Elite-Massa!

PENYIKAPAN terhadap masalah korupsi cenderung menjadi pembeda antara sikap elite politik dengan massa rakyat. Perbedaan itu terlihat dalam proses konflik Polri-KPK. Dalam konflik Polri-KPK, elite politik yang direpresentasikan anggota DPR terkesan tidak menganggap serius masalah korupsi, sehingga meloloskan Komjen BG sebagai calon kapolri meski telah ditetapkan sebagai tersangja korupsi oleh KPK. 

Sebaliknya, massa rakyat, segera gelisah dan resah, meruyak lewat berbagai media sosial. Sehingga, meski tak ada lembaga resmi yang menyampaikan realitas keresahan rakyat itu ke Jokowi, kalimat pertama Presiden membatalkan pelantikan Komjen BG mencerminkan penyimakan Jokowi atas hal itu: "Sehubungan dengan pencalonan Komjen BG sebagai kapolri telah menimbulkan perbedaan pendapat masyarakat, maka untuk percepatan ketenangan..." Tampak, selain adanya perbedaan pendapat, juga ada yang harus dipercepat penenangannya.

Kecenderungan elite politik kurang peduli terhadap masalah korupsi yang justru merupakan masalah yang dianggap serius dan dikhawatirkan massa rakyat yang diwakilinya itu, menunjukkan adanya jurang pemisah sikap antara yang mewakili dan yang diwakili! 

Hal itu terjadi karena dalam praktik politik di parlemen, anggota DPR lebih mewakili kepentingan fraksi yang secara ketat mengontrol dan mengendalikan langkah perjuangannya! Fraksi itu kepanjangan tangan partai, sehingga secara efektif anggota DPR lebih sebagai wakil partai ketimbang wakil rakyat! 

Perbedaan sikap, pandangan, dan pilihan prioritas atas masalah-masalah penting dalam kehidupan bernegara-bangsa antara elite wakil rakyat dan rakyat yang mereka wakili itu tentu punya konsekuensi serius. Salah satunya, para wakil pilihan rakyat itu lebih berjuang untuk kepentingan diri, fraksi, dan partainya semata! 

Sedangkan kepentingan rakyat yang diwakilinya tinggal dalam retorika janji kampanye yang tercecer! Konsekuensi demikian tentu bisa celaka. Contohnya terhadap masalah korupsi yang berlarut-larut menyengasarakan rakyat, sehingga menjadi prioritas utama bagi rakyat untuk dibasmi, tetapi oleh elite wakil rakyat malah dianggap tidak penting. 

Untuk mengubah cara berpolitik mayoritas partai di parlemen itu hanya bisa melalui pendidikan politik rakyat, agar mampu menilai kinerja partai. Itu pun baru efektif jika rakyat sudah bisa menolak politik uang, serta ada partai yang betul-betul tulus mengemban aspirasi rakyat! ***
Selanjutnya.....

MK Batalkan UU Sumber Daya Air!

MK—Mahkamah Konstitusi—membatalkan seluruh isi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena bertentangan dengan UUD 1945, Rabu (18/2). Kasus ini diajukan PP Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha, dan beberapa pemohon perorangan. (metrotvnews.com, 18/2) Mahkamah berpendapat sumber daya air merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. 

"Sumber daya air mempunyai andil penting bagi kemajuan kehidupan manusia, serta menjadi faktor penting bagi manusia untuk dapat hidup layak," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan pendapat MK.

Majelis juga memandang negara harus memegang hak penguasaannya atas air. Pemanfaatan air di luar hak guna pakai air haruslah melalui permohonan izin pemerintah. Penerbitan izin pun harus berdasarkan pada pola yang disusun dengan melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya. 

"Dengan demikian, swasta tidak boleh melakukan penguasaan atas sumber air atau sumber daya air, tetapi hanya dapat melakukan pengusahaan dalam jumlah atau alokasi tertentu saja sesuai dengan alokasi yang ditentukan dalam izin yang diberikan negara secara ketat," ujar Hakim Konstitusi Aswanto. 

Pembatasan pengusahaan air oleh swasta hanya bisa dilakukan dalam jumlah dan alokasi tertentu saja, jelas mengharuskan dilakukannya penataan ulang terkait penguasaan oleh swasta yang merajalela selama ini. 

Di kawasan gunung sekitar Bogor, misal, selama ini telah dilakukan eksploitasi secara besar-besaran sumber airnya oleh sejumlah perusahaan raksasa, termasuk multinasional kelas dunia! Artinya, penataan kembali menyesuaikan dengan putusan MK itu di lapangan bukan hal mudah. 

Misalnya, bagaimana kegiatan multinasional yang sudah berjalan baik selama ini harus dikenai pembatasan jumlah dan alokasi pengusahaannya! Karena itu, perlu segera dihadirkan UU baru yang lebih berkeadilan sesuai dengan konstitusi! 

Dalam UU diatur distribusi aset dan saham agar tak sulit pelaksanaannya. Contohnya divestasi Newmont, dengan kekayaan utama perusahaan lahan tambang di bumi Indonesia, tapi kalau Pemerintah Indonesia mau membeli sahamnya harus dengan harga pasar di bursa New York! 

Demikian pula halnya dengan realitas sumber-sumber air strategis di negara ini yang telah dikuasai perusahaan dan multinasional asing! ***
Selanjutnya.....

Bukti Jokowi Bukan Petugas Partai!

KEPUTUSAN tidak melantik BG sebagai Kapolri bisa dinilai sebagai usaha Joko Widodo (Jokowi) membuktikan dirinya sebagai Presiden, bukan petugas partai seperti dikatakan orang terakhir ini. 

Sebaliknya, dengan itu dia lakukan untuk merespons aspirasi masyarakat luas di ruang publik terkait pencalonan BG, mencerminkan Jokowi lebih berorientasi pada kepentingan rakyat—ketimbang kepentingan (orang-orang) partai yang tak henti mendesak untuk melantik BG.

Penegasan seorang Presiden hanyalah petugas partai yang mengusungnya, jelas cukup mencengangkan publik. Sebab, prinsip yang lazim di negara modern, setelah seseorang terpilih jadi presiden, secara langsung ia telah menjadi presiden dari seluruh rakyat! 

Bukan lagi petugas partai! Sedang arahan partai kepada presiden terpilih, telah terangkum dalam visi-misi yang disusun partai untuk memenangkan pemilihan umum! Artinya, partai harus puas program partainya yang dijalankan pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran bangsa! 

Adanya sistem hak prerogatif presiden merupakan cara untuk membatasi campur tangan partai pada kekuasaan presiden. Dengan hak prerogatif ini, presiden bisa membuktikan dirinya sebagai milik rakyat, bukan milik partai, dengan menetapkan kebijakan sesuai arus terbesar aspirasi rakyat! Itu yang telah dibuktikan Jokowi di episode pembatalan calon Kapolri. 

Untuk itu, bisa saja ke depan Jokowi akan menghadapi risiko-risiko khusus, seperti dipertanyakan kebijakannya (di-judment lewat hak interpelasi dan seterusnya bisa pemakzulan). Itu karena sudah “menjadi tradisi” di negeri ini, kekuasaan adalah tambang sumber daya bagi membesarkan dan menggemukkan partai-partai pengusung melalui distribusi kekuasaan di kabinet dan jalur lainnya. 

Sehingga, ketika kekuasaan difokuskan untuk kepentingan dan aspirasi rakyat seperti dilakukan Jokowi, hal itu bisa dianggap menjadi anomali bagi kekuasaan! Artinya, tarik-menarik antara kepentingan partai dan kepentingan rakyat ke depan bisa berlangsung semakin seru! 

Lebih lagi ketika Jokowi bersandar pada pandangan publik yang oleh kelompok formalisme disebut “rakyat tak jelas”! Seperti, lebih mendengar saran Tim Independen yang tak berdasar keppres untuk tidak melantik BG, ketimbang Watimpres resmi yang menyarankan agar melantik. Itu terjadi karena dalam sistem politik Indonesia, politikus yang dipilih oleh rakyat lebih berorientasi pada kepentingan partai ketimbang kepentingan rakyat! ***
Selanjutnya.....

Terobosan Benteng Kemanusiaan!

DUA pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anas Urbaningrum dan Suryadharma Ali, disebutkan dalam pita berita Metro TV, Selasa (17/2), akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK terkait kasus mereka. 

Tentu saja langkah mereka bisa dianggap latah setelah gugatan praperadilan BG atas KPK dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). Tapi dari sisi pesakitan, putusan Hakim Sarpin Rizaldi itu bisa jadi benteng kemanusiaan jika ada penetapan status tersangka dilakukan semena-mena oleh penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun KPK.

Terobosan hukum menjadikan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan itu dilakukan dengan trik menjadikan penetapan status tersangka itu sebagai bagian dari proses penyidikan yang berawal dari keluarnya sprindik (surat perintah penyidikan). 

Dengan itu, hakim menjadikan materi praperadilan itu soal penyidikan. Dalam persidangan, hakim fokus pada masalah penyidikan, termasuk bukti-bukti sah sebagai dasar sprindik dan penetapan tersangka. 

Tapi pihak KPK yang cenderung terfokus pada soal penetapan tersangka enggan memberikan bukti-bukti dari pokok perkara. Alasannya, di sidang praperadilan tak harus membuka bukti, seperti untuk sidang pokok perkara. Bukti-bukti itu selama proses penyidikan masih dianggap rahasia karena kalau dibuka, saksi-saksi bisa bersepakat untuk mementahkannya. 

Tapi, justru karena KPK dalam persidangan itu tak menghadirkan bukti-bukti yang cukup untuk dasar penerbitan sprindik, penyidikan sekaligus penetapan tersangka hakim nyatakan tidak sah. Pengalaman itu perlu disimak oleh aparat penegak hukum, jika suatu hari nanti digugat praperadilan jangan sungkan mengajukan bukti-bukti yang telah dimiliki di muka sidang, tanpa kecuali hal itu merugikan penyidikan! 

Tapi apa boleh buat, tanpa dihadirkannya bukti dimaksud, praperadilan hampir pasti dimenangkan pemohon! Tapi, apakah cara yang merugikan proses penyidikan itu akan dilestarikan, terserah Mahkamah Agung (MA) dalam merespons jika ada yang mengajukan peninjauan kembali—PK! 

Praperadilan secara prinsip merupakan benteng kemanusiaan, dalam arti setiap pesakitan harus mendapat perlakuan yang benar sesuai ketentuan dual process of law—benar pelaksanaan prosedural hukumnya, juga benar penerapan material hukumnya—bebas dari intervensi, tekanan, maupun motif politis, ekonomis (material), atau situasional! ***
Selanjutnya.....

Terobosan Hukum Menangkan BG!

HAKIM Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi memutuskan penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan (BG) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Namun, dalam putusan yang dibacakan Senin (16/2), hakim menolak sebagian gugatan pemohon, antara lain agar KPK menyerahkan semua berkas tentang rekening petinggi Polri. 

KPK menetapkan BG sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi (hadiah atau janji) selama menjadi Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003—2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

KPK menyangka BG memiliki rekening tak wajar dan menjeratnya dengan Pasal 12 Huruf a atau b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11 atau 12 B UU Tipikor, yang bisa dituntut hukuman seumur hidup. Putusan hakim bisa disebut melakukan terobosan hukum karena penetapan status tersangka tidak termasuk yang bisa diajukan untuk praperadilan sesuai KUHAP Pasal 77. 

Terobosan lain adalah anggapan hakim BG bukan termasuk penegak hukum dan bukan penyelenggara negara saat kasus yang disangkakan terjadi. "Jabatan Karobinkar jabatan administrasi golongan eselon II-A, bukan termasuk eselon I," tegas Hakim Sarpin. Dengan terobosan hukum itu, bisa jadi nantinya staf administrasi di dinas pemda dengan eselon rendah jadi bebas dari jerat sangkaan kasus korupsi. 

Juga dengan penetapan status tersangka yang tak disebut dalam KUHAP bisa diajukan ke praperadilan, proses hukum bisa menjadi bergairah! Siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, kejaksaan, dan KPK bisa latah ramai-ramai mengajukan praperadilan! Pengadilan Negeri akan sibuk melayani permohonan dan persidangan praperadilan. 

Terobosan hukum hakim Sarpin memberi pelajaran menarik, terutama bagi awam, karena seorang perwira tinggi Polri bisa dikategorikan bukan aparat penegak hukum! Dengan itu seluruh eksepsi KPK ditolak hakim, termasuk memakai kewenangan sesuai UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang pada Pasal 11 menyebut KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Selamat buat Komjen BG yang menang pada praperadilan karena digolongkan hakim bukan aparat penegak hukum! ***
Selanjutnya.....

Jokowi akan Setop Pengiriman TKI!

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) ingin segera menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi pekerja tumah tangga (PRT) ke luar negeri karena terkait erat dengan harga diri dan martabat bangsa. "Saya memberikan target kepada Menteri Tenaga Kerja untuk membuatkan roadmap yang jelas dan kapan kita setop yang namanya pengiriman PRT. 

Kita harus punya harga diri dan martabat!" tegas Jokowi dalam Munas II Partai Hanura, Jumat malam (Kompas.com, 14/2). Saat ke Malaysia baru-baru ini ia dapati 2,3 juta warga Indonesia menjadi TKI dan 1,2 juta di antaranya ilegal. Dari jumlah itu, kata Jokowi, banyak kena masalah.

Saat di Malaysia, selain malu, Presiden mengaku sakit hati ketika membicarakan soal PRT dengan Malaysia. Ke depan, ia juga tekankan pentingnya mempersempit jurang kesenjangan antara si miskin dan si kaya. "Itu tugas berat, yang penting bukan hanya pertumbuhan ekonomi, melainkan pemerataannya," tegas Presiden. 

Tapi, pemerataan itu tak mudah. Tekanan gerakan mahasiswa 1978 berhasil dalam membalikkan trilogi pembangunan dari stabilitas-pertumbuhan-pemerataan menjadi stabilitas-pemerataan-pertumbuhan. Namun, sampai Orde Baru jatuh 20 tahun kemudian, trilogi itu tetap cuma slogan, sedang ketimpangan sosial-ekonomi justru makin serius. 

Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya pemberantasan korupsi mengingat indeks persepsi korupsi Indonesia yang masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga, terutama Singapura, Malaysia, dan Filipina. "Kelihatan kalau negara itu bersih dari korupsi, penduduknya juga makmur," ujarnya. 

Pernyataan pentingnya pemberantasan korupsi di tengah keputusannya untuk konflik KPK-Polri sedang ditunggu itu sangat positif. Apalagi membandingkan indeks persepsi korupsi Indonesia yang jauh di bawah peringkat 100, dengan Singapura peringkat dua dunia, suatu sikap fair. 

Betapa dengan kemakmuran Singapura tanpa korupsi itu, dewasa ini setiap hari setidaknya dua orang warga negara Indonesia beralih menjadi warga negara Singapura! Itu meningkat dari 2010 sebanyak 630 orang, 2011 jadi 740 orang, 2012 jadi 870 orang per tahun (Berita Satu.com, 20-2-2014). 

Ideal nian gagasan Jokowi menghentikan pengiriman PRT dirangkai pemerataan dan pemberantasan korupsi! Penyelesaian konflik KPK-Polri yang berpihak pada gerakan antikorupsi bisa menjadi panduan langkah selanjutnya! ***
Selanjutnya.....

PBB Putus Saluran Dana ISIS!

DK PBB (Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengesahkan resolusi memutus saluran sumber dana Negara Islam Irak-Suriah atau ISIS, antara lain dari penjualan minyak dan barang antik. (Kompas.com/BBC Indonesia, 13/2) 

Didukung suara bulat semua anggota dari 15 negara, resolusi yang dirancang Rusia itu disahkan di markas PBB, Kamis (12/2). Resolusi menyebut semua perdagangan barang antik dari Suriah dilarang. Sanksi akan dijatuhkan kepada siapa pun yang membeli minyak dari ISIS dan kelompok-kelokpok afiliasinya, seperti Front Nusra.

Resolusi juga menyerukan pada negara-negara yang warganya disandera oleh ISIS untuk tidak membayar tebusan, baik langsung maupun melalui perantara. Resolusi DK PBB ini mengikat dan memberi wewenang untuk menerapkan resolusi dengan risiko sanksi-sanksi ekonomi. 

Pengesahan resolusi dengan suara bulat itu, menurut wartawan BBC di PBB Nick Bryan, menunjukkan masyarakat internasional bersatu melawan ISIS. Hal itu bisa dipahami karena perilaku ISIS jauh dari toleransi masyarakat beradab. 

ISIS memenggal wartawan Jepang setelah pemerintah negaranya menolak bayar tebusan. Lebih buruk lagi, ISIS membakar hidup-hidup pilot Yordania setelah permintaan tebusan maupun penukaran dengan pembebasan teroris ditolak pemerintah Yordania. 

Semua negara melawan ISIS, karena ISIS menilai nyawa manusia yang diculiknya—seperti wartawan Jepang itu—hanya sebatas uang tebusan. Tindakan biadab ISIS itu bukan hanya membuat pemerintahan negara seluruh dunia antipati, tapi juga kelompok hacker Anonymous yang telah menumbangkan “senjata siber” ISIS berupa sejumlah akun media sosial yang dijadikan sarana perekrutan oleh organisasi tersebut. 

Kompas Tekno, Rabu (11/2), merangkum laporan New York Post menyebutkan Anonymous telah menghancurkan atau mengekspos 800 akun Twitter, 12 laman Facebook, serta 50 alamat e-mail yang diduga digunakan ISIS. Semua jaringan internet terkait ISIS diburu Anonymous sebagai virus yang harus dimusnahkan. 

Sedang di lapangan, sejak ISIS membakar pilot Yordania, rakyat negerinya murka sehingga pemerintahnya bersama sekutu dipimpin AS mengintensifkan serangan udara ke ISIS. Hal ini juga merupakan realisasi kesepakatan London bulan lalu untuk meningkatkan serangan sekutu terhadap ISIS! Serangan internasional yang membuat ISIS semakin terjepit itu, justru bisa membuatnya jadi tambah keji! ***
Selanjutnya.....

Kebiadaban Kini di Atas Angin!

BUYA Syafii Maarif, ketua Tim Independen untuk konflik KPK-Polri bentukan Presiden Joko Widodo, menyatakan kebiadaban kini tengah berada “di atas angin” karena teror terjadi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Teror-teror kepada KPK itu biadab!" tegasnya. (Kompas.com, 12/2) Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, Kamis (12/2), mengaku didatangi salah seorang direktur di KPK menceritakan soal ancaman dan teror itu. 

Berdasar cerita itu, lanjutnya, teror ternyata tak hanya ditujukan kepada pegawai KPK, tetapi juga kepada anggota keluarga mereka. "Sekarang mereka ketakutan," ujarnya. Dengan adanya situasi itu, ia berpendapat KPK tidak akan bisa bekerja secara normal. Maka dari itu, Syafii menuntut Presiden untuk segera membuat keputusan yang bisa menyudahi konflik KPK-Polri ini.

Teror terhadap para pegawai KPK dan keluarganya tersebut dilakukan sistematis, dengan berbagai ancaman sampai pembunuhan. (Kompas, 12/2) Ketika kebiadaban berada “di atas angin”, peradaban terancam chaos! 

Terkait konflik KPK-Polri, peradaban dimaksud tentunya peradaban mengelola negara berdasar hukum. Contoh chaos seperti itu mungkin Nigeria, penculikan dan pembunuhan anak gadis merajalela tanpa kemampuan pemerintah menghentikan kebiadaban! 

Bahkan dengan menggunakan kekuatan bersenjata secara nasional sekalipun! Sebagai ancaman chaos itu, ujiannya lebih tertuju kepada pemerintah untuk mampu menghentikan dan mengatasi seluruh masalah teror kepada KPK itu hingga tuntas.

 Jika kebiadaban awal ini tak bisa diatasi pemerintah, tak ada jaminan kebiadaban tingkat-tingkat selanjutnya seperti di Nigeria bisa dicegah! Ironisnya, jika justru demi menghormati prinsip negara hukum, ancaman terhadap peradaban hukum itu dibiarkan berlarut-larut! 

Hal itu jelas tak baik, karena kebiadaban itu liar dan bila tak cepat dikendalikan selagi bisa, nantinya bisa lepas kontrol! Atas contoh Nigeria bisa dibuat alasan karena di sana menghadapi pemberontakan ribuan orang bersenjata! 

Tapi bagaimana jika situasi tak terkendali hingga melibatkan banyak orang, padahal konflik KPK-Polri yang menyangkut hanya segelintir orang tak bisa diselesaikan tuntas tepat waktu? Kebiadaban berada “di atas angin”, artinya peradaban sedang terancam chaos akibat sifat kebiadaban yang liar tak mudah dijinakkan! 

Terlambat menjinakkan, bisa terjebak situasi point of no return! Peradaban hukum tinggal formalitas, sedang realitasnya, kebiadaban yang berkuasa! ***
Selanjutnya.....

Kelompok Ultrakaya Tumbuh 62%!

POPULASI jutawan ultrakaya (ultra high net worth individuals atau UHNWI) di Indonesia tumbuh 62% pada periode 2009-2013. Menurut Welthinsight, pertumbuhan jumlah itu lebih banyak dari India, 28,4% dalam priode sama. (Kompas.com, 12/2) 

Pada 2013, Indonesia punya sebanyak 36.213 superjutawan dengan jumlah nilai kekayaan kolektif mencapai 230 miliar dolar AS atau setara Rp2.915 triliun. Pada 2018, jumlah mereka akan meningkat tajam menjadi 51.003 orang dengan kekayaan kolektif menjadi 336 miliar dolar AS atau setara Rp4.258 triliun. 

Dari total populasi tersebut, 55% atau sebanyak 19.954 orang superjutawan tinggal di Jakarta. Sebanyak 974 orang atau 2,7% tinggal di Bandung, selebihnya tersebar di kota-kota lain Indonesia.

Dengan kekayaan Rp2.915 triliun, 36.213 orang ultrakaya itu menguasai setara 30% produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 sebesar Rp9.500 triliun. Hal itu jelas menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi yang terus melebar di negeri ini. Sesuai hasil Sensus Sosial-Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2013, indeks gini Indonesia 0,41, peningkatan ketimpangan yang konsisten dalam lima tahu itu 2009 (0,37), 2010 (0,38), 2011 (0,39), dan 2012 (0,40). 

Bandingkan jika 36.213 orang ultrakaya punya setara 30% PDB, sedang 40% penduduk yang berpendapatan rendah, pengeluarannya menurut data BPS itu hanya 16,87% dari PDB. Ketimpangan amat parah terjadi di sektor pertanian. 

Menurut hasil Sensus Pertanian tahun itu, 57,8% petani hanya memiliki lahan rata-rata 0,018 hektare, 38% petani tidak memiliki lahan, dan hanya 4,2% petani yang memiliki lahan 0,5 hektare atau lebih. (Hidsal Jamil, Kompasiana, 16/10/2013) Usaha mengurangi ketimpangan yang giat dilakukan pemerintah dengan segala lagak dan gayanya selama ini terjebak kondisi paradoksal—jurang ketimpangan terus melebar (indeks gini) saat kelompok kaya makin kaya sedang kelompok miskin semakin miskin (data distribusi tanah 95,8% petani berlahan di bawah 0,018 hektare dan tak berlahan). Paradoks itu terjadi akibat perintah UU Nomor 5/1960 dengan PP Nomor 224/1961 tentang redistribusi tanah tak dijalankan karena takut dilabeli land reform yang berbau komunis! 

Mending, Orde Baru meredistribusi tanah lewat transmigrasi, sedang pada Orde Reformasi transmigrasi hanya basa-basi. Apalagi yang di-endors sistem neoliberal, ketimpangan bisa lebih parah karena kebijakan dan kerja keras pemerintah hanya menguntungkan para pemilik modal belaka! ***
Selanjutnya.....

Kiasu: Pantang Salah, Takut Kalah!

SINGAPURA merdeka dalam arti memisah diri dari Malaysia, 9 Agustus 1965. Tahun ini genap 50 tahun merdeka, Singapura berhasil menempatkan diri sebagai negara nomor satu di bidang kesehatan, nomor dua dalam pendidikan dan persepsi antikorupsi setelah Norwegia. Hal itu tercapai berkat disiplin warganya yang sangat ketat dalam semangat budaya Kiasu yang berprinsip dasar tak boleh salah dan tak boleh kalah. 

Budaya ini berasal dari suku Hokian, Tiongkok, yang dikembangkan lewat revolusi mental oleh Bapak Pendiri Singapura Merdeka Lee Kwan Yew. Dengan Hokian jadi mayoritas warga Singapura, budaya Kiasu berhasil menjadi semangat dasar rakyat Singapura untuk pantang menyerah karena takut kalah dalam persaingan global.

Dibanding gambaran kondisi Singapura sebelum merdeka seperti dalam film seri Serangoon Road, dengan disiplin Kiasu itu kini berubah drastis jadi kota ultramodern yang tertib dan sangat bersih. Tak ada lagi kampung kumuh seperti saat mereka merdeka. 

Kini mayoritas dari 5,47 juta jiwa warganya tinggal di apartemen yang dibangun pemerintah sampai berlantai 60, di pulau seluas 714 km persegi, dengan bentangan barat-timur 43 km dan utara-selatan 23 km. 

 Warga Islam di Singapura cukup maju dengan standar kehidupan sosial dan pendidikan terjamin, direpresentasikan oleh Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) sehingga semua kepentingannya terlayani baik oleh pemerintah secara berkeadilan dengan warga-warga lainnya. Iklan bisnis seluler lokal bahkan menampilkan senyum bocah Melayu pribumi yang ceria! 

 Meski warga keturunan Tiongkok 74% dari total penduduk, Singapura sebenarnya heterogen dengan Melayu 14%, India 9%, sisanya ras Asia lain, terutama Arab dan Eropa turunan bekas penjajah negeri itu. Di Singapura terdapat 198.444 warga Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu 2014. 

Mayoritas buruh migran pembantu rumah tangga, dengan upah minimum terakhir yang ditetapkan KBRI 500 dolar Singapura per bulan—per dolar sekitar Rp9.300. Setiap kontrak kerja ditandatangani majikannya di KBRI. Jadi, beda dengan di negeri lain, TKI di sini lebih aman dan lebih nyaman bekerja. 

 Akibatnya, dari waktu ke waktu semakin banyak warga Indonesia yang terpikat hasil revolusi mental Kiasu dan memilih jadi warga negara Singapura, pada 2010 sebanyak 630 orang, 2011 jadi 740 orang, dan 2012 naik jadi 870 orang. (Berita-Satu.com, 20/2/2014). Gejala ini mungkin hanya bisa diatasi bila revolusi mental Jokowi lebih menarik dari Kiasu! ***
Selanjutnya.....

PDB per Kapita Kita Rp41,8 Juta!

PDB—Produk Domestik Bruto—Indonesia 2014 tumbuh 5,02% menjadi Rp10.542,7 triliun, dengan PDB (pendapatan) per kapita Rp41,8 juta atau 3.631,5 dolar AS. (Kompas.com, 5/2) Pendapatan per kapita 3.600 dolar atau di bawah 5.000 dolar itu memang masih menempatkan Indonesia dalam kelompok berpendapatan menengah bawah. 

Namun, kalau pendapatan rata-rata per jiwa Rp41,6 juta setahun itu tidak diwarnai realitas ketimpangan yang terlalu lebar, kehidupan rakyat jelata secara umum sebenarnya sudah tergolong makmur.

Sayangnya, dengan indeks koefisien rasio gini Indonesia terakhir 0,413, cerminan ketimpangan yang semakin lebar, rakyat jelata di lapisan terbawah masih hidup jauh dari kecukupan. Pendapatan per kapita Rp41,6 juta itu rata-rata, artinya ada yang jauh lebih tinggi di atasnya, tapi di lain sisi ada yang jauh di bawahnya. 

 Mereka yang di lapisan bawah dan tinggal di desa, pendapatannya per bulan tak mampu mencapai garis kemiskinan (BPS, September 2014) sebesar Rp296.681, atau setahun Rp3.560.172. Garis kemiskinan ini di bawah 10% atau tepatnya hanya 8,5% dari pendapatan per kapita Rp41,6 juta. 

Betapa rendah taraf kehidupan warga miskin kita dilihat secara kuantitatif dari angka-angka jauhnya jarak ketimpangan pendapatan sebagai kenyataan. Garis kemiskinan itu bukan hanya amat jauh dari pendapatan per kapita bangsa, melainkan juga garis kemiskinan Bank Dunia sebesar 2 dolar AS per hari. 

Sedangkan dengan nilai Rp296.681 per bulan atau Rp8.890 per hari, pada kurs per dolar AS sekarang Rp12.500, setara 71,12 sen dolar AS. Betapa rendah itu, bahkan tak sampai separuh dari kemiskinan fatal Bank Dunia 1,5 dolar AS per hari. Rasa hormat kepada para penggagas garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan kalori yang dipakai oleh BPS sekarang tentu tetap kita berikan. 

Tetapi kalau sekarang ternyata jaraknya dengan PDB per kapita saja sudah sedemikian jauhnya, mungkin para intelektual kita perlu menyimak ulang lebih saksama standar kehidupan masyarakat dengan tingkat kemajuan zaman yang ada. 

 Semisal dulu kebutuhan hidup sebatas kalori fisis, sekarang pulsa juga, dengan informasi telah menjadi kebutuhan dasar, harus masuk standar kebutuhan hidup. Artinya, garis kemiskinan juga lengkap dengan kebutuhan sosial budaya! 

 Itu untuk mendorong pemerintah dan kekuatan-kekuatan pembaru lebih fokus mengatasi kemiskinan! Bukan malah mengalihkan dana publik ke bidang yang hanya menambah nikmat kelompok berpendapatan jauh di atas rata-rata! ***
Selanjutnya.....

Sulitnya Memberantas Korupsi!

KORUPSI itu secara universal dikenal sebagai abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan. Berarti hanya orang yang punya kekuasaan bisa melakukan korupsi, sebab orang yang tak punya kekuasaan tak ada yang bisa dia salah gunakan! 

Dalam hubungan kekuasaan dan korupsi itu, ucapan Lord Acton yang sering dikutip Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutly--kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang absolut korupsinya absolut pula.

Dari itu terkesan betapa sulitnya usaha memberantas korupsi. Karena, semakin tinggi kedudukan makin besar kekuasaan, bisa makin hebat korupsinya, sekaligus makin sulit menangkap korupsinya karena benturan kekuasaannya juga bisa tak kepalang dahsyatnya. 

Akibatnya, ketika berhadapan dengan koruptor seperti itu, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggulungnya, melainkan malah sebaliknya, justru KPK yang tergulung, bahkan sampai tamat riwayatnya! 

 Lebih sulit lagi kalau yang dihadapi konspirasi beberapa gugus kekuasaan formal yang bersatu melawan KPK! Unsur-unsur kekuatan dalan suatu gugus kekuasaan yang sebelumnya saling bertentangan pun, bisa seketika bersatu langkah saat menghadapi KPK. 

Saling melindungi dalam korupsi ternyata menjadi keharusan jika ingin lolos dari giliran jerat KPK! Bayangkan beberapa gugus kekuasaan besar berkonspirasi menggencet KPK! Hanya perlawanan rakyat—people power—yang memihak KPK satu-satunya andalan untuk membentengi KPK! 

 Di mana letak kekuatan people power? Dia kuat karena secara formal terhimpun dari orang-orang yang tak jelas—anonim—baik personal maupun kelembagaan sehingga tak ada tokoh kunci yang bisa ditebas untuk menghentikan gerakannya! 

Karena menjadi hukum alam people power, meski anonim jika ditebas satu tumbuh seribu! Peristiwa Mei 1998 dengan gugurnya para martir di Universitas Trisakti, ratusan ribu mahasiswa menuntut keadilan di DPR! 

 Karena itu, setiap pusat kekuasaan harus sangat hati-hati mengelola kekuasaannya berkaitan dengan usaha pemberantasan korupsi. Sekali salah langkah, pusat kekuasaan bisa terjerat dilema yang sulit dicari jalan keluarnya! 

Akhirnya, setelah setiap langkah hanya menambah keruwetan, korban yang jatuh bukan hanya koruptor, melainkan juga aktivis antikorupsi. Itu ketika tak ada jalan lain lagi hingga pusat kekuasaan harus membuat jalan keluar dari kebuntuan akibat salah langkahnya sendiri! ***
Selanjutnya.....

Pers dari Rakyat untuk Rakyat!

HPN—Hari Pers Nasional—9 Februari 2015, dirayakan di Batam, Kepulauan Riau, dengan tema Pers sehat bangsa hebat, di bawah tema besar Pers dari rakyat untuk rakyat. Dari rakyat untuk rakyat bagi pers secara universal merupakan realitas, yang jadi dasar eksistensinya sebagai pilar keempat negara demokrasi dengan hak kontrol terhadap tiga pilar lainnya: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 

 Di Indonesia, fungsi kontrol pers sebagai salah satu fungsi pers ditetapkan dalam UU tentang Pers No. 40/1999, bersama tiga fungsi pers lainnya, yakni menyalurkan informasi, sebagai medium pendidikan, dan hiburan.

Disebut dari rakyat, karena pers secara nyata dihidupi oleh rakyat lewat membeli surat kabarnya. Kalau rakyat tak membeli korannya, sebuah penerbitan tak akan mampu bertahan hidup. Agar rakyat membeli korannya, koran harus memuat berita atau tulisan yang memenuhi atau sesuai kepentingan rakyat. 

Koran harus menyalurkan dan mengekspresikan aspirasi rakyat. Ini yang disebut pers untuk rakyat. Dengan begitu, pers melakukan pemilihan umum setiap hari lewat pasar (electoral by market). Ketika sebuah koran tidak lagi berorientasi pada kepentingan rakyat, ia akan ditinggalkan pembaca dan tamatlah riwayatnya. 

 Jika orientasinya untuk kepentingan rakyat pembaca makin kuat, makin banyak pembacanya dan kian banyak pula orang memasang iklan di korannya. Banyaknya iklan mempersehat usaha penerbitan. 

 Pemilihan umum setiap hari lewat pasar sebagai penentu hidup-matinya pers inilah yang menjadi dasar posisi pers sebagai pilar keempat negara demokrasi dengan hak untuk melakukan kontrol kepada eksekutif dan legislatif yang dipilih rakyat empat atau lima tahun sekali, serta kontrol terhadap yudikatif yang dipilih eksekutif dan legislatif. 

 Sebagai pilar keempat itu, pers dari dan untuk rakyat yang menjalankan fungsi kontrolnya berperan menjaga agar pilar-pilar negara selalu kokoh karena bersih dari rayap-rayap yang menggerogoti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 

Namun, untuk menjalankan fungsi kontrol itu, pihak persnya sendiri juga harus sehat! Karena itulah, tema HPN kali ini Pers sehat bangsa hebat! Kalau persnya tak sehat membiarkan tiga pilar lainnya rapuh digerogoti rayap, sifat korup para penyelenggara negara, bangunan negara bisa roboh—seperti terjadi pada akhir era Orde Baru! Selamat Hari Pers Nasional 2015! ***
Selanjutnya.....

Islamofobia Meningkat di Eropa!

INSIDEN antimuslim di Prancis meningkat sejak serangan ekstremis ke tabloid Charlie Hebdo dan supermarket Yahudi di Paris. Menurut data Pusat Penelitian Melawan Islamofobia Prancis, selama dua pekan akhir Januari 2015 terjadi 128 aksi anti-Islam di seluruh Prancis. (Kompas.com/AFP, 2/2) Populasi muslim di Prancis dengan 5 juta jiwa, terbesar di Eropa. 

Serangan ekstemis di Paris juga membuat warga Yahudi Eropa merasa keselamatan mereka terancam. Saat memperingati kekejaman holocaust 27 Januari, Ketua Kongres Yahudi Eropa Moshe Kantor mengatakan Eropa “tertutup” untuk eksodus baru warga Yahudi.

Peningkatan ekstremisme dan intoleransi yang menyasar warga Yahudi, muslim, homoseksual, dan perempuan di 28 negara anggota Uni Eropa ditegaskan Deputi Presiden Komisi Eropa Frans Timmerman di depan anggota parlemen Uni Eropa di Riga, Latvia, Senin (2/2). 

"Terdapat peningkatan anti-Semitisme (Yahudi), islamofobia, dan homofobia. Selain itu, ada juga yang menentang posisi perempuan dalam masyarakat Eropa," tegas Timmerman. "Hal seperti ini tak boleh terjadi. Kita harus letakkan hukum sebagai pusat diskusi kita, sebab tanpa itu maka kita tak memiliki apa-apa!" 

Gerakan anti-Islam terbesar di Eropa ada di Jerman, kelompok Pegida. Demo Pegida di Dresden, 6 Januari 2015, diikuti 18 ribu orang. (www.dw.de/dpa/reuter/afp) Rangkaian aksi anti-Islam di Jerman itu diduga keras ditunggangi kelompok ekstrem kanan atau Neo Nazi dan partai politik lain yang juga antiwarga asing. 

Kanselir Jerman Angela Merkel mengutuk keras aksi anti-Islam di negerinya. (ROL, 13-12-2014) Juga sedikitnya 50 politikus puncak dan tokoh terkenal Jerman mengecam aksi kelompok yang menamai dirinya patriotik Eropa untuk mencegah islamisasi Jerman dan Eropa (Pegida) itu sebagai aib yang mencoreng citra toleransi Jerman dan cuma provokasi kebencian terhadap warga asing. 

Ketua Dewan Migrasi Jerman Werner Schiffauer menegaskan gambaran warga migran yang diusung Pegida tidak sesuai dengan realitas dan terdistorsi. Masih di Dresden, 4.000-an warga demo anti-Pegida. Di kota-kota lain Jerman aksi Pegida juga mendapat perlawanan dengan massa yang lebih besar. 

Di Koln, aksi ratusan orang Pegida dilawan ribuan warga dan gereja. Demikian juga di Berlin, warga anti-Pegida menghambat 300 anggota grup anti-Islam yang hendak menggelar aksi di Gerbang Brandenburg. Semua itu bagian peningkatan islamofobia di Eropa seperti disebut Timmerman. ***
Selanjutnya.....

Akibat Euforia, Prioritas Bergeser!

AKIBAT euforia—luapan perasaan terlalu senang—orang bisa melakukan hal aneh-aneh sehingga lupa hal-hal yang telah ditetapkan sebagai prioritas sebelumnya! Gejala seperti itu, kalau kurang waspada, bisa saja terjadi pada orang-orang di “ring satu” kekuasaan Jokowi-JK! 

 Gejala yang harus diwaspadai itu antara lain euforia oleh turunnya harga BBM dunia sehingga ada anggaran ekstra lebih Rp100 triliun, digunakan bukan untuk hal yang dijanjikan prioritasnya! Melainkan, untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN sebesar Rp74,9 triliun. (Kompas.com, 2/2) Padahal, PMN ke BUMN sebesar itu tak dijanjikan dalam kampanye!

Karena euforia, dana ekstra itu digunakan aneh, bukan untuk prioritas yang telah dijanjikan dalam kampanye, semisal penyempurnaan pelayanan Kartu Indonesia Sehat (KIS), program unggulan kampanye Jokowi! Realisasi KIS dengan BPJS di daerah sering kurang optimal karena fasilitas RSUD di mayoritas kabupaten masih perlu peningkatan. 

 Demikian pula dana untuk desa yang dalam kampanye dijanjikan Jokowi Rp1,4 miliar per desa per tahun, realisasinya tahun ini baru Rp200 juta sampai Rp300 juta per desa. Padahal, peningkatan dana desa itu—seperti halnya peningkatan fasilitas layanan BPJS—bisa dinikmati langsung oleh rakyat secara merata di seluruh Tanah Air! 

Tindakan akibat euforia bukan saja aneh, malah anomali! Karena langkah melupakan prioritas unggulan kampanye dengan curahan dana bergeser ke BUMN itu dilakukan justru ketika sumbangan dividen BUMN pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merosot tajam pada APBNP 2015. 

Yakni, dari target PNBP pada APBN 2015 sebesar Rp410,4 triliun, jadi Rp281,1 triliun pada APBNP 2015, atau merosot Rp129,3 triliun! Aneh, menurunnya penerimaan dividen itu justru ketika semakin banyak BUMN go public sehingga penambahan modal BUMN seharusnya bukan dari dana PMN, melainkan dana dari publik! 

Penambahan PMN untuk meningkatkan pendapatan BUMN nantinya akan lebih dinikmati publik—atau dengan kata lain, keuntungan publik diupayakan oleh negara! Boleh-boleh saja begitu, tapi tidak dengan mengesampingkan kepentingan rakyat, seperti kepentingan meningkatkan fasilitas RSUD maupun dana desa! 

 Di sisi lain, memberi peran berlebihan BUMN bisa mendorong ekonomi negara menjurus etatis! Gejala ke sana kurang menguntungkan ekonomi masyarakat yang bisa terus tergerus perannya karena setiap sendinya dikuasai negara! ***
Selanjutnya.....

Sertifikat Tanah Hak Komunal!

KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan sertifikat tanah hak komunal kepada kelompok masyarakat adat yang sudah puluhan tahun mendiami suatu wilayah, baik itu wilayah berada dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. 
(Kompas.com, 1/2) 

 "Pemberian hak komunal ini untuk menghindari sengketa antara masyarakat adat dan perusahaan pengelola hutan, termasuk dengan negara," ujar Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan. Ia meminta para kepala daerah dan jajaran kementeriannya di daerah untuk mendata kelompok masyarakat adat yang berhak menerima hak komunal.

Menurut Ferry, pemberian hak komunal kepada masyarakat adat memecah kebuntuan yang krusial selama ini. "Mereka tinggal setiap hari dan hidup selama puluhan tahun di sebuah kawasan, tetapi tiba-tiba keluar surat keputusan atau peraturan pemerintah yang menyebut kawasan mereka masuk hutan lindung atau hutan produksi. 

Kondisi inilah yang pada akhirnya menjadi masalah krusial," tambahnya. Ia menekankan kebijakan pemerintah tak boleh menyusahkan masyarakat. "Tidak bisa kita biarkan masyarakat berlama-lama mempertanyakan hak dan keabsahan lahan tempat tinggal mereka," tegasnya. 

Ia pada Jumat (30/1) telah mengeluarkan 168 sertifikat tanah hak komunal untuk masyarakat adat di Kalimantan Tengah, agar tidak terjadi lagi perselisihan dengan pihak lain. Pengeluaran sertifikat tanah hak komunal itu jelas suatu ide brilian mengingat demikian banyak kelompok masyarakat adat yang justru dibuat menderita oleh keputusan pemerintah yang menetapkan kawasan mereka sebagai hutan lindung. Salah satunya, hal itu dialami masyarakat adat di wilayah Kaur, eks Bengkulu Selatan. 

Mereka setiap kali diusik dari lahan tempat tinggal sejak leluhur mereka. Namun, para kepala daerah dan jajaran Kementerian ATR/BPN di daerah harus tetap berhati-hati dalam mendata kelompok masyarakat adat. 

Terutama terkait keaslian warga adat masyarakat tersebut karena sertifikat tanah hak komunal bisa menjadi peluang melakukan percaloan dengan merekrut bukan warga adatnya dari luar kawasan dengan motif bagi-bagi lahan! 

 Terutama di Lampung, tempat sengketa lahan ruwet! Sengketa tanah terjadi sering akibat calo mendatangkan penggarap menduduki tanah negara, perusahaan, atau adat. Kemudian, pemda tak berdaya mengatasinya! ***
Selanjutnya.....

BUMDes, Badan Usaha Milik Desa!

MENTERI Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan tahun ini akan membentuk 40 ribu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dari 74 ribu desa di Indonesia. Dana APBN Rp200 juta hingga Rp300 juta per desa tahun ini dan alokasi dana desa (ADD) dari kabupaten, dijadikan modal pembentukan BUMDes. (Kompas.com, 1/2) 

 Menurut Menteri Desa, pembangunan perekonomian desa telah lama menjadi pekerjaan rumah yang harus terpecahkan untuk mendobrak kebuntuan pergerakan dan pertumbuhan kemakmuran desa-desa di Indonesia. Potensi desa dianggap sudah bisa digunakan sebagai amunisi untuk menggerakkan roda perekonomian desa dalam tahapan-tahapan periode tertentu.

"BUMDes adalah solusi paling benar untuk mengelola seluruh transaksi ekonomi desa, baik internal maupun eksternal," kata Marwan. Karena itu, Marwan mendorong agar dana desa diprioritaskan untuk pembentukan BUMDes. Sedang desa-desa yang telah memiliki BUMDes agar dana desa dijadikan tambahan modal kerja. 

 Gagasan BUMDes itu sangat baik. Namun, penggunaan dana desa untuk modal BUMDes itu tentu perlu sangat berhati-hati sekali! Apalagi realisasi dana desa dari APBN tahun ini hanya Rp200 juta sampai Rp300 juta, bukan seperti dijanjikan saat kampanye Jokowi Rp1,4 miliar per desa! 

Pengalaman dana Rp200 juta per desa setahun itu, dalam Gerakan Serentak Membangun Kampung di Tulangbawang, hanya jadi setara jalan onderlaag 1,2 km dengan sepenuhnya dikerjakan secara gotong royong oleh rakyat. 

Prinsipnya, terpenting justru untuk menghidupkan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Jadi, kalau dana desa diprioritaskan untuk modal BUMDes, kurang klop dengan Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Dana Desa yang menetapkan untuk pemberdayaan masyarakat hanya sebagai fungsi keempat dana desa, selain untuk biaya penyelenggaraan pemerintahan, untuk pembangunan, dan untuk pembinaan masyarakat. 

 Selain itu, karena di desa masih terbatas SDM yang mampu mengelola badan usaha, apalagi yang berbasis IT, dana desa yang diidamkan rakyat untuk membangun desa bisa buyar tanpa bekas! Untuk itu, gagasan pembentukan BUMDes harus tetap diwujudkan, tapi dengan tahapan sesuai tingkat kemampuan setiap desa mengelolanya. 

Suntikan modal yang diberikan sesuai tingkat perkembangan skala usahanya. Jadi, bukan ujug-ujug semua telur ditempatkan dalam satu keranjang BUMDes yang baru terbentuk—sekali terpeleset semua telur pecah! 

Di lain pihak, rencana meningkatkan layanan administrasi dan infrastruktur desa tetap dijalankan sebagaimana mestinya! ***
Selanjutnya.....

Akan Dihapus, NJOP, PBB, BPHTB!

KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana menghapus nilai jual objek pajak (NJOP), pajak bumi-bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). 

Penghapusan itu, menurut Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan, untuk mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. (ROL, 31/1) NJOP dihapus karena selama ini seolah tak ada gunanya. Faktanya, tegas Ferry, harga pasaran properti di atas NJOP. NJOP baru dipakai untuk menyiasati pajak jual beli tanah agar menyetor lebih rendah.

Sebagai gantinya, dibuat ketetapan harga pasaran tanah dan bangunan yang berlaku di setiap wilayah untuk satu tahun. Harga patokan ini yang dijadikan acuan pungutan pajak daerah. Sedang penghapusan PBB dan BPHTB guna meringankan beban masyarakat saat membeli rumah. 

Pungutan untuk itu ditetapkan hanya sekali saat pengurusan sertifikat tanah atau bangunan. Pada tahap awal, penghapusan hanya berlaku untuk tempat-tempat nonkomersial, seperti rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran, dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter. 

"Di bawah luas itu, PBB dan BPHTB akan dihapus," tegas Ferry. Pungutan pajak daerah untuk jual beli tanah sesuai harga pasaran yang berlaku pada tahun berjalan itu lebih objektif. Hasilnya bisa lebih baik bagi kas daerah. 

Dengan harga patokan yang ditetapkan Kementerian ATR/BPN itu bukan hanya mengatasi masalah harga pasaran yang selalu jauh lebih tinggi dari NJOP, melainkan juga mengatasi peluang persekongkolan penjual dan pembeli untuk menetapkan harga amat rendah dalam akta jual beli demi meringankan pajak yang mereka tanggung bersama! 

 Namun, peningkatan penerimaan pajak jual beli tanah dengan standar harga pasaran itu, kemungkinannya kecil untuk mampu menggantikan dana PBB dan BPHTB yang dihapuskan. Padahal, selama ini penerimaan dana bagi hasil PBB untuk pendapatan asli daerah (PAD), terutama di tingkat II, cukup penting. 

 Karena itu, dalam rancangan kebijakan yang diajukan Kementerian ATR/BPN untuk disetujui Menteri Keuangan itu harus dilengkapi usulan kompensasi buat pemerintah daerah atas dana PBB dan BPHTB yang dihapus. Dengan demikian, kebijakan pusat itu tak mengurangi kapasitas pemerintah daerah dalam pembangunan dan pelayanannya. ***
Selanjutnya.....

MEA, Sertifikasi SDM Pariwisata!

SEBAGAI pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 1 Januari 2015, sumber daya manusia (SDM) pariwisata harus memiliki sertifikat kompetensi di bidang tugasnya, terutama mereka yang bekerja di hotel dan restoran berbintang. Untuk standar pelayanan, kekurangan tenaga kompeten bisa diisi SDM negara tetangga yang bersertifikat kompeten. 

Untuk itu, dari 300 ribu SDM pariwisata di Indonesia, baru 9.000 orang yang punya sertifikat. Menurut Ketua PHRI Bali Tjokorda OAA Sukawati, hambatan untuk sertifikasi salah satunya biaya, berkisar Rp75 ribu—Rp750 ribu yang dihitung per item. Semakin tinggi jabatan seorang pekerja pariwisata, item sertifikasi semakin banyak. (Kompas.com, 31/1)

Mengatasi masalah biaya itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan Kementerian Pariwisata akan membantu 20%. Dengan bantuan itu, ia targetkan pada 2019 sebanyak 250 ribu tenaga pariwisata tersertifikasi. 

Lambatnya sertifikasi tenaga pariwisata ini merupakan salah satu isyarat ketinggalan Indonesia dari negara tetangga, terutama Malaysia, Thailand, dan Singapura. Indonesia dengan kekayaan tujuan wisata berkelas dunia, seperti Bali, Jawa, dan daerah lainnya, tahun terakhir hanya dapat kunjungan turis 8 juta orang, jauh di bawah Malaysia yang mencapai lebih 20 juta turis! SDM pariwisata merupakan salah satu hal terpenting yang harus ditingkatkan mutu dan performanya untuk tak kalah terlalu jauh dalam persaingan sesama ASEAN! 

Jadi sertifikasi bukanlah sekadar mendapatkan selembar surat tanda kompeten, melainkan kompetensinya benar-benar jadi standar yang bisa diuji dalam skala global. Kita bisa saja berdalih kekalahan jumlah turis dari Malaysia dan Thailand karena promosi mereka di media global memang lebih baik. 

Tapi kita tak boleh lupa, promosi terbaik adalah pengalaman positif yang diperoleh setiap turis hingga bisa menjadi cerita baik sebagai oleh-oleh dari Indonesia di negerinya. Jadi, faktor-faktor dasar pariwisata secara umum harus prima. 

Dari faktor manusia dan pelayanannya, objeknya, fasilitasnya, infrastrukturnya, marketing dan promosinya, sampai dukungan travel dan penerbangan asing, harus disimak ulang dalam rangka MEA. Bukan takut kalah bersaing dari berbagai aspeknya, melainkan ciptakan keunggulan pada setiap dimensinya! 

Dengan itu, MEA bukan momok bagi pariwisata kita, tapi sebaliknya, sebuah oportunitas untuk meningkatkan peran pariwisata hingga memperbesar sumbangannya dalam peningkatan kesejahteraan bangsa! ***
Selanjutnya.....

Rp1,2 Triliun untuk Merak-Bakau!

APRESIASI layak diberikan kepada Polresta Bandar Lampung yang dalam waktu relatif cepat, Jumat (30/1) pukul 03.00, berhasil membekuk komplotan begal maut yang aksi terakhirnya, Minggu (25/1), menewaskan Pemimpin Redaksi Tabloid Fokus Lampung, Benny Faisal, di Perumnas Way Kandis, Bandar Lampung. 

 Komplotan begal maut itu, terdiri dari empat pemuda berusia 18 sampai 24 tahun, diburu polisi ke tempat mereka tinggal di luar kota. Saat penangkapan, salah seorang melawan ditembak polisi, akhirnya meninggal kehabisan darah. Bersama mereka, disita sebuah senjata api rakitan.

Pengalaman sukses mengindentifikasi dan memburu begal pelaku pembunuhan terhadap korbannya itu mengesankan kepada masyarakat, kalau bekerja serius dengan bersungguh-sungguh, kepolisian kita mampu meringkus penjahat dalam waktu relatif cepat. 

Diharapkan, hal sama bisa dilakukan polisi bukan hanya ketika korbannya seorang wartawan, pemimpin redaksi. Artinya, siapa pun korbannya, layak mendapat respons sama dari polisi. Masalahnya, kasus begal dan pencurian motor telah menjadi berita sehari-hari yang meresahkan masyarakat. 

Tidak hanya di Bandar Lampung, tapi nyaris di semua kawasan Provinsi Lampung. Gejala itu menuntut kerja keras dan keseriusan polisi mengatasinya. Salah satu penyebabnya adalah masalah kemiskinan yang menempatkan Lampung bukan hanya di bawah rata-rata nasional, tapi dalam indeks pembangunan manusia (IPM) terendah di Sumatera. Bahkan, dalam masalah gizi buruk, Lampung terburuk ketiga nasional setelah Papua dan NTT. 

 Itulah kenyataan yang kita terima dari para pemimpin Lampung terdahulu! Dengan begitu pula, masalah kriminalitas yang meresahkan masyarakat itu bukan semata tanggung jawab Polri. Tapi, jelas merupakan tanggung jawab semua pihak yang punya tugas dan kewajiban terkait kepentingan publik, terutama mengatasi kemiskinan dengan usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat! 

Lebih-lebih mereka yang telah dipilih oleh rakyat untuk melaksanakan kewajiban meningkatkan kesejahteraan rakyat, agar bersungguh-sungguh bekerja memenuhi tanggung jawabnya kepada rakyat! 

Bukan malah mengesampingkan kepentingan rakyat demi lebih mengutamakan partai, koalisi, atau kepentingan pribadi! Polisi bisa kian repot dan kewalahan jika semua pihak yang berkewajiban untuk menyejahterakan rakyat itu malah lebih repot menyejahterakan pribadi dan kelompoknya belaka! ***
Selanjutnya.....

Rp1,2 Triliun untuk Merak-Bakau!

PENINGKATAN pelayanan penyeberangan Merak-Bakauheni dengan menambah jumlah dermaga dan kapal feri, dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mengunjungi kedua pelabuhan itu di awal masa jabatannya. 

 Penambahan jumlah dermaga dia janjikan untuk menjadikan kedua pelabuhan itu tol laut, sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Indonesia sebagai poros maritim dunia itu pula yang menjadi alasan penundaan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).

Dengan demikian secara tidak langsung bisa dikatakan, peningkatan fasilitas dan pelayanan penyeberangan Merak-Bakau merupakan kompensasi atas penundaan pembangunan JSS. Untuk itu amat wajar Direksi BUMN PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Fery Indonesia menyampaikan permohonan pencairan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1 triliun. (detik.com, 30-1) 

 Itu disampaikan Direksi ASDP kepada Panja PMN Komisi VI DPR Jumat (30-1) dengan penjelasan rencana bisnis penggunaan PMN tersebut. Menurut Dirut PT ASDP Danang Baskoro, Rp600 miliar untuk membangun Dermaga VI dan VII yang mampu melayani kapal dengan bobot 10.000 gross ton (GT). Sedang Rp400 miliar untuk membeli dua kapal fery. 

 Biaya untuk membangun Dermaga VI dan VII itu sebenarnya Rp800 miliar. Kekurangan Rp200 miliar, ujar Danang, akan dimasukkan dalam APBN 2016. Jadi total PMN yang diajukan Rp1,2 triliun. PMN Rp1,2 triliun untuk peningkatan kapasitas pelayanan penyeberangan Merak-Bakau sejalan dengan peningkatan arus barang dan penumpang dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. 

Tuntutan terkait peningkatan arus barang bukan hanya soal volumenya, tapi juga speed atau kecepatan penyeberangannya. Terutama sebagai kompensasi penundaan pembangunan JSS, jembatan sepanjang 29 km itu kalau jadi bisa dilintasi kendaraan sekitar 30 menu,. Sedang dengan kapal fery sekarang dua jam lebih! 

Bagaimana dengan peningkatan fasilitas itu waktu tempuh penyeberangan bisa lebih cepat! Demikian pula tarif penyeberangan, mobil pribadi Rp360 relatif sama dengan harga tiket pesawat Jakarta-Lampung. 

Padahal bawa kendaraan harus isi bensin, bayar tol. Lalu truk tronton Rp1,3 juta. Tarif itu bisa kalah bersaing dengan tarif dan laju kendaraan tol JSS, andai tak ditunda. 

 Jadi, jangan karena diuntungkan kebijakan politik Poros Maritim Dunia sehingga pembangunan JSS ditunda, fery Merak-Bakau tak memperhatikan perlunya soal kecepatan dan keekonomisan tarifnya. ***
Selanjutnya.....