Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tol Sumatera Bukan Isapan Jempol!

HARI ini, 30 April 2015, Presiden Joko Widodo dijadwalkan meletakkan batu pertama pembangunan jalan tol trans-Sumatera ruas Bakauheni—Terbanggibesar. Upacaranya di Sabahbalau, Jatiagung, Lampung Selatan. Pembangunan jalan tol trans-Sumatera dipercepat karena oleh pemerintahan Joko Widodo dijadikan sebagai kompensasi atas penundaan pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS)—yang sejak lama didamba warga Sumatera, terutama Lampung.

Pembangunan JSS ditunda bukan hanya karena biayanya yang terlalu besar, jembatan sepanjang 30 km itu ternyata setara jalan tol trans-Sumatera, tapi juga karena pemerintahan Joko Widodo menetapkan prioritas pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, JSS jadi kurang selaras dengan prioritas itu. JSS berbiaya sekitar Rp200 triliun, sedangkan tol trans-Sumatera Bakauheni—Banda Aceh sepanjang 2.700 km. Kalau per km Rp70 miliar, biayanya sekitar Rp189 triliun. 

 Pelaksanaan groundbreaking hari ini juga kejutan karena sebelumnya sempat tersiar kabar diundur dengan alasan dana untuk proyeknya terkendala perubahan nomenklatur Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menjadi Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pengukuran dan pembayaran ganti rugi lahan pun macet karena itu. 

Tapi, seiring berita dari Menteri BUMN Rini Sumarno ada kucuran dana 40 miliar dolar AS dari China Development Bank dan Industrial dan Commercial Bank of China kepada konsorsium BUMN Hutama Karya yang menggarap pembangunan jalan tol trans-Sumatera (Kompas.com, 25/4), pembangunan tol trans-Sumatera pun jadi nyata, bukan isapan jempol lagi. Peletakan batu pertama jalan tol langsung mengubah gambaran kemajuan kawasan Sumatera masa depan. 

Untuk Lampung, semisal kota baru, Jatiagung, yang sempat diterbengkalaikan karena lokasinya di tempat jin membuang anak, berbalik menjadi strategis karena berhampiran dengan lokasi upacara groundbreaking! Demikian pula Kawasan Industri Lampung (Kail) yang sebelumnya dibiarkan dengan jalan hancur jadi kubangan nantinya jadi dekat dengan jalan tol. 

Demi kemajuan daerah, diharapkan manajemen pelaksana pembangunan jalan tol dan para petugas lapangan bekerja profesional, terutama dalam menangani ganti rugi lahan warga agar warga senang mendukung kelancaran proyek. Di Lampung banyak contoh proses ganti rugi lahan warga untuk proyek dikorupsi oleh pelaksana hingga proyeknya terhambat. Hal seperti itu tak boleh terjadi pada proyek jalan tol trans-Sumatera! ***
Selanjutnya.....

Melambat dengan Likuiditas Ketat!

PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia kuartal I 2015 melambat hingga 4,9%, menekan bisnis perbankan akibat likuiditas yang semakin ketat, ujar Kepala Ekonomi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anggito Abimanyu di Jakarta, Senin. (detik.com, 27/4) "Dampaknya ke perbankan turunnya likuiditas bank umum di rekening BI dalam bentuk money market, mengalami penurunan cukup drastis, menunjukkan likuiditas semakin ketat," tegas Anggito. Ketatnya likuiditas di perbankan bisa mendorong bank-bank berebut dana pihak ketiga (DPK) untuk menjaga likuiditasnya. Dimungkinkan akan terjadi perang tarif bunga deposito untuk menarik uang masyarakat.

Ketatnya likuiditas juga terlihat pada hasil penarikan pajak, yang pada kuartal I 2015 hanya mampu menarik Rp170 triliun dari target tahun berjalan Rp1.200 triliun. Karena itu, menurut Anggito, pemerintah harus bekerja keras untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kerja keras diperlukan dalam penyerapan APBN karena hingga akhir April ini banyak dana pembangunan dari APBN belum cair akibat perubahan nomenklatur kementerian. 

"Kalau rencana pemerintah tumbuh 7%, ada potensi DPK yang bisa ditabung perbankan sebesar Rp600 triliun," jelas Anggito. "Tapi melihat kondisi kuartal I 2015 tak ada perbaikan, maka potensi kenaikan DPK turun menjadi Rp484,9 triliun. Ini mengakibatkan kegiatan ekonomi turun, pendapatan masyarakat turun, dan menabung turun." Kata kunci untuk mempercepat kembali laju pertumbuhan ada pada daya serap anggaran. Kalau kapasitas daya serapnya di kalangan birokrasi tak meningkat signifikan, artinya tingkat kerja keras di kalangan pemerintah kurang menonjol, meski banjir anggaran pun pertumbuhan sulit jauh lebih tinggi dari tahun lalu. 

Padahal, saatnya sudah kian dekat, akan cair dana berlimpah ruah. Pertama, dana subsidi BBM yang dialihgunakan untuk membangun infrastruktur sekitar Rp400 triliun. Lalu dana utangan lewat surat utang negara (SUN) di APBN sekitar Rp400 triliun juga. Kemudian terakhir komitmen kredit sebesar 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp645 triliun (kurs Rp12.900/dolar AS) dari Tiongkok (China Develompment Bank dan Industrial and Commercial Bank of China) untuk jalan tol trans-Sumatera dan pembangkit listrik 35 ribu mw. Jadi, diperkirakan ada dana sekitar Rp1.500 triliun yang segera melimpah! Kalau daya serap baik, kondisi buruk kuartal I bisa diatasi kuartal-kuartal berikutnya! ***
Selanjutnya.....

Tiongkok Biayai Tol Sumatera!

GROUNDBREAKING—peletakan batu pertama—tol trans-Sumatera ruas Bakauheni—Terbanggibesar ditunda, bukan berarti batal pembangunannya. Tapi, karena komitmen biayanya dari Tiongkok baru didapat pekan lalu. “Komitmen pembiayaan dari Tiongkok 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp645 triliun (kurs Rp12.900/dolar AS) sudah disepakati untuk infrastruktur jalan tol, pelabuhan, pembangkit dan transmisi listrik, serta pelayaran,” ujar Menteri BUMN Rini Sumarno, Jumat (24/4).

Sebesar 40 miliar dolar AS akan diperoleh dari China Development Bank dan Industrial and Commercial Bank of China kepada BUMN yang menggarap pembangunan jalan tol trans-Sumatera (Kompas.com, 25/4). Sedang 10 miliar dolar AS sisanya untuk PT PLN (Persero) mendukung program membangun pembangkit 35 ribu mw dan transmisi listrik. Tol trans-Sumatera dari Bakauheni sampai Banda Aceh panjangnya sekitar 2.700 km, sedang Bakauheni—Terbanggi sekitar 138 km. 

Dengan biaya membangun tol antara Rp55 miliar sampai Rp80 miliar per km, tergantung pada kondisi medannya, untuk 2.700 km jalan tol trans-Sumatera dibutuhkan minimal Rp148,5 triliun atau maksimal Rp216 triliun. Berarti dana 40 miliar dolar atau Rp516 triliun dari Tiongkok itu jika dibuat untuk membangun dua jalur jalan tol trans-Sumatera, satu di pesisir barat dan satu di pesisir timur masih ada sisanya yang bisa untuk membangun infrastruktur lainnya. Sedang untuk membangun 138 km jalan tol Bakauheni—Terbanggibesar biayanya minimal Rp7,59 triliun atau maksimal Rp11,04 triliun. Artinya, kalau komitmen investor dari Tiongkok seperti disebutkan Menteri BUMN itu benar adanya, biaya pembangunan jalan tol trans-Sumatera tak masalah lagi. 

Untuk itu, kesampingkan jauh-jauh gosip atau kabar angin tentang rendahnya realisasi komitmen investor Tiongkok. Seperti yang dikemukakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, rata-rata dari setiap 10 komitmen investor asal Tiongkok, hanya satu yang benar-benar terealisasi investasinya (detik-Finance, 22/3). Jadi, kalau groundbreaking pertama tol Bakauheni—Terbanggibesar yang dicanangkan 26 April 2015 batal dengan alasan dananya belum cair akibat perubahan nomenklatur APBN dari Kementerian PU ke Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), diharapkan groundbreaking berikutnya tak ditunda lagi dengan alasan rendahnya rasio realisasi dari investor Tiongkok! ***
Selanjutnya.....

DPR Bangun Gedung Ikon Nasional!

DALAM pidato penutupan masa sidang III 2014—2015, Ketua DPR Setya Novanto mengungkapkan rencana pembangunan gedung baru DPR. Gedung baru itu diharapkan akan menjadi ikon nasional, sebagai warisan bangsa karena setelah 70 tahun Indonesia merdeka dan 17 tahun reformasi, lembaga legislatif belum pernah dibangun secara mandiri. Menurut Setya, Presiden Joko Widodo telah menyetujui dan akan menghadiri seremoni peletakan batu pertama pembangunan gedung tersebut pada 16 Agustus 2015 (Kompas.com, 25/4).

Rencana pembangunan gedung DPR pada priode lalu ditentang keras publik hingga akhirnya dibatalkan. Alasan penolakan publik, gedung DPR sekarang masih layak untuk tempat kerja anggota legislatif, malah tergolong tempat kerja luks dengan rehab toiletnya saja menelan miliaran rupiah. Di sisi lain, rakyat masih sengsara, kontroversial dengan kinerja anggota DPR yang kurang optimal dan masih berlanjut hingga masa sidang III 2014—2015 ini DPR tidak menghasilkan satu pun UU. 

Namun, kini rencana serupa muncul lagi, diembeli sebagai ikon nasional yang dibangun mandiri oleh DPR, sekaligus langsung disetujui Presiden. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus, menilai pembangunan gedung baru itu membuktikan DPR hanya mementingkan kepentingannya sendiri, bukan kepentingan rakyat. "Setya Novanto menganggap DPR itu lahan proyek," kata Lucius (Kompas.com, idem). Proyek itu mandiri, bisa berarti dari perencanaan sampai pelaksanaannya selesai ditangani sendiri oleh DPR. Konon pula yang dibangun itu ikon nasional, pasti gedung megah, biayanya sangat besar—sebuah megaproyek! Keputusan Presiden menyetujui pembangunan gedung DPR itu oleh Lucius dianggap transaksional. "Besar kemungkinan ini transaksional. Presiden begitu mudah menyetujui rencana yang pastinya akan ditentang publik," ujar dia. 

 Dengan transaksional itu, DPR tidak akan terlalu kritis lagi pada kinerja pemerintahan. Menurut Lucius, itu menguatkan dugaan Jokowi makin teperosok dalam kubangan lumpur kepentingan, kehilangan nilai kebeningan jiwa untuk melihat sesuatu, termasuk pembangunan gedung parlemen secara benar. Namun, kenapa Ketua DPR dan Presiden tidak peduli reaksi publik yang pernah menolak pembangunan gedung DPR? Bisa jadi karena publik kini tidak sekuat waktu itu, seperti terlihat dari pelemahan KPK dan pelantikan Budi Gunawan menjadi wakapolri yang tidak mendapat reaksi atau protes dari publik yang signifikan! ***
Selanjutnya.....

Kompetisi Sepak Bola Kacau Lagi!

KOMPETISI sepak bola Indonesia Super League (ISL) dihentikan oleh surat Menpora ke kepolisian. Padahal, PS Semen Padang Kamis sudah di Lamongan untuk tanding lawan Persela, Sabtu (25/4). Juga Persija (Jakarta) hari yang sama dijadwal lawan Persipura di Jayapura, dan PSM (Makassar) Minggu (26/4) lawan Persegres United di Gresik, Jawa Timur. Ketua Panitia Pertandingan Persipura Jayapura, Fachrudin Pasolo, menyatakan partai lanjutan ISL melawan Persija Jakarta terpaksa dibatalkan lantaran tidak dapat izin dari kepolisian. Dasar langkah polisi itu surat Menpora, Kamis (23/4), meminta polisi tidak memberi izin laga ISL karena PSSI telah dibekukan. (Kompas.com, 23/4)

ISL merupakan pemulihan ke kondisi normal, semua klub bersatu dalam satu wadah kompetisi, setelah sebelumnya kacau, terjadi dualisme Liga Super dan Liga Primer. Tapi kini kompetisinya kembali kacau akibat ditunda terus. Seharusnya ada kesadaran krisis dalam pembekuan PSSI sehingga tim transisi yang mengisi kekosongan fungsi PSSI bisa langsung bekerja begitu pembekuan dilakukan! Penundaan yang berlarut kompetisi bisa menyulikan klub yang sebagian ngos-ngosan keuangannya. Dukungan modal kepada klub sepak bola di Indonesia kebanyakan dari investor sukarela demi menjaga kebanggaan daerah dengan mempertahankan klub daerah mereka di liga primer (super). 

Banyak daerah, seperti Lampung, kini tak punya investor yang mampu dan mau mengangkat klub daerahnya ke liga primer. Biaya rutin sebuah klub di luar belanja perlengkapan dan operasional kompetisi, sekitar Rp1 miliar per bulan. Dalam mengelola klub bola, di Indonesia belum bisa bicara untung. Bisa cukup untuk membiayai sampai akhir kompetisi saja sudah syukur. Sering, untuk kompetisi selanjutnya klub mencari investor baru, Kenyataan seperti itulah yang membuat PSSI tak merespons perintah BOPI untuk mengeluarkan Persebaya dan Arema dari kompetisi ISL dengan alasan pemilikan ganda. Investor baru mungkin dadakan harus mengatasi kebutuhan klub untuk siap kompetisi, proses akuisisi pemilikan klub yang secara hukum butuh waktu, ditunda dulu. 

Di sisi lain, investor lama yang sudah menyerah tak mampu membiayai lagi, lazimnya mengikhlaskan manajemen baru berkiprah, yang penting klub tak tereliminasi dari liga primer! Tapi, justru soal inilah yang dijadikan alasan menegur dan membekukan PSSI. Sayang, meski demi profesionalisasi, ISL terganggu akibat penanganan krisis pembekuan PSSI tidak profesional! ***
Selanjutnya.....

Bung Karno Desak Reformasi PBB!

PIDATO Bung Karno di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 30 September 1960 (To Build the World A New) mendesak reformasi PBB. "Layaklah pada saat ini untuk mempertimbangkan kedudukan PBB dalam hubungan dengan zaman pembangunan dan bangkitnya bangsa-bangsa hari ini," tegasnya. "Nasib umat manusia tidak dapat lagi ditentukan beberapa bangsa besar dan kuat," tegas Bung Karno. "Juga kami bangsa-bangsa yang lebih muda, bangsa yang sedang bertunas, bangsa-bangsa yang lebih kecil, kami pun berhak bersuara dan suara itu pasti akan berkumandang di sepanjang zaman." Bung Karno benar. Perjuangan untuk mereformasi PBB itu berkumandang lagi dalam pertemuan puncak peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta, Rabu (22/4). 

Dan itu dikumandangkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang tegas menyerukan reformasi di tubuh PBB, yang tidak berdaya mengatasi berbagai konflik. Bangsa Asia dan Afrika harus mendesak reformasi dalam tubuh PBB agar bisa mengatasi ketidakseimbangan global dan kekerasan global yang kini terus terjadi. Joko Widodo meminta bangsa Asia-Afrika untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. "Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina," ujarnya. Kemerdekaan Palestina dihambat Israel, yang selalu dibela Inggris, Prancis, dan AS dalam posisi tiga negara adidaya itu sebagai pemegang hak veto di Dewan Keamanan (DK) PBB. Ketiga negara itu promotor kemerdekaan Israel tahun 1947.

Ketidakadilan DK PBB pada pemegang hak veto itu disebut Bung Karno dalam pidato di PBB. Ia tuturkan ketika Khurshchov (Presiden Uni Soviet) menjadi tamu di Indonesia. "Saya jelaskan padanya sejelas-jelasnya bahwa kami menyambut baik konferensi tingkat tertinggi yang kami harapkan berhasil, tetapi bahwa kami skeptis," ujar Bung Karno. "Empat negara besar itu saja (pemegang hak veto DK PBB waktu itu, AS, Inggris, Prancis, Soviet, red), tidak dapat menentukan masalah perang dan damai. Lebih tepat, barangkali mereka mempunyai kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi mereka tidak mempunyai hak moral, baik secara sendirian maupun secara bersama-sama, untuk mencoba menentukan hari depan dunia." Enam dekade realitas yang didobrak Bung Karno itu belum berubah, hingga Joko Widodo menyegarkan perjuangannya. Tapi, siapa bisa merebut palu hak veto DK PBB? Bung Karno saja memilih keluar dari PBB! ***
Selanjutnya.....

Ketika Kekuasaan Personalized!

SUBJEKTIFIKASI itu proses internalisasi suatu kekuasaan hingga personalized—mempribadi. Jika itu terkait kekuasaan hukum, seseorang jadi merasa dirinyalah hukum. Rasa itu bisa mendorongnya laku lajak, unjuk diri sebagai orang yang paling berkuasa dalam penegakan hukum! Gejala itu terlihat ketika suatu kekuasaan gegabah, bahkan secara demonstratif, bisa melihat kesalahan orang lain sebesar tungau di seberang lautan, tapi kesalahan sebesar gajah pada diri atau kelompoknya selalu ditutupinya.

Ketika seseorang dan kelompoknya menjalankan kekuasaan hukum yang personalized, pelaksanaan hukum menjadi diskriminatif, tebang pilih pada stelsel di luar kelompoknya, sedang orang dalam kelompoknya sendiri meski bermasalah dilindungi! Namun, kekuasaan personalized bukan hanya di bidang hukum. Bisa terjadi di semua jenis kekuasaan. 

Kekuasaan bisa personalized ketika tidak ada kekuasaan di atasnya yang mengontrol kekuasaannya dengan baik. Bahkan meski kekuasaan yang personalized itu hanya subordinat dari kekuasaan di atasnya, yang mendelegasikan kekuasaan itu tak mengontrol secara efektif kekuasaan subordinatnya, bisa personalized. Kekuasaan personalized juga bisa dalam bentuk jamak—berjemaah—seperti pada militer atau polisi tiran, bahkan pada kekuatan mayoritas di parlemen! Namun, dalam kekuasaan personalized karena prinsipnya merupakan encapsulated authoritarian—kekuasaan otoriter terselubung—maka segala tindakan penggunaan kekuasaan personalized itu diselubungi dengan retorika memelintir fakta atau rekayasa untuk mengesankan itu langkah yang benar. 

Padahal, dengan pelintiran dan rekayasa, itu hanya kebenaran seolah-olah—pseudomatis. Untuk melihat apakah ada kekuasaan yang personalized, pada skala nasional, daerah maupun lokal, bisa menyimak dinamika setiap kekuasaan apakah dijalankan dengan semestinya secara wajar atau diwarnai retorika plitiran dan rekayasa! Kejelian menguak pseudomatika di balik praktik kekuasaan, kunci kemampuan melihat adanya kekuasaan personalized. 

Ketika di suatu negeri ada kekuasaan personalized, kehidupan masyarakatnya akan didominasi oleh apa yang disebut Jaya Suprana kelirumologi, segala sesuatu berjalan serbakeliru. Negeri agraris subur menjadi importir pangan terbesar dunia, negeri maritim mengimpor lebih 90 persen kebutuhan garamnya, terpidana tindak kekerasan jadi pengacara hukum gugatan calon Kapolri, dan lain-lain! ***
Selanjutnya.....

PP Sumbangan untuk Fakir Miskin!

PRESIDEN Joko Widodo merilis Peraturan Pemerintah (PP) No. 16/2015 tentang Sumbangan Masyarakat untuk Fakir Miskin. PP ini mengacu Pasal 37 UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, mengatur pengumpulan dan penggunaan sumbangan masyarakat untuk fakir miskin oleh menteri, gubernur, bupati/wali kota. (detik.com, 21/4)

Sumbangan masyarakat dalam UU ini merupakan sumber pendanaan kelima untuk penanganan fakir miskin. Sumber dana pertama APBN, kedua APBD, ketiga CSR atau dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan, dan keempat dana hibah dari dalam maupun luar negeri. PP No. 63/2013 pelaksanaan UU itu Pasal 2 berbunyi, (1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penanganan fakir miskin. (2) Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan penanganan fakir miskin yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Dalam penanganan fakir miskin, menurut Pasal 31 UU No. 13 pemerintah kabupaten/kota bertugas menyediakan sarana dan prasarana bagi penanganan fakir miskin, mengalokasikan dana yang cukup dan memadai dalam APBD untuk menyelenggarakan penanganan fakir miskin. Selain itu, memfasilitasi, mengoordinasikan, menyosialisasikan, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program. 

Lalu, melaksanakan pemberdayaan pemangku kepentingan. Tampak, tugas pemerintah dominan dalam menangani fakir miskin. Lebih lagi, dalam memenuhi hak fakir miskin sesuai Pasal 3, (a) memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan; (b) memperoleh pelayanan kesehatan; (c) memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya; (d) mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan karakter budayanya. Juga hak (e) mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial dalam membangun, mengembangkan, serta memberdayakan diri dan keluarganya; (f) memperoleh derajat kehidupan yang layak; (g) memperoleh lingkungan hidup yang sehat; (h) meningkatkan kondisi kesejahteraan berkesinambungan; dan (i) memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha. 

Untuk itu, sumbangan masyarakat perlu dikelola efektif oleh pemerintah daerah bersama hibah dan CSR. Mengandalkan APBN/APBD saja, nyaris 70 tahun merdeka mayoritas fakir miskin masih telantar. ***
Selanjutnya.....

Pendidikan yang Eksperimentalis!

UN—ujian nasional—tingkat SMA pekan lalu berlangsung lancar, tanpa ketegangan melanda murid. Kebocoran soal juga tidak menghebohkan, karena fungsi UN bukan lagi penentu kelulusan, melainkan hanya untuk evaluasi dan pemetaan mutu pendidikan. Demikianlah pendidikan eksperimentalis, sambil jalan dilakukan perubahan untuk dilihat kemudian saja akibatnya dalam kurikulum campur-aduk, sebagian pakai K-2013 sisanya pakai KTSP. 

Realitas eksperimentalis pendidikan di Indonesia itu telah berlangsung sejak peralihan dari sistem kolonial ke sistem merdeka di bawah Menteri Pendidikan Mr. Suwandi, dengan kurikulum 1947. Saat hadir UUDS 1950, sistem disesuaikan lewat kurikulum 1952. Begitu terus, gonta-ganti kurikulum dilakukan sesuai dengan selera penguasa politik maupun gaya pribadi orang yang jadi menteri pendidikan!

Tiadanya sistem pendidikan baku yang diamalkan berkesinambungan itu, tecermin dalam kegalauan hidup bangsa dewasa ini. Dalam politik, semua pihak merasa paling benar sendiri. Siapa pun yang dipercaya memegangnya, kekuasaan disalahgunakan, gasak sana gasak sini, unjuk kekuatan, menguras sumber alam sampai ludes, dengan hasil ketimpangan sosial yang terus memburuk—yang kuat tambah kaya, kaum lemah tambah miskin dan semakin sengsara tak berdaya! 

Bukan berarti perlu membentuk komisi nasional untuk merumuskan sistem baku pendidikan yang baru, karena hasilnya juga hanya akan menjadi eksperimen tersendiri lagi. Melainkan, yang diperlukan adalah bagaimana menyistematisasikan realitas segala kegalauan pendidikan itu menjadi sebuah sistem pendidikan yang baku—pendidikan eksperimental! 

Dengan sistem itu, setiap perubahan mendadak atau berbagai eksperimen yang muncul dalam dunia pendidikan tidak dipandang sebagai hal kontroversial, tapi pertanda sistemnya dinamis dan bergairah! Untuk itu, pilihannya adalah menjadikan kegalauan atau big bang terakhir sebagai patokan awal penyadaran prosesnya sebagai sebuah sistem baku, mencapai tujuan pendidikan yang excellent! Big bang terakhir itu mungkin penetapan dipakai bersama K-2013 dan KTSP, serta peralihan fungsi UN bukan lagi sebagai penentu kelulusan. 

Dari situ, pengelola pendidikan nasional secara teratur harus menciptakan kebijakan kontroversial yang membuat masyarakat jadi benar-benar galau dari waktu ke waktu. Dengan demikian, akan terbentuk masyarakat tangguh, yang tahan banting untuk selalu hidup normal di tengah kegalauan yang tiada henti! ***
Selanjutnya.....

Sepak Bola Indonesia Kisruh Lagi!

PULIH dari kisruh di akhir kepengurusan Nurdin Halid dengan dualisme kompetisi, kini sepak bola Indonesia kisruh lagi. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Jumat (17/4), membekukan PSSI—Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Alasan pembekuan, sudah tiga peringatan agar PSSI melaksanakan perintah Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) untuk mengeluarkan Persebaya dan Arema dari kompetisi ISL, tak ditaati.

Di balik itu, justru FIFA—otoritas tertinggi organisasi sepak bola dunia, sebelumnya (10 April 2015) telah mengirim surat kepada Menpora dan BOPI. Surat yang ditandatangani Sekretaris Umum FIFA Jerome Valcke itu mengingatkan agar Menpora dan BOPI tidak mengintervensi PSSI dalam kompetisi Indonesia Super League (ISL). 

Jika peringatan FIFA itu tidak digubris, FIFA mengancam akan memberi sanksi kepada PSSI. Tapi atas surat FIFA itu, BOPI menganggap FIFA telah melakukan pelecehan terhadap kedaulatan NKRI. Ini disusul serangkai peringatan tertulis pada PSSI dan terakhir keluar pembekuan PSSI dari Menpora. 

Tampak, kisruh ini akibat FIFA dan PSSI tak nyambung dengan BOPI/Menpora. FIFA, organisasi independen mengatur sepak bola dunia, tak mengenal BOPI atau badan eksternal lain yang mengintervensi dan membuat aturan harus ditaati dalam kompetisi sepak bola mereka. FIFA dan strukturnya punya tradisi regulasi sendiri! Di lain pihak, Menpora dan BOPI yang punya komitmen untuk memajukan olahraga di negeri ini, juga punya kekuasaan formal untuk membuat aturan yang harus ditaati rakyatnya.

Untuk itu, aturan BOPI untuk kompetisi ISL harus ditaati PSSI. Aturan BOPI ini, oleh FIFA dinilai intervensi pemerintah, yang ditabukan FIFA. Dengan demikian, terkesan kedua pihak punya standar kebenaran masing-masing. Untuk itu, FIFA lazim tidak konfrontatif pada penguasa yang mengintervensi organisasi di bawah otoritasnya. 

Tapi, justru menghukum bawahannya, di sini PSSI. Sanksinya, PSSI dibekukan, tak bisa mengikuti semua event yang ditangani FIFA dan strukturnya. Kalau sanksi FIFA dijatuhkan, Persipura dan Persib yang sedang mengikuti AFC Cup, kompetisi antarklub Asia, akan gugur dengan sendirinya. Juga tim sepak bola Indonesia untuk SEA Games, Pra-Piala Asia, Pra-Piala Dunia, Pra-Olimpiade. Semua kompetisi sepak bola kita hanya bersifat internal dalam wilayah kedaulatan NKRI, dikucilkan dari sepak bola dunia! Bisa saja itu jadi pilihan FIFA untuk menghormati total kedaulatan NKRI, hingga meliriknya saja pun tak lagi dilakukannya! ***
Selanjutnya.....

60 Tahun, Dasasila kian Relevan!

PEKAN ini diperingati 60 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang dilaksanakan di Bandung 18—25 April 1955. KAA diikuti 29 negara Asia-Afrika yang baru merdeka, dibuka Presiden Soekarno dan dipimpin Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo, menghasilkan Dasasila, 10 prinsip kerja sama internasional yang justru kian relevan dengan merajalelanya agresi atas integritas suatu negara dewasa ini. 

Relevansi Dasasila juga harus ditekankan pada negara-negara pencetusnya, seperti Indonesia! Prinsip pertama Dasasila tegas menyatakan, "Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam Piagam PBB". Tapi terbukti, kini indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia di peringkat 118 dunia, yang berarti pemenuhan hak-hak dasar manusia oleh negara masih jauh dari memadai, dan itu tak jauh berbeda dengan banyak negara peserta KAA.

Selain dorongan untuk menghormati hak-hak dasar manusia, Dasasila juga memberi garis perjuangan untuk perdamaian dunia dengan prinsip antiintervensi, antiagresi, dan menolak penggunaan kekerasan atas integritas suatu negara. Prinsip tersebut relevan bagi runyamnya konflik militer di Timur Tengah dewasa ini. 

Tak kalah relevan prinsip Dasasila dalam menjunjung persamaan antarsuku bangsa dan antarbangsa saat rasialisme kerap muncul di negara-negara maju seperti Eropa! Prinsip persamaan Dasasila itu sering disebut sebagai inspirator bagi bangsa-bangsa terjajah masa itu untuk bangkit berjuang meraih kemerdekaan! Dilengkapi dengan menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional, secara keseluruhan Dasasila menjadi energi terbentuknya Gerakan Nonblok pada 1961, suatu pemisahan negara-negara dunia ketiga dari blok kapitalis/kolonialis dan blok komunis. 

Memperingati 60 tahun KAA, kalau pada pelaksanaannya 1955 Indonesia sebagai pemrakarsa—bersama Ceylon (Sri Lanka), Burma (Myanmar), dan Pakistan—sekarang Indonesia harus bisa jadi teladan dalam pengamalan hasil KAA—Dasasila! Untuk itu, tentu dengan prioritas yang bersungguh-sungguh dalam usaha pembangunan manusia, tak lagi sekadar retorika seperti selama ini dengan bukti peringkat IPM dunia yang amat buruk. 

Keburukan IPM hasil usaha pembangunan manusia itu, akibat di balik retorikanya yang muluk-muluk, elite penguasa lebih mementingkan kemakmuran keluarganya! Bahkan, dengan korupsi, justru terhadap dana pembangunan manusia itu sendiri! Akibatnya, warga sasaran jadi lebih sengsara, menderita berkepanjangan! ***
Selanjutnya.....

Gejala Korupsi Meningkat Drastis!

PELEMAHAN KPK dengan segala peristiwa terkaitnya membuat rasa takut untuk korupsi jadi menurun! Gejalanya korupsi justru kian marak. Transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai yang dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meningkat drastis selama triwulan I 2015. (Kompas.com, 16/4) Buletin Statistik PPATK mencatat selama Januari—Maret 2015 terdapat 13.277 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), naik 47% dari periode sama tahun lalu yang sebanyak 9.050 LTKM.

LTKM merupakan transaksi yang tidak sesuai dengan profil pendapatan orang yang melakukan transaksi. Karena itu, transaksi tersebut diduga berasal dari hasil korupsi. LTKM juga menunjukkan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil korupsi. Sementara jumlah laporan transaksi keuangan tunai (LTKT) selama triwulan I 2015 mencapai 512.944 laporan, naik 16% dari periode sama tahun lalu. Transaksi tunai merupakan penyetoran atau penarikan uang tunai di atas Rp500 juta melalui bank. 

Pola ini patut dicurigai sebagai strategi untuk mempersulit pelacakan aliran dana, baik asal-usulnya maupun peruntukannya. Dilihat dari profesi orang yang melakukan transaksi mencurigakan, peningkatan terjadi pada profesi konsultan, TNI/Polri, pejabat eksekutif/legislatif, dan pegawai BUMN/BUMD. Menurut pengamat FHUI Choky Ramadhan, peningkatan LTKM bisa menjadi indikasi awal yang melukiskan kian maraknya perilaku korupsi. 

Ada sejumlah faktor yang dia duga menyebabkan meningkatnya transaksi mencurigakan dan transaksi tunai itu. Di bawah rezim pemerintahan baru, terjadi sejumlah peristiwa yang mengindikasikan menurunnya komitmen pemberantasan korupsi. Hal itu antara lain kisruh antara KPK dan Polri, pelemahan KPK, dan rencana obral remisi ke koruptor. Selain itu, pemidanaan pengadilan belum memberikan efek jera. Data pantauan ICW, rata-rata vonis koruptor selama 2014 hanya 2 tahun 8 bulan. 

Untuk itu, karena pelemahan KPK dan peristiwa terkait bermula dari pengisian jabatan Kapolri, setelah Badrodin Haiti dilantik jadi Kapolri Jumat (17/4), diharapkan semua hal terkait pelemahan KPK dan maraknya kembali korupsi bisa direhabilitasi Kapolri baru. Seperti usai konflik cicak-buaya, kerja sama KPK-Polri jadi harmonis, termasuk memberantas korupsi di tubuh Polri. Tapi tentu, hal itu tergantung komitmen rezim! ***
Selanjutnya.....

Perlu Polisi Parlemen, Ada Begal?

DI desa-desa pelosok, maling, rampok, dan begal gentayangan, tetapi polisi masih kurang tenaga dan jangkauannya untuk mengayomi masyarakat. Tapi, kini muncul gagasan yang langsung direalisasikan, polisi parlemen! Dipimpin seorang brigjen, kesatuan baru ini siap dibentuk di lokasi parlemen dengan prioritas pengadaan kantor, mes, ratusan pucuk senjata laras panjang, dua mobil water cannon dan kelengkapan lainnya! (Kompas.com, 15/4). 

Apakah di parlemen ada maling, rampok, dan begal, hingga pengadaan polisinya lebih diprioritaskan daripada pelosok desa yang warganya benar-benar butuh pengayoman dan perlindungan polisi?
Prioritas itu tentu dibuat para anggota DPR yang mengusulkan polisi parlemen berdasarkan perhitungan yang betul-betul rasional, dengan perbandingan jumlah anggota parlemen yang tak jauh beda dari jumlah rumah tangga penduduk sebuah desa di pelosok. 

Lalu dibandingkan lagi jumlah orang yang berasal dari lokasi parlemen dengan warga desa pelosok itu, mana yang lebih banyak masuk penjara. Mungkin pembandingan itu menghasilkan lokasi parlemen memang lebih prioritas untuk mendapatkan fasilitas pengamanan istimewa. Polisi parlemen! Nantinya, 1.194 polisi dan PNS dipimpin seorang brigjen itu diproyeksikan untuk tidak sekadar mengamankan lingkungan parlemen seperti yang sekarang dilakukan 29 anggota pengamanan dalam (pamdal) untuk MPR, 489 pamdal untuk DPR, dan 50 pamdal untuk DPD.

 Tetapi, juga untuk mengawal rumah dinas dan mengawal anggota Dewan dalam perjalanan dinas. Untuk itu, kalau anggaran kebutuhan pamdal sekarang, menurut Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi, mencapai Rp18 miliar/tahun, untuk dana kebutuhan polisi parlemen itu sekarang masih sulit menghitungnya. Anggaran untuk polisi parlemen memang tidak hanya gaji. 

Dalam proposal kebutuhan sarana-prasarana, selain yang sudah disebutkan di atas juga muncul pembelian tujuh golf car, 60 alat pemadam api ringan, dan pengadaan rumah dinas 130 unit. Wacana polisi parlemen membingungkan rakyat yang tercekam ketakutan kepada rampok dan begal maut yang aksinya kadang membuat polisi kewalahan. 

Apa yang ditakutkan anggota DPR dengan pagar kompleks yang cukup tinggi dan pamdal yang selama ini bekerja efektif menjaga keamanan. Apakah takut pada demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang disiapkan 20 Mei nanti, mengulang sejarah 20 Mei 1998? Kan demo rakyat soal biasa! Kenapa anggota DPR tiba-tiba jadi takut kepada rakyatnya sendiri? ***
Selanjutnya.....

Siti Zaenab pun Dieksekusi Mati!

DI tengah euforia Pemerintah RI melakukan hukuman mati bergelombang dengan publikasi dan provokasi penuh gairah, terutama dalam menepis keberatan dari pemerintah negara asal terpidana mati, tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, Siti Zaenab, dieksekusi mati dengan hukuman kisas di Madinah, Selasa (14/4), pukul 10.00 waktu setempat. 

Dengan provokasi menggebu membela eksekusi hukuman mati, Pemerintah RI cenderung kehabisan dasar moralitas untuk membela warganya dari hukuman sejenis yang dipromosikannya itu. Siti Zaenab pun dieksekusi mati tanpa adanya pemberitahuan kepada Pemerintah RI.

Malang nian nasib 299 warga negara Indonesia—kebanyakan TKI—lainnya yang kini terancam eksekusi mati di negeri orang. Pemerintah terkesan kurang serius membantu mereka sehingga ketika warganya dieksekusi mati pun orang-orang dari jajaran pemerintahan—termasuk yang seharusnya bertanggung jawab—tak ada yang tahu! 

Barulah setelah beritanya tersiar, Kementerian Luar Negeri RI tergopoh mengonfirmasi, mencari tahu kepastian eksekusi, lalu menyalahkan duta besar negara sahabat tak memberi tahu lebih dahulu. Siti Zaenab dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri majikannya bernama Noura binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. 

Dia ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. (Kompas.com, 15/4) Pada 8 Januari 2001, pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati atau kisas kepada Siti Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan kisas, pemaafan hanya bisa diberikan ahli waris korban. 

Untuk itu, pelaksanaan hukuman mati ditunda menunggu Walid bin Abdullah bin Muchsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig. Pada 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah menyampaikan kepada pengadilan penolakannya untuk memberi maaf Siti Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. 

Hal itu dicatat dalam putusan pengadilan pada 2013. Tak seperti negara lain yang berusaha keras mencegah hukuman mati terhadap warganya dengan segala cara, seperti Brasilia yang sampai menolak persetujuan atas keberadaan duta besar RI untuk negerinya, pemerintah RI tak tahu sampai warganya usai dieksekusi mati! 

Kewajiban melindungi keselamatan jiwa raga dan harta benda setiap warga negaranya cukup dilakukan dengan seolah terkejut dan menyesalkan eksekusi mati terhadap warganya, sambil menyiapkan gelombang eksekusi mati di negerinya sendiri! ***
Selanjutnya.....

Pemilukada Mencegah Politik Dinasti!

UNTUK mencegah berlanjutnya politik dinasti di pemerintahan daerah, UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang disahkan Presiden Joko Widodo 18 Maret 2015 menegaskan pada Pasal 7 huruf r bahwa calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana." 

Dalam penjelasan Pasal 7 huruf r itu disebutkan, "Yang dimaksud dengan 'tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana' adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan."

Apakah pembatasan hak seseorang untuk dipilih itu tidak melanggar konstitusi, tentu masih harus menunggu sampai ada orang yang menguji pasal UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejauh belum ada hasil uji materi dari MK, maka KPU dan segenap jajarannya di daerah harus melaksanakan UU itu secara konsekuen! 

Sebab, munculnya usaha pencegahan politik dinasti itu dilatarbelakangi realita ketidakadilan proses pemilihan kepala daerah. Calon dari dinasti ditopang jaringan kekuasaan dalam segala dimensinya yang telah dibangun petahana selama lima sampai 10 tahun, hingga bisa unggul dalam segala hal untuk menang mudah dari para pesaingnya. 

Keunggulan itu, terutama dari pengaruh kekuasaan petahana selaku patron untuk mendapat dukungan dari para kliennya—baik klien dalam birokrasi hingga lapisan pemerintahan terbawah maupun klien bisnis terkait pengelolaan anggaran! 

Selain itu, dengan adanya jeda satu masa jabatan, setidaknya bisa terjadi sirkulasi elite di daerah tersebut sehingga kekuasaan tidak hanya berputar-putar di kalangan satu keluarga dinasti! Dengan demikian, jumlah elite pun di suatu daerah berkembang, karena setiap naik suatu kekuasaan baru bisa dipastikan akan membangun gugusan elitenya tersendiri. 

Pada lima tahun berikutnya, pertarungan antara dinasti lama dan petahana baru akan lebih seimbang! Namun, dengan pengertian petahana terbatas hanya pada satu daerah tempatnya berkuasa, kalaupun tidak bertarung di kandang petahana, sang kerabat bisa mengadu nasib di daerah lain. Keunggulan tertentu dinasti, masih memberi harapan tersendiri! ***
Selanjutnya.....

Kuartal I Dunia Usaha Melambat!

PARA pelaku usaha di berbagai sektor mengeluhkan buruknya kondisi ekonomi nasional pada kuartal I 2015 sehingga pertumbuhan dunia usaha melambat. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman menyatakan di sektor makanan dan minuman yang pada kuartal I 2014 tumbuh di atas 7%, pada kuartal I 2015 melambat tinggal tumbuh 4%—5%. (Koran Sindo, 13/4) Selain faktor eksternal berupa pelambatan ekonomi dunia, kondisi dalam negeri menurunnya daya beli juga menjadi pemicunya. Adhi berharap pemerintah bisa mendorong peningkatan daya beli.

Sementara Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menyatakan selama kuartal I 2015 total penjualan mobil hanya 282.569 unit, lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu 339.500 unit. "Turun kira-kira 15%," ujarnya.

 Menanggapi melambatnya dunia usaha pada kuartal I 2015 itu, Ketua Umum Asosiasi Gabungan Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan kondisi memburuk sekarang ini terjadi akibat sektor dunia usaha cenderung dijadikan sapi perah! Realitasnya, dunia usaha dibebani dengan berbagai kebijakan yang disinsentif bagi bisnis, seperti target penerimaan pajak yang terlalu tinggi, harga BBM, gas, dan tarif listrik yang terus naik, dan sebagainya. 

Terlalu berat memikul segala beban itu, semua sektor usaha pada kuartal I 2015 terindikasi menurun seiring melemahnya daya beli. Menurut para pelaku usaha itu, salah satu penyebab pelambatan sektor riil itu akibat APBN untuk pembangunan triwulan I itu belum cair. Pembangunan infrastruktur dan lainnya praktis masih sebatas rencana indah, dananya belum dipakai belanja ke pasar menggerakkan ekonomi rakyat. 

Dari kalangan pengguna anggaran didapat informasi penyebab kelambatan pencairan APBN antara lain akibat adanya perubahan nomenklatur sesuai perubahan struktur organisasi kementerian. Perubahan itu menyebabkan anggaran banyak program dan proyek tak kunjung cair. 

Dengan lambatnya APBN cair dan berbagai disinsentif yang membebani dunia usaha sebagai penyebab utama buruknya kinerja dunia usaha pada kuartal I 2015, jalan keluarnya jelas ada di tangan pemerintah. Dalam hal ini mendorong pencairan dan penyerapan secara maksimal APBN, dan memberi kompensasi semua disintensif dengan insentif yang meringankan operasional dunia usaha, bukan insentif untuk investor baru, sedang investor lama jadi sapi perah terus! ***
Selanjutnya.....

Petugas Partai Harus Abdi Rakyat!

SLOGAN kampanye pilpres Jokowi 'koalisi ramping tanpa bagi-bagi kursi' kepada partai-partai pendukung, pelaksanaannya ternyata kini menuai masalah! Dengan sedikitnya wakil partai di pemerintahan, jangankan benefit materi, bahkan secara ideologis partai dirugikan cukup fatal.

 Terutama partai yang berideologi sebagai partai wing cilik. Baru seratus hari Jokowi berkuasa, ratusan ribu nelayan di seantero pantai negeri kehilangan pekerjaan karena larangan memakai pukat cantrang dan sejenis pukat tarik lainnya, alat tangkap ikan tradisional yang diwariskan leluhur sejak pra-Majapahit! Tak ayal lagi, saat partai wong cilik berkuasa justru wong cilik disengsarakan!Fatalnya, larangan diberlakukan seketika. 

Bahkan ribuan nelayan yang demo di mana-mana untuk meminta tenggang waktu pelaksanaannya, sampai mereka mendapatkan alat tangkap alterntif yang memadai, tidak digubris! Lebih buruk lagi, dalam hasil survei yang dirilis pemerintah, cantrang dijadikan penyebab utama turunnya hasil tangkap ikan nasional! Padahal, penyebab utama rusaknya habitat ikan oleh pukat harimau dari kapal-kapal besar milik perusahaan besar yang berorientasi asing seperti yang berpangkalan di Pulau Benjina, Maluku. Itu terjadi karena kurangnya orang partai di pemerintahan, sehingga komunikasi pemerintah dengan partai tidak intens.

 Lebih celaka lagi, sektor-sektor strategis dalam pemerintahan, yang relevansi ideologisnya kuat, justru diduduki orang nonpartai. Maka kloplah krisis ideologis di wajah pemerintahan! Untuk itu, cukup wajar kalau masalah buruknya komunikasi pemerintah dengan partai pengusung itu, setelah diungkap Megawati di depan Jokowi pada acara pembukaan Kongres PDIP, masih diulang lagi pada acara penutupan, malah dengan nada lebih keras.

 Megawati menyerukan, semua kadernya yang ada di jajaran eksekutif dan legislatif agar menjalankan tugas sesuai garis perjuangan partai. Instruksi itu tak bisa ditawar! "Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau tak mau disebut petugas partai, keluar!" tegas Megawati.

 Mega mengingatkan, semua kebijakan yang diputuskan kader di eksekutif dan legislatif senagai petugas pastai itu harus berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat, tegas Mega, merupakan elemen penting yang menjadi sumber dan tujuan kerja ideologi. (Kompas.com, 11-4) Jadi jelas, setiap petugas partai itu harus menjadi abdi rakyat, memperjuangkan kepentingan rakyat! ***
Selanjutnya.....

'Penumpang Gelap' Kekuasaan!

DALAM pidato politik Kongres IV PDIP di Bali, Kamis (9/4), Megawati mengingatkan agar pemerintahan Jokowi-JK tidak lupa sejarah dan mewaspadai “penumpang gelap” dalam kekuasaan pemerintah. Sejarah pencalonan dan pemenangan pasangan Jokowi-JK dalam pilpres yang diusung PDIP dan partai-partai koalisinya, tetapi komunikasi politik Jokowi-JK dengan pengusungnya itu, dari ungkapan Megawati, terkesan masih kurang baik. Di balik itu, pemerintahan Jokowi-JK mengangkat banyak orang di luar koalisi partai pengusung menduduki jabatan strategis di lembaga pemerintahan dan BUMN, yang tak jelas peran sejarah mereka dalam perjuangan memenangkan Jokowi-JK. 

Sedang di sisi lain, orang-orang yang mandi keringat berjuang malah tersisih. Salah satu versi masalah ini diungkap oleh Akbar Faisal, tim transisi Jokowi-JK, lewat surat terbuka di media sosial. Modus penumpang gelap yang mengusik Mega diungkapkan, "Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan yang menjadi 'penumpang gelap' untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan." (Kompas.com, 10/4)

Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan kelompok tertentu, Mega meminta pemerintah agar tangguh dalam negosiasi kontrak pengelolaan sumber daya alam. Ia mengingatkan banyak kontrak sumber daya alam di Indonesia segera berakhir. "Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, kontrak Merah Putih ditegakkan," tegasnya. Juga, "BUMN harus diperkuat dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdikari.

" Akhirnya, Megawati mengunci pesannya, bahwa ia memberi mandat kepada Jokowi untuk maju dalam pilpres adalah untuk berkomitmen pada ideologi yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Konsepsi Trisakti inilah yang dianggap Megawati satu tarikan napas dengan kepentingan yang dijalankan PDIP. Kecenderungan yang menggundahkan Megawati itu memang juga bisa dirasakan oleh masyarakat. Artinya, di sisi sebagai “petugas partai” Jokowi belum melakukan tugasnya seperti diharapkan. Sementara dari sisi harapan rakyat atau publik, juga dikecewakan, seperti pelemahan KPK dan uang muka mobil pejabat! Gejala itu, lewat kacamata Megawati tampak penyebabnya pada kepentingan “penumpang gelap” kekuasaan yang ditempatkan Jokowi-JK di posisi strategis pemerintahan! ***
Selanjutnya.....

Rasionalisasi Harga Daging Sapi!

DIRUT PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro heran harga daging sapi beku impor di dalam negeri masih Rp95 ribu/kg. Padahal, harga daging sapi beku di negara asalnya, Australia, hanya Rp23.500/kg. (detik-Finance, 9/4) Menurut hitungan Ismed, seharusnya harga yang wajar daging sapi beku impor di dalam negeri kita Rp60 ribu—Rp70 ribu/kg. Artinya, harga daging impor Rp95 ribu—Rp100 ribu/kg sangat mahal.

Untuk itu, dalam pameran peternakan sapi Australia di Tangerang, Kamis (9/4), Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson memberi saran agar peternakan sapi Indonesia berkembang dan harga daging sapi bisa murah. Dalam kerja sama antarnegara yang sudah jalan, Indonesia mengirim pekerja industri ini ke Australia untuk dilatih segala sesuatu tentang kegiatan di industri tersebut.

 Sedangkan soal harga daging di Indonesia yang jauh lebih mahal dari Australia, menurut Grigson, akibat pasokan. Lonjakan harga daging sapi tak terjadi di Australia karena stoknya melimpah. Di Indonesia, izin impor diberikan pemerintah saat ini hanya per triwulan! Seharusnya izin impor diberi setahun agar kendala pasokan teratasi. 

"Jika industri punya izin ekspor per tahun, akan lebih mudah menentukan harganya karena ada kepastian," ujar Grigson. "Dan permintaan harga di Australia tidak naik-turun. Izin untuk satu tahun juga membuat pemerintah bisa mengembangkan industri di dalam negeri." Tampak, untuk rasionalisasi harga daging sapi di dalam negeri faktor krusial yang harus dibenahi pemerintah di birokrasi proses perizinan, dari rekomendasinya di Kementerian Pertanian sampai pengelola izin impor di Kementerian Perdagangan. 

Sejalan pembenahan perizinan, dilakukan pengembangan subsektor penggemukan (feedloter) peternakan inti rakyat hingga proses dan manfaatnya dirasakan rakyat secara masif. Rasionalisasi justru bertolak dari tercapainya harga sapi timbang hidup yang murah. Ini bisa dirujuk dari uraian Ross Ainsworth, pengekspor sapi Australia, di sana sapi timbang hidup 2,5 dolar Australia atau Rp25 ribu/kg, tambah biaya kirim, karantina, dan segala macam jadi Rp35 ribu/kg. Setelah digemukkan di sini per ekor tambah berat sekitar 400 kg, jadi Rp38 ribu/kg. Idealnya, harga daging sapi di Indonesia Rp60 ribu/kg. 

Dengan pengembangan ternak memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, bisa ditargetkan dalam jangka waktu tertentu swasembada daging sapi—pada konsumsi daging sapi per kapita kita cuma 2 kg/tahun, jauh dari Malaysia 47 kg/tahun, atau Argentina 60 kg/tahun! ***
Selanjutnya.....

Tafsir Bebas Korupsi Nawacita!

KALAU merasa kurang nyambung dengan penerapan hukum oleh pemerintahan sekarang, terutama terkait korupsi, ada baiknya kalau melihat ulang Nawacita, sembilan program unggulan Joko Widodo-M Jusuf Kalla saat pilpres. Disarikan Kompas.com (21/5/2014) dari www.kpu.go.id, Nawacita terkait hukum berbunyi, "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya." 

Untuk itu, kalau KPK menurut UU-nya tidak boleh menghentikan kasus yang ditangani sampai selesai disidangkan, tentu bisa ditafsirkan sebagai aktualisasi menolak negara lemah kalau KPK menghentikan penyidikan kasus BG dan melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan Agung.

Jadi, hal itu bisa disebut wujud reformasi sistem dan penegakan hukum versi Nawacita karena versi lama yang mungkin diasumsikan negara lemah hal itu tidak bisa dilakukan! Demikian pula kalau kemudian Kejaksaan Agung melanjutkan perjalanan kasus BG dengan menyerahkan berkasnya kepada kepolisian, meski mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua menyebut baru pertama terjadi dalam sejarah, itu masih harus dilihat sebagai bagian dari proses reformasi sistem dan penegakan hukum berdasar Nawacita! 

Sebab, di luar Nawacita tidak ada perjalanan berkas perkara terbalik dari jaksa ke polisi. Setelah itu, masih ditunggu bagaimana aktualisasi atau pelaksanaan dari tafsir bebas korupsi dalam Nawacita tersebut. Kalau kekhawatiran sementara pihak, setelah diterima kepolisian, berkas tersebut akan ditangani oleh orang yang pernah menjadi anak buah BG sehingga kasusnya akan dinyatakan selesai tanpa proses lanjut di pengadilan, berarti istilah bebas korupsi dalam Nawacita bisa ditafsirkan bebas melakukan korupsi. 

Kata “bebas” itu berarti boleh melakukan sesuatu dengan suka-suka sehingga bebas korupsi berarti bebas korupsi dengan suka-suka. Andai hal seperti itu yang akhirnya terjadi, bisa dikonklusikan proses sistem hukum pemberantasan korupsi dalam Nawacita, cerminan dari negara kuat itu apabila proses hukum berjalan terbalik, dari KPK dilimpahkan ke kejaksaan, dari kejaksaan dilimpahkan ke kepolisian, lantas oleh kepolisian kasusnya diselesaikan dengan membebaskan tersangkanya. 

Kemungkinan proses yang tengah berjalan itu salah tafsir sehingga seperti perpres tentang uang muka mobil pejabat bisa dikoreksi, bukan mustahil. Namun, kalau memang itulah tafsir Nawacita yang benar, rakyat harus bertanggung jawab karena Nawacita sudah ditawarkan saat kampanye dan rakyat membelinya! ***
Selanjutnya.....

ISIS Penggal 2 Pejuang Palestina!

ISIS—Islamic State of Iraq and Syria—Rabu (1/4) menyerbu kamp pengungsi Palestina di Yamurk, Damaskus, Suriah. Selain merusak kamp, ISIS memenggal kepala dua pejuang Palestina yang berusaha mempertahankan kampnya. Mengutip kantor berita SANA dan BBC, Kompas (7/4), milisi Palestina menentang Pemerintah Suriah memimpin pertempuran melawan ISIS. 

Pertarungan yang terjadi sejak Rabu itu sedikitnya menewaskan 26 orang, termasuk anggota ISIS dan pejuang Palestina. Para pejabat Palestina menuduh Front Al-Nusra membantu ISIS memasuki kamp dan memenggal dua milisi Palestina. "Warga Palestina membayar harga yang mahal untuk perang dan kekerasan yang tak mereka buat," kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Minggu.

Sedikitnya 2.000 pengungsi Palestina dievakuasi dari kamp Yanmurk sejak Sabtu, ujar Anwar Abdul Hadi, pejabat organisasi Palestina (PLO), Minggu (5/4). Menurut BBC, sedikitnya 18 ribu pengungsi masih terjebak di Yanmurk. 

Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB Dina Kawar mengatakan para anggota DK mengutuk sekeras-kerasnya tindak kejahatan yang dilakukan ISIS dan Front Al-Nusra di Yanmurk. DK menyerukan akses kemanusiaan sesegera mungkin ke kamp itu. 

Semua pihak harus memastikan keselamatan dan perlindungan semua warga sipil di kamp, tegas Kawar. Mungkin aksi ini kompensasi kemuduran pasukan ISIS di front timur. Di Tirkit, jalur suplai pasukan dan logistik sudah ditutup militer Irak dan milisi Syiah. 

Di kawasan Suriah dipukul makin menjauh dari Kobani oleh milisi Kurdi. ISIS meruyak ke barat, menerobos titik lemah militer Suriah. Selain itu, belakangan ISIS kehabisan sensasi untuk menarik perhatian media dunia sehingga tenggelam oleh berita konflik Yaman. 

Kelemahan pengaruhnya dalam memikat pemberitaan dunia bisa mempersulit ISIS mendapatkan dukungan dana dan amunisi maupun daya tariknya pada rekrutmen baru dari luar negeri. Dua alasan itu cukup bagi ISIS untuk membuat sensasi baru yang menarik perhatian dunia, dengan menyerang kamp pengungsi Palestina di bawah lindungan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). 

Lebih dari itu, nasib pengungsi Palestina jadi perhatian dan simpati umat Islam sedunia. Tak ayal, memenggal dua pejuang Palestina menambah dahsyat sensasi yang didapat ISIS. Demikianlah ISIS yang meraih kepuasan dengan mempermainkan nyawa dan penderitaan sesama muslim! ***
Selanjutnya.....

Pejabat Mengalahkan Fakir Miskin!

KAKEK berbisik ke Cucu, "Apa Pasal 34 UUD 1945 sudah diamendemen, dari 'Fakir miskin dan anak telantar diurus negara', menjadi 'Pejabat teras diurus negara?’." "Kakek pikun! Salah dengar!" tukas Cucu.

"Berita televisi, pejabat negara diberi tunjangan uang muka pembelian mobil Rp210 juta per orang!" jelas Kakek. "Itu kan menunjukkan prioritas urusan negara pada pejabat! Padahal prioritas perintah konstitusi kan fakir miskin dan anak telantar yang harus diurus negara! Pengalihan prioritas seperti itu lazimnya dilakukan lewat amendemen!"

 "Kenyataannya Kek, kepentingan pejabat negara itu telah mengalahkan nasib fakir miskin dan anak telantar!" tegas Cucu. "Tunjangan uang muka mobil pejabat Rp210 juta itu sesuai Peraturan Presiden No. 89/2015, memenuhi permintaan Ketua DPR 5 Januari 2015 agar menaikkan dari Perpres No. 66/2010 senilai Rp116.500.000 menjadi Rp250 juta." (detiknews, 5/4) "Kenapa perintah konstitusi agar fakir miskin dan anak telantar diurus negara tak kunjung dilaksanakan semestinya, para pejabat negara malah mendahulukan kepentingan pribadinya?" tanya Kakek. 

"Seperti ketua DPR, malah mendahulukan usul kenaikan uang muka mobilnya daripada usul fakir miskin dan anak telantar diurus negara!" "Mungkin karena sudah menjadi tradisi fakir miskin dan anak telantar diurus badan amal agama, seperti oleh amil zakat di setiap masjid! Para pejabat negara pun mengira mereka tak perlu memikirkan soal itu!" timpal Cucu. 

"Konon lagi mereka tahu, di Kementerian Agama ada dana penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) nganggur Rp68,47 triliun, (CNN-Indonesia, 16/2) mungkin bisa dipakai amal agama mengurus fakir miskin itu!" "Meski tidak eksplisit untuk fakir miskin, gagasan mengelola dana haji untuk rakyat yang membutuhkan ada dari Presiden Jokowi di depan pejabat Kemenag dan BUMN asuransi 16 Februari 2015 di Istana Bogor," timpal Kakek. 

"Ia sarankan agar dana haji diinvestasikan dalam portofolio yang memberikan imbal hasil lebih besar ketimbang mengendap dalam bentuk deposito. Hasil investasi itu digunakan untuk mendanai kebutuhan rakyat!" "Untuk mengomersialkan dana haji yang berisiko laba-rugi itu tentu harus tanya MUI dan lembaga keagamaan lainnya!" tegas Cucu. 

"Tapi kalau fokus untuk fakir miskin dan anak telantar—yang nasibnya terus ditelantarkan dari perhatian negara itu—mungkin lebih baik daripada dana itu mengendap di deposito! Nasib fakir miskin dan anak telantar pun akan ada yang memperhatikan secara terlembaga!" ***
Selanjutnya.....

Sekolah Tentukan Kelulusan 100%!

MESKI ujian nasional (UN) masih ada, tidak lagi sebagai penentu kelulusan siswa. Mulai tahun ini, kelulusan seratus persen ditentukan sekolah berdasar nilai seluruh mata pelajaran, termasuk perilaku siswa selama di sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan itu pada Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Depok, Minggu (29/3). 

"Karena itu siswa jangan menjadikan UN sebagai beban dalam proses pendidikan," ujarnya. (Kompas.com, 4/4) Setelah tidak lagi menjadi syarat utama kelulusan siswa, menurut Mendikbud, hasil UN akan digunakan oleh siswa untuk mendaftar melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, baik ke SMA atau SMK, atau ke perguruan tinggi negeri.

Dengan mendapatkan nilai tinggi UN akan membantu siswa mendapat sekolah yang lebih baik, Menteri berharap UN bisa menanamkan pola perilaku positif. Selain itu, dengan UN bukan lagi sebagai syarat utama kelulusan, ke depan siswa bisa mengikuti UN dengan rasa kejujuran dan semangat mendapatkan prestasi baik. 

UN untuk sekolah menengah atas (SMA) akan dilaksanakan pada Senin, 13 April 2015, sampai Rabu, 15 April 2015. Sedang UN untuk sekolah menengah pertama (SMP) Senin, 4 Mei 2015, sampai Kamis, 7 Mei 2015. Dengan fungsi mengembangkan potensi dan evaluasi siswa, perlu diyakinkan UN bukan lagi momok yang menakutkan. 

Masalah selanjutnya dengan perubahan fungsi UN yang menjadikan sekolah 100% penentu kelulusan, diharapkan sekolah dapat melaksanakan tugas tersebut penuh tanggung jawab. Dalam hal ini, penentuan kelulusan secara proporsional berbasis kompetensi guru yang memberi nilai pada setiap mata pelajaran. 

Sedang terkait perilaku siswa di sekolah, pertimbangan dewan guru yang juga berinteraksi dengan siswa penting bagi guru kelas dalam memberikan nilai perilakunya. Pelaksanaan penilaian yang objektif dan proporsional pada prestasi dan perilaku siswa akan menjadi penentu kredibilitas dan integritas sekolah. 

Dengan itu pula, manfaat pengalihan penentuan kelulusan dari UN ke sekolah benar-benar dirasakan siswa, dan masyarakat mendapat lulusan sekolah yang berkompeten dalam menjalankan pengabdiannya. 

Untuk itu, pengelola sekolah agar selalu ingat, pengalihan penentuan kelulusan dari UN ke sekolah itu hasil perjuangan para aktivis, akademisi, dan pengamat pendidikan sehingga senantiasa menjaga martabat sekolah, tak sekalipun menodai kepercayaan pada sekolah! ***
Selanjutnya.....

Polemik Cerdas Harga Premium!

KETUA Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri mengungkap harga premium (RON 88) Rp7.300/liter di Indonesia lebih mahal dari RON 95 (sejenis Pertamax Plus) di Malaysia Rp6.908/liter—kurs BI 31-32015 (detik-Finance, 2/4). Hal itu terjadi, menurut Faisal, karena bensin RON 88 tak ada lagi dijual di pasar internasional, hingga penetapan harganya memakai formula yang dibuat pemerintah. 

Pihaknya sejak awal meminta premium dihapuskan, diganti pertamax yang lebih baik kualitasnya, punya standar internasional, dan justru lebih murah. Tetapi, pemerintah memberi batas waktu dua tahun ke depan. Karena harga BBM jadi lebih mahal, Faisal Basri meminta Pertamina jujur menyebut komponen mana yang tidak efisien untuk dicari bersama jalan keluarnya. Beri data yang benar agar rakyat mengerti.

Desakan Faisal itu karena dia lihat masih perlu efisiensi lebih ketat di Pertamina. Saat timnya ke Singapura menemukan gaji pokok Dirut Petral (anak perusahaan Pertamina) 41.533 dolar Singapura/bulan. Jika dirupiahkan, jadi Rp394,5 juta/bulan. Ditambah berbagai tunjangan jadi 44 ribu atau Rp418 juta/bulan. Padahal, gaji Dirut Pertamina “cuma” Rp200 juta/bulan. Saat terjadi pergantian Dirut Petral, yang diganti dapat pesangon 1.195.508,15 dolar Singapura atau Rp11,4 miliar. Itu belum cukup.

 Direktur Petral dapat fasilitas apartemen di Four Seasons Singapura, yang kelasnya tinggi sekali. Dan menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, seperti dikutip Faisal, gaji Petral belum termasuk biaya apartemen. Atas ungkapan Faisal, Wianda menyatakan harga indeks pasar dunia premium dan solar dan kurs dolar terhadap rupiah naik signifikan selama periode Jamuari hingga akhir Maret 2015, yakni meningkat 17% untuk premium dan 13% untuk solar. 

Sementara Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang menyatakan jadi lebih tingginya harga BBM kita disebabkan tiga komponen, yakni PPN (pajak pertambahan nilai), PBBKB (pajak bahan bakar kendaraan bermotor), dan iuran BPH migas. Selain itu, 90% biaya pengadaan BBM berasal dari minyak mentah. Sisanya 10% untuk pemeliharaan kilang, gaji pegawai, energi mengoperasikan kilang, dan lainnya. 

Harga premium Rp7.300/liter itu terdiri dari harga dasar BBM Rp6.722,67/liter, biaya distribusi ke luar Jawa—Bali Rp134/liter, dan pajak Rp1.008,57/liter. Jika tanpa PPN 10% dan PBBKB 5%, pajak buat negara hilang Rp32 triliun/tahun. Demikian polemik cerdas buat rakyat memahami tingginya harga BBM! ***
Selanjutnya.....

Mau Naik Kelas, Rakyat pun Ujian!

HASIL dari peningkatan kesejahteraan itu naik kelas sosial, dari kelas prasejahtera ke kelas agak sejahtera, lalu ke kelas sejahtera awal, kelas sejahtera lanjutan, dan seterusnya. Maka itu, sebagai realisasi janji meningkatkan kesejaheraan rakyat, pemerintah pun memberikan ujian kepada rakyat dengan menaikkan harga aneka barang dan jasa! 

Namanya ujian naik kelas, tentu soalnya tak mudah. Kenaikan harga yang harus dijalani oleh rakyat secara saksama sebagai ujian itu mulai dari kenaikan harga BBM dengan segala eksesnya pada kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat, lalu kenaikan harga gas, kenaikan tarif listrik, sampai kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi hingga 100%.

Ujian itu juga bagian dari pengamalan Trisakti ajaran Bung Karno—berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya—dalam hal ini rakyat diuji untuk tetap mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan tekanan beban berat kenaikan harga aneka barang dan jasa yang ditetapkan pemerintah. 

Ujian menahan beban berat itu sekaligus dijadikan proses awal revolusi mental! Jadi tak heran kalau masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini persepsinya dalam benak rakyat ditanamkan sebagai zaman kenaikan harga segala barang dan jasa! 

Zaman BBM murah, terbang murah, naik kereta api murah, dan segala yang serbamurah lainnya, tinggal sejarah! Murah sandang, murah pangan, murah papan itu idiom zaman Mojopahit, kuno! Mentalitas rakyat ditempa menjadi ultramodern, bergengsi, siap bayar mahal semua kebutuhan hidup maupun setelah mati—kaveling permakaman dikelola real estate!

 Tekanan yang serbaberat itu membuat rakyat berpikir keras dan bekerja keras untuk bertahan hidup! Itulah revolusi mental yang sesungguhnya berdasar Trisakti, rakyat harus berjuang untuk berdiri di atas kakinya sendiri untuk bertahan hidup. Tak ada lagi zaman cuma bisa mencadongkan tangan mengharap bantuan pemerintah untuk bertahan hidup!

 Kondisi tergantung pada bantuan pemerintah itu tak mencerminkan realitas berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi! Ujian berbasis revolusi mental itu juga di bidang politik hukum dan budaya. Dalam politik hukum rakyat kita bangga dengan kedaulatan terwujud lewat menghukum mati bandar narkoba! Sedang kepribadian bangsa berbudaya penuh kasih sayang, terwujud lewat meringankan hukuman koruptor dengan memberi remisi yang memuaskan! Selamat ujian! ***
Selanjutnya.....

Mencapai Target Fiktif Saja Susah!

UNTUK mencapai target fiktif—dalam arti sekadar tertulis indah di atas kertas saja pun—atas target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada Lampung mendukung swasembada pangan nasional, terkesan susah dibuat.

 Target Lampung untuk 2015 tambahan surplus 1 juta ton lagi gabah kering giling—2014 Lampung sudah surplus 1 juta ton, ditambah 72 ribu ha tanaman jagung, dan 41 ribu ha kedelai. Dari diskusi bertema Peran kehutanan mendukung swasembada pangan di Lampung Post, Rabu (1/4), diketahui target tanaman jagung di atas kertas baru dicapai 29 ribu ha, sedang kedelai baru dapat 8.000 ha. 

Maksudnya tentu agar semua pihak saling membantu mencapai target jumlah luas tanaman, bibit dan pupuk dibantu pemerintah. Kesulitan mencapai target jagung dan kedelai itu, selain faktor lahannya juga petaninya telanjur fanatik singkong karena ada kepastian hasilnya, sukar diajak beralih ke tanaman lain yang berdasar pengalaman banyak risiko.

 Salah satu jalan keluarnya mungkin harus diusahakan areal tumpang sari baru di kawasan hutan produksi. Lalu, menjadikan jagung dan kedelai sebagai tanaman sela di antara singkong yang baru tanam. Dengan bantuan bibit dan pupuk kepada petani, prospek dua kali panen—tanaman sela dan tanaman pokok—diharap banyak petani mau mencoba.

Lantas, jangan kira untuk tambahan target 1 juta ton gabah itu tak ada masalah. Misalnya, di atas kertas salah satu upaya untuk itu dengan menaikkan pola tanam Sekampung System 200%. Sekampung System adalah pola tanam atas 55 ribu ha sawah irigasi teknis dengan air dari Way (sungai) Sekampung, yang semula setahun sekali panen dibuat menjadi dua kali panen (200%). 

Masalahnya, air Way Sekampung dari bendungan Argoguruh (Tegineneng) ke Trimurjo, Metro, dan seterusnya yang pada kemarau selama ini terlihat kering, apakah tiba-tiba musim gaduh nanti bisa memenuhi seluruh Sekampung System? Kalangan aktivis lingkungan sejak 2009 sudah mengingatkan Way Sekampung dalam kondisi “sakit”.

 Selisih debit air dari saat maksimal ke saat minimal yang pada 1968 hanya 5 liter per detik, pada 2001 menjadi 33 liter per detik, pada 2009 telah menjadi 84 liter per detik! Itu belum lagi kerusakan lanjutan 5 tahun terakhir! Ambang kritis disparitas debit air pada 20 liter per detik. Pada puncak kritis seperti sejumlah sungai di Tanggamus, pada musim hujan banjir bandang, kemarau kering! Dengan semua itu tampak, partisipasi dari semua pihak dibutuhkan agar Lampung bisa memenuhi target dari Presiden! ***
Selanjutnya.....

BNPT Beredel 22 Situs Media Islam!

BNPT—Badan Nasional Penanggulangan Terorisme—memberedel 22 situs internet media Islam. Itu dilakukan lewat surat badan itu ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) yang telah dilaksanakan awal pekan ini. Menurut staf ahli BNPT Wawan Purwanto, pemberedelan itu "Dilakukan karena sudah cukup banyak yang menjadi korban ikut ISIS,"—maksudnya, Islamic State of Iraq and Syria!" (detik.com, 31/3)

Menurut Wawan, tindakan BNPT itu langkah untuk menghentikan persebaran paham radikal. "Banyak akibat yang ditimbulkan dari pemahaman yang setengah-setengah dari informasi yang didapatkan. Ini merupakan suatu bentuk penertiban. Semua pihak supaya menahan diri!" tegas Wawan. Namun, protes merebak dari segala penjuru, terutama dari netizen di media sosial. 

Di Twitter, Selasa (31/3), tagar #KembalikanMediaIslam menjadi trending topic Indonesia. Menteri Agama Lukman Hakim juga mempertanyakan tindakan yang mengejutkan itu. Karena, di antara situs yang diberedel itu termasuk konvergensi media standar berusia puluhan tahun, seperti panjimas.com dan kiblat.net. Jadi, ada kesan BNPT main babat asal situs media Islam!

 Situs yang diberedel itu, arrahmah.com, voa-Islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriqyna.com, dakwahtuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayarullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, azzamedia.com, dan indonesiasupportislamicstate.blogspot.com.

 Lewat tagar #KembalikanMediaIslam yang jadi top trending, protes netizen juga dengan grafis parodi dan meme, seperti membandingkan mantan Menkominfo Tifatul Sembiring dengan Menkominfo Rudiantara. Pada foto Tifatul disematkan tulisan "Zamanku situs porno diblokir." Sedangkan pada foto Rudiantara diberi tulisan, "Zamanku situs Islam diblokir." 

Terkait dengan situs media muslim, lebih afdal tentu sebelum bertindak BNPT dan Kemenkominfo melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama yang berfungsi membina umat sehingga lebih dekat dengan situs-situs tersebut maupun pengelolanya. 

Dalam koordinasi itu juga bisa dilakukan analisis bersama untuk membuat klasifikasi mana yang fatal dan yang masih bisa ditoleransi. Jadi tindakan yang diambil juga bisa lebih dipahami. Bukan terkesan hantam kromo! ***
Selanjutnya.....

Tuntutlah Ilmu sampai Tiongkok!

TOLABUL 'ilmi walau tu Sin—tuntutlah ilmu meski harus sampai ke Tiongkok—adalah pernyataan imperatif untuk mendorong motivasi belajar warga muslim. Karena kebetulan Presiden Joko Widodo baru pulang dari Tiongkok, ilmu apa yang layak kita belajar dari mereka dewasa ini? Tak lain, ilmu mengelola keuangan negara!

Dewasa ini Tiongkok merupakan negara pemilik cadangan devisa terbesar di dunia, yakni 3,84 triliun dolar AS pada akhir Desember 2014. Selain itu, Tiongkok juga merupakan pemilik asing terbesar atas treasuries (surat-surat berharga) Amerika Serikat, yakni sebesar 1,24 triliun dolar AS pada akhir Desember 2014. Satu-satunya negara yang mampu menempel Tiongkok dalam pemilikan treasuries AS ini Jepang, sebesar 1,23 triliun dolar AS pada saat sama (vibiznews, 19-2-2015). 

Dengan penguasaan dolar dan obligasi AS yang sedemikian besarnya, kalau banyak negara lain limbung dibuat penguatan dolar AS belakangan ini, Tiongkok justru menikmati benefitnya secara luar biasa! Contohnya, surplus perdagangan Negeri Tirai Bambu itu dalam bulan Februari 2015 saja sebesar 60,6 miliar dolar AS, dengan surplus terbesar juga dari AS. 

Surplus bulanan itu dicapai dari ekspor Februari yang naik 48,3% jadi 169,2 miliar dolar AS dan impor turun 5% jadi 108,6 miliar dolar AS (Kompas.com, 30-3). Bandingkan dengan Indonesia, yang pada akhir Februari 2015 punya cadangan devisa 115,5 miiliar dolar AS, tapi punya utang sebesar 280 miliar dolar AS. 

Bahkan, per Januari 2015 saja, Indonesia masih menarik utang luar negeri baru sebesar Rp681,27 triliun—25,2% dari total utang pemerintah! (detik-Finance, 26-2-2015). Lalu harus mulai dari mana untuk belajar dari Tiongkok itu? Pertama, membangun pembangkit listrik yang cukup.

 Pada 2013, Tiongkok punya 1 juta mw, tepatnya 1.073 gw, sedang Indonesia pada waktu sama cuma punya 45 ribu mw (0,045 gw). Kedua, membangun jalan tol. Tiongkok pada 2013 punya 60 ribu km jalan tol, bahkan di satu Provinsi Xinjiang yang mayoritas warganya suku Uighur muslim punya 2.500 km jalan tol, Indonesia waktu yang sama cuma punya 770 km jalan tol. Tampak, dari sisi Lampung kita harus bisa menggesa PLTU Sebalang 2 x 100 mw yang lama mangkrak agar segera dibereskan buat menutupi defisit listrik Lampung!

 Juga tol Trans Sumatera ruas Bakauheni—Terbanggi (138 km) yang April ini groundbreaking, agar semua warga Lampung mendukung kelancaran pembangunannya. Kita sudah jauh tertinggal—Malaysia saat ini sudah punya 3.000 km jalan tol! Masak Lampung sejengkal pun tak punya? ***
Selanjutnya.....