Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Korban Tewas Mina Terus Bertambah!

Korban tewas musibah Mina jumlahnya terus bertambah banyak. Dari hari pertama Kamis sore (24/9) dilaporkan 717 jemaah haji yang tewas, Senin siang (28/9) sudah menjadi 1.107 orang. 

 "Pukul 16.00 akan dirilis lagi foto-foto jenazah setelah 1.107 foto," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam jumpa pers di Mekah, Senin. (detik-news, 28/9) Pemerintah Arab Saudi, menurut Lukman, merilis foto-foto korban wafat secara bertahap.

Pertama mereka rilis 500 foto. Tahap kedua 350 foto, dan yang ketiga 257 foto. Lukman Hakim yang ikut langsung melihat tempat pemulasaraan jenazah di Muaisim mengatakan selain yang akan dirilis tahap keempat sore itu, masih ada lima trailer kontainer lagi yang belum dibuka. 

Masing-masing kontainer itu berisi puluhan jenazah. Sampai saat jumpa pers itu, warga negara Indonesia (WNI) yang tewas dalam tragedi Mina sebanyak 45 orang, 41 orang jemaah haji, sedang 4 orang lainnya adalah mukimin (WNI yang tinggal di Arab Saudi) yang juga sedang menunaikan ibadah haji. 

Sementara itu, dari 225 jemaah haji Indonesia yang hilang setelah peristiwa itu, terakhir tinggal 112 orang yang belum kembali ke maktabnya. 

Di antara jemaah yang belum kembali ke maktab itu, namanya ada yang masuk daftar korban meninggal yang diumumkan belakangan. Adapun 112 jemaah yang belum kembali itu terdiri dari: 1. Kloter BTH 14 (Batam) sebanyak 14 orang. 2. Kloter SUB 58 (Surabaya) sebanyak 16 orang. 3. Kloter JKS 61 (Jakarta-Bekasi) sebanyak 64 orang. 4. Kloter UPG 10 (Ujungpandang) sebanyak 7 orang. 5. Kloter SOC 62 (Solo) sebanyak 11 orang. 

Dari gambaran Lukman Hakim itu bisa diduga jumlah korban tragedi Mina keseluruhannya masih akan bertambah signifikan. Meski kita berharap, sisa jemaah yang belum kembali ke maktabnya tidak termasuk jasad yang masih berada dalam kontainer yang belum dibuka. 

Di balik semua itu, terkesan kuat Pemerintah Arab Saudi cenderung memperlambat proses identifikasi korban sehingga berita yang tersiar pada awal kejadian jumlah korbannya tidak terlalu banyak untuk mengurangi tingkat shock dan kerasnya reaksi spontan. 

Beda jika jumlah sebenarnya baru dikeluarkan setelah semua pihak terkondisi suasana musibah. Untuk itu, sudah pada tempatnya Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi apa adanya realitas yang dialami jemaah kita dalam musibah tersebut. 

Hasilnya dijadikan masukan buat Pemerintah Arab Saudi maupun untuk perbaikan pengelolaan jemaah haji kita. Petik hikmahnya untuk kesempurnaan ibadah, aman dan nyaman. ***
Selanjutnya.....

Putusan MK Mengecualikan Korupsi!

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah frasa Pasal 245 Ayat (1) UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), semula harus mendapat izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan menjadi "izin tertulis dari Presiden" untuk pemanggilan dan permintaan keterangan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana, ternyata diberi pengecualian pada Ayat (3) pasal tersebut.

Pasal 245 Ayat (3) itu berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana. b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup, atau c. 

Disangka melakukan tindak pidana khusus. "Berdasarkan Pasal 245 Ayat (3) UU MD3 itu, maka KPK, kejaksaan, dan kepolisian tetap dapat menangani perkara korupsi (sebagai tindak pidana khusus) yang melibatkan anggota DPR, termasuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) tanpa harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden," ujar Lalola Ester, peneliti bidang hukum Indonesia Corruption Watch—ICW. (Kompas.com, 27/9)

 Menurut dia, KPK, kejaksaan, dan kepolisian sebaiknya mengabaikan putusan MK soal izin pemeriksaan sepanjang institusi tersebut menangani perkara korupsi yang melibatkan anggota legislatif (MPR, DPR, DPD, DPRD). Dengan tidak berlakunya izin pemeriksaan terhadap anggota legislatif yang terlibat korupsi, justru penanganan perkara korupsi politik harus menjadi prioritas bagi semua institusi penegak hukum.

 Demikian pelurusan putusan MK soal UU MD3 dari peneliti ICW terkait pemeriksaan terhadap anggota legislatif. Putusan MK tersebut hanya berlaku pada tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP dan penanganan perkara yang tidak melalui tangkap tangan. Putusan MK soal izin pemeriksaan tidak berlaku pada penanganan tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi.

Untuk itu, anggota legislatif di tingkat mana pun dia harus ekstrahati-hati menjaga kehormatan dirinya dari keterlibatan dalam segala bentuk tindak pidana—umum, khusus, maupun lainnya. Karena, kalau sudah telanjur terlibat pidana, pemeriksaannya harus izin eksekutif atau tidak akibatnya sama, nama baik pribadinya akan rusak. Apalagi kalau sampai harus dijatuhi hukuman penjara, seperti mereka yang mengalaminya, menderita dengan batin yang tersiksa lebih pedih dibanding warga biasa. Maka, jauhilah segala bentuk pidana. ***
Selanjutnya.....

Tajuk Arab News, Setop Mengeritik!

DI bawah judul Tragedi yang Mengguncang Kita Semua, media Arab News dalam tajuknya, Sabtu (26/9), menyerukan untuk berhenti mengeritik pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait tragedi Mina yang menewaskan lebih 700 jemaah haji Kamis lalu.

"Kerajaan kerap mendapat kritikan tidak adil dari beberapa pihak di dunia muslim. Ini harus dihentikan," tulis Arab News (detik-news, 26/9). Media itu mengulang pernyataan resmi otoritas Saudi yang menyalahkan ketidakdisiplinan jemaah dalam tragedi Mina 24 September itu. Para jemaah yang membawa tas saat berjalan dan tidak mengikuti instruksi telah menjadi penyebab awalnya, tukas editorial itu. 

"Tidak ada aparat keamanan di dunia yang secara fisik bisa mengendalikan kerumunan yang membengkak menjadi jutaan dalam waktu dan tempat yang terbatas," tulisnya. "Menangani 2 hingga 3 juta muslim dari 164 negara dengan kultur yang berbeda adalah sebuah tugas raksasa. Tidak ada seorang pun di dunia yang punya pengalaman seperti otoritas di sini dalam memastikan pelaksanaan haji yang lancar." 

Selanjutnya media itu mengangkat keseriusan pengorbanan Arab Saudi dalam pengelolaan ibadah haji. "Kerajaan menghabiskan miliaran rial untuk manajemen haji dan mengerahkan sumber daya terbaik untuk melaksanakan proyek-proyek raksasa di tempat-tempat suci. Kerajaan menganggap tugas ini sebagai kewajiban islaminya. Pemerintah tidak mengambil keuntungan apa pun dari operasi masif haji ini," ujar Arab News.

 Sikap media propemerintah Kerajaan Arab Saudi itu bisa dipahami. Tidak pada tempatnya mengeritik dengan nada menyalahkan Kerajaan Arab Saudi atas terjadinya tragedi Mina Kamis lalu. Lebih karena pemerintah setempat tidak mengada-ada tentang adanya jemaah yang kurang disiplin sebagai penyebab awal tragedi. Lebih dari semua itu, Arab News menulis demikian tegas untuk menghentikan kritik terhadap pemerintah Kerajaan Arab Saudi, terutama atas kritik yang bersifat politis, bahkan secara terbuka mendiskreditkan penguasa Saudi. 

Salah satu tudingan itu seperti yang dikutip Tribun Internasional (26/9), kantor berita resmi Iran, FARS, melaporkan konvoi putra Raja Salman Al Saud menyebabkan kepanikan jutaan jemaah haji yang akhirnya menimbulkan situasi kacau. Tentu saja laporan itu dibantah penguasa Saudi. Iran diduga marah karena 131 jemaahnya berada di antara korban tewas dalam tragedi tersebut. Jadi, tajuk Arab News itu juga wujud perang media di balik tragedi yang mengguncang kita semua. ***
Selanjutnya.....

225 Jemaah Haji Indonesia Hilang di Mina!

KETUA Tim Pengawas Haji DPR Fahri Hamzah, Sabtu (26/9), mengirim rilis ke media, ia meminta pemerintah segera mengintensifkan komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi sehubungan masih hilangnya 225 jemaah haji Indonesia pascamusibah di Mina Kamis lalu, yang menewaskan 719 jemaah dan 869 luka.

"Pemerintah harus segera berkoordinasi dengan semua pihak dan bekerja secara proaktif untuk menjelaskan posisi 225 nama yang dikabarkan hilang," kata Fahri dalam rilisnya. (Kompas.com, 26/9) Jemaah haji yang dilaporkan hilang terdiri dari 14 orang dari kloter BTH 14 (embarkasi Batam), 19 orang dari kloter SUB 49 (embarkasi Surabaya), dan 192 orang dari kloter JKS 61 (embarkasi Jakarta-Bekasi). 

Ketiga kloter tersebut di Mina ditempatkan di Mina Jadid, jaraknya sekitar 7 kilometer dari lokasi melontar jamrah. Jemaah BTH 14 dapat tempat di Maktab 1, jemaah SUB 49 di Maktab 2, dan JKS 61 di Maktab 7. Jadi mereka terpisah dari mayoritas jemaah Indonesia yang biasa ditempatkan di seberang terowongan Mina, yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari lokasi melontar jamrah.

Pemerintah c.q. Kementerian Agama, Jumat (25/9), sebagai Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) membentuk tim khusus untuk terus mencari jemaah Indonesia yang mungkin menjadi korban tragedi Mina, mengingat masih banyak jemaah yang belum kembali ke tenda mereka sejak peristiwa itu. "Kami terus berupaya mencari korban peristiwa Mina dengan membentuk tim khusus," ujar Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekah Arsyad Hidayat. 

Sementara itu, pejabat Arab Saudi berusaha mempercepat proses identifikasi korban meninggal dunia maupun luka-luka, dengan bantuan panitia penyelenggara haji dari berbagai negara-negara asal jemaah, antara lain Indonesia, India, Pakistan, dan Turki yang aktif membantu identifikasi korban. Meski demikian, seorang pejabat Pakistan mengatakan lebih dari 230 jemaah haji dari negaranya masih hilang sejauh ini. 

Dengan demikian, besar jumlah jemaah haji dari berbagai negara yang masih hilang, dikhawatirkan jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar dari yang telah dilaporkan. Tapi, harapan terkuat tentu jemaah yang hilang itu hanya tersasar akibat kocar-kacir saat kekacauan terjadi. Kemudian karena situasi di Mina deja vu, semua jalur ke semua jurusan terlihat sama dengan barisan tenda bentuknya sama semua, besar kemungkinan orang memilih jalur yang salah. Tapi bagaimanapun caranya, PPIH harus menemukan mereka. ***
Selanjutnya.....

Harapan Tumbuh di Ekspor-Impor!

DI balik terus merosotnya kurs rupiah yang pada Jumat (25/9) pagi tembus Rp14.700 per dolar AS, data terbaru ekspor-impor yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menumbuhkan harapan, ada dasar untuk menata kebangkitan dari keterpurukan lewat gejala perbaikan di sisi perdagangan luar negeri.

Dibanding Juli, nilai ekspor dan impor Agustus mengalami kenaikan. Ekspor naik 10,79% menjadi 12,70 miliar dolar AS dan impor naik 21,69% menjadi 12,27 miliar dolar AS. "Yang menjadi sinyal baik," kata Kepala BPS Suryamin, "Lonjakan impor dipicu oleh arus masuk barang modal." (Kompas.com, 25/9) Dalam kenaikan perdagangan luar negeri itu, ada surplus 433,8 juta dolar, menambah surplus perdagangan sejak awal tahun mencapai 6,22 miliar dolar. Ini surplus perdagangan tertinggi sejak 2012.

 Namun, perlu dicatat, rekor itu tercipta bukan karena ekspor yang tumbuh luar biasa, melainkan karena neraca impor yang merosot dalam. Karena itu, kenaikan impor sampai lebih 20% pada bulan terakhir itu, lebih-lebih berupa barang modal, pantas diberi catatan khusus. Karena, impor mendorong konsumsi yang masih menjadi andalan pertumbuhan ekonomi. Apalagi, impor barang modal memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional dan membuka kesempatan kerja. 

Dengan perubahan kebijakan subsidi BBM, termasuk efisiensi menutup anak perusahaan Pertamina di luar negeri, impor migas (BBM) Januari—Juli 2015 turun hingga 40,73% dibanding priode sama 2014, menjadi 15,39 miliar dolar. Impor nonmigas periode sama turun 12,08% menjadi 68,63 miliar dolar, dengan bagian pentingnya penurunan signifikan impor pangan.

Artinya, di balik jebloknya kurs rupiah dan IHSG terimbas pelambatan ekonomi dunia, ada hal-hal penting dalam pergeseran struktur ekonomi domestik yang mulai on the track—di jalur yang benar. Itulah mungkin yang bisa dijadikan dasar menata kebangkitan ekonomi selanjutnya secara komprehensif. Tentu, agar paket-paket kebijakan berikutnya tidak kontraproduktif atau bertentangan dengan capaian positif yang sudah ada. Misalnya, dengan kebijakan yang sudah tepat dalam efisiensi terhadap anak perusahaan 

Pertamina, jangan pula utang akibat ketidakefisienan masa lalu Pertamina menjadi beban publik masa kini sehingga ketika harga BBM dunia sudah turun lebih 50%, harga BBM dalam negeri malah naik dari Rp6.200 jadi Rp7.400, hingga menambah jumlah orang miskin 860 ribu orang. Utang perusahaan semestinya diproses wajarnya utang perusahaan, bukan dipikulkan ke publik. ***
Selanjutnya.....

Legislator Tak Sama di Muka Hukum!

UUD—Undang-Undang Dasar—1945 Pasal 27 Ayat (1) yang menegaskan setiap warga negara sama di muka hukum, kini tidak berlaku lagi bagi para legislator, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Itu sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat Selasa (22/9), mengoreksi Pasal 245 Ayat (1) UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan oleh penyidik terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). 

Dalam putusan MK tersebut dialihkan bukan lagi izin dari MKD, melainkan untuk anggota MPR, DPR, dan DPD harus mendapat izin tertulis dari Presiden, untuk anggota DPRD provinsi dari Menteri Dalam Negeri, DPRD kabupaten/kota izin dari Gubernur. (Kompas.com, 23/9)

Menurut Majelis Hakim MK, pelaksanaan tugas anggota legislatif harus diimbangi dengan perlindungan hukum yang memadai dan proporsional sehingga anggota legislatif tidak dengan mudah dikriminalisasi pada saat dan atau dalam rangka menjalankan fungsi hak konstitusionalnya, sepanjang dilakukan dengan iktikad baik menurut tanggung jawab. (detik-news, 22/9) Keputusan terakhir ini menjadi wujud inkonsistensi MK. 

Pada 2012, MK menghapus keharusan mendapatkan izin dari Presiden untuk melakukan pemeriksaan atau memita keterangan terhadap kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) terkait kasus pidana. Tapi kini, MK memberi kekebalan dengan perlindungan hukum khusus itu kepada anggota legislatif.

Karena Pasal 245 UU MD3 yang diperbaiki itu sifatnya mutlak melindungi anggota legislatif dalam segala jenis tindakan pidana, pelaksanaannya jelas akan bisa menghambat proses penegakan hukum. Terutama jika tindak pidana itu merugikan atau menyakiti pihak lain, rasa ketidakadilan langsung akan dirasakan lebih berat oleh korbannya. 

Di lain sisi, terlalu mudahnya kriminalisasi dilakukan akhir-akhir ini, banyak pejabat jadi takut berurusan dengan dana anggaran hingga penyerapan anggaran amat rendah dan mengakibatkan pelambatan ekonomi, agak masuk akal juga kalau para anggota legislatif perlu diberi perlindungan dari gejala kriminalisasi.

 Namun, untuk semua itu tentu harus tetap diusahakan cara-cara yang tidak kontroversial, apalagi bertentangan dengan konstitusi. Seperti dalam kasus ini, asas persamaan di muka hukum pada UUD 1945 Pasal 27 justru secara legal formal diamalkan menjadi ketidaksamaan di muka hukum. ***
Selanjutnya.....

Geliat Ekonomi Menjurus Berdikari!

BERDIKARI—berdiri di atas kaki sendiri—dalam ekonomi adalah satu dimensi dari Trisakti ajaran Bung Karno dengan berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam budaya sebagai dua dimensi lainnya.

Ajaran ini diangkat dalam kampanye saat Jokowi maju jadi calon presiden di Pemilu 2014. Dan, itu bukanlah janji kosong. Dengan segala ayunan langkah kebijakannya selama Jokowi menjadi presiden di tengah galaunya ekonomi dunia, geliat ekonomi Indonesia secara nyata dan pasti menjurus ke realisasi berdikari. Itu terlihat pada pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (21/9) malam.

 "Secara tahun kalender berjalan hingga 18 September 2015," kata Agus, "Dana asing yang masuk ke pasar modal dan obligasi pemerintah turun menjadi hanya Rp39 triliun dari periode sama di 2014 sebesar Rp170 triliun." (Kompas.com, 22/9) Jadi, tampak efektifnya kerja pemerintahan mengimplementasikan Trisakti dalam pembangunan nasional, khususnya berdikari dalam ekonomi. Belum setahun pemerintahan baru, gerak menuju berdikari itu telah berhasil menyisihkan peran dana asing hingga lebih 70% dari kancah pembangunan nasional. 

Itulah fakta apa adanya dilihat secara positif agar optimisme akan kondisi yang lebih baik bisa terus terjaga, sesuai harapan Presiden Jokowi saat membuka Rakernas Partai NasDem di Jakarta, Senin (21/9). Pada kesempatan itu, Jokowi meminta semua pihak agar berhati-hati untuk tidak menyebut krisis, yang ada pelambatan ekonomi. "Hati-hati jangan sebut krisis, pelambatan iya, tetapi bukan krisis," ujarnya. (Kompas.com, 21/9) Langkah pasti menuju berdikari itu terutama diwujudkan dalam bidang pangan dengan menekan impor.

Data Kementerian Pertanian seperti dikutip detik-finance (19/9) membuktikan itu. Contohnya beras, tercatat sepanjang 2014 impor sebanyak 815,3 ribu ton. Sepanjang Januari—Juli 2015, impor beras belum ada sama sekali, alias 0 ton. Jagung impor pada 2014 sebanyak 3,296 juta ton, sedang Januari—Juli 2015 impor jagung sebanyak 1,6 juta ton. 

Gula tebu impor 2014 sebanyak 2,965 juta ton, Januari—Juli 2015 sebanyak 1,852 juta ton. Bawang merah pada 2014 impornya 74,9 ribu ton, Januari—Juli 2015 masih 0 ton. Cabai impor 2014 sebanyak 26,1 ribu ton, Januari—Juli 2015 masih 0 ton. Juga impor kacang tanah, kacang hijau, sapi hidup, dan daging sapi pada 2015 berhasil ditekan. Semua itu menunjukkan geliat ekonomi menuju berdikari nyata dan pasti. ***
Selanjutnya.....

Kaitan Kemiskinan dan Harga BBM!

PENURUNAN harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dinilai sebagai cara ampuh untuk meringankan beban rakyat di tengah merosotnya daya beli akibat pelemahan ekonomi nasional saat ini.

Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Lembaga Penelitian Ekomomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto menyatakan perubahan harga BBM, naik atau turun, sangatlah berpengaruh besar bagi angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan penelitian LPEM UI, setiap penurunan 5% harga premium, atau sekitar Rp400, sebanyak 165 ribu orang (miskin) bisa "terselamatkan.' "Itu hitungan kami.

Ini bisa jadi solusi," ujar Teguh. (Kompas.com, 21/9) Angka kemiskinan yang baru dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) bertambah 860 ribu orang dari September 2014 ke Maret 2015, menurut Teguh, disebabkan kenaikan harga BBM pada akhir tahun lalu—yang memicu kenaikan harga kebutuhan utama rakyat. Adanya kaitan naik turunnya harga BBM dengan angka kemiskinan itu memberi harapan bagi usaha mengurangi kemiskinan dengan tren harga BBM yang terus menurun, dari atas 100 dolar AS medio tahun lalu jadi 44,68 dolar AS per barel Jumat (19/9) untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober. 

Pada Jumat itu saja, harga turun 2,22 dolar AS per barel. Artinya, agar para pengelola negara ini bisa memanfaatkan peluang turunnya harga BBM dunia untuk mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia. Jangan sampai kekonyolan terjadi berkepanjangan, harga BBM dunia turun lebih 50%, angka kemiskinan di Indonesia justru naik signifikan. Penguatan kaitan harga BBM dengan angka kemiskinan itu perlu dilakukan dengan penuh kesungguhan, lebih lagi dengan perhitungan raksasa keuangan dunia Goldman Sach harga 

BBM akan terus turun hingga ke posisi 20 dolar AS per barel. Itu karena negara anggota OPEC terus memompa produksi minyaknya, hingga suplai minyak dunia menjadi 96,4 juta barel per hari, dari kebutuhan hanya 93,5 juta barel per hari. Hingga pekan lalu, kelebihan pasokan sudah 458 juta barel. (Kompas.com, 14/9) Kontroversi peningkatan signifikan jumlah orang miskin di balik turun dramatisnya harga minyak dunia itu adalah dana hasil memangkas subsidi BBM di APBN tidak terserap sesuai jadwal hingga mengakibatkan pelambatan ekonomi nasional.

 Jadi, pemangkasan subsidi BBM dengan menaikkan harganya meningkatkan angka kemiskinan, lalu dana hasil pangkasan subsidi BBM itu tak terserap tepat waktu menyebabkan pelambatan ekonomi. Sempurna konyolnya! ***
Selanjutnya.....

The Fed Pertahankan Bunga Acuan 0%

THE Fed—The Federal Reserve—atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akhirnya mempertahankan suku bunga acuan nol persen (0%). Itu hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 16—17 September 2015, lembaga pengendali The Fed.

Keputusan itu diambil di tengah stagnasi pertumbuhan ekonomi AS dan pelambatan ekonomi dunia. "Kondisi ekonomi dan keuangan dunia saat ini mungkin menekan aktivitas ekonomi. Ini yang membuat tekanan terhadap inflasi," kata The Fed (Kompas.com, 17/9). Dijelaskan, gejolak perekonomian dunia saat ini lebih dikarenakan melemahnya ekonomi Tiongkok. The Fed terus memantau setiap perkembangan di Tiongkok, terlebih jika nantinya perekonomian AS terkena imbas terbesar. 

The Fed mengingatkan kondisi ekonomi AS saat ini dalam posisi moderat, dengan pengeluaran rumah tangga dan investasi yang meningkat, bersama peningkatan pembangunan rumah. Salah satu kunci kebijakan The Fed, kekuatan pasar tenaga kerja yang telah meningkat sejak Juli lalu. Meski begitu, tingkat inflasi 1,7% tahun depan dan 1,9% pada 2017 menjadi rujukan paling utama. Sedang pertumbuhan ekomomi AS 2,1% tahun ini melambat dari perkiraan 2,3% sampai 2,5%. Keputusan itu segera memicu anjloknya hampir 1% indeks dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia.

 Juga diikuti turunnya harga minyak bumi, meski tipis. Namun, keputusan The Fed mempertahankan suku bunga acuan 0% itu membuat negara emerging market, seperti Indonesia, menarik napas lega. Karena, dengan bertahannya suku bunga acuan The Fed, kecemasan terhadap pelarian modal panas dari negeri mereka untuk pulang kampung tertunda sementara. Apalagi Indonesia, bank sentralnya (BI) baru menetapkan kembali suku bunga acuannya tetap 7,5%. 

Dana ekspatriat pemburu rente pun tentu masih bertahan memainkan tentakelnya mengisap gain dan dividen hasil perasan keringat anak negeri ini. Sistem bunga tinggi untuk menahan agar modal asing tidak kabur itu jelas memeras sumber daya ekonomi nasional, pengusaha kecil sampai besar untuk memikul beban bunga tinggi. Bayangkan untuk kredit usaha rakyat (KUR) selama ini kena bunga 23%. 

Barulah setelah Jokowi, disubsidi menjadi 12%, tapi sebatas dana subsidi Rp1 triliun—seberapa artinya itu di tengah putaran ekonomi PDB Indonesia nyaris satu triliun dolar AS. Di bawah tekanan beban bunga bank yang berat itu, para pengusaha Indonesia, besar dan kecil, harus bersaing lawan pengusaha negeri berbunga rendah, bahkan nol persen! ***
Selanjutnya.....

Pemkab, Kunci Pembangunan Desa!

DESA jadi sarang kemiskinan karena selama ini pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten (pemkab), kurang tajam fokusnya dalam membangun desa. 

Dari pengalaman Gerakan Serentak Membangun Kampung (GSMK) di Kabupaten Tulangbawang tampak ketajaman fokus Pemkab menjadi kunci menggeliatnya kegiatan pembangunan desa.
Untuk itu, tak berlebihan bila Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berharap peran pemerintah daerah, terutama Pemkab, untuk menekan kemiskinan di desa lewat program dana desa. Menurut dia, per 31 Agustus 2015 sudah direalisasikan Rp16,5 triliun atau 79,5% dari alokasi dana desa dalam APBNP 2015 sebesar Rp20,8 triliun. 

Dari jumlah itu, kalau dibagi rata untuk 72.944 desa dan 8.309 kelurahan (2013) di seluruh Tanah Air, menurut Bambang, setiap desa mendapat sekitar Rp280 juta. Dengan ditetapkan 70% dari dana itu untuk infrastruktur desa, diharapkan bisa menekan kemiskinan yang dalam periode September 2014 sampai Maret 2015 bertambah 860 ribu orang secara nasional. 

Menurut Menteri Keuangan, selain dana desa tersebut, Pemkab juga harus merealisasikan kewajibannya kepada desa dalam bentuk alokasi dana desa (ADD), yakni 10% dari dana perimbangan di luar DAK, plus 10% dari PDRD.

 Dengan itu setiap desa tahun ini bisa mendapat Rp750 juta. (Kompas.com, 17/9) Di Kabupaten Tulangbawang, sudah berjalan tiga tahun ini dana ADD sebesar Rp200 juta per desa (kampung) per tahun digunakan untuk program GSMK, membangun infrastruktur, terutama jalan desa dengan pendukungnya—gorong-gorong, jembatan, dan sebagainya. 

GSMK dikelola kelompok masyarakat (Pokmas) hasil pilihan warga kampung masing-masing, penentuan jenis pekerjaan sesuai hasil musyawarah warga, dan dikerjakan warga secara gotong royong. Jadi, Pemkab memberi dana dengan mengarahkan sistem dan mekanisme kerja Pokmas lewat pendampingan berupa asistensi teknis administrasi dan pekerjaan lapangan oleh tim Universitas Lampung (Unila) yang digandeng Pemkab Tulangbawang untuk perencanaan dan pelaksanaan GSMK. 

Hasilnya, pembangunan infrastruktur kampung dua tahun pertama sudah rampung, kini sedang jalan program tahun ketiga yang selesai Desember. Kelebihannya, di Tulangbawang setiap kampung sudah punya lembaga Pokmas untuk pembangunan desanya dengan pendampingan akademisi. Sejauh pelaksanaan GSMK, penyimpangan tercatat nyaris nol. Dari pengalaman GSMK itu tampak, ketajaman fokus Pemkab dengan cara dan kelembagaan yang benar menjadi kunci baiknya pelaksanaan pembangunan desa. ***
Selanjutnya.....

Ups, Tunjangan Anggota DPR Naik!

MULAI Oktober nanti tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan naik. Kenaikan itu telah disetujui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, antara lain tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon. (detiknews, 17/9)

Besarnya kenaikan itu lumayan. Untuk ketua badan/komisi, tunjangan kehormatan semula Rp4.460.000, diusulkan Rp11.150.000 (lebih dua kali lipat), disetujui jadi Rp6.690.000 (naik sekitar 50%). Tunjangan komunikasi intensif, semula Rp14.140.000 diusulkan Rp18.192.000, disetujui jadi Rp16.468.000. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran semula Rp3,5 juta, diusulkan Rp7 juta, disetujui jadi Rp5.250.000. Lalu bantuan langganan listrik dan telepon semula Rp5,5 juta, diusulkan Rp11 juta, disetujui menjadi Rp7,7 juta. 

Dari empat jenis tunjangan itu, semula sekitar Rp27,5 juta, naik menjadi sekitar Rp35 juta. Jadi bertambah sekitar Rp7,5 juta. Untuk anggota, penerimaan sedikit di bawah ketua badan/komisi tersebut. Menteri Keuangan mengatakan kenaikan tunjangan anggota DPR suatu hal yang wajar. Kenaikan itu telah disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran negara. Kenaikan tunjangan juga diberikan untuk lembaga lain, KPK, KY, KPU, dan BPK. (Kompas.com, 17/9) 

Namun, untuk kenaikan tunjangan anggota DPR itu, ada sejumlah lembaga politik dan anggota DPR yang tidak setuju. Alasan mereka, rakyat sedang menderita menghadapi kesulitan ekonomi, tidak tepat jika tunjangan wakil rakyat justru dinaikkan. Salah satunya dikemukakan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, anggota DPR seharusnya prihatin terhadap kondisi ekonomi saat ini. 

Bukan sebaliknya, di tengah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, DPR justru meminta kenaikan tunjangan. "Sekarang pengangguran nambah. Rakyat enggak bisa beli barang kebutuhan, inflasi tinggi. Rakyat itu untuk makan saja susah. DPR harus prihatin," tegas Syarief Hasan. Ia menegaskan Demokrat tidak setuju dengan kenaikan tunjangan DPR itu. (Kompas.com, 17/9)

Dalam realitas politik Indonesia, penerimaan anggota DPR yang kini sekitar Rp65 juta per bulan sebenarnya tak bisa dilihat dari kebutuhan operasional yang normal. “Investasi” mereka cukup besar saat kampanye, ada yang mengaku habis lebih Rp5 miliar. Jadi, kalau selama lima tahun mereka jadi anggota DPR bisa kembali modal, sudah lumayan. ***
Selanjutnya.....

Kemiskinan kian Parah dan Dalam!

BPS—Badan Pusat Statistik—melaporkan pada Maret 2015 jumlah penduduk miskin Indonesia menjadi 28,59 juta orang (11,22% penduduk), bertambah 860 ribu orang dari September 2014 sebesar 27,737 juta orang (10,96%).

Selain jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah signifikan, Kepala BPS Suryamin dalam paparannya Selasa (15/9) menyatakan kemiskinan juga makin parah dan dalam dibanding Maret 2014, Maret 2013, dan Maret 2012. (Kompas.com, 15/9) Indeks keparahan kemiskinan diukur dari beda pengeluaran antarpenduduk miskin.

Jika bedanya makin jauh, tidak terkumpul pada satu angka, indeksnya makin besar, berarti tingkat keparahan kemiskinan semakin buruk. Indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 adalah 0,535, meningkat dari Maret 2014 di level 0,435, Maret 2013 (0,432), dan Maret 2012 (0,473). Indeks kedalaman kemiskinan juga meningkat. Indeks kedalaman kemiskinan diukur lewat jarak pengeluaran penduduk miskim dengan garis kemiskinan. Makin jauh jarak antara pengeluaran dan garis kemiskinan, makin tinggi pula indeks kedalaman kemiskinan. 

Pada Maret 2015, indeks kedalaman kemiskinan di level 1,971, meningkat dibanding Maret 2014 (1,753), Maret 2013 (1,745), dan Maret 2012 (1,880). Menurut data BPS, pemicu naiknya angka kemiskinan itu utamanya dari September 2014 ke Maret 2015 itu terjadi inflasi 4,03%, dan di perdesaan 4,40%. Pada periode itu rata-rata harga beras naik 14,48%, cabai rawit naik 26,28%, diiringi ramai-ramai naik rokok kretek filter, telur ayam ras, mi instan, gula pasir, roti, tempe, tahu, dan kopi. 

Andil beras terhadap naiknya jumlah penduduk miskin, di perkotaan 23,49%, sedang di perdesaan 32,88%. Menariknya, komoditas bukan makanan utama, yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan ternyata bukanlah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Khususnya jenis bensin hanya memberikan andil 3,15% terhadap kemiskinan di perkotaan, dan 2,38% terhadap kemiskinan di perdesaan. Hasil hitungan andil langsung BBM itu mudah dipahami karena rakyat miskin tidak minum bensin. 

Tapi makan beras dan kebutuhan utama lainnya tadi, yang harganya naik terpengaruh kenaikan harga BBM saat dicabut subsidinya. Memang sudah takdir ratusan ribu orang itu terlempar ke jurang di bawah garis kemiskinan. Tapi, penyebabnya tak bisa dilepaskan sebagai konsekuensi kebijakan penguasa. Artinya, untuk lain kali, penguasa agar lebih hati-hati setiap membuat kebijakan karena penderitaan rakyat akibat kebijakan yang kurang tepat selalu nyata. ***
Selanjutnya.....

Al Qaeda Nyatakan Perang pada ISIS!

KELOMPOK teroris Al Qaeda menyatakan perang terhadap kelompok teroris lainnya, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), pekan lalu.
Pernyataan itu disampaikan pemimpin Al Qaeda pengganti Osama bin Laden, Ayman Al Zawahiri, melalui pesan audio yang diunggah ke internet. (Kompas.com, 11/9)

Al Zawahiri menuding pemimpin ISIS, Abu Bakar Al Bhagdadi, telah melakukan penghasutan dan menganggap Al Bhagdadi bukanlah pemimpin seluruh muslim. "Semua orang terkejut oleh pernyataan Bhagdadi bahwa dia adalah khalifah keempat dalam sejarah Islam," ujar Zawahiri. "Dia (Bhagdadi) melakukan ini tanpa berkonsultasi dengan para muslim."

Pengamat kontraterorisme, Mathew Olsen, menyatakan pernyataan Al Zawahiri itu cukup mengesankan betapa dalam perpecahan antara Al Qaeda dan ISIS. "Perpecahan ini tidak bisa direkonsiliasi kembali," kata Olsen sembari menambahkan, "Jika ISIS dan Al Qaeda bersatu, itu akan mengerikan." ISIS awalnya hanya cabang Al Qaeda di Irak, memisahkan diri dua tahun lalu. Kata seorang pejabat, cabang ISIS yang dikenal sebagai kelompok Provinsi Khorasan Islam Suriah terus-menerus bertempur di Afghanistan dan Pakistan melawan Taliban dan Al Qaeda. "Saling bertempur membuat tugas kami lebih mudah," ujar pejabat itu. 

Seorang pejabat AS mengatakan kepada BBC telah mengidentifikasi setidaknya empat peristiwa militan ISIS membuat dan menggunakan senjata kimia di Irak dan Suriah. Tim BBC di perbatasan Turki-Suriah telah melihat bukti yang mendukung klaim tersebut. Senjata kimia yang mereka gunakan berjenis mustard, kemungkinan dalam bentuk bubuk yang dikemas dalam bahan peledak tradisional, seperti mortir, kata pejabat AS.

"Kami telah melihatnya digunakan pada setidaknya empat peristiwa yang berbeda di perbatasan Irak dan Suriah," ujarnya. Ketika senjata itu meledak, siapa yang terpapar abu senjata kimia mustard itu akan melepuh. Komunitas intelijen yakin ada tiga kemungkinan ISIS memperoleh senjata kimia. Pertama, mereka menemukan persembunyian milik Irak.

Kedua, menyita milik rezim Suriah sebelum dipaksa mènyerahkannya dengan ancaman serangan udara AS di 2013. Ketiga, mereka memiliki sel yang bertugas meneliti senjata kimia aktif yang mereka kerjakan, dan mencobanya hingga menjadi lebih baik dalam pembuatannya. Mana pun yang benar, kenyataan ISIS telah memiliki dan menggunakan senjata kimia bisa membuat lebih sulit AS dan sekutu menumpas mereka. Itu bisa membuat Al Bhagdadi makin percaya diri, seperti dituding Al Zawahiri. ***
Selanjutnya.....

Kebijakan soal Iklim Jatuhkan Abbott!

TONY Abbott kalah voting dalam pemilihan ketua Partai Liberal yang berkuasa di Australia, Senin (14/9), dengan konsekuensi ia lengser dari jabatan perdana menteri. Abbott kalah dari Menteri Komunikasi Malcolm Turnbull dengan 54 banding 44 dalam pemungutan suara pimpinan partai.

Abbott naik jadi perdana menteri pada 2013 setelah Partai Liberal yang ia ketuai menang pemilu. Ia dijatuhkan separuh jalan dari masa jabatan empat tahun. Dalam sistem politik Australia, ketua partai pemenang pemilu sekaligus menjadi perdana menteri. Abbott dijatuhkan karena kebijakannya tidak mendukung penanganan perubahan iklim sehingga bertentangan dengan mayoritas di parlemen maupun publik Negeri Kanguru. 

Menurut dia, hal itu bisa benturan dengan pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana dimuat Wall Street Journal Selasa (15/9), akibat perbedaan pendapat itu diadakan polling, hasilnya 63% masyarakat Australia tidak puas dengan kepemerintahan Abbott. (Okezone, 15/9) Malcolm Turnbull mendukung program emission-trading—pendekatan pasar untuk mengontrol polusi dengan memberi insentif bila berhasil mengurangi emisi dan polutan. Program ini dinonaktifkan Abbott tahun lalu. Malcolm juga lebih bersimpati kepada pencari suaka, seperti yang ia sampaikan di depan parlemen.

Sebaliknya Abbott justru membuat blokade di perbatasan. Setelah terpilih jadi perdana menteri, Malcolm menyatakan pemerintahannya akan bersifat lebih utama melalui “konsultasi” terlebih dahulu. Lengkapnya dia katakan, "Perdana menteri Australia bukanlah seorang presiden. Perdana menteri hanya satu dari kumpulan orang sederajat." (CNN, 15/9) Gaya kepemimpinan “konsultatif” ini berlawanan dengan Abbott, yang terbiasa mengambil keputusan tanpa membicarakan terlebih dahulu. Abbott dianggap tidak mampu memimpin Australia, terutama dalam bidang ekonomi, sudah diangkat Turnbull saat maju untuk memperebutkan ketua partai.

 "Pada akhirnya, perdana menteri tidak mampu memberikan kepemimpinan ekonomi yang dibutuhkan negeri ini. Kita butuh gaya kepemimpinan yang berbeda," tegas Turnbull, sebelum pemungutan suara, seperti dipetik Reuters, Senin (14/9). Dengan sistem parlementer, Australia mudah gonta-ganti perdana menteri di tengah jalan. Turnbull jadi perdana menteri kelima dalam delapan tahun terakhir. Kevin Rudd dari Partai Buruh terpilih 2007 menggantikan John Howard, dijatuhkan Julia Gillard 2010. Lalu Gillard gantian dijegal Rudd 2013. Terakhir Abbott didepak Malcolm. ***
Selanjutnya.....

Prioritas Kebijakan Mencegah PHK!

DARI semua kebijakan yang dibuat, prioritas harus ditetapkan pada usaha mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di semua perusahaan.

Terjadinya PHK yang dicemaskan hingga puluhan ribu buruh unjuk rasa ke Istana baru-baru ini adalah masalah nyata. Dinas Tenaga Kerja Jawa Tengah mencatat periode Februari—Agustus 2015 telah terjadi PHK terhadap 1.305 karyawan. "Sebagian besar di industri garmen, tekstil, plastik, dan outsourcing," kata Wika Bintang, Kadisnaker Jateng. (Kompas.com, 11/9) 

Sementara itu, dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT), menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat, tahun ini telah di-PHK sekitar 36 ribu orang. Industri TPT menyerap 2,656 juta tenaga kerja langsung. Karena itu, tegas Ade, industri ini memerlukan dukungan agar tak terjadi PHK yang lebih meluas. (Kompas.com, 12/9) 

Salah satu dukungan dimaksud, menurut Ade, adalah meringankan beban industri melalui hal-hal yang di bawah kontrol pemerintah. Misalnya tarif listrik industri, sekarang sekitar 10 sen dolar AS per KWh, padahal di Vietnam hanya 6 sen. Pelaku industri Indonesia selama ini juga terbebani dua kali pajak di listrik, yakni PPN 10% dan pajak penerangan jalan umum yang bervariasi di tiap daerah.

 Akibatnya, nilai ekspor tekstil Vietnam yang baru 15 tahun mengembangkan industri tekstil sudah menembus 28 miliar dolar AS, sedang Indonesia yang sudah 35 tahun ekspornya baru 13 miliar dolar AS. PHK harus dicegah karena menyengsarakan korbannya, yang secara ekonomi menurunkan daya beli masyarakat. Pengusaha juga babak belur, harus membayar pesangon justru ketika perusahaannya dalam kesulitan—alasan terpenting terpaksa melakukan PHK. Meluasnya PHK juga mènghambat investasi. Siapa mau investasi di negara tempat usaha yang sudah ada ramai bangkrut!

Dalam kondisi nyata demikian jangan pula pemerintah mengobral pembebasan pajak (tax holiday) 15—20 tahun agar investasi baru mau masuk, industri dalam negeri yang sudah eksis dan bayar pajak bisa mati kalah bersaing. Untuk mencegah PHK, menurut Ketua Komite Tetap Industri Makanan dan Minuman Kadin Indonesia Thomas Darmawan, segala aturan yang menimbulkan biaya tinggi atau menyulitkan dunia usaha harus dikurangi. Peraturan yang tidak mendukung, lama tunggu di pelabuhan, tumpang tindih rekomendasi, dan hambatan lain, harus dikurangi. Sebagian dari harapan itu sudah terangkum kebijakan “September 1”. Cuma, ketepatan waktu implementasinya, itulah masalah sesungguhnya. ***
Selanjutnya.....

Musibah Crane Jatuh di Masjidil Haram!

SEBUAH alat berat (crane) roboh menimpa jemaah yang tengah bersiap salat magrib di Masjidil Haram. Alat berat itu roboh akibat terjangan badai dan hujan deras yang melanda Mekah, Jumat (11/9), sekitar pukul 17.30.

Menurut Otoritas Pertahanan Sipil Arab Saudi, jumlah korban tewas dalam peristiwa itu mencapai setidaknya 107 orang, sedang korban luka tercatat sedikitnya 238 orang. "Semua korban, baik yang terluka maupun yang meninggal, sudah dibawa ke rumah sakit. Tidak ada lagi korban di lokasi kejadian," kata Jenderal Seleiman al-Amr, Direktur Umum Otoritas Pertahanan Sipil Arab Saudi, kepada televisi al-Ikjbariya. (Kompas.com, 12/9) 

Dalam peristiwa itu, dua anggota jemaah calon haji asal Indonesia tewas. Kedua korban adalah Masnauli Hasibuan dari Medan dan Siti Rasmina dari embarkasi Jakarta Bekasi 03. "Selain itu, data sementara ada 23 jemaah (asal Indonesia) yang menjadi korban luka di sejumlah rumah sakit Arab Saudi," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, usai menjenguk anggota jemaah yang menjadi korban luka di RS An-Nur, Jumat. 

Data terakhir mencatat 33 jemaah asal Indonesia yang jadi korban, termasuk dua tewas. Peristiwa itu diawali dengan adanya angin kencang dan hujan deras. Saking derasnya, air hujan masuk hingga ke dalam masjid yang dikelilingi alat berat proyek. Saat jemaah bersiap salat magrib, "Tiba-tiba terdengar suara dentuman seperti petir," kata Azalzuli, jemaah haji asal Medan kepada TV One, Sabtu (12/9). Alat berat proyek tersebut jatuh menimpa lantai tiga, menimpa bangunan dan jemaah. "Lalu jemaah berlarian.

 Ada yang tertimpa beton," kata dia. Pemerintah Arab Saudi sedang melakukan perluasan tempat ibadah Masjidil Haram menjadi 400 ribu meter persegi (40 hektare). Maka itu, tampak alat berat di sekeliling masjid. Dengan perluasan itu nantinya Masjidil Haram akan mampu menampung 2,2 juta orang jemaah. Proyek itu akan selesai 2016. 

Saat ini Masjidil Haram “hanya” mampu menampung sekitar 800 ribu jemaah. Karena itu, posisi jemaah haji selalu dibagi dua, sebagian di Mekah dan sebagian lagi di Madinah. Tentu, Pemerintah Arab Saudi menyesali musibah akibat kelalaian kontraktor yang tidak melakukan pengamanan khusus atas crane-crane di sekitar Masjidil Haram itu hingga terjadi musibah. Pasti Pemerintah Arab Saudi akan melakukan pengamanan lebih lanjut secara permanen, seperti setelah musibah terowongan Mina musim haji 1990 M yang menelan korban tewas 1.426 orang, 649 orang di antaranya asal Indonesia. ***
Selanjutnya.....

Debirokratisasi Menjurus Superliberal!

PAKET kebijakan "September I" yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada Rabu (9/9) petang menjurus terlalu liberal alias superliberal, yang pada zaman sebelum depresi fatal ekomomi dunia 1930-an disebut laissez faire—adagiumnya ekomomi tumbuh dan berkembang dengan baik ketika pemerintah tidur.

 Artinya, kalau pemerintah bangun ada saja oknumnya yang cawe-cawe mengganggu tumbuh-kembangnya ekonomi. Asumsi itu bertolak dari penjelasan Presiden Joko Widodo bahwa pada fokus kebijakan mendorong daya saing industri, pemerintah melakukan debirokratisasi dengan merombak 89 peraturan untuk menghilangkan duplikasi perizinan.

Kemudian menyiapkan 17 rancangan peraturan pemerintah dan peraturan presiden, 2 instruksi presiden, 63 peraturan menteri, dan 5 peraturan lain. (Kompas.com, 9/9) Betapa dahsyat debirokratisasi yang berarti pengurangan atau penglepasan campur tangan pemerintah dari proses ekonomi agar tajam ke sasaran spesifik yang didiagnosis untuk disembuhkan, daya saing industri. 

Dengan perombakan dan penyiapan 176 peraturan yang terkait dengan sebagian besar instansi pemerintah, terkesan kebijakan ini melebar dan terlalu luas garapannya. Butuh stamina besar untuk melaksanakan dan mengendalikan program-programnya agar tetap di jalur sasaran. Ini yang membuat pasar kurang cepat merespons kebijakan tersebut, hingga esok paginya pasar saham maupun rupiah masih terbawa arus global yang negatif. 

Seperti kata riset Samuel Sekuritas Indonesia, paket kebijakan ekonomi yang diumumkan Rabu menjelang malam kemarin gagal memberikan perincian yang spesifik sehingga respons positif yang signifikan serta meningkatkan prospek pertumbuhan sepertinya belum akan terlihat. Kebijakan moneter BI lebih menyasar stabilitas rupiah bukan pertumbuhan. (Kompas.com, 10/9)

 Gagal, itulah kata dari Samuel yang pantas dipetik. Artinya, peluang gagal dari kebijakan selalu ada. Dan kegagalan kapitalisme murni laissez faire menyulut depresi fatal ekonomi dunia 1930-an. Itu karena raksasa-raksasa kapitalis dengan kekuatan mereka yang amat besar bertindak tanpa kendali mengeruk uang tunai lewat bursa. Sejak itu, lahir paradigma pentingnya kontrol publik yang direpresentasikan pemerintah, lazim disebut birokratisasi. 

Ekonomi memburuk bukan karena kontrol publik itu, melainkan sering akibat para pejabat yang menjalankan kontrol publik tidak bekerja demi kepentingan negara dan ràkyat, tapi lebih untuk kepentingan pribadi atau pengusaha kroninya. Jadi seharusnya bukan debirokratisasi aturannya, melainkan orangnya. ***
Selanjutnya.....

Optimistis Deregulasi 176 Aturan Sukses!

APA dasar optimisme deregulasi yang dilakukan dengan merombak dan membuat peraturan tingkat pusat yang totalnya sebanyak 176 buah itu akan sukses, padahal melaksanakan satu hal saja, penyerapan anggaran (APBN dan APBD), sampai paruh triwulan III-2015 ini belum mencapai 50%?
Dasar optimisme untuk itu karena sifat dasar deregulasi atau yang secara tegas Presiden sebutkan debirokratisasi. Dalam deregulasi, jajaran birokrat atau pejabat pemerintah pada prinsipnya tak boleh ikut campur dalam urusan atau pekerjaaan yang jadi objek deregulasi. Dengan begitu, para pejabat dan aparat pemerintah lepas dari tugas dan pekerjaan tersebut, sehingga tak lagi repot mengerjakan atau menanganinya. Sekaligus, terlepas dari tanggung jawab dan risikonya! Terutama risiko masuk bui, seperti yang ditakutkan pada tugas penyerapan anggaran! Karena tugas penyerapan anggaran punya risiko masuk penjara, para pejabat dan aparat pemerintah enggan menyentuhnya. Akibatnya, penyerapan anggaran tersendat. Sedang deregulasi dan debirokratisasi justru membebaskan mereka dari tugas dan tanggung jawab, sehingga mereka tak boleh cawe-cawe atas hal-hal yang dideregulasi. Dengan demikian, justru jika para pejabat duduk diam saja, semua program deregulasi akan sukses. Itulah dasar optimisme deregulasi yang frontal atas 176 peraturan itu akan sukses. Keberhasilan deregulasi itu ditentukan duduk diam atau malah nyenyaknya tidur para pejabat dan aparat pemerintah dalam proses debirokratisasi yang hasil akhirnya Laissez-faire, suatu sistem ekonomi yang meyakini ekonomi tumbuh dan berkembang ketika pemerintah tidur. Namun, bagaimanapun juga, suatu deregulasi yang dilakukan sedemikian frontal dengan 176 peraturan tingkat pusat, dari peraturan pemerintah (PP), instruksi presiden (inpres), peraturan presiden (perpres), sampai peraturan menteri (permen) itu, punya konsekuensi logis. Salah satunya, menjadi berkurang signifikan pekerjaan para pejabat dan aparat pemerintah terkait deregulasi. Jika konsisten dengan sistem baru sejenis Laissez-faire yang telah ditetapkan sebagai pilihan, maka pemerintah harus siap dengan perampingan birokrasi di semua lini dan semua jenjang birokrasi. Mungkin ini memang peluang yang diciptakan oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk merampingkan belanja pegawai yang dewasa ini memang terlalu kegemukan. Dengan itu, komposisi belanja pegawai (rutin) dan belanja pembangunan di pusat dan daerah menjadi seimbang. ***
Selanjutnya.....

Heboh Sistem Pulsa Listrik Kejam!

MENKO—Menteri Koordinator—Maritim dan Sumber Daya menuding ada permainan di balik sistem listrik prabayar (token) atau pulsa listrik PLN.Tudingan itu menyulut pro-kontra heboh menanggapi pernyataan kontroversial. "Ini kecil tapi penting. 

Rakyat sekarang pakai pulsa listrik. Ini dimonopoli. Ia beli Rp100 ribu, tapi isinya hanya Rp73 ribu. Ini kejam sekali. Di sini ada mafia besar karena kalau beli pulsa telepon Rp100 ribu, paling dipotong tinggal Rp95 ribu," tukas Rizal. (detik-finance, 9/9) Kalangan yang propernyataan Rizal memberi justifikasi dengan contoh, "Ini kejamnya sistem pulsa listrik," seperti ditulis Rista Rama Dhani di detik-finance (idem). Bila didalami, tulisnya, kejamnya sistem pembelian pulsa listrik terutama dialami rakyat miskin. 

Misalnya rakyat miskin golongan pelanggan PLN R-1 dengan daya 450 atau 900 volt ampere (va), hanya sanggup membeli pulsa listrik Rp100 ribu per bulan, tapi dengan cara dicicil setiap beli Rp20 ribu. Setiap beli listrik Rp20 ribu di minimarket kena potongan biaya administrasi bank Rp2.000 dan pajak penerangan jalan (PPJ) Rp422, sisa Rp17.578. Lima kali pembelian total potongan jadi Rp12.110. 

Sedangkan kalangan mampu, pelanggan golongan R-1 dengan daya 1.300 KWh, sekali beli listrik Rp100 ribu kena potongan biaya administrasi bank Rp2.000 dan PPJ 2,4% (DKI Jakarta) atau Rp2.400. Total potongan hanya Rp4.400 sehingga sisanya jauh lebih besar, yakni Rp95.600. Kekejaman dialami warga miskin yang kena potongan Rp12.110 sedangkan orang lebih mampu hanya Rp4.400, padahal sama-sama beli pulsa listrik Rp100 ribu dengan cara sesuai kemampuan masing-masing. 

Rizal benar, masalahnya terlihat kecil, tapi esensinya menyangkut ketidakadilan. Lebih lagi, ketidakadilan itu terhadap warga miskin dan secara nyata terjadi diskriminasi dengan memberi advantages justru kepada kalangan mampu. Karena itu jelas, masalahnya menuntut untuk segera diselesaikan—paling buruk solusinya membayar sejumlah yang sama kena potongan yang sama besarnya. 

Pilihan itu disebut paling buruk karena idealnya potongan dan pajak dibayar lebih besar oleh kalangan yang lebih mampu. Solusi untuk menciptakan keadilan terhadap rakyat miskin itu sebenarnya sederhana. Yakni, potongan administrasi bank itu ditetapkan bukan per transaksi, melainkan dengan persentase dari nilai pembayaran. Cara ini bukan hanya lebih adil bagi warga miskin, melainkan juga lebih rasional dalam administrasi keuangan—jumlah fee sesuai nilai transaksi. ***
Selanjutnya.....

Cara Tiongkok Menjaga Nilai Yuan!

KALAU kurs rupiah terkesan dilepas bablas tembus Rp14.300/dolar AS Selasa (8/9) pagi, yuan dikendalikan mati-matian oleh People Bank of China (PBoC), bank sentral Tiongkok, dengan intervensi dolar memenuhi kebutuhan pasar, hingga akhir Agustus 2015 cadangan devisanya anjlok 93,9 miliar dolar AS.Dengan penurunan empat bulan berturut sampai Agustus itu, cadangan devisa Tiongkok jadi 3,56 triliun dolar AS. Namun, itu masih tetap merupakan cadangan devisa terbesar di dunia. (Kompas.com, 8/9) Tiongkok juga mendevaluasi (menurunkan kurs) yuan sebesar 1,87% terhadap dolar AS bulan lalu, yang dalam seminggu berhasil menurunkan paritas tengah mata uangnya 5%.

 Itu dilakukan untuk menjaga daya saing produk ekspornya, sekaligus mengatasi pelambatan ekonominya. Setelah satu dekade lalu menikmati pertumbuhan di atas 10%, Senin lalu Tiongkok mengoreksi pertumbuhan tahun lalu jadi 7,3%. Indonesia tentu tak berani intervensi pasar dengan “taruhan besar” seperti Tiongkok agar penurunan kurs rupiah ke dolar AS tak bablas, sebab cadangan devisa Indonesia relatif terbatas, yakni per akhir Agustus 2015 tercatat “hanya” 105,34 miliar dolar AS.

 Karena itu, wajar kalau pemerintah maupun BI memilih putar lagu retorika mendayu untuk membuat rakyat tetap terbuai meski kurs rupiah anjlok tak terkendali. Namun, langkah PBoC itu dikritik Li Miaoxian, analis di BoCom International Holdings yang berbasis di Beijing. Kepada Bloomberg, Li menyatakan, "Jika bank sentral terus melakukan intervensi, cadangan devisa Tiongkok akan terus menyusut—intervensi lebih berat, lehih dalam jatuhnya." Kritik Li itu mengacu kenyataan. Semua langkah khusus itu diambil agar yuan tetap bisa menjadi penyangga pertumbuhan yang kini melambat terendah sejak 1990, waktu itu pertumbuhan anjlok hingga menjadi 3,9%.

 Pelambatan ekonomi Tiongkok, pelahap terbesar komoditas dan energi dunia, mengimbas ekonomi negara berkembang seperti Indonesia yang segera ikut merosot ekspor dan nilai mata uangnya. Bahkan, negara-negara maju juga terdampak, seperti Uni Eropa. European Central Bank (ECB) telah memangkas target pertumbuhan ekonominya. (detik.com, 6/9) ECB menuding Tiongkok penyebabnya. Ekspor Uni Eropa turun drastis akibat ekonomi Tiongkok melambat.

 Ekspor mereka ke negara-negara berkembang lain di Asia ikut turun karena daya beli yang lesu. Tiongkok memang harus berusaha keras agar perannya yang signifikan pada perekonomian dunia itu tidak tinggal kenangan. ***
Selanjutnya.....

Rupiah Kok Bablas Ewes-Ewesnya!

DARI waktu ke waktu belakangan ini selalu ada pejabat pemerintah atau Bank Indonesia (BI) menyatakan fondasi ekonomi Indonesia kuat, kondisi sekarang beda dari krisis 1998 dan 2008.

Tapi, kenapa rupiah kok bablas terus ewes-ewesnya hingga buka pasar awal pekan Senin (7/9) melorot ke Rp14.230/dolar AS. Itu turun dari penutupan akhir pekan lalu Rp14.127,3/dolar AS, menjadi rekor baru level terendah sejak krisis 1998. Pada 17 Juni 1998, rupiah di puncak rekor terlemah pada Rp16.650/dolar AS. (Kompas.com, 7/9) Masalahnya, dalam logika awam bangunan yang fondasinya kuat itu berdiri kokoh. Tapi kenapa pada ekomomi Indonesia, fondasinya kuat kok bangunannya yang direpresentasikan mata uang rupiah, goyah terus. Menurut adagium orang Tapanuli—ise do na mangatur nagara on? Hepeng!—uang merupakan faktor penentu dalam mengatur negara. Kalau mata uangnya goyah terus, berarti pengaturan negara ini sedang dalam masalah.

Maksudnya, bisa jadi setiap pejabat pemerintah dan BI menyatakan kondisi sekarang beda dengan 1998 dan 2008, sebenarnya mereka sedang menghibur diri mereka sendiri. Sebab, dengan kurs mata uang yang melorot terus diikuti daya beli rakyat yang anjlok tanpa henti, sebenarnya ada masalah yang tak mampu mereka atasi! Pengakuan kondisi ekonomi rakyat amat buruk dengan kemerosotan tanpa henti daya belinya itu secara diam-diam juga datang dari Presiden Joko Widodo. Belakangan ini ia sering “mencuri waktu” di sela acaranya yang padat untuk menyelinap keluar Istana membagi-bagi paket sembako kepada warga miskin Jakarta. 

Padahal, idealnya pertolongan dari seorang Presiden bukanlah by hand menyerahkan langsung satu per satu paket sembako kepada rakyat yang kekurangan. Melainkan, cukup dengan membuat sebuah kebijakan yang bisa membuat puluhan juta rakyat miskin mendapatkan benefit, bahkan jauh lebih bernilai dari sepaket sembako. Tapi mungkin, karena ada masalah yang tak mampu diatasi baik oleh pemerintah maupun BI sehingga kemerosotan kurs rupiah bablas terus, harus dibuat lebih banyak cara menghibur diri. 

Dari yang tak kenal bosan menyatakan fondasi ekonomi kuat, sampai memastikan telah meringankan rakyat miskin dari memikul beban hidup yang amat berat, meski sebatas jangkauan tangannya. Untuk itu, lebih ideal sebenarnya, kalau pokok masalah penyebab kemerosotan rupiah tak bisa diatasi, dibuat kebijakan kompensasinya agar tak cuma mencari cara menghibur diri untuk menutupi keterbatasan yang nyata. ***
Selanjutnya.....

Pemerintah Kembali Utang ke ADB!

PEMERINTAH mempertimbangkan untuk kembali mengutang ke Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia untuk infrastruktur.Sofjan Wanandi, ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyatakan itu ditempuh untuk mendapatkan bunga rendah dengan durasi dan grace period (masa bebas dari kewajiban membayar utang pokok) yang panjang. 

(Kompas.com, 3/9) Menurut Sofjan, bunga pinjaman dari Bank Dunia 1% per tahun durasi kredit 30 tahun dengan grace period 10 tahun, sedang ADB bunga 1% sampai 3% per tahun. Selama ini, Pemerintah Indonesia menggali utang lewat lelang obligasi atau sukuk berupa surat berharga negara (SBN) atau surat utang negara (SUN) dengan bunga paling memikat pasar, antara 8% dan 10%. Pemerintah menyukai ini karena bisa dilakukan lelang kapan butuh dana, dan bebas digunakan untuk apa saja. 

Sedang dari Bank Dunia dan ADB terikat untuk proyek tertentu. Investor juga menyukai obligasi, selain bunganya relatif tinggi, bisa dijual kembali kapan saja. Tapi kini, kata Sofjan, sukuk-sukuk itu sudah membebani APBN terlalu berat, harus mencari yang lebih ringan. Saat ini sudah ada proposal penawaran utang 5 miliar dolar AS (kurs Rp14 ribu/dolar AS setara Rp70 triliun) dari ADB, dan 11 miliar dolar AS (Rp154 triliun) dari Bank Dunia. 

Sejak Indonesia masuk kelompok negara berpendapatan menengah, pemerintah tidak lagi minta bantuan Bank Dunia dan IMF. Untuk menambal defisit APBN, Indonesia meniru negara maju lewat obligasi dengan bunga sesuai pasar. Bebas utang Bank Dunia dan IMF menjadi gengsi pemerintah, dijadikan citra sukses karena sudah lepas dari tradisi negara miskin. Karena itu, meski warga miskin di negerinya masih di atas 12%, demi gengsi itu Presiden SBY memilih untuk melunasi utang ke IMF daripada menggunakan uangnya untuk mengentas warganya dari jurang di bawah garis kemiskinan. Lebih hebat lagi Presiden Joko Widodo, di depan kepala negara dan kepala pemerintahan pada peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, dengan suara jelas ia tegaskan bahwa anggapan masalah ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan IMF, Bank Dunia, dan ADB adalah pandangan usang dan perlu dibuang. 

Menurut Sofjan, pernyataan itu disampaikan Presiden dalam semangat nasionalisme dan berdikari. Namun, praktiknya, setiap negara memerlukan bantuan dana dari pihak lain. Hanya, pinjaman dana dari pihak lain cuma dijadikan pelengkap, bukan sumber pendanaan utama. Jadi, utangan Bank Dunia dan ADB untuk pelengkap tidak usang. ***
Selanjutnya.....

El Nino Plus Fenomena Dipole Mode!

INDEKS El Nino menguat September 2015 ini menjadi 2,3 dari Agustus 2,2.
Kekeringan di Indonesia meningkat, juga diperkuat dengan munculnya fenomena Dipole Mode positif, yakni massa uap air perairan Indonesia tersedot ke Afrika Timur. 

Maksudnya, kekeringan El Nino akibat massa uap air perairan Indonesia dibuyarkan oleh hembusan angin kencang dari Pasifik, oleh fenomena Dipole Mode positif massa uap air itu disedot ke Afrika Timur. "Fenomena ini menjadikan pembentukan curah hujan semakin kecil," ujar Teguh Prasetyo, kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta. (Kompas.com, 4/9) Indeks El Nino diperkirakan akan mulai mengalami penurunan kembali pada Oktober, meski menurut dia masih memiliki pengaruh terhadap tingkat kekeringan kemarau pada tahun ini. 

Adapun pembentukan awan hujan akan mulai terjadi pada November 2015, seiring berakhirnya pengaruh El Nino dan fenomena Dipole Mode. Dengan diperkirakan hujan baru turun mulai November, segala sesuatunya harus disesuaikan baik terkait urusan keluarga maupun publik. Untuk pribadi dan keluarga, misalnya, agar penggunaan air sumur bisa lebih hemat lagi, sebab kalau sampai kering alternatifnya untuk mandi-cuci-kakus dan masak-minum, air galon cukup mahal. Banyak warga tak mampu membelinya. Karena itu, para tokoh masyarakat harus siap berupaya untuk memenuhinya, misalnya dengan meminta bantuan pemerintah daerah mengirim mobil tangki air. 

Artinya, tokoh-tokoh masyarakat harus rajin memantau kondisi warga di lingkungannya, jangan mentang-mentang ia mampu membeli air galon untuk kebutuhannya, lantas tak peduli pada warga yang tak mampu. Di lain pihak, pemda lewat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus siap program dan anggaran untuk bantuan itu. Bahkan jika kondisi lebih buruk lagi, karena kekeringan juga berarti masa paceklik menjadi lebih panjang, banyak warga kehabisan stok pangan karena tak ada lagi yang bisa dipetik atau dicabut, distribusi raskin ditepatkan waktunya, juga agar dipercepat penyaluran bantuan langsung tunai di seluruh Tanah Air. Maksudnya, tak cukup lagi Presiden dan Ibu Negara bagi-bagi paket sembako hanya di kawasan kumuh Jakarta. 

Nasib warga seperti di kawasan kumuh Jakarta itu tersebar di seantero negeri. Jadi, banyak hal yang harus diantisipasi dengan meningkatnya indeks El Nino “plus” fenomena Dipole Mode positif ini, terutama terkait kemampuan warga miskin bertahan hidup. ***
Selanjutnya.....

Kegaduhan Buwas Resahkan Istana!

KETIKA Bareskrim Polri menetapkan salah satu calon pimpinan (capim) KPK sebagai tersangka pada tahap akhir seleksi oleh Pansel KPK, tersiar kabar angin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu di Istana membahas hal itu.

Istana resah atas kegaduhan tersebut sehingga seiring itu juga tersiar kabar Kabareskrim Budi Waseso (Buwas) akan dicopot. Jumat (4/9) pagi, pers menyiarkan berita, Buwas dimutasi dari Bareskrim menjadi kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Kabar angin Istana resah oleh kegaduhan Buwas itu ternyata membuahkan bukti kenyataan Buwas dicopot. Sekaligus dengan itu masalahnya bisa dilimitasi, kegaduhan yang meresahkan Istana terkait dengan tindakan dadakan Bareskrim menetapkan tersangka seorang capim di ujung proses kerja pansel. 

Jadi bukan kegaduhan Bareskrim mengungkap kasus korupsi yang meresahkan Istana. Sebab, Istana tidak resah dengan tindakan pemberantasan korupsi. Namun, kegaduhan menyasar capim KPK di tahap akhir seleksi. Keresahan Istana itu mungkin juga tidak terlepas dengan berita yang ramai diunduh di media sosial hari itu, yakni perjalanan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie di capim KPK tersandung penetapan status tersangka oleh lembaga penegak hukum.

Jimly adalah anggota tim 9 yang dibentuk Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik cicak lawan buaya (KPK vs Polri) jilid II, yang tidak setuju pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bahkan, Juru Bicara Tim 9, Buya Syafi'i Maarif, secara terbuka menyarankan kepada Presiden agar Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim karena dari tindakannya terkesan cenderung kurang respek pada tokoh-tokoh reformis antikorupsi. Jadi mungkin, Istana khawatir jika kegaduhan menersangkakan tokoh-tokoh reformis antikorupsi itu berlanjut. Hampir bisa dipastikan bahwa kegaduhan yang meresahkan Istana bukanlah gebrakan Bareskrim Polri dalam memberantas korupsi. 

Juga dipastikan keliru banget dugaan Buwas dicopot dari jabatan Kabareskrim akibat telepon seorang dirut BUMN kepada seorang menteri agar melaporkan keberatannya kepada Presiden ketika kantornya digeledah polisi. Keberhasilan Bareskrim membongkar banyak kasus korupsi itu layak diapresiasi dan harus bisa dilanjutkan oleh pengganti Buwas di Bareskrim. Terpenting dari semua itu, jangan sampai gairah gebrakan memberantas korupsi oleh Bareskrim itu sekadar kamuflase dari tindakan balas dendam pihak tertentu terhadap tokoh-tokoh reformis antikorupsi, seperti yang terkesan dicemaskan Tim 9. ***
Selanjutnya.....

Pendidikan Life Skill yang Realistis!

REKTOR Binus University Harjanto Prabowo menyatakan orang-orang Indonesia lupa tentang betapa pentingnya anak didik punya keterampilan untuk hidup (life skill), bukan cuma memiliki nilai matematika tinggi.Selama ini semua yang dipelajari di sekolah hanya diukur dengan nilai akademik. Dalam materi Mengelola Pengetahuan di Sekolah; Pendekatan Sistem Leadership kepada para guru peserta School Executive Excursion 2015, Harjanto berkata anak didik tidak hidup hanya di sekolah.

 Mereka juga bagian dari kelompok di masyarakat dan lingkungannya. Jangan sampai pendidikan sudah level SMA, tapi si anak tak punya life skill seusia anak SMA. "Mereka tidak bisa cepat ambil keputusan, sulit menyelesaikan masalahnya sendiri lewat pengetahuan yang didapatnya di sekolah. Jangan sampai pelajaran di sekolah bagus semua, tapi tidak membuat si anak punya kemampuan menyelesaikan masalahnya di lingkungan," kata Harjanto (Kompas.com, 5/9). "Pada akhirnya, kita cuma mendidik anak-anak kita menjadi robot, yang tak mengerti apa-apa.

 Banyak sarjana kita yang seperti ini setelah mereka lulus. Perusahaan menuntut ini-itu, tapi ternyata si sarjana tak bisa apa-apa," ujarnya. Jika ditarik garis lurus, semua itu bermuara pada pendidikan. Data menunjukkan dalam dimensi pendidikan rata-rata lama sekolah, Indonesia hanya 5,8 tahun. Ini jauh di bawah negara ASEAN lain seperti Singapura (10,1 tahun), Malaysia (9,5 tahun), Filipina (8,9 tahun), Brunei Darussalam (8,6 tahun), dan Thailand (6,6 tahun). Itu baru soal durasi, belum bicara kualitas pendidikan terkait kurikulum yang kerap gonta-ganti, tenaga pendidik andalannya guru honorer murni, tambal sulam kebijakan, dana pendidikan selalu kurang, sekolah-sekolah rusak, dan lain-lain. 

Di sekolah anak-anak dididik mimpi, Indonesia negeri kaya raya, sumber alamnya melimpah. Anak-anak Indonesia harus tahu, Indonesia bukan lagi seperti itu. Para pendidik harus jujur ke anak didik bahwa Indonesia sudah semakin rusak. Hasil buminya menipis, bahkan sebagian sudah habis. Korupsi merajalela, dengan utang negara bejibun harus dipikul generasi mereka. Jujur paparkan secara realistis kondisi itu agar anak-anak berpikir ke depan dia mau apa dan harus berbuat apa.

 Kondisikan mereka untuk menyiapkan diri bagi dirinya sendiri dan negaranya menghadapi semua kondisi itu. Pendidikan karakter menyiapkan anak didik siap menyambut masa depan yang realistis, dan dengan bekal life skill siap menghadapi zaman yang terus berubah. ***
Selanjutnya.....

PAN Gabung ke Kubu Pemerintah!

PAN—Partai Amanat Nasional—Rabu (2/9) bergabung ke kubu partai-partai pendukung pemerintah, Koalisi Indonesia Hebat (KIH).Dengan langkah PAN itu pemerintah jadi lebih solid karena didukung suara mayoritas di DPR. "PAN berharap bergabungnya 

PAN ini mendapat respons yang positif bahwa pemerintah kuat, para pengusaha sinyalnya positif, investasi kita berharap juga memberikan tanggapan yang baik bahwa pemerintah kuat karena didukung oleh mayoritas," ujar Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. (Kompas.com, 2/9) Bergabungnya PAN dengan 49 kursi DPR ke KIH yang terdiri dari PDIP (109), PKB (47), NasDem (36), dan Hanura (16), membuat KIH yang semula didukung 208 kursi, kini jadi 257 kursi. Sebaliknya Koalisi Merah Putih (KMP) yang semula 292 kursi, kini menjadi tinggal 243 kursi. Itu dengan menempatkan Partai Demokrat (61 kursi) berposisi sebagai penyeimbang di antara kedua koalisi. 

Meski bukan mayoritas mutlak karena penentuan hasil voting masih tergantung pada suara penyeimbang, kekuatan politik kubu pemerintah di parlemen telah berubah menjadi tidak inferior lagi. Ini sekaligus juga mengubah asumsi-asumsi terkait lemahnya pemerintah di parlemen sehingga terkesan pemerintah harus mengikuti apa pun maunya DPR, sekalipun itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah. 

Contohnya pemaksaan tujuh proyek DPR untuk masuk RAPBN 2016, meski penandatanganan prasastinya dielakkan oleh Presiden Joko Widodo usai pidato kenegaraan Agustus lalu. Seolah, persetujuan pemerintah atas tujuh proyek itu dijadikan bargaining bagi persetujuan DPR atas RAPBN 2016. Pemaksaan itu akan mudah berhasil dengan posisi mayoritas KMP yang mendominasi pimpinan DPR. 

Tapi dengan bergesernya posisi mayoritas ke KIH berkat perpindahan koalisi PAN, pemaksaan untuk itu jadi tak lagi mudah berhasil. Juga dalam pembuatan undang-undang lain nantinya, konsep-konsep pemerintah tak mudah diganjal hingga membutuhkan lobi yang berlarut-larut. Sebaliknya, KMP jadi tidak mudah lagi meloloskan UU yang hanya menguntungkan kubunya, seperti sebelumnya. Dengan pemerintah lebih mudah meloloskan program dan kepentingannya di parlemen, stabilitas politik formal memang bisa lebih solid, seperti dikemukakan Zulkifli Hasan. Kestabilan politik itu jelas bisa menciptakan iklim berusaha yang lebih kondusif sehingga investasi merasa nyaman. Sekaligus, berkat bergabungnya PAN ke koalisi pendukung pemerintah, usaha-usaha pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat akan berjalan lebih lancar. ***
Selanjutnya.....

Pro-Kontra Capim KPK Hasil Pansel!

PRO-KONTRA mewarnai penyerahan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil kerja panitia seleksi (pansel) ke Presiden. Anggota DPR, Ruhut Sitompul, mengacungi jempol hasil pilihan pansel, sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan kecewa. 

Menurut Dahnil, Pansel KPK justru meloloskan calon pimpinan yang dinilainya lemah dan memiliki perspektif agar KPK fokus pada pencegahan, bukan penindakan. "Berangkat dari usaha untuk mengebiri peran KPK, beberapa sosok yang (dipilih) berpotensi bukan memperkuat, melainkan justru melemahkan KPK," ujar Dahnil. (Kompas.com, 2/9) Sementara ICW melalui siaran pers Febri Hendri menilai dari delapan nama yang diajukan pansel ke Presiden terdapat tiga calon yang tidak tepat. ICW mempertanyakan integritas, komitmen antikorupsi, dan keberpihakannya terhadap eksistensi KPK. 

Kata ICW, salah satu kandidat menganggap KPK hanya berfungsi sebagai trigger machine dengan melimpahkan penyidikan kasus korupsi pada kepolisian dan kejaksaan. Calon itu juga tidak setuju dengan adanya penyidik independen KPK. "KPK cukup hanya menjadi pusat informasi perkara korupsi dan KPK hanya memiliki tugas pencegahan," ujar Febri. (Kompas.com, 2/9) Oleh karena itu, Dahnil berharap dalam proses uji kepatutan dan kelayakan, DPR bisa lebih terbuka dan memperhatikan kelemahan yang telah dilakukan Pansel KPK. Komisi III diminta tidak memilih calon pimpinan yang tidak berorientasi pada pemberantasan korupsi. 

Dia percaya, banyak anggota DPR, khususnya Komisi III, yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Pro-kontra hasil seleksi calon pimpinan KPK merupakan hal yang wajar karena justru mencerminkan hidupnya demokrasi. Namun, esensi pro-kontra itu layak dicermati karena proses demokrasi yang ideal adalah untuk menghasilkan yang terbaik. Esensi dimaksud antara lain adanya kesan kerja pansel bertolak dari usaha pelemahan KPK sehingga calon yang dalam wawancara di depan publik secara eksplisit pandangannya berpotensi melemahkan KPK, justru lolos sebagai unggulan untuk tugas hakiki KPK: menindak korupsi.

Misalnya, ketika orang yang dalam pandangannya enggan melakukan penindakan terhadap korupsi, malah diunggulkan untuk duduk di posisi bidang penindakan korupsi. Dahnil benar, harapan tertumpu pada Komisi III DPR, Ruhut Sitompul dan kawan-kawan, untuk menghasilkan pimpinan KPK terbaik, yang layak diacungi jempol! ***
Selanjutnya.....

Tegang, Mahathir Versus Penguasa!

KETEGANGAN mencekam Malaysia. Pemerintahan Malaysia menyesalkan langkah Mahathir Mohamad menghadiri aksi demonstrasi Bersih 4 di Kuala Lumpur, Sabtu (29/8).

Penguasa menyebut Mahathir telah melewati “garis batas”. Hal itu diungkapkan Wakil Presiden partai berkuasa—UMNO—Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein yang juga menjadi Menteri Pertahanan Malaysia. (Kompas.com, 30/8) Menurut Hishammuddin, kehadiran mantan Presiden UMNO itu ke demonstran tidak konsisten dengan ucapannya 1998, bahwa demonstran tidak perlu didukung. "Saya pikir dia telah melanggar prinsip perjuangan yang telah dia ucapkan sebelumnya. Apa yang dia lakukan berkebalikan dengan yang telah dia umumkan saat menjadi Perdana Menteri," tukas Hishammuddin sembari menegaskan kehadiran Mahathir di antara demonstran tidak bisa diterima. 

Sedang Mahathir menyatakan kehadirannya di tengah massa bukan karena ia mendukung Gerakan Bersih 4, melainkan untuk menyokong aspirasi warga. Ia mengaku tidak peduli tuntutan massa yang lain. "Saya hanya ingin Najib mengundurkan diri," kata tokoh senior yang memerintah Malaysia selama 22 tahun itu dikutip AFP dan Malayanonline. (MI, 31/8) Mahathir yang eranya berhasil memajukan ekonomi Malaysia secara signifikan, setelah Wall Street Journal melaporkan aliran dana sebesar 700 juta dolar AS ke rekening pribadi Najib, menyalahkan Najib dan kabinetnya atas masalah ekonomi dan politik yang saat ini menimpa negerinya. 

 "Satu-satunya cara untuk mengembalikan aturan hukum adalah dengan melengserkan perdana menteri ini (Najib) dan untuk menjatuhkan dia, orang-orang harus menunjukkan kekuatan rakyat," tegasnya sembari menambahkan, "Kami harus membawa mosi tidak percaya di parlemen." Meski demikian, sekalipun jumlah demonstran hari Sabtu dilaporkan mencapai 200 ribu orang, stelsel kekuasaan Malaysia amat kuat sehingga amat kecil kemungkinannya untuk bisa menjatuhkan Perdana Menteri. 

Apalagi Badan Pencegahan Korupsi Malaysia sudah mengklarifikasi, meski tanpa jelas menyebut sumber dananya, telah menyatakan dana yang masuk rekening Najib itu sumbangan. Di Indonesia, itu bisa dijerat pasal gratifikasi. Apalagi penguasa Malaysia punya perisai kekuasaan dari aksi massa, yakni Internal Security Act (ISA), justru demonstran yang sudah ditangkap bakal meringkuk lama di penjara. Kekuasaan di Malaysia terlalu steril untuk bisa dijatuhkan oleh aksi massa. Sedang bagaimana nasib Mahathir, jadi teka-teki resolusi sistem politik Malaysia. ***
Selanjutnya.....

Dana Desa Juga Baru Tersalur 20%!

SELAIN ratusan triliun rupiah, berbagai dana mengendap tidak terserap kegiatan program pembangunan, ternyata dana desa dari APBNP 2015 sebesar Rp22,77 triliun juga baru tersalur 20%.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo geram atas hal itu karena, menurut dia, instruksi dan radiogram sudah disampaikan kepada para kepala daerah di seluruh Indonesia. Bahkan, kepala daerah sudah dipanggil ke pusat, begitu pula sekretaris daerah, kepala biro keuangan, dan kepala dinas keuangan pemerintah daerah, begitu juga DPRD. "Akar masalahnya adalah birokrasi yang berbelit-belit dan panjang. 

Tingkat kabupaten dan kota memang harus merencanakan anggaran secara detail, tetapi untuk tingkat kepala desa cukuplah selembar untuk mengajukan perencanaan pembangunan desa," ujar Tjahjo. (Kompas, 28/8) Kenyataannya lebih dari sekadar keruwetan birokrasi, tetapi juga ketakutan dikriminalisasi yang mencekam pejabat daerah sehingga Rp273 triliun dana APBD masih mengendap di Bank Pembangunan Daerah. Bagi aparat pemda, tidak beda mekanisme menyerap APBD yang Rp273 triliun dengan dana desa yang Rp22,77 triliun. Salah sedikit saja, tergelincir masuk bui. Lebih lagi di desa, kelembagaan untuk pengelolaan dana berjumlah relatif besar untuk ukuran masyarakat bawah itu belum siap. 

Kabupaten Tulangbawang mungkin satu-satuanya yang punya lembaga kelompok masyarakat (pokmas) yang sejak awal diberi wewenang mengelola dana pembangunan desa yang diterima dari kabupaten. Pokmas dibentuk oleh warga desa dari warga desa setempat dengan pendampingan tim asistensi dari Universitas Lampung (Unila) yang bekerja sama dengan Pemkab Tulangbawang melaksanakan program Gerakan Serentak Membangun Kampung (GSMK). Kepala kampung sendiri tidak menangani keuangan GSMK yang dikelola pokmas, kecuali sebagai penasihat. 

Dana desa yang juga untuk pelayanan administrasi pemerintahan desa dan membangun perekomomian desa, jelas diperlukan kelembagaan pengelola keuangan desa yang lebih mumpuni. Apalagi dalam perencanaan membangun desa selalu diperlukan sebagai hasil musyawarah warga desa, kelembagaannya harus pula akomodatif dan partisipatif. Tanpa kelengkapan lembaga pengelola dana desa yang menyamankan hati, kepala desa juga tak terlalu bernafsu menjoloknya. 

Cekaman ketakutan dibui karena salah dalam menggunakan dana desa, sama dengan yang dirasakan pejabat di atasnya. Artinya, masih ada hal-hal yang harus disiapkan untuk menyalurkan dana desa agar berkah, efektif, dan efisien. ***
Selanjutnya.....