Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Polri-GNPF MUI Sepakati Aksi 212!

KEPOLISIAN dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menyepakati aksi 2 Desember 2016, juga lazim disebut Aksi 212, digelar di Lapangan Monas, Jakarta. Polri menyiapkan Jalan Medan Merdeka Selatan jika massa tak tertampung di Monas.
Kesepakatan itu dicapai dalam Pertemuan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan GNPF MUI, Senin (Kompas.com, 28/11/2016).
Dalam pertemuan itu, Kapolri menyampaikan larangan aksi yang sedianya digelar di Bundaran Hotel Indonesia. Alasannya, jika itu dilakukan melanggar UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam UU itu, kata Kapolri, unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain. Diatur pula, aparat bisa membubarkan aksi.
Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin jalan protokol yang dipakai banyak pengguna jalan. Jika aksi digelar di sana, hak orang lain terganggu. "Lebih dari itu, akan jadi preseden buruk karena berikutnya nanti akan ada unjuk rasa dengan modus yang sama dengan mengatasnamakan keagamaan. Bayangkan nanti setiap Jumat kegiatan-kegiatan keagamaan dilaksanakan di situ," kata Kapolri.
Preseden buruk bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Warga bisa saja menuntut hal yang sama dengan mengatasnamakan kegaiatan keagamaan.
Aksi di Monas dimulai pukul 08.00, dengan kegiatan ibadah zikir, tausiah, doa bersama, dan diakhiri salat jumat berjemaah. Ketua Dewan Pembina GNPF MUI Rizieq Shihab menyatakan jika ada hal-hal yang terjadi di luar kesepakatan itu, Polri berhak menindak dan memproses hukum.
"Kami, GNPF MUI, tidak bertanggung jawab. Itu hak dan kewajiban Polri untuk mengambil langkah dan mengatasinya," ujar Rizieq.
Sebelumnya, kepolisian memang telah mencium adanya berbagai unsur yang akan menyusup, mendompleng, menunggangi aksi 212 dari membuat kekacauan hingga makar. Dengan pernyataan Rizieq itu, lebih mudah polisi menuntaskan tugas pengamanan negara setelah penangkapan berantai di berbagai tempat seputar waktu menjelang aksi 212.
Salah satu pendomplengan yang ditangkal serius oleh kepolisian adalah kelompok yang berencana memprovokasi dan menggiring massa ke DPR, untuk kemudian mendesak MPR bersidang mencabut amanat dari Presiden Jokowi. Setelah massa dijauhkan dari Jalan Sudirman dan terkosentrasi di Monas, provokasi menggiring massa ke DPR jadi lebih sulit. Dengan demikian, ibadah di aksi 212 bisa lebih khusyuk, segala anasir negatif tak mudah menyusup. ***
Selanjutnya.....

Desentralisasi Pendidikan, UN Hapus!

DALAM rangka mengimplementasikan Nawacita Presiden Jokowi berupa desentralisasi pendidikan, Mendikbud Muhadjir Effendy mulai tahun pelajaran 2017 menghapus ujian nasional (UN). Kemendikbud membuat standar nasional kelulusan siswa yang dijabarkan pemprov untuk SMA/SMK dan pemkab/pemkot untuk SD/SMP.
Menurut Muhadjir, penghapusan UN ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA). "Sesuai amanat MA, bahwa UN itu sebaiknya dilaksanakan kalau nanti secara relatif pendidikan kita sudah bagus dan merata. Kami mengejar itu," ujar Muhadjir. (detik.com, 27/11/2016)
MA memutuskan itu 14 September 2009 dengan Ketua Majelis Kasasi Abbas Said serta anggota Majelis Mansyur Kertayasa dan Imam Hariyadi. MA menyatakan pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, baik sarana maupun prasarananya. Pemerintah diminta untuk memperhatikan terjadinya gangguan psikologis dan mental para siswa sebagai dampak penyelenggaraan UN.
Namun, para tergugat putusan MA itu, Presiden, Wakil Presiden, Mendikbud, dan Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP) tidak menggubris amar putusan MA itu. Rupanya jiwa putusan MA itu dipetik dalam Nawacita Presiden Jokowi dan mencanangkan desentralisasi pendidikan nasional.
Namun, dalam dua tahun pemerintahan Jokowi, Nawacita bidang pendidikan ini beku. Barulah setelah Mendikbud diganti, strategi Nawacita diterapkan.
Sementara Presiden Jokowi di Makassar, Jumat (detik-news, 25/11/2016), menyatakan saat ini rencana penghapusan UN tersebut masih dalam proses. Nanti Presiden akan memanggil sejumlah menteri untuk rapat terbatas (ratas) terkait opsi penghapusan UN itu.
Jokowi ingin tahu sejauh mana efektifnya sistem UN. Dia akan meminta laporan lebih lanjut dari Muhadjir. "Kalau itu memang perlu untuk mengetahui standar-standar dari ujian, dan kualitas pendidikan kita jika itu perlu dilakukan. Jika tidak, saya belum tahu laporannya seperti apa, datanya seperti apa," ujar Jokowi.
Namun, secara terpisah di hari yang sama di Jakarta, Mendikbud menyatakan Presiden telah menyetujui rencana moratorium UN. "Pada prinsipnya Presiden sudah menyetujui, tinggal menunggu inpres (instruksi presiden), mudah-mudahan," kata Muhadjir. (Kompas.com, 25/11/2016)
Persiapan moratorium UN dan kepastian untuk pelaksanaannya di pusat lebih cepat lebih baik agar daerah cukup waktu untuk menerima pelimpahan tugas desentralisasi itu. Jangan serbakepepet sehingga malah mengorbankan kualitas pendidikan itu sendiri. ***
Selanjutnya.....

Bangsa Waras, Ogah Rush Money!

PROVOKASI rush money yang terbukti gagal menimbulkan gerakan ramai-ramai menarik uang dari bank 25 November 2016 menunjukkan bangsa ini waras, sehingga ogah terpengaruh dorongan isu rush money yang bisa mengakibatkan sistem keuangan nasional ambruk dan kacau, akhirnya rakyat sengsara.
Sementara salah satu pengunggah provokasi rush money ke media sosial yang telah dijadikan tersangka oleh polisi mengaku perbuatannya itu hanya iseng. Kepada polisi, tersangka yang ternyata seorang guru SMK Pluit Penjaringan, Jakarta Utara, bernama AR alias Abu Uwais (31) menyesali perbuatannya.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Sabtu (26/11/2016), Abu Uwais tak ditahan. Polisi beralasan karena faktor kemanusiaan, Abu Uwais punya anak yang masih kecil dan juga seorang guru (detikNews, 26/11/2016).
Polisi menyita barang bukti sejumlah status Abu Uwais di Facebook bertema rush money. Selain menulis provokasi agar orang ramai-ramai menarik uangnya dari bank, dia unggah foto dirinya sedang tidur dengan tumpukan uang seolah-olah sudah mengambil uangnya dari bank.
Karena ada tumpukan uang di fotonya itu, polisi pun menelusuri sumber uang yang Abu Uwais pamerkan di Facebook itu. "Apa ada aktor intelektual karena bisa jadi sistematis, ini uang siapa?" ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar.
Dengan penetapan tersangka terhadap Abu Uwais, polisi memperingatkan para pengguna media sosial harus bijak mengelola informasi di dunia maya. Jangan sampai menyebar informasi sesat maupun hasutan karena di mana pun pelaku berada akan dengan mudah terdeteksi. Sedang ancaman hukuman di UU informasi dan transaksi elektronik (ITE) relatif berat.
Tak berhasilnya provokasi rush money meski sempat viral di media sosial, menunjukkan masyarakat bangsa kita benar-benar waras, jalan pikirannya rasional dalam menimbang akibat buruk jika terjadi rush. Apalagi kalau rush yang akibatnya amat buruk bagi perekonomian itu dilakukan hanya sebagai imbal agar seorang tersangka ditahan, padahal proses hukum sedang berjalan.
Dengan begitu, bisa diprediksi segala bentuk hasutan menyesatkan, meski sesaat ketika disampaikan bisa membuat orang tergoda, tapi setelah memikirkan lebih masak hasutan itu dan sampai pada kesimpulannya sendiri betapa buruk akibat hasutan itu jika dilaksanakan, orang segera kembali ke rasionalitas dan kewarasannya.
Itulah yang terbukti dengan gagalnya provokasi rush money sehingga massa tak jadi ramai-ramai menarik uangnya dari bank. ***
Selanjutnya.....

Definisi Makar, Pandangan Ahli Bisa Beda!

DALAM Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) "makar" berarti jika ditemukan syarat adanya perbuatan permulaan pelaksanaan (Pasal 87), membunuh, merampas kemerdekaan, meniadakan kemampuan presiden dan wakil presiden memerintah (Pasal 104), memisahkan diri dari wilayah negara Indonesia (Pasal 106), menggulingkan pemerintah (Pasal 107).
Pekan terakhir "makar" jadi buah bibir setelah Kapolri dan Panglima TNI menyebut adanya rencana makar. Pernyataan Kapolri terkait makar melukiskan ada gerakan menyusup demo 212 yang memprovokasi massa menduduki gedung DPR, lalu mendesak Sidang Istimewa MPR untuk mencabut amanat MPR dari Presiden Jokowi.
Jadi jenis makarnya seperti di Pasal 107, menggulingkan pemerintah. Tentu, pernyataan Kapolri didukung bukti, setidaknya seperti dimaksud Pasal 87, ada perbuatan permulaan pelaksanaan—bisa saja rekaman pertemuan kelompok suatu gerakan menjurus makar.
Selain itu, juga ada laporan masyarakat yang mengadukan penghasutan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Salah satunya laporan dari kuasa hukum Laskar Jokowi, Ridwan Hanafi, ke Polda Metro Jaya. Laporan polisi itu dilengkapi barang bukti video, foto, dan saksi-saksi teregistrasi nomor LP/5735/XI/2016/PMJ/Dirs Reskrimum 21 November 2016, dengan salah satu tokoh yang diduga pelakunya Sri Bintang Pamungkas. (Metrotvnews.com, 22/11/2016)
Demikian isu tentang makar yang menjadi buah bibir dilihat secara awam dari bunyi pasal-pasal UU-nya. Tapi, di kalangan ahli hukum bisa terjadi perbedaan pandangan atau pendapat, lazim sebagai keistimewaan ahli hukum bebas meniliai setiap fakta hukum. Sehingga, untuk sebuah kasus dengan bukti-bukti persidangan yang sama, di antara majelis hakim ada yang membuat dissenting opinion.
Begitu pula dengan isu makar terakhir, berbagai meme muncul di media sosial. Ada yang menyebut Kapolri bicara tanpa bukti. Ada yang menyebut kalau makar itu ada pembunuhan. Padahal, kalau sempat terjadi pembunuhan, berarti aparat keamanan kecolongan.
Kapolri sudah memberi isyarat supaya mencari infonya di Google. Sedang Menko Polhukam menyebut ada di medsos. Artinya, soal makar itu sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi. Contohnya, salah satu bukti yang melengkapi laporan polisi kasus penghasutan menggulingkan pemerintah yang sah didapat pelapor dari YouTube.
Jadi, contoh dan bukti kasus makar yang sudah terang benderang masih dikeluhkan mengada-ada. Tapi begitulah kasus hukum, beda pandangan menjadi kelaziman. ***
Selanjutnya.....

Warga Rohingya Korban Radikalis!

GARA-GARA sekelompok kecil radikalis sok jagoan, dengan senjata tajam menyerang pos perbatasan Myanmar menewaskan sembilan orang polisi 9 Oktober 2016. Usai membunuh sembilan polisi itu, mereka kabur membawa senjata api rampasan.
Akibatnya, pemerintah menurunkan militer untuk membasmi perlawanan di kawasan itu. Dengan cara lebih radikal lagi, puluhan warga Rohingya tewas dianiaya militer, wanita diperkosa, seluruh kampung dibakar, dan ribuan warga kocar-kacir lari masuk hutan. (AFP/Kompas.com, 23/11/2016)
Pada awal pembersihan, 30-an warga sipil tewas. Jumlah korban tewas terus bertambah selama pembersihan oleh tentara di desa-desa Negara Bagian Rakhine yang banyak dihuni warga Rohingya. Pemerintah Myanmar menyebut serangan terhadap pos perbatasan itu pemberontakan. Pemerintah menuduh seorang militan radikal yang dilatih Taliban Pakistan memimpin serangan dan menggerakkan ratusan warga Rohingya.
Terbukti, membantu rakyat Rohingya dengan mengirim pejuang, pelatih militer dan senjata, hanya memperburuk nasib warga Rohingya yang tersisa di negeri itu. Karena itu, bantuan kemanusiaan bagi mereka yang tersisa serta yang terusir tanpa kepastian nasibnya, layak diprioritaskan masyarakat internasional. Seiring itu, kalangan pemerintah dan lembaga formal di jalur diplomasi mengusahakan naturalisasi kewarganegaraan mereka sesuai hukum internasional—cukup setelah tinggal lima tahun. Warga Rohingya telah tinggal di Negara Bagian Arakan dan Rakhine, Myanmar, sejak abad VII Masehi, tapi tetap tak diakui sebagai warga negara Myanmar.
Tanpa kewarganegaraan, mereka kesulitan memperoleh hak dan akses kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi Rohingya mencapai 3 juta jiwa. Sekitar 800 ribu jiwa bermukim di Rakhine yang tergolong paling miskin di Myanmar, sisanya menyebar di banyak negara.
Secara kemanusiaan, Pemerintah Indonesia sudah cukup baik membantu warga Rohingya sejak para nelayan menyelamatkan perahu mereka yang terombang-ambing berlabuh di Aceh. Namun, itu saja jelas tak cukup. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia menjadi amat naif kalau hanya puas menonton penyiksaan terhadap sesama warga muslim yang sudah kelewat batas itu.
Lebih lagi sebagai sejawat anggota ASEAN. Kita hormati prinsip nonintervensi di antara negara ASEAN. Cukup dengan senyum dorong penghormatan norma dan nilai kemanusiaan melalui ASEAN Intergovernmental Commission of Human Right. ***
Selanjutnya.....

Tausiah Kebangsaan Sikap MUI!

LEWAT pernyataan sikap yang tertuang dalam Tausiah Kebangsaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) bukanlah merupakan bagian dari Dewan Pimpinan MUI dan tidak ada hubungan struktural formal apa pun juga antara DP MUI dan GNPF-MUI.
Tausiah Kebangsaan yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dan Sekjen KH Anwar Abbas itu, menyatakan aksi demo GNPF-MUI pada 2 Desember 2016 hendaknya dilakukan dengan tidak menggunakan atribut atau logo atau simbol-simbol MUI. (detiknews, 22/11/2016)
MUI mengimbau masyarakat agar dalam ikhtiar memperjuangkan musyawarah dengan para pengambil kebijakan, eksekutif, legislatif, dan aparat penegak hukum, menyampaikan pernyataan pendapat melalui pers dan media komunikasi lainnya karena hal tersebut dinilai lebih efektif dan memberikan citra positif bagi pendidikan demokrasi di Indonesia.
Apabila terpaksa hendak melakukan demo, MUI mengimbau agar dilakukan dengan sopan, tertib, damai, akhlakul karimah, serta mematuhi peraturan yang berlaku.
MUI juga mengingatkan peserta unjuk rasa agar tetap fokus pada tema penegakan hukum kasus penistaan agama, tidak menyimpang untuk tujuan lainnya yang tidak sesuai dengan semangat menjaga kebhinnekaan dan keutuhan NKRI.
Pada bagian akhir, MUI mengimbau kepada pihak kepolisian dan aparat keamanan lainnya agar dalam menghadapi peserta unjuk rasa tetap mengedepankan pendekatan persuasif, dialogis, profesional, dan proporsional, serta menghindari penggunaan kekerasan.
Tampak, MUI menyumblimasikan dirinya di tempat semestinya, di atas semua kelompok dan golongan umat Islam, bukan paralel atau menjadi bagian dari kelompok tertentu. MUI juga menolak pengawalan dirinya sebagai entitas independen yang bebas dari segala ancaman.
Itu tersirat dari Tausiah Kebangsaan MUI itu, sekaligus dengan posisi sublim di atas semua kelompok dan golongan itu, MUI memberikan norma ideal bagi kehidupan berdemokrasi. Utamanya dalam memberikan citra positif bagi pendidikan demokrasi di Indonesia, disarankan supaya menyampaikan pernyataan pendapat atau aspirasi melalui pers dan media komunikasi lainnya karena dinilai lebih efektif.
Namun, MUI realistis. Apabila terpaksa hendak melakukan demonstrasi, MUI mengimbau agar dilakukan dengan sopan, tertib, damai, akhlakul karimah, serta mematuhi peraturan yang berlaku. Pesan dan pendapat jelas lebih mudah diterima jika disampaikan tanpa caci maki dan ujaran kebencian. ***
Selanjutnya.....

Utang RI 27% PDB, Rp3.444 Triliun!

JADI pembicara dalam Rapat Kerja Nasional Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Sabtu (19/11/2016), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap utang RI sekarang Rp3.444,82 triliun atau 27% dari produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp12.600 triliun—sekitar 1.000 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Atas kekhawatiran RI bisa bangkrut, Sri membandingkan dengan AS yang memiliki PDB sekitar 18 ribu miliar dolar AS, rasio utang terhadap PDB-nya mencapai 70%. Sedangkan Jepang, dengan PDB sekitar 4.000 miliar dolar AS, rasio utangnya 200% dari PDB.
"Jadi pertanyaannya, kok mereka enggak bangkrut? Kok enggak khawatir?" tukas Sri Mulyani. (detik-finance, 19/11/2016)
Alasan kedua negara tersebut tidak bangkrut, menurut Sri Mulyani, karena ekonomi negara tersebut terus tumbuh. Kondisi itu yang bisa menjamin utang-utang dengan nilai fantastis bisa terlunasi. Ia tegaskan, ekonomi sebuah negara dengan utang yang besar tidak boleh berhenti tumbuh. "Ekonomi mereka itu terus memproduksi," ujarnya.
Hal seperti itulah, yang sedang dijalankan pemerintah. Mengeluarkan kebijakan agar ekonomi tetap berjalan. Dalam 10 tahun terakhir, menurut Sri, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih besar dibanding utang. Ia pastikan itu kondisi yang sehat.
Hal penting yang membuat AS dan Jepang tidak khawatir bangkrut, karena setiap sen utangnya benar-benar dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, sehingga kemakmuran rakyatnya terjamin dan terus meningkat.
Sebaliknya di Indonesia, setiap hari semakin banyak saja orang yang diringkus KPK, polisi dan jaksa, tertangkap melakukan korupsi. Akibatnya, semakin fantastis tambahan utangnya, semakin masif orang yang digiring masuk bui, bertambah khawatir bangkrut.
Hal berikutnya yang membuat khawatir, terus menurunnya peran industri manufaktur dari 29% pada 2001 tinggal 21% PDB pada 2010 (Faisal Basri, Membangkitkan Kembali Perekonomian Indonesia, 10/7/2015). Hingga, populasi besar sebagai pasar justru menjadi ladang empuk barang substitusi impor ilegal alias seludupan. Rachmat Goebel, sebelum jadi Menteri Perdagangan, menyatakan 60% barang substitusi impor di pasar domestik berasal dari seludupan.
Tampak, kekhawatiran bangkrut itu lebih akibat buruknya mentalitas pejabat dan aparatnya. Contohnya di Surabaya, direksi BUMN pengelola pelabuhan terseret kasus pungli anak buahnya di lapangan yang selama ini menghambat dwelling time. Sedih, rangkaian pemerkosaan ekonomi yang sistemik begitu tak kunjung habis diatasi. ***
Selanjutnya.....

Save Bank Syariah dari Rush Money!

SESUAI dengan perkiraan nasabah perbankan syariah merupakan mayoritas yang bakal terpengaruh gerakan rush money, ramai-ramai menarik simpanan di bank pada 25 November 2016 sebagai imbal tuntutan supaya Ahok ditahan, suatu langkah bersama "save bank syariah" harus dilakukan secara terkoordinasi.
Langkah terkoordinasi itu, berarti dalam kendali Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), adanya suatu tindakan darurat seperti melakukan suspend, yakni menghentikan semua transaksi seketika untuk sementara waktu, bisa dipertanggungjawabkan legalitasnya secara kelembagaan.
Tanpa tindakan darurat suspend yang legal, pengalaman ambruknya perbankan nasional oleh rush nasabah pada 1998 bisa terulang. Andai waktu itu ketika terlihat gejala menjurus rush semua transaksi bisa langsung di-suspend, mungkin realisasinya tidak sedemikian buruk. Karena itu, legalitas atau dasar hukum suspend transaksi di perbankan saat rush harus disiapkan.
Penyelamatan perbankan syariah penting, karena pada 2016 ini pertumbuhan asetnya melejit 17,58% per September menjadi Rp331,76 triliun sehingga pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan nasional naik dari 4,87% pada akhir 2015 menjadi 5,3% pada akhir September 2016. (Kompas.com, 21/11/2016)
Angka pertumbuhan 5% bagi perbankan syariah itu selama ini dikenal sebagai jebakan yang tak bisa dilewati. Sebagai trapped, angka 5 persen itu belum pernah tercapai sepanjang sejarah perbankan syariah di Indonesia. Pada akhir 2014, misalnya, share bank syariah sudah mencapai 4,89%. Tapi pada Maret dan April 2015 melorot lagi jadi 4,67%. Dan akhir 2015 cuma 4,87%, lebih rendah dari 2014.
Kini justru saat kondisi perbankan syariah sedang bagus-bagusnya, muncul gerakan rush money yang bukan saja mengganggu, malah bisa meruntuhkannya. Untuk mengatasi ancaman itulah, perbankan syariah perlu sekoci penyelamat dari OJK dan BI.
Untuk semua itu, persiapan menghadapi rush money harus matang segala seginya. Tak tepat menyepelekan ancaman itu hanya gertak sambal. Karena dalam situasi seperti ini, sering mereka yang melakukan benar-benar dengan tekad bulat dan idealisme membara. Ada pula yang unjuk militansi dan kemampuan ekonomi di lingkungan perjuangannya.
Model orang seperti itu yang bakal dihadapi, umumnya mereka menuntut layanan prima. Padahal saat suspend diberlakukan, berarti pelayanan ditiadakan. Di situlah klimaks dramanya, semua solusi yang diperlukan untuk mengatasinya harus tersedia. ***
Selanjutnya.....

Perbankan Syariah Ambruk Duluan!

PROVOKASI rush money masih terus gencar dilakukan lewat media sosial (medsos) agar umat Islam menarik dana simpanannya di bank pada 25 November 2016 sebagai imbal tuntutan agar Ahok yang sudah dijadikan tersangka ditahan oleh polisi.
Kalau provokasi tersebut berhasil dan umat Islam ramai-ramai menarik uangnya dari bank, hampir bisa dipastikan yang pertama ambruk adalah perbankan syariah! Alasannya, karena umat Islam yang "melek" medsos sehingga kemungkinan bisa terpengaruh oleh provokasi tersebut kebanyakan menyimpan uangnya di perbankan syariah.
Jadi, rencana aksi rush money itu kalau provokasinya berhasil menggerakkan umat Islam untuk menarik uang simpanannya dari bank, bukan mustahil bisa menjadi senjata makan tuan. Justru kekuatan ekonomi umat Islam sendiri yang pertama tumbang dan mengalami kehancuran.
Dengan akibatnya yang bisa menghancurkan kekuatan ekonomi umat itu, layak disimak saksama asal mula gagasan rush money umat Islam itu. Jangan-jangan idenya disusupkan oleh elemen Yahudi sehingga mendorong orang-orang berduit dari kalangan umat Islam Indonesia siap menjadi martir bom bunuh diri meledakkan dirinya sendiri.
Andai perbankan syariah ambruk, berapa besarkah share-nya pada perbankan nasional? Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada akhir 2015 pangsa pasar bank syariah terhadap total pasar perbankan nasional baru mencapai 4,87%, diharapkan pada 2016 ini bisa jadi 5%. (Antara, 24/2/2016)
Dengan share sebesar itu pada total pasar perbankan nasional tentu dampak ambruknya perbankan syariah akan dirasakan oleh perbankan nasional. Namun, mungkin dampak sistemiknya tidak akan sampai menyeret ikut ambruk perbankan nasional.
Lebih-lebih kalau sejak awal perbankan nasional telah mengantisipasinya. Yakni, ketika di pagi hari 25 November 2016 itu memang terjadi rush, hari itu bank-bank tidak mengisi ulang ATM mereka yang telah habis terkuras, lalu lokasi setiap ATM dikawal polisi dan TNI agar tak dirusak.
Lalu, untuk mengisolasi dampaknya, semua kantor bank pagi itu juga melakukan suspend. Bahkan, kalau hal serupa juga dilakukan perbankan syariah, mungkin mereka akan mampu bertahan.
Namun, semua itu bisa dihindarkan dan tidak sampai terjadi, kalau organisasi arus utama umat—MUI, NU, Muhammadiyah, ICMI dan lainnya—sebelum sampai jadwal rush money itu sudah lebih dahulu mengingatkan umat Islam, terutama kalangan berduitnya, agar tidak mau dijadikan martir bom bunuh diri penghancuran ekonomi umat. ***
Selanjutnya.....

Hindari Menebar Fitnah di Medsos!

IMBAUAN Presiden Joko Wibowo untuk menghentikan caci maki dan menebar fitnah di media sosial (medsos) layak diperhatikan netizen, karena konsekuensinya amat berat. Untuk itu baik disimak tausiah mantan Rois Syuriah NU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang ditulis Asma Nadia, "Ladang Pahala dan Dosa di Media Sosial". (Republika.co.id, 3/10/2015)
Konsekuensinya, menurut tausiah itu, bagi korban fitnah Allah memberi fasilitas untuk mengambil pahala yang memfitnah di akhirat nanti. Jika pahala habis, dosa yang difitnah dialihkan ke orang yang memfitnahnya.
Suatu ketika Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda."
Kemudian Rasulullah saw berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakat, dan pahala hajinya, tetapi ketika hidup di dunia dia mencaci orang lain, menuduh tanpa bukti terhadap orang lain, memakan harta orang lain (secara batil), menumpahkan darah orang lain (secara batil), dan dia memukul orang lain. Maka sebagai tebusan atas kezalimannya, diberikanlah di antara kebaikannya kepada orang yang dizaliminya. Semuanya dia bayarkan sampai tidak ada yang tersisa lagi pahala amal salehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu. Dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka."
Kata Rasulullah saw selanjutnya, "Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka." (HR Muslim nomor 6522)
Dalam konteks zaman dulu tanpa medsos, orang yang memfitnah atau menuduh tanpa bukti bisa bangkrut di akhirat. Apalagi kini jika melakukannya di medsos, semakin banyak follower, yang terpengaruh tuduhannya kian banyak. Konon lagi follower me-retwit atau share lalu viral, fitnahnya menyebar cepat mencapai ribuan bahkan jutaan orang.
Lebih celaka kalau yang difitnah tidak mau memaafkan, fitnah itu menjadi tabungan si korban yang kelak akan menyedot amal sang pemfitnah. Karena itu, hati-hati berselancar di medsos, hindari menebar caci maki dan fitnah. Share dan retwit hal-hal yang positif saja, bermanfaat bagi diri dan follower. ***
Selanjutnya.....

Medsos Jadi Ajang Provokasi, Rush Money!

PRESIDEN Joko Widodo menyoroti situasi masyarakat yang berkembang di media sosial (medsos). "Jangan sampai ada yang ingin memecah belah kita, karena kalau kita lihat di medsos pada sebulan, seminggu, dua minggu belakangan isinya saling menghujat, isinya saling ejek, isinya saling maki, banyak yang fitnah, adu domba, provokasi," tukas Presiden.
Hal itu Presiden katakan pada Silaturahim Nasional Ulama Rakyat di Jakarta, Sabtu (12/11/2016). "Bangsa kita punya sopan santun yang baik, akhlakul karimah yang baik, tapi yang tadi saya sampaikan marilah kita bersama-sama ingatkan yang itu bukan nilai-nilai bangsa Indonesia, itu bukan nilai kesantunan," tegas Presiden. (detiknews, 12/11/2016)
Meski Presiden mengungkap itu dengan tujuan menghentikan penyalahgunaan medsos, pekan terakhir justru muncul provokasi yang bisa menghancurkan ekonomi bangsa. Yakni gerakan rush money, yang memprovokasi penarikan uang secara besar-besaran pada 25 November 2016.
Ajakan yang tersebar di medsos itu seolah bertujuan menuntut proses hukum kasus penistaan agama oleh Ahok. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini gerakan rush money yang bisa merusak perekonomian ini memiliki target lain. (Kompas.com, 18/11/2016)
Jika sampai terjadi rush money, bank diserbu orang menarik uangnya, bank-bank tumbang dan kekacauan ekonomi terjadi seperti 1998. Karena itu, Ketua DPR Ade Komarudin tegas, itu membahayakan. "Saya minta benar aparat kepolisian untuk menyelidiki dan cepat ditemukan pelaku tindakan itu," ujar Ade.
Menko Perekomomian Darmin Nasution menyebut isu rush money mengada-ada, mengalihkan langkah (politik) ke ekonomi. Sementara Gubernur BI Agus Martowardojo meminta masyarakat tidak terpengaruh isu penarikan uang secara massal pada 25 November 2016. Agus memastikan perekonomian Indonesia dalam keadaan baik. Begitu juga perbankan, likuiditas terjaga dengan sehat.
Dengan semua kejadian itu terkesan medsos berbahaya bagi kesatuan bangsa maupun perekonomian nasional. Padahal media, termasuk medsos, sebagai medium atau wadah proses komunikasi, sebenarnya bersifat netral.
Dengan kenetralan itu, mau jadi apa suatu media tergantung isi yang dimasukkan penggunanya. Kalau diisi sampah, jadilah ia keranjang sampah.
Diisi caci maki, fitnah, jadi penista. Diisi provokasi, jadi provokator.
Sekali lagi bukan salah mediumnya karena muatan buruk di medsos itu cerminan watak pengisi materinya. Kalau muatannya baik, berarti watak pengisinya baik. Sebaliknya muatan buruk. ***
Selanjutnya.....

Di Balik Surplus, Ekspornya Merosot!

DI balik berita surplus perdagangan, terjadi kemerosotan ekspor dan impor nonmigas Indonesia cukup signifikan, yakni dari nilai ekspor 2011 sebesar 203,49 miliar dolar AS, menjadi 150,37 miliar dolar AS pada 2015. Sedang impor, dari 136,73 miliar dolar AS pada 2011 menjadi 118,12 miliar dolar AS 2015.
Bahkan data BPS 2016, ekspor Januari—Oktober baru 117,09 miliar dolar AS. Kalau ekspor November dan Desember 2016 bisa seperti Oktober sebagai hasil ekspor bulanan tertinggi sepanjang 2016 yakni 12,78 miliar dolar AS, nilai ekspor 2016 masih terendah sejak 2011. (Kompas, 16/11/2016)
Sedang impor Oktober 2016 mencapai 11,47 miliar dolar AS, kalau November dan Desember bisa menyamai Oktober, dengan capaian Januari—Oktober 2016 sebesar 110,17 miliar, kinerja impor pada 2016 bisa lebih baik dari 2015 sebesar 118,12 miliar dolar AS.
Dari data BPS itu layak disimak, tak cukup puas hanya oleh surplus perdagangan kalau nilainya terus merosot, karena skalanya terus mengecil. Dengan kue yang makin kecil dibagi untuk jumlah penduduk yang terus bertambah banyak, bagian per orangnya kian mengecil. Padahal, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, kue nasional itu harus terus diperbesar.
Penurunan laten ekspor itu setidaknya akibat tiga hal, turunnya harga komoditas, terutama batu bara dan karet, melemahnya permintaan akibat krisis ekonomi dunia, dan berlakunya UU No. 4/2009 tentang Larangan Ekspor Mineral dan Batu Bara (Minerba) Mentah mulai Januari 2014 yang tidak diantisipasi dengan baik.
Pemerintah kita lucu, membuat sendiri UU, menetapkan waktu berlakunya lima tahun ke depan (2009 ke 2014) tapi tak mempersiapkan dengan baik peralihannya. Saat Januari 2014 UU berlaku efektif, ribuan usaha tambang menengah ke bawah dengan ratusan ribu pekerja ditutup, ribuan kapal pengangkut ekspornya jadi nganggur—hanya karena langka smelter pemroses mineral.
Masalahnya, biaya membangun smelter mahal, minimum Rp2 triliun per unit. Bahkan tanpa kemauan kuat, smelter raksasa Freeport dan Newmont sampai tahun terakhir belum siap. Apalagi tambang rakyat menengah ke bawah, tak ada yang layak mendapat kredit bank Rp2 triliun untuk membangun smelter.
Semestinya sejak UU disahkan, pemerintah memberi penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN terkait untuk membangun setidaknya 10 smelter di seluruh Tanah Air, minerba rakyat tertampung sejak Januari 2014 itu.
Tapi, saat era Jokowi bancakan PMN lebih Rp40 triliun, juga tak ada untuk satu smelter pun. ***
Selanjutnya.....

Ahok Tidak Mengajukan Praperadilan!

KETIKA polisi mengumumkan status Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus menistakan agama, banyak orang menarik napas setengah lega. Cuma setengah lega karena tersangka bisa mengajukan praperadilan dan banyak contoh gugatan tersangka menang.
Hal itu agaknya disadari tim pemenangan pasangan calon gubernur Ahok-Djarot. Oleh karena itu, sekretaris tim pemenangan pasangan itu, Ace Hasan Syadzily, segera mengumumkan bahwa tim kuasa hukum Ahok tidak mengajukan praperadilan atas status tersangka Ahok. (detiknews, 16/11/2016) Dengan demikian, diharapkan orang-orang yang menghela napas setengah lega, akhirnya jadi merasa lega.
Dalam posisinya sebagai tersangka itu, orang ingin Ahok tidak neko-neko, banyak tingkah. Namun, menunjukkan sikap hormat kepada hukum, dalam hal ini mengakui polisi telah bekerja profesional sepanjang penyelidikan hingga gelar perkara. Dan itu dia tunjukkan dengan menerima statusnya sebagai tersangka sehingga sejak awal menegaskan tidak ada niat mengajukan praperadilan.
Masalahnya, status Ahok sebagai cagub tidak gugur dengan status tersangka yang dia sandang. Oleh sebab itu, status tersangka itu kesempatan mengubah penampilan, dari banyak omong menjadi orang yang taat hukum. Memang, menjadi tugas tim pemenangan untuk memoles Ahok menjadi figur yang tidak terlalu kontroversial lagi.
Tugas tim pemenangan untuk itu hal yang semestinya. Saat Richard Nixon menjadi calon presiden pada 1960-an, tim pemenangannya harus me-make up wajahnya yang sangar hingga menjadi welas asih di layar televisi. Mungkin saja tim pemenangan "menjahit" sedikit pinggir mulut Ahok agar bicaranya lebih terkontrol.
Apalagi menurut pengacara Ahok, Sirra Prayuna, keputusan untuk tidak mengajukan praperadilan juga diambil agar tidak ada polemik yang terjadi secara terus-menerus. (detiknews, idem) Jelas untuk menghabisi polemik kunci utamanya justru di pihak Ahok harus berhenti bicara memancing reaksi pihak lain maupun melayani pancingan pihak lain.
Untuk itu, dasar utama yang diperlukan pada diri Ahok adalah menghormati semua parpol pengusungnya. Lebih-lebih dengan posisinya sebagai tersangka, yang harus konsentrasi mengikuti proses hukum di kepolisian, usaha pemenangannya dalam pilgub lebih bertumpu pada kerja mesin parpol pendukung.
Tanpa itu, kenyataan Ahok terbelenggu status tersangka, dengan segala keterbatasannya, peluang menangnya sudah tereduksi hingga tidak mudah mendapatkan kompensasinya. ***
Selanjutnya.....

Syiah Yaman Pakai Rudal Balistik!

PEMBERONTAK Syiah Houthi Yaman, Selasa (15/11/2016), melakukan serangan memakai peluru kendali (rudal) balistik ke wilayah Arab Saudi dari Najran, Yaman. Angkatan Udara Saudi dengan rudal Patriot berhasil mencegat dan menjatuhkan rudal itu sebelum mencapai sasaran.
Pemberontak Houthi dengan bantuan Iran mampu menguasai Ibu Kota Sanaa dan wilayah utara Yaman, sedang pemerintah resmi Yaman menyingkir ke selatan. Dukungan Iran kepada Houthi itu salah satu alasan Arab Saudi menutup kuota haji buat jemaah dari Iran musim haji terakhir.
Serangan rudal balistik pemberontak Houthi Selasa itu bukan yang pertama. Menurut AFP, serangan rudal pemberontak Houthi itu telah dilakukan sejak Maret menargetkan pangkalan udara Arab Saudi. Serangan rudal itu selalu berhasil ditangkis Saudi dengan rudal Patriot. (Kompas.com, 15/11/2016)
Pada 27 Oktober 2016 serangan rudal balistik Houthi itu ditangkis dan jatuh dekat kota suci umat muslim, Mekah. Serangan itu langsung mengundang kecaman negara-negara teluk pendukung Arab Saudi. Namun, pemberontak berkeras rudal itu ditembakkan ke Jeddah, bukan ke Mekah.
Tiga hari kemudian, 30 Oktober 2016, koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan serangan udara ke penjara di Kota Hodeidah, Yaman, menewaskan 60 orang dan 38 orang lainnya luka, terdiri dari tahanan dan petugas penjara. (Al-Jazeera, 31/10/2016)
Sebelumnya, 8 Oktober 2016, serangan udara koalisi menyasar upacara pemakaman kelompok Houthi, menewaskan puluhan orang yang kebanyakan warga sipil. Serangan ini oleh tim panel PBB dinyatakan melanggar hukum kemanusiaan internasional. (Sindonews.com, 21/10/2016)
Konflik Yaman meruyak Maret 2015 ketika pemberontak Syiah Houthi pro-Iran didukung militer Yaman yang setia kepada mantan Presiden Ali Abdullah Saleh merebut ibu kota Sanaa. Presiden Yaman Abedrabbo Mansour Hadi mengasingkan diri ke Arab Saudi, pemerintahan dijalankan Wakil Presiden Mushin al-Ahmar yang menyingkir dari Ibu Kota.
DK PBB sejak April memastikan Hadi presiden sah Yaman, dan memerintahkan agar Houthi dilucuti. Arab Saudi dan koalisi internasional menjalankan mandat DK PBB untuk melucuti Houthi, tapi sejauh ini belum berhasil.
Di sisi lain, utusan PBB Ismail Cheikh Ahmed mengupayakan damai dengan menghilangkan perpecahan. Tapi dipetik Reuters (30/10/2016), usul itu ditolak Hadi karena pemerintahan baru minus Wakil Presiden Mushin al-Ahmar.
Sementara perang Yaman yang telah menewaskan lebih 10 ribu orang itu semakin seru dengan senjata pembunuh massal! ***
Selanjutnya.....

Poros Maritim, Kapal pun Nganggur!

IRONIS! Justru saat Indonesia mendaulat diri sebagai poros maritim dunia, ribuan kapal terdampar menganggur di tambatan karena tak mendapat muatan barang ekspor untuk diangkut ke luar negeri.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pelayaran Nasional Johnson W Sutjipto mengatakan itu terjadi sejak pemerintah melarang ekspor mineral, bauksit, dan batu bara berbentuk mentah. Akibatnya, sekitar 4.800 unit kapal atau 30% dari 16 ribu kapal yang ada hanya menganggur terparkir di laut, tidak beroperasi. (detikFinance, 14/11/2016)
Undang-undang menetapkan ekspor hasil tambang harus diproses sehingga mendapat nilai tambah. Namun, sampai saat aturan itu berlaku banyak smelter semestinya sudah beroperasi, ternyata belum dibangun. Bahkan lokasi pembangunan smelter-nya ada yang saat itu belum jelas, seperti smelter yang harus dibangun PT Freeport dan Newmont.
Selain itu, adanya penurunan permintaan batu bara dari Tiongkok. Pada saat harga batu bara turun, menurut Johnson, Tiongkok menyepakati perjanjian ramah lingkungan sehingga tidak lagi menggunakan banyak batu bara. Akibatnya 800—1.000 kapal pengangkut batu bara tidak beroperasi, parkir di Samarinda, Kalimantan Timur.
Selain itu, turunnya harga minyak dunia juga berpengaruh terhadap bisnis perkapalan. Menurut dia, berkurangnya permintaan menjadikan sejumlah kapal pengangkut minyak dan gas parkir menganggur di Batam.
Masalah berat dihadapi para pengusaha yang kapalnya menganggur itu bukan hanya wajib tetap membayar gaji pegawai dan ABK, serta listrik, melainkan biaya pemarkiran kapal terkait penerimaan negara bukan pajak (PNPB) yang harus dibayar justru naik 10 kali lipat. "Ini cukup sadis untuk kondisi sekarang," tukas Johnson.
Jelas sadis. Di tengah negara membutuhkan banyak transportasi laut untuk menyatukan pulau-pulau dalam kemakmuran bersama masyarakat nusantara, ribuan kapal aset masyarakat terkapar sia-sia.
Itu terjadi akibat kurangnya pengaturan dalam penghentian ekspor mineral mentah dan kesiapan pembangunan smelter sehingga terjadi kekosongan ekspor. Akibat kelemahan pengaturan pemerintah terhadap dunia usaha itu bukan hanya ribuan kapal ketiadaan muatan, bahkan lebih penting lagi, penerimaan ekspor hasil tambang tersebut lenyap dari ekonomi nasional. Dengan begitu, banyak orang kehilangan penghasilan.
Pelajaran pahit buat bangsa. Selain bantuan prioritas mempercepat penyelesaian smelter, pemanfaatan kapal-kapal itu untuk poros maritim ekonomi nusantara harus diupayakan. ***
Selanjutnya.....

Pro-Kontra Polling Pilgub Iwan Fals!

PASCADEMO besar 411 menuntut Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diproses hukum kasus penistaan agama, Sabtu (12/11/2016), pukul 20.33, penyanyi Iwan Fals membuat polling Pilgub DKI di akun Twitter @iwanfals. Hasilnya menyulut pro-kontra, hingga ada yang minta hasil polling dihapus.
Polling didasarkan pada pertanyaan, "Andai Pemilihan Kepala Daerah Jakarta dilaksanakan sekarang, siapa pilihanmu?"
Sampai Minggu (13/11/2016), pukul 00.03, polling diikuti sekitar 25 ribu pemilik akun Twitter, dengan hasil sementara (saat itu polling belum ditutup), Ahok masih mendapat suara sekitar 60%, Agus Yudhoyono 23%, dan Anies Baswedan 18%. (Kompas.com, 13/11/2016)
Namun, polling itu menuai pro-kontra. Karena itu, Iwan Fals menggelar polling kembali dengan pertanyaan, "Duh, bikin polling kok pada berantem, jadi mending dihapus apa tidak ya polling?"
Para pemilik akun Twitter ternyata meminta agar hasil polling tidak dihapus. Pemilih jawaban jangan dihapus sekitar 76%, sedang yang minta untuk dihapus berkisar 24%.
Hasil polling @iwanfals itu jelas mengejutkan. Sebab, setelah didemo anti-Ahok besar-besaran 411, suara pendukung Ahok justru jadi lebih besar dari hasil survei-survei sebelum demo besar, sekalipun hasil survei itu diumumkan setelah demo 411.
Bahkan, pada pekan terakhir Ahok praktis tak bisa kampanye, karena setiap datang ke suatu lokasi sesuai jadwal kampanye, ia selalu diadang sekelompok orang yang menolak kehadiran Ahok kampanye di situ.
Salah satunya survei Sinergi Data Indonesia (SDI) yang dilakukan 21—28 Oktober 2016, tapi hasilnya baru diumumkan Minggu (13/11/2016). Menurut Direktur SDI Barkah Pattimahu, pasangan Ahok-Djarot meraih dukungan terbesar, yakni 35,23%, disusul Anies-Sandi 20,24%, dan Agus-Sylvi 17,04%. Hasil survei SDI tak jauh dari hasil survei dua lembaga lain sebelum demo 411, yakni survei LSI mencatat Ahok-Djarot 31,4%, Anies-Sandi 21,1%, dan Agus-Sylvi 19,3%. Juga survei Media Survei Nasional (Median) mencatat Ahok-Djarot 34,2%, Anies-Sandi 25,4%, Agus-Sylvi 21%. (Kompas.com, 21/10/2016) 

Sedang hasil survei Populi Center dan SMRC bisa sebagai jembatan hasil survei-survei itu dengan polling @iwanfals. Survei Populi Center mencatat Ahok-Djarot 45,5%, Anies-Sandi 23,5%, Agus-Sylvi 15,8%. Sedang survei SMRC mencatat Ahok-Djarot 45,4%, Agus-Sylvi 22,4%, dan Anis-Sandi 20,7%.
Betapa fenomenal Pilgub DKI. Dari hasil semua survei, Ahok unggul meski didemo besar 411. Mungkin beda kalau jadi tersangka. ***
Selanjutnya.....

'Sandiwara' Gelar Perkara Terbuka!

DUA mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Hamdan Zoelva menyebut gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama secara terbuka melanggar hukum karena tidak diatur dalam undang-undang. Keduanya menyarankan agar gelar perkara tersebut dilakukan secara tertutup.
Kedua tokoh menyampaikan saran itu kepada Presiden Joko Widodo saat bersama 16 pimpinan organisasi Islam diundang ke Istana Merdeka, Rabu (9/11/2016). Mahfud hadir sebagai Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni HMI, sedang Hamdan Zoelva sebagai Ketua Syarikat Islam.
"Presiden dengan baik mengatakan, 'Loh saya katakan terbuka saja agar masyarakat melihat tidak ada yang ditutupi. Tapi kalau menurut aturan tidak boleh dan menimbulkan problem, tidak usah," kata Mahfud, menirukan ucapan Presiden. (Kompas.com, 10/11/2016)
"Saya berharap itu dilakukan secara terbatas, tidak secara terbuka," ujar Hamdan. "Karena bisa menimbulkan masalah yang tanggapan rakyat di bawah bisa beda."
Hamdan menyarankan jika ingin transparansi, gelar perkara bisa dilakukan secara terbuka terbatas. Gelar perkara hanya dihadiri oleh sejumlah pihak yang menjadi pemangku kepentingan, bukan disiarkan terbuka untuk publik. Presiden menerima saran itu.
Penerimaan Presiden atas saran itu penting, karena sebelum itu juru bicara FPI Munarman dalam konferensi persnya Senin (7/11/2016) melukiskan gelar perkara terbuka kasus dugaan penistaan agama itu seolah hanya sandiwara, yang telah disiapkan untuk melindungi Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok agar lolos dari jerat hukum.
Berdasar informasi yang didapat Munarman, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada ahli atau saksi diarahkan untuk meringankan tindak pidana yang diduga dilakukan Ahok. Bahkan, kata Munarman, 80% ahli dan saksi yang dihadirkan akan meringankan posisi Ahok, yang 20% menyatakan Ahok bersalah.
"Media akan meliput, masyarakat disuruh menilai bahwa Ahok tidak bersalah, maka selesailah proses hukum ini," tukas Munarman. (SuaraNetizen, 7/11/2016)
Pola mana yang bakal dipilih untuk gelar perkara agar memenuhi syarat transparansi sesuai saran Presiden, sepenuhnya kewenangan Polri. Namun yang terbaik adalah yang berada di jalur hukum sehingga tujuan menyelesaikan masalah secara benar menurut hukum tidak malah terseret ke penyimpangan hukum yang menimbulkan preseden buruk.
Polri diuji untuk menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah rumit lagi. ***
Selanjutnya.....

Tembok-Tembok yang Dibangun Trump!

BERDASAR pada retorika kampanyenya, bakal banyak tembok dibangun Donald Trump di Amerika Serikat (AS). Baik itu tembok sungguhan di perbatasan untuk membendung imigran dari Meksiko maupun tembok proteksionis dengan membatalkan berbagai perjanjian perdagangan bebas.
Rabu (9/11/2016) usai Trump terpilih, Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto menyatakan pemerintahannya siap bekerja sama dengan Trump, tetapi tetap menolak untuk membayar pembangunan tembok di perbatasan kedua negara seperti digaungkan Trump semasa kampanye. (Kompas.com, 9/11/2016)
Trump berjanji akan memaksa Meksiko membayar pembangunan tembok pembatas yang diperkirakan menelan biaya miliaran dolar. Trump bersumpah akan memulangkan jutaan imigran ilegal dan mengancam akan membekukan kiriman uang para migran ke keluarga mereka di Meksiko.
Tembok imigrasi ini juga Trump bangun dalam bentuk pembatasan kaum muslim masuk AS, terutama pengungsi dari Timur Tengah. Dengan pembatasan itu, pengunjung dengan nama berunsur Arab akan sulit mendapatkan visa masuk AS.
Sedang tembok proteksionisme ekonomi Trump yang bakal merepotkan banyak negara, bahkan bisa merusak tatanan ekonomi dunia yang sudah relatif mapan dalam sistem neoliberalisme. Pertama kerja sama ekonomi Amerika Utara, yakni AS, Kanada, dan Meksiko (NAFTA) yang dicibir kampanye Trump merugikan AS, dihentikannya. Lalu Trans Pacific Partnership (TPP) dan Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP) yang Trump bubarkan.
Langkah berikutnya perjanjian bilateral, seperti dengan Tiongkok. Kampanye Trump menyebut ingin memukul barang-barang dari Tiongkok dengan tarif 45%. Dengan Tiongkok sumber terbesar impor AS, termasuk barang modal, biaya produksi barang-barang buatan AS sendiri akan melonjak sebanding sehingga daya saingnya di pasar global juga turun. Mencari pengganti barang impor dari Tiongkok, sukar menyaingi harganya.
Selain itu, tembok tarif tinggi itu memicu perang dagang, dengan tarif yang sama tingginya atas barang-barang AS di negara lain. Harga barang AS melonjak jauh di atas produk domestik. Ekspor produk modern AS yang telah mengubah life style warga Tiongkok sebagai pasar terbesar dunia pun, segera tamat riwayatnya. Konon lagi, Tiongkok telah membuat substitusi setiap barang impor dari AS, dari mobil sampai ponsel.
Dengan tembok-tembok yang dibangun, apalagi tanpa buruh migran ilegal biaya produksi di AS jadi lebih tinggi, Trump segera sukses mengisolasi AS dalam ekonomi biaya tinggi. ***
Selanjutnya.....

Anak-Anak Minoritas Dipulangkan!

BARU sehari Donald Trump terpilih menjadi presiden, dampak buruknya sudah dirasakan kaum minoritas. Anak-anak mereka diejek, dilecehkan, dan mengalami intimidasi etnis di sekolah. Mereka pun terpaksa dipulangkan lebih cepat.
Yasmeen Shehab, ibu berusia 40 tahun di New Jersey, mengatakan putri sulungnya yang kini berusia 13 tahun menghubungi dia dari sekolah. "Anak saya bilang, seorang anak laki-laki pendukung Trump di sekolahnya mengejek dan menyebut Trump akan membatasi imigran muslim," ujar Shehab.
"Dia sedang menangis di kantor sekolah saat saya datang menjemputnya," ujar Shehab. "Ini adalah hari yang berat, mereka semua ketakutan," kata dia. Nasib sama dialami anak-anak imigran dan warga minoritas lainnya. (Kompas.com, 10/11/2016)
Sebelum itu, paginya Shehab terperanjat ketika tiba-tiba anak perempuannya berusia 10 tahun melompat ke pelukannya sambil menangis. "Presiden Trump akan melarang kita dan membuat kita meninggalkan Amerika," ujar si putri di sela isak tangisnya. "Ke mana kita akan pergi?" si bocah memeluk ibunya lebih erat.
Shehab dan keluarga muslimnya terlahir di AS, tetapi ketakutan pada ancaman deportasi tetap saja menghantui.
Beberapa bulan dalam kampanye calon presiden AS, Donald Trump seolah telah menjelma menjadi monster bagi warga imigran dan kaum minoritas di AS, dengan retorika kemarahan yang selalu ia dengungkan untuk mendeportasi imigran, membatasi muslim, dan dukungan kaum nasionalis kulit putih.
Baru satu hari saja, dampak buruk terpilihnya Donald Trump sudah dirasakan kaum minoritas. Itu membuat meski dalam pidato kemenangannya Trump bersumpah untuk menjadi presiden bagi semua rakyat Amerika, tidak mampu membendung gelombang demo anti-Trump di seantero Amerika, dari Washington, New York, Chicago, Philadelphia, Boston, Austin di Texas, California, Los Angeles, Seattle, Phoenix, Oakland, Richmond, sampai El Carrito.
Seperti dilansir Reuters dan AFP (10/11/2016), mereka yang ikut aksi protes ini ketakutan soal masa depan AS di bawah Trump. Demonstran memprotes retorika Trump soal imigran, warga muslim, dan minoritas lainnya.
"Orang-orang ketakutan. Kami ada di sini karena dalam momen terkelam seperti ini, kami tidak sendiri," ujar Ben Wilker, koordinator unjuk rasa dari kelompok advokat liberal MoveOn.org.
Demo yang meluas di seantero negeri itu perlu pembuktian nyata retorika Trump saat pidato kemenangan, "Inilah saatnya bagi kita untuk bersama-sama menjadi rakyat yang bersatu."
Ujian pertama Trump. ***
Selanjutnya.....

Trump, Sukses Aktor Reality Show!

DONALD Trump, aktor reality show The Apprentice, memenangi pilpres AS. Dan kemenangan itu tak lepas sebagai sukses Trump dalam aktingnya memerankan aktor antagonis dalam reality show pilpres AS dengan gaya kampanye yang menyulut kegemasan seantero bumi.
Akting antagonis Trump dalam reality show pilpres berlakon kontroversial dengan suara lantang menjungkirbalikkan kemapanan Hillary selaku mantan Ibu Negara, dengan gaya bicara Trump yang nyerempet-nyerempet dan kurang mengabaikan moralitas.
Seiring itu, mengekspresikan dirinya sebagai antitesis gaya Obama dalam segala bentuk sistem ekonomi maupun politiknya. Dengan lantang Trump menegaskan antineoliberalisme, antiglobalisasi, antipasar bebas dan antipasar terbuka.
Dengan semua itu, Trump berhasil menarik simpul bagi pemilih bahwa kondisi ekomomi AS yang delapan tahun terakhir ini beringsut terlalu lamban merupakan kesalahan sistem yang dijalankan pemerintah. Karena itu, untuk memacu lajunya harus ganti sistem dan ganti pimpinan tim yang menjalankan sistemnya.
Untuk itu, secara tegas dan jelas Trump berseru akan membatalkan semua perjanjian dagang yang dibuat Obama, salah satunya Trans Pacific Trade (TPT). Alasannya, perjanjian-perjanjian itu merugikan AS.
Akting kontroversial Trump itulah yang menyulut spontanitas keguncangan pasar dalam negeri AS begitu swing state Florida dan Ohio dimenangi Trump, indeks berjangka AS langsung terjun bebas 750 poin atau 4%. Itu diikuti anjloknya indeks S&P 500 sedalam 65 poin atau turun 3,04%. Dolar AS juga terpeleset 3% ke 102,02 yen, sementara euro naik 1,5% per dolar AS.
Guncangan pasar AS itu mengimbas ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terjun 112,48 poin atau turun 2,6% ke level 5.358,19, dari 5.478,03 saat dibuka. Sementara rupiah ikut terseret turun 161 poin ke level Rp13.245 per dolar AS saat ditutup Rabu (9/11/2016) siang. Sehari sebelumnya, rupiah ditutup 13.084 per dolar AS.
Namun, keguncangan pasar global segera terkesiap begitu Trump tampil di podium victory speech. Trump ternyata bicara elegan dan bermartabat: warga seantero bumi pun tersadar, gaya Trump yang kontroversial dalam kampanye itu rupanya cuma akting yang dia perankan dalam reality show pilpres.
"Saya bersumpah kepada semua warga negara ini bahwa saya akan menjadi presiden untuk seluruh rakyat Amerika," ujar Trump dalam pidato kemenangan, menghapus citra rasis dirinya. "Saya mengucapkan ini dengan setulus hati," tegasnya. ***
Selanjutnya.....

Kepahlawanan, Riwayatmu Kini!

LEMBAGA Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI menyelenggarakan jajak pendapat pada 22—24 Oktober 2016 di 12 provinsi. Hasilnya, 46,2% dari 437 responden menyatakan nilai-nilai kepahlawanan pada elite politik—profesi tokoh politik/anggota DPR—masih lemah.
Demikian pula penjiwaan nilai kepahlawanan dalam masyarakat, oleh 50,6% responden juga dinyatakan masih lemah. Selain itu, 50,1% responden menilai nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi aparat penegak hukum masih rendah. (Portal Lemhannas RI, 4/11/2016)
Lemah dan rendah, itulah kecenderungan umum penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepahlawanan dalam masyarakat, terutama di kalangan elite politik dan aparat penegak hukum yang semestinya merupakan teladan bagi masyarakat.
Keteladanan jajaran strategis tersebut dalam kepahlawanan, dengan spirit patriotisme dan nasionalismenya, penting bagi kehidupan bernegara bangsa, terutama terkait generasi milenial (kelahiran 1981—1994) yang kini mendominasi generasi muda dunia dengan karakter universalnya. Salah satu ciri utama karakter universal itu borderless, terbawa kebiasaan berselancar di internet yang tidak kenal batas-batas negara.
Tanpa keteladanan aktualisasi patriotisme dan nasionalisme yang kuat dari kelompok strategis, generasi milenial yang sehari-hari menjelajah jagat raya bisa terhanyut oleh budaya universal yang cenderung hedonis, membalut tubuh dan fasilitas hidupnya dengan serbamerek terkenal kelas dunia (branded society). Lebih celaka lagi, kalau kelompok startegis yang mereka jadikan teladan justru telah lebih dahulu berpola hidup hedonis, sebagai penyebab luntur dan melemahnya kepahlawanan kelompok teladan tersebut.
Gejala itu tertangkap dalam jajak pendapat Lemhannas tersebut, yakni 52,2% responden menyatakan bentuk penjajahan baru masa kini adalah dalam bidang ekonomi lewat sistem perdagangan bebas, yang ditopang oleh pola hidup konsumerisme. Itu menyangkut pola hidup kelas menengah Indonesia yang menurut Bank Dunia, dari 0% pada 1999, menjadi 130 juta jiwa pada 2011, selanjutnya bertambah 7 juta jiwa per tahun. (JPNN, 24/4/2015)
Hasil jajak pendapat itu, menurut Lemhannas, menyiratkan perlu hadirnya peran negara yang lebih intensif dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan pada segenap elemen bangsa dengan metode sesuai dengan zaman. Ironisnya, usaha negara paling menonjol justru mendatangkan penanaman modal asing yang memperkuat penjajahan ekonomi dengan membangun pabrik barang-barang memenuhi pasar branded society. ***
Selanjutnya.....

Konsumsi Pemerintah Negatif 2,97%

PERTUMBUHAN ekonomi kuartal III 2016 mengalami penurunan menjadi 5,02% dari pertumbuhan kuartal II 2016 sebesar 5,19%. Penurunan laju pertumbuhan itu terjadi akibat konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan negatif 2,97%.
"Konsumsi pemerintah pada seluruh realisasi belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial, termasuk ekspor dan impor, masih terkontraksi lebih dalam," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Senin. (Kompas.com, 7/11/2016)
Penopang terpenting pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2016 berdasarkan pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga yang menyumbang 2,70%, disusul investasi swasta menyumbang 1,30%, dan lain-lainnya menyumbang 1,02%.
"Konsumsi rumah tangga tumbuh signifikan karena kelompok makanan minuman, restoran, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi," ujar Suhariyanto.
Pertumbuhan negatif konsumsi pemerintah itu signifikan akibatnya terhadap pelambatan pertumbuhan karena seluruh sektor industri sebenarnya tumbuh positif, tetapi tak mampu mengatasi pertumbuhan negatif tersebut.
Perinciannya, pada kuartal III 2016 industri pengolahan tumbuh 0,96%, industri konstruksi 0,55%, industri perdagangan 0,49%, industri informasi dan komunikasi 0,42%, dan industri lainnya 2,60%.
"Bahkan, industri pertambangan dan penggalian yang sudah sejak beberapa tahun mengalami pertumbuhan negatif sekarang sudah positif seiring peningkatan produksi bijih besi, seperti emas dan tembaga," ujar Suhariyanto. Dengan pertumbuhan kuartal III 2016 sebesar 5,02%, total pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 hingga kuartal III menjadi 5,04%.
Pertumbuhan 2016 hingga kuartal III 5,04% itu memberi beban ekstra yang harus dikejar hingga akhir tahun demi memenuhi target pertumbuhan APBNP 2016 sebesar 5,2%. Untuk mencapai target itu, tentu yang harus digenjot konsumsi pemerintah.
Untuk meningkatkan segala bentuk belanja pemerintah di akhir tahun, dahulu terkenal sebagai keahlian khusus jajaran birokrasi kita. Selain belanja pegawai dan barang, belanja terkait seminar, lokakarya, dan sejenisnya dari kantor-kantor pemerintah, selalu menjadi masa panen bagi hotel dan restoran di akhir tahun. Itu sampai menteri aparatur negara (yang sudah dicopot) melarang kegiatan birokrat di hotel.
Tapi, peningkatan kapasitas birokrat untuk belanja sekarang tak mudah. Ketakutan birokrat tersandung hukum saat membelanjakan uang negara, terbukti belum tuntas teratasi. Itulah penyebab konsumsi pemerintah masih lamban. ***
Selanjutnya.....

Dunia Cemas Trump Menangi Pilpres!

KAMPANYE Doland Trump yang rasis, antimigran, dan Islam, mencemaskan dunia kalau ia memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) AS, Selasa (8/11/2016) atau Rabu (9/11/2016) WIB. Presiden AS Barack Obama sendiri di depan publik Miami, Florida, Jumat (4/11/2016), menyebut Trump, "Dia tidak memenuhi syarat menjadi presiden."
Saat ucapannya itu ditertawakan massa kampanye pendukung Hillary Clinton, Obama menukas, "Kalian tertawa. Saya tidak bergurau, dia tidak layak untuk menjadi Panglima Tertinggi." (Kompas.com, 4/11/2016)
Posisi sebagai Panglima Tertinggi superpower militer dan ekonomi dunia itu yang dicemaskan kalau sampai jatuh ke tangan Donald Trump yang temperamental dan rasis. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Jose Ramos Horta mengatakan Donald Trump akan memprovokasi instabilitas dan gangguan dunia jika ia menjadi presiden AS.
Kepada ABC News (25/10/2016), Ramos Horta mengatakan ia meminta para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian lainnya untuk menandatangani surat terbuka yang mendesak masyarakat AS untuk tidak memberikan suaranya kepada Trump.
"Bersama rekan-rekan saya, inilah yang berusaha kami sampaikan, untuk mengingatkan opini publik AS bahwa dunia yang tidak mampu kita tinggal di dalamnya, tidak mampu (membiarkan) ekstremisme yang datang dari Gedung Putih itu sendiri," tegas Horta. (Kompas.com, 25/10/2016)
Meski berbagai jajak pendapat selama masa kampanye dan debat kandidat capres selalu diungguli Hillary, peluang Trump justru terbuka pekan terakhir menjelang pemungutan suara oleh langkah Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) James Comey yang membuka kembali kasus e-mail Hillary sewaktu menjabat menteri luar negeri (2009—2013).
Comey (28/10/2016) mengumumkan pengkajian kembali kasus tersebut via surat kepada parlemen AS. Hillary dituding menempatkan AS dalam bahaya dengan menggunakan server e-mail pribadi saat menjadi menlu.
Warga AS yang sensitif terhadap kenyamanan hidupnya hingga terpikat kebijakan rasis antimigran Trump, diperkuat dengan ancaman keamanan yang mungkin dibuat oleh kebocoran e-mail pribadi Hillary. Semakin keras Trump kampanye rasis yang antimigran dan Islam, dengan kian banyak alasan yang didapat untuk itu, tambah kuat mayoritas kulit putih AS yang cenderung masih rasis mendukungnya.
Perubahan arah angin terlihat pada jajak pendapat terbaru ABC (2/11/2016), Donald Trump mengungguli Hillary Clinton untuk kali pertama sejak Mei 2016. Sebelumnya Hillary selalu unggul 4 poin, terakhir justru Trump yang unggul 1 poin. Dunia pun tambah cemas. ***
Selanjutnya.....

Drama Kapal TKI Karam 54 Tewas!

KAPAL pengangkut 100-an orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari Johor Baru (Malaysia) menuju Batam, karam dekat Batam Rabu (2/11/2016). Sampai Sabtu (5/11/2016) berhasil dievakuasi 54 jenazah korban, sedang 41 orang diselamatkan. Tim SAR masih mencari sisanya yang hilang.
Para korban kebanyakan TKI ilegal yang gagal mendapat pekerjaan di negeri jiran itu. Karena itu, kapal pengangkutnya juga ilegal, untuk muatan sedemikian banyak anak buah kapal (ABK)-nya hanya tiga orang dan oleh terjangan ombak yang sebenarnya tidak terlalu besar di perairan Batam, kapalnya tenggelam.
Drama maut malangnya nasib TKI itu terjadi akibat kurangnya kemampuan negara, dalam hal ini pemerintah, menciptakan cukup lapangan kerja di dalam negeri yang layak untuk penghidupan. Akibatnya, tidak sedikit anak bangsa yang nekat mempertaruhkan nyawa mencari kerja ke luar negeri sebagai TKI ilegal.
Pemerintah, sejak zaman SBY hingga Jokowi sekarang, lazim membanggakan pertumbuhan ekonomi nasional yang tertinggi di dunia, hanya di urutan kedua atau ketiga setelah Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu pun lantas dijadikan justifikasi buat pembiaran nasib malang TKI ilegal.
Pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan itu ternyata tidak diiringi kemampuan menyerap tenaga kerja yang memadai. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Agustus 2011 tingkat pengangguran terbuka (TPT) 6,56% atau 7,70 juta orang. Sedang TPT pada Februari 2016 tercatat 5,5% atau 7,02 juta orang.
Tampak, enam tahun pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan tinggi itu hanya mengurangi TPT 1,06%, sedang jumlah absolutnya belum turun dari level 7 jutaan orang. (Kompas, 1/11/2016)
Juga dua tahun pemerintahan Jokowi, dari TPT Agustus 2014 pada 5,94% atau 7,24 juta orang, TPT Februari 2016 jadi 5,5% atau 7,02 juta orang. Berarti dalam dua tahun hanya mengurangi pengangguran terbuka sebanyak 0,12 juta, alias 120.000 orang saja.
Angka itu jauh di bawah Amerika Serikat (AS) dalam menciptakan lapangan kerja meski baru pulih dari sebagai pusat kriris keuangan dunia 2008 dengan pertumbuhan hanya di kisaran 2% per tahun. Pada Oktober 2016 misalnya, ekonomi AS menyerap 161.000 tenaga kerja baru, bahkan September 2016 menyerap 191.000 orang. Dari puncak krisis 2009 TPT AS mencapai 10%, pada Oktober 2016 turun tinggal 4,9%. (Kompas.com, 5/11/2016)
Jadi, bukan cuma pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tapi, fokus pengelola ekonomi negara dalam penciptaan lapangan kerja, kunci usaha mengurangi nasib malang TKI ilegal. ***
Selanjutnya.....

STR Larang Tersangkakan Calon Kepala Daerah!

PADA acara Najwa Sihab di MetroTV, Rabu (2/11/2016) malam, seusai Kapolri Tito Karnavian menyatakan Kamis (3/11/2016) polisi mengirim panggilan ke Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk diperiksa Senin (7/11/2016), Panglima TNI Gatot Nurmantyo menanya Kapolri tentang STR Badrodin Haiti yang melarang menjadikan tersangka calon kepala daerah selama pilkada serentak.
STR itu singkatan Surat Telegram Rahasia, dan Badrodin adalah Kapolri yang digantikan Tito. Mendengar pertanyaan itu, Tito membuka lebar kedua tangannya, mengesankan terpaksa tapi harus dilakukan. Penonton menarik sendiri kesimpulan, tekanan ke Polri untuk itu begitu kuat. Tapi khusus untuk kasus ini mungkin harus dijadikan pengecualian.
Kalau tidak, para calon dalam pilkada bisa saling melaporkan. Dengan lebih 100 pilkada serentak, bisa muncul ratusan kasus yang menghambat kelancaran pilkada.
Adanya STR Kapolri Badrodin Haiti melarang menjadikan tersangka calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2015, terungkap saat Polres Bolang Mongondouw memeriksa calon bupati petahana Kabupaten Bolaang Timur, Sehan Lendjar, pada 27 November 2015.
Totabuanews (28/11/2015) dengan mengutip radarbanyumas.co.id melaporkan Kapolri menghentikan pemeriksaan tersebut. Badrodin meminta kepada semua polda dan polres tidak diperbolehkan menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka pada masa pilkada serentak, dari masa penetapan calon hingga pengumuman kepala daerah terpilih.
"Sejak awal saya sudah melarang, saya sudah buatkan telegram rahasianya (TR) agar semua bawahan mengetahui dan mematuhinya. Tentu ini akan direspons," ujar Badrodin.
Bahkan, menurut dia, sebenarnya larangan menetapkan tersangka pada calon kepala daerah itu instruksi langsung Presiden Jokowi. "Ini perintah Presiden," tegas Badrodin.
Jadi, sebelum STR Kapolri Badrodin itu dicabut, yang berarti masih berlaku di zaman Tito Karnavian ini, pemeriksaan terhadap Ahok kayaknya sejauh tidak memberinya status tersangka. Karena begitulah proses hukum, tidak serta-merta pemeriksaan menjadikan terperiksanya sebagai tersangka.
Lain hal kalau di hari-hari terakhir ini Kapolri Tito Karnavian mencabut STR Kapolri terdahulu dan merevisi atau menggantinya, kemungkinan menetapkan status tersangka pada Ahok terbuka.
Sejauh mana ayunan bandul kasus Ahok bukan mustahil tergantung pada pressure-nya. Seberapa besar bobot pressure demo 4 November 2016 ditimbang Polri, akan terlihat pada ayunan prosesnya seusai memeriksa Ahok hari Senin (7/11/2016). ***
Selanjutnya.....

Unjuk Rasa itu Budaya Indonesia!

UNJUK rasa atau demonstrasi alias aksi massa, seperti yang dilakukan umat Islam di Jakarta, Jumat (4/11/2016), adalah budaya Indonesia. Kalaupun demonstrasi bagian dari budaya demokrasi yang berasal dari Barat, itu menunjukkan budaya Indonesia itu bersifat universal, punya kesamaan dan kesetaraan dengan budaya dunia.
Keberadaan unjuk rasa sebagai budaya kita itu terlihat pada setiap halaman istana atau penguasa daerah bawahannya di kerajaan Nusantara, yang selalu terdapat alun-alun, sebuah lapangan rumput yang luas. Selain untuk gerebek, upacara penguasa membagikan gunungan pangan kepada rakyat sebagai tanda raja pemurah, fungsi lain alun-alun itu adalah sebagai tempat rakyat melakukan pepe.
Pepe
, berjemur diri di alun-alun yang dilakukan sejumlah orang atau juga masif dalam jumlah besar, adalah suatu tradisi unjuk rasa ketika rakyat kerajaan menyampaikan sikap atau protes ke penguasa. Sepanjang sejarah Nusantara, tidak ada tercatat penguasa yang membubarkan pengunjuk rasa pepe dengan kekerasan, apalagi menganiayanya.
Artinya, unjuk rasa pepe merupakan medium komunikasi politik yang cukup efektif untuk menyampaikan sikap rakyat kepada penguasa.
Kalau dilihat dari tata ruang kantor adipati pada zaman kerajaan yang menjadi kantor bupati di zaman penjajahan maupun zaman merdeka umumnya masih mempertahankan posisi alun-alun di depan kantor penguasa daerah, itu pertanda secara implisit sistem komunikasi politik tradisional itu masih menjiwai bawah sadar penguasa masa kini.
Hanya penguasa yang di lubuk hatinya yang terdalam masih bersarang sikap tiran merespons unjuk rasa dengan emosional, marah. Itu sekaligus mengaktualkan wataknya yang tidak demokratis, malah antidemokrasi!
Namun, tumbuhnya sikap tiran antidemokrasi itu tak bisa disalahkan pada sang penguasa semata. Itu bisa saja terjadi akibat terbentuk faktor ruang tempatnya bekerja, misalnya karena kekurangan tanah, waktu membangun kantor kepala daerah tidak disiapkan alun-alun di depannya. Ketiadaan alun-alun itu bisa saja menjadikan kesiapan mental sang kepala daerah tidak terpola untuk berdemokrasi model unjuk rasa.
Sikap terbuka dalam berdemokrasi lewat segala mediumnya itu juga bisa terpengaruh oleh asal kelembagaan seorang kepala daerah. Jika berasal dari lembaga birokratis atau komando, mudah terkesan alergi pada unjuk rasa. Lain yang berasal dari lembaga terbuka, ormas atau orpol, unjuk rasa bagian dari cara hidupnya sehingga lebih menghargainya. ***
Selanjutnya.....

Aksi Massa, Empu Sedah Gundah!

DALAM buku Aksi Massa tulisan Tan Malaka tahun 1926 di Singapura (Teplok Press, 2000), terdapat bagian kegundahan Empu Sedah. Ahli nujum di Daha masa pemerintahan Raja Jayabaya ini curiga pengaruh luar, terutama bangsa Tionghoa di Jawa pada zamannya.
Empu Sedah menulis, "Sebuah revolusi di Pulau Jawa akan timbul, dipimpin oleh orang yang berkulit kuning dan akan memperoleh kemenangan buat beberapa lama. Akan memerintah seumur jagung."
Di masa Empu Sedah, pengaruh bangsa Tionghoa makin lama bertambah besar. Bangsa Tionghoa itu sedapat mungkin menggunakan bangsawan Jawa sebagai alat memenuhi kepentingan ekonomi mereka, tulis Tan Malaka. Bila maksudnya tak berhasil dengan pengaruhnya itu, ada kalanya dengan jalan revolusi mereka coba merebut negeri. Empu Sedah mengerti betapa kebencian rakyat dan revolusi yang akan pecah.
Di Kerajaan Majapahit banyak perusahaan batik, genting, dan kapal dengan kapital cukup besar. Di beberapa perusahaan bekerja ribuan buruh. Nakhodanya dengan kapal-kapalnya berlayar, sampai Persia dan Tiongkok.
Para saudagar kaya di bandar-bandar, seperti Ngampel, Gresik, Tuban, Lasem, Demak, dan Cirebon adalah bangsa asing atau yang sudah bercampur darah dengan orang Jawa. Nakhoda Dampu Awang, menurut cerita yang berlebihan, punya kapal yang layarnya setinggi Gunung Bonang dan kekayaannya jadi buah bibir, seorang Tionghoa-Jawa.
Penduduk bandar-bandar yang makin maju itu merasa mendapat rintangan dari kaum bangsawan di Ibu Kota. Tapi Jawa sungguh dikungkung ramalan Empu Sedah: "Orang asing akan memimpin."
Dari Gujarat datang Malik Ibrahim ke Gresik tahun 1419 yang membawa agama Islam, disambut warga bagai "durian runtuh" karena ketika itu sedang berapi-api pertentangan warga pesisir dengan Ibu Kota.
Situasi memuncak dengan aksi massa penyerangan yang dipimpin seorang Tionghoa-Jawa, bernama Raden Patah menghancurkan kerajaan. Seorang asing, dengan membawa paham baru (agama Islam) dan untuk mempertahankan kedudukan para saudagar asing di pesisir, berhasil menjatuhkan kerajaan bangsawan.
Kerajaan Demak berdiri dengan masyhurnya! Tapi akhirnya terpecah oleh perang saudara. Jipang bermusuhan dengan Pajang, Demak dengan Mataram. Perang saudara ini berakhir dengan terwujudnya ramalan Empu Sedah, seorang Tionghoa-Jawa bernama Mas Garendi berkuasa di Kartasura.
Aksi massa besar-besaran 4 November 2016 di Jakarta agaknya masih lanjutan kegundahan Empu Sedah atas orang berkulit kuning dan para saudagarnya. ***
Selanjutnya.....

Miskomunikasi Massa dan Elite!

TERKESAN ada miskomunikasi antara massa dan elite atas rencana unjuk rasa 4 November 2016. Massa aksi yang dikoordinasi Gerakan Nasional Pendukung Fatwa (GNPF) MUI menuntut penegak hukum menindak penista Alquran sesuai dengan maksud fatwa MUI 11 Oktober 2016. Oleh elite itu digeneralisasi sebagai aksi SARA memecah belah bangsa dalam pilkada.
Miskomunikasi ini jelas amat disayangkan, karena akibatnya bisa buruk sekali, konflik antara massa dan elite yang bertolak dari salah paham! Lebih parah lagi kalau miskomunikasi itu memang sebagai langkah atau kebijakan yang disengaja oleh elite justru untuk menghindari pemenuhan tuntutan massa itu.
Massa yang mampu membaca langkah tersebut bisa "kalap" dan melakukan tindakan keras, lepas kontrol.
Sebaliknya, elite yang sudah memperhitungkan langkahnya itu akan mendapat reaksi keras dari massa, mempersiapkan kekuatan pemukul yang paling ampuh untuk melumpuhkan gerakan massa.
Akibatnya bisa terjadi bentrokan mengerikan antara aparat dan massa, dengan akhir yang pasti: massa babak belur. Tapi lebih buruk dari segalanya, pokok masalah yang jadi penyebab bencana masif itu tak tersentuh, dan malah laten menjadi penyulut konflik berkepanjangan, bahkan bisa semakin tajam pula dari waktu ke waktu dengan skala wilayah yang terus meluas.
Tak terelakkan lagi, sebagai konsekuensi logis eksesnya, suasana keresahan dan kegelisahan merebak ke dalam kehidupan masyarakat secara nasional. Kemungkinan ini tak boleh disepelekan, karena jiwa fatwa MUI itu merasuk ke sanubari rakyat negeri yang mayoritas warganya bernaung di bawah payung MUI.
Ancaman konflik yang buruk itu harus dicegah. Lebih dari itu, usaha pencegahannya sekaligus bisa dijadikan momentum membalikkan arah kekuatan massa yang besar itu, berubah jadi mendukung langkah pemerintah sehingga aksi massa 4 November 2016 itu berubah menjadi aubade mengelu-elukan kebijakan pemerintah.
Pencegahan dimaksud cukup hanya dengan pemerintah dan penegak hukum di sisa waktu yang masih ada menyimak kembali dan bertindak mengacu rekomendasi MUI 11 Oktober 2016. Dengan tindakan pemerintah mengacu rekomendasi MUI, massa Gerakan Nasional Pendukung Fatwa MUI pun langsung menyusun barisan mendukung pemerintah.
Untuk itu, sewajarnya pemerintah menimbang dengan benar besarnya pengorbanan dan mudarat yang terjadi di antara pilihan langkah yang ada, sekaligus besarnya manfaat yang bisa didapat bagi kehidupan bernegara bangsa dalam jangka panjang. ***
Selanjutnya.....

Prabowo soal Demo 4 November!

KETUA Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berharap unjuk rasa yang akan digelar sejumlah ormas pada Jumat (4/11/2016) bisa berjalan sejuk. "Kita harus jaga jangan sampai ada unsur-unsur yang mau pecah belah bangsa," kata Prabowo seusai pertemuan dengan Presiden Jokowi yang datang ke rumahnya di Hambalang, Bogor, Senin (31/10/2016). Prabowo mengaku dalam pertemuannya dengan Presiden sempat membicarakan soal rencana unjuk rasa itu. (Kompas.com, 31/10/2016)
Demo yang akan digelar di depan Istana, Jakarta, itu untuk mendesak proses hukum terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap menista agama.
Prabowo mengatakan semua pihak harus sadar bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari banyak suku, agama, dan ras. Karena itu, persatuan harus dijaga. "Kalau ada masalah, kita selesaikan bersama," ujarnya.
Isu demo besar ke Istana Jumat, 4 November 2016 itu menyebut, kalau polisi tidak segera menindak Ahok untuk kasus menista agama, aksi massa ormas-ormas Islam akan menurunkan Presiden Jokowi.
Isu provokatif itu ditafsirkan massa akan melakukan kekerasan dalam unjuk rasa pada 4 November 2016. Hal itu direspons kepolisian dan TNI untuk menjaga keamanan negara.
Kapolri Tito Karnavian menegaskan, "Yang utama, kami didukung TNI untuk membuat rencana pengamanan agar masyarakat lebih terlindungi, lalu kami juga kerahkan anggota Brimob dari sejumlah wilayah. Intinya kami berkomunikasi dengan baik untuk melindungi Jakarta."
Senada dengan Kapolri, Panglima TNI Gatot Nurmantyo dari Markas Kopassus Serang menegaskan TNI tak akan menoleransi gerakan yang mengancam keutuhan bangsa. TNI tegas menyatakan bahwa mereka adalah garda terdepan dalam mengelola kebhinnekaan Indonesia. Setiap bentuk ancaman terhadap keutuhan bangsa ini akan dihadapi TNI.
"Untuk itu, sebagai alat negara, TNI tidak akan menoleransi gerakan yang mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi SARA," tegas Gatot.
Sementara itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, Rachmat Syafei, meminta masyarakat dan elemen organisasi Islam di daerah tidak terprovokasi kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sikap itu dikeluarkan MUI Jabar terkait ajakan berperan aktif dalam demo 4 November 2016. "MUI Jabar memercayakan sepenuhnya penanganan kasus tersebut ke kepolisian dan wajib dituntaskan dengan adil," ujar Rachmat.
Proses hukum yang tepat bisa cepat meredam demo intimidatif dan provokasi SARA. ***
Selanjutnya.....

Harga Singkong di Lamteng Naik!

BERLAKU mulai hari ini, 1 November 2016, harga pembelian singkong petani di empat perusahaan pabrik tapioka yang beroperasi di Kabupaten Lampung Tengah naik, dari semula Rp560/kg menjadi Rp700/kg. Kesepakatan menaikkan harga singkong itu ditandatangani pimpinan keempat perusahaan di rumah dinas Bupati Lampung Tengah Mustafa, Minggu (30/10/2016). Pihak perusahaan juga komitmen untuk ikut memedulikan kesejahteraan petani dan meninjau ulang potongan (rafaksi) terkait kualitas singkong (cukup umur, tidak ada bonggol, dan tanah).
Menurut Mustafa, mediasi perusahaan tapioka dengan petani singkong hari itu merupakan tahap kelima upayanya memperjuangkan harga singkong di Lamteng. Sebelumnya, ia telah mengumpulkan petani singkong, melakukan sidak perusahaan, melayangkan surat ke presiden, lalu mendampingi petani menemui menteri perdagangan.
Selanjutnya, dia memanggil pengusaha tapioka di Lampung Tengah, meminta menaikkan harga yang dituangkan dalam kesepakatan hari itu. "Saya akan terus berjuang mengingat sebagian besar masyarakat kami menggantungkan hidup dari singkong," ujar Mustafa. (Suarapedia.com, 30/10/2016)
Mustafa mengingatkan, "Jika perusahaan masih ingin cari untung di Lampung Tengah, saya minta perusahaan bantu petani. Perusahaan harus peduli, jangan hanya mau cari untung. Perusahaan jangan pura-pura tidak tahu dengan jeritan petani. Saya juga berharap harga terus naik hingga angka ideal."
Harapan Mustafa terakhir itulah, harga terus naik hingga angka ideal, yang harus tak henti diperjuangkan sampai berhasil. Maksudnya, kesepakatan menaikkan harga singkong petani dari Rp560/kg menjadi Rp700/kg memang cukup baik karena membuat petani bisa sedikit bernapas tidak rugi telak lagi. Namun, harga baru yang sekadar tidak rugi telak lagi itu masih jauh dari ideal. Itulah isyarat dari ucapan Mustafa. 

Artinya, harga yang telah disepakati itu sebagai langkah awal. Perjuangan harus dilanjutkan sampai harga keekonomian singkong petani berhasil diwujudkan.
Untuk itu, faktor-faktor terkait pada tingkat provinsi, nasional, dan global yang berpengaruh dalam penetapan harga singkong, perlu dijajaki dan diluruskan. Seperti harga TBS sawit petani, pelurusannya dilakukan dari skala lokal, nasional, hingga internasional, dari jeblok Rp400/kg, kini sudah di atas Rp1.300/kg.
Bedanya, untuk harga TBS sawit banyak unsur berperan. Sementara untuk harga singkong, sejauh ini cuma ada seorang Mustafa! Padahal jelas, dibutuhkan banyak dukungan! ***
Selanjutnya.....