Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Belum Kiamat

DUA narapidana pria dipindah penjara. Mereka hanya boleh membawa satu paket barang milik pribadi yang tak membahayakan dan bisa ia kantongi sendiri. Di atas kendaraan, narapidana satu menanya rekannya, “Barang apa yang kaubawa?”
“Kartu remi!” jawab rekannya. “Bisa untuk mengisi waktu kala sendiri, bermain soliter, melihat nasib! Kau, bawa apa?”
“Aku bawa ini!” jawab narapidana satu menunjukkan softek yang masih terbungkus labelnya.
“Untuk apa alat untuk perempuan itu kaubawa?” tanya rekan.
“Baca ini, keterangan di labelnya!” jawab narapidana. “Dengan memakai ini bisa menunggang kuda, berenang, main sepatu roda!”
“Di penjara mana pun sama, mana bisa menunggang kuda, berenang!” timpal rekan. “Lagi pula itu bukan untuk pria, tapi untuk perempuan yang datang bulan!”
“Dunia belum kiamat!” tegas narapidana. “Bersabarlah, saatnya akan tiba benda yang kubawa ini berguna!”


“Lama amat menunggunya, sampai menjelang kiamat!” timpal rekan. “Yang dibutuhkan benda yang segera dapat digunakan untuk mengisi waktu!”
“Ah, kau ketinggalan zaman!” tukas narapidana. “Kita yang hidup dalam penjara harus sabar menghitung hari, menunggu masa pembebasan! Sedang rakyat yang di luar penjara juga harus sabar dalam pemberantasan KKN—korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti ditegaskan Presiden dalam pidato menyambut Tahun Baru, karena dunia belum kiamat!”
“Begitu?” sambut rekan. “Gawat juga! Kalau orang dalam penjara harus sabar menunggu waktu pembebasan wajar, namanya juga sedang menjalani hukuman. Tapi rakyat merdeka di luar sana, apa salah mereka harus seperti orang dipenjara untuk bersabar menunggu selama itu agar bisa bebas dari cengkeraman budaya KKN?”
“Barangkali untuk memberi waktu para koruptor menghilangkan jejak KKN-nya!” timpal narapidana. “Bayangkan, kita yang bodoh saja kalau ada waktu untuk menghilangkan jejak, pasti kejahatan kita tak terlacak! Apalagi para pelaku KKN, yang pasti orang pintar, dengan diberi waktu cukup pasti bisa bersih dari segala jejak ketika penyelidikan dilakukan kelak!”
“Mengulur-ulur waktu dalam mengejar pelaku kejahatan, memang amat menguntungkan pelakunya!” ujar temannya. “Bayangkan kalau yang dikejar terus berlari menjauh dari masalah, sedang petugas yang mengejarnya malah tidur melulu! Jelas, makin panjang waktu yang dihabiskan percuma, makin jauh pelaku dari jangkauan petugas yang memburunya!”
“Perkiraan begitu karena memakai cara berpikir kita, orang bodoh!” tukas narapidana. “Cara berpikir orang pintar mungkin berbeda! Misalnya, dengan diberi waktu menikmati hasil KKN, setelah puas nanti harta hasil garongannya akan dikembalikan kepada negara!”
“Kalau berpikir seperti itu,” timpal rekan, “rakyat akan seperti orang dipenjara seumur hidup: capek menghitung hari, tapi takkan pernah menemukan hari pembebasan!” ***

0 komentar: