Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Misterius, Surat Presiden ke DPR!

SURAT Presiden ke DPR menolak RUU Pertembakauan inisiatif DPR hilang misterius. Surat itu bertanggal 17 Maret 2017 No. R-16/Pres/03/2017 dipastikan oleh Menkumham Yasonna Laoly, diperkuat Wapres Jusuf Kalla, telah dikirimkan ke DPR. Namun, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, diperkuat Sekjen DPR Achmad Djuned, hingga Rabu (29/3/2017) mengaku belum menerima surat tersebut.
Ke mana raibnya surat tersebut? Wallahualam. Tapi, kehilangan surat penting menjadi gejala baru. Sebelum hilangnya surat Presiden ke DPR itu, lebih dahulu heboh hilangnya sejumlah berkas sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Apakah penghilangan dokumen menjadi modus baru bagi yang ingin mencapai tujuan tertentu? Entahlah.
Dalam proses pengajuan RUU di DPR ada ketentuan batas waktu suatu. Andai tidak ada keberatan sampai batas waktu tertentu, suatu RUU bisa dianggap telah disetujui. Celakanya, surat presiden tersebut merupakan balasan atas penyampaian RUU Pertembakauan oleh Wakil Ketua DPR melalui Surat No. LG/00993/DPR-RI/I/2017 tanggal 19 Januari 2017.
Kalau tidak ada jawaban sampai 60 hari, berarti pemerintah setuju pada RUU tersebut. Padahal, sebenarnya melalui surat yang hilang itu pemerintah menolak dan meminta agar DPR menarik RUU inisiatifnya itu. Bagaimana andai sampai waktunya habis tidak ketahuan bahwa surat itu hilang misterius?
"Tapi kan DPR merasa sudah mereka kirim dan jangka waktu mengadakan rapat untuk itu kan tidak sempat lagi," ujar Yasonna di Kompleks Istana Presiden, Selasa (21/3/2017) (detiknews, 29/3/2017).
Wapres Jusuf Kalla menambahkan surat Presiden tersebut berisi penolakan pemerintah untuk pembahasan RUU Pertembakauan. "Itu surat untuk membicarakan bagaimana pemerintah tidak setuju, bukan pemerintah setuju. Karena sudah diajukan DPR, pemerintah sebaiknya kan menanggapinya," kata JK di sela-sela kunjungan di Bangkok, Thailand, Rabu (22/3/2017).
Bagaimana lanjutan kasus ini juga kasus sejumlah berkas sengketa pilkada yang hilang di MK, masih ditunggu. Tapi, peristiwa ini pantas mendapat catatan tersendiri tentang perlunya lebih tertib lagi sistem administrasi kenegaraan dan pemerintahan kita. Masa surat presiden penolakan RUU dan berkas sengketa pilkada bisa raib begitu saja! Jangan sampai pencurian atau penghilangan dokumen menjadi modus mencapai tujuan dalam kehidupan bernegara bangsa.
Sebagai pengalaman buruk, kedua peristiwa diharapkan tidak terulang di instansi dan kasus lain. Jangan terperosok di lubang yang sama berkali-kali. ***
Selanjutnya.....

Ketika Industri Mebel Terpuruk!

AKIBAT industri mebel nasional kini terpuruk, sekitar 2,1 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut terancam penghidupannya. Penurunan daya saing ekspornya membuat keunggulan komparatif yang dimiliki produk mebel Indonesia tidak bisa dimanfaatkan.
Minimnya dukungan regulasi, seperti sulitnya bahan baku, rumitnya izin ekspor, dan tingginya suku bunga pinjaman mengaburkan semua potensi keunggulan Indonesia, seperti pemilik hutan yang amat luas, sumber daya manusia yang besar dengan keterampilan mengukir mebel jati, dan iklim investasi yang berpotensi dikembangkan.
"Saat Vietnam dan Malaysia terus melesat sebagai negara pengekspor mebel di Asia Tenggara, daya saing Indonesia justru anjlok dalam dua tahun terakhir. Pemerintah belum belajar dari kesuksesan negara lain," ujar Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, di Bandung (Kompas, 27/3/2017).
Menurut data HIMKI, dari 20 negara eksportir produk mebel dunia, Indonesia hanya berada di peringkat ke-17. Nilai ekspor mebel nasional pada 2015 hanya 1,93 miliar dolar AS. Angka ini melorot menjadi 1,6 miliar dolar AS pada 2016 dan diperkirakan anjlok lagi menjadi 1,3 miliar dolar AS pada 2017.
Nilai ekspor itu kalah jauh dari Vietnam yang mencatat nilai ekspor hingga 6,9 miliar dolar dan Malaysia 2,4 miliar dolar pada 2015. "Penurunan nilai ekspor 2015 ke 2016 sekitar 300 juta dolar AS memaksa sekitar 150 ribu orang kehilangan pekerjaan. Jumlah itu akan semakin tinggi jika tidak diperbaiki," ujar Sobur.
Penelusuran Kompas di sentra industri mebel Jepara, Jawa Tengah, menemukan hampir 80% usaha mebel gulung tikar sejak 2010. Hilir mudik truk pengangkut mebel yang sebelum 2008 begitu ramai kini tidak terlihat lagi.
Berdasarkan data HIMKI Jepara Raya, jika pada 2010 jumlah industri mebel di Jepara dan sekitarnya menvapai 5.000 usaha, saat ini hanya ada 700—1.200 unit usaha kecil, menengah, ataupun besar.
Di sentra industri kerajinan rotan Cirebon, kondisinya tidak jauh berbeda. Rotan mentah di gudang perajin dan pabrik pemasok menipis. Truk dan mobil bak terbuka di sejumlah pabrik hanya terparkir.
Kondisi industri mebel yang terpuruk itu, menurut Sekjen Kemenperin Haris Munanadar, akan dirapat-terbataskan kabinet (Kompas, 29/3/2017). Diharapkan, masalah ini segera teratasi karena rapat terbatas kabinet biasanya dipimpin Presiden Joko Widodo, yang sebelum terjun ke dunia politik berpengalaman sebagai eksportir mebel. ***
Selanjutnya.....

Trump Tarik Pengganti Obamacare!

PRESIDEN AS Donald Trump mengaku malu akibat RUU pengganti Obamacare yang dia usulkan bersama Partai Republik belum bisa disahkan legislatif meski Senat dan DPR dikuasai Partai Republik. Ketua DPR Paul Ryan dan Trump menunda pemungutan suara dan menarik RUU itu setelah mengetahui tidak diudukung minimal 215 suara Republik. "Kami tidak bisa mendapatkan satu pun suara dari Partai Demokrat dan kami agak malu menarik RUU itu," kata Trump kepada Washington Post, dikutip Antara, Sabtu (25/3/2017).
Padahal, yang terjadi sebenarnya, sekitar 28 sampai 35 anggota Partai Republik di legislatif yang terhimpun dalam Freedom Caucus menentang RUU American Health Care Act (AHCA) tersebut. Beberapa dari mereka menyatakan tidak puas karena RUU itu terlalu parah, sedangkan sebagian lainnya menilai perubahan yang ditawarkan RUU itu tidak jauh berbeda dari Obamacare.
RUU itu sendiri tidak populer di mata publik, hanya didukung 17% responden yang disurvei. Menurut Badan Anggaran Kongres, AHCA akan mengurangi defisit AS sampai 336 miliar dolar AS antara 2017—2026. Namun, lapor BBC, warga AS tanpa asuransi kesehatan melonjak menjadi 52 juta orang atau naik 24 juta orang dari saat Obamacare berlaku.
Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi Sang Presiden, padahal menyingkirkan lalu mengganti Obamacare—sistem layanan kesehatan untuk warga AS—merupakan janji penting Trump selama kampanye pemilihan presiden. Ini kegagalan kedua terwujudnya janji kampanye Trump, setelah banding yang diajukan pemerintahannya ditolak atas putusan pengadilan yang membatalkan surat perintah eksekutifnya tentang pembatasan masuk imigran dan pengungsi dari sejumlah negara muslim.
Minggu, 26 Maret 2017, Trump mencuit di akun twitter-nya @realDonaldTrump, Demokrat tersenyum di DC berkat Freedom Caucus menyelamatkan Obamacare! (CNN-politics, 26/3/2017).
Di balik penarikan RUU itu dari legislatif, CNN melaporkan sebenarnya Gedung Putih telah melakukan pembahasan dan tawar-menawar yang intensif dengan Freedom Caucus, namun Caucus tidak dapat memahami dan tetap menolak sejumlah pemangkasan atas Obamacare yang merugikan warga.
Namun, Gedung Putih masih terus berusaha meloloskan RUU tersebut. Setelah seorang anggota parlemen Republik asal Texas, Ted Poe, Sabtu, mengundurkan diri dari Freedom Caucus, Reince Preibus, kepala staf Gedung Putih, Minggu, mengatakan kepada Fox News, Gedung Putih akan terus menegosiasi Caucus dan bekerja dengan Demokrat sekalipun. ***
Selanjutnya.....

Barus, Titik Nol Islam Nusantara!

 
 
Barus, Titik Nol Islam Nusantara!
 
 PRESIDEN Joko Widodo, Jumat (24/3), meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumut. Peresmian ini bagian dari acara Silaturahmi Nasional Jam'iyah Batak Muslim Indonesia 24—25 Maret 2017 di Mandailing Natal. (Antara, 24/3).

Penetapan Barus sebagai titik nol peradaban Islam Nusantara, menurut antropolog Aceh, Teuku Kemal Fasya, yang juga Dewan Pakar Nahdlatul Ulama Aceh (Kompas, 23/3) tepat pada dimensi Islam sufisme, tanpa mengecilkan Singkil (120 km utara Barus, di pantai Aceh perbatasan Sumut).
Barus dan Singkil, menurut Kemal Fasya, menjadi tempat bersemainya gagasan tasawuf, terutama tarekat Syattariyah. Tasawuf sebagai ilmu agama batin menjadi katalisator berkembangnya Islam toleran, inklusif, dan progresif—ciri Islam Nusantara. Berkembangnya tradisi zikir dan suluk di Nusantara sangat dipengaruhi pemikiran sufisme dari Barus dan Singkil.
Dengan penekanan Islam Nusantara sedemikian, dari pandangan Kemal Fasya bisa dipahami sejalan dengan realitas fakta-fakta yang menjadi komitmen para ahli sejarah selama ini bahwa Islam arus utama yang berporos pada fikih mazhab Syafi'iyah pertama masuk Indonesia lewat Kerajaan Pasai, di pantai timur Aceh.
Meski Barus dan Pasai tidak bisa dipisahkan. Karya-karya tokoh tasawuf, seperti Syarab al-Asyikin, Mir'atul Thulab, Tarjuman Mustafid, atau Umdat al-Muhatajin Suluk Maslak al-Mufridin dituliskan dalam bahasa Melayu beraksara Arab yang diserupakan dengan bahasa Pasai.
Di Barus dan Singkil dua hal berkembang secara bersamaan, yaitu filsafat Islam wujudiyah dan kesusasteraan Melayu. Tokoh utama sejarah Melayu dari Barus adalah Hamzah al-Fansuri yang diperkirakan lahir 1570-an dan meninggal pada 1630-an. Fansur sendiri berarti “kapur barus”. Dulunya Barus masuk wilayah Kerajaan Aceh. Pemikir besar lain lahir di Singkil, Syekh Abdurrauf as-Singkili (1615—1693).
Berabad-abad sebelum Masehi, Barus telah menjadi kota perdagangan kapur barus (kamper), kemenyan, cendana, emas, yang dikenal di Timur Jauh, Eropa, dan Afrika Utara, puncaknya Abad ke-10. Agama Islam dibawa pedagang India, Arab, dan Tiongkok. Makam ulama di Papan Tenggi berpenaggalan abad ke-13, masa ini justru ditengarai Barus mulai sepi perdagangan, tapi bangkit sebagai pusat peradaban dan sastra Melayu.
Pengembangan Islam Nusantara tidak bisa dilepaskan dari kesusasteraan Melayu Pasai pada abad ke-13 hingga ke-14, puncaknya berkibar di Barus abad-abad selanjutnya. ***
 
 
Selanjutnya.....

Dunia Memasuki Era Neo-Proteksionisme!

DUNIA memasuki era neo-proteksionisme, isme baru berjiwakan populisme Amerika Serikat (AS). Kondisi baru ini menuntut penyesuaian para pengelola ekonomi negara Eropa, Asia, dan Amerika Latin setelah pertemuan G-20 di Jerman 17-18 Maret 2017 lalu gagal melahirkan arah ekonomi dunia akibat AS ngotot pada maunya sendiri.
"AS tetap meminta perdagangan fair yang hanya sesuai dengan kebutuhannya sehingga tidak selalu sama dengan kebutuhan global," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani yang Rabu (22/3/2017) menggelar temu pers membicarakan sistem perekonomian global yang berada di jalan buntu usai kegagalan G-20 merumuskan arah perekonomian dunia. Sri bersama Gubernur BI Agus Martowardojo baru kembali dari pertemuan tersebut. (MI, 23/3/2017)
Semua menteri keuangan dari Eropa, Asia, dan Amerika Latin, kata Sri, menyuarakan pentingnya perdagangan global dalam pemulihan ekonomi dan mengharapkan komitmen terhadap sikap antiproteksionistis. "Jika semua negara melakukan hal yang sama, akan terjadi perang dagang dan perang curency (kurs mata uang) yang pasti berpengaruh ke semua negara," tukas Sri.
Di sisi lain, perang dagang dan curency sebagai wujud persaingan sempurna, yang menciptakan situasi survival of the fittest--hanya yang terkuat yang berhak hidup, alias mundur jauh ke zaman kapitalisme klasik itulah tujuan Donald Trump yang besar sebagai pengusaha di negeri kapitalis tersebut.
Artinya, dengan proteksionisme America First-nya Trump menerapkan ke perdagangan global persaingan murni di mana hanya yang terkuat yang berhak hidup seperti yang ia lakoni sebagai pengusaha selama ini.
Dengan itu Amerika sebagai negara ekonomi terbesar dan terkuat dunia akan lebih terjamin keluar sebagai pemenang. Sedang negara-negara lain harus siap didikte, atau bahkan negara-negara lemah yang belum berkembang harus siap dipecundang, jadi korban keganasan imperialisme--kembali seperti di Abad ke-19 sampai awal Abad ke-20.
Sri Mulyani pun menyatakan, proteksionisme merupakan suatu ancaman yang nyata dalam perdagangan global. "Ini kemunduran bagi G-20, Indonesia betul-betul mewaspadai kondisi ini sebab peranan perdagangan cukup besar pada ekonomi kita," tegasnya.
Dengan neo-proteksionisme-nya itu, ekonomi AS enclave, persis seperti kemakmuran dalam kompleks Freeport yang terisolasi, tidak sedikit pun bisa dinikmati warga sekitarnya yang melarat berkepanjangan. Apalagi Trump membangun tembok kokoh setinggi 9 meter sepanjang perbatasan AS-Meksiko. ***
Selanjutnya.....

IPM Indonesia Merosot Jadi 113!

PERINGKAT indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia 2016 merosot dari 110 ke 113 dari 188 negara. Ironis, hal itu terjadi justru di balik prestasi Indonesia menaikkan; pendapatan nasional bruto 135,4%, angka harapan hidup 5,8 tahun, lama bersekolah rata-rata 4,6 tahun, dan harapan lama bersekolah 2,8 tahun.
Direktur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Indonesia Christophe Bahuet dalam pengumuman laporan pembangunan manusia 2016 di Jakarta, Rabu (22/3/2017), menyatakan meski beberapa hal di Indonesia mengalami peningkatan yang siginifikan, "Namun, pencapaiannya belum memberikan manfaat bagi semua orang." (Kompas, 23/3/2017)
Menurut laporan itu, nilai IPM Indonesia pada 2015 sebesar 0,689. Dengan perhitungan faktor kesenjangan, nilainya turun menjadi 0,563 atau berkurang 18,2%.
Itu dilengkapi data, 140 juta orang masih hidup dengan penghasilan kurang dari Rp20 ribu per hari, 19,4 juta orang menderita gizi buruk, 2 juta anak di bawah usia satu tahun belum menerima imunisasi lengkap, angka kematian ibu masih 305 per 100 ribu kelahiran hidup, dan akses ke layanan dasar hampir 5 juta anak tidak bersekolah.
Mengenai kesenjangan yang menurunkan nilai IPM Indonesia itu, penasihat tujuan pembangunan berkelanjutan UNDP Indonesia, Ansye Sopacua, menyatakan kesenjangan pembangunan di Indonesia bisa dilihat dari ketidaksetaraan gender. Meski kebijakan publik telah mengakomodasi kesetaraan gender, implementasinya belum sesuai. Contohnya, kuota perempuan di parlemen 30% belum terpenuhi.
Ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan itu, antara lain IPM laki-laki 0,712 dan perempuan 0,660. Rata-rata lama bersekolah laki-laki 8,5 tahun dan perempuan 7,4 tahun. Untuk berpendidikan menengah laki-laki 51,7% dan perempuan 42,9%. Pendapatan nasional bruto per kapita laki-laki 13.391 dolar AS dan perempuan 6.668 dolar AS.
Kesenjangan sebagai penyebab merosotnya peringkat IPM Indonesia pada 2016 itu bertolak belakang dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang justru mencatat pada 2016 itu Rasio Gini sebagai indikator kesenjangan di Indonesia turun jadi 0,397 dari 0,402 pada 2015.
Perbedaan itu pada garis kemiskinan, UNDP penghasilan per kapita Rp20 ribu per hari (Bank Dunia 2 dolar AS/hari). Sedang garis kemiskinan BPS pada 2016 Rp368.592 per kapita per bulan (di Lampung), Rp12.300 per hari.
Akibatnya, ketika data BPS kesenjangan turun, data UNDP kesenjangan naik diikuti turunnya peringkat IPM Indonesia. ***
Selanjutnya.....

Gus Sholah Beri Contoh Netralitas!

DI tengah simpang siur klaim dukungan dalam pemilihan kepala daerah, pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, memberi contoh penegasan netralitasnya di antara pasangan-pasangan yang bersaing.
Untuk itu, Gus Sholah, Rabu (22/3/2017) sore, di Jakarta, mengatakan pertemuannya dengan calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat bukan bentuk dukungan. Dia mengatakan pertemuan itu hanya untuk menyambung silaturahmi.
"Ndak ada dukungan kepada siapa pun juga. Kemarin kan Saudara Anies (Baswedan)-Sandi (Sandiaga Uno) ke mari, ya monggo saja. Kita kan silaturahmi," ujar Gus Sholah (Kompas.com, 22/3/2017).
Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno memang berkunjung ke kediaman Gus Sholah di Jalan Bangka, Mampang Pela, Jakarta, beberapa hari sebelumnya.
Gus Sholah mengatakan dua pertemuan itu berangkat dari niat baik. Dua pasangan cagub dan cawagub sama-sama memiliki niat baik dalam mengikuti pilkada.
"Tidak ada yang niatnya jelek, yang ramai ini kan pendukungnya. Kadang-kadang main bola di lapangan itu enggak berkelahi yah, tapi Bonek sama Aremania itu yang berantem," ujar Gus Sholah.
Gus Sholah juga berharap kompetisi dalam pilkada akan selesai setelah putaran kedua. Dia tidak mau tersisa perpecahan setelah pilkada berakhir. "Jangan sampai ada kelanjutan, tidak boleh ada perpecahan. Kita harus saling menghormati dan saling menghargai. Toh, apa pun juga kita adalah bangsa Indonesia," ujar Gus Sholah.
Keteladanan Gus Sholah dengan netralitas sikapnya di antara pasangan-pasangan yang bersaing di pilkada itu bukan saja menjadi contoh positif bagi kalangan senior dan tokoh panutan sebagai pengayom masyarakat, melainkan juga mengandung hikmah berupa pelajaran untuk saling menghormati dan saling menghargai.
Posisi para tokoh panutan yang tegas dan jelas selaku pengayom tidak berpihak itu bisa menjadi jangkar masyarakat dari guncangan dinamika sosial-politik akibat pilkada, sehingga masyarakat tidak terombang-ambing bahkan pecah dan tercerai-berai oleh tarik-menarik kekuatan politik pilkada.
Saling menghormati dan saling menghargai dalam ikatan silaturahmi itu terutama atas pilihan politik sesama warga dalam pilkada. Beda pilihan calon atau partai adalah hal yang wajar dan biasa saja, tidak harus memutus silaturahmi, apalagi menjadikannya seteru dan bermusuhan. Beda pilihan justru menceminkan jiwa-jiwa merdeka dalam masyarakat Bhinneka Tunggal Ika. ***
Selanjutnya.....

Diwacanakan, Orang Parpol di KPU!

SEBAGAI oleh-oleh plesiran panitia khusus rancangan undang-undang pemilihan umum (Panja RUU pemilu) ke Jerman, Wakil Ketua Panja tersebut Yandri Susanto mewacanakan keanggotaan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari partai politik.
Hal itu mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.
Saat ditanya soal independensi dari penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik, Yandri menilai hal itu justru meminimalisasi kecurangan. (Kompas.com, 21/3/2017)
Di Jerman hal itu bisa berjalan baik sebagaimana mestinya, jelas karena cara berpikir, bersikap, dan bertindak orang Jerman yang sesuai untuk itu. Hal itu tidak terlepas dari realitas sejarah, Jerman tempat lahirnya pemikiran besar sosial politik, dari Max Weber hingga Karl Mark, sehingga penghayatan konsep-konsep pemikiran terkait, seperti birokrasi dan sejenisnya, mendarah daging dalam masyarakatnya.
Sedang kita masyarakat Indonesia masih dalam proses tranformasi nilai atas konsep-konsep tersebut, pengamalannya pun masih sering salah kaprah. Birokasi misalnya, bukannya dihayati sebagai pelayanan kepada rakyat, malah dijadikan sarana untuk meminta pelayanan dari rakyat. Kalau pelayanan dari rakyat itu tidak ada, kewajiban birokrat melayani rakyatnya diabaikan.
Itu kenyataan di negeri kita yang hingga kini masih terus diupayakan untuk diluruskan sesuai prinsipnya, tapi tidak kunjung lurus juga. Karena itu, untuk mengharapkan independensi penyelenggara pemilu dengan menempatkan orang parpol di KPU, bisa seperti nasib rakyat mengharap pelayanan publik dari birokrasi, yang terjadi justru birokratnya yang minta dilayani oleh rakyat.
Pemikiran demikian bukan hanya datang dari kalangan nonpartisan. Bahkan, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria tegas menolak wacana adanya unsur parpol dalam keanggotaan KPU. Menurut dia, unsur parpol di tubuh KPU akan mereduksi independensi yang menjadi syarat utama penyelenggara pemilu.
Riza berharap UU Pemilu yang baru mampu memperbaiki kualitas pemilu. Jika UU yang baru justru lebih buruk, tentu akan memengaruhi kualitas pemilu. Kalau kalangan parpol sendiri tidak setuju ada unsur parpol dalam KPU, usaha merangkainya dalam RUU tentu tidak mudah. Tapi sebagai oleh-oleh dari perjalanan jauh, tentu harus dihidangkan juga. Betapa mahal oleh-oleh itu, padahal tidak ada yang doyan. ***
Selanjutnya.....

Indonesia Gugat Uni Eropa ke WTO!

PEMERINTAH Indonesia melalui Kementerian Perdagangan menggugat Uni Eropa (UE) ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas tingginya tarif bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap produk biodiesel sebesar 8,8%—23,3% (76,94 euro—178,85 euro) per ton.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurman, Senin (20/3/2017), menyatakan sejak pemberlakuan BAMD pada 2013, kinerja ekspor biodiesel Indonesia ke UE merosot dari 635 juta AS dolar pada 2013 menjadi 9 juta AS dolar pada 2016 (CNN-Indonesia, 20/3/2017).
Indonesia meyakini Komisi Eropa (KE) selaku otoritas penyelidikan melakukan kesalahan dalam metodologi dan penghitungan nilai normal dan profit margin yang menyebabkan biodiesel Indonesia dikenakan BMAD tinggi.
Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan setelah Argentina yang mengalami nasib sama gugatannya menang di tingkat Appellate Body (AB) WTO. Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati menyatakan, "Kami siap menyampaikan gugatan pada pertemuan pertama 29—30 Maret 2017 ini di markas besar WTO di Jenewa."
"Indonesia memiliki gugatan yang serupa dengan Argentina dalam melawan UE. Belajar dari pengalaman Argentina, kami optimistis Indonesia dapat memenangkan gugatan di DSB WTO sehingga UE menurunkan margin dumping atau membatalkannya," ujar Pradnyawati.
Di sisi lain, produsen/eksportir Indonesia telah memenangkan gugatan atas BAMD UE ini ke General Court UE. Pada 19 September 2016, Reuters memberitakan pengadilan General Court UE mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan KE untuk membatalkan penetapan BAMD terhadap Indonesia dan Argentina. Saat ini Dewan UE sedang banding atas putusan General Court UE itu ke The European Court of Justice.
Putusan akhir pengadilan UE dan WTO atas BAMD ekspor biodiesel Indonesia itu sangat diharapkan karena tarif bea masuk itu amat memberatkan produsen/eksportir Indonesia, yang di dalam negeri sendiri setiap ekspor biodiesel kena pungutan 20 dolar AS per ton untuk Badan Pengelola Dana Perkebunan (Kontan.co.id, 19/3/2017).
Dasar putusan KE menetapkan BMAD tinggi itu on the spot verification pada 2012, waktu itu telah dibantah pemerintah. Tapi, karena tujuannya memproteksi industri dalam negerinya, mereka paksakan.
Bahkan, kampanye antisawit Indonesia di UE tak henti. Terakhir hasil voting Parlemen UE menyatakan sawit penyebab deforestasi, degradasi habitat, masalah HAM dan tenaga kerja anak (Kompas.com, 20/3/2017). Tampak, medan perjuangan cukup berat. ***
Selanjutnya.....

Menguat, Sikap Kurang Etis Trump!

SELAIN anti-Islam, sikap perilaku kurang etis Presiden AS Donald Trump juga menguat. Saat menerima tamu Kanselir Jerman Angela Merkel, Jumat (17/3/2017), di Gedung Putih, Trump mengabaikan ajakan Merkel untuk berjabat tangan sesaat sebelum menggelar jumpa pers bersama.
Dalam video berdurasi 58 detik yang diunggah ke Mirror.co.uk, tampak keduanya tidak saling berhadapan ketika duduk di depan para fotografer yang mengabadikan momen tersebut. Tidak sekali pun Trump menoleh ke arah Merkel yang beberapa kali memandang ke arahnya (Kompas.com, 18/3/2017).
Bahkan, ketika Merkel hendak mengajaknya untuk berjabat tangan dengan bertanya perlahan kepada Trump, "Apakah Anda ingin berjabat tangan?" Trump hanya menatap lurus pada tangannya tanpa menjawab pertanyaan Merkel.
Sejumlah pewarta foto berkali-kali meminta kedua tokoh berjabat tangan. Namun, Trump tidak sedikit pun berbalik ke arah Merkel yang duduk hanya beberapa sentimeter di kanannya. Merkel melempar pandangan sekejap ke arah Trump, tapi tidak ada respons. Trump mengabaikan permintaan wartawan.
Tidak sebatas itu, sikap kurang etis Trump berlanjut sesaat Merkel meninggalkan Gedung Putih. Trump menulis di akun Twitter-nya pemerintah Jerman berutang banyak kepada AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Betapa tidak etisnya sikap dan perilaku seorang presiden memperlakukan tamu negara, dari negara sebesar Jerman, dengan cara seperti itu. Tanpa kecuali kedua tokoh berbeda pandangan dalam berbagai hal, kunjungan seorang kepala pemerintahan negara sahabat seyogianya dilayani penuh hormat.
Trump dan Merkel selama ini berseteru sengit terkait kebijakan imigrasi kedua tokoh yang bertentangan. Merkel membuka perbatasan negerinya terhadap pengungsi korban perang Timur Tengah dan memfasilitasi kehidupan selanjutnya, sedang Trump menolak kadatangan pengungsi ke negerinya.
Tidak ada berita tanggapan Merkel atas sikap Trump itu, kecuali bantahan atas twit Trump dari Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen yang dikutip Reuters, Minggu (19/3/2017), "Tidak ada utang apa pun Jerman terhadap AS dan NATO dalam kerja sama pertahanan."
Ursula menegaskan setiap negara ingin beban pertahanan dibagi secara berimbang. Demi mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan pemahaman konsep pertahanan modern. Konsep pertahanan modern itu mencakup NATO, persekutuan pertahanan Eropa, dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konsep itu mungkin kurang dipahami Trump dengan penonjolan sikap kurang etis itu. ***
Selanjutnya.....

Gantung Diri Siaran Langsung di FB!

BANYAK orang keranjingan siaran langsung di fitur baru layanan media sosial Facebook (FB). Demikian pula Pahinggar Indrawan alias Indra (35), sopir mobil rental di Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang gantung diri di rumahnya, Jumat (17/3/2017), dengan tayangan siaran langsung di FB.
Setelah videonya di FB viral beberapa jam, baru ketahuan admin dan dihapus. Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengimbau masyarakat dunia maya untuk tidak menyebarkan video siaran langsung orang bunuh diri yang sempat viral di media sosial itu.
"Mengimbau bagi siapa saja yang memiliki video tragedi kejadian bunuh diri ini untuk tidak menyebarkan dan segera men-take-down lewat apa pun, internet, juga media sosial," imbau Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangarepan, dalam siaran tertulis Jumat (Antara, 17/3/2017).
Kejadian seperti itu tidak untuk dipertontonkan. "Selain melanggar nilai kemanusiaan, juga melanggar UU ITE Pasal 28," tegas Samuel.
Kasus bunuh diri itu sudah ditangani polisi. Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Budi Hermanto menyatakan, "Pada hari Jumat, tanggal 17 Maret 2017, jam 04.00 WIB, terjadi keributan antara korban dengan istrinya."
Keributan itu kemudian diselesaikan di rumah ketua RT. Masalah selesai lalu Indra dan istrinya pulang ke rumah.
Pada pukul 13.30, anak Indra menemui ketua RT dan mengajak ke rumah Indra. Sampai di rumah, Indra ditemukan tergantung tidak bernyawa di tali tambang. Jenazahnya dibawa ke rumah sakit (detiknews, 17/3/2017).
Di akun FB-nya, Indra sempat merekam video curhat sebelum video gantung diri. Dalam video itu dia mengaku cinta mati pasa istrinya.
"Gue cinta mati sama dia, ya enggak tau kenapa emang pun jodohnya juga kali. Jadi, sekarang dia pergi enggak tau ke mana ninggalin gue sama anak-anak. Susah juga sih jelasinnya gue. Gue sekarang pun enggak tau mau apa, gue juga bimbang," ujarnya.
Demikianlah kisah tragis bunuh diri dengan siaran langsung di tayangan media sosial yang sempat viral beberapa jam. Kita merasa penting menyebarkan imbauan Kemenkominfo agar siapa pun yang memiliki rekaman video tersebut segera dimusnahkan. Karena, jika diputar ulang, apalagi di media sosial, bisa menuai peniruan dalam masyarakat.
Lebih dari itu, kepada netizen diharapkan jika melihat ada siaran langsung seperti itu, supaya secepatnya memberi tahu yang berwajib, siapa tahu pelakunya masih bisa diselamatkan, bukan malah asyik menonton gayanya meregang maut. ***
Selanjutnya.....

Pemerintah Atur Cara Ceramah Agama!

MENTERI Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan saat ini pemerintah tengah menyusun aturan mengenai ceramah di rumah ibadah. Dengan aturan itu diharapkan ada standardisasi cara berceramah di rumah ibadah yang sepatutnya dilakukan.
Hal itu Lukman sampaikan di Kongres Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jakarta, Kamis. "Intinya adalah bagaimana ada pedoman bersama berceramah di rumah-rumah ibadah.” (Kompas.com, 16/3/2017)
Lukman berharap aturan yang sedang dipersiapkan ini tidak hanya mengikat bagi penceramah atau pengelola rumah ibadahnya. Namun, masyarakat secara keseluruhan diharapkan punya persepsi yang sama apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika berceramah di rumah ibadah. Aturan itu tidak hanya berlaku untuk satu agama tertentu, tetapi juga seluruh agama.
Menteri mengakui aturan ini dibuat karena adanya sejumlah orang atau kelompok yang menggunakan rumah ibadah untuk alat politik. Ada pula kelompok yang menebar kebencian lewat unsur suku, agama, ras, dan antargolongan.
"Jadi supaya rumah ibadah betul-betul kita jaga kesakralannya, dan jangan sampai rumah ibadah menjadi tempat yang justru menimbulkan konflik atau berpotensi munculnya konflik di tengah masyarakat kita yang beragam," ujarnya.
Dengan alasan yang telah dikemukakan itu, jelas terlihat regulasi tersebut untuk mengatasi kecenderungan negatif yang sempat menggejala dalam masyarakat. Regulasi itu demi ketenteraman masyarakat beribadah dan mengeliminasi konflik.
Namun, keluarnya regulasi yang mengatur harus seperti apa orang berceramah, jangan begini atau jangan begitu, sehingga seorang pengkhotbah bukan hanya mengacu rukun ibadah, melainkan juga aturan pemerintah, secara nyata mencerminkan kemunduran dalam toleransi beragama, baik pada internal umat seagama maupun eksternal antarumat beragama.
Lebih mundur lagi kalau regulasi itu disusun dalam bentuk undang-undang sehingga isinya mengandung sanksi pidana. Akibatnya, suatu kesalahan seorang penceramah atau pengkhotbah bukan saja berisiko dosa yang ditanggung di akhirat kelak, melainkan juga bisa dipenjara.
Oleh karena itu, jauh lebih baik jika semua pihak menyadari ketelanjuran dalam mengeksploitasi rumah ibadah untuk kepentingan politik. Lalu, secara saksama menghormati dan kembali menyakralkannya, mensterilkan rumah ibadah dari tindakan lancung politik atau kepentingan sempit duniawi lainnya.
Atau nafsu politik umat sudah terlalu buruk sehingga regulasi itu tak terbendung lagi. ***
Selanjutnya.....

The Fed Naik, IHSG Double Winner!

KONDISI ekonomi Indonesia menguat signifikan tecermin dari kenyataan naiknya suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), 25 basis poin pada Kamis (16/3/2017), IHSG justru mencapai double winner ditutup tembus 5.500 (5.518,24), dan kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) tembus Rp6.000 triliun (6.012 triliun).
Kedua indikator itu jelas menunjukkan bukan saja ekonomi Indonesia on the track, tetapi juga makin efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan derasnya modal asing masuk, yang menurut Bank Indonesia (BI) inflow per 13 Maret 2017 saja ekuivalen 2,2 miliar dolar AS. (detik-finance, 16/3/2017)
Kalau sebelumnya kenaikan suku bunga The Fed dikhawatirkan berimbas negatif terhadap IHSG dan rupiah, terbukti di bursa saham dan rupiah yang terjadi justru sebaliknya. Oleh karena itu, sebagai respons atas kebijakan The Fed, BI memutuskan kembali menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate tetap pada 4,75%.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya BI menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah meningkatnya ketidakpastian global," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.
Dengan kondisi yang ideal itu, selain mewaspadai berbagai faktor negatif dari luar negeri (eksternal), faktor-faktor negatif internal yang mungkin muncul perlu diidentifikasi terus, terutama inflasi yang belakangan cenderung tinggi. Dalam hal ini pemerintah perlu menjaga diri agar tidak menjadi sumber masalah.
Contohnya, inflasi priode terakhir dikenali sebagai dampak negatif dari kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices), antara lain kenaikan tarif listrik 900 Kwh dan harga BBM nonsubsidi.
Upaya pemerintah menjaga kondisi ekonomi yang ideal itu, terutama dari kebijakan inflatoar, juga berlaku pada pemerintah daerah. Sebab, sering terjadi inflasi di daerah tertentu lebih tinggi dari nasional akibat kebijakan di tingkat lokal.
Hal itu penting karena kondisi ideal ekonomi nasional itu disebabkan populisme ekonomi di Amerika dan Brexit, yang justru dengan maksud proteksionisme agar nilai tambah yang mereka hasilkan tidak merembes keluar, yang terjadi justru isolasi atau enclave sehingga skala usaha di dalamnya menjadi sesak. Oleh sebab itu, investor berlarian keluar, terutama ke emerging market, salah satunya Indonesia.
Untuk itu, jangan sampai booming modal asing itu dikacaukan oleh kebijakan domestik yang ujub, mengira modal itu masuk berkat pikatan kita. Padahal, muntahan populisme. ***
Selanjutnya.....

Dua Serangan Balik DPR ke KPK!

SOSIALISASI Rancangan Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan usulan hak angket kasus KTP-el dari kalangan anggota DPR yang dilakukan saat kasus korupsi KTP-el yang dakwaannya menyebut nama banyak anggota DPR mulai disidangkan di pengadilan, bisa diasumsikan sebagai serangan balik DPR terhadap KPK. Sebagai serangan balik, revisi UU KPK bisa melemahkan KPK dari berbagai fungsinya, seperti penyadapan harus dengan izin hakim, bahkan usia KPK dibatasi hanya sampai 12 tahun lagi.
Ancaman sedemikian bisa saja mendorong KPK membuka peluang bargain peringanan bagi anggota DPR yang terkait KTP-el. Kalau tidak, serangan balik bisa merisaukan hingga memperlambat proses penanganan kasus KTP-el terkait anggota DPR—sampai habis masa jabatan komisioner KPK sekarang diganti komisioner baru hasil pilihan DPR.
Lebih berat lagi serangan balik DPR dengan hak angket, justru KPK yang dijadikan pesakitan, diperiksa dan harus menjelaskan materi penyidikan serta menjawab pertanyaan anggota DPR—karena arti hak angket itu adalah hak bertanya! Bahkan lebih buruk dari itu, DPR bisa memberi penilaian baik-buruk atau salah-benarnya kerja KPK, sehingga proses hukum terintervensi campur tangan politik dan kekuasaan.
Kalau hal itu sampai terjadi, proses the rule of law secara efektif bergeser menjadi the rule of power. Bukan supremasi hukum lagi yang dihasilkan, melainkan suatu bentuk match staat (negara kekuasaan) yang dalam hal ini heavy ke legislative power.
Namun, karena baik revisi UU maupun hak angket tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan eksekutif, yakni untuk revisi UU harus dibahas bersama eksekutif, sedangkan hak angket prinsipnya legislatif bertanya pada eksekutif, yang dalam hal ini subjek eksekutifnya KPK.
Dengan kedua hal itu tidak bisa melepaskan peran eksekutif, peluang DPR tak cukup bebas untuk melakukannya. Untuk revisi UU KPK yang pernah diajukan DPR dan disepakati masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2016, ternyata terhenti oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang tidak setuju revisi UU yang melemahkan KPK.
Untuk hak angket, Presiden Joko Widodo terkesan dingin dengan usulan yang disampaikan seorang wakil ketua DPR kepadanya. Sebaliknya, Presiden menegaskan agar KPK membongkar tuntas kasus KTP-el. Ia meyakini KPK akan bertindak profesional dalam menangani kasus korupsi KTP-el. (Kompas, 12/3/2017)
Tampaknya, situasi medan serangan balik DPR terhadap KPK yang kurang mendukung. ***
Selanjutnya.....

Mengakhiri Perbudakan Modern!

PARA tokoh lintas agama Indonesia, Selasa (14/3/2017), di Istana Wakil Presiden, Jakarta, menandatangani perlawanan terhadap perbudakan modern yang berkembang di dunia. Indeks Perbudakan Global (Global Slavery Index) 2016 Walk Free Foundation mencatat 45,8 juta pria, wanita, dan anak-anak di dunia terjebak dalam perbudakan modern, meningkat 28% dari 2014.
Sebanyak 736 ribu orang budak berada di Indonesia, atau 0,3% dari populasi. Beberapa bentuk perbudakan ditemukan di Indonesia seperti perdagangan manusia yang berujung budak seks komersial, kerja paksa, eksploitasi anak-anak mengemis, dan perbudakan di laut. Prevalensi perbudakan di Indonesia menempati peringkat ke tujuh di Asia Tenggara dan ke-39 dari 167 negara yang disurvei.
Kegiatan di Istana Wapres itu digagas Universitas Paramadina dan Global Freedom Network (GNF) sebagai bentuk perlawanan terhadap perbudakan modern.
Chairman GNF Andrew Forrest yang juga pendiri Walk Free Foundation berharap penandatanganan tersebut menginspirasi pemerintah dan para pelaku bisnis untuk bergabung dalam perlawanan terhadap perbudakan modern. "Saya sangat berterima kasih atas dukungan yang diberikan dan menyambut baik keberanian dan keyakinan mereka dalam bekerja sama mengakhiri perbudakan modern," ujar Forrest. (Kompas.com, 14/3/2017)
Perbudakan modern, menurut Walk Free Foundation yang dikutip BBC (1/6/2016), adalah suatu situasi eksploitasi di mana seseorang tidak bisa menolak atau pergi karena adanya ancaman, kekerasan, pemaksaan, penyalahgunaan kekuasaan, dan penipuan.
India menjadi negara dengan jumlah perbudakan terbanyak, 18,3 juta orang. Disusul Tiongkok 3,39 juta, Pakistan 2,13 juta, dan Bangladesh 1,53 juta orang.
Sedang Korea Utara memiliki prevalensi tertinggi perbudakan modern, yakni 5% dari populasinya. Di Asia Tenggara, prevalensi Kamboja tertinggi dengan 1,6% dari populasi. Disusul Myanmar (0,9%), Brunei (0,8%), Thailand (0,6%), Malaysia (0,4%), Filipina (0,4%), Indonesia, Laos, Timor Leste (0,3%), Singapura (0,2%), dan Vietnam (0,1%).
Untuk mengakhiri perbudakan modern, langkah seiring pemerintah, pengusaha, masyarakat diperlukan. Pemerintah tegas menindak setiap gejala dengan solusinya seperti penampungan anak telantar agar tidak dieksploitasi juragan pengemis. Pengusaha, menjalankan aturan perburuhan dengan baik, tidak malah memperbudak buruhnya. Sedang masyarakat menghindari tindakan menjurus perbudakan seperti perlakuan buruk terhadap pembantu rumah tangga. ***
Selanjutnya.....

Ramai Bantah Terima Duit KTP-El!

USAI dakwaan dibacakan, sejumlah tokoh yang namanya disebut jaksa menerima dana kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) membantah dakwaan pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut. Bantahan itu antara lain dari Setya Novanto, Marzuki Alie, Ade Komarudin, Yasonna Laoly.
Namun, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak ambil pusing dengan ramainya bantahan tersebut. Menurut KPK, perdebatan nantinya lebih sesuai bila dilakukan di ruang persidangan.
"Hukum mengizinkan pihak-pihak terkait pada proses peradilan untuk membantah atau menerima pengakuan pihak lain. Itu sebabnya, pengadilan adalah koridor tempat perdebatan itu dilakukan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (detiknews, 13/3/2017)
KPK menegaskan tidak bergantung pada bantahan tersebut dalam membuktikan fakta-fakta di persidangan nantinya. Selain di persidangan, KPK akan memanggil para pihak yang disebut terlibat dalam rangka meminta keterangan guna pengembangan perkara.
"Keduanya jalan (persidangan dan pemanggilan ke KPK)," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Dalam waktu dekat, KPK memastikan melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka baru. Penetapan itu berkaitan dengan dakwaan yang menyebut Irman dan Sugiharto melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama, tambahnya.
Tidak disertakannya inisiator korupsi KTP-el yang disebut dalam dakwaan sebagai tersangka, seperti Andi Narogong dan ketiga tokoh lainnya—Novanto, Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum, memang dipertanyakan. Apalagi menurut dakwaan itu, keempat orang tersebut menerima bagian yang besar dana KTP-el, yakni Andi Narogong dan Novanto Rp574 miliar, juga Nazaruddin dan Anas Rp574 miliar.
Terkait ramainya bantahan itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengimbau pihak tersebut untuk bersikap kooperatif dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Menurut dia, dalam menghadapi proses hukum sikap kooperatif lebih bermanfaat ketimbang membantah.
Salah satu sikap koperatif adalah dengan menyerahkan kembali uang dugaan korupsi dan memberi keterangan yang relevan kepada KPK. "Tidak ada gunanya melakukan bantahan karena akan lebih baik untuk proses hukum kalau itu (uang dugaan korupsi) dikembalikan dan disampaikan langsung kepada KPK," ujar Febri. (Kompas.com, 13/3/2017)
Meski pengembalian uang tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan, menurut Febri, tentu saja akan menjadi faktor meringankan.
Tapi, pasti rikuh untuk mengembalikan kalau telanjur membantah terima. ***
Selanjutnya.....

Bahtsul Masail Kiai Muda GP Ansor!

PIMPINAN Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyelenggarakan Bahtsul Masail Kiai Muda bertema Kepemimpinan nonmuslim di Indonesia. Hasilnya, GP Ansor menyatakan setiap warga negara bebas menentukan pilihan politiknya dalam memilih pemimpin tanpa melihat latar belakang agama yang dianutnya.
Bahtsul Masail Kiai Muda GP Ansor ini diselenggarakan di Jakarta 11—12 Maret 2017. Hasilnya disampaikan dalam keterangan pers Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, KH Abdul Ghofur Maimun Zubair (mushohih atau perumus), dan pengurus lainnya. (detiknews, 13/3/2017)
"Terpilihnya nonmuslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi, adalah sah jika seseorang nonmuslim terpilih sebagai kepala daerah. Dengan demikian, keterpilihannya untuk mengemban amanah kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama," kata KH Najib Bukhori dalam keterangan tertulis yang dibagikan, Minggu (12/3/2017).
Hasil ini nantinya akan disosialisasikan ke seluruh Indonesia. Melalui Bahtsul Masail Kiai Muda ini, GP Ansor mengimbau umat Islam di Indonesia agar meredakan ketegangan dalam setiap kontestasi politik karena hal tersebut berpotensi memecah belah umat Islam.
GP Ansor adalah generasi muda dari Nahdlatul Ulama (NU), sehingga sebagaimana lazimnya tradisi-tradisi yang berlaku di NU seperti tahlilan, qunut, dan sebagainya, hasil Bahtsul Masail Kiai Muda ini juga utamanya berlaku di lingkungan warga NU.
Bagi warga di luar NU tentu tentatif, mau ikut silakan, tapi untuk tidak ikut tidak masalah, NU menghormati hak-hak dan tradisi warga di luar NU. Sebaliknya, sewajarnya pula kalau tradisi yang ada dalam NU dihormati sesama muslim, untuk tidak dicaci apalagi dikafirkan dalam tablig akbar seperti yang baru-baru ini terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur.
Selayaknya dipahami, tradisi-tradisi dalam NU tersebut prinsipnya bertolak dari warisan Wali Songo yang memasukkan Islam ke Nusantara melalui jalur budaya. Dengan begitu, menjadi ciri khas NU, sebagai Islam Nusantara yang ramah budaya dan toleran, sesuai realitas masyarakat Nusantara yang beraneka suku dan budayanya namun bersatu dalam Islam dan Indonesia.
Bertolak dari tradisi itu, hasil Bahtsul Masail Kiai Muda GP Ansor jelas visinya dalam menjaga keutuhan umat Islam di tengah perbedaan pilihan politik dalam masyarakat Nusantara yang bineka. Tidaklah umat harus tercerai-berai (apalagi jadi bermusuhan) akibat pilihan politik dari waktu ke waktu.***
Selanjutnya.....

Elite Peralat Kelompok Radikal!

GEJALA menguatnya kelompok radikal dan garis keras saat ini, kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, terjadi akibat elite memperalat kelompok tersebut untuk kepentingan politik sesaat, seperti pemilu atau pilkada. Dia mengecam elite yang menjadikan kelompok radikal sebagai alat untuk kepentingan politik sesaat.
Jika kelompok garis keras dianggap sebagai ancaman serius bagi Pancasila, elite politik dan segenap masyarakat harus menyelesaikan persoalan ini. Menurut dia, terlalu berbahaya jika kelompok yang mengancam ideologi bangsa ini dipergunakan demi meraih kekuasaan.
Dalam diskusi Merawat Keindonesiaan: Deradikalisasi melalui Politik Kebudayaan, di Jakarta, Jumat (10/3/2017), Dedi mengatakan, "Aneh dengan negeri ini, katanya takut Indonesia kehilangan ideologi, takut Indonesia kehilangan pluralisme, dan takut Indonesia kehilangan ideologi kebangsaan, tetapi setiap saat elite politik dan kekuasaan berkolaborasi (dengan kelompok garis keras)." (BeritaSatu, 11/3/2017)
Menguatnya kelompok garis keras, menurut Dedi, juga terjadi lantaran ada ruang bagi mereka untuk tampil di publik melalui pengerahan massa, mimbar-mimbar, media massa, dan lainnya. Ia mengaku heran adanya kondisi tersebut sebagai ancaman terhadap ideologi bangsa tidak dirasakan sebagian elite politik.
Bahkan, sebagian pejabat publik, termasuk kepala daerah, memilih berkompromi dengan kelompok garis keras. Mereka lebih khawatir kehilangan aset elektabilitas dan popularitas ketimbang bersikap tegas terhadap kelompok tersebut.
Akibatnya, kelompok garis keras ini seakan telah menjadi penentu jalannya pemerintahan di daerah. Kepala daerah yang berpihak pada rakyat, merawat orang sakit, menyantuni orang miskin, dan lainnya, tetap saja akan diganggu jika tidak merangkul kelompok itu. "Sebaliknya, walaupun banyak salah, pasti dipuji terus karena banyak menyumbang (kepada kelompok itu)," ujar Dedi.
Menguatnya kelompok radikal dan garis keras mengancam negeri Pancasila juga merupakan keprihatinan Presiden Jokowi dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan keduanya Kamis (9/3/2017). Itu tecermin dari simpul pertemuan, kesepakatan untuk bersama menyelamatkan negeri Pancasila.
Imbauan agar elite politik menyelesaikan masalah ini, dengan tekanan Dedi Mulyadi di daerah, relevan untuk mengeliminasi gangguan kelompok radikal juga garis keras justru di daerah yang kelompok radikal dan garis keras belum mencolok. ***
Selanjutnya.....

Jokowi-SBY, Selamatkan Negeri Pancasila!

USAI pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana, Kamis (9/3/2017), Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mantap mengatakan kepada wartawan, "Yang penting kita cocok, untuk menyelamatkan negeri ini, negeri Pancasila, saya kira kerja sama politik apa pun itu terbuka." (Kompas, 10/3/2017)
Pernyataan itu amat melegakan, klimaks dari "berbalas pantun" kedua pemimpin yang saling sindir dalam komunikasi politik nasional. Hasil pertemuan itu amat positif, menyapu bersih saling curiga atas kegiatan kedua pihak, menjadi kesalingpercayaan yang bisa menjadi fondasi stabilitas politik nasional.
Hal itu tentu menggembirakan rakyat yang cinta damai, yang tidak suka pada keributan, bising dengan saling silang konflik. Lebih-lebih dengan kedua pemimpin sudah sepaham dan seiring jalan dalam memimpin bangsa, semakin kecil kemungkinan gesekan atau konflik antara barisan pendukung di belakang kedua pemimpin.
Pertemuan itu mengurai tuntas kerisauan SBY yang sempat merasa diinteli, disadap, bahkan dicurigai oleh kubu penguasa berada di balik berbagai gerakan, dari merecoki pemerintahan Jokowi, menyulut isu SARA, sampai makar. Tapi semua itu ternyata cuma prasangka yang jauh dari kebenaran.
Karena itu, setelah terjalin dialog blak-blakan empat mata, yang saling mencurahkan hasrat kepemimpinan kedua tokoh, terjalinlah kesatuan pandang kedua tokoh untuk melangkah bersama membangun negeri dalam asas Pancasila. Kedua pemimpin tampak bisa sama-sama merasakan keresahan yang merasuki rakyat luas atas kemunduran dalam kemasyarakatan berbangsa yang beragam akibat tekanan isu SARA yang cenderung terus menguat.
Dalam hal ini, SBY selain sebagai Presiden ke-6 Republik ini, kini juga berperan sebagai ketua umum Partai Demokrat, yang kuat berorientasi pada Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika-nya. Dan alangkah naifnya jika pandangan hidup luhur itu dikorbankan hanya untuk kepentingan sesaat, pemilukada!
Itu yang membuat wajar SBY jadi resah dan ingin segera bertemu Presiden Jokowi untuk menyatukan pandang dan langkah yang lurus di jalan Pancasila. Maka itu, setelah keduanya bertemu, rakyat bisa merasa lega. Karena, simpang siur isu yang mengeksploitasi hoax terkait SARA, akan bisa diturunkan oleh magnet paduan kekuatan kedua kutub lewat mengokohkan kembali implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan politik dan berbangsa.
Itulah simpul pernyataan SBY bahwa keduanya cocok untuk menyelamatkan negeri Pancasila. ***
Selanjutnya.....

KTP-El, Bancakan Beramai-ramai!

SIDANG Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Kamis (9/3/2017), mengungkap dana proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) sebesar Rp2,55 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun telah dijadikan bancakan secara beramai-ramai oleh para pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota DPR, dan kalangan pelaksana (kontraktor).
Dari anggaran KTP-el Rp5,9 triliun, dipotong pajak 11,5%, jadi Rp5,2 triliun. Kemudian 51% atau Rp2,6 triliun untuk belanja modal, sisanya 49% atau Rp2,55 triliun dijadikan bancakan ramai-ramai.
Sesuai dengan kesepakatan Andi Narogong (rekanan Kementerian Dalam Negeri inisiator bagi-bagi fee) dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin, dakwa jaksa kepada pejabat Kemendagri, termasuk Dirjen Dukcapil Irman dan Direktur bawahannya, Sugiharto, selaku pejabat pembuat komitmen diberi fee 7% atau sebesar Rp365 miliar; kepada anggota Komisi II DPR Rp261 miliar. Kemudian, untuk Setya Novanto dan Andi Narogong 11% atau Rp574 miliar, buat Anas Urbaningrum dan Nazaruddin 11% atau Rp574 miliar, lalu keuntungan pelaksana pekerjaan 15% atau Rp783 miliar.
Sidang pertama kasus KTP-el menghadirkan dua terdakwa pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto. "Dari rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut memperkaya para terdakwa I (Irman) sejumlah Rp2.371.250.000, 877.700 dolar AS dan 6.000 dolar Singapura," ujar jaksa.
Bila dikonversi ke rupiah, Irman mendapat Rp14 miliar, sedangkan Sugiharto menerima 3.473.830 dolar AS atau Rp46 miliar. Total penerimaan kedua terdakwa Rp60 miliar lebih.
Daftar penerima aliran dana KTP-el yang disusun jaksa cukup panjang, terdapat 38 nomor urut perorangan maupun kelompok, dengan nilai jutaan dolar sampai puluhan ribu dolar. Dalam daftar tersebut terdapat banyak nama orang penting, dari mendagri masa itu sampai Menkumham sekarang, juga gubernur.
Dari banyaknya orang penting dan besarnya uang KTP-el yang mereka terima, hampir bisa dipastikan bakal banyak lagi yang menyusul jadi tersangka. Namun, tentu bergantung pada nyali KPK untuk memproses nama-nama besar di pemerintahan dan DPR.
Sebagai pengasah keberanian KPK, mungkin perlu belajar dari pengalaman komisi antikorupsi Korea Selatan yang berani mengungkap korupsi (mantan) Presiden (2003—2008) Roh Moo-Hyun. Adapun banyak orang penting yang terkait skandal KTP-el jabatannya relatif lebih rendah dari itu.
Uji keberanian KPK menyeret para pejabat penting itu ke Pengadilan Tipikor pasti didukung mayoritas rakyat Indonesia. ***
Selanjutnya.....

Survei GCB, DPR Lembaga Terkorup!

HASIL survei Global Corruption Barometer (GCB) arahan Transparency Internasional (TI) menemukan persepsi mayoritas masyarakat Indonesia menilai Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara paling korup di Indonesia. Survei itu juga memperlihatkan 65% masyarakat Indonesia menganggap level korupsi meningkat dalam 12 bulan terakhir.
GCB mengukur persepsi masyarakat terhadap kinerja pemberantasan korupsi di Asia-Pasifik. Di Indonesia meliputi 1.000 responden usia 18—55 tahun yang tersebar di 31 provinsi dengan metode wawancara langsung maupun melalui telepon mulai 26 April—27 Juni 2016 (detiknews, 8/3/2017). Hasilnya, sebagian besar masyarakat menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga negara yang dianggap korup, diikuti birokrasi pemerintah dan DPRD.
Dalam survei GCB 2013, kepolisian dianggap sebagai pihak paling korup oleh responden, DPR di peringkat dua. Kemudian, dalam survei terbaru, kepolisian sudah jauh lebih baik, di peringkat lima.
Menurut Kepala Departemen Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, penilaian masyarakat bahwa badan legislatif sebagai lembaga paling korup bisa disebabkan dua hal. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif di pusat maupun daerah. Kedua, karena kinerja mereka dalam menjalankan fungsi utamanya maupun dalam memberantas korupsi internal yang tidak maksimal.
Persepsi masyarakat terhadap DPR, menurut Wawan, juga dipengaruhi pemberitaan di media. Terkait pemberitaan media ini rupanya mendorong keluarnya larangan siaran langsung televisi sidang kasus korupsi KTP elektronik mulai 9 Maret 2017, yang menyeret banyak anggota DPR dari Komisi II periode 2009—2014, di antaranya kini telah menjadi pejabat tinggi.
Larangan siaran langsung sidang pengadilan yang terbuka untuk umum itu dikecam keras oleh Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). DK PWI berpendapat larangan itu merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers, sekaligus betentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, terbuka, dan jujur.
DK PWI menilai pelarangan siaran langsung termasuk penghinaan terhadap semangat dan roh dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di sisi lain, sebuah badan DPR secara diam-diam melakukan sosialisasi rancangan Revisi UU KPK yang memereteli kewenangan KPK hingga amat melemahkannya. Jadi, persepsi masyarakat bahwa DPR merupakan lembaga negara paling korup itu berbasis realitas. ***
Selanjutnya.....

WTP Tak Menjamin Bebas Korupsi!

KETUA Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menyatakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebagai hasil pemeriksaan BPK tidak menjamin telah bebas dari korupsi.
"Dengan memperoleh opini WTP, seharusnya tidak ada lagi korupsi di entitas tersebut. Namun, kenyataannya, korupsi masih terjadi. Riau dan Sumatera Utara contohnya," ujar Harry dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan: Good Governance dan Pencegahan Korupsi, yang digelar Paguyuban Masyarakat Sumatera Bagian Selatan di gedung parlemen Senayan, Jakarta, Senin. (Kompas, 7/3/2017)
Di Riau, korupsi tidak terdeteksi dari hasil audit laporan keuangan Pemerintah Provinsi Riau oleh BPK karena bukan anggaran negara yang dikorupsi. Tahun 2014, Gubernur Riau Anas Mamun ditangkap tangan oleh KPK karena menerima suap dari pengusaha kelapa sawit terkait alih fungsi lahan dan ijon proyek.
"Jadi, pemimpin daerah sudah makin pintar. Mereka tahu yang diaudit oleh BPK dan yang tidak. Bagian yang tidak itu yang mereka masuki untuk korupsi," tambahnya.
Sementara di Sumut, BPK memang memberi opini WTP, tetapi dengan catatan Pemprov Sumut harus bisa mempertanggungjawabkan bantuan sosial sebesar Rp300 miliar.
"Sebenarnya dana itu cukup dikembalikan ke kas negara. Namun, Gubernur Gatot Pujo Nugroho menggugatnya ke pengadilan dan ternyata ada upaya suap kepada pengadilan, diketahui KPK, dan ujungnya Gubernur ditangkap KPK," ujarnya.
Artinya, banyak peluang korupsi yang tidak terdeteksi audit BPK. Bupati Klaten, Jawa Tengah, misalnya, kena OTT KPK karena menerima suap dari bawahannya demi memperoleh jabatan tertentu. Jadi, setiap jabatan di kabupaten itu ada harganya sesuai dengan gengsi dan "basah"-nya, siapa yang sanggup membelinya akan mendapatkan suatu jabatan.
Bayangkan ketika seorang kepala daerah melantik sekian puluh pejabat baru, dengan setiap kursi jabatannya bernilai setoran tinggi untuk kepala daerah, betapa banyak dana di luar deteksi audit BPK yang didapat kepala daerah. 

Dahulu, bukan hanya jabatan yang bernilai setoran tinggi, penerimaan pegawai baru juga merupakan sumber dana nonanggaran yang cukup besar perolehannya. Lain hal sekarang ketika yang terjadi justru moratorium penerimaan pegawai baru. Dahulu memang lebih leluasa karena polisi juga belum ditugasi menyidik korupsi. Kini, meski KPK jauh dari daerah, ada polisi dan jaksa yang dekat. Tinggal kejelian polisi dan jaksa menjadi penentu tersingkapnya korupsi di daerah. Tak harus menunggu OTT KPK. ***
Selanjutnya.....

Jokowi, Ingat Kemiskinan Lampung!

DALAM rapat terbatas di Kantor Presiden mengenai evaluasi pelaksanaan proyek strategis nasional dan program prioritas di Provinsi Lampung, Presiden Jokowi menyebut ekonomi mulai menggeliat dan tumbuh pesat, 5,15%, di atas perekonomian nasional 5,02%. Rapat pada Senin (6/3/2017) itu dihadiri Gubernur Lampung Ridho Ficardo.
"Tapi sekali lagi saya minta perekonomian yang semakin tinggi ini harus bisa berdampak langsung terhadap 13,8% penduduk miskin yang masih ada di Provinsi Lampung," kata Jokowi. (Lampost.com, 6/3/2017)
Jokowi meyakini ke depan perekonomian Lampung bisa tumbuh lebih cepat. Terpenting, Pemprov Lampung fokus bekerja menggarap sektor unggulannya.
Provinsi Lampung punya potensi besar, baik di bidang pertanian, perikanan, maupun perkebunan yang menyumbang 31,4% PDRB Lampung, diikuti industri pengolahan 18,8%.
"Dan untuk tumbuh lebih cepat lagi, infrastruktur pendukung harus dibenahi, baik transportasi, jalan tol lintas Sumatera, pembangkit listrik, cold storage, sektor perikanan, bendungan, maupun irigasi harus memadai untuk penunjang sektor pertanian," ujar Jokowi.
Dari uraian Jokowi tampak banyak hal yang harus ditangani. Namun, dari semua itu, resultan yang harus dilihat sebagai hasilnya adalah penurunan kemiskinan di Lampung, yang seperti pertumbuhan ekonominya, juga di atas kemiskinan nasional 10,86% (BPS).
Jadi anomali terjadi di Lampung, pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai angka kemiskinan yang tinggi pula. Semestinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menghasilkan kemiskinan yang rendah.
Anomali itu layak diwaspadai karena bisa terjadi akibat pertumbuhan hanya dinikmati segelintir orang sehingga semakin tinggi pertumbuhan akan semakin tinggi pula angka kemiskinan.
Anomali itu bisa saja cerminan karakter khas ekonomi Lampung, yakni banyak perkebunan besar berskala puluhan ribu hektare manajemen induknya berada di Jakarta atau bahkan di luar negeri. Akibatnya, penghasilan ekspor atau penjualan produksinya tertahan di kantor induk usaha di luar Lampung, dinikmati owner dan para pemegang saham. Sedang yang kembali ke Lampung hanya upah buruh dan biaya operasional yang pas-pasan sehingga tidak ada nilai tambah yang efektif untuk menurunkan angka kemiskinan Lampung.
Hal itu hanya bisa diatasi jika corporate social responsibility (CSR) perusahaan-perusahaan besar dikelola lembaga (publik) yang berfungsi mengatasi langsung kemiskinan. Tanpa itu, relevansi pertumbuhan dan kemiskinan bisa berwujud anomali. ***
Selanjutnya.....

Kunjungan Turis Asing Naik 15,54%!

KUNJUNGAN turis asing ke Indonesia 2016 mencapai 12,023 juta orang, naik 15,54% dari 2015. Pencapaian ini diapresiasi Sekjen United Nation World Tourism Organization (UNWTO) Taleb Rifai saat membuka pertemuan UNWTO 2017 International Years of Sustainable Tourism for Development di Madrid, Spanyol, pekan lalu.
Duta Besar RI di Madrid Yuli Mumpuni Widarso mengaku tersanjung dengan ucapan selamat dari Sekjen UNWTO itu. Pamor Wonderdul Indonesia selama dua tahun dipimpin Menteri Arief Yahya semakin punya tempat di kancah pariwisata global (Metrotvnews, 28/2/2017).
"Jika ingin menjadi global player, harus mengikuti standar global," tegas Arief Yahya. "UNWTO punya banyak hasil kajian, penelitian, dan pengalaman dari banyak negara di dunia dalam menangani pariwisata. Kita tinggal menyamakan atau kalibrasi dengan standar yang mereka buat agar pariwisata kita juga berkelas internasional," tambahnya.
Arief berterima kasih kepada Sekjen UNWTO yang memberi perhatian pada Indonesia. Saat ini ada tiga daerah yang di bawah supervisi UNWTO untuk program sustainable tourism obserbatory, yakni Pangandaran, Jawa Barat; Kulon Progo, Yogyakarta; dan Lombok, NTB.
Menurut Yuli Widarso, dalam pertemuan itu Taleb Rifai memuji keseriusan RI dalam mengembangkan pariwisata sehingga Presiden Joko Widodo menjadikan sektor ini sebagai core ekonomi bangsa.
Itulah intinya, Indonesia telah menjadikan sektor pariwisata core ekonomi bangsa, untuk itu pengelolaan pariwisata harus ditangani dengan standar global.
Di Lampung, perhatian Gubernur dan para kepala daerah untuk memajukan pariwisata sudah memadai. Itu tecermin dari penjelasan Gubernur Ridho Ficardo usai pemutaran film Trinity, The Nekad Traveler di Mahan Agung.
Di lapangan kemajuan itu juga tampak. Hotel bintang kian banyak di daerah ini, bandaranya juga sudah kelas internasional. Jumlah pesawat yang melayani daerah ini cukup. Penyeberangan juga, baik jumlah kapal maupun dermaganya cukup.
Dari semua itu yang masih perlu perhatian serius adalah transportasi dan infrastruktur dari bandara maupun hotel ke lokasi wisata. Untuk ke Way Kambas misalnya, jalan utama lewat Sribhawono masih melalui jeglongan sewu berlumpur, mobil pariwisata yang nyaman masih susah dicari.
Sedang untuk ke Pahawang, Kelumbayan, dan wisata air lainnya, kapal sekelas layanan Batam—Singapura masih perlu diadakan secukupnya agar tidak didominasi perahu kelotok, demi aman dan nyaman sesuai dengan standar global. ***
Selanjutnya.....

Korupsi Mengalir Sampai Desa!

DESENTRALISASI pemerintahan daerah bawaan reformasi diikuti desentralisasi korupsi di pemerintah kabupaten/kota yang kian dominan. Lalu, sejak ada transfer dana ke desa dari APBN dan APBD, menurut Indonesia Corrruption Watch (ICW), korupsi juga mengalir sampai desa.
Selama 2016, ICW mencatat ada 292 kasus korupsi di pemkab/pemkot dengan nilai korupsi Rp478 miliar, dan 62 kasus korupsi di pemerintah desa dengan nilai korupsi Rp18 miliar. Kemudian, korupsi di kementerian sebanyak 28 kasus dengan nilai korupsi Rp206 miliar. (Kompas.com, 3/3/2017)
Dominasi kasus korupsi di pemerintah daerah, menurut Tama S Langkun, dari ICW, mengindikasikan pengawasan di internal pemerintahan daerah masih lemah. Juga korupsi di pemerintahan desa, isyarat pengawasan mesti diperketat.
Tama menyatakan desentralisasi anggaran hingga ke perdesaan merupakan upaya pemerataan. Namun, ketika desentralisasi dilaksanakan, terjadi desentralisasi kekuasaan dan tentunya rawan terjadi korupsi.
Mekanisme kontrol dalam pengelolaan dana desa itu yang belum sistemik. Oleh karena itu, untuk membantu kepala desa terhindar dari jerat korupsi, di Kabupaten Tulangbawang, untuk mengelola dana desa agar jelas pertanggungjawabannya dibentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berbadan hukum perseroan terbatas (PT).
Sejak awal 2016, kini 147 kampung (desa) di Tulangbawang terbentuk BUMDes PT Tulang Bawang Maju Bersama. Perusahaan ini menjadi distributor aneka produk, seperti semen, sarana produksi pertanian, dan sembako dengan harga pabrik. (Lampost.co, 13/12/2016)
Anggota Komisi II DPR perancang UU Desa, Budiman Sudjatmiko, tertarik pada model Tulangbawang ini dan mengangkatnya ke tingkat nasional dengan membentuk BUMDes Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. Budiman, yang juga pembina Perkumpulan Aparatur Pemerintahan Desa Indonesia (Papdesi), memperkenalkan BUMDes ke seluruh Indonesia bersama Zaidirina, inisiator BUMDes Tulangbawang.
Bukan hanya melepas kepala desa dari jerat korupsi, BUMDes model Tulangbawang juga punya prospek baik mendorong kemajuan masyarakatnya sehingga melalui BUMDes Indonesia, Pertamina tertarik memasok listrik 60 megawatt untuk tambak warga BUMDes Tulangbawang.
Pada penandatanganan komitmen Pertamina itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan BUMDes Tulangbawang bisa menjadi model dalam menaikkan taraf ekonomi masyarakat.
Peluang korupsi pun ditutup dengan prospek menaikkan kesejahteraan rakyat desa. ***
Selanjutnya.....

Islam Moderat Atasi Terorisme-Ekstremisme!

RAJA Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud terkesan pada wajah Islam Indonesia yang moderat dengan kerukunan antar-umat beragama yang solid, mengapresiasinya dalam kunjungannya ke Indonesia dengan bertemu 28 tokoh lintas agama di Hotel Raffles, Jakarta, Jumat sore. (3/3/2017)
"Tadi Raja Salman sempat mengapresiasi keberagaman dan persatuan antara kelompok agama di Indonesia," ujar Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, usai pertemuan. (Kompas.com, 3/3/2017)
Hadir tokoh-tokoh Islam Din Syamsuddin, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Kammarudin Amin, Prof. Dr. Alwi Shihab, Zannuba Arriffah C. Rahman (Yenny Wahid, Abdul Mufti, Masyakuri Abdillah, Komaruddin Hidayat dan Yudie Latief.
Tokoh Kristen Protestan hadir Pdt Henriette T. Hutabarat, Pdt Rony Mandang, Pdt Dr. Jacob Nahuway, dan Pdt Gomar Gultom.
Tokoh Katolik hadir Mgr Ignatius Suharyo Harjoatmojo, Mgr Antonius Subianto Osc, Mgr Paskalis Bruno Syukur Ofm, dan Franz Magnis Suseno.
Tokoh Buddha hadir S. Hartati Tjakra Murdaya, Bhikku Sri Pannayavaro, Suhadi Sanjaya, dan Arif Harsono.
Tokoh Hindu Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Ir. Ketut Parwata, Letjen TNI (Purn) Putu Soekreta Soeranta, dan Made Gede Erata.
Juga hadir tokoh Konghucu, Uung Sendana, Ws Budi Santoso, Tanuwibowo, dan XS Djangrana.
Dalam pertemuan sekitar satu jam itu Raja Salman yang didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mengisyaratkan adanya kerja sama kedua negara dalam menanggulangi terorisme dan ekstremisme.
Seperti dipetik Yenny Wahid, Raja Salman mengungkapkan, "Indonesia punya peran besar di dunia dan secara bersama melakukan kerja sama lebih intensif lagi dalam memerangi terorisme dan eksremisme. Itu semua ada dalam perjanjian yang sudah diteken dan ini capaian luar biasa."
Kerja sama Indonesia-Arab Saudi itu diharapkan menampilkan Islam moderat dalam menjaga perdamaian dunia, khususnya dalam menanggulangi terorisme dan ekstremisme.
Pertemuan dengan tokoh lintas agama ini menyusul pertemuan Raja Salman dengan tokoh-tokoh Islam, Ketua MUI HM Ma'ruf Amin dan lain-lain di Istana Merdeka sebelumnya, di mana disepahami untuk mewujudkan wajah Islam moderat yang toleran.
Dengan kesepakatan Indonesia dan Arab Saudi menghadirkan wajah Islam moderat dan toleran untuk menanggulangi terorisme dan ekstremisme itu, label Islam sebagai teroris dan perusuh seperti retorika Trump segera berganti dengan realitas Islam cinta damai. ***
Selanjutnya.....

Raja Arab Datang, Indonesia Riang!

PEKAN ini bangsa Indonesia riang gembira menyambut Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud yang datang bersama 25 pangeran dan 10 menteri. Dengan rombongan 1.500 orang, tamu negara ini terbilang paling lama berada di Tanah Air, yakni sembilan hari.
Keriangan itu jangan cepat dinodai dengan pertanyaan apa oleh-olehnya? Saru! Apalagi membanding waktu ke Malaysia, Raja Arab itu membawa oleh-oleh Rp95 triliun. Jumlah penduduk Malaysia 20 juta, Indonesia 12 kali lipatnya, seharusnya oleh-olehnya dikalikan sebanding.
Jangan terlalu berharap begitu, kurang sopan. Kedatangan tamu, lebih-lebih tamu agung, terpenting silaturahminya. Silaturahmi itu yang menjadi jalan rezeki.
Sebaliknya, jangan pula berpikir negatif. Misalnya, Raja Arab datang untuk memalingkan investasinya kemari karena di Barat makin berat. Di Amerika, Presiden Trump proteksionis, bahkan anti-Islam. Di Eropa, krisis Yunani, Portugal, dan Spanyol tidak kunjung pulih, malah Inggris keluar dari Uni Eropa—Brexit. Di timur, ada Tiongkok, India, dan Indonesia yang selain pertumbuhan ekonomi zonanya tertinggi di dunia, total penduduknya nyaris separuh warga bumi.
Jadi bukan ketulusan silaturahmi atau ingin membantu masyarakat Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia, melainkan kedatangannya semata untuk menyelamatkan investasinya dari perubahan geopolitik dan perekonomian global. Jangan sekali pun berpikir seperti itu karena dengan begitu terkesan kurang ikhlas, menilai tamu agung hanya seperti pedagang keliling.
Jadi, sambutlah tamu agung kita dengan penuh rasa syukur atas datangnya saudara bersilaturahmi. Untuk orang yang datang bersilaturahmi jangan dibuat kali-kali saling untung, atau dicurigai mau cari untung saja. Namanya saudara terikat silaturahmi, yang pasti ialah tolong-menolong.
Silaturahmi dan tolong-menolong, itulah konteks persaudaraan terbaik. Apalagi saudara kita itu orang baik. Bukan hanya baik pada sesama manusia. Namun juga penilaian Sang Khalik, yang memberinya amanah sebagai Khadimul Haramain, pelayan dua Tanah Suci—Mekah dan Madinah.
Jadi jangan menilai persahabatan ini memakai ukuran duniawi. Nilailah persahabatan ini dengan orientasi ukhrawi, masa depan yang hakiki. Perubahan geopolitik dan ekonomi global yang mendorongnya memalingkan perhatian kemari, bagian skenario mendekatkan antarsaudara tersebut.
Bangsa Indonesia riang gembira, menerima saudara pemimpin negara yang mayoritas warganya sesama muslim. ***
Selanjutnya.....

Pimpinan ISIS Akui Kekalahan di Irak!

PEMIMPIN Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi merilis pernyataan mengakui kekalahan ISIS di Irak. Televisi Irak Alsumaria mengabarkan Al-Baghdadi juga memerintahkan pendukungnya sembunyi atau meninggalkan Mosul.
Pernyataan Al-Baghdadi itu diberi judul Pidato Perpisahan, dibagikan di kalangan pemuka agama ISIS pada Selasa (28/2/2017). Lewat surat itu, Al-Baghdadi memerintahkan menutup pos-pos ISIS dan anggotanya asal luar negeri agar pulang atau melakukan bom bunuh diri. (Al Arabia/Kompas.com, 1/3/2017)
Sebagian besar pemimpin ISIS di Irak sudah melarikan diri ke wilayah Suriah yang masih dikuasainya. Posisi ISIS di Irak terdesak setelah sejak 17 Oktober 2016 Irak melakukan operasi besar-besaran merebut Mosul, basis terakhir ISIS di Irak.
Setelah bulan lalu menguasai sisi timur kota Mosul, kini pasukan Irak berhasil menguasai dua ujung jembatan rusak di Sungai Tigris yang membelah Kota Mosul. Tersambungnya kembali dua sisi kota memudahkan pasukan Irak menekan sisa kekuatan ISIS di sisi barat Mosul.
"Pasukan gerak cepat dan kepolisian federal sudah merebut wilayah Jawsaq dan kini mengendalikan ujung barat jembatan keempat," kata Brigjen Yahya Rasool, juru bicara komando gabungan Irak.
Pasukan gerak cepat Irak telah merebut dua kawasan permukiman di sisi barat Kota Mosul. Satu permukiman lainnya, tambah Rasool, direbut pasukan elite kontraterorisme. "Pertempuran jalanan masih berlangsung, sebab kawasan ini sangat padat penduduk. Namun, pasukan kami terus masuk lebih dalam dan musuh keteteran," tegas Rasool.
Selain kian habis wilayah kekuasaannya, kelompok teroris ISIS juga segera runtuh secara finansial. Menurut laporan Profesor Peter Neumann dari Internasional Center for the Study of Radicalization yang bekerja sama dengan akuntan Ernest & Young, kini ISIS tidak lagi tepat disebut teroris terkaya di dunia.
Neumann mengatakan pendapatan ISIS pada hakikatnya terkait wilayah yang dikuasainya, maka kini kelompok itu melemah. Saat kajian, ISIS telah kehilangan 62% wilayah yang dikuasai pada masa jayanya (medio 2014) di Irak, dan 30% di Suriah. Pendapatan tahunan ISIS anjlok dari 1,9 miliar dolar AS pada 2014 menjadi maksimal 870 juta dolar 2016.
Namun, semakin habis wilayahnya di Irak dan Suriah, mendorongnya lari keluar seperti ke Filipina Selatan—makin dekat Indonesia. Jauh saja menurut polisi komunikasinya lancar dengan sel-sel teroris di Indonesia, apalagi dekat. Siagalah! ***
Selanjutnya.....

Ketimpangan versi Bank Indonesia!

TERLEPAS dari ketimpangan sosial versi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan acuan Rasio Gini, Bank Indonesia (BI) mengintroduksi gejala ketimpangan tersendiri dengan acuan akses perbankan. Hingga saat ini baru 36% masyarakat Indonesia yang memanfaatkan fasilitas perbankan, sedang 64% belum punya akses ke perbankan.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eny Panggabean mengatakan masih minimnya akses masyarakat ke perbankan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan di masyarakat.
"Sulitnya akses ke perbankan, maka masyarakat sulit menabung dan memanfaatkan fasilitas perbankan," ujar Eny di Jakarta, Selasa. (Kompas.com, 28/2/2017)
Menurut Eny, minimnya masyarakat mengakses perbankan karena rasio jumlah kantor bank yang ada belum sebanding dengan kebutuhan masyarakat. "Rasionya satu bank per 116 ribu penduduk, masih dibutuhkan banyak bank di daerah," ujarnya.
Lembaga keuangan seperti perbankan memiliki posisi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat kota maupun desa. Untuk itu, BI bersama pemerintah meluncurkan strategi nasional keuangan inklusif (SNKI) pada akhir 2016 guna meningkatkan akses masyarakat ke perbankan. Target SNKI, jumlah penduduk yang memiliki akses perbankan menjadi 75% pada 2019.
Namun, hasil riset LPEM Universitas Indonesia (UI) mengesankan target itu tak mudah. Upaya mengembangkan keuangan inklusif dengan meningkatkan jumlah agen layanan keuangan digital (LKD) dan agen laku pandai (layanan keuangan tanpa kantor) cenderung masih terbatas pada agen individual mitra BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTPN. Belum ditemukan agen yang berbadan hukum, atau agen telekomunikasi, kecuali berupa minimarket.
Kata peneliti LPEM UI, penyebab kekurangan agen dari nonbank paling jelas adalah terkait literasi keuangan. Padahal, dari penelitian itu juga terlihat, usaha keagenan jika ditekuni memberi dampak positif bagi pemilik usaha. Lebih dari 80% agen menyatakan pendapatan dari usaha keagenan memenuhi ekspektasi mereka.
Atas dasar itu, LPEM UI merekomendasikan kepada pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membentuk pusat informasi dan pelatihan bagi agen LKD dan laku pandai.
Tampak, untuk target SKNI pada 2019 sebesar 75% masyarakat memiliki akses perbankan, sarana inklusi keuangannya, LKD dan laku pandai, masih jauh dari cukup. Pengurangan ketimpangan versi BI ini pun menjadi tantangan yang amat jelas kuantitatifnya. ***
Selanjutnya.....

Sehat, ICMI Lampung Bina 165 BMT!

DI Provinsi Lampung terdapat 195 lembaga keuangan mikro Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang 23 tahun lalu berdiri diinisiasi Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Sebanyak 165 BMT hidup sehat, beberapa di antaranya punya aset ratusan miliar rupiah, ada yang punya anggota 98 ribu orang.
Demikian pengelola Pinbuk ICMI Lampung Ngatio Haryanto menyatakan dalam acara silaturahmi ICMI Orwil Lampung di Universitas Bandar Lampung, Senin (27/2/2017). Hadir dalam acara itu segenap jajaran pengurus ICMI Orwil Lampung di bawah pimpinan ketua umum HM Yusuf Sulfarano Barusman.
Menurut Ngatio, 30 BMT masih belum bisa dikatakan sukses, meski masih bertahan hidup, pengelolaannya tidak on the track sesuai dengan yang digariskan Pinbuk sejak awal. Namun, masih tetap terbuka untuk dilakukan "pelurusan" dan pembinaan lebih lanjut.
Keberhasilan 165 BMT itu mengembangkan diri dan membangun ekonomi anggotanya, menurut Ngatio, karena para pengelolanya mengamalkan fondasi moral BMT, yaitu pengurus BMT berpuasa Senin-Kamis sehingga tercipta penghematan berkelanjutan dalam pengelolaan BMT.
Lalu, melakukan salat malam (tahajud), dan salat duha. Dan untuk para anggotanya, tiada hari tanpa sedekah. Kalau setiap anggota setiap hari bersedekah Rp2.000 saja, pada BMT yang beranggota 98 ribu orang itu setiap hari terkumpul dana sebanyak Rp196 juta. Dalam sebulan kalikan 30.
Badan hukum BMT, menurut Ngatio, berbentuk koperasi syariah sehingga aturan mainnya pakai UU Koperasi dengan pembinaannya di bawah pusat koperasi syariah.
Secara diam-diam, lembaga keuangan mikro BMT sebenarnya hidup subur dan menjamur di Provinsi Lampung. Selain ICMI, pengurus wilayah Muhammadiyah Lampung juga membina puluhan BMT, kebanyakan di sekitar lokasi pasar tempel. Salah satunya dekat pasar tempel di Sukarame, Bandar Lampung, asetnya juga miliaran rupiah. Ormas lain seperti NU juga punya banyak BMT.
Meskipun demikian, di Lampung belum ada pusat studi microfinance seperti yang dibuat Bank Rakyat Indonesia (BRI) bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin di Makassar. Dengan pengalaman lapangan microfinance BMT yang sudah mengakar di Lampung, usaha mengangkat microfinance sebagai ilmu tidaklah berlebihan.
Selama ini kebanyakan literatur microfinance dibuat ilmuwan asing, terutama AS dan Jerman berlatar belakang akademisi. Kalau pusat studi microfinance dibangun di Lampung, orang bisa studi sejalan teori dan praktik lapangan. ***
Selanjutnya.....