HASIL survei Global Corruption Barometer (GCB) arahan Transparency Internasional (TI) menemukan persepsi mayoritas masyarakat Indonesia menilai Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara paling korup di Indonesia. Survei itu juga memperlihatkan 65% masyarakat Indonesia menganggap level korupsi meningkat dalam 12 bulan terakhir.
GCB mengukur persepsi masyarakat terhadap kinerja pemberantasan korupsi di Asia-Pasifik. Di Indonesia meliputi 1.000 responden usia 18—55 tahun yang tersebar di 31 provinsi dengan metode wawancara langsung maupun melalui telepon mulai 26 April—27 Juni 2016 (detiknews, 8/3/2017). Hasilnya, sebagian besar masyarakat menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga negara yang dianggap korup, diikuti birokrasi pemerintah dan DPRD.
Dalam survei GCB 2013, kepolisian dianggap sebagai pihak paling korup oleh responden, DPR di peringkat dua. Kemudian, dalam survei terbaru, kepolisian sudah jauh lebih baik, di peringkat lima.
Menurut Kepala Departemen Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, penilaian masyarakat bahwa badan legislatif sebagai lembaga paling korup bisa disebabkan dua hal. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif di pusat maupun daerah. Kedua, karena kinerja mereka dalam menjalankan fungsi utamanya maupun dalam memberantas korupsi internal yang tidak maksimal.
Persepsi masyarakat terhadap DPR, menurut Wawan, juga dipengaruhi pemberitaan di media. Terkait pemberitaan media ini rupanya mendorong keluarnya larangan siaran langsung televisi sidang kasus korupsi KTP elektronik mulai 9 Maret 2017, yang menyeret banyak anggota DPR dari Komisi II periode 2009—2014, di antaranya kini telah menjadi pejabat tinggi.
Larangan siaran langsung sidang pengadilan yang terbuka untuk umum itu dikecam keras oleh Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). DK PWI berpendapat larangan itu merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers, sekaligus betentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, terbuka, dan jujur.
DK PWI menilai pelarangan siaran langsung termasuk penghinaan terhadap semangat dan roh dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di sisi lain, sebuah badan DPR secara diam-diam melakukan sosialisasi rancangan Revisi UU KPK yang memereteli kewenangan KPK hingga amat melemahkannya. Jadi, persepsi masyarakat bahwa DPR merupakan lembaga negara paling korup itu berbasis realitas. ***
Dalam survei GCB 2013, kepolisian dianggap sebagai pihak paling korup oleh responden, DPR di peringkat dua. Kemudian, dalam survei terbaru, kepolisian sudah jauh lebih baik, di peringkat lima.
Menurut Kepala Departemen Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, penilaian masyarakat bahwa badan legislatif sebagai lembaga paling korup bisa disebabkan dua hal. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif di pusat maupun daerah. Kedua, karena kinerja mereka dalam menjalankan fungsi utamanya maupun dalam memberantas korupsi internal yang tidak maksimal.
Persepsi masyarakat terhadap DPR, menurut Wawan, juga dipengaruhi pemberitaan di media. Terkait pemberitaan media ini rupanya mendorong keluarnya larangan siaran langsung televisi sidang kasus korupsi KTP elektronik mulai 9 Maret 2017, yang menyeret banyak anggota DPR dari Komisi II periode 2009—2014, di antaranya kini telah menjadi pejabat tinggi.
Larangan siaran langsung sidang pengadilan yang terbuka untuk umum itu dikecam keras oleh Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). DK PWI berpendapat larangan itu merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers, sekaligus betentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, terbuka, dan jujur.
DK PWI menilai pelarangan siaran langsung termasuk penghinaan terhadap semangat dan roh dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di sisi lain, sebuah badan DPR secara diam-diam melakukan sosialisasi rancangan Revisi UU KPK yang memereteli kewenangan KPK hingga amat melemahkannya. Jadi, persepsi masyarakat bahwa DPR merupakan lembaga negara paling korup itu berbasis realitas. ***
0 komentar:
Posting Komentar