Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

IPM Indonesia Merosot Jadi 113!

PERINGKAT indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia 2016 merosot dari 110 ke 113 dari 188 negara. Ironis, hal itu terjadi justru di balik prestasi Indonesia menaikkan; pendapatan nasional bruto 135,4%, angka harapan hidup 5,8 tahun, lama bersekolah rata-rata 4,6 tahun, dan harapan lama bersekolah 2,8 tahun.
Direktur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Indonesia Christophe Bahuet dalam pengumuman laporan pembangunan manusia 2016 di Jakarta, Rabu (22/3/2017), menyatakan meski beberapa hal di Indonesia mengalami peningkatan yang siginifikan, "Namun, pencapaiannya belum memberikan manfaat bagi semua orang." (Kompas, 23/3/2017)
Menurut laporan itu, nilai IPM Indonesia pada 2015 sebesar 0,689. Dengan perhitungan faktor kesenjangan, nilainya turun menjadi 0,563 atau berkurang 18,2%.
Itu dilengkapi data, 140 juta orang masih hidup dengan penghasilan kurang dari Rp20 ribu per hari, 19,4 juta orang menderita gizi buruk, 2 juta anak di bawah usia satu tahun belum menerima imunisasi lengkap, angka kematian ibu masih 305 per 100 ribu kelahiran hidup, dan akses ke layanan dasar hampir 5 juta anak tidak bersekolah.
Mengenai kesenjangan yang menurunkan nilai IPM Indonesia itu, penasihat tujuan pembangunan berkelanjutan UNDP Indonesia, Ansye Sopacua, menyatakan kesenjangan pembangunan di Indonesia bisa dilihat dari ketidaksetaraan gender. Meski kebijakan publik telah mengakomodasi kesetaraan gender, implementasinya belum sesuai. Contohnya, kuota perempuan di parlemen 30% belum terpenuhi.
Ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan itu, antara lain IPM laki-laki 0,712 dan perempuan 0,660. Rata-rata lama bersekolah laki-laki 8,5 tahun dan perempuan 7,4 tahun. Untuk berpendidikan menengah laki-laki 51,7% dan perempuan 42,9%. Pendapatan nasional bruto per kapita laki-laki 13.391 dolar AS dan perempuan 6.668 dolar AS.
Kesenjangan sebagai penyebab merosotnya peringkat IPM Indonesia pada 2016 itu bertolak belakang dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang justru mencatat pada 2016 itu Rasio Gini sebagai indikator kesenjangan di Indonesia turun jadi 0,397 dari 0,402 pada 2015.
Perbedaan itu pada garis kemiskinan, UNDP penghasilan per kapita Rp20 ribu per hari (Bank Dunia 2 dolar AS/hari). Sedang garis kemiskinan BPS pada 2016 Rp368.592 per kapita per bulan (di Lampung), Rp12.300 per hari.
Akibatnya, ketika data BPS kesenjangan turun, data UNDP kesenjangan naik diikuti turunnya peringkat IPM Indonesia. ***

0 komentar: