Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Obama: Naikkan Upah Minimum!

"ASUMSI pertambahan pengeluaran rumah tangga meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi dasar Presiden Barack Obama meminta Kongres AS untuk menyetujui UU kenaikan upah minimum pekerja negerinya!" ujar Umar. "Obama mengajukan kenaikan dari upah minimum saat ini 7,25 dolar AS per jam menjadi 10,1 dolar AS per jam, dengan kurs Rp12.100/dolar AS, jadi setara Rp122.500/jam!" (detikFinance/AFP, 29/1) "Untuk memuluskan usahanya itu, Obama memberi contoh ada lima negara bagian yang dalam lima tahun ini menaikkan sendiri basis upah minimumnya!" timpal Amir. "Ia memuji para pengusaha yang membayar upah tinggi di negara bagian tersebut. Perusahaan yang untung melihat tingginya upah sebagai jalan cerdas mendorong produktivitas dan mengurangi keluar-masuk karyawan!" "Usaha meningkatkan upah minimum itu sebagai cerminan membaiknya ekonomi!" sambut Umar. "Menurut www.minimum-wage.org (29-1), Jepang pada 2014 ini menetapkan upah minimum dari 642 yen/jam dengan kurs Rp115/yen setara Rp73.830/jam (terendah), sampai 821 yen/jam setara Rp94.415/jam (tertinggi), variasinya terkait sektoral dan prefektur (provinsi)." 

"Dibanding upah minimum 2013 yang dilaporkan Liputan-6.com (1/5), upah minimum Jepang itu mengalami kenaikan dari Rp16,38 juta/bulan (terendah) dan Rp21,26 juta/bulan (tertinggi)," tegas Amir. "Pada 2013 itu, dengan upah minimum Jakarta Rp2,2 juta/bulan berarti hanya 10% dari upah minimum di Jepang. Apalagi Lampung, yang upah minimumnya Rp1.150/bulan waktu itu, hanya 5% upah di Jepang!" "Untuk Asia upah minimum Jepang tahun itu tertinggi, disusul Korsel Rp10.431.410, Hong Kong Rp8.420.330, Taiwan Rp5.582.042, Filipina Rp2.990.957 (terendah) dan Rp3.255.376 (tertinggi), Thailand Rp2.167.491 (terendah) dan Rp2.818.409 (tertinggi), China Rp2.522.672 (tertinggi)," timpal Umar. "Indonesia di urutan tiga dari bawah di atas Vietnam dan Kamboja! Yakni, Indonesia, Rp830.756 (terendah) dan Rp2.200.639 (tertinggi). Vietnam Rp646.349 (terendah) Rp923.300 (tertinggi). Kamboja Rp592.981." "Upah minimum provinsi (UMP) Lampung 2014 sebesar Rp1.399.037/bulan jauh dari upah minimum tertinggi nasional, yakni UMK Karawang Rp2.447.450/bulan, disusul UMK Bekasi Rp2.447.445/bulan, dan UMP Jakarta Rp2.441.307/bulan!" timpal Umar. "Perlu pemimpin visioner seperti Obama untuk membuktikan upah tinggi syarat meraih untung lebih besar!" ***
Selanjutnya.....

Mentan Usul, Hapus Subsidi Pupuk!

"MENTERI Pertanian (Mentan) Suswono di DPR, Senin (27/1), meminta subsidi pupuk dihapus karena pendistribusian dan pengawasannya tidak mudah!" ujar Umar. "Menurut dia, subsidi pupuk yang sering langka itu lebih baik dialihkan untuk infrastruktur seperti irigasi yang banyak rusak, dan memberi modal petani dengan bunga rendah!" (detikFinance, 27/1) 

"Frustrasi Suswono oleh kelangkaan pupuk subsidi yang makin sering terjadi rupanya mencapai klimaks, dia tumpahkan di DPR!" timpal Amir. "Kegemasannya pada spekulan pupuk subsidi itu sudah dia buka akhir September 2013 di Lombok, ada subsidi pun petani kerap membeli lebih mahal karena ada yang mempermainkan harga!" (Tempo.co, 30/9/2013) "Suswono tentu tak begitu saja menyerah pada spekulan sebelum lelah berusaha mengatasinya!" tukas Umar. 

"Secara tidak langsung sebenarnya Suswono ingin menyampaikan pada DPR ada 'mafia' di balik distribusi pupuk subsidi! Jadi, itulah sebenarnya masalah yang harus diatasi, bukan malah menghabisi hak petani mendapatkan pupuk bersubsidi!"

 "Bagaimanapun retorika Mentan untuk melampiaskan frustrasinya itu, bagi petani pupuk subsidi masih sangat besar artinya hingga meski langka tetap dicari!" tegas Amir. "Harga urea subsidi Rp1.800/kg, sedangkan urea nonsubsidi di pasar internasional pada 2013 harganya 431 dolar AS/ton, Rp4.500/kg. Untuk 1 hektare perlu 200 kg urea subsidi atau Rp360 ribu, sedangkan pakai urea nonsubsidi harus keluar Rp900 ribu. Selisih harga lebih Rp500 ribu itu, bagi petani yang saat butuh pupuk itu masa paceklik, nilai selisih harga itu artinya besar sekali!" 

"Subsidi pupuk dalam APBN 2014 sebesar Rp21,04 triliun, untuk subsidi pupuk tahun berjalan Rp18,04 triliun, yang Rp3 triliun untuk kekurangan bayar subsidi 2013!" ujar Umar. "Subsisi pupuk Rp18,04 triliun itu bahkan tak sampai 10% dari subsidi energi, padahal fungsi subsidi pupuk itu strategis sebagai imbalan harga produksi padinya yang ditekan serendah mungkin oleh Bulog agar buruh yang di sektor industri digaji amat rendah (demi mencapai pertumbuhan ekonomi) tetap mampu membeli beras! 

Mencabut subsidi pupuk itu mencabut jangkar penyeimbang sektor pertanian dan industri!" "Maka itu, membangun infrastruktur pertanian menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan sesuai pertambahan penduduk yang pesat!" tegas Amir. "Bukan dengan merampok hak petani untuk menutupi kelalaian pemerintah mengurus infrastruktur dan spekulan distribusi pupuk!" ***
Selanjutnya.....

Partai Nasdem Tolak Dana Saksi !

 "PARTAI NasDem tegas menolak rencana pemerintah memberikan bantuan dana Rp55 miliar untuk setiap parpol peserta Pemilu 2014!" ujar Umar. "Membagi uang rakyat ke parpol itu, menurut Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, bertentangan dengan prinsip partainya! Sebaiknya dana itu untuk korban bencana yang tengah menderita di berbagai daerah! 

Rakyat lebih membutuhkan dana itu, alih-alih dipakai untuk kepentingan parpol!" "Surya mengakui Partai NasDem bukanlah partai yang memiliki keistimewaan dana dan fasilitas! Kemampuan partainya
juga terbatas! Duit boleh kurang, tapi harga diri harus tetap terjaga!" timpal Amir. "Untuk itu, pikiran, modal, semangat, dan militansi harus diciptakan sendiri oleh jajaran Partai NasDem melalui kerja keras!"

 "Hasilnya, survei litbang Kompas pada Desember 2013 elektabilitas Partai NasDem 6,9%, urutan lima setelah PDIP, Golkar, Gerindra, dan PD, hanya terpaut 0,01% dari PD, pemenang Pemilu 2009!" tegas Umar. "Survei itu juga menempatkan Partai NasDem lebih unggul dari partai-partai berbasis agama yang sebelumnya di papan tengah!" (Kompas, 13/1)

"Peningkatan elektabilitas Partai NasDem itu signifikan, Desember 2012 masih di bawah 4%!" tukas Amir. "Peningkatan itu terjadi di Jawa, mencapai 9,6%! Sedang di luar Jawa, meski Juni 2013 mencapai 5%, Desember 2013 jadi 3,3%! Mungkin itu konsekuensi idealisme keindonesiaan NasDem hingga mengintensifkan struktur partai di kawasan perbatasan, padahal massanya kecil dan tak terliput survei! 

Sementara penanganan kantong-kantong massa di luar Jawa jadi kurang optimal!" "Tepatnya, dari 14,2 juta kader Partai NasDem, survei itu mencatat 80,4% ada di Jawa, di luar Jawa 19,6%!" timpal Umar. "Terdiri dari 53,6% pria dan 45,4% wanita! Usia di bawah 30 tahun 21,7%, usia 31—50 tahun 53,6%, dan di atas 50 tahun 24,7%! 

Berpendidikan rendah 61,9%, menengah 27,8%, tinggi 10,3%. Kondisi ekonominya rendah 53,6%, menengah 45,4%, tinggi 1,0%. Karakter psikopolitik, progresif 53,4%, konservatif 46,4%, pragmatis 53,6%, idealis 46,4%, hierarkis 33%, ekualisasi 67%, dan gaya kepemimpinan ideal, demokratis 58,8%, paternalistis 41,2%." (Kompas, idem)

 "Pendukung mayoritas berpendidikan dan ekonomi rendah serta pragmatis itu tak mesti seperti massa politik negeri ini lazimnya!" kata Amir. "Sebab, mereka bergabung ke NasDem yang mengusung perubahan berformat restorasi Indonesia itu lebih didorong oleh psikopolitik mereka yang progresif, ekualisasi, dan demokratis! Massa jenis ini meski melarat tetap punya harga diri, benci permainan politik transaksional!"
Selanjutnya.....

Keharusan Reformasi Struktural!


"BANK Dunia dalam laporan terakhirnya menekankan agar Indonesia melakukan reformasi struktural untuk mengantisipasi pelambatan pertumbuhan ekonomi 2014!" ujar Umar. "Dari World Economic Forum di Swiss, Gubernur BI Agus Martowardojo merespons reformasi struktural dimaksud memperbaiki infrastruktur, meningkatkan ketahanan pangan dan ketahanan energi, daya saing industri, kemandirian ekonomi nasional, pemenuhan produk perantara, serta menciptakan struktur pembiayaan yang luas, dalam, dan berkesinambungan!" (Kompas.com, 24/1) 

"Dari hal-hal yang harus dilakukan itu, jelas reformasi struktural menjadi suatu keharusan!" tegas Amir. "Memperbaiki infrastruktur, terutama kerusakan jalan yang sudah merata, harus diprioritaskan! Lantai Jembatan Terbanggi di jalan lintas Sumatera (Jalinsum)—urat nadi ekonomi nasional—jebol! Kondisi Jalinsum cerminan kehancuran jalan—baik jalan negara, jalan provinsi, apalagi jalan kabupaten!"

"Masalah infrastruktur yang secara fisik mudah terlihat saja dari waktu ke waktu tak kunjung betul-betul beres!" timpal Umar. "Konon lagi yang pelaksanaannya menuntut dilandasi prinsip khusus, seperti ketahanan pangan dan energi yang sudah ditenggelamkan impor, kemandirian ekonomi nasional yang kian bergantung investasi asing, daya saing industri yang didominasi perakitan komponen impor!" 

"Reformasi struktural itu jadi keharusan sekarang karena sejak krismon 1998, pemerintah terlena dengan cukup puas menikmati pertumbuhan ekonomi dengan penopang utamanya konsumsi rumah tangga!" tegas Amir. "Mengandalkan konsumsi jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi melambat ketika jumlah warga di bawah garis kemiskinan bertambah! 

Program mengatasi kemiskinan gagal karena tak menyentuh akar kemiskinan struktural—sistem ekonomi menindas petani yang harga produksinya ditekan terendah!" "Prinsip utama keadilan sosial ekonomi itulah yang harus diakomodasi dalam sistem reformasi struktural!" tukas Umar. 

"Keadilan dalam semua dimensinya, dari meningkatkan ketahanan pangan dan energi, kemandirian ekonomi nasional, daya saing industri, sampai keadilan pembiayaan—mengacu capital reform!" "Dimensi keadilan yang sebelumnya selalu dikesampingkan itu harus menjadi ruh dari reformasi struktural!" timpal Amir. "Itu bisa terwujud jika kecenderungan korup pada perencana dan pengelola kebijakan telah berhasil dieliminasi!"
Selanjutnya.....

Cikeas Mulai Giat Bermain Somasi!


http://lampost.co/berita/cikeas-mulai-giat-bermain-somasi

"CIKEAS—kediaman yang dijadikan sebutan mengacu sisi pribadi Presiden SBY dan keluarga—mulai giat bermain somasi!" ujar Umar. "Tim advokat dan konsultan hukum Cikeas mengirim somasi untuk Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah menyusul desakan Fahri ke KPK untuk memeriksa Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas atas dugaan keterlibatannya dalam kasus Hambalang!" (Kompas.com, 25/1)

"Somasi juga dikirim tim sama ke mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli!" timpal Amir. "Menurut ketua tim advokat Cikeas Palmer Situmorang, Rizal diberi somasi karena menyebut ada gratifikasi jabatan buat Wapres Boediono atas dana talangan Bank Century!"

"Mulai giatnya Cikeas bermain somasi jadi sorotan pengamat!" kata Umar. "Seperti dari Airlangga Pribadi, pengamat politik Unair, menyebut somasi itu merupakan bukti SBY sensitif terhadap kritik! Menurut dia, masih banyak cara yang bisa dilakukan SBY untuk mematahkan tudingan pada diri dan keluarganya!"

"Mungkin Cikeas ingin memberi contoh kepada masyarakat untuk bertindak sesuai ideal negara hukum, segala sesuatu dibawa ke proses hukum!" timpal Amir. "Kalau itu tujuannya, langkah Cikeas itu tentu layak diapresiasi! Karena, pilihan langkah itu punya konsekuensi!"

"Justru konsekuensinya itu bisa lebih merugikan pihak Cikeas!" tukas Umar. 

"Seperti dalam kasus Fahri Hamzah, ia mendesak KPK berdasar fakta persidangan pengadilan yang membuka aliran dana kasus Hambalang! Dengan desakan Fahri itu diproses hukum, pokok materi perkara menyebut Ibas terkait kasus Hambalang pun setiap kali justru diulang-ulang dalam pemberitaan media sejalan dengan proses hukumnya! Akibatnya soal Ibas terkait Hambalang malah lebih kuat membekas dalam benak masyarakat!"

"Semua konsekuensi memilih jalur hukum menyelesaikan segala soal terkait ucapan miring orang kepada lingkaran Cikeas itu, dari kesan SBY sensitif terhadap kritik sampai pernyataan negatif pada keluarga Cikeas justru sering diulang-ulang sejalan dengan proses hukumnya, tentu telah dipikirkan masak-masak!" timpal Amir. 

"Tapi dengan proses hukum belum betul-betul menghasilkan efek jera di negeri ini, konsekuensi pilihan itu bisa lebih jauh, menjadi bumerang bagi Cikeas!"

"Bukan mustahil!" kata Umar. "Orang tak kepalang justru mencari popularitas lewat mendulang somasi dari Cikeas! Konon lagi kalau mendapat somasi Cikeas dianggap cool, keren, orang malah bersaing untuk mencatat rekor sebagai peraih terbanyak somasi Cikeas!" ***
Selanjutnya.....

Relokasi Warga Korban Sinabung !

http://lampost.co/berita/relokasi-warga-korban-sinabung

"PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyetujui relokasi warga korban dalam lingkaran 3 km Gunung Sinabung!" ujar Umar. 
"Bagaimana bentuk relokasi itu belum jelas. Saat mengunjungi korban Sinabung, Kamis (23/1), SBY minta jangan ada kekurangan logistik untuk para korban." (Kompas.com, 24/1)
"Solusi jangka panjang korban bencana letusan gunung berapi dengan relokasi korban pernah dilakukan di negeri kita!" timpal Amir. 
"Korban Gunung Agung dan Gunung Galunggung direlokasi dengan program transmigrasi! Korban Gunung Merapi relokasi ke permukiman sementara dekat kampung mereka karena mereka enggan meninggalkan tanah kelahiran!"
"Warga dalam radius 3 km dari Gunung Sinabung umumnya tinggal di rumah yang tanahnya jadi lahan pertanian mereka bertanam sayuran, kubis, sawi, dan sebagainya!" tukas Umar. "Terbaik tentu, kalau bisa, relokasi tempat tinggalnya tak jauh dari ladang lama mereka! Dengan begitu, setelah letusan reda nanti, meski tak tinggal di lokasi rawan bencana lagi, mereka punya sumber penghidupan seperti semula! Saat lahan milik mereka belum bisa digarap, mungkin kepada mereka diberi tanah garapan sementara agar mereka ada pekerjaan!""Karena itu, yang terbaik pemerintah dan korban membahas bersama sematang mungkin untuk menentukan relokasi yang dipilih!" timpal Amir. "Warga di sekitar Sinabung itu umumnya pekerja keras dan ulet hingga ditempatkan di mana pun mereka akan mampu membangun hidup baru yang lebih baik! Namun, harus tetap dijaga, dalam prosesnya tidak ada paksaan dari pemerintah terhadap warga!"
"Lebih penting dari itu, karena sebelum Gunung Sinabung yang tidur lelap lebih tiga abad itu batuk, kehidupan warga mapan dengan pertanian sayur-mayurnya itu, kalau harus direlokasi keluar dari daerah itu harus diberi jaminan fasilitas penunjang kehidupan di lokasi baru cukup layak!" tegas Umar. "Jadi tidak seperti transmigran yang dikirim ke kawasan terkucil tanpa fasilitas penunjang hidup memadai di sudut pelosok Papua! Panen bagus pun susah menjual hasilnya!""Terlepas dari alternatif mana yang jadi pilihan nanti, terpenting dari segalanya adalah hak korban atas tanahnya yang lama di kisaran Sinabung itu tak dicabut atau dibatalkan!" timpal Amir. "Sehingga, andaikan ada di antara mereka yang keberatan direlokasi keluar daerah, meski tak berumah di kawasan terlarang itu mereka tetap bisa menggarap lahan lama mereka! Soal rumah, mereka bisa saja mengontrak di Brastagi atau Kabanjahe!" ***

Selanjutnya.....

SBY Jenguk Pengungsi Sinabung!


"PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mangkir dari acara internasional di Davos, Swiss, demi menjenguk pengungsi korban letusan Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara!" ujar Umar. "Itu baru pemimpin baik, demi melihat nasib rakyatnya yang tertimpa musibah tak sungkan mengesampingkan acara lain!" tegas Amir. 

"Meski sudah tiga bulan korban letusan Sinabung mengungsi SBY baru datang bukan masalah, karena tak ada kata terlambat untuk berbuat baik!" "Kehadiran Kepala Negara di tengah para pengungsi Sinabung memang dibutuhkan untuk memberikan kehangatan perasaan dari mendapat perhatian pemimpinnya! 

Kehangatan yang diharapkan mampu menaklukkan kebekuan udara Tanah Karo yang tak kalah dingin dari Dago, pucuk Kota Bandung!" ujar Umar. "Kehangatan itu lebih terasa lagi dengan SBY menginap dan tidur di tenda bersama pengungsi!"

"Mungkin ini pertama kali Presiden RI menginap dan tidur bersama pengungsi dalam tenda pengungsian!" timpal Amir. "Sebelumnya, di Yogyakarta saat menjenguk pengungsi letusan Gunung Merapi, SBY menginap di Wisma Negara!" 

"Kehangatan yang dibawa SBY dengan keakraban itu bukan terbatas di Brastagi dan sekitar Kabanjahe!" tegas Umar. "Tapi juga merebak ke seantero negeri, terutama menekan gejala sosiohipotermia pada kalangan politikus dan pejabat, yang cenderung bersikap dingin sekali terhadap nasib malang rakyat korban bencana alam sehingga tak peduli dan membiarkan saja kedinginan berkepanjangan di tenda pengungsian yang kondisinya darurat! 

Termasuk ketika para korban kekurangan kebutuhan penyangga hidup, baik pangan maupun obat-obatan!" "Contoh baik dan teladan dari pemimpin untuk memberi perhatian cukup kepada rakyat yang sedang tertimpa musibah bencana sedemikian jelas penting!" timpal Amir. 

"Lebih-lebih karena selama ini acap disebutkan terjadinya dekadensi moral di kalangan pejabat dan politikus, terutama terkait budaya korupsi, akibat kurangnya contoh dan teladan dari pemimpin!" 

"Agak terlambatnya SBY menjenguk pengungsi Sinabung ternyata membawa hikmah, yakni kemudian dibayar dengan kunjungan yang lebih akrab, menginap di tenda pengungsi!" tegas Umar. 

"Meski demikian, kepada di antara 28 ribu jiwa lebih pengungsi Sinabung di 42 lokasi yang tak bisa bertemu muka langsung dengan Presiden SBY diharap tak kecewa, dianggap telah diwakili oleh saudara-saudara yang tempat pengungsiannya dikunjungi Presiden! Mejuah-juah!" ***
Selanjutnya.....

Antisipasi Pertumbuhan Melambat!


"BANK Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 melambat jadi 5,3% dari 5,6% pada 2013!" ujar Umar. "Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves, dikutip Antara, memaparkan laporan triwulan terbaru Senin, penyebab utama pelemahan itu menurunnya pertumbuhan investasi!" 

"Laporan itu mencatat investasi Indonesia hanya tumbuh 4,5% pada triwulan III 2013, terutama untuk alat berat dan industri mesin!" timpal Amir. "Sementara akses Indonesia terhadap dana eksternal terhambat oleh gejolak pasar global akibat penurunan stimulus The Fed!

Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi andalan utama juga pertumbuhannya melemah, disusul rentannya fiskal akibat belanja subsidi BBM yang diperberat booming penjualan mobil murah!" 

"Tiga faktor itu masih dibayangi lanjutan masalah 2013, seperti defisit neraca berjalan (current account) 31 miliar dolar AS atau 3,5% PDB pada akhir 2013, defisit perdagangan (ekspor/impor) yang pada November 2013 masih 5,6 miliar dolar AS, dan defisit APBN yang mungkin tembus Rp200 triliun!" lanjut Umar. 

"Tidak boleh dilupakan depresiasi nilai tukar rupiah 25% selama 2013 dan IHSG yang merosot sampai ke bawah 4.200 akhir 2013!" "Penyebab dan masalahnya sudah jelas, apa tidak bisa diantisipasi untuk menangkal pelambatan pertumbuhan?" kata Amir. 

"Buat apa repot-repot menangkal?" jawab Umar. "Karena dengan pelemahan itu, ditinggal tidur pun impor akan turun sehingga dengan permintaan ekspor yang moderat saja pun defisit neraca berjalan pada akhir 2014 akan tinggal 23 miliar dolar AS atau 2,6% PDB! Sementara kalau sok mengantisipasi malah bisa salah langkah, eksesnya justru bisa lebih buruk ketimbang ditinggal tidur!" 

"Jangan terlalu sinis begitu!" ujar Amir. "Sebab menurut Bank Dunia, upaya yang diperlukan untuk menyikapi defisit neraca transaksi berjalan dalam jangka panjang bukan menekan nilai impor (seperti yang dilakukan paket kebijakan pemerintah Agustus 2013), melainkan dengan menaikkan ekspor dan mengamankan ketersediaan dana eksternal, terutama melalui investasi asing langsung!" 

"Saran Bank Dunia, Indonesia melakukan reformasi struktural yang lebih luas untuk meningkatkan perdagangan dan merangsang laju pertumbuhan jangka panjang!" tegas Umar. "Berarti harus mendorong lagi yang selama ini jalan di tempat, industri manufaktur seiring hilirisasi produksi ekspor komoditas kekayaan alam dan substitusi impor!" ***
Selanjutnya.....

Hipotermia dan Sosiohipotermis!


DI posko tanggap bencana banjir, dokter puskesmas memberi arahan ke relawan dadakan, “Perhatikan jika ada korban banjir yang menggigil ekstrem akibat terlalu lama kedinginan, meracau seperti kesurupan dan kulit pucat karena suhu tubuhnya di bawah normal!" ujar dokter. "Itu gejala hipotermia, kondisi tak mampu menahan penurunan suhu tubuh, jika tak cepat diatasi bisa fatal!" 

 "Diatasi bagaimana?" kejar relawan. "Jika pakaiannya basah diganti dengan yang kering, dihangatkan dengan handuk atau selimut!" jelas dokter. "Kalau suhu tubuhnya terus turun ke bawah 35 derajat Celsius, tubuhnya akan gagal menahan panas tubuhnya! 

Penghangatan tubuhnya penting, karena akibat dingin ekstrem jaringan oksigen di permukaan mengecil, diikuti di jaringan otot, akhirnya kejang! Ketika suhu tubuh di bawah 34 sampai 30 derajat Celsius, bisa amnesia! Di tingkat itu tak lagi bisa diatasi di lapangan, harus dibawa ke rumah sakit!"

"Tapi dari mana dapat ganti baju kering, handuk atau selimut, pengungsi berjubel dalam tenda sempit, meninggalkan rumah hanya bawa baju yang lengket di badan, sedang hujan tak kunjung henti!" tukas relawan. "Baju relawan juga basah!" 

"Kalau begitu bawa ke posko!" tegas dokter. "Jika suhu tubuhnya sampai di bawah 30 derajat Celsius, bisa koma! Juga bisa meninggal seperti Shinzuko Rizmadhani—pendaki Gunung Gede, tewas akibat hipotermia!" (Kompas.com, 28/12/2013) "Tapi bagaimana penguasa, pejabat, dan politikus yang suhu sikapnya dingin sekali, tak peduli penderitaan rakyat korban bencana, hingga masalah korban bencana nanti-nanti saja, diurus belakangan?" tanya relawan. 

"Contohnya DPRD Jakarta, kotanya ditelan banjir, warga menderita, anggaran tanggap bencana banjir serta APBD-nya tak kunjung mereka sahkan!" "Sikap begitu mungkin bisa disebut sosiohipotermis!" jawab dokter. 

"Sikap yang terlewat dingin terhadap korban bencana sehingga usaha untuk mengurus korban dikesampingkan, dikebelakangkan, diurus nanti kapan sempat saja, sedang si penguasa lebih mendahulukan hal-hal terkait kepentingan kekuasaannya!" 

"Kalau pejabat daerah kita, yang telah mendirikan posko tanggap bencana sebelum banjir datang seperti Pemkab Tulangbawang, mungkin tidak tergolong penderita sosiohipotermis!" ujar relawan. "Tinggal ke depan, agar fokus ke program mengurangi akibat banjir! Karena banjir berasal dari hulu, merupakan urusan pejabat yang lebih tinggi!" ***
Selanjutnya.....

Al Jazeera Soroti Penyiksaan TKW!


"AL Jazeera, Minggu (19/1), pukul 21.25, melaporkan lebih dari 3.000 orang tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Hong Kong hari itu berunjuk rasa menuntut pemerintah negeri itu menindak majikan penyiksa pembantu di rumahnya bernama Erwiana Sulistiyaningsih (21)," ujar Umar. "Law Wantung, sang majikan, melakukan penyiksaan sadis setiap Erwiana salah! 

Al Jazeera meng-close up wajah Erwina yang luka parah dan bengkak akibat siksaan, juga di tangan dan kakinya!" "Repot amat Al Jazeera menyoroti nasib TKW?" tukas Amir. "Televisi nasional dan Pemerintah Indonesia saja tak memberi perhatian pada nasib buruk Erwiana, TKW asal Sragen, Jawa Tengah, itu kok! Juga politikus tak menonjol komentarnya!"

"Itu karena televisi nasional maupun Pemerintah Indonesia waktunya habis untuk mengurus banjir yang melanda seantero negeri! Apalagi politikus, kini sibuk mulai kampanye dari untuk calon anggota legislatif sampai calon presiden!" timpal Umar. 

"Sedang Al Jazeera melihat aksi ribuan perempuan Indonesia memprotes perlakuan kejam majikan di Hong Kong itu mempunyai nilai berita yang mencederai kemanusiaan hingga pantas ditayangkan, sekaligus untuk mendesak Pemerintah Hong Kong agar cepat bertindak!" 

"Senin (20/1), pukul 12.49, Kompas.com melaporkan dari Sragen, Erwiana sudah sampai di rumah orang tuanya lewat kisah perjalanan yang memiriskan!" tegas Amir. "Erwiana diancam akan dibunuh oleh majikannya jika menceritakan kekerasan yang dialaminya! 

Kepada sesama TKI, ia mengaku derita wajahnya penyakit kulit! Tapi setelah didesak temannya bernama Riyanti, ia mengaku itu disiksa majikan, tapi ia akan dibunuh jika lapor polisi!" "Pihak keluarganya mendesak pemerintah segera menangani kasus tersebut dan mendesak Pemerintah Hong Kong untuk menangkap pelaku serta memenuhi segala tuntutan, termasuk gaji Erwiana!" timpal Umar. 

"Keluarganya memberi kuasa kepada Jaringan Buruh Migran Indonesia untuk menempuh jalur hukum." "Kepekaan rasa kemanusiaan menjadikan Al Jazeera memberi perhatian dengan pemberitaan komprehensif dari kondisi fisik Erwiana sampai aksi massa TKW di Hong Kong!" kata Amir. 

"Apakah dengan demikian lantas berarti rasa kemanusiaan itulah sebenarnya yang memudar pada pejabat dan politikus Indonesia, sehingga penyiksaan terhadap warganya yang sesadis itu cuma dianggap soal biasa—business as usual, sehingga tak ada reaksi yang cukup gereget dan solidaritas pada Erwiana dan kaum senasibnya!"
Selanjutnya.....

Guru, Masalah Kurikulum Baru!


"FAKTOR guru masih dianggap sebagai masalah untuk pelaksanaan kurikulum 2013 di semua sekolah mulai Juli 2014!" ujar Umar. "Mendikbud Muhammad Nuh menilai pelatihan guru untuk kurikulum baru itu tahun lalu tidak tepat! Isinya banyak hilang saat instruktur nasional melatih guru inti dan guru inti melatih guru sasaran!" (Lampost, 18/1). 

"Pernyataan jujur menteri itu tentu sangat dihargai!" timpal Amir. "Dengan demikian, sisa waktu satu semester lagi menjelang pelaksanaan kurikulum baru di semua sekolah itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi penyiapan guru! Dalam hal ini lewat proses yang menjadikan guru subjek, aktif berusaha sendiri untuk meningkatkan kapasitas dirinya dalam mengimplementasikan kurikulum baru yang menjadi kewajibannya!"

"Salah satu ketidaktepatan pelatihan tahun lalu itu karena menjadikan guru seperti ember, objek pasif yang untuk menambah isi dirinya harus dituangkan oleh orang lain!" tegas Umar. "Padahal, implementasi kurikulum baru mendorong siswa agar aktif mencari sendiri materi pembelajaran sesuai tema-tema yang dikembangkan dalam kurikulum! 

Jadi, bagaimana guru bisa memandu murid untuk itu kalau dirinya sendiri bisanya cuma dicekoki melulu!" "Lebih-lebih guru yang sudah mendapat sertifikat kompeten dan menikmati dana sertifikasi, usaha menyesuaikan tingkat kemampuan dirinya dengan tuntutan profesi menjadi kewajiban formal!" timpal Amir. 

"Jadi, Menteri benar, kalau metode pelatihannya tepat, faktor guru tidak menjadi masalah untuk pelaksanaan kurikulum baru di semua sekolah mulai Juli 2014!" "Artinya, masalah biaya tidak bisa dijadikan alasan utama dalam penyiapan guru bagi pelaksanaan kurikulum baru!" tukas Umar. 

"Bukan berarti tak perlu dana, tetapi faktor kepeminpinan dan koordinasi lebih utama dalam penyiapan guru! Maksudnya, meski tersedia dana banyak jika kepemimpinan dan koordinasi di suatu daerah lemah, pelaksanaannya bisa berantakan!" 

"Untuk itu, usaha menggalang partisipasi guru menyiapkan dirinya menyambut hadirnya kurikulum baru menjadi kuncinya!" timpal Amir. "Dengan partisipasi aktif para guru menyiapkan dirinya itu, hasilnya bisa seperti lazimnya partisipasi, jika kapasitas yang dibutuhkan akreditasi B, para guru justru siap dengan akreditasi A!" 

"Untuk itu, tentu pihak pemprov, pemkab, dan pemkot menyiapkan aneka fasilitator yang dibutuhkan!" tegas Umar. "Dengan guru menjemput bola, jelas lebih sedikit materi yang hilang tercecer di jalan!" ***
Selanjutnya.....

Berat Nian Biaya Hidup Realistis!

 "SURVEI biaya hidup (SBH) 2012 BPS yang dirilis 2 Januari 2014 mencatat untuk Kota Bandar Lampung Rp4.606.636 per bulan per keluarga dengan 4,4 jiwa!" ujar Umar. "Dengan inflasi 2013 sebesar 8,38%, kini biaya hidup realistis warga daerah ini jadi nyaris Rp5 juta/bulan/keluarga!" 

"Karena itu, bisa saja Dewan Pengupahan daerah berdalih upah minimum (UMP-UMK) Rp1,3 jutaan/bulan di Lampung itu untuk pekerja lajang tahun pertama. 
Tapi dengan skala penambahan untuk keluarga hingga beranak dua terima sedikit di atas Rp2 juta/bulan, beban hidup buruh dan warga umumnya yang berpenghasilan setara, tampak berat nian!" ujar Umar.

 "Artinya, kalangan pemerintahan daerah perlu tenggang rasa saat mengklaim sukses meningkatkan kesejahteraan rakyat! Karena, warga yang diklaim naik kesejahteraannya itu ternyata hidupnya megap-megap!"

 "Tenggang rasa itu diekspresikan dengan sikap ikhlas membantu warga dari lapisan tersebut dalam mendapatkan pelayanan dari negara untuk mengatasi kekurangan realistis pada SBH lewat aneka program, dari raskin, beasiswa miskin, BPJS!" tegas Umar, "Kisah nyatanya, ketika warga sulit mendapatkan pelayanan BPJS di masa peralihan sistem pelayanannya dari Jamkesmas maupun Jamkesda, nyaris tak terlihat pejabat yang turun tangan!"

 "Bahkan mereka yang ingin mendaftar BPJS dengan membayar premi rutin per bulan, orang yang antre ratusan dilayani hanya oleh dua tenaga administrasi yang tak cakap pula—satu customer perlu 20—30 menit, tanpa penambahan petugas!" tegas Umar.

 "Artinya, pejabat yang terkait BPJS itu sendiri pun tak peduli terhadap kebutuhan pelayanan kepada warga!" "Begitulah beratnya beban hidup rakyat jelata umumnya!" timpal Amir. "Meski negara telah menganggarkan Rp19,93 triliun untuk BPJS, pelayanan kepada rakyat tetap compang-camping! Begitu pun, tetap saja para pejabat tak malu mengklaim telah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat miskin!" 

"Sekadar perhatian, itu yang dibutuhkan!" tegas Umar. "Itu pun tak didapatkan oleh rakyat yang sedang butuh pertolongan!" "Tapi masa ujian belum usai, transisi BPJS masih berlangsung sehingga masih ada waktu untuk memperbaiki tenggang rasa yang diperlukan!" timpal Amir. 

"Artinya, batu pertama tradisi baru untuk lebih memberi perhatian pada rakyat saat membutuhkan pertolongan, masih bisa diletakkan! Tunjukkan bahwa pejabat di daerah ini mampu melakukan pelayanan publik yang baik, agar rekor terburuk nasional dalam hal itu bisa diakhiri!" ***
Selanjutnya.....

Rancangan Atasi Banjir Lampung!

"RANCANGAN induk mengatasi banjir di Provinsi Lampung 20 tahun lalu sudah mulai dijalankan dengan mengosongkan Desa Dwikora dan sekitarnya di Lampung Barat dari perumahan dan penduduknya!" ujar Umar. 

 "Tapi rancangan itu kemudian tak berjalan konsisten sehingga ancaman banjir di hilir, terutama Tulangbawang, Lampung Tengah, dan Lampung Timur, justru semakin serius!" "Penghutanan kembali kawasan itu ke selatan tembus TNBBS dan ke utara sampai Way Kanan dan Sumatera Selatan, sepanjang 20 tahun ini tak kunjung lebat juga!" timpal Amir.

"Sebagai 'tameng' di pinggir jalan raya Bukitkemuning- Liwa saja pun, di bekas Desa Dwikora itu belum hilang kesannya seperti ladang kopi! Tanpa kecuali, 20 tahun lalu itu diadakan 'show' gajah mencabuti kopi di situ!"

 "Lebih celaka lagi kontraktor rehabilitasi hutan dan lahan di seputar kawasan itu masuk penjara karena kasus korupsi pada proyek nasional rehabilitasi kawasan itu, akibatnya proyek tak berjalan optimal!" kata Umar. 

 "Konon lagi pihak provinsi yang seyogianya melaksanakan proyek penghijauan lintas-kabupaten daerah aliran sungai (DAS) 100 meter kiri-kanan sepanjang aliran sungai utama, seperti Way Tulangbawang, Way Sekampung, dan Way Seputih, sepanjang 20 tahun ini juga tak terlihat hasilnya!" "Belum lagi proyek penghijauan dengan terasering lahan di lokasi-lokasi mencegah luncuran air menuju sungai juga belum dilaksanakan!" timpal Amir.

 "Sebaliknya, di lokasi-lokasi seperti itu luncuran air jadi lebih besar dan lebih deras ke sungai! Wajar ancaman banjir di hilir dari waktu ke waktu justru bertambah serius!" "Rancangan induk itu yang harus dilihat kembali, ditinjau dan diperbaiki dalam hal-hal yang perlu disesuaikan dengan kondisi realistis sekarang, setelah 20 tahun kemudian!" tegas Umar. 

 "Tentu saja Pemprov yang mengoordinasi program komprehensif mengatasi banjir Provinsi Lampung itu. Meski kondisi lapangan kini sudah lebih kritis dari 20 tahun lalu, tak ada kata terlambat untuk me-review proyek tersebut daripada membiarkan dan seolah cuma bisa pasrah Lampung makin dalam tenggelam oleh banjir!"

 "Masalahnya, adakah di Lampung orang yang kepemimpinannya mumpuni alias kompeten untuk mengoordinasikan kerja komprehensif mengatasi banjir itu?" kata Amir. "Untuk mengatasi sesuatu secara terlembaga, perlu pemimpin kompeten, yang mampu mengoordinasi program sesuai skala kekuasaannya! Ini yang masih harus dicari—mungkin lewat pilgub!" ***
Selanjutnya.....

Pengungsi Sinabung Rindu SBY!


"SUDAH tiga bulan Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara, meletus. Sekitar 2.088 jiwa atau 8.103 keluarga mengungsi dari 34 desa dan 2 dusun, tetapi Presiden SBY—sampai Kamis (16/1)—tak kunjung datang menjenguk mereka!" ujar Umar. 

"Wajar jika pengungsi rindu kunjungan Presiden SBY mengingat pada bencana sejenis, seperti Gunung Merapi, Kepala Negara segera mengunjunginya, malah berkantor di Yogyakarta beberapa hari!" "Kewajaran rindunya pengungsi Sinabung pada Presiden SBY yang tidak kunjung menjenguk mereka itu kemudian bisa saja dipolitisasi orang, seperti di media sosial Twitter muncul gerakan Unfollowed SBY!" timpal Amir. 

"Namun, para pengungsi sendiri sebenarnya tentu tidak cengeng, apalagi terpengaruh oleh politisasi seperti itu! Nasib mereka sendiri saja sedang dirundung bencana, buat apa repot-repot menambah derita dengan menebar kebencian politis seperti itu?"

"Sebaliknya, para pengungsi itu sedang membutuhkan simpati dari siapa pun juga untuk mengulurkan bantuan meringankan beban penderitaan mereka!" tegas Umar. "Tidak peduli yang datang dengan bantuan itu berjaket warna apa, spanduk, bendera, atau umbul-umbul berlambang apa, tentu mereka terima. 

Tanpa kecuali bantuan dari posko caleg maupun parpol, seperti yang dibuka Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadan Pohan di lokasi bencana mulai kemarin untuk mengisi jadwal kampanye caleg—begitu pengakuan Pohan!" (Kompas.com, 16/1) 

"Maksud dan apa pun motifnya orang membantu pengungsi silakan saja, yang penting bantuannya bermanfaat bagi para korban?" kata Amir. "Itu memang lebih baik daripada yang diharap dan ditunggu-tunggu malah tak kunjung datang!" 

"Karena itu, bilamana bantuan masyarakat bisa mencukupi semua kebutuhan pokok para pengungsi, sebenarnya pejabat tinggi negara, seperti Presiden SBY, tidak perlu repot meluangkan waktunya untuk menjenguk korban bencana seperti pengungsi Sinabung!" timpal Umar. 

"Namun, bagaimana kepastian bantuan untuk para pengungsi itu tercukupi semua kalau si pejabat tidak melihat langsung di zaman bawahan suka melapor ABS—asal bapak senang—ini? Jadi afdalnya sang pemimpin datang melihat langsung penderitaan rakyatnya!" 

"Apalagi dalam pengungsian berbilang bulan begitu, anak-anak tidak bisa sekolah hingga perlu bantuan menangani pendidikan darurat anak-anak pengungsi dengan berbagai tingkatan sekolahnya!" tegas Amir. "Untuk itu lupakan politisasi, penuhi kebutuhan pengungsi selayaknya!"
Selanjutnya.....

Mampukah Yingluck Bertahan?


"KONFLIK politik Thailand memasuki tahap kritis!" ujar Umar. "Massa oposisi yang dua bulan terakhir menuntut mundur Perdana Menteri Yingluck Sinawatra, Rabu (15/1), ditembaki orang tak dikenal di lokasi aksi mereka, pusat bisnis Kota Bangkok! Dua pendemo terluka! Sebelumnya, Selasa (14/1), sebuah peledak dilempar ke rumah pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva, mantan Perdana Menteri Thailand!" "Provokasi tersebut belum bisa dipastikan siapa pelakunya, tapi akibatnya krisis politik semakin panas!" timpal Amir. 

"Tuntutan oposisi agar Yingluck mundur itu karena dianggap hanya sebagai boneka abangnya, Thaksin Sinawatra! Merespons desakan itu, Yingluck yang terpilih dalam pemilu Agustus 2011 menyiapkan pemilu dipercepat Februari 2014. Tapi, oposisi justru memboikot pemilu tersebut karena hampir bisa dipastikan akan dimenangkan keluarga Sinawatra yang kaya raya!"

"Sejak awal memang sukar mengalahkan keluarga Sinawatra lewat pemilu yang demokratis karena keluarga itu bukan hanya kaya raya, melainkan juga merakyat di Partai Pheu Thai—'partai wong cilik berkaus merah'!" tukas Umar. 

"Karena itu, saat Thaksin menjadi perdana menteri, ia hanya bisa dijatuhkan lewat kudeta militer lantas dijadikan buron dengan tuduhan korupsi! Tapi massa berkaus merah mengadakan perlawanan besar-besaran, menduduki pusat bisnis Bangkok serta bandara, dan berujung pemilu yang lagi-lagi dimenangkan keluarga Sinawatra!" "Kenyataan itu meresahkan massa kritis negerinya!" timpal Amir. 

"Mungkin mereka merasa cukup menjunjung satu monarki saja, Raja Bhumibol! Tapi ternyata mereka juga harus tunduk pada 'monarki bisnis' Sinawatra yang menguasai pemerintahan! Gejala anti-Sinawatra ini menekan politik Thailand zaman ke zaman! 

Provokasi bisa memperbesar massa antipemerintah yang kini telah mencapai puluhan ribu orang di kawasan pusat bisnis Bangkok!" "Yingluck Sinawatra lahir 21 Juni 1967 di Provinsi Chiang Mai, menjadi perdana menteri ke-28 Thailand pada usia 45 dan sebagai perempuan pertama dan termuda menduduki posisi itu di negerinya!" tegas Umar. 

"Ia mendapat tekanan politik bukan karena kinerjanya, melainkan karena keluarga Sinawatra! Kinerja pemerintahan Yingluck, secara ekonomi, tak bisa dijadikan alasan oleh oposisi untuk menjatuhkannya! 

Maka itu, ia memilih strategi bertahan lewat pemilu demokratis, sekaligus sebagai justifikasi 'langkah persuasif' jika perlu dilakukan, baik mengusir massa dari pusat bisnis dengan militer, atau mengisi lokasi itu dengan massa kaus merah!" ***
Selanjutnya.....

PP Baru Berlakukan UU Minerba!


"PP—Peraturan Pemerintah—No. 1/2014 ditandatangani Presiden SBY Sabtu 11 Januari mendasari pemberlakuan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) mulai 12 Januari 2014," ujar Umar. "PP baru ini revisi dari PP No. 23/2010 sebagai peraturan pelaksanaan UU Minerba tersebut, sekaligus nantinya diikuti revisi keputusan menteri (kepmen) yang mengatur ketentuan teknisnya!" 

"Salah satu yang direvisi Kepmen ESDM No. 20/2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan Mineral!" timpal Amir. "Kepmen tersebut menetapkan konsentrat tembaga yang bisa diekspor berkadar Cu 99,99% dan pemurnian tembaga hingga 99%. Untuk bauksit, minimum pemurniannya menjadi alumina SGA 99% dan CGA 90%. Ternyata para penambang besar keberatan dengan standar kemurnian setinggi itu!"

"Masalahnya, Freeport yang mengolah 30%—40% dari 2,5 juta ton setahun produksinya dan Newmont sama 30%—40% dari 800 ribu ton setahun itu kadar pemurniannya di dalam negeri Indonesia cuma 40%," tegas Umar. 

"Apalagi para penambang nasional yang fasilitas smelter saja belum punya, dan sebagian baru mulai membangunnya! Jadi, tanpa revisi PP dan Kepmen, begitu UU Minerba berlaku ekspornya bisa nol! 

Artinya, pemerintah menyesuaikan pada kondisi realistis, dengan batasan toleran: tidak boleh ekspor biji mineral mentah (ore) yang tanpa diolah sama sekali!" 

"Diberi kelonggaran oleh PP baru itu pun, tetap saja lebih dari 10 ribu pemegang izin usaha pertambangan (IUP) tak bisa ekspor!" timpal Amir. "Solusinya tak mudah, karena teknologi smelter mahal! Asosiasi Bauksit dan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apermindo) dalam rilisnya Minggu (detikFinance, 12/1) menyebutkan pembangunan pabrik pemurnian bauksit menjadi alumina harus dalam skala besar agar ekonomis dan efisien dengan nilai investasi lebih dari 500 juta dolar AS dan lebih 1 miliar dolar AS untuk kapasitas alumina 2 juta ton!" 

 "Karena itu, selain para penambang yang tengah membangun smelter bisa dibantu pemerintah, jalan keluar bagi mayoritas penambang itu juga harus dipikirkan agar bisa kembali ekspor dengan melakukan pengolahan mineral secara bersama!" tegas Umar. 

"Soalnya, kalau pemerintah bisa menyesuaikan PP dan kepmen-nya untuk kepentingan tambang asing, wajar memberi perhatian kepada penambang domestik! Kalau untuk penambang asing alasannya agar tak terjadi PHK, lebih 10 ribu IUP itu tak kalah besar jumlah tenaga kerja yang nasibnya perlu perhatian!"
Selanjutnya.....

NTP Lampung, Yang Benar Berapa?

http://lampost.co/berita/ntp-lampung-yang-benar-berapa

"BPS—Badan Pusat Statistik—Lampung dalam berita resmi statistik 2 Januari 2014 melaporkan nilai tukar petani (NTP) Provinsi Lampung/gabungan untuk Desember 2013 sebesar 101,97," ujar Umar. "Isinya lengkap semua subsektor, untuk padi dan palawija (NTP-P) 101,42 dan seterusnya! Berita itu mengejutkan, sebab NTP Lampung yang selama ini dikenal tertinggi di Indonesia dengan angka di atas 120 tiba-tiba melorot lebih 20 poin tanpa jelas alasan perubahannya!" 

"Jelas mengejutkan karena sebulan tepat sebelumnya, 2 Desember 2013, Kepala BPS Lampung Adhi Wiriana dalam konferensi pers menyatakan NTP Provinsi Lampung November 2013 tercatat 124,27, turun dari 124,64 pada Oktober 2013! (Lampost.co, 2 Desember 2013)" timpal Amir.

"Menyegarkan ingatan para pejabat BPS Lampung, dalam jumpa pers itu disebutkan subsektor padi dan palawija saja yang NTP-nya naik, sedang empat subsektor lainnya turun! Tapi turunnya relatif kecil karena dari lima subsektor total turun hanya 0,37%, dari NTP gabungan 124,64 jadi 124,27." 

"Maka itu, perubahan dari NTP November 124,27 menjadi 101,97 pada Desember 2013 seperti berita resmi statistik BPS Provinsi Lampung 2 Januari 2014 itu, atau sekali merosot lebih dari 22 poin, BPS layak memberi catatan khusus! Karena penurunan setajam itu mencerminkan terjadinya hal luar biasa di daerah ini!" tegas Umar. 

"Itu mengingat sejak Agustus 2010 NTP Lampung melejit tertinggi di Indonesia, berlanjut 2011, 2012, dan 2013 selalu di atas 124. Bahkan, pada September 2012 mencapai puncak 126,34 dan tetap bertahan di atas 126 sampai akhir tahun itu! Mencapai 126,24 lagi Juni 2013!" 

"Dan itu terjadi ketika NTP nasional 2011 hanya 104,58, 2012 menjadi 105,87, dan 2013 pada Juni 105,28!" timpal Amir. "Jadi kalau dalam sekejap NTP lampung melorot ke bawah NTP nasional yang pada Desember 2013 diperkirakan masih di kisaran 105, itu sama dengan menggambarkan petani Lampung seketika bangkrut!" "NTP memang bukan hal penting, tidak diperhatikan banyak orang! 

Apalagi bagi orang BPS, mungkin tak ada artinya sama sekali, kecuali melelahkan mencatatnya!" tukas Umar. "Tapi sayang, NTP itu menjadi satu-satunya kebanggaan warga Lampung di antara sekian banyak data garapan BPS! 

Sedang data lainnya memprihatinkan, seperti indeks pembangunan manusia (IPM) yang sampai 2012 masih terendah di Sumatera, atau angka kemiskinan yang menempatkan Lampung tiga provinsi termiskin di Sumatera! Maka itu, wajar BPS menjelaskan kemerosotan NTP Lampung lebih 22 poin pada Desember 2013!" ***
Selanjutnya.....

Pendidikan Perilaku Antikorupsi!

"HASILl survei perilaku antikorupsi Badan Pusat Statistik (BPS) 1—15 November 2013 menunjukkan semakin tinggi pendidikan kian tinggi pula sikap antikorupsinya!" ujar Umar. 

"Dengan indeks perilaku antikorupsi (IPAK) Indonesia 2013 pada 3,63 dari skala 0 sampai 5, IPAK untuk warga berpendidikan SLTA 3,82, di atas SLTA 3,94, dan SLTP ke bawah 3,55."

"Dengan kriteria nilai indeks 0—1,25 Sangat Permisif, 1,26—2,50 Permisif, 2,51—3,75 Antikorupsi, dan 3,76—5 Sangat Antikorupsi, maka sikap warga berpendidikan SLTA dan SLTA ke atas tergolong Sangat Antikorupsi!" timpal Amir. 

"Tetapi ironisnya, justru dari kalangan orang berpendidikan tinggi itu berasal mayoritas terpidana korupsi!" "Paradoks itu bukan akibat anomali indeks perilaku antikorupsi! Artinya bukan faktor tingginya pendidikan jadi penyebab orang korupsi!" tukas Umar. 

"Tapi itu anomali kekuasaan seperti kata Lord Acton, power tend to corrupt, absolut power corrupted absolutly—kekuasaan cenderung korup, kekuasaan absolut korupsinya absolut pula! Jadi, kekuasaan yang jadi penyebab korupsi, bukan tingginya pendidikan! 

Godaan korupsi dalam kekuasaan begitu besar, hingga definisi korupsi berdasar rumusan Lord Acton itu menjadi abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan!" "Dengan definisi itu pendidikan perilaku antikorupsi menjadi tugas utama proses menapaki tangga peraihan kekuasaan, seperti rekrutmen kader partai politik dan birokrasi pemerintah—mayoritas terpidana korupsi!" sambut Amir. 

"Di lain sisi, sikap perilaku antikorupsi dalam masyarakat perlu terus ditingkatkan agar IPAK-nya mencapai tingkat Sangat Antikorupsi—di atas 3,75! Jaraknya tak jauh dari IPAK 2013 pada 3,63, yang juga merupakan kenaikan dari 3,55 pada 2012." 

"Sikap masyarakat Sangat Antikorupsi hingga memandang korupsi itu najis perlu sebagai antitesis melawan korupsi!" tegas Umar. "Peningkatan sikap antikorupsi itu dilakukan dengan mengembangkan persepsi, korupsi itu segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan!" 

"Dengan pemahaman warga atas korupsi dengan persepsi demikian, warga segera menyikapinya sebagai tindak korupsi saat penguasa mengalihkan anggaran dari proyek jalan dan infrastruktur yang penting bagi meningkatkan kesejahteraan rakyat, ke proyek yang sarat kepentingan pribadinya!" timpal Amir. 

"Jadi, hanya dengan melihat jalan raya di wilayahnya hancur tak kunjung diperbaiki saja, sikap antikorupsi warga berpendidikan di bawah SLTP bisa langsung menggelegak! Konon lagi yang berpendidikan lebih tinggi!" ***
Selanjutnya.....

Suryadharma Ali Agak Gundah!


"SURYADHARMA Ali, ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), optimistis partainya meraih suara 10%—12% dalam Pemilu 2014!" ujar Umar. 

"Meskipun demikian, ia menutup wawancara dengan nada agak gundah, 2014 ini akan menjadi pertaruhan besar PPP apakah bisa melampaui parliamentary threshold atau tidak. Sekaligus penentuan, pantaskah Indonesia menjadi kuburan bagi partai Islam?" (Kompas.com, 9/1)

"Hal itu didahului kajiannya pada realitas terakhir ini, tak ada partai berbasis massa Islam masuk tiga besar perolehan suara pemilu!" timpal Amir. 

"Apalagi pemilu kurang dari 100 hari lagi, survei Litbang Kompas kalau pemilu dilakukan Desember 2013 menghasilkan suara PDIP 21,5%, Golkar 16,5%, Gerindra 11,5%, dan Partai Demokrat 7,2%—tak satu pun partai Islam masuk empat besar!" 

"Kegundahan itu mengingat Indonesia negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kuota hajinya terbesar pula!" ujar Umar. "Pada pemilu pertama (1955), meski PNI nomor satu, Masyumi dan NU berhasil di urutan dua dan tiga! Di Pemilu 1971, NU di urutan kedua setelah Golkar! Lalu setelah partai Islam disatukan, sepanjang Orba PPP selalu nomor dua! Tapi kini?" 

"Turunnya pamor partai Islam itu bukan saja dirasakan PAN dan PKB, keduanya malah mendeklarasikan diri sebagai partai nasionalis untuk menjaring suara yang lebih luas!" tegas Amir. "Itu karena sesama partai Islam cenderung untuk berebut suara di pangsa yang sama, jadi relatif terbatas! PAN dan PKB pun mencari kantong suara alternatif!" 

"Di balik kegundahan Suryadharma Ali itu, elite partai-partai berbasis massa Islam layak introspeksi, memperbaiki strategi kampanye pemilu yang sudah dekat!" ujar Umar. 

"Hasil survei terakhir cenderung melemahnya dukungan kepada partai-partai berbasis massa Islam itu bertolak belakang dengan realitas semakin besar dan kuatnya orientasi pada pengamalan agama Islam dalam masyarakat, yang tecermin dari membeludaknya animo menunaikan ibadah haji giliran berangkat dari masa pendaftaran telah mendekati 10 tahun!" 

"Introspeksi itu perlu untuk menimbang sendiri persepsi ideal pemimpin muslim yang didamba umat dan membandingkan pada realitas diri pribadi elite partai Islam!" tegas Amir. "Introspeksi itu bisa menemukan kekurangan pada diri pribadi masing-masing! 

Di panggung kampanye tunjukkan pada umat bahwa kekurangan itu telah diperbaiki, hingga sosoknya telah memenuhi persepsi umat untuk dipilih sebagai pemimpin yang ideal!" ***
Selanjutnya.....

Restorasi, Lindungi Aparat Desa!


"UU Desa yang pelaksanaannya akan mengucurkan dana APBN lebih Rp1 miliar/desa/tahun, menjadikan aparat desa rawan dikerubuti tuduhan korupsi dari segala macam oknum gadungan!" ujar Umar. "Untuk itu, perlu suatu model pengelolaan dana pembangunan desa itu yang bisa melindungi aparat desa hingga benar-benar aman dan imun dari segala tuduhan negatif yang merepotkannya!" 

"Salah satu model yang telah berjalan dan teruji tidak satu pun aparat desa (kepala desa/kampung atau stafnya) mendapat masalah sedemikian, adalah gerakan serentak membangun kampung (GSMK) di Kabupaten Tulangbawang!" kata Amir. "GSMK didanai Pemkab Rp200 juta/tahun/kampung. Pelaksanaannya merestorasi dari struktur organisasi dan kondisi fisik desa, serta sosial-ekonominya!"

"Merestorasi struktur dengan membentuk organisasi kelompok masyarakat (pokmas) di luar struktur organisasi formal desa, justru sebagai penerima transfer dana dan tanggung jawab penggunaan APBD untuk GSMK!" tegas Umar. 

"Sementara kepala desa (kampung) berposisi sebagai koordinator dan pengawas proyek, tanpa tanggung jawab langsung atas dananya! Dengan demikian, kepala desa aman dan imun dari segala tuduhan terkait dana GSMK!" "Pokmas dibentuk masyarakat bersama pemerintahan desa, terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara, fungsinya mengelola GSMK sejak perencanaan yang disusun dalam musyawarah warga desa, mengelola dana proyek dengan membuat rekening bank sendiri!" ujar Amir. 

"Selain dana dari pemkab, pokmas menggalang partisipasi masyarakat, baik uang maupun material! Proyek dikerjakan secara gotong royong warga, sedangkan pekerjaan teknis yang spesifik diserahkan kepada tenaga spesialis yang dibayar!" "Model GSMK itu jelas perlu penyesuaian untuk pelaksanaan restorasi desa dengan dana UU Desa yang lebih Rp1 miliar/desa/tahun!" ukar Umar. 

"Pertama, perlu disisihkan dana pelayanan administrasi desa termasuk gaji dan honor aparat desa. Kedua, pengerjaan proyek meskipun secara gotong royong, perlu diberi imbalan upah padat karya setiap warga yang ikut bekerja karena dengan dana yang relatif besar perlu waktu lebih lama untuk menyelesaikannya! Jika dengan gotong royong murni, bisa kandas energi dan ekonomi warga desanya!" 

"Pokoknya perlu model yang melindungi aparat desa dari kerawanan tuduhan terkait dana UU Desa Rp1 miliar/tahun!" kata Amir. "Tanpa itu, aparat desa menjadi kerubutan segala gadungan dengan aneka tuduhan palsu yang merepotkan!" ***
Selanjutnya.....

IPM Lampung Harus Dipompa!


"DATA indeks pembangunan manusia (IPM) nasional di Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir 2012! Di situ IPM Provinsi Lampung masih terendah di Sumatera dengan nilai 72,45, di bawah Aceh, 72,51," ujar Umar, "IPM Riau tertinggi di Sumatera (76,90), disusul Sumut (75,13). Lampung harus memompa IPM agar tidak di posisi underdog terus!" "Untuk memperbaiki posisi itu tentu harus melewati yang terdekat, Aceh!" timpal Amir. 

"Perbandingan nilai Lampung versus Aceh, harapan hidup 70,05 vs 68,94; melek huruf 95,13 vs 96,99; rata-rata lama sekolah 7,87 vs 8,93; dan pengeluaran per kapita 625,50 vs 618,79. Jadi, Lampung unggul di dua hal, harapan hidup dan pengeluaran per kapita, tapi kalah di melek huruf dan lama sekolah!"

"Dengan selisih nilai dari Aceh hanya 0,06 itu, kalau di empat kabupaten terlemah dalam kedua hal tersebut diperbaiki nilainya, tak butuh waktu terlalu lama perbaikan posisi bisa dicapai!" tegas Umar. "Buat melek huruf, daerah yang harus dipompa ialah Mesuji (nilai 93,30), Lamtim (93,74), Lamteng (93,74), dan Tulangbawang Barat (93,88). 

Sedang rata-rata lama sekolah Mesuji (6,39), Way Kanan (7,33), Tulangbawang (7,39), dan Tanggamus (7,43)." "Untuk meningkatkan melek huruf, perlu relawan yang rajin, tekun, dan sabar! Kayaknya perlu langkah khusus Dinas Pendidikan daerah-daerah tadi merekrut relawan dimaksud!" lanjut Amir. 

"Sedang untuk memperpanjang rata-rata lama sekolah, selain memberlakukan Wajib Belajar 12 Tahun seperti di Way Kanan, beasiswa penyangga buat anak-anak rawan putus sekolah juga perlu disiapkan setiap daerah! 

Kalau langkah-langkah tersebut bisa dilakukan dengan baik, lima tahun ke depan mungkin Lampung tak lagi jadi juru kunci IPM Sumatera!" "Usaha setiap daerah meningkatkan nilai semua komponen IPM di daerahnya cukup penting, terutama untuk mendukung peningkatan IPM Indonesia di tingkat global yang pemeringkatannya dikelola PBB!" tegas Umar. 

"Tahun 2013 Indonesia naik tiga tingkat jadi di peringkat 121 dari 187 negara! Peringkat di bawah 96, garis tengah kelompok atas dan bawah, jelas menunjukkan posisi kurang baik! Apalagi posisi itu di wilayah ASEAN di bawah Singapura (peringkat 18, baru naik 8 tingkat), Brunei (30, baru naik 2), Malaysia (64, baru turun 3), Thailand (103) , dan Filipina (114)." 

"Usaha Lampung memperbaiki peringkat diperlukan untuk mendukung IPM nasional agar naik di peringkat global!" timpal Amir. "IPM Indonesia sukar naik kalau basisnya tak beringsut dari underdog!" ***
Selanjutnya.....

Masih Berfungsikah Pemerintah?


"MARGARETH Tatcher, seperti dalam film The Iron Lady, memiliki cara sederhana untuk mengukur kinerja pemerintah, yakni dengan memperhatikan harga barang-barang kebutuhan pokok," ujar Umar. "Normalnya harga menggambarkan masih berfungsinya pemerintah!" 

"Dilihat dari hasil Survei Biaya Hidup (SBH) Badan Pusat Statistik (BPS) priode 2007-2012 di 82 kota Indonesia, biaya hidup di kota besar seperti Bandung dalam priode itu naik 78,16%. sedang di kota sedang seperti Purwokerto naik sampai 96,35% (MI, 3-1)" timpal Amir. "Maka, dengan tolak ukur Tatcher bisa disinpulkan bahwa pemerintah di Indonesia tak berfungsi!"

"Hal itu juga terlihat dalam kenaikan harga Elpiji tabung 12 kg dari Rp78 ribu ke Rp140 ribu atau 68%, reaksi pertama Presiden SBY bahkan menyatakan itu kewenangan Pertamina!" (Kompas.com, 5-1) tegas Umar. 

"Tapi setelah banyak protes dan menurut politisi PKS (di Metro TV) hal itu bisa jadi peluang pencitraan bagi partai berkuasa seolah membela kepentingan rakyat dengan menyuruh Pertamina menurunkan kembali harga Elpiji, pemerintah pun mengultimatum Pertamina untuk itu dalam waktu 24 jam! 

Dan Pertamina mengubah keputusannya tentang harga Elpiji dengan menaikannya menjadi Rp92 ribu per tabung 12 kg!" "Mungkin cuma di Indonesia hal seperti itu terjadi!" tukas Amir. "Bahkan ketika pemerintah ikut campur tangan pun, tujuannya lebih kentara untuk pencitraan ketimbang menormalkan harga! Buktinya harga Elpiji tetap naik, jadi bertentangan dengan prinsip Tatcher!" 

"Orientasi pemerintah Indonesia terhadap pengendalian harga barang kebutuhan pokok memang kurang kuat!" ujar Umar. "Bahkan lebih buruk dari itu, pemerintah sendiri yang menaikkan harga BBM subsidi 44% pada 17 Juli 2013, bertepatan bulan puasa hingga memicu kenaikan harga bahan kebutuhan pokok! Apalagi itu seiring kenaikan kelas anak sekolah saat orang tua memikul beban ekstra!" 

"Tak kepalang pula, saat itu ekonomi kita sedang tertekan krisis keuangan global yang membuat harga komoditas ekspor terpuruk hingga petani tak memanen buah sawitnya dan membiarkan busuk di pohon!" timpal Amir. 

"Semua itu tidak dipertimbangkan ketika pemerintah menambah beban hidup rakyat!" "Akibat pemerintah tidak menimbang beratnya tambahan beban hidup yang harus dipikul rakyat, warga miskin dalam priode Maret-September 2013 bertambah 480 ribu jiwa!" tegas Umar. "Itu tak terjadi andai pemerintah masih berfungsi!" ***
Selanjutnya.....

Di Balik Aneka Garis Kemiskinan!


"KEMISKINAN di Indonesia dipahami lewat perspektif garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) dan perspektif beras untuk rakyat miskin (raskin) lalu menjadi bantuan langsung tunai (BLT), ke Jamkesmas dan Jamkesda, yang kini dijadikan peserta JKN dengan preminya ditanggung APBN!" ujar Umar. 

"Berdasar garis kemiskinan BPS, warga miskin kita September 2013 sebanyak 28,55 juta orang. Sedang orang miskin yang ditanggung APBN JKN-nya 86,4 juta eks peserta Jamkesmas dan 11 juta eks Jamkesda, jadi 97,4 juta jiwa!"

"Aneka kriteria miskin itu disesuaikan kegunaannya!" timpal Amir. "Garis kemiskinan BPS untuk retorika, sehingga dengan standar yang amat rendah (September 2013 konsumsi Rp292.951/jiwa/bulan atau 80,7 sen dolar AS) jumlah orang miskin jadi sedikit! 

Di forum publik pemimpin tampak bijaksana, sebaliknya kalau jumlah orang miskin banyak!" "Sedang standar kemiskinan versi raskin yang berlanjut ke JKN sekarang diperlukan untuk membantu rakyat miskin!" tukas Umar. 

"Uniknya, penentuan warga miskin yang berhak atas bantuan itu ditetapkan juga oleh BPS, lewat menilai kondisi fisik keluarga warga! Jadi, kriteria tergantung keperluannya, sehingga satu badan (BPS) punya dua kelompok miskin berbeda!" 

"Aneka kriteria itu tak jauh dari standar kemiskinan Bank Dunia, yang ditetapkan sejak 1970-an. Yakni, kemiskinan relatif pada pendapatan di bawah 2 dolar AS/jiwa/hari dan kemiskinan absolut pada 1 dolar AS/jiwa/hari!" timpal Amir. "Masuk kemiskinan relatif tentu yang 97,4 juta peserta JKN dengan premi dan pelayanan ditanggung APBN. 

Sedang kemiskinan absolut dekat dengan 28,55 juta warga miskin di bawah garis kemiskinan BPS!" "Masalahnya, garis kemiskinan BPS jauh di bawah 1 dolar AS terlalu rendah, karena lembaga dunia seperti Gallup, peneliti kemiskinan dunia, merasa kurang pas lagi dengan 1 dolar AS untuk garis kemiskinan absolut karena nilai dolar sudah mengecil oleh inflasi sejak 1970-an!" tegas Umar. 

"Dalam rilis terakhir hasil penelitiannya atas kemiskinan dunia (25-12-2013), Gallup mematok 1,25 dolar AS/jiwa/hari untuk kemiskinan ekstrem—begitu dia namakan! Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim juga pernah mengajukan 1,5 dolar AS/jiwa/hari untuk garis kemiskinan fatal!" 

"Dari semua itu, Indonesia kini nyaman dengan kriteria kemiskinan versi JKN yang mengakomodasi peserta Jamkesmas dan Jamkesda!" timpal Amir. "Salut buat BPS atas penentuan warga miskin untuk BLT yang kini dijadikan peserta JKN!" ***
Selanjutnya.....

Warga Miskin Bertambah Banyak!

"BPS--Badan Pusat Statistik--Kamis (2-1) merelis jumlah warga miskin di Indonesia pada September 2013 naik 480 ribu jiwa menjadi 28,55 juta jiwa, naik dari 28,07 juta jiwa pada Maret 2013!" ujar Umar. "Peningkatan jumlah itu terjadi dengan peningkatan garis kemiskinan dari konsumsi Rp271.626/jiwa/bulan pada Maret 2013, menjadi konsumsi Rp292.951/jiwa/bulan, naik 7,85%!" "Garis kemiskinan pada Rp292.951/jiwa/bulan itu, atau Rp9.765/hari dengan kurs dolar Rp12.100 sstara 80,7 sen dolar AS per hari, jauh di bawah garis kemiskinan Bank Dunia 2 dolar AS/jiwa/hari atau Rp24.200/jiwa/hari yang dipakai Gallup--lembaga peneliti AS--menjadikan sepertiga penduduk dunia hidup di bawah garis kemiskinan!" timpal Amir. "Bahkan juga jauh di bawah garis kemiskinan ekstreem 1,25 dolar AS/jiwa/hari, standar baru Bank Dunia untuk target mengurangi orang miskin tinggal 3% pada 2030!" 

"Standar garis kemiskinan amat rendah (di bawah 1 dolar AS) itu agar jumlah orang miskin kecil, menjaga wajah pemimpin bangsa tak malu di mata dunia! Tapi itu menjadikan lebih lemah tekanan terhadap pemimpin untuk mengatasi kemiskinan!" tegas Umar. "Akibatnya, emiskinan tak konsisten turun, malah naik! Sebaliknya jika angka kemiskinan dibuat standar universal, seperti China memakai angka kemiskinan Bank Dunia 2 dolar AS/jiwa/hari dan mempercayakan pada Gallup untuk mensurveinya, maka tekanan berat untuk serius mengurangi kemiskinan mengganjal benak para pemimpin!" "Hasilnya seperti dilaporkan Gallup yang dikutip CNN (Liputan6.com,25-12-2013), kemiskinan di China dari 25% pada 2007 turun jadi 7% pada 2012!" timpal Amir. "Itu buah dari pertumbuhan ekonomi China yang satu dekade 2001-2011 konsisten di atas 10%/tahun, dan 2013 diperkirakan 7,25% terbukti jadi 7,8%!"

 "Untuk itu tak boleh dilupakan pendahulu Presiden Xi Jinping, mulai generasi Jiang Zemin yang mereformasi China sejak awal 1990-an dengan memasukkan kapitalisme, dilanjutkan generasi Hu Jintao (15 Maret 2003-14 Maret 2013) yang pada masa berkuasa menyediakan 100 peti mati buat koruptor, satu khusus buat dirinya kalau korupsi!" tegas Umar. "Terbukti dengan berhasil bebas dari korupsi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa mengurangi kemiskinan amat signifikan! Sebaliknya pertumbuhan rendah korupsinya tinggi, jumlah orang miskin bertambah banyak! Dan kalau mau jujur, jumlah warga miskin ekstreem kita 86,4 juta jiwa--peserta Jamkesmas yang premi jaminan kesehatan dirinya ke BPJS ditanggung APBN!" ***
Selanjutnya.....