DI posko tanggap bencana banjir, dokter puskesmas memberi arahan ke relawan dadakan, “Perhatikan jika ada korban banjir yang menggigil ekstrem akibat terlalu lama kedinginan, meracau seperti kesurupan dan kulit pucat karena suhu tubuhnya di bawah normal!" ujar dokter. "Itu gejala hipotermia, kondisi tak mampu menahan penurunan suhu tubuh, jika tak cepat diatasi bisa fatal!"
"Diatasi bagaimana?" kejar relawan.
"Jika pakaiannya basah diganti dengan yang kering, dihangatkan dengan handuk atau selimut!" jelas dokter. "Kalau suhu tubuhnya terus turun ke bawah 35 derajat Celsius, tubuhnya akan gagal menahan panas tubuhnya!
Penghangatan tubuhnya penting, karena akibat dingin ekstrem jaringan oksigen di permukaan mengecil, diikuti di jaringan otot, akhirnya kejang! Ketika suhu tubuh di bawah 34 sampai 30 derajat Celsius, bisa amnesia! Di tingkat itu tak lagi bisa diatasi di lapangan, harus dibawa ke rumah sakit!"
"Tapi dari mana dapat ganti baju kering, handuk atau selimut, pengungsi berjubel dalam tenda sempit, meninggalkan rumah hanya bawa baju yang lengket di badan, sedang hujan tak kunjung henti!" tukas relawan. "Baju relawan juga basah!"
"Kalau begitu bawa ke posko!" tegas dokter. "Jika suhu tubuhnya sampai di bawah 30 derajat Celsius, bisa koma! Juga bisa meninggal seperti Shinzuko Rizmadhani—pendaki Gunung Gede, tewas akibat hipotermia!" (Kompas.com, 28/12/2013)
"Tapi bagaimana penguasa, pejabat, dan politikus yang suhu sikapnya dingin sekali, tak peduli penderitaan rakyat korban bencana, hingga masalah korban bencana nanti-nanti saja, diurus belakangan?" tanya relawan.
"Contohnya DPRD Jakarta, kotanya ditelan banjir, warga menderita, anggaran tanggap bencana banjir serta APBD-nya tak kunjung mereka sahkan!"
"Sikap begitu mungkin bisa disebut sosiohipotermis!" jawab dokter.
"Sikap yang terlewat dingin terhadap korban bencana sehingga usaha untuk mengurus korban dikesampingkan, dikebelakangkan, diurus nanti kapan sempat saja, sedang si penguasa lebih mendahulukan hal-hal terkait kepentingan kekuasaannya!"
"Kalau pejabat daerah kita, yang telah mendirikan posko tanggap bencana sebelum banjir datang seperti Pemkab Tulangbawang, mungkin tidak tergolong penderita sosiohipotermis!" ujar relawan. "Tinggal ke depan, agar fokus ke program mengurangi akibat banjir! Karena banjir berasal dari hulu, merupakan urusan pejabat yang lebih tinggi!" ***
0 komentar:
Posting Komentar