Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

2013, Mau Santan Peras Jerami!


"TAHUN 2013 terasa panjang untuk mencari solusi berbagai masalah bangsa, tetapi kebanyakan solusi itu seperti berulang memeras jerami untuk mendapatkan santan!" ujar Umar. "Salah satu contohnya solusi menahan penurunan kurs rupiah, saat mendekati Rp11 ribu/dolar AS dihadang dengan menaikkan BI rate! Ketika kurs rupiah terus meluncur, BI rate dan BI rate lagi yang dijadikan solusi! Hingga kurs rupiah tembus mapan lebih Rp12 ribu/dolar AS, tetap jerami BI rate yang diperas!" 

"Contoh lain, swasembada daging sapi-diiklankan bertubi-tubi di televisi! Impor sapi bakalan dibatasi, sebagai gantinya disembelih sapi lokal—sampai sapi-sapi induk pun ikut dipotong!" timpal Amir. "Akibatnya terjadi krisis, kekurangan daging sapi! Solusinya, impor daging sapi! Jadi, program swasembada daging sapi menghasilkan solusi yang diulang terus—impor dan impor daging sapi!"

"Subsidi BBM dikurangi dengan menaikkan harga BBM subsidi! Kebijakan yang mulai berlaku 17 Juli itu menghemat subsidi pada APBN sekitar Rp40 triliunan!" lanjut Umar. "Namun, dengan depresiasi rupiah sepanjang 2013 sebesar 25%, dilengkapi penambahan mobil baru maupun migrasi pemakai nonsubsidi ke BBM subsidi, angka subsidi BBM akhir tahun naik jadi Rp50 triliun! 

Jerami kenaikan harga tak cukup buat santan yang diinginkan!" "Masalah BBM subsidi itu mengimbas ke impor BBM yang juga terus membengkak menekan neraca perdagangan, sekaligus memperberat defisit neraca berjalan—current account!" kata Amir. 

"Solusi untuk itu dipasang RFID, radio pengontrol pemakaian BBM pada setiap mobil! Alat itu pun dijadikan jerami yang harus diperas untuk mendapatkan santan karena di sisi lain peningkatan konsumsi BBM dipompa mobil murah yang membanjiri pasar!" "Tentu masih banyak contoh lain solusi memeras jerami untuk mendapatkan santan! 

Seperti ekspor barang mentah berkelanjutan, tanpa kebijakan hilirisasi konkret yang dijalankan efektif!" tegas Umar. "Persoalannya memang pada kepiawaian beretorika, tanpa kemampuan mengimplementasikan! Sepanjang 2013, hal itu bisa dilihat di banyak sendi sosial ekonomi dan kehidupan berbangsa!" 

"Tapi pengalaman itu guru yang paling bijaksana! Catatan atas pengalaman itu diharapkan bisa menjadi bandingan bagi pengambilan keputusan untuk solusi ke depan!" timpal Amir. "Seiring waktu, 2013 segera diganti 2014, tahun politik yang menjadi ajang evaluasi dan penentuan pilihan solusi baru! Pengalaman 2013 pun menjadi bekal memasuki 2014! Selamat tinggal 2013, selamat datang 2014!"
Selanjutnya.....

2013, Perkuat Ketergantungan! (2)


"REALITAS ketergantungan Indonesia pada asing justru amat buruk terkait sektor-sektor modern!" tegas Umar. "Sudah jadi pembicaraan orang di jalanan--the man on the street--penguasaan modal asing di sektor pertambangan, komunikasi, dan perbankan nasional lebih dari 51 persen! 

Sifat ketergantungan yang mutlak!" "Begitu pun, penguatan ketergantungan pada asing itu masih dilakukan secara lebih luas lagi bidang kegiatannya oleh pemerintah pada 2013!" tukas Amir.

"Itu tampak pada revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diumumkan Kantor Menko Perekonomian Selasa (24-12), empat sektor usaha yang sebelumnya berdasar Peraturan Presiden (Perpres) No.36/2010 tertutup sama sekali, menjadi terbuka bagi asing!" (Kompas.com, 26-12) 

"Menurut Kepala BKPM Mahendra Siregar, untuk infrastruktur dasar kepemilikan modal asing boleh sampai 100%!" tegas Umar. "Juga dalam rangka kerjasama pemerintah swasta (KPS), investasi pembangkit listrik sampai 10 mw modal asing bisa maksimal 100%!" 

"Selain itu, di sektor perhubungan, khusus pembangunan terminal angkutan darat batas PMA 49%," timpal Amir. "Lalu di sektor kesehatan, khusus industri farmasi, batas PMA naik dari 75% jadi 85%. Sedang di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, industri periklanan batasan PMA 51%. 

Di sektor keuangan, kepemilikan PMA di modal ventura naik dari 80% jadi 85%." "Dominasi asing menonjol di Bursa Efek Indonesia--BEI!" tukas Umar. "Menurut Otoritas Jasa Kekuangan (OJK), pengawas pasar modal dalam konferensi pers akhir tahun 2013 (23-12), peran domestik di bursa efek hanya 0,1% dari jumlah penduduk! Itu menyangkut perdagangan saham, obligasi, dan reksa dana." 

"Lalu, entah siapa yang berhak mengawasi atau meregulasinya, usaha ritel (warung eceran) di bawah kendali modal asing kini sudah menjamur ke pelosok desa, mengencundangi warung kampung milik rakyat!" tegas Amir. 

"Ditinjau dari sebaran usaha ritel modern ini, bisa mencerminkan liberalisasi perdagangan di Indonesia sudah 'terlalu maju', hingga praktis tak ada lagi perlindungan bagi usaha warung rakyat di pedalaman sekali pun!" 

"Semua itu menunjukkan, ketergantungan ekonomi Indonesia pada asing sepanjang 2013 bukan saja diperkuat, tetapi juga semakin bisa diandalkan!" timpal Umar. "Dan itu terjadi di semua tingkat, dari level industri dan jasa kelas atas, sampai menggeser dan menggantikan peran usaha warung kampung!" ***
Selanjutnya.....

2013, Memperkuat Ketergantungan!

"TERLENA buaian produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2012 tembus 1 triliun dolar AS, dengan 250 juta jiwa penduduk pendapatan per kapita jadi 4.000 dolar AS, selama 2013 kebijakan pemerintah justru semakin memperkuat ketergantungan!" ujar Umar. "Alih-alih ketergantungan yang keterlaluan seperti impor garam 90% dari konsumsi, impor kedelai lebih 2 juta ton, dibuatkan task force menguranginya, justru aneka impor lain booming 2013!" 

"Ketergantungan baru yang dimantapkan 2013, antara lain impor daging sapi, gula (tembus 3 juta ton), dan bawang (putih dan merah sekitar 0,5 juta ton)—selain impor gandum (terigu) dan buah-buahan yang telah menjadi tradisi!" timpal Amir.

"Sedang beras, meski 2012 surplus lebih 3 juta ton, impornya 2011 nyaris terbesar di dunia, impor dadakan beras juga masih laten dalam memberi kejutan!" "Padahal, dengan proses produksi pangan nasional itu lahan usaha utama mayoritas warga bangsa, ketergantungan pada impor produk pangan yang menguat itu menunjukkan penurunan kesejahteraan rakyat di usaha pertanian serta desa, habitat lebih 63% warga miskin kita!" tegas Umar. 

"Naiknya ketergantungan pada impor itu jadi pertanda menurunnya share warga tani desa, tanpa peduli PDB dan pendapatan per kapita naik!" "Lebih tragis sebenarnya saat pendapatan per kapita naik, pendapatan riil kaum melarat justru melorot!" tukas Amir. 

"Dan itu terjadi di negeri kita, yang pada 2012 itu ketimpangan pendapatan menajam dengan indeks rasio gini dari sebelumnya 3,7 naik menjadi 4,1—artinya ketimpangan memasuki kondisi yang makin buruk!" "Ketimpangan itu menjelaskan ironi, peningkatan PDB dan pendapatan per kapita yang fantastis tak mengubah wajah kemiskinan negeri ini, yang didominasi angkatan kerja tidak terampil hingga produktivitas dan daya saingnya rendah!" timpal Umar. 

"Hal itu juga terjadi karena peningkatan PDB lebih ditopang booming konsumsi kelas menangah dengan barang-barang mahal—dari mobil yang memacetkan jalanan kota-kota besar sampai aksesori branded yang menguras devisa, hingga terjadi defisit neraca berjalan (current account) dua tahun ini dan kritis pada 2013!" 

"Fakta ketimpangan itu jadi pembenar, si kaya tambah kaya kaum miskin tambah sengsara, ketergantungan terburuk negeri ini justru kian melembaga pada tenaga kerja tak terampil berproduktivitas dan daya saing rendah!" kata Amir. "Lebih gawat lagi, tenaga kerja yang keterampilan, produktivitas, dan daya saingnya rendah itu, pada 2013 jadi radikal pula!"
Selanjutnya.....

Ikhwanul Muslimin Dicap Teroris!

"PEMERINTAH sementara bentukan rezim kudeta militer Mesir menyebut Ikhwanul Muslimin teroris, terlibat dalam serangan bom mobil ke markas polisi di Mansour, Selasa (24/12), yang menewaskan 16 orang!" ujar Umar. "Meski Kelompok Sinai mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom mobil tersebut, Menteri Pendidikan dan Wakil Perdana Menteri pemerintah sementara Hossam Issa berkukuh dengan tuduhan Al Ikhwan yang melatih dan mendanai milisi Sinai!" (Kompas.com, 26/12) 

"Sebelumnya atas prakarsa penguasa hasil kudeta, Pengadilan Mesir melarang semua kegiatan Ikhwanul Muslimin, ribuan orang yang dituduh melanggar itu ditangkap!" timpal Amir.

"Label teroris diberikan penguasa terakhir ini sebagai provokasi pada rakyat Mesir menjelang referendum untuk meloloskan konstitusi baru yang mengukuhkan posisi rezim kudeta!" "Ikhwanul Muslimin gerakan sosial-politik yang didirikan Hasan Al Banna tahun 1926, memenangi pemilu 2012 usai revolusi penggulingan diktator Hosni Mubarak, dan tokoh Ikhwan Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir pertama terpilih secara demokratis!" tegas Umar. 

"Baru setahun memerintah, 3 Juli 2013 Mursi dikudeta militer pimpinan Jenderal El-Sissi, setelah unjuk rasa besar menentang Mursi dengan tuduhan rezim Mursi berusaha menguasai semua jabatan pemerintahan melalui konstitusi baru yang dia menangkan—juga lewat referendum—serta gagal dalam menangani ekonomi!" 

"Kudeta itu ditentang massa pendukung Mursi di semua kota negeri itu, dengan lebih sejuta orang bertahan di lapangan Masjid Al-Adawiyah, Kairo!" timpal Amir. "Penguasa militer membubarkan massa tersebut dengan berondongan senjata secara membabi buta ke massa, hingga lebih dari 1.000 orang tewas! 

Penguasa menuduh pengunjuk rasa melanggar darurat nasional dengan jam malamnya yang diberlakukan sejak kudeta dengan penangkapan tokoh Ikhwanul Muslimin di seluruh negeri oleh militer!" "Tindakan penguasa militer menumpas Ikhwanul Muslimin sampai akar-akarnya itu semakin keras menjelang referendum yang jadi dasar keabsahan kekuasaannya, karena sejauh ini kekuasaan rezim kudeta tak mendapat dukungan internasional! 

Bahkan AS yang semula membantu militer Mesir 1,3 miliar dolar AS per tahun, ikut membatalkan dukungannya!" tegas Umar. "Hanya empat negara yang secara terbuka mendukung rezim kudeta Mesir dengan bantuan dana 12 miliar dolar AS, yakni Arab Saudi, Kuwait, UAE, dan Qatar!"
Selanjutnya.....

Praduga Kecurangan Seleksi CPNSD!


"DALAM benak banyak warga berkerak praduga selalu terjadi kecurangan pada proses seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah—CPNSD!" ujar Umar. "Praduga itu jelas tak sehat! Karena itu, perlu usaha menghilangkan praduga tersebut agar pandangan warga yang sinis dan negatif terhadap seleksi CPNSD berubah menjadi positif!" "Usaha untuk menghilangkan praduga itu sebenarnya sudah dilakukan maksimal!" timpal Umar. 

"Antara lain lewat menyerahkan proses seleksi tertulis penerimaannya pada lembaga independen, seperti perguruan tinggi yang punya kredibilitas tinggi, bukan saja perguruan tinggi lokal, melainkan juga nasional! Namun, nyatanya, praduga itu tetap menyelimuti proses seleksi CPNSD!"

"Mungkin karena penyerahan seleksinya tidak menyeluruh dari pendaftaran sampai pengumuman hasilnya, tetapi hasil seleksi oleh perguruan tinggi itu diserahkan lagi kepada instansi terkait di pemerintahan daerah!" tukas Umar, "Sempat alih tangan dari lembaga independen ke instansi pemerintah itu yang bisa dicurigai menjadi peluang kecurangan!" 

"Konon lagi ada pengalaman, pada hari jadwal pengumumannya, koran yang memuat hasil seleksi terlambat terbit beberapa jam akibat penyerahan materi dari panitia seleksi daerah mundur beberapa jam!" timpal Amir. "Kemunduran beberapa jam penyerahan materi hasil seleksi itu pun dicurigai sebagai usaha curi waktu untuk kocok ulang memasukkan nama-nama sesuai kepentingan tertentu! 

Jadi, praduga itu ditopang prasangka lain lagi, pelaksanaan seleksi yang diserahkan kepada lembaga independen itu sekadar topeng untuk menyelubungi kecurangan seleksi CPNSD yang sudah mentradisi di instansi itu!" 

"Kalau penundaan terbit pengumuman beberapa jam saja sudah dicurigai begitu, apalagi kali ini penundaan pengumuman hasil seleksi CPNSD se-Lampung sampai beberapa hari!" kata Umar. "Dijadwalkan semula Senin 23 Desember, ditunda sampai Jumat 27 Desember! Menurut logika dari praduga itu, penundaan 
sedemikian lama itu bisa memberi kesempatan untuk kocok ulang berulang-ulang sampai benar-benar puas!"  
"Penundaan pengumuman hasil seleksi CPNSD sampai sedemikian lama itu cukup disesalkan karena kurang sejalan dengan usaha menghapus praduga negatif proses seleksi penerimaan CPNSD!" tegas Amir. "Alih-alih menghapus praduga negatif seleksi penerimaan CPNSD, penundaan selama itu justru menjadi pembenar yang kuat praduga adanya kecurangan!"
Selanjutnya.....

Defisit Karakter, Multidefisit! (2)


"MAHATMA Gandhi dikerubuti warga yang mudah mengenali dirinya dalam gerbong kereta api kelas tiga!" ujar Umar. "Warga pun bertanya ke pemimpin bangsanya itu, 'Kenapa yang mulia naik kereta di kelas tiga?' Gandhi dengan tenang menjawab, 'Karena tidak ada kelas empat!" 

"Itulah Gandhi, pemimpin yang memberi teladan hidup sederhana secara mendasar dengan menjalaninya, bukan cuma omong kosong!" timpal Amir. "Ajaran Gandhi hidup sederhana itu, dengan memakai kain yang dipintal dan ditenun bangsa sendiri, disebut swadesi! Dan itu ajaran moral yang mendasari karakter bangsanya untuk bisa hidup mandiri!"


"Para pemimpin Indonesia sebaliknya!" tukas Umar. "Para menteri, misal, sudah ada mobil kelas eksekutif pun, masih harus ditukar dengan Crown berharga di atas Rp1 miliar! Pola hidup yang harus serbamentok ke atas atau kelas tertinggi itulah tradisi elite pemimpin kita! Sebagai model top pendidikan karakter bangsa, bisa ditebak eksesnya ke masyarakat!" 

"Jadi defisit karakter dalam pendidikan itu secara kelembagaan masih subordinat, di bawah lembaga pemerintahan!" timpal Amir. "Dan karena sumber defisit karakter bangsa itu ternyata lembaga pemerintah, harus disimak lewat pendekatan kelembagaan pula, yakni terkait tiga dimensinya—kepemimpinan, koordinasi, dan kompetensi!" 

"Dari dimensi kepemimpinan, dibanding KA kelas tiga dan tenunan sendiri, contoh karakter pemimpin kita jauh dari hidup sederhana dan secara totalitas tergantung pada asing—bangsanya sendiri bermimpi saja pun belum mampu untuk membuat mobil sekelas Crown!" tegas Umar, "Beda tingkat sederhananya jauh sekali, dari KA kelas tiga, ke kelas dua, satu, bisnis, VIP, dan VVIP—enam tingkat strata sosial!" 

"Lalu masalah koordinasi, yang menonjol justru paradoks dengan multidefisit yang telah disebut terdahulu!" lanjut Amir. "Artinya, multidefisit itu merupakan buah kegagalan koordinasi mencapai tujuan program yang mayoritas justru dipatok swasembada! 

Jika koordinasi pelaksanaan program berjalan baik, tentu swasembada yang tercapai, bukan defisit!" "Akhirnya masalah kompetensi, dengan kabinet hasil koalisi partai politik sejak awal memang sudah mengesampingkan model zaken kabinet—yang dibentuk atas dasar kompetensi profesionalitas di bidangnya!" kata Umar. 

"Karakter orang yang sok ahli di bidang yang sebenarnya dia awam, bisa dibayangkan salah tingkahnya! Dan di pundak orang seperti itulah diserahkan nasib bangsa ini!"
Selanjutnya.....

Defisit Karakter, Induk Multidefisit!


"DEFISIT karakter telah dipahami sebagai kelemahan pendidikan nasional!" ujar Umar. "Kehadiran kurikulum 2013 dengan penekanan mengatasinya pun disambut antusias para pendidik, terutama yang berorientasi pendidikan masa depan! Pendidikan karakter menjadi kunci untuk keluar dari jebakan multidefisit yang menjerat bangsa dewasa ini!" 

"Defisit karakter pada semua strata sosial bangsa telah menjadi induk multidefisit itu!" timpal Amir. "Multidefisit bermula dari defisit moral mengaktual dalam aneka wajah, seperti defisit neraca berjalan (current account), defisit perdagangan (ekspor/impor), defisit APBN, defisit pangan (impor segala kebutuhan pokok: beras, gula, garam, kedelai, terigu, bawang, daging sapi), defisit energi (nilai impor BBM lebih tinggi dari komoditas lain), juga defisit listrik—giliran padam diatasi dengan giliran nyala!"


"Defisit lain masih banyak!" potong Umar. "Seperti defisit jasa—penghasilan jutaan TKI bisa kalah dari nilai penghasilan usaha ekspatriat memutar modalnya di berbagai sektor modern—hingga setiap akhir tahun kebutuhan dolar meroket!" 

"Kurikulum 2013 jadi andalan mengatasi defisit karakter, induk multidefisit itu!" tegas Amir. "Karakter itu kecerdasan sosial yang menjadi kapasitas seseorang hingga mumpuni untuk menempatkan diri serta menjalankan fungsi dan peran sosialnya secara ideal dalam masyarakat! 

Untuk itu, karakter merupakan aktualisasi paduan simultan dan harmonis kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual—IESQ!" "Metode menanamkan ketiga dimensi itu secara simultan dan harmonis yang perlu dikaji prosesnya dalam dimensi kognitif (pengetahuan), konatif (keterampilan), dan afektif (penyikapan) yang simpulnya diimplementasikan secara saksama agar tujuan pendidikan karakter tercapai!" timpal Umar. 

"Dilihat secara parsial, untuk kecerdasan intelektual tampaknya sudah cukup dari berbagai mata pelajaran yang ada! Jadi tinggal kecerdasan emosional dan spiritual yang perlu penajaman!" "Dalam kurikulum 2013, selain pelajaran yang ada, sekolah dan orang tua murid bisa merumuskan bersama pilihan yang paling sesuai dengan lingkungan sekolah untuk memenuhi kapasitas peserta didik dalam menempuh kehidupan realistis selanjutnya!" tegas Umar. 

"Jadi, ujian pertama kurikulum 2013 terletak pada kesiapan pimpinan sekolah membuka keikutsertaan orang tua murid dalam proses pendidikan—tak lagi cuma ikut serta menanggung dana pembangunan yang disetujui komite sekolah!"
Selanjutnya.....

Ekonomi Global Membaik, Repot!


"DI luar dugaan, pertumbuhan GDP (PDB) AS triwulan III 2013 mencapai 4,1%, dari perkiraan awal 3,6%!" ujar Umar. "Berita baik itu disambut pasar dengan melejitnya indeks Dow Jones yang menembus level intraday tertinggi sepanjang masa pada 16.221,14 di penutupan Jumat! Ekonom menilai pertumbuhan itu tanda-tanda membaiknya ekonomi global, seperti dikatakan Terry Sandven, kepala Strategi Investasi US Bank Wealth Management, dikutip Reuters!" (detikFinance, 21/12)

"Lain lubuk lain ikannya! Otoritas moneter dan keuangan di Indonesia justru repot dengan membaiknya ekonomi global itu!" timpal Amir. "Itu tebersit dari paparan Kepala Ekonomi Bank Mandiri Destry Damayanti (Kompas.com, 21/12), yang memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan 25—50 basis poin triwulan I 2014 hingga menjadi 8% untuk menghadapi tekanan global dan domestik yang berlanjut dari 2013! Ia sebutkan tekanan global itu dari membaiknya ekonomi negara maju yang bisa memicu dana asing pergi dari pasar keuangan Indonesia!"

"Begitulah! Dunia gembira ekonomi global membaik, kita malah kelabakan!" tukas Umar. "Itu karena sektor keuangan kita relatif bergantung pada dana investasi asing jangka pendek, baik lewat pasar modal maupun obligasi (surat berharga negara) yang bebas mereka lepas kapan saja! Pemulihan ekonomi negara maju jadi saat terbaik hengkang dari pasar negara berkembang yang penuh spekulasi!"

"Namun, kenapa bukan sebaliknya, menilai positif pemulihan ekonomi global dan ikut kiprah menikmatinya?" tegas Amir. "Ketika ekonomi global membaik, permintaan terhadap bahan alami yang menjadi unggulan kita jelas kembali meningkat! Artinya, peluang peningkatan ekspor justru terbuka lebih luas! Dari situ lebih rasional dan nyata kita bisa menutupi secara sehat defisit neraca perdagangan dan defisir neraca berjalan—current account!"

"Hal itu otomatis jika ekonomi negeri kita waras!" sambut Umar. "Waras jika sebagai negara kaya migas kita menikmati hasil ekspor migas! Tidak waras, nyatanya justru impor migas kita menjadi penyebab defisit perdagangan dan current account! Repot oleh pulihnya ekonomi global itu karena ketakwarasan menjerat ekonomi kita dengan sistem suku bunga tinggi, sehingga ekspor kalah bersaing global!"

"Kalau begitu, perekonomian negeri kita berbuah simalakama!" entak Amir. "Saat ekonomi global krisis, kita kehabisan permintaan ekspor. Kala ekonomi global pulih, kita kalah bersaing ekspor karena terjebak ekonomi suku bunga tinggi!" *** 
Selanjutnya.....

Ibu Bangsa dan Dialog Kebangsaan!


"KONGRES Perempuan II 1935 menetapkan kewajiban utama wanita Indonesia adalah menjadi Ibu Bangsa yang menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya!" ujar Umar. 

"Pada masa sebelum merdeka itu, masalah kebangsaan jelas relevan sekali demi mencapai negara Indonesia merdeka satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa sesuai Sumpah Pemuda! Tapi alangkah dahsyat canangan Kongres Perempuan nyaris 80 tahun lalu itu, karena sampai hari ini pun kita masih intens melakukan dialog kebangsaan!"

"Itu menunjukkan sejak awal betapa tajam dan brilian perempuan Indonesia sesungguhnya!" timpal Amir. "Cerminan keunggulan Ratu Sima dari Mataram I yang mewariskan Candi Borobudur, atau Bundo Kandung dari Pagaruyung dengan warisan kultur ibu (matriarchart), suatu sistem budaya harmoni ninik-mamak, cerdik-pandai, dan alim-ulama dengan dasar budaya bersendi adat, adat bersendi sarak, sarak bersendi Kitabullah!" 

"Namun, karena pada awal kemerdekaan diperlukan kekuatan otot dan tenaga untuk mempertahankan kemerdekaan, kepemimpinan bangsa didominasi pria!" kata Umar. "Dan itu kebablasan menjadi determinasi pria yang dengan kekuasaan berlebihan kurang memberi peluang pada kaum perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya sebagai Ibu Bangsa! 

Dalam berpolitik, misalnya, hingga kini masih dicengkeram diskriminasi berselubung kuota sekian persen untuk perempuan—secara nyata kuota itu justru membatasi kiprah perempuan! Justru kian dikesankan pemberian itu atas kemurahan hati pria, makin kuat wujud determinasi pria!" 

"Akibatnya, tanpa peran Ibu Bangsa yang prima, tugas menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar kebangsaannya berjalan kurang optimal!" timpal Amir. "Semakin perlunya dialog kebangsaan yang intens belakangan ini mengesankan tak kunjung matangnya kesadaran kebangsaan anak-anak bangsa! Itu menuntut jalan keluar dari kelemahan kehidupan berbangsa akibat kerawanan laten konflik SARA—suku, agama, ras, dan antargolongan!" 

 "Satu-satunya solusi mengatasi krisis kebangsaan dengan kerawanan konflik SARA itu adalah kembali ke khitah Kongres Perempuan II, mengoptimalkan peran Ibu Bangsa menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar kebangsaannya!" tegas Umar.

"Untuk itu jelas diperlukan konsep baru menjunjung ibu yang di telapak kakinya terdapat surga, suatu konsep yang lebih mendasar dan komprehensif daripada sekadar basa-basi kuota politik maupun proyek-proyek komplimenter kementerian peranan wanita selama ini!" ***
Selanjutnya.....

Mengembalikan Kredibilitas MK!


"SETELAH kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) luluh lantak akibat penangkapan ketua lembaga itu oleh KPK bersama suap dan penyuapnya, pemerintah berinisiatif untuk mengembalikan kredibilitas MK lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang disahkan DPR menjadi UU, Kamis (19/12)," ujar Umar. 

"Perppu ini menghadirkan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi, sekaligus menetapkan setiap hakim konstitusi harus terlepas dari partai politik tujuh tahun!" 

 "Perppu itu disetujui DPR lewat voting 221 lawan 148 suara!" sambut Amir. "Sebagian fraksi atau anggota DPR menolak perppu tersebut karena syarat menjadi hakim konstitusi harus bebas parpol dianggap bertentangan dengan hak konstitusional setiap warga negara untuk menduduki jabatan kenegaraan!"

"Latar belakang perppu melarang orang partai jadi anggota MK antara lain karena Akil Mochtar kader Golkar, sebelumnya ia juga anggota DPR!" kata Umar. "Tapi dengan alasan bertentangan dengan hak konstitusional warga negara itu, besar kemungkinan perppu ini digugat judicial review ke MK! 

Karena dalam MK ada orang parpol (Ketua MK Hamdan Zoelva dari Partai Bulan Bintang, Patrialis Akbar dari Partai Amanat Nasional), gugatan judicial review itu berpeluang untuk menang!" "Kalaupun judicial review itu nantinya berhasil, alasan yang ditonjolkan tentu bukan karena di MK sudah bercokol orang parpol, melainkan karena bertentangan dengan konstitusi!" timpal Amir. 

"Terpenting dicatat kemudian, andai terjadi judicial review dan menang, terbukti memang tak mudah untuk mengembalikan kredibilitas MK setelah diruntuhkan oleh perbuatan yang memalukan itu!" "Tapi soal itu tergantung pelaksanaan Perppu No. 1/2013 ini, yang tanpa aturan peralihan!" tegas Umar. 

"Karena dengan begitu perppu itu berlaku seusai disahkan sebagai UU oleh DPR, sebab itu posisi Hamdan Zoelva dan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi gugur demi hukum! Namun, apakah asumsi begitu bisa direalisasikan, kayaknya tak mudah ditebak! 

Terutama, lembaga mana (apakah Komisi Yudisial?) yang memiliki kekuasaan eksekutorial melaksanakan perppu agar cepat membersihkan MK dari orang parpol?" "Jangan-jangan, nanti polemik soal hak eksekutorial itu belum tuntas, judicial review diproses lebih cepat sehingga keinginan pemerintahan SBY agar MK bebas dari partisan tinggal kenangan!" timpal Amir. "Mungkin cuma di Indonesia tesis ideal dalam kenegaraan bisa cepat gonta-ganti tergantung situasi!"
Selanjutnya.....

Tapering Dimulai Januari 2014!


"THE Fed (Bank Sentral AS) mengumumkan hasil rapatnya Rabu (18/12) akan mulai mengurangi stimulus (tapering) Januari 2014!" ujar Umar. "Pengurangan moderat sebesar 10 miliar dolar AS menjadi 75 miliar dolar AS dari 85 miliar dolar AS per bulan sebelumnya! Langkah itu disambut positif, harga saham Wall Street langsung melejit usai pengumuman The Fed!" (Kompas.com, 19/12) "Sesuatu yang positif di AS justru bisa negatif di Indonesia!" timpal Amir. 

"Baru berupa isu, pengurangan stimulus itu selama ini sudah merontokkan rupiah yang sepanjang 2013 terdepresiasi 25%. Juga IHSG dari 5.000-an ke 4.200! Itu karena hal yang positif di AS menarik pulang dolar yang—selama kondisi dalam negeri AS kurang kondusif—berburu rente di negara berkembang! Ketika bisnis di negeri mereka kembali baik, modal itu pun pulang ke negerinya yang jaminan hukumnya buat berusaha lebih baik!"

"Artinya, selama berburu rente di negeri orang, modal itu diposisikan dalam situasi darurat menunggu perbaikan situasi dan kondisi di negerinya!" tegas Umar. "Dalam posisi itu, modal bekerja secara spekulatif, hit and run! Itu membuat ekonomi negara berkembang tempat modal itu beroperasi jadi rentan—seperti Indonesia!" 

"Tapi spekulasi itu sebenarnya cuma topan dalam gelas, riak kecil, jika dasar perekonomian negara tempat mereka berburu rente cukup kuat!" tukas Amir. "Ukuran fondasi yang kuat bukan cuma cadangan devisa cukup untuk impor empat bulan! Melainkan, seberapa besar pun modal jangka pendek itu ditarik, current account (neraca berjalan) tidak defisit melewati toleransinya, serta devisa hasil ekspor terjaga lebih tinggi dari impor! 

Realitas ekonomi Indonesia, current account delapan triwulan meraih jauh di atas toleransi 2,5% PDB (realisasinya 4,4% PDB), diikuti neraca perdagangan (ekspor/impor) defisit sejak Desember 2012! Spekulasi itu jadi telak akibatnya terhadap rupiah dan IHSG karena menginfeksi ekonomi yang secara inheren rentan!"

 "Di lain sisi, masalah rupiah justru lebih berat di hari-hari tersisa akhir tahun ini karena semua kewajiban bayar utang luar negeri dan bunganya yang jatuh tempo harus selesai di waktu yang singkat itu!" tegas Umar. "Meski intervensi dolar ke pasar berapa pun diperlukan bisa dipenuhi BI, kebutuhan besar yang sekaligus itu akan menekan rupiah lebih jauh dari kurs Rabu yang sempat Rp12.176/dolar AS! Jadi, sebelum menerima pukulan tapering pada Januari 2014, rupiah bisa semaput pada akhir tahun!" ***
Selanjutnya.....

Nasib Tol Sumatera pun Susul JSS!


"NASIB pembangunan jalan tol Sumatera dari Aceh ke Lampung kayaknya menyusul nasib pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS) yang terkendala ketidaksinkronan antarkementerian!" ujar Umar. "Kalau JSS terkendala realisasinya meski sudah punya peraturan presiden (perpres), tol Sumatera lebih buruk, belum selembar pun ada putusan presiden khusus untuk itu!" 

"Hal itu terungkap dalam Rapat Gubernur Sumatera di Pekanbaru Rabu, ketika para gubernur berharap Presiden segera mengeluarkan keppres untuk dasar pelaksanaan membangun tol Sumatera!" timpal Amir. "Dari situ juga terungkap, persiapan konkret untuk pembangunan tol Sumatera itu hanya dilakukan oleh Gubernur Sumatera Selatan yang telah membebaskan lahan sepanjang 32 km dari Kertapati ke Indralaya! Lainnya, sebatas wacana! Termasuk Lampung yang sedikit pun belum membebaskan lahan untuk tol Sumatera Bakauheni—Terbanggi—Pematangpanggang!" (Kompas.com, 18/12)

"Seharusnya, tanpa adanya keppres pun para gubernur bisa melangkah dengan perencanaan nyata, seperti Gubernur Sumatera Selatan, karena pembangunan jalan tol Sumatera merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan Presiden SBY dengan Perpres 32 Tahun 2011, 20 Mei 2011," tegas Umar. 

"Tetapi, mungkin becermin pada JSS yang terkendala ketaksinkronan antarkementerian, gubernur se-Sumatera menarik kesimpulan sama untuk proyek jalan tol Sumatera! Artinya, sikap para gubernur yang berhati-hati belum berani bertindak sebelum ada landasan formal khusus untuk pelaksanaan tol Sumatera itu layak dihormati!" 

"Seperti JSS, ada hal yang menjadi penentu pembangunannya tapi tak mudah didapat, yakni investor!" tukas Amir. "Rekomendasi siapa yang paling menentukan untuk investor yang bakal digandeng saja, ada kesan menjadi masalah krusial dalam kasus JSS! Jadi, bukan tak ada investor, tapi siapa yang berhak menggandeng masuk agar bisa disetujui, jadi persoalan tak mudah diselesaikan di balik ketaksinkronan antarkementerian itu!" 

"Itu terlihat dari pengalaman, ketika serombongan investor dari China yang berpengalaman membangun jembatan panjang dan jalan tol dihadirkan oleh salah satu gubernur yang berkomitmen untuk suksesnya JSS, dilirik dengan sebelah mata pun tidak oleh para petinggi pusat!" timpal Umar. "Jadi, ketaksinkronan antarkementerian memang layak dijadikan sebagai kendala oleh para gubernur dalam pembangunan tol Sumatera!"
Selanjutnya.....

Kinerja Rupiah Terburuk di Asia!


"RUPIAH tergelincir semakin parah! Senin (16/12) petang kurs tengah BI dan pasar spot ditutup kompak pada Rp12.105 per dolar AS!" ujar Umar. "Kurs tengah BI menunjukkan rupiah anjlok 25% sejak akhir 2012, sedang di pasar spot merosot 19%. Dengan itu, rupiah mencatat kinerja terburuk di Asia!" (Kompas.com, 17/12) 

"Kondisi rupiah yang seburuk itu akibat tertekan banyak masalah!" kata Amir. 

"Meski selama ini oleh BI terkesan terlalu ditonjolkan isu pengurangan stimulus (tapering) The Fed, masalah dalam negeri sebenarnya lebih serius! Dari pembayaran utang luar negeri dan bunganya yang jatuh tempo sebesar 21 miliar dolar AS pada triwulan akhir 2013, sampai defisit neraca pembayaran (current account) terakhir 3,8% PDB—sebelumnya selana 8 triwulan sebesar 4,4%! 

Belum lagi defisit APBN yang tambah besar terus—sudah tembus 10% APBN itu sendiri! Lalu defisit neraca perdagangan yang masih timbul-tenggelam! Semua itu menekan rupiah!"

"Hal yang cenderung membuat rupiah semakin berat tertekan justru terletak pada sikap pemerintah!" tegas Umar. "Karena memang soal rupiah itu tanggung jawab BI, pemerintah bukan cuma secara terbuka menyerahkan nasib rupiah sepenuhnya pada BI, melainkan juga acap membuat kebijakan inflatoar, menekan rupiah! 

Misal, menaikkan harga BBM yang seharusnya bertahap dilakukan sekaligus setelah menundanya bertahun-tahun!" "Begitulah kalau buat setiap kebijakannya pemerintah lebih menyandarkan dasarnya pada citra, bukan pada realitas tuntutan masalahnya!" tukas Amir. 

"Untuk itu pula, ada kecenderungan sikap pemerintah menempatkan BI sebagai subordinat dari kekuasaannya sehingga setiap kebijakan pemerintah berekses negatif pada moneter, seolah memberi beban pada BI untuk mengatasinya sebagai bukti pengabdian orang BI pada penguasa!" "Kesan adanya sikap seperti itu mungkin terbawa dari tradisi Orde Baru, di mana BI masa itu memang subordinat dari pemerintah!" timpal Umar. 

"Namun sikap demikian yang cenderung mengaktual belakangan ini, justru untuk mengatasi kebijakan pemerintah yang serbasalah, menambah beban BI di tengah usahanya menghindari krisis keuangan dunia!" 

"Karena itu, demi memperbaiki rupiah dari kinerjanya yang terburuk di Asia itu, salah satunya keharusan memperbaiki sikap pemerintah agar mempertimbangkan dampak inflatoar dan ekses negatifnya ke moneter pada setiap membuat kebijakan!" tegas Amir. 

"Hal-hal lainnya, mungkin hanya bersifat suplementer!"
Selanjutnya.....

Publik Kecewa Kinerja Menteri!

http://lampost.co/berita/publik-kecewa-kinerja-menteri

"DI ambang akhir masa bakti para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, kinerjanya ternyata kian mengecewakan publik!" ujar Umar. "Toto Suryaningtias dalam uraian hasil jajak pendapat Kompas, mencatat kepuasan responden terhadap kinerja para menteri dimaksud hanya 15,3% pada Oktober 2013, turun dari 20,9% pada jajak pendapat Juli 2013." (Kompas.com, 16/12) 

"Dalam jajak pendapat tiga bulanan dari 2010 hingga 2013 itu, setiap tahun terjadi penurunan dari rata-rata 27,2% pada 2010, menjadi rata-rata 20,8% pada 2011 hingga 2013!" timpal Amir. "Keterkaitan sejumlah menteri dengan kasus hukum, terutama kasus korupsi, menjadi alasan meningkatnya ketidakpuasan publik! Sebanyak 83,1% responden menyatakan tidak puas dalam penegakan hukum!"

"Secara umum hasil jajak pendapat itu bukti kejujuran persepsi publik dalam mengekspresikan apa yang memang dan benar-benar dirasakan masyarakat!" tegas Umar. "Salah satu yang dirasakan itu, kontradiksi usaha pemerintah untuk membangun citra dengan realitas dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya yang kedodoran! 

Contohnya berbagai iklan televisi yang membangun citra tentang swasembada, seperti swasembada daging sapi, yang dalam realitasnya justru menggenjot impor daging sapi bahkan harganya pun meroket tinggi hingga tak lagi terjangkau mayoritas warga masyarakat—juga makin sesak napas oleh beratnya tekanan ekonomi yang terus memburuk!" 

"Lebih mencolok lagi kontroversi citra dan realitas itu dalam hal korupsi!" tukas Amir. "Citra antikorupsi dari partai berkuasa yang telah ditayangkan bertubi-tubi sejak masa kampanye, akhirnya cuma membuahkan realitas menteri dan elite partainya yang paling heboh terkena penindakan korupsi oleh KPK!" "Di tengah persepsi publik yang demikian buruk mencerminkan kekecewaan publik pada kinerja menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, jadi amat menarik kalau di antara para menteri tersebut merasa dirinya layak menjadi presiden, hingga bersolek dan mematut-matut dirinya untuk ikut pemilihan umum presiden Juni 2014!" timpal Umar. 

"Tentu hak setiap warga negara untuk mencalonkan diri sebagai apa saja di negara ini, tapi dengan prestasi yang secara keseluruhan dinilai rakyat kurang layak ditonjolkan—menurut hasil jajak pendapat itu, keyakinan dirinya pantas menjadi presiden mungkin hanya cerminan rasa percaya diri berlebihan!" 

"Tapi apa rakyat pemilih bisa melihat itu?" tukas Amir. "Karena yakin rakyat tak bisa melihat itu, mereka nyalon presiden!"
Selanjutnya.....

Dialog Workshop Pendidikan Kritis!


"BUAT gambaran sukses dari pelaksanaan revitalisasi pertanian!" perintah instruktur ke peserta workshop pendidikan kritis. "Bukti sukses dari pelaksanaan revitalisasi pertanian itu adalah semakin banyak kita impor komoditas pertanian dari negara-negara lain!" jawab peserta. 

"Data baru BPS dari Januari sampai Oktober 2013, Indonesia mengimpor gula tebu 2,7 juta ton, bawang merah dan putih nyaris 0,5 juta ton, kedelai 2 juta ton! Belum lagi beraneka buah, daging, dan ikan! Itu di luar yang impornya lewat penyelundupan seperti bawang putih yang belakangan sering tertangkap!" "Cukup!" instruktur menghentikan ucapan peserta yang nyerocos serbajuta ton terus.

"Nilai 100 plus buat Anda! Dari situ bisa dilihat dari cara berpikir kritis, suatu tindakan atau kebijakan dalam bernegara bangsa tidak berdiri sendiri! Di satu sisi suatu kebijakan lebih penting sifat seremonialnya, sehingga selesai upacara kurang diperhatikan proses programnya yang ternyata ngelelet! 

Padahal tuntutan kebutuhan terkait objek itu mendesak!" "Itu terjadi pada kebijakan swasembada daging sapi!" sela peserta lain. "Retorika bertubi-tubi di iklan televisi dengan foto-foto sapi lokal dibariskan, di sisi lain impor daging sapi dipacu besar-besaran sampai mencapai rekor sepanjang sejarah!" 

"Begitulah proses pendidikan kritis, dua atau lebih fakta terkait suatu objek—semisal sapi—dirangkai dalam kesatuan analisis yang berbasis antilogis!" tegas instruktur. "Hasilnya, kebijakan-kebijakan pemerintah itu terlihat nyata sekali bertentangan dengan akal sehat—revitalisasi pertanian praktiknya justru memacu impor berbagai komoditas pertanian, atau swasembada daging sapi dipenuhi dengan daging impor!" 

"Dalam politik, partai yang kampanye dengan iklan antikorupsi di televisi, elitenya masuk penjara atau jadi tersangka korupsi!" timpal peserta dari bangku belakang. "Atau aparat penegak hukum, polisi, jaksa, atau hakim—bahkan hakim konstitusi—jadi kelompok pelanggar hukum signifikan, terutama dalam kejahatan luar biasa—korupsi! Realitas yang betul-betul antilogis!" 

"Itu terjadi salah satunya karena sebagian elite yang terkait kasus kurang berminat pada pendidikan kritis sehingga mengira hal-hal bertentangan akal sehat yang mereka lakukan itu wajar-wajar saja!" tegas instruktur. "Mereka tak bisa melihat itu sebagai suatu kesalahan, baik menurut akal sehat maupun menurut hukum, hingga mereka menyebut aneh ketika hakim yang memvonis mereka bersalah dan menjatuhkan hukuman!"
Selanjutnya.....

Anomali Mobilitas Sosial Petani! (2)

"ANOMALI dalam alih kerja 5 juta RTP dari pertanian ke bidang lain tapi gagal masuk jalur transformasi struktural modern, malah tercampak ke sektor informal yang ketidakpastian pendapatannya lebih tinggi dari pertanian, perlu program khusus menolongnya!" tegas Umar. 

"Celakanya, aneka program ke desa selama ini terkait pertanian, padahal ST2013 menunjukkan mereka telah meninggalkan sektor pertanian, tanpa seorang lagi pun anggota keluarga terkait usaha tani!" "Karena mereka merupakan mayoritas dari warga miskin yang secara nasional 63% tinggal di desa, maka saran Faisal Basri untuk merestorasi pertanian, diperluas dimensinya jadi merestorasi desa!" timpal Amir. 

"Tujuannya dengan restorasi itu aneka sarana kehidupan sektor informal di desa lebih terbuka sekaligus terdukung sebagai lapangan usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan semua warga desa—terutama mereka yang sudah tersingkir dari sektor pertanian!" "Gerakan Serentak Membangun Kampung (GSMK) di Kabupaten Tulangbawang memberi pelajaran berharga, banyak kampung puluhan tahun tak tersentuh pembangunan!" tukas Umar.

"Kalaupun orang pusat mmenyatakan pembangunan pertanian menyejahterakan warga desa, dari desa-desa itu bisa disebut program yang sampai ke desa mereka cuma subsidi bibit dan pupuk yang setiap musim tanam sukar didapatkan!" "Becermin pada GSMK yang memulai dari membangun aneka infrastruktur desa, restorasi desa secara nasional juga harus mulai dari situ karena secara umum infrastruktur desa amat buruk!" sambut Amir.

"Infrastruktur desa yang buruk itu mematikan langkah bagi usaha warga di sektor nonpertanian! Padahal, pertanian sendiri sudah tak memadai bagi petani guram lahan amat sempit dan buruh tani! Lalu, seperti GSMK, langkah kedua setelah infrastruktur desa beres adalah bantuan modal usaha kepada warga! Bentuknya masih dipertimbangkan kelompok ahli di Unila, terutama dengan mempelajari kelemahan PNPM yang sudah sekian lama dijalankan tapi kurang efektif menaikkan kesejahteraan rakyat miskin perdesaan!" "Anomali akibat 'salah pasang' sistem pembangunan seharusnya diatasi dengan memperbaiki sistemnya!" tegas Umar.

"Tapi karena memperbaiki sistemnya jelas amat sulit, bukan hanya harus bongkar pasang rezim, melainkan juga sebuah orde, lebih efektif melakukan perbaikan dengan restorasi desa! Setelah desa sehat-kuat, perbaikan anomali di pusat berlangsung dengan 'desa mengepung kota'!" ***
Selanjutnya.....

Anomali Mobilitas Sosial Petani!


"SEBANYAK 5,04 juta rumah tangga usaha pertanian (RTP) se-Indonesia beralih kerja ke bidang nonpertanian sehingga dari 31,17 juta RTP (2003) kini menjadi 26,13 RTP (2013), rata-rata penurunan per tahun 1,75%," ujar Umar. "Itu sesuai hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) dilakukan BPS Mei lalu, yang juga mencatat jumlah RTP di Lampung sebanyak 1.292.000 (2003) jadi 1.225.700 (2013), atau penurunan selama 10 tahun 5,13%." (BPS, ST2013)


"Disebut RTP jika ada salah satu anggota keluarga berusaha di kegiatan pertanian—tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan," timpal Amir. "Mobilitas sosial atau alih pekerjaan dari pertanian ke nonpertanian (industri/jasa) di negara berkembang suatu keniscayaan dalam transformasi struktural ekonomi, justru pertanda kemajuan! Semakin pesat peralihan kerja ke nonpertanian makin baik, karena makin banyak warga yang kesejahteraannya meningkat berkat pembangunan! Di negeri industri maju seperti Jepang, tinggal 15% warganya hidup di sektor pertanian mencukupi kebutuhan pangan seluruh bangsanya!"

"Itu teorinya!" tukas Umar. "Realitasnya, mayoritas yang alih kerja di negeri kita itu petani guram dan kelompok subsisten (buruh tani) yang berpendidikan rendah—menurut ST2003, 80% hanya tamatan SD—sehingga mereka tak mampu meraih lapangan kerja modern dengan tuntutan kapabilitas teknis tinggi! Mereka tumplek bekerja apa saja tanpa gaji standar di sektor informal! Kenyataan tak lebih baik dari hidup mereka di sektor pertanian!"

"Berarti terjadi anomali dalam mobilitas sosial petani, yang seharusnya menaikkan kesejahteraan keluarga, ternyata justru membuat mereka lebih sengsara, jatuh ke jurang sektor informal yang malah tak ada kepastian pendapatan!" tegas Amir. "Hal itu terjadi karena industrialisasinya 'salah pasang', lebih padat modal ketimbang padat karya, gagal menyerap tenaga kerja yang melimpah! Di lain sisi, pembangunan desa dan sektor pertanian kurang optimal, bukan saja tak memenuhi harapan, malah tak mampu memberi kecukupan hidup, membuat jutaan warga alih pekerjaan!"

"Anomali itu harus diurai semua alur dan sebab-akibatnya buat solusi komprehensif menyelamatkan puluhan juta warga yang terjebak anomali pembangunan!" timpal Umar. 

"Untuk itu, Faisal Basri menyarankan merestorasi sektor pertanian! (Kompas.com, 9/12) Lalu, mulai seriuslah mengelola sumber daya maritim! Dua pertiga wilayah negara kita laut, panjang pantai 95.181 km, tapi 90% kebutuhan garam dari impor! Itu anomali nyata!" 
Selanjutnya.....

Gratifikasi Amplop Penghulu Nikah!


"PARA penghulu nikah melancarkan aksi di Jawa Timur, menolak untuk menikahkan di luar hari kerja dan menolak datang ke rumah pengantin!" ujar Umar. "Itu reaksi terhadap pernyataan Inspektur Jenderal Kementerian Agama M. Jasin, amplop yang diterima penghulu nikah di luar tarif resmi biaya nikah merupakan gratifikasi dan wajib dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari!" (detik.com, 8/12) 

"Jasin tegas, gratifikasi apa pun harus dilaporkan ke KPK! Tak ada keringanan soal para penghulu yang mesti kerja di luar jam kerja dan mendatangi rumah pengantin!" timpal Amir. "Agar dikaji dan dianalisis KPK, ujar Jasin, apakah yang diterima penghulu itu menjadi hak si penerima atau tidak!"

"Aksi para penghulu menolak datang ke rumah pengantin itu jelas merepotkan keluarga pengantin, apalagi harus pada hari kerja, karena kebanyakan pernikahan dilakukan Sabtu dan Minggu!" tukas Umar. "Jika dilakukan di rumah, cukup seorang penghulu yang datang! 

Namun, kalau harus ke kantor KUA, keluarga kedua pengantin dan familinya harus ikut ramai-ramai ke kantor KUA, belum lagi pelaksanaan tradisi yang beraneka saat akad nikah—termasuk peletusan mercon besar-besaran seperti di Betawi! Kalau di Kepulauan Seribu atau Maluku, rombongan pengantin harus naik perahu kelotok berjam-jam untuk sampai ke pulau yang ada KUA-nya!" 

"Terkait pentingnya prosesi pernikahan yang harus dilakukan di rumah itulah, keluarga pengantin lazim memberikan amplop pada penghulu, ganti ongkos transpor!" timpal Amir. "Uang transpor itu biasa disatukan dengan biaya resmi nikah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2004 sebesar Rp30 ribu! Untuk menghindarkan uang transpor itu sebagai gratifikasi atau pungli, sebaiknya diatur khusus, sebagai pelayanan publik—berarti uang lembur di luar hari kerja dan transpor penghulu ditanggung negara!" 

"Konsep nikah gratis biayanya ditanggung negara dengan uang transpor untuk ke rumah pengantin dan uang lembur di luar hari kerja untuk penghulu itu, dengan anggaran dari APBN Rp1,17 triliun, sudah disiapkan Kemenag rancangannya!" (detik.com, 5/3) kata Umar. 

"Tapi kata Hidayat Nur Wahid dari Komisi VIII DPR (detik.com, 3/9), usulan anggaran untuk itu yang diajukan Kemenag belum muncul dalam APBN 2014!" "Artinya, rencana bagus, tetapi duitnya tak ada, di lapangan timbul aksi!" ujar Amir. "Padahal jika dilihat secara komprehensif semua nyambung! Namun, aksi timbul setelah rencana rampung! Berarti, kelemahan pada komunikasinya!" ***
Selanjutnya.....

Indonesia pun Impor Gas dari AS!


"SAAT mengalihkan penggunaan minyak tanah ke gas, dengan bonus kompor dan tabung gas gratis buat setiap warga di seantero negeri, ditegaskan cadangan gas negeri kita melimpah tak terbatas!" ujar Umar. "Ternyata periode kabinetnya belum usai, Pertamina sudah meneken kontrak pembelian gas alam cair dari AS, karena dalam waktu tak terlalu jauh ke depan konsumsi gas domestik tak lagi tertutupi produksi gas dalam negeri!" 

"Begitu nasib rakyat jelata dibuat tambah sengsara dipaksa membeli gas per tabung dengan harga jauh lebih mahal dibanding membeli minyak tanah eceran per botol sesuai kemampuan!" timpal Amir. "Juga membuat orang berdosa, berwasangka memaksakan ganti minyak ke gas itu cari komisi dari proyek kompor dan tabung!"

"Itu sih nasi jadi bubur dengan kontrak pembelian gas alam cair 20 tahun dari AS yang diteken Direktur Pertamina Gas Hari Karyuliarto dengan perusahaan migas AS, Cheniere Energy Inc. pekan lalu (4/12)," kata Umar.

"Pasokan dari AS sebesar 0,8 juta ton/tahun mulai 2018 itu, menurut Hari, menutupi kebutuhan domestik kita yang pada 2025 mencapai 7,2 miliar kaki kubik/hari, dari 3,6 miliar kaki kubik/hari saat ini!" (Kompas.com, 6/12) "Oleh para pemimpin masa kini negeri kita dibuat jadi seperti kodok, melompat saat terkejut! Tak ada blue print komprehensif tentang kekayaan alam, dari hutan yang tahu-tahu ludes tak bisa ekspor kayu lagi, lalu kedelai, daging, bawang, garam, gula, buah, sayur, ikan, dan lain-lain yang tiba-tiba tergantung pada impor! Minyak bumi juga jadi net importer, lalu impor gas pula!" gerutu Amir.

"Dalam kasus gas lebih tragis lagi! Saat harga gas di pasar dunia 11 sampai 13 dolar AS per million metric british thermal units (mmbtu), gas kita dari kilang Tangguh, Papua Barat, dijual ke China hanya 3,5 dolar AS/mmbtu! Padahal untuk konsumsi dalam negeri, harganya dipatok setara 10 dolar AS/mmbtu!" "Itu pun mendingan, sejak 2006 sudah menjadi 3,5 dolar AS/mmbtu!" tegas Umar.

"Sebelumnya sejak 2002, harga gas dengan kontrak penjualan ke China 30 tahun itu hanya 2,4 dolar AS/mmbtu! Entah seperti apa bunyi kontrak awalnya, dari waktu ke waktu usaha penyesuaian harga ke pasar dunia dengan pembeli di China itu selalu gagal, padahal ekspornya jalan terus!" (Kompas.com, 5/12) 

"Semua itu menunjukkan untuk kelas dunia para pemimpin kita pintar banget!" tukas Amir. "Jual gas 3,5 dolar AS/mmbtu, untuk membeli gas seharga 13 dolar AS/mmbtu, memberi subsidi pada konsumen gas di China 9,5 dolar AS/mmbtu!"
Selanjutnya.....

Kondisi Perekonomian Tak Stabil!

"DIREKTUR Utama Bank Mandiri Tbk. Budi Gunadi Sadikin mengatakan perbankan Indonesia menghadapi kondisi lebih berat tahun 2014," kutip Umar. "Hal ini melihat kondisi perekonomian yang tak stabil dan suku bunga yang cenderung naik seiring kenaikan BI rate!" (Kompas.com, 6/11) "Kondisi perekonomian yang tak stabil, itu benang merah ucapannya!" kata Umar. "Di perbankan tidak stabil disebabkan suku bunga acuan (BI rate) yang naik terus, hingga dalam beberapa bulan ini menjadi 7,5%, naik sekitar 2%! Itu berarti bank harus menambah biaya Rp2 triliun setiap Rp100 triliun dana pihak ketiga (DPK), selanjutnya itu jadi beban baru para nasabah di sektor bisnis riil!"
"Beban baru yang menginfeksi setiap sel bisnis riil itu secara umum mengurangi laba perusahaan!" tegas Umar. "Itu dihitung investor, hingga indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan terakhir empat hari berturut merah dan akhir pekan ditutup tenggelam ke bawah angka psikologis 4.200—tepatnya 4.180,78!" "Penurunan IHSG yang berlarut beberapa bulan hingga dari nilai indeks lebih 5.000 tinggal di bawah 4.200 itu, menyeret ikut turun harga surat-surat berharga lain!" timpal Amir. "Salah satunya reksadana, dalam tiga pekan saja November 2013 dana kelolaannya susut Rp5 triliun! Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aktiva bersih (NAB) reksadana per 22 November 2013 tercatat Rp192,23 triliun, dari NAB akhir Oktober 2013 Rp197,87 triliun!" "Itu cerminan kondisi ekonomi tak stabil ungkapan Dirut Bank Mandiri!" ujar Umar. "Karena itu, rendahnya inflasi November dan neraca perdagangan yang surplus, meski dibanggakan pemerintah, cuma mampu menahan hijau IHSG satu hari! Setelah itu menyelam merah lagi!" "Inflasi November 0,12 itu menggenapi inflasi tinggi sejak Januari jadi 8,44%! Rendahnya inflasi November akibat tumpasnya daya beli rakyat setelah kenaikan harga BBM bersamaan bulan puasa dan Lebaran!" timpal Amir. "Sedang surplus perdagangan cuma 42 juta dolar AS, padahal kebutuhan dolar Pertamina saja untuk impor BBM sehari 150—200 juta dolar AS, sebulan lebih 5 miliar dolar!" "Turunnya persentase defisit neraca berjalan (current account) dari 4,4% PDB menjadi 3,8% PDB juga ternyata bukan dari surplus perdagangan atau investasi, melainkan adanya masuk setoran bagi hasil BBM dari penambang asing!" kata Umar. "Dananya masuk kas negara, untuk belanja DPR yang naik terus! Tak relevan mengatasi ekonomi yang tak stabil! Apalagi rupiah terdepresiasi terus!" ***
Selanjutnya.....

Menuju Pendidikan Universal! (2)


"DALAM pendidikan universal, murid atau peserta didik bukan lagi celengan yang menampung apa pun yang dimasukkan guru ke otaknya, untuk kemudian bila diperlukan (harus) bisa dia keluarkan!" ujar Umar. "Tapi aktif dan kreatif mencari materi pembelajaran sendiri di internet atau lingkungan, peserta didik berperan sebagai peneliti dan pemecah masalah!" 

"Untuk itu, guru tak lagi sekadar pemberi informasi lewat ceramah dan buku teks!" timpal Amir. "Guru sebagai motivator dan fasilitator mahir menggunakan peranti digital, menguasai soal lingkungan, aneka keterampilan dan teknologi yang bisa jadi pilihan jalan hidup peserta didik!"

"Materi pendidikannya juga bukan lagi berupa informasi dalam bidang studi yang berdiri sendiri, tapi murid mempelajari hubungan antarinformasi, memahami, dan memaknainya sendiri!" tegas Umar. "Guru selaku motivator membuka cara berpikir multidisiplin dan kemampuan melihat dari berbagai perspektif!" "Dari semua itu terpenting prinsipnya dengan pendidikan universal setiap orang menjadi arsitek bagi masa depan dirinya sendiri!" tukas Amir. 

"Untuk mewujudkan itu, peran pemerintah bukan lagi sebagai penguasa, penentu, maupun penggerak pendidikan! Tapi sebagai fasilitator dan pemberdaya masyarakat!" "Karena itu, pendidikan universal juga disebut pendidikan partisipatif, peran masyarakat sudah harus aktif sejak perencanaan setiap tahapan prosesnya!" tegas Umar. 

"Ke depan komite sekolah mungkin tak cuma membuat rekomendasi ketika kepala sekolah mau melakukan kutipan, tapi juga ikut membahas rencana materi pelajaran yang paling cocok buat murid dan sesuai lokasi sekolah serta kebutuhan masyarakatnya! 

Jadi, kalau selama ini dalam sistem pendidikan yang sentralistik semua sekolah pelajarannya seragam, nantinya bisa berbeda!" "Itu sejalan penguatan fokus pendidikan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pasar!" timpal Umar. 

"Seiring itu, agar kapasitas lulusan memenuhi tuntutan pasar, pemanfaatan sumber pembelajaran di luar lewat kerja sama dengan lembaga dan perusahaan menjadi keharusan!" "Terakhir tentang makna universal dalam konteks pendidikan abad 21, yakni universal dalam membuka cakrawala seluas-luasnya peserta didik pada dunia di luar sekolah untuk mengembangkan kreativitas yang membentuk karakternya!" tegas Amir. 

"Jadi, bukan seperti masa lalu, dikungkung tembok sekolah dengan kacamata kuda fokus hanya pada beberapa mata pelajaran disebut universal!" ***
Selanjutnya.....

Menuju Pendidikan Universal!

"AKHIRNYA, Kementerian Pendidikan pun menyerah! Ujian nasional (UN) dihapus, untuk SD dan sederajat diganti dengan ujian sekolah (US) mulai tahun depan!" ujar Umar. "Sedang untuk SMP dan SMA pelaksanaannya ditangani pemerintah provinsi! Perubahan ini disosialisasikan menuju model pendidikan universal!" 

 "Pendidikan universal lazim dimaksudkan pendidikan global dengan ciri berorientasi masa depan—jadi bukan universal lawan kata individual!" timpal Amir.

"Cirinya; (1) fokus pada penemuan, pemupukan, dan aktualisasi bakat setiap peserta didik, (2) guru jadi motivator dan fasilitator bagi peserta didik mengembangkan bakat, (3) pembelajaran berbasis kehidupan nyata mengajarkan life skills, mengembangkan keseimbangan psikologis peserta didik pada kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial!" 

 "Sayling Wen dalam Future of Education dikutip Kuntjojo (2008), menegaskan pergeseran paradigma pendidikan dari orientasinya pada pengetahuan menjadi pengembangan segala potensi secara seimbang—ke arah pasar dan kebutuhan hidup masyarakat!" tukas Umar. 

 "Revolusi informasi dengan teknologinya mengubah sistem komunikasi dari broadcasting (satu sumber mendikte jutaan audiens) menjadi broadband (jutaan sumber melayani satu audiens) mendorong pergeseran dari keseragaman pembelajaran bersama yang sentralistik menjadi keberanekaragaman terdesentralisasi dan terindividualisasi!" 

"Pergeseran paradigma juga dari model penjenjangan terbatas, pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, jadi pendidikan seumur hidup dengan pengakuan gelar jadi kemampuan nyata—profesionalisme!" timpal Amir.

 "Juga pencapaian target kurikulum bergeser pada kompetensi dan produksi! Keberhasilan pendidikan dinilai komprehensif dari konteks, input, proses, dan output-nya! Dengan begitu UN yang membatasi pada sejumlah mata pelajaran tak memadai dengan sistem pendidikan universal yang bersifat komprehensif!"

 "Pada awal peralihan sistem pendidikan di negeri kita mungkin perlu diberi tekanan khusus pembinaan karakter oleh guru seiring penggalian bakat, pemupukan dan pengembangannya secara aktif dan kreatif sampai jadi sebuah life skills!" tegas Umar. 

 "Sikap aktif-kreatif dengan ketekunan mengembangkan bakat itu menjadi dasar karakter yang penting hingga sabar dan giat kerja keras mencapai keseimbangan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial! Kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator menjadi tumpuan mewujudkannya!" ***
Selanjutnya.....

Partisipasi Membangun Kampung!

"PARTISIPASI rakyat dalam membangun kampungnya di Kabupaten Tulangbawang lumayan!" ujar Umar. "Dalam empat bulan terakhir pelaksanaan GSMK—Gerakan Serentak Membangun Kampung—kerja sama Pemkab dengan Unila, tercatat rakyat bergotong royong sebesar 217.406 hari orang kerja (HOK), atau sepanjang empat bulan itu setiap hari rata-rata 1.800 orang lebih yang bergotong royong!" "Catatan itu agak mengejutkan karena sebelumnya sebagian warga daerah itu sinis, banyak kampung puluhan tahun tak tersentuh pembangunan!" timpal Amir.

 "Partisipasi tinggi dalam gotong royong membangun desa itu mengesampingkan relatif masih rendahnya partisipasi dalam bentuk material, yang masih di kisaran 20% dari dana Rp30 miliar lebih yang dikucurkan Pemkab untuk GSMK di 151 kampung, atau Rp200 juta/kampung pada 2013! Menurut Unila, nilai ideal partisipasi material itu di atas 40%."

"Sebagai langkah pertama, program yang berkelanjutan setiap tahun anggaran, prestasi itu cukup memadai!" tegas Umar. "Terutama di kampung yang puluhan tahun tak tersentuh oleh pembangunan, sambutan rakyat ikut ramai-ramai gotong royong itu merupakan hasil positif untuk ke depan! Dengan pembangunan itu hasil keringat mereka sendiri, rakyat pun akan merasa memiliki hasil pembangunan!

 Sehingga mereka jaga dan rawat!" "Rasa memiliki hasil pembangunan itulah buah terpenting partisipasi!" timpal Amir. "Hanya dengan rasa memiliki, kelanjutan program membangun infrastruktur desa yang berlanjut setiap tahun hasilnya akan signifikan bagi peningkatan kesejahteraan warga kampung! 

Infrastruktur kampung yang selesai dibangun tahun ini, menurut guru besar Unila, Irwan Effendi, selaku pengarah program, 76 jalan onderlaag masing-masing sekitar 1,2 km, 45 jembatan, 45 gorong-gorong, 10 rabat beton, 9 pemadatan jalan, 8 timbunan tanah jalan, 6 drainase, 2 jalan beton, 2 jalan lapen, dan lain-lain!" 

 "Peningkatan kesejahteraan itu, selain oleh dukungan infrastruktur yang dibangun, kini bahkan dengan peredaran uang Rp30 miliar dana proyek itu di kampung sudah terasa pengaruhnya yang positif!" kata Umar. 

"Dana proyek itu mengalir ke kampung untuk pembelian material batu, pasir, semen, dan sejenisnya serta upah pekerjaan teknis di luar gotong royong, menjadi stimulan ekonomi kampung! 

Uang tunai yang berputar ke warung-warung kampung bertambah! Apalagi jika pada tahun-tahun berikutnya selain untuk proyek infrastruktur, GSMK juga untuk pemberdayaan ekonomi warga."
Selanjutnya.....

Skor Persepsi Korupsi Stagnan!


"INDEKS persepsi korupsi (IPK) Indonesia 2013 stagnan, tetap 32 seperti tahun lalu, dari skor 100 untuk negara yang sangat bersih korupsi!" ujar Umar. "Itu pertanda pemberantasan korupsi di negeri kita, menurut Transparency International (TI), tidak mencatat kemajuan! Kalau peringkat IPK Indonesia yang diumumkan TI di Berlin, Selasa (3/12), itu naik empat tingkat dari 118, tahun lalu menjadi 114, bukan karena ada perbaikan! 

Namun, karena ada negara dari atas peringkat kita yang melorot!" "Catatan TI, sekitar 70% dari 177 negara yang diperingkat—berarti 120 negara dari peringkat terbawah (termasuk Indonesia) memiliki masalah serius pada pelayanan publik, sistem peradilan dan pelayanan sipil, karena belum bebas dari korupsi!" tukas Amir. "Kata pemimpin peneliti Finn Heinrich ke AFP, yang paling dirugikan korupsi adalah kaum miskin! Lihat di negara-negara peringkat bawah, orang miskin paling menderita! Negara-negara itu takkan pernah keluar dari kemiskinan jika tak mengatasi korupsi!"

"Bisa dibayangkan, jauhnya skor IPK 32 itu dari skor 100, bersih korupsi!" tukas Umar, "Skor kita stagnan bisa jadi karena partai berkuasa saat kampanye pemilu promosi memberantas korupsi, ternyata justru barisan elitenya menjadi tersangka korupsi!" 

"Jadi, alih-alih memberantas korupsi!" timpal Amir. "Kalau yang berkuasa sendiri terlibat korupsi, jelas segala sisi pelayanan publik, sosial, dan proses hukum menjadi lepas kontrol! Tak ayal, segesit apa pun KPK menangkap tangan para pelaku korupsi bisa tenggelam dalam gejala korupsi yang luas dan masif di seantero negeri!" "Posisi KPK jadi seperti bara kecil dalam gunung sekam basah!" tegas Umar. 

"Asap terlihat mengepul ke atas, tetapi dengan timbunan sekam basah yang besar dan terus bertambah, gunung sekam basah itu mungkin tak pernah habis terbakar!" "Apalagi kalau terbukti IPK-nya stagnan, api dalam sekam itu tak merebak berarti!" tukas Amir. 

"Karena itu, bisa dipahami jika Ketua KPK Abraham Samad berpikir untuk mengembangkan KPK ke daerah-daerah! Sebab, kalau hanya ada di Jakarta, itu pun cuma lima komisioner, bisa dibayangkan seberapa jauh jangkauannya terhadap korupsi yang masif di seantero negeri!" "Lebih terbatas lagi hasil kerja KPK karena kasus korupsi harus diungkap dengan bukti-bukti hukum yang kuat, padahal korupsi berjalan sistemik dengan pelaku amat mahir melakukannya tanpa jejak!" timpal Umar. 

"Skor IPK itu mungkin baru meningkat jika ganti rezim penguasa yang konsekuen dan konsisten membersihkan birokrasi pemerintahan dari korupsi—bukan cuma retorika janji kampanye!" ***
Selanjutnya.....

Impor Gula dan Bawang Melejit!

"DI balik hebohnya defisit neraca pembayaran (curent account) dan neraca perdagangan (ekspor/impor), diam-diam impor gula dan bawang (merah dan putih) terus melejit!" ujar Umar. "Impor gula tebu sepanjang Januari—Oktober 2013 tercatat BPS 2,75 juta ton dengan nilai 1,4 miliar dolar AS! Ditambah lagi gula pasir 70.879 ton senilai 41,3 juta dolar AS!" (detikFinance, 3/12) "Selain itu, meskipun masalah impor bawang masih ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), impor bawang jalan terus!" timpal Amir. 

"Dari Januari—Oktober 2013, total impor bawang merah tercatat sebesar 70.048 ton dengan nilai 36,4 juta dolar AS. Sedangkan bawang putih dalam periode yang sama mencapai 385.092 ton dengan nilai 317,1 juta dolar AS!"

"Mengingat pengalaman Indonesia dalam industri gula sudah sejak zaman penjajah, impor gula hampir 3 juta ton dalam 10 bulan itu menunjukkan pemerintah benar-benar tak punya visi pembangunan pertanian!" tegas Umar. 


"Apalagi kalau lahan bekas HPH yang cocok untuk tanam tebu di luar Jawa dan Sumatera tersedia cukup luas, sesungguhnya masalah untuk swasembada gula bukanlah mustahil!" "Dirangkai dengan program transmigrasi pun penanaman tebunya cukup prospektif bagi peningkatan kesejahteraan keluarga transmigran!" timpal Amir. "Di kawasan PTPN VII Bunga Mayang, Lampung Utara, para petani setempat yang bekerja sama dengan PTPN menanam tebu—tembus ke kawasan Way Kanan—berhasil jadi simpul kemakmuran warga daerah itu!" "Sebaliknya, di daerah pertanian bawang seperti lembah sekitar Gunung Slamet, terutama Brebes, Jawa Tengah, maupun kawasan Danau Toba, pertanian bawang malah cenderung mundur—sering gagal panen!" tegas Umar. "Itu bisa jadi akibat pembangunan pertanian pemerintah cenderung lebih berprioritas pada retorikanya di media massa untuk meningkatkan citra penguasa! Sedangkan realisasinya di lapangan, terbukti terus memburuk! Buktinya, impor untuk aneka komoditas pertanian terus meningkat!" "Berharap pada rezim sekarang yang masa berkuasanya tersisa kurang dari setahun, tentu berlebihan untuk membuat program mengatasi keranjingan impor banyak komoditas pertanian itu jadi swasembada nasional!" tukas Amir. "Sebab, dua periode berkuasa saja nyatanya impor hasil-hasil pertanian yang terus meningkat volume dan aneka jenisnya!" "Memang, lebih tepat partai-partai lain yang adu konsep perbaikan pembangunan sektor pertanian!" timpal Umar. "Partai yang konsepnya terbaik, bisa jadi pilihan!" ***
Selanjutnya.....

Indonesia, Negeri Bekicot!


SEORANG manajer restoran Prancis tiba di Bandara Radin Inten II. Tujuannya melihat negeri asal escargot—bekicot—makanan favorit di daftar menunya! Lampung, asal bekicot yang diekspor ke Prancis itu! "Di mana peternakannya?" tanya si turis. 

"Bekicot tak diternakkan intensif!" jawab pemandu. 

"Kalaupun ada warga yang memelihara bekicot, hanya di lahan sempit belakang rumahnya yang rindang dengan pohon pisang! Jumlah pelaku bisnis demikian sangat sedikit!"

"Lantas bagaimana menjamin ekspor yang teratur memenuhi kebutuhan satu benua penggemarnya?" kejar turis. "Pekerjaan cari bekicot di semak belukar desa justru menjadi sumber penghidupan banyak warga miskin!" jawab pemandu. 

"Dari sini kita ke pabrik pemroses ekspor bekicot, penampung hasil tangkapan bekicot rakyat! Tak jauh dari bandara!" "Kalau andalan ekspornya cuma dari hasil tangkapan, bukan peternakan intensif, escargot bisa punah akibat kemajuan zaman merusak habitatnya!" kata turis. 

"Tuan tak perlu khawatir habitat bekicot rusak akibat kemajuan zaman!" tegas pemandu. "Sifat bekicot yang geraknya amat lambat itu diikuti masyarakatnya, terutama warga miskin, sehingga juga lambat sekali menggapai kemajuan! Sudah 68 tahun merdeka pun, mereka tetap hidup di bawah garis kemiskinan!" "Tapi kalau pemerintahnya gerak cepat membangun, kan mereka ikut terkatrol pesatnya kemajuan!" ujar turis. 

"Itu yang lebih menjamin kemajuan selalu berjalan seperti bekicot!" tegas pemandu. "Contoh terakhir, untuk mengatasi defisit neraca berjalan (curent account) yang telah delapan triwulan hingga 4,4% dari PDB, melewati batas toleransi, Agustus lalu pemerintah membuat empat kebijakan ekonomi mengatasinya! Salah satunya memakai biodiesel sawit menggantikan solar impor! 

Namun, Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat kabinet di Istana Cipanas awal pekan ini berkata, peraturan pemerintah (PP) buat kebijakan ekonomi itu belum selesai! Jadi, proses aturannya juga seperti bekicot!" 

"Tapi kalau sudah keluar peraturannya kan bisa dikebut!" potong turis. "Tidak juga!" tegas pemandu. "Contohnya proyek Jembatan Selat Sunda—JSS! Perpres alias peraturan presidennya sudah lama nian keluar, dengan jadwal 2014 pancang pertama! 

Tapi 2014 tinggal hitungan hari lagi, tujuh kementerian yang ditugasi Presiden belum melakukan apa-apa! Jadi tuan, jangan khawatir soal kecukupan bekicot di negeri ini karena gerak bekicot juga telah menjadi sistem dalam pemerintahan negara!"
Selanjutnya.....

Warga Bosan Elite Politik Lama!

"WARGA masyarakat pemilih nasional kini jengah (jemu) dan tak lagi percaya pada elite politik lama!" ujar Umar. "Itu kata Burhanudin Muhtadi, direktur eksekutif Indikator Politik, yang baru merilis hasil survei 10—20 Oktober 2013 atas biaya Sinar Harapan!" (Kompas.com, 1/12) 

"Kejenuhan pemilih pada elite lama itu tecermin pada warga yang masuk kategori kerah putih—masyarakat kota yang relatif mengakses berita di media secara teratur, berlatar demografi baik, berpendidikan, dan bekerja di sektor yang bertumpu pada pengetahuan dan skill!" timpal Amir.

"Pemilih sekarang, tegas Burhanudin, mendamba presiden yang bisa dipercaya atau jujur dan cenderung tidak memilih elite lama, seperti Megawati, Prabowo, atau Aburizal Bakrie. Lebih menarik, masyarakat yang bosan pada wajah lama umumnya dari usia di bawah 40 tahun, usia mayoritas pemilih!" "Gejala itu sesuai berbagai studi kelas menengah terpelajar di dunia yang menjadi motor bagi perubahan dan pembaruan politik!" tukas Umar. 

"Kelas ini, kata dia, cenderung kritis dan tidak percaya pada elite lama serta menaruh harapan dan kepercayaan ke elite baru!" "Survei indikator politik juga mengungkap pemilih suka pemimpin yang jujur dan amanah, lebih penting dari sikap tegas maupun pintar!" timpal Amir. "Sebanyak 51% pemilih menunjuk kualitas personal jujur dan amanah, lalu mampu berempati (24%), mampu memimpin (12%), tegas (7%), berwibawa (3%), dan pintar (1%)." 

"Lebih menarik jika disandingkan dengan survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) 13—20 November, dengan 42,7% massa Partai Demokrat, 22,7 massa Partai Golkar, dan 20,6% massa Partai Gerindra memilih Jokowi sebagai calon presiden 2014!" tegas Umar. "Kata peneliti CSIS Phillips Vermonte, itu memperkuat 63,6% massa PDIP yang mendukung Jokowi sebagai capres! 

Hasil survei ini menunjukkan jelas kecenderungan pemilih jemu pada wajah lama sehingga Jokowi yang wajah baru jadi idola!" "Jika kedua hasil survei dipadukan, faktor jujur, amanah, dan berempati sebagai kualitas unggulan pemilih dikaitkan ke Jokowi, mungkin bisa disebutkan tidak kontradiktif!" timpal Amir. 

"Ditambah lagi sebagai wajah baru yang tampil dengan gaya kepemimpinan tidak sama dengan para pemimpin wajah lama, tak mustahil survei menemukan pendukung Jokowi—dari kelas menengah yang dimaksud Burhanudin—dalam partai-partai di luar PDIP! Agar Pilpres 2014 seru, partai-partai lain harus menampilkan calon wajah baru yang jujur, amanah, dan berempati!"
Selanjutnya.....