Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

529 Elite Al-Ikhwan Dihukum Mati!


"SEBANYAK 529 orang elite Ikhwanul Muslimin yang memenangkan Muhammad Mursi sebagai presiden pada pemilu Mesir 2012, pekan lalu divonis hukuman mati pengadilan di bawah rezim militer yang mengudeta Presiden Mursi Juli 2013!" ujar Umar. 

"Mereka disidang massal dua hari, termasuk 398 diadili in absentia!" "Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Genewa Kamis menyatakan putusan pengadilan Mesir menghukum mati 529 anggota Ikhwanul Muslimin itu bertentangan dengan hukum internasional!" timpal Amir.

"Juru bicara komisi itu, Rupert Colville, khawatir ribuan anggota Ikhwanul Muslimin yang ditangkap militer setelah kudeta atas Mursi, akan mengalami nasib serupa! Sebanyak 600 orang di antaranya, kini juga sedang disidang pengadilan di Minya, selatan Mesir." (ROL, 25/3) 

 "Sedihnya, atas putusan keji pengadilan Mesir itu, tak satu pun pemerintah dari negara berpenduduk mayoritas muslim protes, hanya karena rezim militer Mesir di bawah Jenderal El-Sisi menyatakan Ikhwanul Muslimin sebagai teroris!" tukas Umar. 

 "Termasuk pemerintah dan partai politik berbasis massa muslim Indonesia, tak terdengar kecamannya pada rezim militer Mesir! Mungkin karena sedang sibuk kampanye pemilu 9 April. Juga bisa menahan diri tak memprotes karena punya hubungan baik dengan Arab Saudi, Kuwait, Qatar atau Uni Emirat Arab yang mendukung rezim militer Mesir!" 

 "Ikhwanul Muslimin organisasi populer di dunia, didirikan Hasan Al Banna 1926, salah satunya sebagai respons berakhirnya Dinasti Utsmaniah di Turki (1924), yang sebelumnya jadi wujud kebesaran dunia Islam menyatukan Asia-Eropa selama lebih 500 tahun!" timpal Amir. 

 "Pada 1947 Al Banna dan Ikhwanul Muslimin menggerakkan sejuta pemuda Arab menduduki Palestina yang saat itu dideklarasikan oleh Inggris, Prancis, dan AS sebagai Israel merdeka!" "Pemerintah Mesir yang waktu itu masih monarki ditekan AS untuk menarik Al Banna dan pemuda dari bumi Palestina!" kata Umar. 

"Tak lama kemudian, Al Banna terbunuh oleh konspirasi intel Israel, disusul barisan elite Ikhwanul Muslimin bernasib sama beruntun hingga 1951." "Selama rezim militer berkuasa di Mesir, dari Gamal Abdel Nasser, Anwar Sadat, ke Hosni Mubarak, Ikhwanul Muslimin terus ditekan, elitenya acap dipenjara tanpa diadili!" tukas Amir. "Meski demikian, Ikhwan berakar amar kuat di masyarakat bawah! Sekarang pun, setiap usai salat jumat, massa keluar masjid langsung demo menuntut pembebasan Mursi!" ***
Selanjutnya.....

Ironi Militerisme Vs Civil Society!


"SEJAK awal ditegaskan tujuan reformasi membangun masyarakat sipil (civil society) yang tegas membedakan dari Orde Baru rakyat dicengkeram militer!" tegas Umar. "Salah satu ujud militerisme, rekrutmen kepala daerah ditentukan militer! Konsekuensinya, orientasi pemimpin hanya (pelestarian) kekuasaan yang telah menjadikan dirinya pemimpin, bukan kepentingan rakyat!" 

"Tapi militerisme bukan hanya pengisian jabatan strategis oleh militer, melainkan cara hidup militeristik seperti di Sparta!" timpal Amir. "Era Orde Baru tokoh-tokoh militer dari daerah sampai nasional dibicarakan warga hingga banyak yang tahu seorang danrem angkatan akademi tahun berapa bisa jadi apa nantinya!"

"Kondisi Spartais yang militeristik sampai cara berpikir mengidolakan militer itu membedakan dari Athena yang tertata dan berorientasi pada sistem masyarakat sipil, seperti didamba reformasi!" tukas Umar. 

"Tapi para politikus yang menerima amanah reformasi dari mahasiswa yang telah menjatuhkan Orde Baru menafsirkan civil society terlalu sempit, jalur rekrutmen pemimpin yang semasa Orde Baru hanya lewat militer, oleh politikus diganti hanya lewat partai politik!

Padahal di Athena era Socrates dan Plato tak ada parpol!" "Lebih celaka, kaderisasi pemimpin di partai politik tak seefektif di militer, dalam penjenjangan kompetensinya, malah acak kadut!" tegas Amir. 

"Akibatnya, pengisian jabatan publik bukan berdasarkan merit senioritas maupun merit prestasi dan kompetensi! Tapi selain nepotik-oligarkis kepemimpinan partai, juga ditentukan oleh kemampuan membayar partai (sewa perahu). 

Sistem politik oligarki di pucuk itu orientasinya kedaulatan uang!" "Karena itu, meski untuk kepala daerah jalur perseorangan atau independen telah dibuka, dengan kedaulatan uang bisa memborong banyak partai (diasumsikan juga membeli pendukungnya) untuk memenangi pemilukada, merit senioritas, prestasi dan kompetensi tak laku lagi!" timpal Umar, 

 "Akhirnya, rakyat resah banyak daerah jatuh ke tangan pemimpin tak kompeten dan tak berorientasi pada kepentingan rakyat, tapi usahanya lebih banyak untuk mengembalikan modal memborong partai dan biaya memenangi pemilukada—sekaligus cari untung dari situ! Akibatnya, seperti kata B.J. Habibie, pemerintahan di Indonesia sekarang jadi berorientasi dagang!" 

 "Jadi ironis," tukas Amir. "Baik militerisme maupun civil society di negeri ini, para pemimpinnya tak berorientasi kepentingan rakyat!"
Selanjutnya.....

Survei Partai Paling Tidak Disukai!


"BOSAN dengan survei elektabilitas (partai pilihan atau yang disukai), muncul survei partai politik paling tidak disukai dari Charta Politika yang hasilnya dirilis Rabu (26/3) di Jakarta!" ujar Umar. "Partai Demokrat (PD) teratas tak disukai dengan 17,1%, disusul PKS 8,5%, dan Partai Golkar 6,6%. Partai lain semua di bawah 5%." (Kompas.com, 26/3) 

"Politisi PD Saan Mustofa saat perilisan hasil survei menyatakan ketidaksukaan masyarakat pada partainya tak lepas dari persepsi yang dibangun negatif!" timpal Amir. "Saan menyebut posisi PD sebagai partai penguasa membuat partainya mendapat sorotan yang lebih besar dari publik. Opini negatif yang dibangun itu terlihat dari gambaran seolah-olah kader PD yang paling banyak terlibat korupsi. Padahal, hampir semua partai politik juga mengalami nasib tak jauh berbeda."

"Sedang Indra J. Piliang dari Partai Golkar menukas persepsi negatif yang diperoleh partainya merupakan dampak sebagai mitra koalisi!" sambut Umar. "Merebaknya persepsi negatif itu, menurut Indra, akibat PD tidak mengomunikasikan pada partai-partai koalisi prestasi pemerintahan SBY untuk bersama-sama disosialisasikan! 

PD menyosialisasikan prestasi pemerintahan koalisi sebagai prestasi partainya sendiri, partai-partai lain di koalisi pun cuma 'ketempuhan' persepsi negatifnya!" "Sebenarnya PKS dan Golkar cukup aktif untuk menghilangkan persepsi negatif akibat berkoalisi dalam pemerintahan, seperti upaya membongkar kasus Century lewat DPR yang bahkan memenangkan dukungan dalam voting!" tegas Amir. 

"Tapi persepsi negatif masyarakat pada koalisi partai di pemerintahan bisa saja cukup pekat sehingga upaya menghapus persepsi negatif itu kurang berhasil!" "Walaupun begitu, persepsi negatif dari koalisi dimaksud sebenarnya tidaklah sepekat itu!" timpal Umar. 

"Sebab, tiga partai koalisi lainnya, perolehan suaranya untuk partai yang paling tak disukai dalam survei Charta Politika itu relatif rendah sekali! Yakni, PKB 1,9%, PAN 1,7%, dan PPP hanya 1%! Artinya, PKS dan Golkar harus legawa untuk introspeksi dengan mencari dan memperbaiki kemungkinan kekurangan yang ada pada partainya!" 

"Simpati pada PKS mungkin bisa saja turun oleh gaya elite partainya menyerang KPK dengan tudingan konspirasi saat mantan presidennya terlibat kasus korupsi impor daging sapi! Padahal, KPK semata-mata menjalankan tugasnya!" tukas Amir. 

"Lain hal Golkar, belakangan ini suka menyebut enaknya zaman Orde Baru, mengingatkan rakyat pada kejamnya Orde Baru!"
Selanjutnya.....

Percepatan Pembangunan Jalan Tol!


"KABAR angin pembangunan jalan tol Sumatera Lampung—Aceh kian semilir sebagai proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)," ujar Umar. "Rakyat mendamba percepatan pembangunan jalan tol, lebih-lebih semua kelas jalan—jalan negara, provinsi, apalagi jalan kabupaten—kini rusak parah!" 

"Percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera mendesak sejalan pesatnya kemajuan ekonomi daerah!" timpal Amir. "Sekaligus menambah panjang jalan tol di negeri kita karena menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Senin (Kompas.com, 24/3), sampai 2014, panjang jalan tol di Indonesia baru 918 km. Dua periode Presiden SBY, 2004—2014, hanya menambah jalan tol 300 km!"

"Panjang jalan tol Indonesia kalah dari Malaysia!" tukas Umar. "Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Achmad Gani Ghazali (Liputan6.com, 16/9/2013) jalan tol Malaysia 3.000 km. Konon lagi China, panjang jalan tolnya 60 ribu km!" 

"Kalau selamban era SBY per tahun hanya membangun jalan tol 30 km, perlu waktu 100 tahun untuk menyamai Malaysia saat ini!" timpal Amir. "Konon lagi menyamai China, 60 ribu km bagi 30 km per tahun, perlu 2.000 tahun—dua milenium!" 

"Karena itu, cara berpikir dan cara kerja seperti penguasa sekarang harus dibuang jauh jika kita ingin melakukan percepatan pembangunan di segala bidang!" tegas Umar. "Lebih-lebih dalam pembangunan jalan tol guna mengejar ketertinggalan dari tetangga dan negeri maju, pelajari saksama dan carikan jalan keluar. Tiga kendala yang disebut Achmad Gani Ghazali, yakni pembebasan tanah, pendanaan, dan teknis konstruksi!" 

"Pembebasan tanah selama ini—untuk proyek apa saja, selalu menjadi konflik antara rakyat dengan pengelola proyek, mungkin paradigmanya yang lebih dahulu harus dibalik—dari ganti rugi menjadi ganti untung!" saran Amir. "Dengan ganti untung antipati terhadap proyek bisa dikurangi, lebih-lebih kalau hal itu bisa dibuktikan!" "Lewat ganti rugi umumnya rakyat pemilik tanah terputus haknya justru setelah proyek jadi!" timpal Umar. 

"Sementara ganti untung, bukan sekadar rasa turut memiliki (roso melu handarbeni), melainkan benar-benar memiliki dalam bentuk sejumlah saham senilai harga tanahnya—bisa sebagian diterima tunai! Dengan punya saham itu, ia menerima keuntungan ganda, dari gain (kenaikan harga saham) dan dividen (bagian laba tahunan). Ini hanya salah satu skema mengatasi soal tanah! Skema lain juga disiapkan untuk pendanaan dan konstruksi, hingga kendala sirna!" ***
Selanjutnya.....

Akhirnya, Rusia Didepak dari G-8!


"AKIBAT Rusia menganeksasi Krimea dari wilayah Ukraina lewat provokasi politik dan militer, Presiden Barack Obama dan sekutunya Senin (24/3) di Gedung Putih memutuskan mengakhiri peran Rusia di G-8!" (Kompas.com, 25/3) ujar Umar. 

 "Tanpa Rusia, organisasi negara maju itu kembali menjadi G-7—AS, Inggris, Prancis, German, Italia, Jepang, dan Kanada!" "Pernyataan Gedung Putih mengakhiri polemik Obama dan Presiden Putin atas kehadiran militer Rusia di Krimea itu menegaskan, hukum internasional melarang akuisisi sebagian atau seluruh wilayah lain negara melalui paksaan atau kekerasan!" timpal Amir.

"Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menanggapi pernyataan Gedung Putih itu mengatakan, ditendang dari G-8 bukan masalah besar! Kami tak melihat ada kemalangan besar jika tak lagi ikut berkumpul di sana!!" 

"Penguasa Rusia cenderung masih rindu kebesaran masa lalunya sehingga sering mencampuri konflik di negara-negara pecahan bekas Uni Soviet seperti di Georgia!!" tegas Umar. "Itu termasuk kebiasaan Soviet era zaman Perang Dingin, menjadi pusat strategi negara-negara kameradnya melawan AS dan sekutunya! Tapi dengan didepak dari G-8, Rusia selaku pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB justru akan lebih susah dikendalikan dari kegemarannya mencampuri konflik negara lain!" 

"Seperti dilaporkan kantor berita Dogan yang dikutip Kompas.com (24/3), tiga kapal perang Rusia, Minks, Olenegorsky, dan Kainingrad berangkat ke Turki sebagai reaksi atas penembakan pesawat tempur Suriah oleh militer Turki, Minggu (23/3)," timpal Amir. 

"Rusia (bersama Iran dan Hezbollah) berada di belakang rezim Suriah dalam konflik di negeri itu!" "Turki berusaha mengamankan wilayah kedaulatannya dari imbas konflik Suriah, di mana jutaan pengungsi berlindung di negerinya!" tukas Umar. 

"Pesawat Suriah acap menembaki lokasi pengungsi asal negerinya sendiri di wilayah Turki dengan alasan sarang pemberontak!" "Senin pagi ketiga kapal perang Rusia itu melintas di Teluk Dardanela, dan segera masuk ke Laut Mediterania—berhampiran dengan pantai wilayah Turki!" ujar Umar.

 "Kebiasaan buruk Uni Soviet mencampuri konflik di negara lain dengan provokasi militernya, kayaknya kambuh pada Rusia. Ancaman Rusia terhadap Turki itu pasti mendapat reaksi keras AS dan negara-negara sekutunya di Eropa, karena Turki anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara—NATO! Dengan itu Rusia mengukir skenario baru, dari Krimea ke Turki!"
Selanjutnya.....

TDL Naik, Ubah Sikap Petinggi PLN!


"TDL—tarif dasar listrik—industri 197 ribu watt ke atas mulai 1 Mei 2014 akan naik setiap dua bulan sebesar 8,6% untuk golongan 13 dan 13,3% untuk golongan 14," ujar Umar. "Kenaikan itu sesuai dengan UU No. 23/2013 tentang APBN 2014, yang menurunkan subsidi listrik sebesar 28,6% menjadi Rp71,36 triliun dari Rp99,9 triliun pada APBN 2013!"

"Dengan dasar kenaikan sedemikian, baik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun Perusahaan Listrik Negara (PLN) cuma sebagai pelaksana UU," timpal Amir.

"Namun, dengan kenyataan krisis kekurangan daya listrik yang dialami di daerah-daerah—terutama yang parah di Sumatera Utara dan Lampung—kreativitas para petinggi PLN dituntut mengatasi masalahnya secara sebanding antara di satu sisi penurunan subsidi dan di sisi lain meningkatkan pelayanan setara dengan kenaikan TDL!"

"Kreativitas yang dituntut untuk itu tidak sembarangan!" tegas Umar. "Dibutuhkan kapasitas orang-orang yang mampu untuk bersikap dan bertindak, seperti Dahlan Iskan semasa menjadi dirut PLN! Dari kondisi byarpet parah di seantero negeri, hanya dalam waktu jalan dua tahun bisa dideklarasikan bebas byarpet nasional!"

"Perubahan sikap tindak petinggi PLN sepeninggal Dahlan Iskan dan pengganti pertamanya memang terkesan cukup drastis, sehingga PLN kembali terjebak krisis listrik seperti sebelum era Dahlan Iskan!" tukas Amir. "Contoh perubahan sikap itu mencolok pada coffee morning di gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta, Jumat (21/3) pagi, saat seorang peserta mengutarakan masalah krisis listrik di Sumatera Utara, Direktur Perencanaan dan Anak Perusahaan PT PLN Murtaqi Syamsuddin menyambut dengan nada tinggi, 'Kalau memang begitu, cabut saja izin usaha PLN!" (detik-Finance, 21/3)

"Sedih membaca laporan media tentang sikap petinggi PLN seperti itu! Dalam acara coffee morning pula!" sambut Umar. "Soal krisis listrik yang demikian nyata, bukan gambaran usaha-usaha PLN mengatasinya yang disampaikan, malah suruh mencabut izin usaha PLN! Siapa bisa?"

"Padahal, krisis listrik bukan cuma terjadi di Sumatera Utara, melainkan juga daerah lain termasuk Lampung!" tegas Amir. "Untuk Lampung, misalnya, kenapa Pembangkit I dan Pembangkit II PLTU Sebalang yang masing-masing berkapasitas 100 mw itu sudah bertahun tidak beroperasi?"

 "Rakyat Lampung tak tahu sebabnya, PLN diam saja!" timpal Umar. "Itu cermin sikap petinggi PLN yang perlu diubah!"
Selanjutnya.....

Melawan Kampanye Hitam CPO!


"KAMPANYE hitam atas crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) asal Indonesia sebagai produk tidak ramah lingkungan--terutama di Eropa--berlangsung tajam!" ujar Umar. "Itu bukan sekadar persaingan tidak sehat dari pesaing yang dilakukan secara terselubung, tapi juga tekanan politis Uni Eropa sebagai konsekuensi dari 6,5 juta ton kebutuhan CPO Eropa per tahun, 3,5 juta ton dipasok Indonesia!" 

 "Melawan kampanye hitam itu, Indonesia memproduksi CPO ramah lingkungan yang disertifikasi dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bersifat sukarela (voluntary), sekaligus sertifikasi bersifat wajib (mandatory) yang diakui dunia, Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO)," timpal Amir.

"Hasil usaha itu, kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti (Kompas.com, 22-3) Indonesia menjadi produsen minyak sawit ramah lingkungan terbesar di dunia!" "Dari sekitar 60 juta ton produksi CPO dunia, 8,2 juta ton merupakan minyak sawit ramah lingkungan! Sebanyak 48% dari 8,2 juta ton itu produksi Indonesia!" tegas Umar. 

"Meski kendala di Uni Eropa tetap banyak, dengan sertifikasi produk yang diakui dunia itu dominasi pasokan ke Eropa sejauh ini bisa dipertahankan!" "Namun tetap perlu disadari, kampanye hitam di balik persaingan tidak sehat itu wujudnya tekanan politik, sehingga harus dihadapi secara formal!" timpal Amir. 

"Yakni, memenuhi syarat kualitas dan administratif yang dituntut atas produk. Lalu dalam mengajukan perlawanan menuntut keadilan untuk pemberlakuan sertifikasi sustainability terhadap produk sejenis seperti soybean (minyak kedelai) dan rapeseed (minyak lobak), disampaikan secara formal olehpemerintah, seperti kementerian perdagangan ke Uni Eropa! 

Isinya menyadarkankan betapa ekonomis CPO bagi perekonomian mereka!" "Pemberlakuan sertifikasi pada minyak kedelai dan minyak lobak bisa menyulut inflasi di Eropa! Beda dengan produktivitas CPO yang sembilan kali lipat dari minyak kedelai!" tegas Umar.

 "Tapi perlawanan dengan menggelitik kesadaran orang Eropa betapa ekonomis CPO mendukung perekonomian mereka perlu dilakukan, karena sikap mereka memandang rendah bangsa-bangsa bekas jajahan mereka pada dasarnya masih tersisa!" "Kampanye hitam CPO yang didasari sikap sombong asal produk kita kurang sehat, sedang produk mereka (minyak kedelai dan lobak) dijamin sehat masih akan jalan terus!" tukas Amir. "Hadapi saja, lewat krisis pasti mereka belajar arti ekonomis produk kita bagi ekonomi mereka!" ***
Selanjutnya.....

Budaya Pragmatis 'Mentahnya Saja’!


"SAAT mau makan malam di warung tenda Pasar Kangkung, Telukbetung, Bandar Lampung, Joko Widodo dikerubuti warga!" ujar Umar. "Calon presiden dari PDIP yang lazim disapa Jokowi itu pun mengajak warga makan bersama. 'Hayo saya traktir! Semua duduk di situ!' 

Tapi warga malah menjawab 'Kami mentahnya saja, Pak!’" "Mentahnya itu maksudnya warga minta uang tunai saja!" timpal Amir. "Itu budaya politik pragmatis yang kayaknya sudah menjadi 'tradisi' di daerah ini, jika politikus jumpa massa diharap bagi-bagi duit!"

"Jokowi menyimak gelagat itu!" tukas Umar."Maka ia tersenyum dan memberi penjelasan, kalau ia memberi uang tunai merupakan politik uang! Itu dilarang, tak boleh dilakukan! Warga pun tersenyum menyambut penjelasannya!" 

 "Di Lampung, 'tradisi' politik pragmatis politikus bagi-bagi uang itu telah makan korban!" timpal Amir. "Seorang caleg DPRD Lampung dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berinisial ET dihukum pidana 6 bulan penjara di Lampung Barat karena terbukti membagikan uang Rp50 ribu ke calon pemilihnya!" (Kompas.com, 21/3) 

 "Lucunya, di berita Kompas.com yang sama, komisioner KPU Pusat Ferry Kurnia Rizkyansyah berkata, KPU mengizinkan parpol dan caleg legislatif peserta pemilu memberikan uang transportasi kepada peserta kampanye calon pemilihnya, asal dalam jumlah yang wajar!" tegas Amir. 

"Jika melebihi kewajaran bisa dijerat pidana karena termasuk politik uang! Tapi kata Ferry tak ada batasan angka wajar, cuma dilihat dari kebutuhan daerah yang bersangkutan!" "Pakai pernyataan Ferry itu, caleg yang divonis 6 bulan penjara di Lampung Barat bisa banding, karena Rp50 ribu untuk transpor di daerah itu kecil! Dari Suoh hadir kampanye di Liwa, ongkos ojeknya bisa Rp100 ribu sekali jalan!" timpal Umar.

 "Apalagi di Papua, dari kecamatan ke kabupaten untuk ikut kampanye harus naik pesawat terbang, ongkosnya bisa ratusan ribu!" "Memang, pernyataan Ferry itu menjadi justifikasi bagi politik uang di kelas bawah selama ini, yang tarifnya antara Rp20 ribu dan Rp50 ribu sekali hadiri kampanye!" tukas Amir. 

"Definisi politik uang yang berlaku selama ini—setiap memberikan uang kepada warga calon pemilih berapa pun jumlahnya—dengan pernyataan Ferry itu jadi kacau, terutama panwas karena tak lagi bisa bertindak sekalipun di depan hidungnya ada caleg bagi-bagi uang! Di pelosok, politik uang jumlahnya memang cuma sebesar uang tranportasi itu!"
Selanjutnya.....

KPPU: Kemendag Terlibat Kartel!


"KPPU—Komisi Pengawas Persaingan Usaha—Kamis (20/3) memutus 19 importir bawang putih bersalah melakukan kartel, mereka dihukum denda total Rp13,3 miliar!" ujar Umar. "KPPU menilai sebagian dari importir ini sengaja melakukan monopoli dengan cara membatasi peredaran bawang putih di pasaran, berakibat pada lonjakan harga bawang putih!" (Kompas.com, 21/3) 

"Menariknya, dalam putusan itu hakim menyatakan Menteri Perdagangan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) turut bersalah terlibat kasus ini karena bersekongkol dengan para importir yang berpraktik kartel tersebut!" timpal Amir. "Meski demikian, majelis komisi yang dipimpin Sukarmi tidak menghukum para pejabat di Kemendag, tetapi hanya merekomendasikan agar Kemendag memperbaiki keadaan—maksudnya tentu menghentikan praktik kartel dan menghabisinya!"

"Tapi di lain pihak, Menteri Perdagangan M. Lutfi tidak terima dengan putusan KPPU itu! Dia akan banding dan mengambil seluruh langkah hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku!" tegas Umar. 

"Menurut Lutfi, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hanya mengatur aturan antarpedagang! Kemendag bukan pedagang, melainkan regulator, bahkan wasit!" 

"Menurut cara berpikir awam, justru ketika regulator atau wasit terlibat persekongkolan dengan para pelanggar aturan hukum, hukumannya harus lebih berat!" tukas Amir. "Karena itu, pantas disesalkan putusan majelis komisi yang memberi keringanan dan membebaskan oknum pejabat yang terlibat kartel, yang akhirnya justru mengecilkan arti putusan majelis!" 

"Pengalaman itu penting menjadi catatan KPPU, untuk menghukum tanpa pandang bulu siapa pun yang terlibat dalam pelanggaran hukum! Terutama pelanggaran hukum terkait kartel, yang belakangan ini cenderung merebak praktik kartel, seperti kartel daging sapi!" timpal Umar. 

"Secara nyata praktik kartel merugikan rakyat secara luas karena harga barangnya jadi jauh lebih mahal. Dalan kasus kartel daging sapi, dengan harga di pasar internasional 5 dolar AS/kg, akibat kartel di pasar dalam negeri harganya bisa dua kali lipat! 

Akibatnya konsumsi daging rakyat merosot, menurunkan standar gizi rakyat yang memang masih buruk!" "Karena itu, usaha KPPU membersihkan negeri dari segala bentuk kartel pengisap darah rakyat itu harus dijalankan tanpa pandang bulu!" tegas Amir. "Lebih-lebih terhadap regulator, yang fungsinya justru menegakkan aturan—bukan bersekongkol melanggar aturan!" ***
Selanjutnya.....

Dana Bansos Seketika Membengkak!


"MENJELANG pemilu, dana bantuan sosial (bansos) seketika membengkak!" ujar Umar. "Dari semula sebesar Rp73,2 triliun dalam APBN 2014 menjadi Rp91,8 triliun dalam laporan terkini penggunaan anggaran Februari 2014. (Kompas.com, 19/3) 

Jadi, membengkak Rp18,6 triliun!" "Membengkaknya dana bansos di ambang masa kampanye pemilu legislatif itu jelas mencurigakan!" timpal Amir. "Itu karena para pengamat anggaran dan antikorupsi sering mengingatkan dana bansos rawan korupsi, terutama di daerah! Seperti dana bansos Pemkot Bandung yang melibatkan mantan wali kota serta stafnya dan hakim Pengadilan Negeri setempat!"

"Kerawanan itu terkait penggunaan bansos untuk kepentingan penguasa yang mengalirkan bansos untuk kegiatan-kegiatan sosial yang menguntungkan dirinya secara politis!" tegas Umar. "Lebih-lebih menjelang pemilu, baik untuk memenangkan golongan politik sang penguasa maupun memenangkan dirinya kembali dalam pemilu kepala daerah!" 

"Terkait pembengkakan dana bansos di APBN 2014 itu, Menteri Keuangan Chatib Basri membantah telah menaikkan secara tiba-tiba anggaran tersebut!" ujar Amir. "Menurut dia, yang terjadi justru ada beberapa alokasi anggaran yang salah pos! 

Contohnya, dana yang seharusnya masuk bansos dimasukkan ke pos belanja modal jaminan kesehatan!" "Dalam bahasa pengamat, dana bansos itu dalam prosesnya dititipkan ke pos-pos lain dulu!" tukas Umar. 

"Saat pelaksanaan kegiatannya nanti baru tercium tujuan penyiapan anggaran titipan tersebut!" "Berarti bukan hanya dana bansos, melainkan aneka dana untuk kepentingan penguasa bisa dititipkan di berbagai pos anggaran!" timpal Amir. "Akibatnya seperti main gobak sodor, dijaga dan diawasi pada satu sisi, selalu bisa lolos dari sisi lain!" 

"Sebab itu, pengungkapan korupsi juga selalu melalui sisi-sisi lain!" tegas Umar. "Seperti kasus bansos Pemkot Bandung, pengungkapannya lewat tangkap tangan penyuapan terhadap hakim! Karena, kalau pada sisi-sisi prosesnya, semua berjalan licin dan canggih sehingga sukar terlihat adanya permainan!" 

"Karena proses kejahatannya bisa ditutupi secara canggih oleh pelakunya itulah korupsi tergolong kejahatan luar biasa!" timpal Amir. "Perlu cara dan usaha luar biasa untuk mengungkapnya! Dari kasus wisma atlet dan Hambalang tampak kecanggihan korupsi berjalan sejak perencanaan dan titip-menitip anggaran di DPR! Penitipan bansos ke belanja modal itu tentu prosesnya juga sejak di DPR!"
Selanjutnya.....

Bank Dunia Soroti Ketatnya Kredit!


"DALAM laporan perkembangan triwulan perekonomian Indonesia edisi Maret 2014, Bank Dunia menyoroti pengetatan kredit dari Bank Indonesia (BI), mengakibatkan pelambatan pertumbuhan penyaluran kredit dari 18% pada Januari 2013 menjadi 12,2% pada Desember 2013!" ujar Umar. 

"Kredit konsumsi yang mencakup 25% dari total kredit turun paling tajam, dari 20% pada pertengahan 2013 jadi 13,7% pada akhir 2013! (Kompas.com, 19/3). "Pengetatan kredit konsumsi oleh BI terutama dengan ketentuan uang muka 30% untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor—yang sebelumnya relatif ringan!" timpal Amir.

"Mengingat konsumsi merupakan andalan pertumbuhan ekonomi, terutama konsumsi rumah tangga yang tertekan oleh kebijakan pengetatan kredit BI itu, pertumbuhan ekonomi juga tertekan! Namun, Bank Dunia melihat belanja konsumsi temporer selama pemilu akan menjaga ekonomi masih tumbuh 5,3%." "Untung ada pemilu!" sambut Umar. 

"Jika tak ada pemilu, mungkin pertumbuhan ekonomi bisa melorot ke tataran 4%! Meski Bank Dunia mengakui rangkaian kebijakan BI untuk menekan inflasi pada 2013 itu berhasil pada awal 2014! Dari inflasi sepanjang 2013 sebesar 8,38%, pada Januari 2014 (yoy) jadi 8,2% dan Februari 2014 menjadi 7,7%!" 

 "Pengetatan kredit konsumsi domestik (rumah tangga) menjadi tantangan untuk dinetralisasi impact-nya antara di satu sisi menurunkan pertumbuhan ekonomi dan di sisi lain sebagai harga untuk menekan inflasi!" tegas Amir. 

"Masalahnya ada pada pilihan, apakah Indonesia memilih keseimbangan pada pertumbukan tinggi, seperti Brasil, China, India, dan Rusia, yang diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara maju, atau memilih keseimbangan pertumbuhan rendah—alon-alon waton kelakon dan terus tertinggal bahkan semakin jauh!" 

"Dari kebijakan pengetatan kredit sejak 2013, tampak Indonesia memilih berjalan di jalur lambat!" tukas Umar. "Untuk itu, dari laju pertumbuhan pada speed di atas 6, sengaja diturunkan ke speed yang lebih rendah—dari tumbuh 6,02% pada 2012 jadi 5,78% pada 2013!" 

 "Kebijakan uang ketat selain diterapkan dengan syarat formal seperti pada kredit konsumsi, juga diberlakukan lewat suku bunga tinggi!" tegas Amir. "Suku bunga tinggi utamanya untuk menahan agar dana asing betah! Jadi, dengan pilihan jalur lambat yang aman, kita bisa memberi keuntungan besar pada investor asing—dari rente yang dipikul dunia usaha dan masyarakat Indonesia!"
Selanjutnya.....

Subsidi Warga Miskin Rp1 Juta/Bulan!


"JIKA menang Pemilu Legislatif 2014 dan memimpin pemerintahan RI 2014—2019, Partai NasDem mengampanyekan akan menjalankan 10 program prioritas untuk rakyat Indonesia!" ujar Umar. "Program pertamanya memberi subsidi untuk rakyat miskin Rp1 juta/kepala keluarga/bulan selama lima tahun!" 

"Program lainnya selama lima tahun, (2) menyediakan pupuk dan alat pertanian yang semurah-murahnya dengan subsidi!" timpal Amir. "Lalu, (3) membangun infrastruktur pelabuhan, irigasi, dan jalan di seluruh Indonesia. (4) Menaikkan gaji PNS dan TNI-Polri terus-menerus. (5) Gratis pendidikan dari SD sampai PTN. (6) Beasiswa ke dalam dan luar negeri untuk 100 ribu lulusan SMA. (7) Membangun kembali pertahanan-keamanan. (8) Listrik dan air bersih perdesaan. (9) Menciptakan 10 juta lapangan kerja baru. Dan (10) fasilitas puskesmas rawat inap di semua kecamatan!"

"Program pertama memberi subsidi pada warga miskin Rp1 juta/kepala keluarga/bulan, kalau sasarannya sama dengan penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) 2013 sebanyak Rp15,5 juta keluarga sangat miskin, anggaran per bulannya Rp15,5 triliun, atau setahun menjadi Rp186 triliun!" tegas Umar. 

"Jumlah itu lebih kecil dari subsidi BBM 2013, apalagi subsidi energi yang jauh lebih besar!" "Padahal, dengan subsidi energi sebesar itu, ditambah BLSM Rp150 ribu/KK/bulan selama empat bulan, jumlah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 2013 itu, menurut data BPS, bertambah dari Maret 2013 sebesar Rp28,07 juta jiwa menjadi Rp28,55 juta jiwa pada September 2013!" tukas Amir. 

"Artinya subsidi BBM tidak ada hubungannya dengan kepentingan orang miskin! Secara nyata penerima terbesar subsidi BBM pemilik mobil, sedangkan warga miskin tidak punya mobil!" "Di lain sisi, kalau warga miskin tambah banyak, yang kaya bertambah kaya pula—terlihat dari indeks gini yang 2008 masih 3,8, pada 2012 ketimpangan makin buruk menjadi 4,1," timpal Umar. 

"Oleh karena itu, jika pembangunan ekonomi mau di balik menjadi pro-poor secara realistis—tidak cuma dalam retorika seperti selama ini—pemerintah harus berani merasionalisasi subsidi di APBN! Hanya pemerintahan yang siap tidak populer mampu melakukan itu! Sebaliknya yang gemar mengelus citra!" "Subsidi langsung pada kelompok paling miskin justru bagian dari sistem negara kesejahteraan—welfare state!" tegas Amir. "Di Amerika Serikat distribusinya lewat tunjangan pengangguran, besarnya 600 dolar AS/keluarga/bulan! Untuk kita, Rp1 juta/keluarga/bulan, bolehlah!"
Selanjutnya.....

Sentimen Pasar itu 'Jokowi Effect'!


"JUMAT sore (14/3) usai deklarasi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden dari PDIP, rupiah menguat dari Rp11.400-an/dolar AS menjadi Rp11.300-an/dolar AS!" ujar Umar. "Di bursa saham, indeks harga saham gabungan (IHSG) dari posisi merah segera menghijau dan ditutup menguat 3,22% atau naik 152,47 poin menjadi 4.878,64. 

Direktur Komunikasi Bank Indonesia (BI) Peter Jacobs menyebut sentimen pasar itu dengan Jokowi Effect! Tapi lazimnya sentimen pasar, sifatnya cuma sementara!" (Kompas.com, 17/3) "Pernyataan Jacobs benar, Jokowi Effect itu cuma sementara!" timpal Amir. "Pada pembukaan pasar Senin pagi, sentimen itu tidak berlanjut, bahkan IHSG sempat turun hingga ke bawah 4.850!

Selanjutnya pasar kembali berjalan seperti biasa, kembali menguat tipis 3,15 poin pada pukul 09.30 menjadi 4.881,79 dikatrol saham terkait properti: Lippo Karawaci yang melonjak 7,05%, Semen Indonesia (SMGR) naik 6,72%, Ciputra Development menguat 4,57%, dan Sumarecon naik 3,57%!" "Meski sebagai sentimen pasar bersifat sementara, Jokowi Effect itu bisa dianggap sebagai isyarat, sebagai calon presiden Jokowi bisa diterima oleh pasar!" tegas Umar. 

 "Isyarat lain, para investor dunia yang bermain di pasar negeri kita itu juga menerima pemimpin yang berasal dari golongan berbeda dari yang berkuasa sekarang! Artinya, pasar siap menerima pergantian rezim!" "Tapi jauh lebih baik jika Jokowi Effect itu berlanjut pada hari-hari selanjutnya!" ujar Amir. 

 "Jika sentimen pasar berlanjut pada hari-hari berikutnya, bisa diasumsikan pasar bukan sekadar menerima, melainkan juga mendukung pemimpin baru tersebut! Apalagi kalau berlanjut lebih panjang lagi, Jokowi Effect itu meningkat jadi Jokowi Fever—demam Jokowi! Bukan lagi sebatas menerima dan mendukung, pasar telah merindukan kepemimpinan Jokowi!" 

 "Meski belum sejauh itu, Jokowi Effect dengan sentimen pasar yang terbatas itu saja sudan menunjukkan PDIP melangkah tepat mencuri momentum awal kampanye pemilu legislatif dengan menonjolkan bintangnya Jokowi—yang oleh berbagai survei berintegritas selalu di posisi teratas di antara calon presiden 2014!" tegas Umar. 

 "Apalagi, survei-survei itu sekaligus mengesankan perolehan dukungan yang besar buat Jokowi itu juga mengatrol perolehan suara PDIP—yang belakangan sering memuncaki hasil survei!" "Posisi PDIP dengan Jokowi-nya itu tentu menjadi tantangan bagi partai lain untuk mengalahkannya!" tukas Amir. "Apa yang dilakukan partai lain untuk menyaingi itu, menarik diuji ketangguhannya!" ***
Selanjutnya.....

Pastikan, Pemilu Perbaiki Nasib!


"KAMPANYE pemilu legislatif telah dimulai! Hasilnya menentukan partai apa saja yang bisa mengajukan calon presiden pada pemilu presiden!" ujar Umar. "Jadi, kedua pemilu serangkai bagi dasar pergantian kepemimpinan bangsa, yang menentukan tercapainya tujuan pemilu sebagai sarana perbaikan nasib rakyat!" 

"Artinya, jika rakyat tak mau hidup begini-begini terus, harus memilih calon dan partai yang diyakini mampu mengubah kondisi bangsa dengan memperbaiki nasib rakyat!" timpal Amir. "Harian Kompas (13/3) melaporkan hasil penelitian yang meyakinkan pemilu kali ini bisa menjadi titik balik bagi memperbaiki nasib rakyat lewat pertumbuhan ekonomi dua digit!"

"Siapa yang terpilih memimpin Indonesia 2014—2019 amat menentukan perbaikan nasib bangsa ke depan!" tegas Umar. "Penelitian Presiden Boston Institute for Developing Economics Gustaf F. 

Papanek bersama peneliti Creco Research Institute Raden Pardede dan guru besar FE-UI Suahasil Nazarra bertema Pilihan untuk 5 tahun ke depan: 5% pertumbuhan dan 0,8 juta lapangan kerja produktif per tahun atau 10% pertumbuhan dan 3 juta lapangan kerja produktif per tahun yang diangkat Kompas itu menyimpulkan, tanpa mengecilkan pencapaian yang telah diraih, Indonesia selama ini telah menyia-nyiakan banyak kesempatan emas!" 

 "Menurut hasil penelitian itu, Indonesia memiliki peluang besar dalam lima tahun ke depan untuk menaikkan pendapatan rakyat, terutama kelompok 40% penduduk miskin dan rentan miskin!" timpal Amir. "Indonesia juga berpeluang menciptakan lapangan kerja bagi 3 juta tenaga kerja per tahun. 

Beberapa tahun belakangan penyerapannya cenderung surut di bawah 1 juta orang per tahun!" "Peluang itu menurut Papanek hanya bisa diwujudkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ditingkatkan dari rata-rata 6% tiga tahun terakhir jadi 10% per tahun dengan industri pengolahan padat karya sebagai salah satu basisnya!" tegas Umar. 

 "Indonesia bisa mengambil 10% pangsa pasar manufaktur padat karya China 2019, itu tiga kali lipat ekspor Indonesia saat ini. Data BPS, ekspor nonmigas 2013 mencapai 149,92 miliar dolar AS!" "Pada 1986—1992 industri manufaktur padat karya Indonesia tumbuh 34%, di atas China dan India! 

Namun, sejak 1993 Indonesia tertinggal, bahkan pada 2013 Indonesia mengalami pertumbuhan negatif!" tukas Amir. "Padahal, Papanek optimistis industri manufaktur Indonesia bisa tumbuh 19% dan menyerap 9 juta tenaga kerja! Itu jika kebijakan tepat, tak kembali menyia-nyiakan peluang!" ***
Selanjutnya.....

Relevan, Budaya Politik Partisipatif!


"MORATORIUM iklan politik di televisi yang berlaku 1 sampai 15 Maret 2014 tidak efektif!" ujar Umar. "Terbukti, aturan yang dibuat sepihak dengan SKB KPU, Bapilu, Komisi Penyiaran dan Komisi Informasi itu dilanggar beramai-ramai oleh partai politik peserta pemilu dan televisi!" 

 "Menurut data Komisi Penyiaran 1 sampai 11 Maret saja, Partai Golkar menayangkan 487 spot iklan, NasDem 378, Gerindra 305, PDIP 273, PKB 90, Hanura 80, PAN 67, PKPI 42, PKS 9, dan Demokrat 8!" timpal Amir. "Iklan tersebut ditayangkan di 11 televisi nasional!" (Kompas.com, 14/3)

Moratorium itu cedera dan gagal karena ditetapkan sepihak oleh gabungan komisi independen tanpa menyertakan para pelaku yang dituntut komitmennya untuk menjalankan aturan yang mereka buat tersebut!" tegas Umar. 

"Beda dengan deklarasi pemilu damai di Monas, Sabtu (15/3), yang dilakukan oleh para peserta pemilu untuk awal kampanye 16 Maret—5 April 2014, pelaksanaannya bisa diharap akan berjalan lebih baik!" "Perbedaan antara kedua event terletak pada akomodasinya terhadap budaya politik partisipasi, yang diutamakan dalam deklarasi pemilu damai!" timpal Amir. 

"Moratorium iklan politik cedera dan gagal akibat kekuasaan dijalankan sepihak tanpa menyertakan para pelaku yang justru dituntut komitmennya buat melaksanakan aturan yang dibuat! Bisa saja pihak yang merasa paling berkuasa tetap memproses pelanggaran itu, tapi selain langkah itu secara hukum belum tentu berhasil seperti dikatakan Effendi Gozali dari UI, juga mengganggu proses pemilu yang justru memasuki tahapan utamanya!" 

 "Jadi, perlu diingat oleh siapa pun yang mendapat kekuasaan atas nama apa pun dan dalam bentuk apa pun, harus mampu berinteraksi dengan para aktor yang dituntut memerankan skenario buatannya di panggung kehidupan nyata!" tegas Umar. 

 "Begitulah relevansi budaya politik partisipatif dalam masyarakat kita! Itu berlaku di semua tingkat struktur sosial, interaksi dari ajakan persuasif sampai mobilisasi diasumsikan sebagai tindakan ngewongke—menghargai orang sebagai manusia—yang ternyata amat diperlukan oleh warga masyarakat sampai strata terbawah sekalipun!" 

 "Sebaliknya orang yang gemarnya hanya mengacung-acungkan kekuasaan miliknya untuk dipatuhi pihak lain dan kalau tak mau taat dia gebuk, terkesan kuat cara itu berbau premanisme!" tukas Amir. "Tentu susah, bahkan bisa sesat, kalau cara-cara premanisme dipakai untuk mengelola kehidupan bernegara-bangsa!" ***
Selanjutnya.....

Presiden dan Menteri Cuti Kampanye!


"PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dilaporkan mengambil cuti untuk kampanye pemilu legislatif yang berlangsung 16 Maret sampai 5 April 2014!" ujar Umar. 

"Jadwal kampanye Presiden SBY untuk mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat dimulai 17 Maret di Magelang, Jawa Tengah, dan 18 Maret di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta." (Kompas, 12/3) Presiden SBY belakangan ini memang banyak diperkenalkan lewat baliho-baliho besar di jalan ramai kota-kota besar sebagai ketua umum Partai Demokrat!" timpal Amir.

"Seperti umumnya ketua umum partai politik—juga yang terdapat dalam kabinetnya—merupakan vote getter nomor wahid di partainya! Lebih lagi mereka naik ke panggung kekuasaan berkat partainya sebagai kendaraan, maka mereka menganggap wajar ketika partai membutuhkan dirinya harus siap untuk mengesampingkan kepentingan lainnya demi mengutamakan kepentingan partai! Tanpa kecuali, kepentingan yang dikesampingkan itu adalah tugas negara!" 

 "Pada titik krusial itu terlihat perbedaan apakah seseorang itu negarawan atau politikus!" tegas Umar. "Seorang negarawan, begitu ia dilantik sebagai pejabat negara, secara keseluruhan jiwa raganya diabdikan untuk negara, sekaligus dirinya sebagai milik seluruh rakyat dari semua golongan! 

Untuk itu, selama masa jabatannya ia—seperti bunyi sumpah pelantikannya—ia lebih mengutamakan kepentingan negara dan rakyat daripada kepentingan golongan atau pribadi! Sedangkan politikus, tanpa sungkan ia selalu mengutamakan kepentingan partainya, bahkan memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan partainya memenangkan pemilu!" 

 "Konsekuensinya, ketika presiden bersama para menteri kabinetnya cuti untuk kampanye demi kepentingan partainya, pelayanan pemerintah kepada rakyat tidak berjalan optimal!" timpal Amir. "Akibat tidak optimalnya pelayanan pemerintah kepada rakyat, maka pengabdian para pejabat tersebut kepada negara pun jadi kurang penuh—pengabdiannya tak mencapai tingkat totalitas! 

Bahkan, pengabdiannya sebatas tidak merugikan atau mengorbankan kepentingan golongan maupun pribadinya!" "Dari situ mencuat pemahaman, kenapa bangsa kita semakin jauh tertinggal dari tetangga kita yang dahulu di belakang kita?" kata Umar. 

"Karena pemerintahan negara sebagai lokomotif penarik rangkaian gerbong bangsa ternyata tidak beroperasi pada kapasitas penuh sehingga tidak secara totalitas dayanya digunakan untuk memacu laju kemajuan bangsanya! Tanpa ada perubahan, dari waktu ke waktu jarak ketinggalan dari tetangga itu bisa terus bertambah jauh saja!"
Selanjutnya.....

Sulit, Informasi Destinasi Wisata!


"MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengakui sering menerima keluhan wisatawan domestik maupun asing masih sulit mencari informasi destinasi wisata di Indonesia!" ujar Umar. "Kesulitan itu terjadi, menurut Mari, karena kurangnya penggunaan teknologi informasi sebagai jendela referensi sektor pariwisata di Indonesia!" (Kompas.com, 13/3) 

 "Itu dikemukakan Mari di rapat Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia di Surabaya, Rabu (12/3)," kata Amir. "Untuk itu, ia dorong pemerintah daerah membuat situs internet yang dikelola dengan baik untuk memberi informasi yang lengkap mengenai potensi wisata masing-masing daerah, terutama kepada masyarakat internasional sebagai salah satu ajang promosi wisata!"

"Akhirnya ketahuan kelemahan promosi pariwisata Indonesia!" tegas Umar. "Hari gini kita belum punya situs (website) turisme Indonesia yang komprehensif dengan satu klik informasi semua destinasi wisata bisa ditemukan! Itu ketinggalan terlalu jauh dari promosi pariwisata negara tetangga, yang bukan cuma lewat website, iklannya di televisi mainstream frekuensinya cukup tinggi!" 

 "Saran Menteri agar setiap pemprov membuat situs internet informasi wisata daerahnya cukup baik, tetapi idealnya data dari setiap provinsi itu hanya bagian dari website turisme Indonesia yang komprehensif satu klik secara nasional!" sambut Amir. "Seharusnya ini menjadi garapan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (dulu dibentuk oleh Tanri Abeng) yang selama ini sering tur keliling dunia membawa tim kesenian Indonesia! Kalau benar situs seperti itu belum ada, tentu lebih baik kita dorong badan promosi tersebut yang membuatnya, selain kerja sama dengan Kementerian Pariwisata juga dengan Dinas Pariwisata semua daerah!" 

 "Mendengar langsung dari Menteri bahwa situs turisme Indonesia yang satu klik komprehensif memenuhi kebutuhan informasi pariwisata Indonesia itu merasa lucu!" tegas Umar. "Ternyata betapa kuno pengelolaan pariwisata Indonesia ini! 

Padahal, situs yang bisa dikembangkan dalam aneka bahasa itu memiliki aspek komersial cukup besar, dengan potensi iklan dari hotel, restoran, dan penerbangan!" "Kalaupun badan promosi itu kurang siap, sebagai peluang bisnis bisa menginspirasi pengusaha untuk membuat situsnya!" timpal Amir. "Daripada membuat website berita yang tidak jelas juntrungnya, website turisme Indonesia juga bisa diaktualkan dengan berita wisata hingga lebih hidup dan rutin diikuti komunitasnya!" ***
Selanjutnya.....

Ekspor Mebel, Kalah dari Vietnam!


"DALAM ekspor mebel, Indonesia kini sudah jauh tertinggal dari Vietnam dan Malaysia, yang 10 tahun lalu tidak ada apa-apanya dibanding negeri kita!" ujar Umar, mengutip pernyataan Soenoto, ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI). "Pada 2013, dari total ekspor mebel dunia sebesar 124 miliar dolar AS, Indonesia hanya meraih pangsa 1,5% atau 1,7 miliar dolar AS, sedangkan Vietnam meraih lebih dua kali lipat dari Indonesia, yakni sebesar 4,2 miliar AS dan Malaysia 2,4 miliar dolar AS!" 

"Kemunduran dalam ekspor mebel ini mungkin akibat banyak masalah yang dihadapi para perajin kita!" timpal Amir. "Pertama masalah bahan baku yang belakangan makin sulit mendapatkan jenis kayu bagus di pasar! Untuk di Jawa mungkin masih ada kayu jati dari Perhutani, tetapi harganya yang amat mahal berat bagi perajin!

Sementara di luar Jawa, sejak moratorium penebangan hutan, bahan baku mebel sukar didapat, kecuali kayu karet asapan, yang kurang cocok buat mebel kualitas ekspor! Sementara untuk rotan, yang sebelumnya banyak didatangkan dari Kalimantan, belakangan hutannya habis dikaveling-kaveling untuk areal pertambangan, terutama batu bara! Kalaupun masih tersisa, jumlah dan kualitasnya tidak lagi seperti semula!" 

"Baru masalah bahan baku saja mood perajin bisa rontok!" tukas Umar. "Belum lagi masalah transportasi pengiriman barang ke luar negeri, mebel tidak bisa saling timpa dalam kontainer sehingga ekspor mebel makan ruang kontainer yang menyebabkan ongkosnya menjadi mahal! Agak beda andai mebel bisa di-knock down—apalagi completely knock down! 

Sayangnya, tipe mebel Indonesia—terutama mebel ukiran—sukar dikirim dalam protolan knock down!" "Belum lagi terkait persaingan global masalah promosi menjadi faktor mutlak!" timpal Amir. "Dukungan pemerintah untuk promosi mebel Indonesia di pasar dunia mungkin masih lebih besar harapan daripada realisasinya! 

Sementara untuk promosi sendiri, tentu masih berat bagi perajin! Akibatnya, ekspor mebel Indonesia menjadi pecundang melawan Vietnam dan Malaysia!" "Untuk itu, seperti juga dalam banyak bidang lainnya, dalam kegiatan ekspor mebel ini kita juga dituntut untuk banyak berbenah!" tegas Umar. 

"Bahkan berbenah dari membangun barisan baru perajin dengan mendidik dan melatih keterampilannya hingga bisa menghasilkan produk yang mampu bersaing global! Rekrutmen perajin baru itu penting untuk perluasan manfaat kenaikan ekspor mebel nantinya: tidak terbatas hanya dinikmati produsen lama yang itu-itu saja! Dalam perang dagang, jelas penting memperbesar pasukan!" ***
Selanjutnya.....

Misteri Hilangnya Pesawat Malaysia!


"MISTERI pesawat Boeing 777-200 milik Malaysia Airlines System (MAS) nomor penerbangan MH370 yang berangkat dari Kualalumpur, Sabtu (8/3), pukul 00.21 waktu Malaysia, dijadwalkan tiba di Beijing pukul 06.30, pada pukul 02.40 hilang kontak, sampai Selasa (11/3) sore belum jelas nasibnya!" ujar Umar. 

"Konferensi pers MAS yang dijadwalkan Selasa siang kemarin ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan!" "Setidaknya 34 pesawat dan 40 kapal dari berbagai negara—dua kapal di antaranya dari TNI AL—mencari saksama dalam radius 50 mil di koordinat pesawat diperkirakan jatuh!" timpal Amir. "Nasib pesawat MH370 justru kian tak jelas setelah tumpahan minyak sepanjang 12 km di lokasi itu dipastikan bukan dari pesawat yang hilang dengan 239 orang penumpang, termasuk awak itu."

"MAS merupakan penerbangan yang punya tingkat keamanan cukup baik di dunia, sedangkan pesawat 777-200 masuk kategori safest wide body aircraft!" tegas Umar. "Karena itu, adanya dua penumpang memakai paspor curian dan membeli tiketnya di Thailand jadi bumbu cerita memikat buat menarik misteri hilangnya pesawat ke cerita teroris! Kebenaran ceritanya tentu diuji hasil pencarian pesawat yang hilang!" "Meski kemungkinannya bukan mustahil!" tukas Amir. 

"Ketika hilang kontak, pilot yang dilengkapi berbagai sarana komunikasi tak sempat lagi menghubungi bandara asal maupun terdekat, bisa jadi itu akibat ledakan yang dilakukan teroris! Tapi memang, kalau itu yang terjadi, puing pesawat berserakan di permukaan laut!" 

"Kami doakan pesawat yang hilang segera ditemukan hingga kotak hitamnya bisa memberi informasi saat kritis seperti pada pesawat Airbus 330 Nomor Penerbangan AF447 dari Rio de Janeiro ke Paris 2009," ujar Umar. "Berdasar kotak hitam yang diteliti Badan Keselamatan Penerbangan Prancis, pesawat mengalami gangguan pada sensor kecepatan, tapi pilot baru menyadarinya setelah pesawat mengalami turbulensi di awan aktif dan pilot gagal mengatasinya manual sehingga tak terkendali dan akhirnya Pesawat AF447 spiral-dive menghujam ke laut!" 

"Pengamat penerbangan Indonesia Chappy Hakim (Kompas.com, 11/3) mengangkat musibah AF447 itu dan Turkish Air yang mendarat sebelum sampai landasan Bandara Schipol, sebagai kasus automation addiction—kecanduan menggunakan autopilot sehingga ketika darurat harus manual pilot gagal mengatasi masalah!" tukas Amir. 

"Menurut Chappy, di era penerbangan canggih sekarang, pilot menggunakan manual hanya 7—10 menit saat take off dan landing, sedang untuk penerbangan 9—10 jam yang dijalani sisanya diserahkan ke autopilot—itulah yang dicatat untuk lebih 10 ribu jam terbang pilot. Itu kisah AF447, tak terkait jam terbang pilot MAS MH370 yang tercatat 18 ribu jam lebih!" ***
Selanjutnya.....

Ulama Harus Selamatkan Bangsa!


"MAHFUD M.D., mantan ketua Mahkamah Konstitusi, mengimbau para ulama untuk turun tangan menyelamatkan situasi bangsa Indonesia yang memburuk!" ujar Umar. "Hal itu terlihat, ujarnya, negara Indonesia kaya tapi rakyat banyak yang miskin karena terjadi ketidakmerataan distribusi ekonomi!" (Antara, 7/3) 

"Menurut dia, ketidakadilan dalam struktur ekonomi menyebabkan masyarakat bertindak destruktif, misalnya melakukan kekerasan dan saling membunuh! Sebab itu, ulama dipanggil untuk membantu memperbaiki kondisi masyarakat!" timpal Amir. "Saran Mahfud, para ulama turun langsung menyadarkan masyarakat pelaksanaan pemilu untuk memperbaiki kondisi bangsa! Ulama harus membangun kesadaran politik di tengah-tengah kondisi masyarakat yang pragmatis!"

"Maksudnya tentu, sadarkan masyarakat pemilu itu peranti memperbaiki bangsa sekaligus memperbaiki nasib rakyat, karena itu suara jangan dijual, tapi gunakan sebaik-baiknya untuk tujuan tersebut!" tegas Umar. 

"Bagaimana cara menggunakan sebaik-baiknya suara dalam pemilu, ulama ajari lewat tausiahnya!" "Pemilu memang momentum untuk memperbaiki kondisi masyarakat bangsa melalui perubahan pemerintahan!" tukas Amir. 

 "Namun, perubahan pemerintahan saja tak cukup jika tak mampu mereformasi birokrasi sehingga birokrasi sebagai mesin pemerintahan benar-benar menjalankan visi dan misi pemerintah yang berkuasa! Pengalaman selama reformasi, penguasa gagal mengendalikan mesin birokrasi, hingga meski selama reformasi gonta-ganti pemerintahan, birokrasinya tetap saja bekerja seperti masa sebelum reformasi!" 

"Celakanya justru elite penguasa dan politikusnya tertular dan terjangkit wabah yang endemik pada birokrasi—KKN—itu!" tegas Umar. "Oleh sebab itu, kondisi bangsa pun rusak lebih parah, bahkan lebih buruk dari era sebelum reformasi!" 

"Untuk itu, saatnya amat tepat bagi ulama untuk bukan saja turun ke masyarakat membangun kesadaran pemilu sebagai jalan perbaikan nasib rakyat, melainkan juga menemui elite dan politikus mengingatkan jangan tertular wabah KKN dari birokrasi, sehingga sadar pentingnya reformasi birokrasi untuk segera dilakukan siapa pun yang tampil berkuasa!" tukas Amir. 

"Dengan visi dan misi yang benar dari pemenang pemilu, dilaksanakan dengan semestinya oleh birokrasi pemerintahan, kondisi masyarakat yang rusak akan mendapat perbaikan dan kesejahteraan rakyat niscaya akan meningkat!"
Selanjutnya.....

Syukuri, Rupiah Terus Menguat!


"MEMINJAM logika Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto bahwa perbaikan ekonomi Indonesia terakhir dengan simpul penguatan rupiah berkat pengaruh luar, karena faktor dalam negeri malah kontraproduktif—infrastruktur hancur di seluruh negeri, restrukturisasi ekonomi tak jalan, suku bunga tinggi pula!" ujar Umar. 

"Karena itu, penguatan rupiah yang berlanjut hingga Kamis (6/3) kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencapai Rp11.554 pantas disyukuri sebagai berkah!"

"Apalagi, menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, neraca perdagangan RI Januari 2014 kembali defisit!" timpal Amir. "Kalau cadangan devisa Februari mencapai 102 miliar dolar AS, naik dari 100,04 miliar dolar AS pada akhir 2013 (Kompas.com, 6/3) tak terlepas dari utang luar negeri (ULN) pemerintah dan swasta sebesar 7,2 miliar dolar pada dua bulan awal tahun, meski yang nyangkut di cadangan devisa kurang dari 2 miliar dolar!" 

"Selanjutnya, yang perlu diperhatikan soal kesempatan kerja yang harus bisa dibuka dengan perbaikan kurs rupiah tersebut!" tegas Umar. "Perlu diingatkan jumlah angkatan kerja Agustus 2013 sebesar 118,2 juta, naik 140 ribu dari Agustus 2012, dari orang yang bekerja 110,8 juta, jumlah orang yang bekerja turun 3,2 juta orang dari Februari 2013. 

Meski angka Februari 2014 belum keluar, dapat ditebak peningkatan pengangguran dari 5,92% pada Februari 2013 menjadi 6,25% pada Agustus 2013, sampai kini belum terjadi perbaikan yang berarti!" "Alasannya, karena pertumbuhan ekonomi 2013 turun menjadi 5,78% dibanding lebih 6% pada 2012. 

Sebab itu, kesempatan kerja yang bisa dihasilkan juga ikut turun!" timpal Amir. "Maksudnya, bagaimana dengan membaiknya ekonomi nasional dengan simpul perbaikan kurs rupiah itu diberi prioritas lewat usaha-usaha khusus untuk membuka lapangan kerja baru! 

Dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 6,25% tergolong masif, tertekan lagi oleh pertumbuhan yang lebih rendah bisa menjadi lebih masif!" "Usaha-usaha khusus untuk membuka lapangan kerja baru itu urgen karena kalau cuma bersandar cara alamiah lapangan kerja baru dibawa pertumbuhan ekonomi, banyak pihak memprediksi pertumbuhan tahun ini lebih rendah daripada tahun sebelumnya!" tegas Umar.

"Usaha-usaha untuk itu, selain yang hasilnya lapangan kerja permanen, cukup lumayan yang bersifat sementara untuk penyambung hidup seperti kesempatan melipat kertas suara pemilu! Meski nilai penghasilannya relatif kecil, artinya amat besar bagi penganggur!" ***
Selanjutnya.....

Guru, Kesulitan Kurikulum 2013!


"LAPORAN media dari Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta mengesankan guru selaku elemen utama pelaksanaan kurikulum 2013 masih mengalami kesulitan!" ujar Umar. "Mendikbud Mohamad Nuh yang dikutip menyatakan itu." (Kompas.com, 6/2) 

"Untuk mengatasi itu, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Sumapranata mengatakan dalam pelaksanaan kurikulum tersebut guru akan diberi pendampingan!" timpal Amir. "Pendampingan ini dimaksudkan supaya dijaga betul aplikasi kurikulum pada rel yang benar. Kurikulum 2013 ini komprehensif, jadi mesti dijaga betul dari berbagai sudut agar aman!"

"Kesulitan itu timbul salah satunya akibat perubahan sistem pengajaran. Kurikulum 2013 meninggalkan sistem lama yang instruksional dan menekankan pada aspek mencatat, kini menuntut guru untuk lebih kreatif merangsang kecerdasan murid!" tukas Umar. 

"Guru harus membuat siswa lebih aktif! Guru juga harus membuat suasana sekolah menjadi tempat belajar yang terasa nyaman!" "Hal yang membuat guru mengalami kendala dalam implementasi kurikulum 2013 sebenarnya tuntutan pada guru untuk menanamkan karakter dan budaya pada murid!" tegas Amir. 

"Patron—gambar model—karakter ideal itu tak cukup dalam kurikulum baru maupun penuangannya dalam turunan teknis lebih lanjut! Adanya cuma dalam retorika pejabat pendidikan bahwa tekanan kurikulum ini membangun karakter murid! Itu membuat guru sulit untuk mengamalkan dalam proses pengajaran pada murid!" 

"Faktor karakter yang diunggulkan itu kayaknya dalam kurikulum 2013 menjadi ilmu tak tertulis!" timpal Umar. "Mungkin karena itu perlu pendampingan guru senior sehingga karakter dijadikan sejenis ngelmu yang lakone kanthi laku—ilmu yang pengamalannya berdasar contoh nyata! 

Jadi karakter dari sosok nyata yang hidup dan bisa dilihat para murid yang dijadikan patron—gambar model—untuk pendidikan karakter!" "Contoh hidup untuk pendidikan karakter memang baik, tapi punya kelemahan, yaitu jika sosok patronnya itu tidak memenuhi gambaran ideal dalam persepsi murid—misalnya sosok Umar Bakri, meski punya karakter teladan apakah cukup inspiring buat murid secara umum?" tukas Amir. 

"Untuk semua itu jelas, penekanan faktor karakter dalam kurikulum baru tak cuma lebih besar dalam retorika pejabat! Tapi harus dituangkan dalam panduan yang mudah dipahami oleh semua guru agar tujuan kurikulum bisa tercapai!" ***
Selanjutnya.....

Lonjakan Utang Luar Negeri Dahsyat!


"DALAM dua bulan pertama tahun ini, jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia melonjak dahsyat. Menurut data Bloomberg, ULN dalam Januari dan Februari 2014 bertambah 7,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp82 triliun!" ujar Umar. 

"Perinciannya, pemerintah 4 miliar dolar AS lewat penerbitan global bond pada awal tahun dan utang swasta 3,2 miliar dolar AS—dengan 2,9 miliar dolar AS utang sindikasi bank untuk perusahaan Chairul Tanjung!" (Kompas.com, 6/3)

"Selamat kita ucapkan kepada pemerintah dan swasta yang memasukkan dolar sebanyak itu dalam waktu singkat, yang langsung menurunkan defisit neraca berjalan (current account)," timpal Amir. "Dengan itu hampir bisa dipastikan defisit neraca berjalan sudah berada di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB), kondisi yang semakin mendekati ideal! 

Ketegangan nasional akibat tekanan defisit neraca berjalan pun berhasil dikendurkan!" "Menarik di balik itu, porsi ULN sektor swasta terus meningkat," tukas Umar. "Menurut data Bank Indonesia (BI), porsi utang swasta pada 2013 mencapai 53,21% atau naik menjadi 140,51 miliar dolar AS, dibanding 2012 sebesar 126,25 miliar dolar AS atau 50% dari total utang!" 

"Pergeseran beban ULN ke pihak swasta itu merupakan gejala sehat karena selain mencerminkan tingkat kepercayaan internasional yang baik kepada para pengusaha Indonesia, juga terlihat pergeseran peran dalam pengelolaan ekonomi nasional dari gejala etatisme warisan Orde Baru ke sektor swasta secara lebih signifikan!" tegas Amir. 

"Kemampuan menggali sumber dana dari luar negeri yang bersuku bunga rendah untuk pengembangan bisnis domestik amat penting untuk menyegarkan sistem ekonomi kita dari tekanan suku bunga tinggi! Di Jepang, misalnya, suku bunga acuan Bank Sentral-nya hanya 0,50%, di AS terakhir ini bahkan sempat 0,25%, dibanding di negeri kita sekarang ini 7,5%!" 

"Utang untuk swasta dari sindikasi bank jelas lebih ringan dari menghimpun dana lewat tabungan atau deposito yang bunganya bersaing untuk menarik nasabah!" tegas Umar. "Malah bunga obligasi (bond) untuk pinjaman pemerintah dari pasar bebas, lebih-lebih pemerintah negara berkembang, bunganya relatif tinggi. Obligasi pemerintah RI, misalnya, bunganya harus dibayar sekitar 9%/tahun! 

Jadi, pergeseran ULN dan peran dalam pengelolaan ekonomi nasional secara bertahap juga meringankan beban utang negara!" "Tapi kenapa global bond pemerintah awal tahun ini malah jauh lebih besar dari utang swasta?" kejar Amir. 

"Itu menguji kepercayaan pasar global pada pemerintah pada masa akhir periode berkuasanya!" tegas Umar. "Ternyata dengan tingkat suku bunga yang menarik pasar masih percaya!" ***
Selanjutnya.....

Pemerintah Rebut Sertifikasi Halal!


"PEMERINTAH, dalam hal ini Kementerian Agama, berusaha merebut pemberian sertifikat halal pada produk makanan yang selama ini diberikan Majelis Ulama Indonesia—MUI!" ujar Umar. "Kata Menteri Agama Suryadharma Ali, pemerintah yang berhak menerbitkan sertifikat halal! Meski nantinya, ujar Menteri, MUI diberi fungsi memberi rekomendasi!" (MetroTV, 4/3) 

"Menanggapi itu, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin akan legawa atau menerima jika pemerintah ingin mengurusi sertifikasi halal. Kata Din, MUI tidak mau berebut kewenangan dengan pemerintah!" timpal Amir. "Seandainya pemerintah, Kementerian Agama ngotot, ujar Din, sebagai Ketua Umum MUI saya akan mengusulkan pada organisasi, serahkan saja semua. Ambil saja semua!" (Kompas.com, 5/3)

"Pemberian sertifikasi halal selama ini lancar, didasarkan pada fatwa MUI," tegas Umar. "MUI punya Komisi Fatwa terdiri dari ahli-ahli hukum Islam dari berbagai ormas Islam. Kalau Kementerian Agama mau menjadi penerbit sertifikat halal, berarti harus membentuk badan baru sejenis Komisi Fatwa MUI, mungkin dewan syariah, lengkap dengan laboratorium dan tim ahli lintas disiplin ilmu untuk menjadi pelaksananya!" 

"Betapa naif kalau hal itu dilakukan hanya untuk merebut dari MUI aliran dana dari perusahaan yang mengurus sertifikat halal buat produknya!" kata Amir. "Naif, karena sebenarnya Kementerian Agama sudah punya dana abadi puluhan triliun dari pengelolaan haji, masak recehan dari sertifikasi halal saja mau direbutnya!" 

"Soal kewenangan sebenarnya pengakuan rakyat—seperti yang dimiliki MUI—jelas lebih tinggi dari kewenangan formal yang juga bersumber dari kekuasaan yang bertolak dari kedaulatan rakyat!" tegas Umar. "Karena itu, sesuatu yang sudah dikelola masyarakat, apalagi oleh organisasi dengan integritas dan kredibilitas sebaik MUI, pemerintah tak perlulah cawe-cawe merampasnya! 

Sebaliknya, pemerintah berkewajiban membinanya, kalau ada yang masih kurang disempurnakan!" "Tapi motif merebut uang receh di balik sertifikasi halal itu muncul dari berbagai penjuru!" timpal Amir. "Contohnya, 2006 di DPR muncul RUU Jaminan Produk Halal dari usul inisiatif DPR, sampai kini belum disahkan! 

Selain karena penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari UU itu kecil sekali, lembaganya harus dibentuk departemen mana tak kunjung disepakati! Mungkin, untuk mengklaim sebagai pelaksananya Kementerian Agama harus mengegolkan dulu RUU tersebut!"
Selanjutnya.....

Usaha Memaknai Bonus Demografi!


"KEPALA Bappenas Armida Alisjahbana menyatakan dalam 2012—2035 Indonesia mendapat bonus demografi, masa ideal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa!" ujar Umar. "Bonus demografi dimaksud ketika struktur penduduk setiap 100 orang usia produktif menanggung di bawah 50 orang usia nonproduktif—di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun!" (Antara, 7/2) 

"Banyak negara berhasil memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, seperti Jepang, Eropa Barat, dan BRIC—Brasil, Rusia, India, dan China!" timpal Amir. "Indonesia dinilai belum optimal memanfaatkan bonus demografi. Separuh tenaga kerja hanya tamatan sekolah menengah pertama. Anak usia di bawah lima tahun yang badannya pendek masih 35,6%, memperlihatkan rendahnya tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Angka indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia di bawah rata-rata Asia Timur dan Pasifik, bahkan jauh di bawah negara tetangga ASEAN! IPM untuk melihat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan, mengukur pembangunan sosial dan ekonomi!" (Kompas, Tajuk, 4/3) 

"Untuk mengoptimalkan bonus tersebut tentu investasi pemerintah harus lebih tinggi dari yang telah dilakukan selama ini, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, kependudukan, keluarga berencana, dan ekonomi!" tegas Umar. 

"Pemerintah boleh saja mengklaim telah maksimal melakukan investasi di bidang-bidang tersebut, tapi terpenting hasilnya, masih jauh dari optimalisasi terhadap bonus demografi dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan! Artinya, masih perlu penekanan yang lebih serius untuk optimalnya bonus itu!" 

"Hal langsung dalam usaha optimalisasi bonus demografi adalah penciptaan lapangan kerja!" timpal Amir. "Soalnya, meski usia produktif jumlahnya ideal, kalau kebanyakan menganggur, bukannya mereka menjadi penanggung kelompok nonproduktif, tapi malah ikut jadi beban bagi sesama usia produktif!" 

 "Celakanya tingkat pengangguran terbuka (TPT) kita menurut BPS justru meningkat, dari 5,92% pada Februari 2013 menjadi 6,25% pada Agustus 2013, atau bilangan absolutnya TPT sebanyak 7,39 juta orang dari total angkatan kerja 118,9 juta orang, sedang yang bekerja 110,80 juta orang! Kalau angka pengangguran tinggi, bonus demografinya jadi kurang efektif!" tegas Umar. 

"Berarti dalam kurun 2012-2035 itu harus fokus membangun peningkatan kapasitas manusia! Jangan lagi terlena oleh retorika dan intrik politik!"
Selanjutnya.....

Komitmen Afsel, Palestina Merdeka!


"MENGHARUKAN! Setelah berkisah kerasnya perjuangan rakyat Afrika Selatan meraih kemerdekaan yang 20 April nanti genap 20 tahun, menteri luar negerinya Maite Nkoana Mashabane menukas, tetapi kemerdekaan kami belum komplet tanpa kemerdekaan Palestina!" kutip Umar. "Komitmen itu ia tegaskan di depan Menlu RI Marty Natalegawa, Menlu Jepang Rumio Kishida, dan Menlu Palestina Moshe Yaloon di Conference Among East Asia Countries for Palestinian Development (CEAPAD)-II di Jakarta, Sabtu." (Kompas.com, 1/3) 

"Kehadiran Mashabane di Jakarta untuk meluncurkan program New Asia-Africa Strategic Partnership (NAASP) fase kedua mengenai pembangunan Palestina yang dilakukan dalam pelaksanaan CEAPAD," timpal Amir. "Sebelumnya dukungan pada Palestina dari peserta CEAPAD, negara-negara ASEAN, Jepang, dan China. CEAPAD dimotori Jepang untuk membangun kesadaran membantu rakyat Palestina melalui bantuan kemanusiaan, ekonomi, dan pelatihan tenaga kerja!"

"Kemerdekaan Afrika Selatan, seperti juga kemerdekaan Indonesia, dicapai lewat perjuangan penuh pengorbanan jiwa dan raga melawan penjajah kejam, menjadi inspirasi yang sebanding bagi perjuangan kemerdekaan Palestina melawan Yahudi Israel yang bengis!" tegas Umar. 

"Afrika Selatan yang baru diakui masuk negara emerging forces bersama Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC), menjadi kekuatan penting bersama China dan Jepang yang terpadu mendukung perjuangan Palestina dalam NAASP!" "Dukungan pada Palestina dari luar dunia Arab dan Islam amat strategis, terutama untuk menyadarkan para pembela Israel, yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, atas segala kekejian Israel terhadap rakyat Palestina!!" tukas Amir. 

"Sekian tahun hingga kini Israel memblokade ekonomi Jalur Gaza, setiap warga Gaza mulai hidup normal kembali diserang dengan artileri berat dan serangan udara hingga luluh lantak! Di Tepi Barat, setiap Israel mempersempit wilayah Palestina dengan membangun perumahan baru! Untuk semua kekejian Israel itu, para pembelanya selalu tutup mata, bahkan memberikan pembenaran!" 

"Karena itu, gugusan-gugusan pendukung perjuangan rakyat Palestina seperti CEAPAD yang dimotori Jepang dan NAASP yang digalang Afrika Selatan menjadi penting bagi menyadarkan para pembela Israel bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa!" tegas Umar. "Palestina juga harus merdeka seperti Afrika Selatan, Indonesia, dan negara-negara merdeka lainnya di muka bumi!" ***
Selanjutnya.....

Pasal Gila Juga Ada di RUU KUHAP!


"MA—Mahkamah Agung—juga resah dengan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP di DPR, justru atas apa yang disebut Hakim Agung Artidjo Alkostar, ketua Kamar Pidana MA, sebagai ‘pasal gila’!" ujar Umar. "Itu terkait Pasal 250 Ayat (3) RUU KUHAP, yang memangkas kewenangan MA! MA tak boleh memvonis hukuman lebih berat dari pengadilan di bawahnya!" (MI, 1/3). 

"Putusan kasasi Artidjo dan kawan-kawan di kamar pidana MA yang agaknya menjadi sasaran para penyusun RUU!" timpal Amir. "Artidjo adalah ketua Majelis Kasasi yang memperberat hukuman Gayus Tambunan dari 10 tahun menjadi 12 tahun penjara, menggandakan vonis Anggodo Widjojo dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara, bahkan melipattigakan vonis Angelina Sondakh dari 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta menjadi 12 tahun penjara dan uang pengganti Rp37 miliar!"

"Peningkatan luar biasa berat hukuman Angelina Sondakh dari partai berkuasa yang memerintah sekaligus anggota DPR itu kemungkinan yang membuat gelagat pemerintah dan DPR ngotot membahas dan mengesahkan revisi KUHAP dan KUHP itu, tak peduli kecaman sekeras apa pun dari luar, karena pihak yang bisa terjerat hukuman seberat itu cuma dari kalangan pemerintah dan DPR yang bisa bermain kekuasaan, seperti Angelina Sondakh!" tukas Umar. 

"Itu sejalan dengan pemikiran Lord Acton, power tend to corrupt, artinya hanya orang yang punya kekuasaan bisa terjerat penyalahgunaan kekuasaan—abuse of power!" "Karena itu, KPK berpasangan dengan MA yang sedemikian sama kerasnya menindak abuse of power di kalangan pemerintah dan politisi harus dikebiri kewenangannya agar para pejabat pemerintah dan politisi, setidaknya periode terakhir ini, bisa aman dari ancaman jerat KPK dan MA tersebut!" timpal Amir. 

"Dengan gelagat sedemikian, semakin keras protes dan kecaman dari luar atas pembahasan kedua RUU, akan semakin serius pula percepatan pengesahannya menjadi UU dilakukan!" "Shock Angie, itulah yang mendorong revisi dua UU yang sudah demikian lama dikesampingkan tiba-tiba dipaksakan!" tukas Umar. 

"KUHP memang warisan penjajah Belanda! Sedang KUHAP, kalau ada anggota DPR menyebut di televisi warisan Belanda, keliru! KUHAP kita UU No. 8/1981, Lembaran Negara 1981 No. 76, TLN No. 3209! Namun, revisinya ikut dipaksakan sekarang karena ada kewenangan MA bersama polisi, jaksa, dan KPK di dalamnya yang menjadi biang shock Angie sehingga harus dikebiri! Revisi KUHAP, dari usia UU-nya memang tampak tergesa-gesa!" ***
Selanjutnya.....