Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Korban Perasaan Pemimpin! (2)

"DALAM sistem oligarkis, kepemimpinan orang yang didaulat sebagai penguasa utama di partai politik mirip raja!" ujar Umar. "Setiap kata dan tindaknya titah yang harus dilaksanakan oleh pengurus partainya! Setiap pengurus di partainya merupakan abdi dalem, harus berbakti kepada penguasa utama tersebut!" 

"Dengan semua orang dalam partainya patuh dan taat tanpa reserve pada sang penguasa utama, bahkan dilengkapi sikap pejah gesang nderek kanjeng sinuwun—hidup mati ikut penguasa tumpuan permohonan—iklim demokratis dalam tubuh partai semata pseudomatika, hanya seolah-olah!" timpal Amir. "Sementara kata putus segala sesuatu dalam partainya, baik soal kebijakan partai sampai restu bagi kader maju ikut pilkada, semua ada di tangan penguasa utama!"

"Dalam sistem oligarkis seperti itu, aneh kalau ada sebuah kebijakan untuk membawa walk out fraksi partainya di DPR yang beranggota lebih 100 orang hanya diputuskan sendiri oleh ketua fraksi—atau apalagi hanya oleh juru bicara fraksi!" tukas Umar. 

"Jika kemudian dibentuk tim mencari siapa yang bertanggung jawab membawa fraksi itu walk out, publik mudah menebak hal itu dilakukan untuk merehabilitasi kesan masyarakat yang telanjur menilai pasti penguasa utama yang memutuskan!" 

"Namun, lebih fatal lagi akibat absolutnya kekuasaan penguasa utama, partai-partai politik bisa mereka bawa keluar jalur yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, termasuk konstituennya sendiri, hanya demi melampiaskan perasaan bahkan dendam para oligarkis semata, seperti diurai tulisan pertama!" lanjut Amir. 

"Celaka bila political decay—pembusukan politik—itu telah terjadi secara nasional, rakyat tidak punya pilihan lain karena semua partai telah jadi oligarkis!" "Dalam hal ini, bisa saja penguasa utama (oligarki) dalam sebuah partai bukan hanya sesosok tokoh, melainkan sekelompok tokoh yang bersekongkol membawa partai ke arah berlawanan dengan kepentingan rakyat dan konstituennya!" timpal Umar. 

"Jika itu terjadi, gejala pembusukan politik oligarkis telah mencapai tingkat terburuk! Dalam kondisi sedemikian, rakyat tak mendapat apa pun dari setiap kebijakan politik, kecuali kemunduran!" "Akibatnya, dari setiap langkah yang dibuat secara konspiratif, rakyat hanya bisa pasrah menjadi korban pelampiasan perasaan para oligarkis!" tegas Amir. "Malang nian rakyat yang dicengkeram para penguasa oligarkis!" *** (Habis)
Selanjutnya.....

Rakyat Korban Perasaan Pemimpin!

"DALAM realitas kepartaian yang oligarki, seperti kekuasaan multikompleks SBY atas Partai Demokrat dan Megawati atas PDIP, sebuah pilihan keputusan menyelamatkan kedaulatan rakyat bisa dikorbankan demi melampiaskan perasaan sang pemimpin!" ujar Umar. "Gejala itulah yang cenderung terjadi hingga kedaulatan rakyat dengan hak memilih langsung kepala daerahnya gugur dalam voting DPR pekan lalu!" 

"Pernyataan SBY di YouTube dua pekan sebelumnya mendukung pilkada langsung oleh rakyat dengan alasan keinginan publik yang kuat untuk itu secara nyata bisa ditangkap sebagai isyarat membuka ruang rekonsiliasi dengan tokoh yang telah lama mencuekinya, Megawati!" timpal Amir.

"Tapi perasaan Megawati ternyata terlalu keras untuk menerima tawaran rekonsiliasi dari SBY itu! Bahkan, sampai ketulusan SBY untuk rekonsiliasi itu diperkuat lagi dengan konferensi pers Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mendukung pilkada langsung oleh rakyat dengan 10 syarat, peluang untuk rekonsiliasi itu tak digubris Megawati!" 

"Bahkan, sampai pada detik-detik yang sangat menentukan perlunya perubahan perasaan Megawati terhadap SBY demi menyelamatkan nasib kedaulatan rakyat dalam pilkada, sikap Megawati yang telah mengkristal sebagai prinsip itu rupanya tak bisa berubah lagi!" tegas Umar. 

"Maka terjadilah peristiwa dramatis di DPR, Fraksi Demokrat walk out sebagai ekspresi dari rasa kecewa SBY tawaran rekonsiliasinya tak dihargai oleh Megawati!" "Jadi tampak jelas, kepentingan nasional sebesar nasib kedaulatan rakyat bisa dikorbankan demi lebih mementingkan perasaan kedua pemimpin oligarki!" tukas Amir. 

"Namun, juga segera terlihat kesalahan bukan semata pada sang pemimpin yang lebih menonjolkan perasaannya ketimbang nasib kedaulatan rakyat, melainkan lebih pada sistem politik oligarki yang membuat kemungkinan seperti itu bisa terjadi!" 

"Pandangan demikian menjadikan sidang paripurna DPR hingga hasil voting dini hari 26 September itu menjadi keharusan sejarah, bagi pembelajaran bangsa untuk keluar dari sistem politik oligarki jika ingin menjunjung kedaulatan rakyat!" simpul Umar. 

 "Sejauh sistem politik masih kepartaian oligarki, kedaulatan rakyat yang ditegaskan eksistensinya pada UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) itu akan selalu bisa dikalahkan oleh perasaan para oligarki, seperti juga kelompok yang membalas kekalahan di pemilu presiden dengan merampas kedaulatan rakyat!" ***
Selanjutnya.....

Membalik Reformasi ke Orde Baru!

"SIKAP yang diambil Fraksi Demorat di DPR secara tak langsung memperlihatkan SBY ingin membalik reformasi ke rezim Orde Baru!" tegas Ray Rangkuti, direktur Eksekutif Lingkar Madani, dikutup Umar. "Bagi pengusung pilkada langsung, tak ada yang disesali kecuali tindakan cuci tangan SBY, tukasnya. Sayang, di ujung masa bakti Fraksi Demokrat di DPR dan Presiden SBY, memberi kado buruk bagi 80 persen rakyat Indonesia yang mendukung pilkada langsung!" (Kompas.com, 26/9) 

 "Jelas, tegas Ray, cara berpolitik ala SBY ini jauh dari kesantunan dan jauh pula dari upaya memberi contoh yang baik dalam demokrasi!" timpal Amir. "Politik lain di bibir lain di tindakan ini, menurut Ray, hanya membuat substansi politik jadi terpinggirkan!"

"Pada awalnya, Partai Demokrat memang menyatakan mendukung perubahan dari pilkada langsung jadi oleh DPRD, sejalan Koalisi Merah Putih!" tukas Umar. 

"Tapi, dua minggu lalu melalui Youtube SBY berkata, dirinya menangkap aspirasi publik yang masih ingin kepala daerah dipilih langsung! Ia pun menegaskan Demokrat akan mengikuti arus publik!" "Mengikuti haluan baru Ketua Umum Partai Demokrat itu, Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan jumpa pers menyatakan partainya mengubah sikap politik jadi mendukung pilkada langsung oleh rakyat dengan 10 syarat!" sambut Amir. 

"Opsi 10 syarat itu ternyata yang kemudian dijadikan alasan Demokrat walk out meninggalkan gelanggang perjuangan mempertahankan kedaulatan rakyat lewat pilkada langsung!" "Rakyat yang menurut jajak pendapat Lingkar Survei Indonesia 81% masih mendukung pilkada langsung, jelas amat kecewa!" timpal Umar. 

"Usai tindakan buruk Demokrat di DPR itu media sosial ramai menyesalkan dengan twit langsung ke SBY, seperti yang dikutip Kompas.com: @almaujudy: Peninggalan Pak @SBYudhoyono untuk Indonesia, Pilkada Tak Langsung. Udah Pak gak perlu nyalon jadi Ketua Umum PBB." 

 "Lain lagi twit @titianggraini: Yg harus bertanggung jawab atas mundurnya demokrasi Indonesia a/ Gamawan Fauzi & @SBYudhoyono. Bapak2 anda yg menabuh genderang RUU Pilkada," tambah Amir. "Lalu, @rasamanda: Demokrasi Indonesia telah mati. Terimakasih @SBYudhoyono dan para dewan yang terhormat anda telah membunuhnya..." 

 "Berkat Demokrat walk out, Koalisi Merah Putih menang mudah dalam voting DPR, demokrasi mundur ke Orde Baru!" tukas Umar. "Selamat pesta kemenangan!" ***
Selanjutnya.....

Drama Demokrat Kecoh Rakyat !

"JUMAT dini hari, Partai Demokrat walk out dari paripurna DPR setelah skors kedua dibuka kembali pimpinan sidang!" ujar Umar. "Juru Bicara Fraksi Demokrat Benny K. Harman menyatakan pilihan itu karena usaha menjadikan dukungan pada pilkada langsung oleh rakyat dengan 10 syarat mutlak tak dijadikan opsi tersendiri!"

"Pernyataan Benny opsi Demokrat untuk pemilihan langsung dengan 10 syarat mutlak seusai skors pertama dibantah Fraksi PDIP, PKB, dan Hanura!" timpal Amir. "Ketiga fraksi itu tegas menyatakan mendukung sepenuhnya opsi Demokrat! Sebaliknya, Fahri Hamzah dari PKS dan Ahmad Yani dari PPP menegaskan telah disepakati sejak awal dua opsi, pilkada langsung oleh rakyat atau oleh DPRD! Tak bisa seenaknya menambah opsi baru!"

"Saat itu, pimpinan sidang Priyo Budi Santoso mengetuk palu mengesahkan dua opsi tersebut! Para pendukung opsi Demokrat pun protes, minta pengesahan dua opsi itu dibatalkan! Sidang diskors lagi!" tukas Umar. "Saat sidang dibuka lagi dan Priyo mencabut putusan tentang dua opsi, Benny Harman malah menyatakan walk out dengan alasan 10 syarat mutlak yang mereka ajukan tak bisa dimasukkan UU Pilkada!"

"Seketika drama yang dimainkan Partai Demokrat terasa mengecoh rakyat!" tegas Amir. "Sebab, pernyataannya selama ini bahwa partainya mendukung pilkada langsung terkesan kuat hanya sandiwara, dengan terbukti, pada saat genting opsi mempertahankan kedaulatan rakyat itu dengan mudah mereka korbankan dengan lebih mengutamakan 10 syarat yang mereka paksakan tak diterima sidang!" 

"Kesan begitu menohok!" timpal Umar. "Politikus Partai Demokrat pasti tahu, pemaksaan kehendak mutlak-mutlakan itu bukan sikap demokratis! Tapi langkah itu dipilih karena memang hanya sebagai sandiwara agar perampasan kedaulatan rakyat tak mereka lakukan mencolok lewat opsi Koalisi Merah Putih. Tapi sama saja, lewat memaksakan 10 syarat mutlak Demokrat melucuti kedaulatan rakyat!"

"Pokoknya agenda merampas kedaulatan rakyat atas haknya memilih langsung kepala daerah telah sukses dilakukan DPR dengan hasil voting 135 lawan 226!" tukas Amir. "Agenda selanjutnya, dinyatakan seorang anggora DPR, hak rakyat memilih langsung presiden dikembalikan dipilih MPR. Tapi untuk itu jangan pula lebih dahulu mengamendemen UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2), dari bunyi aslinya kedaulatan berada di tangan rakyat, diganti menjadi kedaulatan di tangan DPRD, dan di tangan partai politik!" ***

Selanjutnya.....

Penurunan Kemiskinan Melambat!

"LAJU penurunan kemiskinan dalam dua tahun (2012—2013) hanya 0,7%! Itu terendah dalam 10 tahun terakhir!" ujar Umar. "Dalam konferensi Bank Dunia Big Ideas, Bersama Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan di Jakarta Selasa (23/9) terungkap, penurunan kemiskinan itu melambat diiringi ketimpangan yang tercepat di Asia Timur!" (Kompas, 24/9) 

"Pelambatan penurunan kemiskinan di Indonesia itu terjadi dari tahun 2000 sampai 2011 rata-rata turun 0,9% per tahun, sedang dalam dua tahun (2012—2013) kemiskinan hanya berkurang 0,7%," timpal Amir. "Seiring dengan itu, laju ketimpangan juga semakin cepat dari tahun 2000 pada Indeks Koefisien Gini 0,30, pada 2013 sudah menjadi 0,41."

"Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves menilai Indonesia telah berkembang pesat hingga menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk kelompok 20 negara dengan PDB terbesar di dunia," kutip Umar. 

"Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir belum mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Penurunan kemiskinan sejak dua tahun lalu (2012—2013) hanya 0,7%. Sementara penurunan tingkat kemiskinan kurun 1999—2012 dari 24% jadi 12%." 

"Terungkap di konferensi Bank Dunia itu, dampak rendahnya penurunan tingkat kemiskinan itu 68 juta warga Indonesia rentan jatuh miskin dengan pendapatan hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan keluarga miskin," tegas Amir. 

"Guncangan ekonomi pada warga rentan itu, seperti jatuh sakit, bencana, dan kehilangan pekerjaan, berpotensi membuat kelompok penduduk itu kembali jatuh miskin!" "Artinya, warga rentan yang mudah tergelincir masuk jurang di bawah garis kemiskinan jumlahnya lebih dua kali lipat dari warga di bawah garis kemiskinan!" timpal Umar. 

"Melambatnya penurunan kemiskinan dan membengkaknya warga rentan itu salah satu penyebabnya karena program penanggulangan kemiskinan praktis hanya ditangani pusat lewat PNPM. Di provinsi, kecil anggarannya, paling hanya live show bedah beberapa rumah dan sejenisnya! 

Kabupaten dan kota banyak berbasa-basi pun tidak, kecuali sebagian kecil seperti Tulangbawang yang mendanai Rp200 juta/kampung/tahun dan Metro Rp1,1 miliar/kelurahan/tahun!" "Kalau program provinsi dan kabupaten/kota dalam penanganan kemiskinan tak berubah," kata Umar. "Pelambatan penurunan kemiskinan dan percepatan ketimpangan akan terus berlanjut!" ***
Selanjutnya.....

Siap Menerima Apa pun Terjadi!

"HARI ini, Kamis, 25 September 2014, DPR dijadwalkan voting UU Pilkada dengan dua opsi: kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD," ujar Umar. "Seluruh rakyat Indonesia diharapkan siap menerima apa pun yang terjadi, opsi mana pun yang memenangkan voting menjadi hasil pilihan bangsa!" "Setuju!" sambut Amir. 

"Andaikan Koalisi Merah Putih menang voting sehingga bangsa Indonesia harus kembali ke zaman Orde Baru pemilihan kepala daerah oleh DPRD, rakyat harus merayakannya dengan sukacita! Kalau ada yang kurang puas mau menggugat ke MK, dipersilakan! Namun, ketenteraman masyarakat maupun kerja hakim MK harus dijaga, tak melakukan aksi massa anarki, apa pun bentuknya!"

"Demikian pula kalau sebaliknya, pihak pembela kedaulatan rakyat yang menang voting!" sambut Umar. "Semua pihak harus saling menghormati dan menerima hasil voting! Dengan demikian, apa pun hasil voting sebagai putusan, diakui dan diterima sebagai keputusan bersama semua komponen bangsa!" 

"Itulah sikap demokratis! Siap menang siap kalah!" tegas Amir. "Selanjutnya, biduk lalu kiambang bertaut! Artinya, setelah pilihan diputuskan, semua unsur bangsa bersatu padu kembali, tak ada lagi perbedaan mengenai masalah yang telah diputuskan, apalagi permusuhan! Tidaklah demokratis sikap yang melanggengkan persaingan dalam demokrasi menjadi permusuhan laten antaranak-bangsa!" 

"Apalagi kalau sifat bermusuhan tersebut dilembagakan dalam dendam kesumat sehingga pihak yang kalah berusaha selalu mengganggu apa pun pelaksanaan hasil kemenangan yang diraih lawan atau musuhnya!" timpal Umar. 

"Bangsa ini akan makin terpuruk jauh ketinggalan dari bangsa-bangsa lain kalau setiap yang mendapat kesempatan menjadi sais selalu diganjal pesaing! Padahal, posisi bangsa kita dalam indeks pembangunan manusia (IPM) kini masih di bawah Palestina!" 

"Karena itu, harus ada awal perubahan sikap semua anak bangsa untuk menerima sebagai milik bersama hasil setiap proses demokrasi!" tegas Amir. "Diakui, tidak mudah untuk itu! Di negeri pendahulu demokrasi sendiri, AS, program Jaminan Kesehatan Nasional Obama diganjal kubu Republik di parlemen! 

Tetapi tidak berlebihan, sebelum Pemilu Presiden 2014, sejarah mencatat bangsa Indonesia terpadu dalam kesatuan tanpa gejala dendam politik! Jadi, kalau ada yang kuat untuk kembali ke Orde Baru, tentu tak terlalu sulit untuk kembali ke semangat kesatuan sebelum Pilpres 2014!" ***
Selanjutnya.....

Indonesia Impor Ikan Asin Inggris!

"SEJAK 2009 ternyata Indonesia sudah mengimpor ikan asin!" ujar Umar. "Tak kepalang pula, ikan asin itu didatangkan dari Inggris, Jepang, Singapura, dan Hong Kong!" (detik.com, 23/9). "Impor ikan asin itu tinggal soal waktu saja, setelah negeri kita yang dua pertiga wilayahnya laut sudah mengimpor garam lebih dari 90% kebutuhannya!" timpal Amir. 

"Impor ikan asin bukan mustahil akibat perubahan iklim, ombak jadi ganas, nelayan kita sering tak berani melaut!" "Nelayan jadi tidak melaut bukan cuma karena cuaca buruk, tapi lebih sering karena solar untuk perahunya sukar didapat, akibat pasokan solar nelayan tersendat, bawa jeriken ke SPBU umum tak dilayani!" tukas Umar. "Dengan demikian, kekurangan pasokan ikan asin terjadi sistematis di balik permainan mafia migas dan pembatasan BBM bersubsidi dalam rangka menjaga batas kuotanya!"

"Tapi bangsa Indonesia sekarang sudah imun dengan berita impor pangan! Nyaris segalanya produk pertanian diimpor meski kita negara agraris, juga produk lautan tanpa kecuali kita negeri maritim!" timpal Amir. "Alasan kenapa kita tidak alergi impor segala produk yang seharusnya bisa dipenuhi negeri sendiri itu, karena konon sejak nenek moyang sudah impor garam sehingga bibir orang Indonesia tak asing menyebut garam inggris!" 

"Guyon begitu hanya untuk justifikasi keteledoran pamong pembuat kebijakan, sekaligus kemalasan dan kelemahan warga mengantisipasi kekurangan atas aneka kebutuhan pokok hingga usaha mengatasinya selalu ketinggalan oleh ruwetnya masalah!" tegas Umar. 

"Karena itu, mendesak dibentuk kementerian tetek bengek untuk mengurusi hal-hal tercecer yang tak tertangani kementerian bidang yang sibuk dengan hal-hal besar!" "Setali tiga uang, itu guyon solusi dari guyon!" sambut Amir. 

"Dengan cara pikir begitu, bangsa kita tak kunjung maju, berputar-putar di lingkaran yang sama!" "Lebih baik berputar di lingkaran yang sama daripada mundur terus dalam segala bidang!" tegas Umar. "Tahun 1980-an Indonesia mendapat penghargaan PBB karena swasembada pangan, kini dari beras, gula, garam, kedelai, buah-buahan, sayuran, daging, sampai ikan asin, total lebih 70 komoditas pertanian kita harus impor! 

Bahkan elite politik melengkapkan kita sebagai bangsa undur-undur—segala serbamundur! Setelah era reformasi kedaulatan rakyat ditegakkan lewat kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, kini dipaksa mundur ke era Orde Baru kepala daerah dipilih DPRD!" ***
Selanjutnya.....

Dipilih Rakyat, Merampas Rakyat!



"DENGAN premis palsu, parpol Koalisi Merah Putih yang baru dipilih rakyat di Pemilu Legislatif 9 April, pada voting di DPR 25 September lusa akan merampas kedaulatan rakyat memilih langsung kepala daerah, dialihkan dipilih DPRD!" ujar Umar. "Premis palsu itu menyebutkan pemilukada langsung oleh rakyat gagal membawa kebaikan bagi Indonesia, karena boros biaya, jadi biang politik uang, dan menyulut konflik horizontal!"

"Premis yang mereka buat sebagai dasar perjuangan di parlemen itu palsu, karena biaya besar utama yang harus dikeluarkan justru untuk parpol itu sendiri!" timpal Amir. "Yakni, biaya sewa perahu, syarat mutlak bagi calon untuk diusung parpol dalam pemilukada! Lalu politik uang, merupakan cara politikus mendapatkan dukungan, jadi bukan rakyat yang bermain uang! Sedang konflik horizontal, amat jarang terjadi—paling banter satu atau dua kasus dari setiap seratus pemilukada, itu pun disulut politikus yang kalah! Juga bukan ulah rakyat"

"Jadi premis yang ditimpakan seolah akibat rakyat memilih langsung kepala daerah itu, sebenarnya semata akibat ulah dan kelakuan buruk politikus sendiri!" tegas Umar.

"Lebih buruk lagi, premis palsu itu dibuat dan diperjuangkan semata akibat kecewa kalah dalam pemilu presiden yang baru usai! Jadi, sifatnya hanya ulah untuk merepotkan pemenang pilpres! Sebab, menurut para pakar, kalau Koalisi Merah Putih menang pilpres, langkah politik dengan premis palsu itu takkan ada!"

"Alangkah konyolnya sistem politik negeri ini kalau ada suatu kelompok politik yang relatif besar, secara sengaja menggunakan kekuatannya hanya untuk mengganggu bahkan mengganjal usaha pemerintah menyejahterakan rakyatnya!" tukas Amir.

"Apalagi kalau langkah awal perjuangan tersebut dimulai dengan merampas kedaulatan rakyat!" "Melucuti kedaulatan rakyat itu mungkin penting bagi paradigma politik Koalisi Merah Putih ke depan, karena menurut pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti, parpol Koalisi Merah Putih yang tetap mendorong pilkada lewat DPRD akan terpuruk saat Pemilu 2019 mendatang!" (Kompas.com, 21/9) timpal Umar.

"Dengan pelucutan kedaulatan rakyat itu kondisi rakyat juga secara politik saat itu akan lemah, jadi perbandingan kekuatan antara rakyat dan parpol Koalisi Merah Putih secara kondisional tak jauh berbeda!" "Lain hal kalau rakyat bisa menggagalkan perampasan kedaulatannya!" tegas Amir. "Rakyat bisa lebih digdaya ke depan!" ***
Selanjutnya.....

Ratusan Tambang tanpa NPWP!

"KPK—Komisi Pemberantasan Korupsi—mengungkap ada ratusan perusahaan pertambangan di seluruh Tanah Air tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)," ujar Umar. "NPWP saja tidak punya, bagaimana mau bayar pajak,” tukas Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono. KPK sudah meminta para bupati mencabut izin usaha pertambangan (IUP) tanpa NPWP di daerahnya." (Kompas.com, 16/9). 

"Jumlah IUP di Indonesia, menurut Giri, hampir 11 ribu. Namun, banyak tidak punya NPWP," timpal Amir. "Jadi, kami paksa kalau enggak punya NPWP, kami cabut IUP-nya. Artinya, tidak boleh operasi,” tegas Giri.

Dari ungkapan KPK itu tampak betapa besar negara dirugikan! Kekayaan alam negeri dikuras habis, di sejumlah daerah, seperti Kalimantan, Sumatera Selatan, dan lainnya, lubang bekas galian tambangnya menyisakan kerusakan alam yang parah, tetapi hasilnya tak masuk kas negara!" tegas Umar. 

"Sebaliknya, jalan yang dibangun dan dirawat dengan uang rakyat hancur total dilintasi truk-truk pengangkut hasil tambang dengan muatan berlebihan!" "Itu saja belum cukup! PT Sucofindo (Persero) memperkirakan ratusan triliun rupiah pajak pertambangan tidak masuk kas negara akibat perusahaan tambang memakai perusahaan survei bodong—tak punya integrasi data dengan pemerintah!" tukas Amir. 

 "Menurut Ruli Adi, kepala Divisi Sistem Sucofindo, tak ada yang tahu berapa sebenarnya batu bara kita yang keluar setiap tahun, sehingga ratusan triliun pajak tidak masuk kas negara! Belum bicara konteks kebocoran, ini hanya di sisi pajak saja!" (Kompas.com, 16/9). "Ruli Adi mengatakan ada dua masalah dalam sektor pertambangan, baik migas maupun mineral batu bara, kebocoran migas itu sendiri dan kedua dari sisi pajak sehingga hanya 25% pajak yang masuk kas negara!" timpal Umar. 

"Oleh karena itu, tegasnya, perusahaan surveyor di mana pun harus memiliki integrasi data dengan pemerintah. Dengan demikian, jumlah pajak yang disetor akan dengan mudah diketahui pemerintah!" "Demikian besar kehilangan pajak sektor pertambangan, sekitar 75% dari total yang seharusnya masuk dan aneka kebocoran!" tegas Amir. 

"Akibatnya, kekayaan alam ludes, rakyatnya tetap miskin sengsara!" "Artinya, ke depan pemerintah harus bisa efektif merealisasikan semua itu menjadi penerimaan negara!" tegas Amir. "Selama ini pemerintah kurang efektif menangani hal itu karena keenakan, setiap butuh dana bisa ngutang lewat SUN, hingga utang pemerintah satu dekade ini menjadi dua kali lipat—lebih Rp2.500 triliun!" ***
Selanjutnya.....

PD Kembali ke Jalan yang Benar!

"PD—Partai Demokrat—10 tahun berkuasa berhasil mengaktualisasikan kedaulatan rakyat dalam demokrasi! Namun, di akhir era berkuasanya, PD menjadi ragu dengan prestasinya yang gemilang itu!" ujar Umar. "Pemerintahan PD mengajukan ke DPR RUU Pilkada dengan dua opsi; (1) pemilihan kepala daerah dilakukan DPRD, (2) pemilihan umum kepala daerah secara langsung oleh rakyat!" 

"Setelah pembahasan selama dua tahun di DPR, diwarnai polemik antarpendukung kedua opsi, kurang seminggu masa voting memilih kedua opsi, PD mengumumkan mendukung pemilukada secara langsung oleh rakyat!" timpal Amir.

Artinya, PD kembali meyakini prestasinya sepanjang dekade membangun demokrasi berasas kedaulatan rakyat sesuai konstitusi itu berada di jalan yang benar! Padahal, sebelumnya PD sempat terkesan gabung dalam Koalisi Merah Putih mengusung opsi pilkada oleh DPRD!" 

"Dengan kembalinya PD ke jalan yang benar itu, andai 25 September jadi voting dan semua anggota fraksi pendukung opsi pemilukada langsung oleh rakyat hadir, pilihan PD (148 suara) bersama PDIP (95), PKB (27), Hanura (17) bisa memenangkan opsinya dengan lebih separuh dari 560 suara di DPR!" tegas Umar. 

"Dan PD, bukan saja kembali ke prestasinya yang telah diakui dunia itu, sekaligus mengajukan 10 syarat perbaikan kualitas pemilukada!" "Syarat-syarat perbaikan yang intinya meringankan biaya dan menghapus politik uang itu jelas tak mudah! Harus dibuatkan ketentuan hukum, terobosan agar syarat yang sangat ideal itu berhasil dijalankan!" timpal Amir. 

"Larangan politik uang terutama terkait mahar atau sewa perahu yang harus dibayar calon kepada partai politik pengusungnya, harus pertama diwujudkan! Untuk itu, bagaimana KPK bisa menjerat pembayaran sewa perahu parpol untuk kendaraan calon tergolong tindak pidana korupsi politik!" 

"Kemudian pemberian uang oleh calon kepada tokoh-tokoh maupun warga bisa digolongkan suap politik, sehingga pemberi dan penerimanya bisa dijerat hukum!" tukas Umar. "Dengan dua langkah itu saja pun biaya pemilukada yang disebut mahal oleh koalisi penolak kedaulatan rakyat sudah teratasi!" 

"Lalu mengatasi biaya penyelenggaraan yang disebut mahal karena pembuatan surat suara dan kotak suara, bisa diatasi dengan e-voting—tanpa repot cetak surat suara, jauh lebih akurat pula hasilnya!" ujar Amir. "Dengan tiga perbaikan itu, bangsa kita meloncat maju jauh ke era demokrasi digital!" ***
Selanjutnya.....

Isu Sesat Kementrian Agama di hapus !

"ISU sesat yang menyatakan Kementerian Agama dihapus dalam kabinet Jokowi-JK diganti Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf beredar di media sosial sejak pekan lalu!" ujar Umar. "Protes bertubi-tubi, baik dari akun perseorangan maupun atas nama organisasi, ada yang mengancam demo!"


"Kata siapa berubah? Jokowi terkejut dan menyatakan heran saat dikonfirmasi," timpal Amir. "Jokowi tegas, Kementerian Agama tidak akan diubah atau dihapus! Kementerian Agama tetap! Ia berharap masyarakat tidak lekas percaya dan marah dengan isu sesat dan tak benar. Mesti dikonfirmasi dan diricek lebih dahulu!" (detikcom, 17/9)


"Merebaknya isu sesat dan mengelirukan mungkin masih bagian dari pengacauan informasi untuk kepentingan politik tertentu, yang telah berlangsung sejak menjelang kampanye pilpres!" tegas Umar. "Sasaran pengacauan informasi itu, terutama terarah ke pasangan Jokowi-JK, nyaris dalam segala hal!"


"Pengacauan informasi dilakukan mulai dari hal-hal terkait rencana kerja presiden baru, sampai tokoh dan lembaga yang mendukung pasangan Jokowi-JK dalam kampanye pilpres!" timpal Amir. "Jadi, kalau di media sosial menemukan berita atau gambar yang mendiskreditkan tokoh atau lembaga yang punya kaitan dengan pemenangan Jokowi-JK, jangan buru-buru percaya. Tunggu cek dan riceknya!"


"Seperti sebaran informasi terakhir lewat media sosial yang menyebutkan artis-artis revolusi mental—bisa berarti kelompok Slank dan kawan-kawan—melakukan aksi bugil!" tukas Umar. "Dari reputasi mereka selama ini lebih cenderung hal itu tidak mungkin mereka lakukan! Soalnya, para artis Slank dan pendukung acara revolusi mental di Parkir Timur maupun Konser Salam Dua Jari di Stadion Gelora Bung Karno, yang terkenal membuat suara pendukung Jokowi rebound di saat-saat terakhir, justru lebih menonjol sebagai penjaga dan penyebar akal sehat!"


"Jadi, akal tak sehat penyebar informasi sesat itu sendiri yang justru segera ketahuan, utamanya oleh mereka yang efektif menggunakan nalarnya!" sambut Amir. "Namun, di antara pengguna media sosial masih banyak juga yang mudah dikecoh oleh informasi sesat, terbukti dari reaksi isu Kementerian Agama dihapus!" 


"Kementerian Agama diperlukan sebagai badan pemerintah melayani rakyat dalam banyak hal terkait kehidupan beragama, dari ibadah sampai pendidikan!" tegas Umar. "Kecukupan dan kualitas pelayanan itu masih perlu ditingkatkan! Jadi jelas, mustahil dihapus!" ***


Selanjutnya.....

Riwayat Hansip pun Berakhir!

"BERDASAR Perpres RI No. 88/2014 yang mencabut Keppres No. 55/1972 tentang Penjempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat dalam rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata, maka berakhirlah riwayat Hansip dan Kamra!" ujar Umar. 

"Perpres diteken Presiden SBY 1 September, berlaku mulai 3 September dengan Lembaran Negara RI tahun 2014 nomor 200." "Penghapusan Hansip dan Kamra itu pada bagian 'Menimbang' Perpres 88 dijelaskan, organisasi Hansip dan Kamra sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat," timpal Amir. 

"Selanjutnya, tugas dan fungsi yang berkaitan dengan ketertiban umum, ketenteraman, dan perlindungan masyarakat dilaksanakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai pelaksanaan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah!"

"Kehadiran Hansip dan Kamra sesuai Kepres 55/1972 berakar pada sejarah perjuangan kemerdekaan negara yang dilakukan dengan perlawanan rakyat semesta (seluruh rakyat)!" tegas Umar. "Selama pun, tugas dan fungsi Hansip/Kamra dilakukan secara nonformal dalam masyarakat! 

Namun, setiap dibutuhkan karena ada bencana atau gangguan pada ketenteraman masyarakat, Hansip hadir! Untuk semua itu, dilakukan tanpa jaminan pendapatan dan kesejahteraan yang jelas dari negara maupun masyarakat!" 

"Tapi itulah ciri khas Sistem Hankamrata! Hansip selalu hadir di tengah masyarakat tanpa imbalan jelas jasanya!" tukas Amir. "Hal itu yang tak akan tergantikan sepenuhnya oleh Satpol PP, yang biasa bekerja gerudugan justru berhadapan dengan rakyat, bukan untuk ketenteraman dan perlindungan masyarakat—Linmas!" 

"Sebaliknya tugas dan fungsi Linmas dari justru diformalisasikan dengan seragam PNS—yang nyata kurang mencerminkan pelaksanaan tugas dan fungsi Hansip/Kamra!" timpal Umar. 

"Jadi selama ini sebenarnya yang ngaco itu pemerintah, Hansip/Kamra yang benar-benar bertugas sesuai Sishankamrata di tengah warga tak dipikirkan kesejahteraannya, malah disamar dengan seragam PNS yang jauh dari tugas dan fungsi Sishankamrata!" "Tapi peraturan telah dibuat dan harus dilaksanakan!" tegas Amir. 

"Untuk itu, dalam pemenuhan kebutuhan Satpol PP yang pasti amat besar guna mengisi tugas Hansip/Kamra di semua desa, prioritas rekrutmen agar diberikan pada Hansip/Kamra yang sudah ada dari warga desa setempat! Dengan demikian perpres ini menjadi berkah, bukan bencana!" ***
Selanjutnya.....

MA Mencabut Hak Politik LHI!

"MA—Mahkamah Agung—dalam putusan kasasi mencabut hak politik (hak untuk dipilih dalam jabatan publik) terpidana Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)," ujar Umar. "Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis LHI 16 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. MA juga memperberat hukuman LHI menjadi 18 tahun penjara!" (Kompas.com, 16/9) 

"Selaku anggota DPR, LHI terbukti telah melakukan hubungan transaksional dengan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi," timpal Amir. "LHI terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagiannya, yaitu senilai Rp1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah."

"Ketua majelis kasasi perkara LHI, Artidjo Alkostar, mengatakan hubungan transaksional LHI dengan pengusaha daging sapi itu merupakan korupsi politik!" tegas Umar. 

"Hubungan transaksional terpidana yang anggota legislatif dengan pengusaha daging sapi, Maria Elizabeth Liman, itu merupakan korupsi politik karena dilakukan LHI dalam posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious crime), kata Artidjo yang menjabat ketua Kamar Pidana MA." 

"Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai pencabutan hak politik oleh MA atas LHI itu menjadi sinyal peringatan bagi pejabat publik lainnya agar tidak bermain-main dengan kekuasaan!" tukas Amir. "Ke depan, KPK akan memberlakukan tuntutan standar pencabutan hak politik pejabat publik yang menjadi terdakwa korupsi!" 

"Menurut Busyro, memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang dilakukan LHI bisa memengaruhi kebijakan pemerintah terkait impor daging yang dampaknya bisa merugikan peternak nasional!" timpal Umar. 

"Kasus ini bagi KPK merupakan korupsi sistemik, berupa sejumlah kebijakan pemerintah untuk impor sapi dengan menelantarkan peternak sapi sebagai rakyat kelas bawah yang seharusnya diproteksi pemerintah agar mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri." 

"Putusan MA mencabut hak politik terpidana korupsi itu, selain diikuti KPK dengan menstandarkan dalam tuntutan ke depan, layak jadi perhatian penuntut dan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi seluruh Tanah Air!" tegas Amir. "Dengan itu, lebih banyak lagi hal buruk yang harus dipertimbangkan pejabat publik untuk bermain-main kekuasaan!" ***
Selanjutnya.....

Mafia Migas Berakar di Sistem!



"MAFIA minyak dan gas (migas) tidak bisa dibayangkan seperti mafia lainnya sebagai kelompok penjahat pelanggar hukum!" ujar Umar. "Sebaliknya, kelompok tersebut bermain sejak awal proses pembuatan hukum—segala yang terkait migas dan pertambangan—sehingga ketika ada pihak yang berbuat benar-benar demi negara dan rakyat, justru pihak tersebut yang akan terjerat melanggar hukum!" 

"Jadi, mafia migas berakar di sistem yang dibuat untuk menguntungkan mereka sehingga para politikus, pejabat tinggi pemerintah, maupun BUMN dan segenap birokrasinya menjadi perangkat mesin yang bekerja sistematis untuk kepentingan mafia migas tersebut!" timpal Amir. "Demikian kesan tersimpul dari tuturan mantan Deputi SKK Migas Bidang Ekonomi yang juga akademisi UI Akhmad Sakhroza dalam bincang soal mafia migas." (Kompas.com, 15/9)

"Karena itu, untuk memberantas mafia migas, menurut Akhmad, perlu dibentuk satuan tugas (satgas) dengan fungsi utama membenahi sistem, bukan sekadar memberangus oknumnya!" tegas Umar. 

"Dengan modus mafia bekerja sejak awal pembuatan peraturan, mafia bekerja secara legal, setiap langkah ada payung hukumnya! Tanpa membenahi dasar hukum sistemnya lebih dahulu, satgas pemberantas mafia migas itu tak bisa ngapa-ngapain!

 Ironisnya, kalau satgas itu bekerja demi negara dan rakyat memaksa diri menabrak mafia itu, justru satgas itu yang melanggar hukum!" "Untuk membenahi sistem perlu proses panjang, bertolak dari kemauan politik 'pimpinan' pemerintahan baru!" sambut Amir. 

"Prosesnya dari merevisi semua UU dan PP yang terkait! Mengingat DPR untuk masa ini kurang pas bagi pemerintah baru, tak peduli itu benar-benar demi kepentingan negara dan rakyat, revisinya mungkin harus melalui judicial review ke MK. Butuh waktu, tapi masih ada jalan!" 

"Mafia migas kuat berakar di sistem, menurut pengamat Ichsanuddin Noorsy karena mereka eksis sejak Orde Baru!" tukas Umar. "Dengan laba impor migas 2 dolar AS/barel, sehari kini kita impor sekitar 700 ribu barel, hitung sendiri berapa untungnya!" (Kompas.com, 9/9) 

"Dengan keuntungan sehari 2 x 700 ribu x Rp11.500 atau Rp16,1 miliar per hari, sebulan Rp483 miliar, atau Rp5,796 triliun setahun, bukan mustahil mafia migas bisa berakar, mengatur sejak pembuatan aturan mainnya!" timpal Umar. "Intinya, mampukah satgas pemberantas mafia migas menaklukkan keampuhan pengaruh dana tunai sebesar itu?" ***
Selanjutnya.....

ISIS Eksekusi Sukarelawan Inggris!

"AL Jazeera Minggu siang (14/9, pukul 11.00) Breaking News, Perdana Meteri Inggris David Cameron murka pada Islamic State of Iraq and Syam/Syria (ISIS) karena mengeksekusi sukarelawan Inggris Davis Haines!" ujar Umar. "Eksekusi Davis Haines ditayangkan CNN Minggu pagi berdasar video yang diunggah ke situs web terkait ISIS, Sabtu (13/9)." 

"Dalam video itu tampak warga Inggris yang diidentifikasi sebagai Davis Haines duduk berdoa di samping algojo ISIS bertopeng dengan seragam serbahitam!" timpal Amir. "Haines merupakan sukarelawan pada lembaga kemanusiaan yang berbasis di Prancis, membantu korban perang Suriah di pengungsian. Pria berusia 44 tahun itu diculik dekat kamp pengungsian yang dia layani di Atmeh, Suriah, 2013."

"Ini eksekusi ketiga terhadap warga dari Barat, sebelumnya membunuh dua wartawan Amerika Serikat, James Foley dan Steven Sotlov, yang menyulut amarah Presiden Obama hingga beberapa kali melakukan serangan udara ke sarang militan ISIS di Irak Utara!" tegas Umar. 

Menlu AS John Kerry, Minggu kemarin, juga berada di Mesir, menggalang kerja sama dengan negara-negara Arab untuk membasmi ISIS. Para instruktur militer AS juga sudah tiba untuk melatih pasukan Kurdi melawan ISIS di Irak Utara."

 "Dalam tayangan televisi disebutkan, negara-negara Arab sekitar Suriah-Irak yang mengundang kehadiran AS untuk menghabisi ISIS dari kawasannya! Saudi dan Qatar siap menyediakan fasilitas bagi kehadiran tentara AS itu!" tukas Amir. 

"Seorang analis politik Irak kepada Al Jazeera menyatakan bahkan Iran pun tak keberatan dengan campur tangan AS memerangi ISIS, karena Iran juga khawatir meluasnya ekses buruk ISIS!" "Eksekusi terhadap Haines memperbesar sekutu penghancuran ISIS!" tegas Umar. 

"Dalam murkanya, Cameron menegaskan akan melakukan segalanya untuk memburu pemburuh tersebut!" lanjut Umar. "Tindakan ISIS memastikan kerja sama Inggris dengan Amerika pada semua dimensi akan dilakukan! 

Cameron tegas, ini merupakan pertarungan Barat, bukan cuma pertarungan Amerika!" "Akibat kematian Haines, dunia kehilangan sukarelawan tangguh!" tegas Amir. "Haines bekerja mengatur pengiriman bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi yang tinggal di kamp! Sebelumnya dia bekerja pada operasi bantuan kemanusiaan bagi korban konflik Balkan (Bosnia sekitarnya), Afrika dan bagian lain Timur Tengah. Orang Indonesia juga ada ke Suriah, tapi ikut perang, termasuk gabung ISIS." ***
Selanjutnya.....

Semilir Angin Penghematan! (2)

"DI tengah kebiasaan hidup mewah, amat mudah menemukan celah penghematan!" ujar Umar. "Seperti temuan Tim Transisi Jokowi-JK, dalam RAPBN 2015 anggaran rapat kementerian Rp18 triliun dan perjalanan dinas Rp15,5 triliun! Itu jelas pemborosan, menurut Jokowi, bisa dipangkas dan dialihkan ke program prioritas kartu Indonesia sehat, kartu Indonesia pintar, dan membangun infrastruktur perdesaan!" (Kompas.com, 12/9). 

"Biaya untuk rapat kementerian itu amat besar karena selama ini rapatnya sering dilakukan di hotel-hotel mewah, bahkan peserta rapatnya boyongan ke lokasi-lokasi liburan di luar kota!" timpal Amir. "Gaya pemerintahan yang serba-‘wah’ itu membuat biaya operasional kementerian menjadi terlalu besar. Malah, kadang tidak tercukupi oleh anggaran yang sebenarnya disediakan berlimpah! Sampai-sampai, ada kementerian ditengarai KPK memeras kian-kemari untuk biaya operasional!"

"Deputi Tim Transisi yang membidangi APBN, Hasto Kristiyanto, mengatakan alokasi Rp18 triliun untuk anggaran rapat kementerian itu terdiri dari Rp6,25 triliun untuk rapat dalam kota dan Rp11,9 triliun untuk rapat di luar kota!" lanjut Umar. 

"Rapat itu tak usah makan-minum juga bisa, tegas Jokowi yang menilai anggaran rapat kementerian itu terlalu tinggi!" "Jika resmi menjabat, ia akan meminta para menterinya untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada di kantor kementerian. Jokowi menilai tidak masuk akal jika ada penyelenggaraan rapat di hotel mewah. Padahal, ruangan di kementerian masih layak dipakai rapat koordinasi!" tukas Amir. 

"Hal seperti itu menurut Jokowi memang harus diefisiensikan, apalagi kondisi cash flow kita berat! Harus detail hingga penggunaannya logis atau tidak, nalar atau tidak!" "Kerja Tim Transisi Jokowi-JK itu bisa dikata baru seperti orang makan bubur panas, cuma menyendok dari pinggir-pinggirnya!" timpal Umar. 

"Begitupun sudah didapat banyak peluang untuk penghematan, dari mobil dinas menteri, anggaran rapat kementerian, sampai biaya perjalanan dinas, yang hanya dari tiga item itu saja bisa dihemat puluhan triliun rupiah! 

Bayangkan kalau makan buburnya nanti bisa menyeduh bagian dalam, inti semua permasalahan!" "Bisa lebih banyak lagi peluang untuk penghematan ditemukan!" sambut Amir. "Itu memberi harapan, pemerintah ke depan akan lebih efektif dan efisien menggunakan anggaran untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!" ***
Selanjutnya.....

Kedaulatan Ada di Tangan Rakyat!

"UUD 1945 menyatakan, 'Kedaulatan ada di tangan rakyat!' tegas Ridwan Kamil, wali kota Bandung, di akun media sosialnya dikutip detik.news (Kamis, 11/9) sebagai penegas sikapnya mendukung pemilukada langsung oleh rakyat!" ujar Umar.

"Ridwan Kamil bersama 75 kepala daerah atas nama 549 wali kota dan bupati anggota Apeksi dan Apkasi, hari itu berkumpul di Jakarta membuat pernyataan bersama menolak pilkada oleh DPRD!" "Ridwan Kamil mengutip UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar," timpal Amir.

"Pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Undang-Undang Dasar itu pada Pasal 22E Ayat (1), pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun. Ayat ini disebut amalan pelaksanaan kedaulatan rakyat karena pemilu secara langsung itu dilakukan oleh rakyat, tanpa berwakil!" "UU No. 32/2004 menetapkan pemilukada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat itu dan telah dilaksanakan sejak 2005 sesuai Pasal 22E tersebut, yakni secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil!" tukas Umar.

"Jadi aneh kalau ada satu pemilihan umum yang dilakukan berbeda dan bertentangan dengan pemilihan umum yang telah ditetapkan dalam UUD!" "Dengan itu tekad para kepala daerah untuk mempertahankan pemilihan umum kepala daerah langsung oleh rakyat itu punya dasar kuat secara konstitusional!" tegas Umar.

"Karena itu pula, banyak dari kepala daerah berani bersikap berlawanan dengan parpol pengusungnya yang ngotot memilih kepala daerah oleh DPRD!" "Tak kepalang, para kepala daerah itu mengingatkan Presiden SBY akibat buruk kepala daerah dipilih DPRD, kepala daerah tak lagi memikirkan nasib rakyat seperti jika dipilih oleh rakyat, tapi akan lebih sibuk melayani DPRD yang tak pernah terpuaskan!" ujar Amir.

"Karena itu, para kepala daerah mendesak agar pemerintah segera menarik diri dari pembahasan RUU Pemilukada di DPR!" "Namun, tokoh-tokoh parpol Koalisi Merah Putih—Partai Gerindra, PAN, PKS, Golkar, PPP dan Partai Demokrat—kian bersikukuh untuk merampas kedaulatan dari tangan rakyat dengan melakukan pilkada oleh DPRD, karena yakin mereka akan menang di 31 provinsi!" timpal Amir. "Dan rakyat, yang kedaulatan sebagai miliknya yang nilainya tak terhingga itu dirampas, tak bisa berbuat banyak! Paling-paling nanti pemilu depan, rakyat revans!" ***
Selanjutnya.....

Semilir Angin Penghematan!

"JOKOWI-JK belum dilantik, semilir angin segar penghematan sudah berhembus!" ujar Umar. "Jokowi menolak mobil baru untuk kabinetnya, dan menyatakan akan memakai mobil bekas menteri KIB II. Penolakan itu telah ia sampaikan kepada kementerian Sekretaris Negara. Jokowi-JK akan memakai mobil bekas SBY-Boediono!" (Kompas, 10/9)

"Sekretaris Menteri Sekretaris Negara Taufik Sukasah menyatakan semula buat kabinet Jokowi-JK disiapkan mobil baru Mercedes-Benz yang telah selesai ditender seharga Rp91,994 miliar—alokasi APBNP Rp104 miliar," timpal Amir.

"Dengan pembelian itu dibatalkan, anggarannya dikembalikan ke negara. Mercedes-Benz Indonesia menyatakan bisa mengerti dengan pembatalan itu karena belum ada kontrak!" (Kompas.com, 11/9)

"Dengan demikian, para menteri kabinet Jokowi-JK akan memakai Toyota Crown Royal Saloon, yang meski telah dipakai lima tahun oleh menteri KIB II, bukan saja masih cukup baik untuk berkarya, malah juga masih bisa untuk bergaya!" tukas Umar.

 "Itu jawaban tepat buat mereka yang mengejek agar hemat mobil dinas menteri kabinet Jokowi-JK pakai Esemka saja! Dengan memakai mobil bekas KIB II malah lebih hemat dari pakai Esemka, karena sama sekali tidak lagi melakukan pembelian mobil baru!"

"Dari satu item saja bisa dihemat Rp100 miliar lebih, contoh yang baik jika usaha penghematan itu bisa diperluas menjadi Gerakan Penghematan Nasional (GPN), hingga semua instansi pusat dan daerah berusaha melakukan penghematan!" sambut Amir.

"Dari mobil dinas saja, kalau bupati/wali kota yang baru terpilih tak harus beli mobil baru kelas LC lebih Rp1 miliar, demikian pula anggota DPRD baru pakai mobil bekas anggota lama yang tak terpilih lagi, seperti para menteri kabinet, dananya bisa untuk perbaikan jalan-jalan kabupaten yang sempat rusak parah!" "Pokoknya dengan GPN, penghematan jadi faktor yang harus dipertimbangkan dan harus dilaksanakan dalan setiap dimensi pengeluaran atau pembiayaan!" tegas Umar.

"Sekaligus dengan itu, usaha mark-up dalam segala segi langsung dicegah sejak perencanaan! Lantas, penggantian dengan yang lebih murah untuk jenis, kualitas, dan fungsi yang sama!" "Kalau difokuskan perhatian, akan didapat berbagai cara lagi yang bisa meningkatkan penghematan!" timpal Amir. "GKN selain bisa membantu perbaikan kesejahteraan warga kurang mampu, juga bisa menjadi usaha mentradisikan hidup hemat, keluar dari pola hidup konsumtif-boros!" ***
Selanjutnya.....

Kedaulatan Rakyat Tidak Ternilai!

"KEDAULATAN rakyat tak ternilai, tak bisa dihargai dengan sejumlah uang!" ujar Umar. "Kedaulatan itu harkat, martabat, dan harga diri seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa merdeka, menjadikannya sederajat dengan bangsa-bangsa lain!" 

"Oleh karena itu, kalau belakangan ini ada elite politik pragmatis-materialistik yang menilai kedaulatan itu dengan sejumlah uang, memilih uang itu dan menghabisi kedaulatan rakyat, penilaian elite itu jelas berbahaya!" tegas Amir. "Karena, mereka meremehkan kedaulatan rakyat warisan para pejuang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwanya demi meraih kedaulatan rakyat sebagai hakikat kemerdekaan bangsa!"

"Nilai materi yang didapat dari merampas kedaulatan rakyat dengan mengalihkan pemilukada langsung jadi dipilih DPRD itu, menurut Wasekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan (Metro TV, 9/9) sebesar Rp40 triliun dalam satu putaran (lima tahun)!" timpal Umar. 

"Dibanding subsidi BBM 2014 Rp246,5 triliun, biaya pilkada lima tahun itu tak sebesar subsidi BBM untuk dua bulan, yang dihabiskan oleh pemilik mobil di kota-kota besar! Tampak kecil sekali harga kedaulatan rakyat itu dalam penilaian elite politik tersebut!" 

"Sangat memprihatinkan sekali tingkah politikus pragmatis-materialistik yang ingin menukar kedaulatan rakyat hanya dengan argumentasi murahan itu!" tegas Amir. "Kesepakatan reformasi yang selama ini telah berjalan baik, demokrasi 'kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan', mengatur kewenangan perwakilan (legislatif) mewakili rakyat dalam permusyawaratan—untuk legislasi, mengontrol pemerintah, dan budgeting—karena tak mungkin rakyat melakukannya secara langsung berkumpul membuat UU, mengontrol pemerintah, dan membahas APBN/APBD!" ujar Umar. 

"Sedang untuk memilih kepala pemerintahan (presiden/kepala daerah) yang tak ada disebut harus dilakukan oleh perwakilan, kedaulatan rakyat itu oleh reformasi diaktualisasikan semestinya, yakni rakyat memilih langsung—telah berjalan baik, Indonesia pun jadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia!" 

"Jadi amat naif kalau hanya untuk alasan menghemat biaya demokrasi yang setiap lima tahun hanya setara subsidi BBM dua bulan itu, tradisi demokrasi maju era reformasi yang telah berjalan baik mengaktualisasikan kedaulatan rakyat harus ditarik mundur kembali ke zaman otoriter Orde Baru!" tukas Amir. "Dan itu dilakukan hanya untuk melampiaskan ambisi politikus haus kekuasaan!" ***
Selanjutnya.....

Koalisi Merah Putih Vs Rakyat!

"SETELAH dalam pileg rakyat mendukung sejumlah parpol dengan 62% lebih suara, saat parpol-parpol itu bergabung dalam Koalisi Merah Putih mendukung Prabowo-Hatta suara rakyat untuk pasangan yang mereka dukung turun tinggal 46,85%!" ujar Umar. "Akibatnya, pasangan Prabowo-Hatta kalah dalam Pilpres 2014! Koalisi Merah Putih pun 'marah', mereka rampas kedaulatan rakyat untuk memilih langsung kepala daerah!" 

"Hak konstitusional rakyat untuk memilih langsung dialihkan kepada anggota DPRD, wakil parpol!" timpal Amir. "Lengkaplah, segala sesuatu buah reformasi perjuangan mahasiswa melengser rezin Orde Baru itu sepenuhnya menjadi milik parpol! Rakyat tak punya apa-apa lagi! Cuma mencoblos lembaran kertas suara dalam pemilukada saja pun, tidak diberi kesempatan lagi!"

"Reformasi buah perjuangan mahasiswa itu dibajak parpol sejak awal, dengan mengklaim dirinya sebagai aktor tunggal civil society saat melakukan amendemen konstitusi!" tegas Umar. "Calon presiden dan kepala daerah harus dari parpol! Pemilihan pimpinan lembaga dan komisi negara, juga oleh parpol melalui wakilnya di legislatif! 

Semua kekuasaan penentu di negara ini berada di tangan parpol!" "Tapi ada juga politikus risi, serakah pada kekuasaan begitu!" timpal Amir. "Maka itu, pemilihan umum baik untuk memilih presiden maupun kepala daerah diberikan kepada rakyat, sebagai pemenuhan hak konstitusional mewujudkan kedaulatan rakyat! 

Seiring itu, kemudian untuk calon kepala daerah boleh dari perseorangan!" "Tapi kini—kalau UU Pilkada baru jadi disahkan DPR 25 September—kedaulatan rakyat itu dirampas oleh Koalisi Merah Putih, yang dengan penguasaan mayoritas suara di parlemen yakin bisa memenangi seluruh pilkada!" tukas Umar. 

"Rakyat sebagai silent majority tentu diam saja! Perlawanan rakyat nanti, saat pemilu setelah mereka merasakan sakit haknya dilucuti dengan tuduhan sebagai pelaku politik transaksional 'wani piro'! Padahal, yang konkret memberatkan biaya pilkada justru 'sewa perahu' parpol—incumbent saja 'minta ampun' sehingga memilih jalur perseorangan seperti Satono!" 

"Kekeliruan koalisi itu, tak menghitung yang dirugikan hak konstitusionalnya, termasuk konstituen mereka sendiri!" timpal Amir. "Perasaan konstituen disakiti tak bisa disepelekan! Lebih-lebih oleh Partai Demokrat, yang bisa dicatat sejarah, prestasi terakhir Presiden SBY merampas kedaulatan rakyat! Catatan begitu tentu tak boleh ada! Maka itu, diharapkan MK akan memperbaiki arah sejarah!" ***
Selanjutnya.....

Bandara Radin Inten Semrawut!

"SEORANG guru besar universitas utama di Lampung mengirim SMS bersambung ke wartawan, mengeluhkan semrawutnya Bandara Radin Inten II Lampung yang disebutnya lebih buruk dari terminal bus Rajabasa!" ujar Umar. "Tulisnya, 'Saran perbaikan Bandara Radin Inten. Ruang jemput bandara lebih buruk dari Terminal Rajabasa, pengemudi taksi berebut penumpang pesawat layaknya preman’." 

 "Bahkan, pertengkaran, omongan kotor, sering terlontar, lanjut sang profesor," timpal Amir. "Hal itu akibat salah atur dan salah urus. Semestinya parkir taksi bukan di hadapan kedatangan, melainkan di parkir pintu pertama masuk bandara. Tertata rapi. Taksi bergerak menarik penumpang karena nomor urut yang dijual di loket. Saat ini terkesan diatur petugas, tetapi hasilnya buruk!"

"Demikian pula tata letak bangunan di bandara, tulis profesor, pas pintu masuk bandara disambut WC sangat kotor!" tukas Umar. "Alur mobil mengantar dan jemput tamu pribadi arahnya tidak jelas. Ada ruang tunggu VIP, tetapi dari tempat parkir tidak ada pintu dan muter tidak jelas." 

 "Penjemput dan pengantar bisa seenaknya masuk dan menerobos parkir VVIP, tempat tamu utama berangkat dan datang, lanjut SMS profesor," kutip Amir. "Aneh, katanya mau menuju bandara internasional dan embarkasi haji!" "Apa yang dirasakan sang profesor tentu juga dirasakan orang lain yang memakai jasa Bandara Radin Inten!" tegas Umar. 

"Sebagai saran untuk perbaikan, tentu keluhan tersebut layak dijadikan bahan pertimbangan pihak pengelola bandara. Soalnya, baik atau buruknya kondisi dan pelayanan bandara sebagai pintu gerbang Lampung, menjadi yang pertama dilihat baik atau buruknya wajah provinsi ini!" 

 "Kalau semrawutnya Bandara Radin Inten menjadi kesan yang melekat pada pengunjung, gambaran Lampung di mata orang luar bisa kembali seperti buruknya gambaran Lampung yang dikesankan Terminal Rajabasa tempo doeloe—menyeramkan!" timpal Amir. 

"Konon lagi, kalau seperti kata sang profesor, Bandara Radin Inten justru lebih buruk dari Terminal Rajabasa!" "Penyebab utama menjadi semrawutnya Bandara Radin Intan adalah dibangunnya sebuah gedung melintang di lapangan parkir yang sejak awal memang sudah amat sempit!" tukas Umar. 

"Hanya keputusan penguasa yang berwewenang membongkar bangunan salah tempat itu, yang bisa mengatasi masalah. Tanpa itu, dibolak-balik pun, kesemrawutan hanya akan memburuk!" ***
Selanjutnya.....

Integrasi KIS-BPJS, Jaminan Plus!

"DIRETUR Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menyatakan Tim Transisi Jokowi-JK yang dipimpin Anies Baswedan telah bertemu dengan BPJS membahas integrasi program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan BPJS Kesehatan!" ujar Umar. "Hasil integrasi itu, menurut Fahmi Idris, adalah meningkatnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi Jaminan Plus Plus!" (Kompas.com, 6/9) 

"Secara prinsip, kata Fahmi, KIS bukanlah program yang sama sekali baru karena merujuk pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)," timpal Amir. "KIS yang diterapkan Jokowi-JK memberi penguatan SJSN pada program BPJS, hingga menjadi Jaminan Plus Plus! Plus pertama, peserta tidak mampu yang saat ini belum dibiayai ditambah. Plus kedua premi, iuran yang selama ini belum sesuai ditambah. Plus ketiga, program mencegah agar tidak sakit diperkuat!"

"Mengenai jumlah iuran yang sesuai untuk peserta tidak mampu yang dewasa ini disubsidi pemerintah sebesar Rp19.500/bulan, ujar Fahmi, sebenarnya diusulkan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional Rp27 ribu/bulan!" tukas Umar. 

"Namun, Fahmi belum bisa memastikan akan disesuaikan menjadi berapa iuran tersebut. Sementara iuran untuk layanan rawat inap saat ini, kelas III Rp25.500/bulan, kelas II Rp42.500/bulan, dan kelas I Rp59.500/bulan. Apakah iuran yang dibayar peserta juga naik, Fahmi belum memastikan!" 

"Dengan Jaminan Plus Plus itu program KIS memberikan tambahan pelayanan kesehatan!" sambut Amir. "Penambahan iuran itu untuk menambah peralatan kesehatan yang masih diperlukan bagi memenuhi standar pelayanan SJSN!" 

"Integrasi KIS dan BPJS kesehatan untuk peningkatan menjadi jaminan kesehatan nasional plus plus tentu menggembirakan, meski harus tambah subsidi yang nantinya mungkin ditutupi lewat pengalihan dana subsidi BBM!" tegas Umar. 

"Peningkatan layanan kesehatan jelas masih diperlukan, terutama untuk menambah kapasitas RS, karena keluhan masih terdengar tentang kurangnya tempat rawat inap di RS kelas III akibat kian ramainya pasien BPJS!" 

"Namun, jangan kira semua itu akan jalan serbamulus!" tukas Amir. "Untuk jaminan kesehatan nasional buat rakyat, program yang dibuat Obama saja bisa terganjal di parlemen karena pendukung Obama di parlemen kalah banyak! 

Ada saja alasan dibuat untuk mengganjal! Perbandingan dukungan di parlemen itu Jokowi lebih lemah dari Obama! Jadi, dibutuhkan doa rakyat agar program jaminan kesehatan nasional bisa ditingkatkan!" ***
Selanjutnya.....

Karisma Pemimpin Modern! (2)


"MENJADIKAN seorang pemimpin sebagai pusat energi dengan demikian merupakan sebuah proses," ujar Umar. "Malah proses belajar bagi seorang pemimpin untuk terus meningkatkan kemampuannya membaca harapan dan impian rakyat dalam kelompok-kelompok masyarakat yang beragam sehingga energi sang pemimpin nyambung dan menyala bersamaan dengan energi semua kelompok rakyat dalam wilayah jaringan kepemimpinannya!" 

 "Untuk mampu membaca, mengenali, serta memahami harapan dan impian kelompok-kelompok masyarakat tertentu sehingga energi sang pemimpin nyambung dengan energi yang dipimpin, pemimpin harus dekat dengan rakyat, dekat dengan semua kelompok warga masyarakat yang dia pimpin!" tegas Amir. "Agar selalu dekat, kalau jalan menuju tempat kelompok rakyat itu berada rusak, segeralah perbaiki!"

"Layak diingat, jangan sekalipun sampai terjadi, karena ogah melalui jalan rusak parah ke arah mana pun mau bergerak, lantas dengan seenaknya seorang pemimpin setiap pergi melihat rakyatnya naik helikopter!" timpal Umar. 

"Dengan demikian, jarak pemimpin dengan yang dipimpin dipisahkan oleh awan yang berarak di angkasa!" "Alangkah lebih baik lagi, kalau bisa, hiduplah seperti rakyat yang dipimpin!" tegas Amir. 

"Salah satu contoh untuk itu bisa belajar dari Satyagraha yang dijadikan praktik nyata dalam kehidupan Mahatma Gandhi, yang memakai kain mori tanpa jahitan tenunan rakyatnya sendiri sebagai sandangannya sehari-hari! 

Naik kereta api di kelas tiga bersama rakyat jelata. Ketika ditanya warga kenapa dia naik kereta api di gerbong kelas tiga, ia jawab, ‘Karena tidak ada gerbong kelas empat!’" "Setidaknya, hiduplah sederhana, jauhi perbedaan seperti langit dengan bumi antara yang memimpin dan yang dipimpin!" tukas Umar. 

"Dengan demikian, peluang membangun karisma dalam kepemimpinan modern bukanlah hal yang mustahil!" "Pada suatu bangsa yang masyarakatnya semakin demokratis, kebutuhan untuk membangun karisma bagi pemimpin modern yang berkiprah di area publik jelas menjadi sebuah keniscayaan!" timpal Amir. 

 "Kemampuan seorang pemimpin membuktikan kepiawaiannya memahami dan mengaktualisasikan sebagai kenyataan aspirasi dan kepentingan rakyat, menjadi energi terkuat yang nyambung dan secara saksama menyalakan energi rakyat!" *** (Habis)
Selanjutnya.....

Karisma Pemimpin Modern!

“PEMIMPIN itu seperti generator—pusat pembangkit listrik—yang menjadi pusat energi bagi seluruh jaringan yang terkait dalam kawasan kepemimpinannya!” ujar Umar. “Ketika sebuah pusat pembangkit menyala, seluruh titik api, bohlam, kulkas, mesin cuci, Sanyo, dan lain-lainnya semua secara saksama menyala!” 

“Beraneka jenis perangkat itu, dari bohlam sampai televisi, seperti beraneka bidang kehidupan—ekonomi, pendidikan, hukum, kesehatan, dan sebagainya—maupun beragam kelompok sosial masyarakat yang berbeda suku agama dan lainnya, yang secara komprehensif semuanya terkait dengan sang pemimpin sebagai pusat energi dan semuanya pun menyala!” timpal Amir.

“Apakah wujud energi yang dialirkan oleh seorang pemimpin hingga segenap jaringannya mengikuti segala arahan sang pemimpin yang disampaikan hanya lewat pesan-pesan verbal, bahkan cuma lewat doa?” “Energi itu bernama karisma!” jawab Umar. 

“Karisma selama ini memang masih dipahami sebagai kekuatan pengaruh pada kepemimpinan kultural atau bersifat tradisional! Tapi apakah benar karisma cuma terbatas pada pemimpin yang bersifat kultural dan tradisional?” 

“Kasus Franklin Delano Roosevelt, satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang terpilih empat kali berturut dalam kurun 1933—1945 justru di era resesi global yang berat dan Perang Dunia II, menunjukkan karisma tidak terbatas pada pemimpin kultural dan tradisional!” tegas Amir. 

“Lewat kasus tersebut, kita bisa mengenali energi yang dialirkan seorang pemimpin yang bisa membuat nyala semua jaringan terkaitnya, tak lain adalah harapan! Jika harapan yang memimpin dan dipimpin nyambung, semua perangkat terkait jaringan tersebut pun menyala!” 

“Masalah dalam kepemimpinan di negeri kita selama ini tak lain adalah berbeda dan tidak nyambungnya harapan atau mimpi yang memimpin dan yang dipimpin!” timpal Umar. “Para pengikut berharap getuk dan tiwul selalu cukup untuk keluarganya setiap mereka membutuhkan, sedang pemimpin mimpi koleksi mobil mewahnya memenuhi garasinya yang seluas hanggar, serta mimpi punya apartemen bintang lima di Singapura, atau malah Paris—berisi fustun-fustun-nya!” 

“Dalam masyarakat yang mimpi pemimpin tidak nyambung bahkan berbeda jauh dari impian rakyat yang dipimpin,” tukas Amir, “Karisma memang hanya lebih dikenal pada pemimpin kultural-tradisional!” *** (Bersambung)
Selanjutnya.....

Korupsi Jenggot, Berakar ke Atas!

"PEMBERANTASAN korupsi yang dilakukan untuk citra tak mampu menangkal korupsi yang berakar ke atas—seperti jenggot!" ujar Umar. "Terbukti, dengan korupsi dibabat KPK pada akarnya di DPR dan menteri—lingkaran pusat kekuasaan—tersingkap praktik korupsi itu terstruktur, sistematis, dan masif—TSM!" "TSM dalam korupsi prosesnya dimulai sejak perencanaan anggaran dengan pembagian proyek di parlemen, hingga banyak anggota DPR dan DPRD terpidana kasus korupsi!" timpal Amir. 

 "Jaringan berikutnya top eksekutif, kepala daerah juga banyak dipidana korupsi, di pusat menteri yang dibariskan KPK! Selanjutnya pejabat setingkat Sekjen dan Dirjen, di daerah kepala dinas sampai pimpro!"

"Menjadi tambah masif karena struktur korupsi yang tejalin kekuasaan itu masih diramaikan lagi dengan keterlibatan para pengusaha mitra dalam permainan korupsi para pejabat!" tegas Umar. "Permainan sistematis membuat sukar dicium adanya korupsi! 

Namun, karena terlalu serakah, jadi kurang hati-hati, nasib sial mereka tuai—korupsinya ketahuan!" "Nasib sial akibat kurang hati-hati menjadi kambing hitam bagi yang terjerat!" tukas Amir. 

"Akibatnya, mereka yang merasa berhati-hati sekali dan punya cara yang secara sistematis lebih terjamin dari ketahuan tetap melanjutkan korupsi!" "Itulah yang membuat korupsi amat sukar dihabisi dari Tanah Air kita, karena benar-benar berjalan terstruktur, sistematis, dan masif!" lanjut Umar. 

"Kemasifan dimaksud bahkan juga dilakukan sampai tingkat mandor dan kuli! Pengusaha yang sudah banyak mengeluarkan advanced fee untuk mendapatkan proyek, tak sungkan memerintahkan mandor agar mengurangi semen, dari adukan dalam bestek seharusnya satu-empat, dia ubah jadi satu-delapan. 

Mandor memerintahkan kuli agar adukannya satu-sepuluh—dia juga mencuri dua sak per siklus molen. Lalu, kuli pun tak mau ketinggalan, untuk ditukar dengan rokok, adukan pun mereka kerjakan jadi satu-dua belas!" 

 "Demikianlah korupsi jenggot, berakar ke legislatif, eksekutif, dan pengusaha yang terstruktur, sistematis, dan masif!" tegas Amir. "Memberantasnya tentu dengan mencukur jenggotnya, seperti dilakukan KPK dengan menjerat para anggota DPR, menteri, dan pengusaha yang terlibat! 

Sedang bulu jenggotnya yang seperti spora dibawa angin ke mana pun tetap tumbuh di tempat jatuhnya, harus ditebari racun antispora 'Revolusi Mental' dalam kemasan sistem yang menutup peluang korupsi dari kelas kakap sampai teri!" ***
Selanjutnya.....

Malang Nian Nasib Cucu Bangsa!


"JERIT saat lahir cucu bangsa kelak jauh lebih keras karena tekanan kondisi buruk mencekam sejak mereka di kandungan!" ujar Umar. "Kondisi buruk itu akibat kakek mereka menghabiskan semua kekayaan alam warisan untuk mereka! 

Perut bumi kopong dari segala mineral isinya semula, sumur minyak kering, hutan tandus, sedang beban utang negara yang harus cucu bangsa bayar menggunung!" "Malang nian nasib cucu bangsa akibat kelakuan celaka kakek mereka yang tamak dan sombong!" timpal Amir. "Tamak, segala kekayaan dikuras tak cukup untuk foya-foya di masanya, masih menumpuk utang lagi lewat APBN dan APBD defisit yang dibebankan pada cucu bangsa!"

Sombong, meniru negara maju untuk defisit dan menggali utang!" tukas Umar. "Negara maju memakai produktif, sedang kakeknya utang itu dihamburkan jadi asap knalpot mencemari jalanan macet kota besar, belanja birokrasi yang kegemukan, dan dikorupsi! 

Besar utang negara maju sebanding kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya, serta kemampuan membayar! Utang kakek dikorupsi, menyisakan infrastruktur hancur dan kemiskinan!" "Secara nasional, dari transfer APBN ke daerah jadi APBD, dana buat belanja rutin birokrasi lebih 70%. 

Sisanya yang untuk pembangunan, korupsinya merebak, sampai ada yang bersyukur kalau bisa 50% saja yang benar dipakai untuk fisik proyek!" lanjut Amir. "Lebih buruk lagi, bengkaknya birokrasi di daerah justru merupakan hasil tambahan buat kepala daerah di suatu kurun, saat penerimaan pegawai baru dironai tarif terselubung, tergantung posisinya! 

Kalaupun ada yang mengaku gratis, pasti ada kaitan dengan pejabat penting, jadi nepotisme!" "Jadi kalau ada yang sesumbar pada satu dekade ini terjadi kemajuan, banyak orang punya mobil dan motor, beberapa bandara luar Jawa (Medan dan Makassar) dibangun ultramodern, jelas jauh dari sebanding dengan kerusakan alam dan utang yang dibuat!" tegas Umar. 

"Keluar dari bandara bagus, masuk jalan provinsi dan kabupaten badan jadi sakit diguncang bebatuan dan lubang, banyak orang punya motor lebih terbantu oleh kemudahan kredit—masa itu hanya bawa uang Rp500 ribu pulang dari diler bawa motor baru!" 

"Jadi sebelum reformasi birokrasi berhasil, anggaran defisit dan utang tak layak jadi kebanggaan!" timpal Amir. "Bertenggang rasalah pada cucu bangsa, yang warisan untuknya dihabiskan malah disuruh bayar utang kakeknya yang tak tahu diri!" ***
Selanjutnya.....

Petani Miskin Andalan Surplus!

"ANDALAN Indonesia mencapai surplus alias swasembada pangan sepenuhnya pada petani dan nelayan yang mayoritas miskin, bahkan terus makin miskin!" ujar Umar. "Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan petani dan nelayan yang populasinya 35,2% penduduk hanya mendapat 14,4% kue ekonomi nasional." (Kompas.com, 3/9) Itu turun dari 15,04% pada PDB awal 2013. (BPS) 

"Petani dan nelayan terus makin miskin karena keberpihakan politikus dan pejabat kepada petani hanya hiasan bibir, sedang kebijakannya terus membenamkan petani demi kapitalis pemilik industri bisa meraih keuntungan!" tegas Amir.

"Keberpihakan pada kapitalis itu tampak pada harga beras petani yang mereka tekan rendah agar buruh pabrik dan pekerja kapitalis yang digaji amat rendah tetap bisa membeli beras untuk bertahan hidup!" 

"Kebijakan upah murah ditopang beras murah yang ditekan harganya secara ketat oleh pemerintah lewat Bulog sejak Orde Baru bukti keberpihakan pemerintah dan elite politik pada petani dan buruh cuma omong kosong!" timpal Umar. 

"Karena itu, sistem ekonomi kita harus diubah orientasinya jadi berpihak pada petani, nelayan, dan buruh! Bukan berpihak kapitalis untuk dijadikan poros pertumbuhan, yang terbukti gagal!" "Bukti kegagalan itu pada pertumbuhan sektor industri manufaktur yang 2004 tumbuh 28,58%, pada 2013 malah cuma 23,69%," tukas Amir. 

"Jadi salah besar memanjakan kapitalis dengan menekan upah buruh serendah mungkin, sia-sia mengorbankan mayoritas rakyat!" "Langkah awal perubahan keberpihakan itu telah dimulai Jokowi selaku gubernur Jakarta pada 2012, menaikkan upah buruh 47%—dari UMP Rp1,5 juta jadi Rp2,2 juta—persentase tertinggi kenaikan upah buruh sepanjang sejarah!" timpal Umar. 

"Untuk keberpihakan kepada petani dan nelayan, dengan upah buruh yang kian mampu membeli beras dan ikan dengan harga membantu petani dan nelayan, suatu keseimbangan baru harus dibuat—setidaknya meniru Jepang: harga beras dipatok 300 yen/kg (setara Rp30 ribu), semua sektor menyesuaikan, mencapai keseimbangan pada garis kesejahteraan petani dan nelayan itu!" 

"Keseimbangan keberpihakan kepada petani, nelayan, dan buruh itu bisa terwujud didukung kartu BPJS/Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, dan kartu subsidi BBM!" tegas Anir. "Tinggal pejabat dan elite politik, apa siap keberpihakannya pada kapitalis dialihkan ke petani, nelayan, dan buruh?" ***
Selanjutnya.....

Politik Silaturahmi Hatta Rajasa!


"HATTA Rajasa, calon wapres pasangan capres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014, Senin (1/9) malam, mengucapkan selamat kepada presiden terpilih Joko Widodo dalam pertemuannya di rumah Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh!" ujar Umar. "Pertemuan terkesan bernuansa rahasia, tak memberi informasi kepada wartawan yang menunggu di luar rumah (Kompas.com, 2/9). 

"Seusai pertemuan itu, di pita running text Metro-TV muncul berita ‘Hatta Rajasa sudah memberi ucapan selamat Jokowi’," timpal Amir. "Selasa pagi muncul berita di pita sama hasil pertemuan SBY dan Koalisi Merah-Putih, 

'Koalisi Merah-Putih akui kemenangan Jokowi-JK' dan 'Presiden: Koalisi Merah-Putih sebagai penyeimbang pemerintah’. Tampak ada peredaan situasi konflik di gelanggang politik nasional usai Hatta Rajasa secara elegan melakukan politik silaturahmi, menemui presiden terpilih Joko Widodo untuk mengucapkan selamat!"

Ucapan selamat Hatta Rajasa tepat waktu, setelah gugatan pasangan Prabowo-Hatta ditolak PTUN akhir pekan lalu!" tegas Umar. "Ucapan selamat itu sekaligus memberi isyarat, Koalisi Merah-Putih di parlemen akan menjadi penyeimbang yang sehat, bukan sejenis pengganggu asal jegal kebijakan pemerintah!" 

"Bukan sekadar sehat, politik silaturahmi berdasar dan berporos pada akal sehat—yang benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat, kepentingan negara-bangsa, kemanusiaan, dan prinsip-prinsip demokrasi!" timpal Amir. 

"Terpenting, politik silaturahmi dengan akal sehat tak menonjolkan kepentingan elite politik an sich yang penuh intrik dan fitnah!" "Politik silaturahmi dengan akal sehat dicirikan oleh praktiknya yang serbaetis, penuh kesantunan!" lanjut Umar. 

"Dengan demikian, perilaku setiap elite politik bisa menjadi teladan baik masyarakat, bukan lagi contoh buruk yang gemar menebar fitnah dan kebencian antarsesama!" "Terlepas dari agenda politik di balik pertemuan 'rahasia' ketiga tokoh, Jokowi-Hatta Rajasa-Surya Paloh, langkah politik silaturahmi Hatta Rajasa memberi ucapan selamat kepada presiden terpilih sebagai pesaingnya di pilpres bisa menjadi awal tradisi baik dalam ptaktik politik di negeri kita!" tegas Amir. 

 "Apalagi, dengan pilpres yang hanya memilih dua pasang calon, warga bangsa terbelah dalam dua pilihan. Lewat politik silaturahmi Hatta Rajasa, keterbelahan bangsa secara sosio-psikologis itu bisa disatukan kembali dalam hakiki persatuan Indonesia!" ***
Selanjutnya.....