Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Malang Nian Nasib Cucu Bangsa!


"JERIT saat lahir cucu bangsa kelak jauh lebih keras karena tekanan kondisi buruk mencekam sejak mereka di kandungan!" ujar Umar. "Kondisi buruk itu akibat kakek mereka menghabiskan semua kekayaan alam warisan untuk mereka! 

Perut bumi kopong dari segala mineral isinya semula, sumur minyak kering, hutan tandus, sedang beban utang negara yang harus cucu bangsa bayar menggunung!" "Malang nian nasib cucu bangsa akibat kelakuan celaka kakek mereka yang tamak dan sombong!" timpal Amir. "Tamak, segala kekayaan dikuras tak cukup untuk foya-foya di masanya, masih menumpuk utang lagi lewat APBN dan APBD defisit yang dibebankan pada cucu bangsa!"

Sombong, meniru negara maju untuk defisit dan menggali utang!" tukas Umar. "Negara maju memakai produktif, sedang kakeknya utang itu dihamburkan jadi asap knalpot mencemari jalanan macet kota besar, belanja birokrasi yang kegemukan, dan dikorupsi! 

Besar utang negara maju sebanding kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya, serta kemampuan membayar! Utang kakek dikorupsi, menyisakan infrastruktur hancur dan kemiskinan!" "Secara nasional, dari transfer APBN ke daerah jadi APBD, dana buat belanja rutin birokrasi lebih 70%. 

Sisanya yang untuk pembangunan, korupsinya merebak, sampai ada yang bersyukur kalau bisa 50% saja yang benar dipakai untuk fisik proyek!" lanjut Amir. "Lebih buruk lagi, bengkaknya birokrasi di daerah justru merupakan hasil tambahan buat kepala daerah di suatu kurun, saat penerimaan pegawai baru dironai tarif terselubung, tergantung posisinya! 

Kalaupun ada yang mengaku gratis, pasti ada kaitan dengan pejabat penting, jadi nepotisme!" "Jadi kalau ada yang sesumbar pada satu dekade ini terjadi kemajuan, banyak orang punya mobil dan motor, beberapa bandara luar Jawa (Medan dan Makassar) dibangun ultramodern, jelas jauh dari sebanding dengan kerusakan alam dan utang yang dibuat!" tegas Umar. 

"Keluar dari bandara bagus, masuk jalan provinsi dan kabupaten badan jadi sakit diguncang bebatuan dan lubang, banyak orang punya motor lebih terbantu oleh kemudahan kredit—masa itu hanya bawa uang Rp500 ribu pulang dari diler bawa motor baru!" 

"Jadi sebelum reformasi birokrasi berhasil, anggaran defisit dan utang tak layak jadi kebanggaan!" timpal Amir. "Bertenggang rasalah pada cucu bangsa, yang warisan untuknya dihabiskan malah disuruh bayar utang kakeknya yang tak tahu diri!" ***

0 komentar: