"MA—Mahkamah Agung—dalam putusan kasasi mencabut hak politik (hak untuk dipilih dalam jabatan publik) terpidana Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)," ujar Umar. "Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis LHI 16 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. MA juga memperberat hukuman LHI menjadi 18 tahun penjara!" (Kompas.com, 16/9)
"Selaku anggota DPR, LHI terbukti telah melakukan hubungan transaksional dengan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi," timpal Amir. "LHI terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagiannya, yaitu senilai Rp1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah."
"Ketua majelis kasasi perkara LHI, Artidjo Alkostar, mengatakan hubungan transaksional LHI dengan pengusaha daging sapi itu merupakan korupsi politik!" tegas Umar.
"Hubungan transaksional terpidana yang anggota legislatif dengan pengusaha daging sapi, Maria Elizabeth Liman, itu merupakan korupsi politik karena dilakukan LHI dalam posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious crime), kata Artidjo yang menjabat ketua Kamar Pidana MA."
"Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai pencabutan hak politik oleh MA atas LHI itu menjadi sinyal peringatan bagi pejabat publik lainnya agar tidak bermain-main dengan kekuasaan!" tukas Amir. "Ke depan, KPK akan memberlakukan tuntutan standar pencabutan hak politik pejabat publik yang menjadi terdakwa korupsi!"
"Menurut Busyro, memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang dilakukan LHI bisa memengaruhi kebijakan pemerintah terkait impor daging yang dampaknya bisa merugikan peternak nasional!" timpal Umar.
"Kasus ini bagi KPK merupakan korupsi sistemik, berupa sejumlah kebijakan pemerintah untuk impor sapi dengan menelantarkan peternak sapi sebagai rakyat kelas bawah yang seharusnya diproteksi pemerintah agar mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri."
"Putusan MA mencabut hak politik terpidana korupsi itu, selain diikuti KPK dengan menstandarkan dalam tuntutan ke depan, layak jadi perhatian penuntut dan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi seluruh Tanah Air!" tegas Amir. "Dengan itu, lebih banyak lagi hal buruk yang harus dipertimbangkan pejabat publik untuk bermain-main kekuasaan!" ***
0 komentar:
Posting Komentar