Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Cuci Gudang 2011, Solusi Akhir Tahun!

DI obral cuci gudang akhir tahun sebuah toko, Edi membeli selusin celana dalam. Cewek di kasir toko nyeletuk, "Celana ini nanti dinomori satu sampai 12, setiap hari pakainya urut nomor!" "Tebakan tepat!" sambut Edi. "Meskipun nomor urut pakainya bukan harian, melainkan bulanan! Nomor satu Januari, nomor dua Februari, dan seterusnya!" "Hah!" kasir tersentak. "Apa tak gatal, sebulan sekali ganti celana dalam?" "Kan bukan cuma satu celana dalamnya!" jelas Edi. "Satu celana dalam baru setiap bulan itu untuk menambah yang ada! Satu celana dalam lama yang butut diapkir!" "Pola hidup terencana!" timpal kasir. "Hebat!" 

"Kebetulan! Seumur hidup sebenarnya baru kali ini aku ke obral cuci gudang!" ujar Edo. "Tapi suatu hal yang kebetulan bukan berarti tak bisa dijadikan solusi! Tanpa kecuali buat TPF (Tim Pencari Fakta) bentukan Presiden SBY terkait kasus Mesuji! Kebetulan TPF dibentuk, rekomendasinya mencuci gudang permasalahan 2011, buat semua stakeholder—instansi pemerintah, investor, dan warga masyarakat—melangkah bersama dengan saksama menyelesaikan masalah pada 2012!" "Tapi kata berita, baik pihak pemerintah, investor, dan warga masyarakat sama-sama bermasalah, tuh!" tukas kasir. "Justru itu TPF bisa menyiapkan rekomendasi skema penyelesaian dengan kesepakatan ketiga pihak tersebut dalam kedudukan setara, masing-masing terikat kewajiban sesuai setiap haknya yang diaktualisasikan!" tegas Edi. "Misalnya, guna sekalian menyelesaikan masalah tanah seantero negeri, direkomendasikan Pemerintah Pusat melaksanakan landreform—redistribusi tanah—menurut UU Pokok Agraria No. 5/1960, sesuai kondisi lapangan di setiap daerah, di Mesuji mungkin berpola PIR, maka semua pihak berpadu kerja sama mewujudkan rekomendasi itu dengan melaksanakan kewajiban masing-masing!"

"Apa bisa semudah itu?" timpal kasir. "Pemerintah apa mau membagi-bagi tanah gratis lengkap dengan sertifikat untuk dijadikan dasar bank memodali PIR? Lalu, apa ada bank berani terjun bebas ke pusaran konflik seserius itu?" "Untuk seorang kasir seperti kamu, solusi seperti itu memang tak masuk akal!" tegas Edi. "Tetapi itulah tantangan buat TPF, meski rekomendasinya tak masuk akal awam, tetap bisa dilaksanakan!" "Justru itu kelemahan penguasa selama ini! Selalu membuat kebijakan semata berdasar kekuasaan, sukar dipahami akal sehat awam!" tukas kasir memberi tanda lunas. "Selamat Tahun Baru!" ***
Selanjutnya.....

NTP Lampung, Reputasi yang Layak Dijaga!

"DI balik catatan negatif yang mendera Lampung terkait kasus Mesuji akhir 2011, reputasi Lampung memuncaki nilai tukar petani (NTP) nasional sejak 2010 (pada 117,46) yang melejit November 2011 menjadi 123,24 (BPS Lampung) layak dijaga," ujar Umar. "Dengan posisi jauh di atas NTP nasional yang November 2011 pada 105,64 (www.bps.go.id/index.php), reputasi itu punya arti penting bagi tingkat kesejahteraan lewat daya beli petani atas produk sektor lain! Itu mendukung pertumbuhan ekonomi Lampung triwulan III 2011 sebesar 6,85% yang didominsi konsumsi swasta!" "Posisi ranking satu nasional NTP Lampung itu jelas layak dijaga karena penurunan yang terjadi secara nyata mencerminkan penurunan daya beli petani daerah ini!" timpal Amir. "Salah satu alasan perlu diwaspadai, karena NTP November 2011 itu sebenarnya sudah terjadi penurunan dari NTP Oktober 2011 di posisi 123,67, akibat turunnya NTP subsektor tanaman pangan sebesar 0,88%!" 

"Itu dia!" tukas Umar. "Memang turunnya NTP subsektor tanaman pangan itu dicatat akibat turunnya harga singkong dan kacang tanah! Tapi harus diwaspadai dengan lebih saksama ekses yang bisa lebih buruk pada NTP akibat impor beras ke Lampung 60 ribu ton, apalagi kalau jadi sampai Februari 2012 ditambah menjadi 75 ribu ton!" "Koordinasi yang sinkron antarinstansi daerah ini untuk menjaga reputasi itu mutlak perlu. Karena jika ada instansi sesuka-suka sendiri hingga merusak reputasi tersebut, sisa rasa bangga warga Lampung mengatasi citra negatif yang telanjur mencekam itu akan ikut rusak!" timpal Amir. 

"Pemahaman perlu pada perasaan warga Lampung yang merasa dinodai nama baiknya oleh orang-orang luar yang datang menyulut masalah dan keonaran di Lampung! Terutama pemahaman bahwa rasa harga diri—fi'il—adalah segalanya bagi warga Lampung!" "Kebanggaan atas ranking satu nasional NTP Lampung pada angka 123,24, jauh di atas runner-up DIY pada 116,77, disusul Sumsel pada 109,50 dan Kalsel 109,31, bukan saja harus dipertahankan tetapi juga harus ditingkatkan sebagai usaha meningkatkan terus kesejahteraan keluarga petani daerah ini!" tegas Umar. "Untuk itu usaha terpenting pada 2012 adalah memperbaiki semua infrastruktur pertanian dan perdesaan, agar kualitas produksi dan sarana pemasarannya lebih baik sehingga petani bisa mendapatkan harga yang lebih baik lagi bagi produksi pertaniannya!" "Pokoknya prestasi 2010 berhasil ditingkatkan jadi reputasi tinggi pada 2011!" timpal Amir. "Tentu, itu harus dibuat lebih mapan pada 2012!" ***
Selanjutnya.....

Kampanye yang Kontraproduktif!

MELIHAT gejala sejumlah murid mulai belajar minum alkohol, direktur sebuah SMA meminta guru Biologi melalui bidang studinya kampanye bahayanya alkohol kepada semua murid. Untuk itu, di depan kelas sang guru memasukkan cacing ke dalam dua gelas, satu berisi air dan satu lagi berisi alkohol. Di gelas air cacingnya tetap hidup, sedang di gelas alkohol cacingnya mati. "Apa arti kenyataan ini?" tanya guru pada kelas. Seorang siswa angkat tangan langsung menjawab tegas, "Kalau minum alkohol tidak cacingan!" Tawa riuh meledak di kelas. "Pertama cacingnya yang mati!" timpal guru. "Selanjutnya, kalau minum alkohol terus-terusan orangnya yang mati! Lihat cacing yang kena alkohol ini, sel-sel tubuhnya rusak, bahkan kemudian hancur! Tubuh manusia, meski besar, juga terdiri dari jaringan sel seperti cacing! Artinya, tubuh manusia juga bisa rusak oleh alkohol jika dikonsumsi terus-terusan!" 

"Kalau begitu minum alkoholnya sebatas untuk membunuh cacing dalam perut!" sela siswa lain. "Masalahnya alkohol itu zat adiktif, bisa membuat orang kecanduan!" tegas guru. "Hingga, meski semula niatnya minum sedikit sebatas membunuh cacing, minumnya tak bisa dihentikan sampai setiap hari terjungkal mabuk!" "Mending mabuk alkohol muntah dan terjungkal hingga berhenti minum selama tak sadar diri! Yang menderita sakit dan akibat mabuk cuma diri sendiri dan keluarganya!" tukas siswa. "Ketimbang mabuk kekuasaan, semakin tak sadar kian ganas korupsi dan rekayasanya menguras uang rakyat! Yang menderita akibatnya rakyat banyak, semakin dalam terbenam kemiskinan struktural—miskin karena tertindas struktur kekuasaan!"

"Pokoknya asal mabuk, baik mabuk alkohol atau mabuk kekuasaan, sama buruknya!" entak guru. "Mabuk alkohol merusak diri dan keluarga, mabuk kekuasaan menghancurkan masyarakat bangsa! Karena itu kampanye antialkohol dan antikorupsi sebagai simpul mabuk kekuasaan, harus saksama!" "Tapi kampanyenya kontraproduktif! Polisi cuma menggilas ribuan botol alkohol dengan buldoser untuk dimusnahkan! Tak satu pun koruptor digilas buldoser untuk dimusnahkan!" tukas siswa. "Coba keduanya dilakukan dengan cara saksama seperti kampanye pemberantasannya!" "Penegakan hukum dilakukan sesuai objeknya!" tegas guru. "Tindakan hukum pada manusia tak bisa disamakan dengan benda!" "Tapi itu khusus untuk manusia koruptor, yang diberi penjara dan keringanan istimewa!" timpal siswa. "Sedang pada manusia lain, seperti di Bima, malah diperlakukan lebih buruk dari benda!" ***
Selanjutnya.....

Efek Domino Kasus Mesuji!

"SETELAH ribuan massa yang tergusur kembali berkemah di lahan Silva Inhutani, Tugu Roda, Simpangpematang, Kabupaten Mesuji, Senin menggelar doa bersama dan testimoni, Selasa sebanyak ribuan orang muncul menuntut tanah di Perkebunan sawit PT BNIL, Kabupaten Tulangbawang!" ujar Umar. "Tampak, efek domino aksi massa berbilang ribuan di setiap lokasi bergerak amat cepat, Senin di Tugu Roda Mesuji, Selasa di BNIL Tulangbawang, esok entah di mana lagi!" "Itu pertanda Pemprov dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Lampung bukan waktunya lagi untuk tetap adem ayem! Tunjukkan Lampung masih bertuan!" sambut Amir. "Selain karena banyak sengketa tanah yang bisa mempercepat efek dominonya, di Lampung setidaknya masih ada 200 ribu keluarga yang hidup nomaden, seperti di tempat-tempat tertentu yang jika terpicu amat cepat muncul dalam jumlah masif di suatu lokasi! Jumlah 200 ribu keluarga itu dengan asumsi 25 ribu tertampung proyek hutan kemasyarakatan (HKm) di Tanggamus!" 

"Artinya, segenap pimpinan daerah harus segera tampil menghentikan gelagat buruk yang telanjur menggelinding, karena membiarkan gejala yang berakibat negatif secara multidimensi bagi Lampung itu, bisa lebih fatal—bisa merusak sendi-sendi tatanan sosial-ekonomi-politik Lampung yang sampai akhir pekan lalu masih kondusif!" tegas Umar. "Pentingnya segenap unsur pimpinan daerah tampil saksama mengatasi masalah ini karena tak mungkin lagi diselesaikan dengan power yang bersifat fisik—karena hanya berujung adu fisik—tetapi pendekatan kebijaksanaan, oleh power yang berwenang menguak jalan menyelesaikan masalah!" "Kemampuan pimpinan di Lampung mengatasi konflik lahan di balik dinamikanya yang heboh, akan menjadi contoh bagi provinsi lain yang menghadapi kasus sejenis akibat pembiaran yang berlangsung secara nasional!" timpal Amir. 

"Untuk penyelesaiannya, bukan satu jalan ke Roma! Terpenting justru terbangunnya saling pengertian menghadapi masalah bersama sebagai satu bangsa! Tak ada sikap mau benar dan mau menang sendiri, semua pihak harus siap tawar-menawar yang justru saling menguntungkan!" "Solusi pertama menerapkan HKm model Tanggamus di kabupaten lain yang punya potensi sama! Kedua, ditampung dalam kelompok usaha bersama hutan tanaman industri (HTI). Semua itu tentu hanya untuk sebagian!" tegas Umar. "Ketiga ditawarkan retransmigrasi—dengan segala fasilitasnya—seperti pernah dilakukan! Pokoknya disiapkan sejumlah pilihan, silakan pilih sendiri!" ***
Selanjutnya.....

Beda Cermin dan Bawahan!

SEORANG pejabat yang matanya kabur di balik kacamata hitamnya membuka pameran lukisan. Didampingi ajudan yang sekaligus pembisiknya, ia melihat-lihat lukisan. "Lukisan ini bagus, burung-burungnya hidup!" ujar pejabat. "Jangan keras-keras, Pak!" bisik ajudan. "Itu gambar aneka ikan hias di akuarium!" Sang pejabat pun mengikuti anjuran ajudan, dan berbisik, "Kalau yang ini dua penari Bali, kan?" "Bukan!" bisik ajudan. "Itu gambar adu ayam!" 

Akhirnya pejabat sampai ke pojok dan berbisik ke ajudan, "Ini pasti lukisan seekor gorila yang buas!" "Itu bukan lukisan!" bisik ajudan. "Tapi cermin!"
"Hua ha ha!" pejabat terbahak di mobil mengingat gambar dirinya di cermin dia sebut gorila buas. Ia tanya ajudan, "Yang salah mataku atau cermin?" "Salah cerminnya!" jawab ajudan. "Karena dia tak memberikan gambaran sesuai keinginan Bapak, seperti dilakukan para bawahan Bapak!" 

"Itu beda cermin dan bawahan!" timpal pejabat. "Cermin benda mati, cuma bisa objektif! Sedang bawahan manusia hidup punya kepentingan sehingga bisa subjektif! Subjektivitas membuat bawahan selalu bisa memberi gambaran sesuai keinginan atasan, sang penguasa!" "Karena itu penguasa dapat memilih gambaran dari bawahan yang subjektif, bukan dari sumber objektif yang bebas kepentingan, seperti cermin!" sela ajudan. 

"Soalnya yang subjektif itu orientasinya cocok dengan kepentingan internal!" tegas pejabat. "Sedang yang objektif, karena bebas kepentingan, tak selalu cocok dengan kepentingan internal penguasa yang selalu amat spesifik!" 

"Kepentingan internal yang subjektif dan amat spesifik itu memang hanya bisa dipenuhi oleh struktur internal yang subjektif!" tukas ajudan. "Untuk itu penguasa kita merekrut amat besar PNS, tenaga internal yang subjektif, karena hanya lewat 'Jalur B' (birokrasi) seperti itu kepentingan internal yang subjektif dan spesifik bisa dipenuhi!" "Itu karena penguasa kita belum bisa dan belum terbiasa menggunakan sarana-sarana objektif yang bebas kepentingan, termasuk teknologi!" timpal pejabat. 

"Penguasa negara maju memakai peta satelit, atau analisis komputer, untuk dasar kebijakan yang objektifnya kepentingan publik! Bukan tujuan spesifik penguasa yang subjektif!" "Maka itu, belanja negara maju lebih banyak untuk pengembangan teknologi yang berorientasi kepentingan publik!" tegas ajudan. "Belanja negara kita lebih besar belanja pegawai, meskipun PNS telah kebanyakan masih terus ditambah!" ***
Selanjutnya.....

Menerjemahkan Kepentingan Elite ke Bahasa Rakyat!

DALAM upacara pembukaan festival internasional panjat pohon damar, Amir ditugasi sebagai penerjemah pidato Sekjen Kerjasama Budaya Dunia yang disampaikan dalam Bahasa Inggris. Massa yang entusias berjubel memadati Stadion Utama Bukit Udik, berdesak-desakan sampai rapat ke panggung podium upacara! "Bapak-ibu dan hadirin sekalian!" Amir bicara saat Sekjen yang bule itu mulai pidato. "Karena bahasa tamu kita rumit, Bapak-ibu dan hadirin sekalian ikuti saja instruksi saya, kalau saya suruh tepuk tangan atau tertawa!" "Setuju...!" sambut massa disusul tepuk tangan. Kepada Sekjen yang terkejut tiba-tiba dapat tepuk tangan Amir acungi jempol, ia pun kembali pidato. 

"Nah, si bule bicara lucu, ayo semua tertawa! Terbahak-bahak!" seru Amir, yang disambut massa tertawa sampai terpingkal-pingkal justru oleh lucunya cara Amir menerjemahkan. Setelah pidato Sekjen mencapai klimaks, Amir kembali berseru, "Ayo semua tepuk tangan! Terus tepuk tangan sampai ia kembali duduk!" Di peristirahatan Sekjen memuji Amir, "Salut pada kemampuanmu menerjemahkan bahasaku yang elitis ke bahasa rakyat, hingga mereka meresapi pidatoku sampai lubuk hati, tampak dari tawa dan tepuk tangan mereka yang tulus!" "Rakyat memang menunggu realisasi janji para pemimpin dunia untuk melunasi kompensasi atas pengabdian mereka menjaga kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia!" jawab Amir. "Terutama kompensasi atas moratorium tidak menggarap segala bentuk hutan demi menahan laju pemanasan global!" "Itu benar-benar sejalan dengan pidatoku!" tegas Sekjen. 

"Tapi sulit mencari penerjemah seperti kau, yang bisa menyampaikan dalam bahasa rakyat kepentingan elite yang berorientasi pada kepentingan asing! Lebih sering, disampaikan dalam bahasa kekuasaan yang bahkan amat vulgar, sehingga malah menyulut konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi!" "Bahasa kekuasaan sering jadi amat vulgar karena diboboti dan menamengi kepentingan elite yang berlebihan!" tukas Amir. "Di sisi lain, kepentingan rakyat dimanipulasi--juga oleh sementara elite dengan topeng advokasi membela rakyat--untuk kepentingan politik elite tertentu! Akibatnya, rakyat terjepit cuma jadi korban (dikorbankan) di tengah-tengah konflik antarelite!" "Tak semua begitu!" timpal Sekjen. "Di sejumlah negara, rakyat jadi korban akibat kelalaian elite yang terlalu asyik menikmati kekuasaan! Terlalu nikmat, konflik dibiarkan kian berbelit-belit!" ***
Selanjutnya.....

Sopir Omprengan Mobilnya Mogok!

SITI lega, meskipun kemalaman turun dari feri, di Bandar Lampung masih ada omprengan (taksi gelap) mau ke kampungnya. Kelelahan di jalan, Siti tertidur di jok belakang! Saat terbangun Siti tersentak, mobil jalan dengan kursi tempat sopir kosong! Ia menjerit histeris minta tolong! Kaca samping dia duduk diketuk dari luar, di terangnya cahaya bulan terlihat kepala sopirnya! Siti pingsan! Siti tersadar di kursi ruang tamu rumahnya, dikerubuti kerabat dan tetangga! "Kau pingsan!" tutur ibunya mengelus kepala Siti. "Untung sopirnya baik, kau diantar sampai depan pintu rumah yang kau sebutkan dengan tepat letaknya saat tawar-menawar mobil omprengan!" "Sopirnya mana?" tanya Siti, kuduknya bergidik. "Sudah pergi!" jawab ibunya. "Kau sampai rumah dengan selamat, mau apa lagi?" "Sopir itu hantu!" tegas Siti. "Mobilnya berjalan sendiri, kepala sopirnya melayang di luar mobil!"

"Hantu apa menagih uang ongkosnya!" timpal ibu. "Dia tadi cerita, mobilnya mogok! Tapi karena sudah dekat dan di jalan menurun, ia dorong sampai depan rumah! Katanya kau ketakutan, saat dia beri tahu sudah dekat! Dan kau pingsan!" "Mobilnya mogok kok bisa cepat pergi?" kejar Siti. "Kuperiksa, kepala baterai kendor, mungkin akibat goncangan jalan rusak!" jelas abang Siti. "Setelah bautnya dikencangkan bisa jalan lagi!" "Masak sopir tak tahu kerusakan mobilnya, hingga dia dorong sejauh itu?" entak Siti. "Sedang susah cari pekerjaan, asal bisa dapat duit tak ahli pun dilakoni saja!" jawab abang.

"Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi ini naik 0,54%, dari 5,24% pada Februari 2011 menjadi 5,78% pada Agustus 2011." "Tapi laporan akhir tahun Pemprov menyebut 2011 pengangguran turun signifikan?" tukas Siti. "Pemprov punya data sendiri! BPS mencatat soal angkatan kerja setiap enam bulan, Agustus dan Februari! Jadi, angka year on year (yoy) BPS tunggu Februari!" ujar abang. "TPT itu seiring tingkat partisipasi angkatan kerja yang turun 3,13%, dari 71,13% di Februari 2011 menjadi 68,0% pada Agustus 2011." "Angka absolut persentase itu berapa?" tanya Siti. "Dari total angkatan kerja di Lampung Agustus 2011 sebesar 3,7 juta orang, yang bekerja 3.482 ribu orang, turun 164 ribu orang dibanding yang bekerja pada Februari 2011 sebesar 3.646 ribu orang!" jelas abang. "Di antara yang tersisih itu pekerja bebas sektor pertanian, turun 7,14%! Menyempitnya kesempatan bagi pekerja bebas sektor pertanian merisaukan, sebab itu terminal paling ujung di tepi jurang pengangguran!" ***
Selanjutnya.....

Tumbuh dalam Kondisi Terbatas!

"AH, roti keju lagi!" keluh Edi saat membuka kotak plastik bekal makan siang pada jam istirahat buruh pabrik. "Tiap hari makan roti keju!" "Edi!" entak Edo. "Setiap hari kau mengeluhkan bekal makan siangmu roti keju! Bilang ke istrimu supaya mengganti menu makan siangmu!" "Aku belum kawin, Bang!" jawab Edi. "Aku cuma bisa membuat roti keju untuk makan siangku!" "Kalau begitu jangan mengeluh terus!" tegas Edo. "Tapi syukurilah, dengan kondisimu yang terbatas itu bisa bertahan hidup, sekaligus konsumsimu atas roti dan keju yang bahan bakunya diimpor itu menyumbang pertumbuhan ekonomi provinsi Lampung 5,2% sampai 6,2% pada 2012!" "Jadi konsumsi kita yang terbatas menyumbang pertumbuhan ekonomi daerah juga?" timpal Edi.

"Konsumsi swasta menyumbang 51% PDRB—produk domestik regional bruto—jauh di atas belanja pemerintah, 22,77%!" tegas Edo. "Tapi bagi buruh yang konsumsinya terbatas, arti pertumbuhan yang dinikmati juga kecil!" "Cuma tumbuh umurnya saja, Bang!" entak Edi. "Kalau ekonomi dan kekayaannya, tidak tumbuh!" "Memang! Pertumbuhan itu hanya dinikmati elite dan kelas menengah!" tegas Edo. "1% elite di puncak piramida bangsa menguasai 30% aset nasional! Disusul 15% kelas menengah menguasai 50% aset nasional! Lalu, 84% rakyat jelata cuma kebagian 20% aset nasional!" "Pantas jalanan macet oleh mobil baru di semua kota besar, jemaah haji antre menunggu giliran lebih lima tahun, penumpang pesawat terbang tak tertampung ruang tunggu, karena kelas menengah tumbuh dahsyat ekonominya!" timpal Edi. "Tapi di lain pihak, lapisan terbawah yang jumlahnya tambah besar porsinya semakin kecil!" 

"Begitulah realitasnya!" tegas Edo. "Pertumbuhan kelas menengah memang luar biasa, terutama dalam peningkatan kemampuan konsumtifnya! Dengan sikap pragmatismenya yang amat kuat pula, kesenjangan ekonomi dengan lapisan rakyat jelata kian mencolok!" (Kompas, 19-22 Desember) "Dengan kelas menengah yang pragmatis, hanya berorientasi pada kepentingan dan kepuasan dirinya, tanpa kecuali itu harus dicapai dengan mengorbankan jelata seperti buruh dan warga miskin umumnya, dengan sistem distribusi yang sangat tak adil pertumbuhan bisa berarti pengorbanan bagi kaum jelata!" timpal Edi. "Karena, pertumbuhan dicapai dari selisih nilai produktivitas sebenarnya kelas pekerja dengan upah yang cuma sebagian kecil dari nilai produktivitas tersebut!" ***
Selanjutnya.....

Kisah TKI Saat 'Mulang Tiuh'!

TAKSI bandara dapat penumpang seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru tiba dari luar negeri. Untuk mulang tiuh—pulang kampung, taksi harus lewat kota. Melihat bangunan mal baru, ia tanya sopir, "Berapa lama itu dibangun?" "Lama juga, hampir dua tahun!" jawab sopir. "Kalau di luar negeri, bangunan seperti itu empat bulan siap!" timpal TKI. Melihat hotel bertingkat, ia tanya, "Hotel itu, berapa lama pula dibangun?" "Sama, satu tahun lebih!" jawab sopir. "Di luar negeri itu tiga bulan selesai!" ujar TKI. Di persimpangan ia lihat jalan layang, "Jalan layang itu berapa lama dibangun?" "Jalan layang mana?" sopir yang dongkol pada TKI yang sombong dengan luar negeri, balik bertanya. "Itu, masak tak lihat jalan layang!" tegas TKI. 

"Ada jalan layang di situ?" timpal sopir pura-pura terkejut. "Kemarin aku lewat situ belum ada!" "Mana mungkin jembatan layang selesai dibangun dalam satu malam!" entak TKI. "Di negeri kita apa yang tak mungkin?" tegas sopir. "Candi Sewu dibangun Bandung Bondowoso dalam satu malam, sebagai bukti cintanya pada putri Roro Jonggrang!" "Itu kan legenda!" timpal TKI. "Dalam kenyataan, apalagi di negeri kita, anggarannya saja tak ada!" "Jangan anggap enteng soal anggaran proyek di negeri kita sekarang!" tegas sopir. "Baca ini, koran hari ini! Provinsi Lampung dapat DIPA—daftar isian pelaksanaan anggaran—sebesar Rp6,1 triliun! Dengan dana pembangunan sebanyak itu, bukan mustahil proyek di sini bisa diselesaikan lebih cepat dari di luar negeri! Belum lagi, seperti tahun lalu, DIPA itu segera disusul dana perimbangan pusat-daerah berupa DAU, DAK, dan bagi hasil besarnya belasan triliun!" "Jadi tahun lalu provinsi kita sudah dapat dana dari pusat belasan triliun?" sambut TKI. 

"Kok dari tadi kulihat jalan rayanya masih seperti dulu, bangunan baru cuma mal dan hotel milik swasta!" "Itu karena pemimpin daerah ini rendah hati, tak suka pamer dengan pembangunan fisik mencolok yang bisa dituding sebagai proyek mercusuar!" tegas sopir. "Karena itu jangan menilai kemajuan dari perubahan yang dilakukan pemerintah dalam pembangunan secara fisik termasuk jalan, tapi lihatlah kemajuan perekonomian rakyat dengan ukuran-ukuran yang konkret—penerbangan dari CN-235 sehari dua kali kini jadi lebih 10 kali pakai Boeing 737-200 sampai 737-800. Lalu, jalan kota macet dengan mobil dan motor tahun terakhir!" "Saya setuju perekonomian masyarakat dijadikan ukuran kemajuan!" timpal TKI. "Tapi pasti lebih afdal jika kemajuan didukung bangunan publik yang sebanding dari pemerintah daerah!" ***
Selanjutnya.....

Atasi Fobia Dunia-Akhirat!

"TEMANI aku ke ahli jiwa!" ajak Edo. "Sudah lima malam aku tak bisa tidur!" "Menemani kau ke ahli jiwa karena kau tak bisa tidur?" timpal Edi. "Sadarkah kau? Bisa dikira orang, salah satu dari kita sakit jiwa! Kalau bukan kau, pasti aku yang dianggap sakit jiwa! Selain itu, ahli jiwa itu tergolong dokter spesialis, sekali konsultasi tarif resminya bisa Rp100 ribu! Belum tentu sekali jumpa langsung sembuh! Kalau harus berkali-kali, apa kau punya duit banyak?" "Tak bisa konsultasi gratis, ya?" tanya Edo. "Mungkin bisa kalau bawa surat keterangan miskin dari lurah!" jawab Edi. "Tapi kenapa sih, berhari-hari kau tak bisa tidur?" "Kalau aku berbaring di atas ranjang, serasa di bawah ranjang ada orang!" jelas Edo. "Sedang kalau aku ke kolong ranjang, orangnya di atas!" 

"Huahaha, itu fobia orang tak rajin beribadah!" tegas Edi. "Pertama potong semua empat kaki ranjangmu! Lalu sebelum tidur, baca Ayat Kursi!" "Apa hubungan kaki ranjang dan Ayat Kursi?" tanya Edo. "Pemotongan kaki ranjang itu solusi logis, sedang Ayat Kursi solusi spiritual!" jelas Edi. "Dengan tak ada lagi kaki ranjang, tak ada kolongnya, jika kau di atas ranjang tak ada tempat bagi orang yang kau takutkan di bawah kolong! Sedang Ayat Kursi untuk mendapat jaminan perlidungan Yang Mahakuasa dengan pengawasan malaikat! Maksudnya, setiap masalah diselesaikan fisik-formalnya secara logis-rasional, dilengkapi solusi spiritual sehingga insya Allah masalah selesai dunia-akhirat!"

"Solusi dunia-akhirat!" timpal Edo. "Pasti itu yang diharapkan tokoh lintas agama dari pemerintahan SBY-Boediono, tapi ternyata tokoh lintas agama kecewa! Tanpa kecuali, pasangan SBY-Boediono sebenarnya telah berusaha maksimal sebatas kemampuan mereka sebagai manusia!" "Mungkin benar pasangan SBY-Boediono telah berusaha maksimal, tapi di mata tokoh lintas agama pelaksanaan tugas fisik-formalnya saja dilakukan dengan tidak memenuhi kriteria logis dan rasional, mereka sebut kebohongan!" tegas Edi. "Refleksi akhir tahun mereka di PP Muhammadiyah, Senin, diberi tajuk Tahun Penuh Dusta Masihkah Ada Asa Tersisa? Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan sepanjang 2011 kehidupan berbangsa penuh dusta dari para pemangku negara! Pemimpin negara punya kebiasaan lari dari masalah yang sudah jelas mendera bangsa!" (Detik.com, 19-12) "Tapi, apa standar orientasi dunia-akhirat itu tak terlalu berat buat pemerintah?" tanya Edo. "Kalau untuk keduniawian semata," jawab Edi, "Tak perlu tokoh lintas agama angkat bicara!" ***
Selanjutnya.....

Barang Kecil Dicari, Troli yang Hilang!

SEORANG satpam baru bertugas di pintu keluar khusus karyawan supermarket, memastikan tak sepotong barang kecil pun lolos keluar. Terakhir keluar petugas kebersihan mendorong tong sampah dengan troli. Tanpa ragu atau jijik ia raba dan balikkan sampah dalam tong, sampai pasti tak ada kesalahan dalam tugasnya! Ia lakukan dengan saksama dan cermat tugas itu sepanjang tahun, sampai ia menerima surat panggilan dari manajemen. Merasa telah bekerja dengan baik dan amat berhati-hati, ia terkejut ketika diberi tahu dirinya diberhentikan! "Apa salah saya?" tanyanya dengan suara iba. "Polisi menemukan banyak troli kita dijualbelikan di pasar gelap!" jelas manajer personalia. "Dan dipastikan, troli itu bocor lewat pintu karyawan!" "Siapa sangka kalau malah gerobak dorongnya yang dicuri?" keluh satpam. 

"Itu dia!" sambut manajer. "Anda diakui teliti atas barang kecil, tapi lengah pada barang besar! Mirip aparat memberantas korupsi, cuma menggulung koruptor kecil, kelas teri, kelas kakapnya lolos!" "Itu sama kalau korupsinya di atas meja, atau di bawah meja, masih bisa digeledah mejanya!" tukas satpam. "Tapi kalau yang dikorupsi mejanya, tak ada yang bisa digeledah! Mungkin itu yang terjadi pada skandal Century terkait uang Rp6,7 triliun, KPK sukar menemukan kasus korupsinya!" "Mungkin juga begitu kasus Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat!" timpal manajer. "Terkait kasus suap wisma atlet dengan dana proyek 'hanya' Rp195 miliar, semua tersangka cepat diproses! Tapi terkait kasus pusat olahraga Hambalang, Bogor, dengan dana proyek Rp1,3 triliun, cenderung tak diproses serius oleh KPK!" "Begitu pula nasib pemberantasan korupsi di daerah!" tukas satpam.


"Meski banyak juga kepala daerah yang jadi tersangka korupsi, dalam proses hukumnya sering yang masuk penjara pegawai kelas bawahan saja, sedang lapisan atasnya lebih banyak lolos dari jerat hukum!" "Itu sih bisa digolongkan hukum seperti pedang, hanya tajam ke bawah, sedang ke atas tumpul!" sambut manajer. "Kemungkinan bisa jadi begitu salah satu penyebabnya kapolres dan kajari, para penyidik korupsi, duduk dalam Forkopimda—Forum Komunikasi Pimpinan Daerah—bersama kepala daerah! Dalam forum itu kapolres dan kajari tentu berkomunikasi baik dengan kepala daerah! Komunikasi yang baik dan akrab, bisa punya arti khas di kalangan pimpinan daerah itu!" "Jangan bersangka buruk!" tegas satpam. "Tapi dari pengalamanku memang terbukti, yang kecil dicermati malah yang besar bobol!" ***
Selanjutnya.....

Calo Patok, Biang Konflik Lahan di Lampung!

"AGUS Revolusi, aktivis pendamping warga dalam sengketa lahan, dalam diskusi di Lampung Post lima tahun lalu, menyebutkan lebih 300 ribu warga hidup nomaden—tanpa rumah maupun sumber penghidupan jelas—di seantero kawasan hutan register Provinsi Lampung!" ujar Umar. "Dari jumlah itu, sektar 25 ribu keluarga atau nyaris seperempatnya ditampung dalam program hutan kemasyarakatan di Kabupaten Tanggamus! Sisanya masih belum menentu nasibnya!" "Sisanya cenderung bertambah, seiring terus munculnya korban baru calo patok yang tak henti beroperasi mengerahkan perambah ke kawasan register!" timpal Amir. "Calo patok itu bisa berupa yayasan memakai nama orang penting di pusat, bisa menyaru lembaga formal atau LSM, yang penting bisa membuktikan dengan uang patok Rp1 juta, orang bisa dapat tanah garapan 2 hektare! Dengan pola itu, ribuan orang memenuhi kawasan register, membentuk brigade massa berjuang membela hak atas tanah yang telah mereka beli dari menjual harta di kampung asal!" 

"Maka tak aneh dalam sengketa tanah di daerah ini, orang dengan nama bukan warga Lampung menggugat tanah ulayat!" tegas Umar. "Itu bisa terjadi karena seperti di satu register, kepala desa pinggiran register membuat selebaran dilegalisasi stempel camat dan bupati menawarkan satu patok 2 hektare lahan seharga Rp1 juta! Lahan dimaksud tanah ulayat desa, berbentuk hutan register! Di pantai timur satu yayasan membawa ribuan orang dari Jawa menggasak habis green belt mangrove yang ditanam ABRI Manunggal Reboisasi selama Orde Baru! Ribuan dari keluarga itu menduduki 8.000 hektare areal perluasan tambak Bratasena!"

"Terlepas dari konflik HAM yang diatasi, potensi konflik sejenis tinggal soal waktu terjadi di kawasan warga nomaden yang berserak luas di Lampung—jika tidak sekali kayuh semua masalah sejenis diselesaikan!" timpal Amir. "Penyelesaian model Tanggamus di kabupaten lain akan mampu mengatasi sebagian besar warga nomaden korban calo patok—yang pada setiap penertiban maju tak gentar membela hak yang mereka bayar!" "Sisanya dibuatkan usaha bersama dalam satu kompleks tempat mereka tinggal seperti Kibutz di Israel—50 hektare untuk 100 keluarga!" ujar Umar. "Setengah hektare per keluarga, 1.000 meter untuk pekarangan, 4.000 meter usaha intensif semisal tambak nila! Dikelola bersama karena butuh pengadaan dan pengolahan air, pengadaan bibit dan pakan, pemasaran produksinya, dan listrik—karena terpencil, 10 tahun lagi belum tentu PLN bisa memasoknya!" ***
Selanjutnya.....

AS dan Sekutunya Tinggalkan Irak!

"PASUKAN Amerika Serikat (AS) dan sekutunya secara resmi sejak Kamis (15-12) meninggalkan Irak, meninggalkan pemerintahan bonekanya di bawah Presiden Jalal Talabani sendirian berjuang mempertahankan puing-puing sisa keagungan Babilonia yang justru dihancurkan invasi AS dan sekutu sejak 20 Maret 2003!" ujar Umar. "Isyarat formal diberikan Obama lewat pidato menyambut kembalinya tentara mereka ke negerinya, bahwa AS meninggalkan Irak dengan kepala tegak!"
"Maksud Obama dengan kepala tegak itu bersikap sebagai pemenang, meski kenyataannya lebih 4.000 putra terbaik negerinya gugur di Irak tanpa berhasil membuktikan senjata pemusnah massal milik Irak sebagai tujuan serangan AS dan sekutu menyerang Irak 8 tahun 8 bulan 26 hari lalu!" timpal Amir. "Sebaliknya, mereka hengkang dari Irak di bawah tudingan mujahidin bahwa AS lari dari gelanggang setelah gagal menghabisi serangan bom mobil kaum mujahidin sampai di hari terakhir mereka tinggalkan Irak!" "Itu dia! Mampukah Jalal Talabani dengan 650 ribu tentara baru tanpa amunisi cukup melawan mujahidin yang lima tahun lalu mendeklarasikan Daulah Islam Irak?" tukas Umar. "Pertanyaan itu menebar kabut gelap bagi warga Irak menghadapi perang saudara yang bisa tanpa berujung! Kekuatan mujahidin bisa diukur dengan kekuatan penuh AS dan sekutunya tak mampu mengakhiri perang Irak dan Afghanistan dengan eksplisit mengibarkan bendera kemenangan!" "Tak terbayangkan betapa bakal amat suram nasib warga Irak yang setelah dihancurleburkan lalu ditinggalkan pasukan AS dalam kondisi serbakekurangan kebutuhan dasar, dari pangan, papan, air bersih, listrik, rumah sakit, sekolah!" timpal Amir. "Tampak, AS dan sekutunya yang nyolong playu—mencuri langkah melarikan diri dari musuh—tidak bertanggung jawab atas segala sarana hidup warga Irak yang telah mereka hancurkan! Sesumbar Obama pulang dengan kepala tegak justru jadi kamuflase dari realitas kekalahan mereka dari kaum mujahidin, semata untuk menghindari kewajibannya membayar pampasan perang dengan ganti rugi segala yang telah mereka rusak di Irak, material dan moral!" "Lebih buruk lagi nanti, jika AS dan sekutunya membiarkan rezim boneka Jalal Talabani bertekuk lutut pada mujahidin sehingga rakyat Irak jatuh ke tangan kekuasaan yang jauh lebih totaliter dari Saddam Hussein!" tegas Umar. "Karena itu, forum-forum antarbangsa diharapkan bisa mendorong tanggung jawab moral AS dan sekutunya atas nasib lebih buruk yang diderita rakyat Irak!" ***
Selanjutnya.....

Penganggur Tambah 1,3 Juta Orang per Tahun!

"PENGANGGUR di Indonesia bertambah 1,3 juta orang per tahun, kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto," ujar Umar. "Itu didasarkan pada asumsi angkatan kerja tumbuh 2,91 juta orang per tahun, sedang penyediaan lapangan kerja baru hanya tumbuh 1,6 juta per tahun!" (Republika, 15-12) "Dua hal perlu dikoreksi dari data tersebut, angka pertumbuhan angkatan kerja dan lapangan kerja baru!" sambut Amir. "Angkatan kerja di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tumbuh dari Februari 2010 sebesar 116 juta orang, menjadi 119,4 juta orang pada Februari 2011, jadi tambah 3,4 juta orang per tahun! (Detik Finance, 5-5-2011). Sedang pertumbuhan lapangan kerja 1,6 juta per tahun itu diasumsikan sebagai hasil pertumbuhan ekonomi 6,4% per tahun, dengan setiap 1% pertumbuhan membuka 250 ribu lapangan kerja baru! Asumsi itu terjadi jika pertumbuhan berkualitas didukung dominasi produksi sektor riil. Sedang realitas pertumbuhan ekonomi nasional masih didominasi konsumsi!"
"Berarti pertambahan penganggur lebih besar dari 1,3 juta orang per tahun!" tukas Umar. "Andai lapangan kerja baru tumbuh 1,6 juta pun, dengan angkatan kerja tumbuh 3,4 juta orang per tahun, penganggur tambah 1,8 juta per tahun! Jadi, kalau angka penganggur BPS Februari 2011 sebesar 8,12 juta orang, bisa dibayangkan sendiri tingkat penganggur di Indonesia!" "Tingkat penganggur dimaksud diukur dengan status penganggur yang ditetapkan tidak bekerja selama dua jam dalam satu minggu!" timpal Amir. "Kalau seperti artis dalam seminggu ada sekali show selama dua jam, dianggap bukan penganggur lagi! Bagi artis yang honornya besar, masa kerja per minggu dua jam memang sudah cukup! Tapi buat kuli batu yang mendapat jatah dua jam kerja per minggu dari proyek padat karya—yang memang diadakan untuk mengurangi angka pengangguran terbuka, upah yang dia terima cuma membuatnya kandas di dasar jurang kemiskinan! Bayangkan dari proyek padat karya ia dapat sebulan delapan jam kerja dengan upah per jam Rp6.000, padahal garis kemiskinan BPS pada konsumsi Rp231 ribu per bulan!"" "Lolos dari pengangguran tapi terjerumus ke dasar jurang kemiskinan, betapa menyakitkan!" tegas Umar. "Tapi demikianlah nasib jutaan orang terkait program penurunan angka penganggur lewat proyek 'asal kerja dua jam seminggu!' Cuma digeser dari pengangguran terbuka ke terselubung demi pencitraan politik—penguasa mampu mengurangi angka pengangguran!" ***
Selanjutnya.....

Pelanggaran HAM Mesuji Menasional!

"BERDASAR penjelasan Kapolda Lampung Brigjen Pol. Jodie Rooseto, yang diperkuat Juru Bicara Polda Sumatera Selatan Kombes Pol. Sabaruddin Ginting, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang disebut dengan pembantaian Mesuji terjadi di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan!" ujar Umar. "Menurut Ginting, peristiwa yang gambar pembantaiannya ditayangkan televisi itu terjadi 21 April 2011, yakni bentrokan antara warga Sungai Sodong melawan karyawan perkebunan kelapa sawit PT Sumber Wangi Alam, diperkuat satpam perusahaan itu! Korban pihak warga dua tewas, sedangkan dari karyawan tewas lima orang! Polisi Sumsel menetapkan lima tersangka dari karyawan SWA!" 

"Itu versi polisi!" timpal Amir. "Versi warga disampaikan Lembaga Megoupak, sejak 2009 sampai 2011 telah tewas 30 orang warga dalam konflik dengan aparat pada penggusuran di kawasan Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung! Megoupak melaporkan itu ke Komisi III DPR, dilengkapi gambar penggorokan orang! Tapi justru gambar itu diklaim polisi terjadi di kawasan Sungai Sodong, luar Lampung!" 

"Konflik lahan di kawasan hutan Register 45 sudah lama terjadi! Berulang aparat menggusur warga dari kawasan itu," ujar Umar. "Sebelum periode terakhir di era kabupaten baru Mesuji ini, Bupati Tulangbawang Abdurrachman Sarbini mengeluarkan semua penggarap liar dari Register 45 dengan memberi penampungan lahan untuk perumahan di tepi jalan lintas timur Sumatera, tak jauh dari areal register! Namun, setelah pemekaran Kabupaten Mesuji, konflik baru timbul!" "Kayaknya ada kesalahan penanganan Register 45 oleh pelaksana sementara pemerintahan Kabupaten Mesuji sehingga penghuni baru ramai di Register 45!" timpal Amir. "Untuk mengatasi konflik itu, Pemprov Lampung membentuk tim penertiban kawasan Register 45. Tim inilah yang menangani konflik, termasuk koordinasi dengan aparat keamanan! Maka, kalau periode terakhir ini penertiban Register 45 dituduh melanggr HAM, tim bentukan Pemprov ini yang pertama harus ditanya!" 

"Tapi, di balik itu, masalah ruwet terkait dengan masyarakat adat adalah kemungkinan salahnya pembuatan peta terakhir register sehingga lokasi-lokasi yang diklaim sebagai kampung warga sejak dulunya jadi termasuk dalam kawasan register!" tegas Umar. "Jadi, untuk menyelesaikan konflik ini, satu-satunya cara adalah dengan adanya kekuasaan yang berwenang di pusat meninjau ulang peta register tersebut dengan mengembalikan hak tanah milik masyarakat adat! Pihak pengusaha harus rela mengikuti jalan keluar itu, daripada konflik tanpa akhir, malah tak bisa berusaha!" ***
Selanjutnya.....

PDIP Menolak Neoliberalisme!

"PDIP—Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan—menolak praktek neoliberalisme (neolibs) yang mencengkeram perekonomian nasional!" ujar Umar. "Penolakan itu jadi rekomendasi rakernas partai itu di Bandung pekan ini, sesuai amanat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat membuka acara itu!" "Neolibs itu ideologi yang dilahirkan oleh praktek perdagangan bebas yang didorong oleh World Trade Organization (WTO) dengan aturan main General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)," sambut Amir. "Indonesia sejak Orde Baru menjadi anggota WTO karena ada ketentuan dalam GATT diadopsi negara donor untuk syarat pemberian pinjaman! Tak ayal jika dewasa ini ekses negatif neolibs merasuk ke sumsum ekonomi rakyat!" 

"Itu bisa terjadi karena GATT menerapkan tiga prinsip!" tegas Umar. "Pertama prinsip resiprositas (timbal-balik), perlakuan suatu negara pada negara lain sebagai mitra dagangnya, juga harus diberikan negara mitra kepada negara tersebut! Kedua most favored, suatu negara tak boleh memberi keistimewaan hanya pada satu atau sekelompok negara tertentu. Ketiga transparansi, perlakuan dan kebijakan suatu negara harus transparan pada negara lain!" 

"Dengan ketiga prinsip itu setiap anggota WTO menjadi lapangan terbuka untuk bertanding atau bersaing semua negara anggota WTO, dengan kesempatan dan aturan main yang sama!" timpal Amir. "Akibatnya, negara-negara kuat dengan the dream team-nya diadu dengan pamain amatir kelas pemula dari tuan rumah dan negara lemah lainnya! Hasilnya, ekonomi negara lemah dikuasai mutlak oleh negara kuat! Dengan keunggulan bersaing dalam segala hal, negara-negara kuat menjadikan bancakan sumber alam di negara-negara lemah—salah satunya Indonesia!" "Lantas, kalau PDIP menolak neolibs, bisa apa?" tanya Umar. 

"Tentu langkah strategis yang-lupa dilakukan PDIP saat berkuasa, yakni konsekuen melaksanakan Pasal 33 UUD 1945—kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat—serta membina ekonomi berasaskan kekeluargaan!" jawab Amir. "Atas kekayaan alam yang selama ini telah dikuras perusahaan raksasa asing dengan bagian kita yang amat kecil, jelas harus direnegosiasi! PDIP yang besar bisa menekan secara politik, dan lewat legislasi mengatur kembali sumber kemakmuran rakyat! Juga menciptakan asas kekeluargaan, mulai perusahaan memperlakukan buruh sebagai keluarga, bukan cuma kuli yang tak diberi kesempatan hidup layak dari UMP-nya!" ***
Selanjutnya.....

Keteladanan, Arti Mundur Dirinya RD!

"RD—Rahmad Darmawan—mengundurkan diri dari pelatih Timnas PSSI U-23, Selasa!" ujar Umar. "Alasannya, dirinya merasa telah mengecewakan masyarakat karena timnas asuhannya gagal meraih medali emas SEA Games! Ditegaskan, tidak ada masalah dengan PSSI, apalagi menyalahkan PSSI sebagai penyebab kegagalan tersebut!" "Jadi ia mundur sebagai pertanggungjawaban moral atas kegagalannya membawa Timnas U-23 menjadi juara SEA Games!" sambut Amir. "Putusan RD itu layak dihormati sebagai aktualisasi dari keteguhan sikapnya berpegang pada pendirian dalam keyakinan hidupnya! Justru sikap teguh pada pendirian itu hal langka di negeri kita, akibat mayoritas warga hanyut dalam arus yang terkontaminasi budaya negatif—terutama budaya tak punya malu, meski telah terbukti gagal ngotot mempertahankan jabatan hingga kegagalan demi kegagalan melulu yang dituai bangsanya!" 

"Dengan itu tampak arti keteladanan dari sikap RD, terutama bagi bangsa yang dirundung kegagalan di banyak hal, karena dengan sikap seperti RD itu setiap kegagalan segera diakhiri—sekaligus bisa memberi peluang bagi orang lain untuk menguji kemampuan dengan belajar dari pengalaman kegagalan sebelumnya!" tegas Umar. "Proses demikian jauh berbeda dengan jika tokoh yang gagal bertahan dengan segala cara, seperti mencari kambing hitam sebagai penyebab kegagalan dirinya! Padahal, pada kemampuan yang terbataslah terletak sumber kegagalannya!" "Dari sisi itu pula letak arti keteladanan dari pengunduran diri RD tanpa menyalahkan PSSI dalam kegagalannya membawa Timnas U-23 menjuarai SEA Games!" tukas Amir. 

"Tanpa kecuali, gerutu pecandu bola saat Timnas U-23 kalah dari Malaysia di final SEA Games menjurus ke PSSI yang membatasi seleksi timnas dengan tak boleh merekrut pemain dari salah satu liga—yang dianggap liar oleh PSSI, setelah pengurus PSSI sebelumnya menganggap liar liga yang terakhir dianggap sah! Tampak, watak pengurus PSSI yang sekarang sama buruknya dengan pengurus PSSI yang mereka lengserkan!" "Sudahlah, soal itu nasi telah menjadi bubur!" timpal Umar. "Sekarang bagaimana pengunduran diri RD itu bisa menjadi teladan bagi bangsa, khususnya siapa saja yang gagal mewujudkan tanggung jawabnya untuk bersikap kesatria mengakui kegagalan dan tak berlindung di balik kambing hitam ciptaannya sendiri! Kalau setiap yang gagal segera mundur dan diganti yang siap belajar dari kegagalan pendahulunya, semua lini kehidupan bangsa bisa lebih baik dan lebih sehat karena akar penyakitnya selalu tereliminasi!" ***
Selanjutnya.....

Adang Cairkan Kebekuan KPK!

"ADANG Daradjatun, suami Nunun Nurbaeti yang ditangkap Interpol di Bangkok, Senin menggelar jumpa pers menunjukkan gambar-gambar yang meyakinkan kedekatan Nunun dengan Miranda Goeltom, mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang terpilih berkat aliran cek pelawat lewat Nunun ke sejumlah anggota DPR yang sudah dipidana akibat suap tersebut!" ujar Umar. "

Adang membeber fakta itu guna mencairkan kebekuan di KPK! Dalam pengusutan kasus itu KPK berhenti hanya pada Nunun, sedang pihak yang diuntungkan penyuapan itu belum tersentuh!" "Adang menilai demikian dan mengambil langkah untuk berusaha mengatasinya karena kebekuan KPK juga terjadi pada kasus lain, semisal kasus wisma atlet yang beku sebatas Nazaruddin—padahal Nazaruddin terang-benderang membuka proses kejadian dan orang-orang yang terlibat!" timpal Amir. "Celakanya, 22 bulan masa pelarian Nunun—sang pengantara—yang dijadikan alasan membekukan kasusnya cenderung dinikmati KPK untuk tidak menyentuh tokoh utama kasus suap tersebut! Karena itu, usaha Adang mengungkap kaitan si pengantara dengan tokoh sentral kasus itu penting bagi mencairkan kebekuan KPK!" 

"Tapi pasti gawat kalau pada setiap kasus perlu tokoh kuat yang bisa mencairkan kebekuan di KPK!" tukas Umar. "Apalagi kalau kebekuan di KPK itu berbalut cinta seperti dalam penyidikan pada Angelina Sondakh, terkait kasus Nazaruddin, kebekuan tak cuma memperlambat proses kasusnya, tapi bahkan membelokkan kebenaran!" "Maka itu, dengan pressure Adang ke KPK untuk mengamalkan persamaan dan kesetaraan dalam hukum, diharapkan bisa membangunkan KPK bukan hanya dari kebekuan terkait kasus cek pelawat, melainkan juga kasus wisma atlet Palembang, megaproyek Sport Center Hambalang, Bogor, maupun kasus lain yang sempat beku sebatas selesai pada kasus pemeran pembantu, atau malah di aparat hukum lain peran sampingan, seperti dialami Misbhakun dalam kasus Bank Century, sedangkan pemeran utama dalam pokok perkaranya justru diloloskan dari jerat hukum!" timpal Amir. 

"Segala hal yang mengecewakan masyarakat itu perlu dikemukakan pada masa pergantian pimpinan KPK, agar bisa diharapkan oleh pimpinan KPK yang baru dijadikan catatan untuk tidak terulang di periode berikutnya!" "Pokoknya KPK jangan cuma begitu-begitu saja!" tukas Umar. "Rakyat bisa muak kalau KPK terkesan tak beda dari aparat penegak hukum lainnya, cenderung suka mempermainkan hukum guna pemuasan kepentingan dirinya semata!" ***
Selanjutnya.....
Generasi yang Kehilangan Akal! H. Bambang Eka Wijaya KAKEK yang mengail sepanjang hari tak dapat ikan seekor pun di lubuk tempat ia biasa mengail, melihat seorang bocah datang dari hilir dengan serenteng ikan di tangan! "Di hilir banyak ikan?" "Lumayan, Kek!" jawab bocah. "Kalau di lubuk hulu ini tak ada lagi ikan yang bisa sampai sini!" Kakek terkejut, "Kok bisa kau pastikan?" "Karena di hilir ada bendungan berang-berang dari pohon besar tumbang melintang di sungai!" jelas bocah. "Ada sih ikan bisa lolos dari bendung itu ke hulu, tapi tak lagi sebanyak sebelumnya! Kalau Kakek tongkrongi terus lubuk ini, hasilnya seperti sumur minyak tua yang sudah kering tapi terus dipompa, hasilnya kita kian mantap menjadi importer minyak bumi, dari sebelumnya pemimpin OPEC, organisasi pengekspor minyak dunia!"
Kakek menghela napas, menyadari generasinya sudah kehilangan akal, otaknya terbenam nafsu korupsi, hingga sumur kering dipompa terus. Sementara anak yang mendiktenya, datang dari generasi juara Olimpiade Matematika, Fisika, dan seterusnya! "Kalau begitu kita hancurkan bendung itu dan habisi berang-berangnya!" entak kakek. "Bendung dari anyaman ranting itu terbaik buat pemijahan dan berkembang biak ikan! Sedang berang-berang hanya memakan ikan yang sudah besar, dan merasa cukup saat kenyang!" tegas bocah. "Sedang generasi Kakek sudah kehilangan akal, suka merusak habitat alami dan menguras ikan sebanyak bisa ditangkap, tak sebatas muatan perut sendiri! Itu membuat keseimbangan alam negeri kita rusak oleh keserakahan manusia!" "Tapi generasi kami tak cemas, saat sumber daya alam habis akan lahir generasi yang tertempa pengalaman mengatasinya seperti di negara lain!" tegas kakek. "Petunjuknya, sudah lahir generasi juara Olimpiade Matematika, Fisika!" "Kerusakan yang generasi Kakek buat terlalu pesat, berbalik dari pengekspor jadi pengimpor minyak bumi, membawa bangsa kita tenggelam dalam bencana korupsi!" tegas bocah. "Sedang meski generasi kami juara Olimpiade Matematika dan Fisika, pengetahuan itu belum aplikabel, perlu beberapa generasi mengaplikasikannya dalam praksis dan teknologi! Kekurangan waktu untuk aplikasi itu berakibat bangsa kita sempat menjadi konsumen produk bangsa-bangsa lain yang dengan keunggulan itu memperhamba bangsa kita secara ekonomis, kemudian secara politis! " "Mungkin karena itu, Sondang Hutagalung, aktivis Universitas Bung Karno, membakar diri di depan Istana Merdeka hingga akhirnya tewas?" entak kakek. "Karena generasi Kakek terus keranjingan korupsi dari menguras sumur kering, dan mengail di lubuk yang langka ikan!" ***
Selanjutnya.....

Nunun Tertangkap Tak Hilang Ingatan!

H. Bambang Eka Wijaya "NUNUN Nurbaeti, tersangka pembagi cek pelawat kepada anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Gultom, tertangkap Interpol di Bangkok, Thailand, dengan beberapa kantong belanjaan di sebuah mal!" ujar Umar. "Kondisi fisik Nunun saat ditangkap itu bertentangan dengan berita yang tersiar luas bahwa dia sakit parah, bahkan hilang ingatan!" "Mungkin karena itu, hal pertama yang dilakukan begitu Nunun tiba di kantor KPK Jakarta, adalah pemeriksaan oleh dokter!" timpal Amir. "Kepastian kondisi mental dan jasmaninya amat menentukan hasil pemeriksaan terkait kasus hukum terhadap dirinya! Kalau menurut hasil pemeriksaan dokter sebenarnya secara fisik dan mental Nunun sehat, jika ia tetap pura-pura hilang ingatan akan dapat konsekuensi hukum yang memberatkan dirinya!"
"Tapi bagaimana jika skenario yang dimainkan memang harus begitu, yakni Nunun pura-pura hilang ingatan demi meloloskan dari jerat hukum pemilik uang yang dibagi-bagikan dan orang yang diuntungkan oleh penyuapan anggota DPR?" tukas Umar. "Artinya, biarlah Nunun sendiri yang sudah kepalang basah sekalian kuyup dalam kasus ini, sedang sumber uang dan penikmat hasil penyuapan tetap bebas—dengan kompensasi entah seperti apa buat Nunun yang menanggung beban derita menjalani hukuman!" "Skenario segala risiko hukum ditanggung sendiri oleh Nunun dengan kompensasi tertentu (materi dan nonmateri) buat Nunun, mempersonafikasi Nunun hanya perempuan biasa, kampungan, yang lemah!" timpal Amir. "Tapi seorang Nunun yang istri Adang Daradjatun mantan Wakapolri, skenario demikian bisa keliru! Perempuan biasa butuh kompensasi materiel, Nunun jelas tidak! Perempuan lemah butuh kompensasi melindungi keselamatan keluarganya dari ancaman pemilik uang dan penikmat hasil penyuapan, Nunun yang istri jenderal polisi tak butuh perlindungan itu!" "Maksudmu, bisa saja Nunun justru membuka masalah apa adanya?" potong Umar. "Bukan mustahil!" tegas Amir. "Kisah petualangan selama pelariannya, sudahlah, lupakan saja! Lalu sebagai keluarga polisi sang Bhayangkara Negara, Nunun bertekad menegakkan kebenaran! Kalau sampai hal itu yang terjadi, dan masih besar peluangnya untuk terjadi, Nunun yang sempat dilabeli negatif justru bangkit menjadi teladan!" "Kalau Nunun, didukung keluarga dan pengacara hukumnya, mau dan mampu bersatu tekad seperti itu, bukan saja hukum tegak membanggakan!" timpal Umar. "Pemilik uang dan penikmat hasil penyuapan bisa mendapat imbalan setimpal!" ***
Selanjutnya.....

Jaminan Kehidupan yang Bermartabat!

"DEKLARASI Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 10 Desember 1948, yang diratifikasi lewat Tap MPR XVII-1999, menetapkan pemberian jaminan kehidupan yang bermartabat kepada kaum pekerja atau buruh!" ujar Umar. "Dalam deklarasi HAM itu tercantum pada Pasal 23 Ayat (3), ‘Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.’" 

"Pada Ayat (2) pasal itu sebelumnya ditegaskan, ‘Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.’" timpal Amir. "Dari situ bisa dipahami jika penetapan UMP Lampung 2012 belum disepakati di Tripartit, tiada lain karena semua pihak ingin memberikan yang terbaik bagi buruh! Yang terbaik itu berdasar perbandingan pada provinsi lain, sesuai penegasan Ayat (2)—pengupahan sama untuk pekerjaan sama—di mana 19 provinsi lain telah menetapkan UMP di atas KHL!" 

"Keinginan memberikan yang terbaik kepada buruh dari semua pihak itu bukan semata karena sebelumnya Gubernur Lampung menyampaikan harapan pada Tripartit agar menetapkan UMP setara KHL, tapi juga karena setelah 66 tahun bangsa ini merdeka, meski UMP itu untuk 0 tahun dan 0 pengalaman, realitas hidup kaum buruh Lampung secara umum masih mesakne!" tegas Umar. "Mesakne itu realitas yang memprihatinkan sampai menyayat pedih hati yang melihatnya!" "Peningkatan kesejahteraan buruh itu diperlukan untuk menghargai produktivitasnya mencapai pertumbukan ekonomi Lampung hampir 6% dibanding masa lampau yang cuma berkutat pada 4%, sekaligus untuk menjaga kontinuitas pertumbuhan ekonomi tersebut!" timpal Amir. 

"Angka pertumbuhan terakhir itu bukti adanya kemajuan berkat surplus dari kegiatan ekonomi di provinsi ini, sedangkan kegiatan ekonomi provinsi ini utamanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang memperkerjakan banyak orang!" "Artinya, surplus hasil usaha pada pertumbuhan itu sesuai prinsip pengupahan yang adil dalam Deklarasi HAM PBB tersebut, sewajarnya pula dibagi kepada buruh!" tegas Umar. "Dengan sebagian surplus usaha untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, secara langsung memperkuat struktur fisik perusahaan, terutama pada perusahaan yang menjadikan energi buruh sebagai faktor produksi terpentingnya! Jadi, kesejahteraan buruh justru penjamin utama kelancaran produksi!" ***
Selanjutnya.....

Regenerasi Koruptor di Hari Antikorupsi!

"HARI Antikorupsi Sedunia 9 Desember 2011 ini dironai fakta rekening gendut PNS muda temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan—PPATK!" ujar Umar. "Fakta itu mengisyaratkan regenerasi koruptor justru berjalan lebih mulus dibanding usaha-usaha memberantas korupsi!" "Menurut Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, di antaranya ada dua rekening gendut PNS muda miliaran rupiah didapat dari proyek fiktif!" timpal Amir. "Kedua PNS gol. III/b itu mentransfer uang ke rekening istri. Istri mereka aktif mencuci uang yang diduga hasil korupsi itu dengan membeli valuta asing, emas, dan asuransi!" (Kompas, 8-12) "Sedihnya, fakta itu mementahkan pidato para petinggi pemerintahan di Hari Antikorupsi Sedunia ini!" tegas Umar. "Fakta itu sekaligus meremehkan gerakan dan aksi-aksi antikorupsi! Koruptor muda itu seolah mencibir, 'Proteslah sepuasmu, aparat hukum tak bisa menyentuh kami!' Dan tanpa rasa gentar pada gebrakan demonstran, para koruptor muda itu melanjutkan aksinya!"
"Berarti segala lagak dan gaya pemberantasan korupsi selama ini tak memadai lagi!" timpal Amir. "Diperlukan strategi baru memerangi korupsi di Hari Antikorupsi Sedunia ini, paling tidak pokok-pokok pemikirannya, mempertajam visi pimpinan KPK yang baru terpilih!" "Memang, pemberantasan korupsi gawe bangsa, jadi tak bisa sepenuhnya diserahkan hanya pada KPK, polisi, dan jaksa!" tegas Umar. "Karena itu, selain visi dan aksi KPK, polisi dan jaksa harus dipadu dalam kesatuan langkah memberantas korupsi, perlu dukungan partisipasi publik melalui ormas, LSM, dan perorangan, sehingga semangat gebrakan memberantas korupsi bergetar di setiap jengkal bumi pertiwi! Dengan begitu, ruang dan kesempatan untuk korupsi terus dipersempit!" "Untuk itu aparat penindak korupsi, KPK, polisi, dan jaksa harus bisa mengakomodasi gemuruh perjuangan masyarakat dalam memberantas korupsi!" timpal Amir. "Selama ini cenderung aparat penegak hukum asyik sendiri, bukan saja tak mengakomodasi gerakan rakyat membasmi korupsi, malah gerakan rakyat itu sering dinilai merecoki aparat belaka! Setiap kali ada gerakan rakyat menyampaikan informasi atau men-support aparat hukum memberantas korupsi, dukungan rakyat itu tak diterima dengan baik oleh polisi atau jaksa, yang terjadi malah bentrok massa dan aparat! Padahal, jika wakil pengunjuk rasa diajak masuk dan informasinya ditampung, tak perlu bentrok! Kesan aparat membentengi koruptor dari massa itulah yang justru membuat koruptor merasa nyaman, korupsi pun kian merajalela!" ***
Selanjutnya.....

Pembangunan yang Ahistoris!

"PEMBANGUNAN ahistoris berarti tak berakar pada perkembangan masyarakatnya, mencabut warga dari akar budayanya. Harfiahnya, pembangunan yang dilakukan tanpa belajar dari sejarah!" ujar Umar. "Pada kasus modernisasi Pelabuhan Panjang dengan crane baru yang menghabisi sumber penghidupan ratusan buruh, sopir truk dan ribuan keluarganya, pembangunan dilakukan tanpa belajar dari sejarah—sudah sejak ambang Renaisans kisah Don Quissote sudah wanti-wanti teknologi bisa 'membunuh' banyak orang dengan menghabisi sumber penghidupannya!"
"Don Quissote, pahlawan moralis fiksional itu berjasa bagi dunia Barat untuk tak gegabah dalam modernisasi masyarakat dengan teknologi!" sambut Amir. "Masalahnya, setiap teknologi dibuat dengan latar belakang ideologi tertentu sehingga sering tidak sesuai ketika diterapkan pada masyarakat di luar ideologinya! Mahatma Gandhi dalam Satiagraha tegas menolak mesin tenun modern yang menghabisi pekerjaan jutaan penenun tradisional negerinya sehingga bahkan dia menenun sendiri kain yang dipakainya! Bayangkan kalau di setiap unit pekerjaan dipasang mesin menggantikan ribuan pekerja, di laut dibebaskan pukat harimau, mayoritas rakyat cuma jadi penonton modernisasi tanpa pekerjaan, tanpa sumber penghidupan!" "Lebih parah lagi, karena mesin itu buatan negara kuat, kita belum bisa membuatnya sendiri, bukan saja kita jadi tergantung secara teknologis pada negara sumber teknologi, melainkan juga secara ekonomis dan kemudian politis, kita pun berhamba!" tegas Umar. "Selain keberhambaan antarbangsa, teknologi juga tak punya perasaan, tak punya tepo seliro! Selayak pemujaan terhadap berhala berupa sebuah crane, tanpa tepo seliro ribuan buruh, sopir truk dan keluarganya dikorbankan, dihabisi sumber penghidupannya!" "Dengan begitu, selain pembangunan dilakukan secara ahistoris, juga tanpa rasa kemanusiaan—demi sebuah berhala berupa crane!" timpal Amir. "Untuk itu wajar salut pada Don Quissote yang sejak 500 tahun lalu sudah wanti-wanti agar tidak gegabah dengan teknologi!" "Intinya, harus dijaga orientasi pembangunan adalah manusia, warga bangsa! Jangan sekalipun memberhalakan memuja suatu benda dengan mengorbankan manusia dan penghidupannya!" tegas Umar. "Bukan antiteknologi, bahkan justru disarankan penggunaan teknologi maju, tapi dipilih yang meningkatkan produktivitas dan martabat manusianya, bukan yang merendahkan dan menghabisi penghidupannya!" ***
Selanjutnya.....

Kesatuan Irama Pembangunan!

"SETIAP bicara rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) yang sedang dijalani, Presiden SBY selalu menyebut trilogi—progrowth, propoor, dan projob, sebagai acuan kebijakan pemerintah!" ujar Umar. "Kebijakan pemerintah itu tak hanya pusat, tapi juga daerah, hingga terpadu menjadi kesatuan irama proses pembangunan nasional!" "Menyatunya irama pembangunan pusat dan daerah itu penting agar proses pembangunan tidak kontroversial, semisal kebijakan pusat projob dengan menciptakan lapangan kerja baru, daerah malah menghancurkan lapangan kerja yang ada—seperti di Pelabuhan Panjang!" timpal Amir. "Jika pembangunan cuma diimplementasikan dengan membeli mesin baru, tanpa peduli berakibat destruktif pada hasil pembangunan yang telah ada, anak kecil juga bisa! Tapi bagaimana mengintegrasikan teknologi dengan realitas sosial, tanpa merusak yang telah ada secara teknologis, sosial, dan budaya, itulah yang harus diwujudkan—sehingga pembangunan butuh orang bijaksana di setiap tampuk pimpinan sampai pada unit terkecilnya!"
"Untuk itu praktek pembangunan nasional harus diperkaya budaya daerah, bukan cuma kulit atau malah embel-embelnya belaka, tapi justru isinya!" tegas Umar. "Isi budaya dimaksud jati diri orang Lampung, berupa pi'il pasenggiri, nemui nyimah, nengah nyapur, dan sakai sembayan! Lewat sakai sembayan, pembangunan diproses dengan partisipasi—gotong royong—yang dalam keterlibatannya setiap orang berkedudukan setara! Dalam kesetaraan partisipatif itu, buruh tak bisa lagi ditempatkan sebagai alat produksi seperti zaman penjajah! Tapi, sebagai partisipan pembangunan saat setiap orang berhak menikmati arti kemerdekaan!" "Mewujudkan arti kemerdekaan bagi setiap warga negara, pemerintah menyiapkan ukurannya, yakni standar kebutuhan hidup layak—KHL!" timpal Amir. "Tapi sampai 66 tahun merdeka standar KHL itu belum bisa diwujudkan pada buruh di sebagian kecil provinsi—termasuk Lampung! Karena alotnya pengusaha untuk bisa memahami arti kemerdekaan bangsa itu bagi buruh, di sejumlah provinsi—termasuk DKI—berdasar produktivitas buruh yang terbukti berhasil menopang pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6%, Gubernur menetapkan sepihak UMP yang memenuhi KHL sesuai perintah Pasal 88 UU Ketenagakerjaan!" "Berarti sudah 19 provinsi menetapkan UMP di atas KHL sebagai pengamalan trilogi progrowth, propoor, dan projob yang menjadi simpul arti kemerdekaan!" tegas Umar. "Tapi jangan harap provinsi sisanya segera ikut dalam kesatuan irama pembangunan karena kalangan penguasa ekonomi dan politik tak mudah memahami arti kemerdekaan bagi rakyat jelata itu, akibat bisa mengusik keasyikan mereka menikmati privilesenya!" ***
Selanjutnya.....

Sosialisasi Dini Antikorupsi!

SEORANG bocah membeli piza. "Dipotong jadi empat atau enam?" tanya pelayan. "Potong jadi empat!" jawab anak, tegas. "Aku tak bisa menghabiskan enam potong!" "Lalu dua temanmu bersepeda itu tak kau beri?!" tanya pelayan. "Kalau dipotong enam, kau tetap mendapat empat potong, sedang temanmu masing-masing dapat sepotong!" "Bolehlah! Asal aku tetap dapat empat potong!" jawab bocah. Tapi saat kepada temannya dia bagi masing-masing sepotong, ternyata kedua teman bermain dekat rumahnya itu menolak. "Kalian belum pernah makan piza, ya? Jadi tidak doyan? Piza ini makanan halal, lezat, dan kaya vitamin!" 

"Kami sering makan piza!" jawab temannya. "Jadi kenapa tak mau kuberi?" tanya bocah. "Apa karena menu yang kupilih tak cocok dengan selera kalian?" "Bukan karena itu!" jelas teman. "Saya dilarang ayah dan ibu menerima pemberian orang!" "Aku juga!" timpal teman satunya lagi. "Pesan mama, kalau asal terima pemberian orang tahu-tahunya itu hasil korupsi, lantas kita makan, nanti bagian tubuh kita yang menikmati akan terbawa hasil korupsi itu ke neraka!" "Jadi kalian menuduh ayahku koruptor, dan uang yang kupakai beli piza hasil korupsi!" entak bocah. "Kami tak menuduh begitu!" bantah teman. "Kami cuma mengamalkan perintah maupun larangan ayah-bunda! Kalau kami langgar perintah atau larangan ayah-bunda, bisa masuk neraka!" 

"Berarti kalian kan tak bisa memastikan piza ini dibeli dengan uang hasil korupsi!" tukas bocah. "Betul, kami tak bisa memastikan itu!" jawab teman. "Tapi sesuai pesan mama, kalau sesuatu yang tak bisa dipastikan sehingga meragukan, lebih baik ditinggalkan atau dijauhi!" "Tapi menolak pemberian sama dengan menolak rezeki, kan tak boleh, berdosa!" entak bocah. "Justru itu, setiap penerimaan atau perolehan dari mana pun asalnya harus dicari tahu maksimal sifatnya halal atau haram!" jawab teman. 

"Kalau haram atau ragu, lebih baik dihindari! Kata ayah, justru dengan usaha menghindari yang haram kita akan selalu mendapatkan yang halal!" "Tapi tolong jangan marah, dan pertemanan kita jangan putuskan!" sela teman satunya. "Kami tak mau menerima karena takut melanggar perintah dan larangan ayah-bunda kami! Karena kalau diterima, kami bisa dimarahi!" "Tentu saja kita tetap bersepeda bersama!" tegas bocah. "Masak gara-gara aku beli piza kita jadi tak berteman lagi! Nanti aku minta kepastian ayahku uang jajan yang dia berikan bukan hasil korupsi agar bisa kita nikmati bersama!" ***
Selanjutnya.....

Aneka Ancaman Ekspor Lampung!

"EKSPOR Lampung yang mulai merosot Oktober 2011 sebesar 28,66% nilainya, menghadapi beraneka ancaman yang bisa lebih memperburuk kinerjanya!" ujar Umar. "Ancaman pertama ekses pelambatan pertumbuhan Eropa dan AS. Kedua, akibat sengkarut sengketa di Pelabuhan Panjang yang berakibat mogoknya buruh dan boikot truk! Ketiga, pelayanan administratif dari Pemprov yang buruk, hingga ekspor bahkan sempat terhenti!" "Ancaman pertama force major—di luar kapasitas kita mengatasinya—meskipun pukulan eksesnya bisa telak dirasakan rakyat Lampung!" timpal Amir. "Pelemahan permintaan Eropa dan AS, seperti atas karet yang pada ekspor Oktober masih surplus dengan harga stabil sejak awal tahun, pada ekspor bulan mendatang akan merosot 40% sesuai hasil lelang bursa komoditas berjangka Jakarta medio November! Ancaman ini hanya bisa diatasi dengan mencari substitusi tujuan ekspor!" 

"Ancaman kedua semula diharapkan bisa selesai dengan kebijaksanaan semua pihak yang terlibat konflik!" tegas Imar. "Ternyata baik manajemen pengelola Pelabuhan Panjang, para pengusaha partisipan ekspedisi, transportasi dan bongkar muat, maupun buruh, semua ngotot pada sikap sendiri! Untuk itu diharap Gubernur segera turun mengamankan kepentingan ekspor Lampung!" "Perhatian Gubernur mengatasi konflik Pelabuhan Panjang yang terus meruncing, juga membenahi hambatan administratif ekspor yang terjadi di Disperindag!" timpal Amir.

"Soalnya, komitmen Disperindag pada kelancaran ekspor lemah! Malah, sampai kegiatan ekspor terhenti karena kehabisan formulir Certificate of Origin (COO)—keterangan asal barang—pejabat yang berwenang bukan mengusahakan cepat formulir, malah atas barang yang digudangkan kembali akibat ekspor terkendala, oleh pejabat itu disuruh ekspor lewat Jakarta! Katanya, hal biasa ekspor lewat Jakarta!" "Kasihan pejabat itu tak ngerti praktek bisnis luar negeri!" tukas Umar. "Harga barang ekspor itu FOB—setelah barang di atas kapal—jadi harganya sama dikapalkan di Panjang atau di Jakarta! Kalau barang asal Lampung diekspor lewat Jakarta, harus tambah ongkos angkut Lampung—Jakarta, bisa Rp800 s/d Rp1.000/kg, satu tronton 10 ton Rp8 juta sampai Rp10 juta! Sejumlah itulah yang akan dibebankan pedagang ke petani produsen jika memindah ekspor dari Lampung ke Jakarta!" "Memang ada ekspor Lampung lewat Jakarta, tapi itu khusus untuk tujuan yang tak disinggahi kapal asal Panjang!" timpal Amir. "Tapi kebetulan, ketahuan di mana saja yang rusak dan jadi ancaman ekspor yang harus cepat diperbaiki!" ***
Selanjutnya.....

Pimpinan Baru KPK Tumpuan Harapan!

"DPR akhirnya menuntaskan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru yang diketuai Abraham Samad dengan empat wakil ketua, Bambang Widjoyanto, Adnan Pandu Pradja, Zulkarnaen, dan Busyro Muqoddas," ujar Umar.
"Apa pun kelebihan dan kekurangan tim baru ini, mereka menjadi tumpuan harapan rakyat yang telah kecewa kepada kinerja KPK selama ini yang terlalu asyik bermain jebakan sehingga realitas korupsi terus bertimbun dengan ekses pembusukannya pada sistem kian parah!"

"Bahkan, kasus yang sudah tersingkap saja penggarapannya tidak maksimal, seperti kasus Century, kasus wisma atlet, serta kasus mafia pajak dan mafia hukum terkait dengan Gayus Tambunan, yang seharusnya bagian pentingnya ditarik KPK untuk menuntaskan!" timpal Amir.
"Ke depan, KPK diharapkan bekerja lebih profesional dengan prioritas pada kasus-kasus besar yang sudah jadi wacana publik—seperti kasus pusat pembinaan atlet di Hambalang Bogor terkait dengan proyek Rp1,3 triliun yang sudah diungkap Nazaruddin! Selain itu, kebetulan Abraham Samad dari Makassar, singkapkan kasus transmigrasi fiktif yang sudah bukan rahasia umum lagi di Sulsel!"

"Kalau penindakannya tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih, banyak kasus besar yang justru mendatangi KPK!" tegas Umar. "Sebaliknya, kalau pandang bulu dan tebang pilih, ditelusuri ke mana pun terselubung kriteria yang menumpulkan pedang KPK! Itulah yang cenderung terjadi selama ini sehingga kasus yang gamblang masalahnya jadi selalu kekurangan bukti! Hal itu juga terlihat pada pengembangan kasus Nazaruddin!"

"Pokoknya KPK dengan pimpinan terbaru nanti diharapkan lebih tegas dan lebih tajam daripada yang sebelumnya!" timpal Amir. "Dengan organisasinya yang relatif kecil tapi harus membersihkan korupsi di seantero negeri yang sangat luas, KPK harus bisa bekerja seperti ragi—dengan hanya sedikit ragi bisa membuat sebakul besar singkong jadi tapai atau peuyeum semua!"

"Tapi bagaimana caranya agar KPK bisa jadi ragi meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis bangsa, dari singkong menjadi tapai?" potong Umar.

"Bukan hanya pembangunan perlu pemerataan, keadilan, penegakan hukum, dan penaburan ragi juga!" tegas Amir. "Jadi, KPK harus bisa mengatasi keterbatasan atau kecilnya organisasi sehingga cekaman ancamannya sebagai superbody—bisa mencokok koruptor di pojok mana pun negeri ini—harus dibuktikan! Jika kehadiran KPK bisa terasa di setiap sudut negeri ini, fungsinya memberantas korupsi mulai berjalan efektif!"

Selanjutnya.....

Ketika Mayoritas Bersuara Bulat!

SAAT bus siap berangkat, seorang ibu berpesan ke sopir, "Titip anak saya, kalau sampai Bakau, dia diberi tahu!" Bus baru jalan si anak ke sopir, "Sudah sampai Bakau?" "Belum! Masih jauh!" jawab sopir. "Kau tidur saja, kalau sampai Bakau dibangunkan!" Si anak kembali duduk. Tapi tak lama kemudian kembali menanya sopir dan mendapat jawaban serupa. Tak puas dengan jawaban sopir, ia pun berkeliaran dalam bus dari depan ke belakang bolak-balik menanya satu per satu penumpang, "Sudah sampai Bakau?" Jawaban semua penumpang sama dengan sopir! Juga berjanji membangunkan dia kalau sampai Bakau. Si anak pun kembali ke bangkunya dan tertidur lelap. Para penumpang jadi tenang, bisa tidur. Usai menyeberang di Merak, sopir baru teringat si anak. Ia cek, ternyata anak itu masih tidur di bangkunya. "Setelah konsentrasi nyetir, di Bakau aku lupa pada anak ini! Tapi masak tak ada penumpang yang ingat?" tukas sopir. "Lalu, anak ini kita turunkan di Merak saja?" 

"Jangan!" cegah penumpang serentak. "Berarti kita balik ke Bakau mengantarnya?" tanya sopir. "Sampai sana nanti baru kita bangunkan dia?" "Setuju!" jawab penumpang yang juga merasa bersalah tak membangunkan si anak. "Kala mayoritas bersuara bulat, sopir wajib patuh!" sambut sopir. Sesampai kembali di Bakau, sopir membangunkan si anak dengan disaksikan semua penumpang. Si anak bangun, menarik tasnya dari bawah kursi, mengambil kotak makanan lalu melahapnya. "Sudah sampai Bakau, kau kan harus turun?" ujar sopir. "Turun?" si bocah bingung. "Ibuku berpesan, kotak ini baru boleh kubuka setelah sampai Bakau!" "Jadi pesannya bukan dia harus turun di Bakau!" entak sopir. 

"Beginilah gara-gara mengikuti suara mayoritas, yang seharusnya sampai tujuan malah berputar-putar di jalan yang jauh dari tujuan!" "Memang kami berjanji pada anak itu seperti anggota Dewan pada konstituen!" kilah penumpang. "Tapi Pak Sopir yang justru menerima amanah seperti saat kepala daerah dilantik, jadi sopir menjalankan pemerintahan!" "Bagaimana kepala daerah bisa menjalankan mobilnya kalau untuk mengisi bensinnya mayoritas di DPRD mengisyaratkan penuhi dulu bensin mereka untuk ke study tour!" tukas sopir. "Bensin untuk study tour itu kan bargain, imbalan buat persetujuan mayoritas untuk bensin kepala daerah jalan-jalan di tujuannya sendiri bersama keluarga dan kroninya!" timpal penumpang. "Akibatnya, mobil beserta penumpang yang diamanatkan untuk diantar pun tak kunjung sampai tujuan!" "Tapi tetap saja sopir punya dalih, ketika mayoritas bersuara bulat!" entak sopir. "Akhirnya seperti kita, warga bangsa tak sampai ke tujuan bernegara!" ***
Selanjutnya.....

Di Balik Tabrak Lari Sepeda Penjaja Roti!

"SEPEDA seorang penjaja roti diserempet mobil. Orang dan sepedanya masuk selokan, rotinya tumpah dari kaleng berserakan!" ujar Umar. "Tak lama datang polisi menanya, 'Ada apa, Pak?’" Dengan darah di pelipisnya, penjaja roti yang belum sadar apa yang menimpa dirinya menjawab, "Ada roti cokelat! Ada roti keju!" Saat itu muncul seorang pria yang mengaku melihat mobil yang menyerempet sekaligus memotret mobil itu dengan ponsel! "Ini Pak, gambarnya! Bisa diperbesar untuk melihat nomor polisinya!" Sang polisi mencatat nomor polisi dan jenis mobil, lalu menyiarkan kepada jajaran polisi lewat radio komunikasi, serta memanggil mobil penolong. "Mudah-mudahan penabrak lari itu tertangkap!" ujar pria. "Tak perlulah bicara soal moral! Tapi soal perasaan, masak dia sebagai manusia tak punya perasaan! Apalagi dia tahu korbannya penjaja roti, bagaimana keluarganya yang menunggu ia pulang membawa uang belanja, bagaimana ia membayar ke juragannya roti yang dia ambil, belum lagi biaya berobat, memperbaiki sepeda!" 

"Justru untuk menghindari semua tanggung jawab itu maka ia lari!" timpal polisi. "Tapi perilaku seperti itu yang membuat jalanan di Indonesia menjadi killing field! Jumlahnya lebih besar daripada korban warga sipil serangan Amerika ke Irak dan Afghanistan!" tukas pria. "Salah satu penyebabnya, polisi sering gagal menangkap pelaku tabrak lari!" "Bagaimana mau menangkap tabrak lari, warga lain yang menyaksikan saja sering tak peduli!" timpal polisi. "Apalagi memotretnya, mungkin baru Bapak yang melakukannya!" 

"Memang, kecenderungan warga yang permisif terhadap pelaku pelanggaran hukum menjadi salah satu penyebab orang tak jera!" tegas pria. "Lebih-lebih permisif pada koruptor, kedudukan sosialnya diberi tempat di posisi tinggi oleh masyarakat, setinggi kekayaan hasil korupsinya!" "Maksudnya, makin tinggi posisi sosial seseorang dalam masyarakat, terutama yang punya kaitan dengan pengelolaan dana publik, berarti semakin tinggi pula tingkat korupsinya?" kejar polisi. "Anda yang menyimpulkan begitu, bukan saya!" tegas pria. "Namun, dengan gejala yang semakin terbuka besarnya pertaruhan kekuatan material dalam persaingan memperebutkan posisi-posisi sosial yang tinggi, kesimpulan begitu ada juga benarnya! Itu merupakan bagian dari akibat sikap warga yang permisif terhadap koruptor, apalagi kalau penggunaan sebagian kecil dari hasil korupsinya dijadikan charity—beramal buat warga kurang mampu korban tindasan sistem—seperti Robin Hood!" ***
Selanjutnya.....

Ekses Krisis Eropa-AS, Harga Karet Jatuh!

"TAK peduli para ekonom memastikan dampak krisis utang negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS) pada Indonesia tidak signifikan, penurunan harga karet dunia akibat melemahnya permintaan dari kawasan pusat industri dunia itu memukul telak petani karet Lampung!" ujar Umar. "Harga karet kering (kadar 100%) yang sebelumnya tertinggi sepanjang abad pada 5 dolar AS/kg atau hampir Rp45 ribu/kg, pada lelang terakhir di Bursa Komoditas Berjangka Jakarta untuk penyerahan April 2012 terjual Rp27 ribu/kg!" (Kompas, 24-11) "Berarti harga karet jatuh sampai 40%!" timpal Amir. "Kemerosotan setajam itu pukulannya berat bagi petani karet kita! Apalagi krisis Eropa-AS itu butuh waktu panjang pemulihannya, eksesnya bisa berlarut-larut! Harapan harga karet bisa cepat kembali seperti semula kecil sekali karena Eropa dan AS justru punya stok yang disiapkan untuk penyangga jika terjadi keadaan darurat!" "Malah kita yang tak punya stok penyangga untuk kondisi darurat!" tegas Umar. "Artinya, Pemprov dan Pemkab sentra petani karet, seperti Way Kanan, Lampung Utara, Tulangbawang Barat, dan Lampung Barat harus cepat menyiapkan langkah pengamanan bagi petani karet!" "Antisipasi seperti apa?" potong Amir. 

"Terpenting pengamanan pada kelompok petani kecil yang paling terpukul ekses krisis, seperti mereka yang minus sarana produksi sehingga cuma bisa menjual getah slab basah dengan harga amat rendah—terakhir di bawah Rp10 ribu/kg!" jelas Umar. "Dengan tanaman karet yang acak di sela kopi, lada, kakao, pisang dan lainnya sehingga jumlah batang karet terbatas di atas tanah keluarga yang luasnya memang terbatas, bantuan alat penggiling tangan lengkap dengan bak aluminium pencetak lateks dan bahan baku (asam semut) pengeringnya bisa diberikan agar jumlah produksinya yang sedikit bisa mendapat hasil penjualan yang lebih tinggi! Dengan demikian, meskipun krisis menurunkan harga karet, dengan kualitas produksi yang ditingkatkan—dari slab basah menjadi karet kering (sheet), penghasilan net para petani kecil relatif bisa dipertahankan!" "Kalau bisa diberikan, bantuan itu bisa menolong para petani kecil dari dampak krisis!" timpal Amir. 

"Bantuan bisa diberikan satu penggiling tangan per satu atau dua desa sentra produksi karet, untuk digunakan bersama para petani kecil desa tersebut! Sedang bantuan bak aluminium pada setiap petani sesuai tingkat produksinya! Kalau Pemkan dan Pemprov serius membantu petani mengatasi dampak krisis, jumlah 'anggaran darurat' yang dibutuhkan tak terlalu besar!" ***
Selanjutnya.....

Waskat, Ironi dalam Peranti Antikorupsi!

"ATAS tertangkapnya Jaksa Sistoyo saat menerima suap, seorang anggota Komisi Kejaksaan di televisi menilai kejadian itu sebagai anomali pada sistem pengawasan melekat (waskat) di kejaksaan yang menurut dia berjalan baik!" ujar Umar. "Efektifnya waskat di kejaksaan dia buktikan, puluhan jaksa nakal ditindak, banyak yang dipecat, sebagai hasil proses waskat dimaksud!" "Kalau peran waskat di kejaksaan masih efektif sehingga suatu kejadian bisa dianggap anomali sistemik, di banyak instansi lain waskat justru jadi ironi atas fungsinya dalam peranti antikorupsi!" timpal Amir. "Jadi ironi, karena yang dimaksud dengan waskat itu sistem pengawasan atasan langsung dan oleh bagian pengawasan internal dalam suatu instansi, justru menjadi benteng pengaman praktek korupsi dalam instansi tersebut dari usikan pihak luar baik penegak hukum maupun pers dan LSM! Bahkan atas penyimpangan hasil temuan pemeriksaan BPK, waskat bisa dengan mudah mengatasi masalahnya dengan perbaikan laporannya sehingga secara administratif tak lagi ada kesalahan—kasus penyimpangannya pun dianggap selesai!" 

"Masalah utama pada waskat karena nyaris semua masalah berindikasi korupsi justru berpangkal pada gawe sang atasan langsung!" tegas Umar. "Atasan langsung ini punya kekuasaan absolut, baik untuk memutasi bawahan yang kurang paham atas penempatannya di suatu posisi yang strategis, maupun menempatkan orang-orang yang sudah amat memahami fungsi dirinya bagi kepentingan khusus sang atasan langsung hingga kenapa mesti dirinya yang mengisi posisi strategis tersebut!" 

"Dengan kekuasaan absolut atasan langsung itu, bukan saja organisasi internalnya bisa diatur rapi dalam menjalankan gawe korupsi berjamaah, bahkan segala kecurigaan dan usaha dari luar instansinya untuk menyingkap permainannya bisa ditamengi justru dengan peranti antikorupsi yang ada dalam tubuh organisasinya sendiri!" timpal Amir. "Karena itu, betapa makin dahsyatnya gawe korupsi di banyak instansi, aparat hukum dan wartawan senantiasa sulit mendapatkan bukti adanya korupsi, karena pada setiap sel organisasi sudah amat memahami fungsinya dalam mengamalkan administrasi formal yang serbarapi sesuai format idealnya, sehingga sedikit pun tak ada celah untuk menyingkap realitas praktek gawe korupsi yang tertutupi oleh kerapian administrasi tersebut!" "Itulah ironi waskat!" tegas Umar. "Kian mapan sistem waskatnya, makin lancar pula korupsinya!" ***
Selanjutnya.....

Makna Harfiah Kepahlawanan!

H. Bambang Eka Wijaya

"NOVEMBER bulan pahlawan! Di bulan ini selalu diperbincangkan segala dimensi kepahlawanan—sikap kesatria yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsanya, karena kemerdekaan seperti disebut Bung Karno masa itu, adalah jembatan emas mencapai kehidupan adil dan makmur bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Kurang-lebih itulah makna harfiah—yang tertulis dengan huruf-huruf—dari kepahlawanan! Makna lebih jauh dan lebih dalam yang bersifat filosofis disebut makna hakiki!"
"Buat kita yang awam bisa menalarinya secara harfiah atau mengenali kulit luarnya saja pun jadilah!" sambut Amir. "Apalagi sebagian dari pahlawan yang mengikhlaskan pengorbanan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa itu juga awam, yang berarti menghayati kepahlawanan sebatas makna harfiahnya! Namun, apakah sebatas makna harfiahnya saja pun pengorbanan para pahlawan itu telah disikapi dengan benar oleh kalangan elite bangsa hingga perilakunya mencerminkan penjiwaan dan aktualisasi dari semangat kepahlawanan untuk mewujudkan masyarakat adil-makmur bagi seluruh rakyat?" "Soal itu tidak pada tempatnya kita menilai sikap dan perilaku elite bangsa masa kini! Biarkan sejarah yang mengadilinya!" tegas Umar. "Hal yang bisa kita kemukakan adalah realitas hidup mayoritas warga bangsa yang masih jauh dari kondisi adil-makmur seperti dicita-citakan para pahlawan yang telah membayar tunai dengan pengorbanan jiwa dan raga mereka!" "Andai realitas itu terjadi akibat ketakmampuan elite bangsa karena keterbatasannya secara fisik maupun pengetahuan, tentu para pahlawan sangat maklum adanya!" timpal Amir. "Tetapi bagaimana kalau cita-cita yang dibayar dengan pengorbanan jiwa raga pahlawan itu tidak bisa terwujud justru karena para elite bangsa lewat kekuasaannya atas nama kemerdekaan lebih mendahulukan kemakmuran pribadi, keluarga, dan kelompoknya! Bahkan bukan sebatas yang bisa diperoleh lewat proses halal dengan mekanisme kekuasaan yang tak adil, tapi juga melampiaskan keserakahannya lewat korupsi guna menumpuk kekayaan untuk tujuh turunan!" "Itu dia! Dengan memaknai kepahlawanan secara harfiah yang dangkal saja kita bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan cita-cita kemerdekaan yang dibayar dengan pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan!" tegas Umar. "Jika dibaca lewat makna hakiki, mungkin bisa terlihat lebih jelas adanya pengkhianatan terhadap perjuangan para pahlawan! Tapi untuk soal itu biar orang-orang pintar yang mendalaminya!" ***
Selanjutnya.....

Makna Harfiah Kepahlawanan!

"NOVEMBER bulan pahlawan! Di bulan ini selalu diperbincangkan segala dimensi kepahlawanan—sikap kesatria yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsanya, karena kemerdekaan seperti disebut Bung Karno masa itu, adalah jembatan emas mencapai kehidupan adil dan makmur bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Kurang-lebih itulah makna harfiah—yang tertulis dengan huruf-huruf—dari kepahlawanan! Makna lebih jauh dan lebih dalam yang bersifat filosofis disebut makna hakiki!" 

"Buat kita yang awam bisa menalarinya secara harfiah atau mengenali kulit luarnya saja pun jadilah!" sambut Amir. "Apalagi sebagian dari pahlawan yang mengikhlaskan pengorbanan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa itu juga awam, yang berarti menghayati kepahlawanan sebatas makna harfiahnya! 

Namun, apakah sebatas makna harfiahnya saja pun pengorbanan para pahlawan itu telah disikapi dengan benar oleh kalangan elite bangsa hingga perilakunya mencerminkan penjiwaan dan aktualisasi dari semangat kepahlawanan untuk mewujudkan masyarakat adil-makmur bagi seluruh rakyat?" 

"Soal itu tidak pada tempatnya kita menilai sikap dan perilaku elite bangsa masa kini! Biarkan sejarah yang mengadilinya!" tegas Umar. "Hal yang bisa kita kemukakan adalah realitas hidup mayoritas warga bangsa yang masih jauh dari kondisi adil-makmur seperti dicita-citakan para pahlawan yang telah membayar tunai dengan pengorbanan jiwa dan raga mereka!" 

"Andai realitas itu terjadi akibat ketakmampuan elite bangsa karena keterbatasannya secara fisik maupun pengetahuan, tentu para pahlawan sangat maklum adanya!" timpal Amir. "Tetapi bagaimana kalau cita-cita yang dibayar dengan pengorbanan jiwa raga pahlawan itu tidak bisa terwujud justru karena para elite bangsa lewat kekuasaannya atas nama kemerdekaan lebih mendahulukan kemakmuran pribadi, keluarga, dan kelompoknya! 

Bahkan bukan sebatas yang bisa diperoleh lewat proses halal dengan mekanisme kekuasaan yang tak adil, tapi juga melampiaskan keserakahannya lewat korupsi guna menumpuk kekayaan untuk tujuh turunan!" 

"Itu dia! Dengan memaknai kepahlawanan secara harfiah yang dangkal saja kita bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan cita-cita kemerdekaan yang dibayar dengan pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan!" tegas Umar. 

"Jika dibaca lewat makna hakiki, mungkin bisa terlihat lebih jelas adanya pengkhianatan terhadap perjuangan para pahlawan! Tapi untuk soal itu biar orang-orang pintar yang mendalaminya!" ***
Selanjutnya.....

Justru Program KB yang Terbengkalai!

"SALAH satu penyebab pemerintah kewalahan memenuhi fasilitas kebutuhan dasar warganya, terutama kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, karena terbengkalainya program Keluarga Berencana (KB) sehingga fasilitas yang dibangun selalu tak mencukupi!" ujar Umar. "Jika dibanding era Orde Baru, baik jumlah anggarannya, prioritas pemerintah, keefektifan penanganannya, apa yang dilakukan pemerintah sekarang jauh dari memadai! Akibatnya masalah-masalah sosial yang berbalut kemiskinan makin runyam karena beban kegagalan KB langsung menimpa warga miskin!" 

"Memang, dulu program KB tak cuma membatasi kelahiran! Bahkan dijadikan andalan bagi usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan produktif kaum ibu!" timpal Amir. "Kini, untuk membatasi kelahiran saja kedodoran! Dari sensus penduduk 2010, jumlah penduduk negeri kita sudah 237 juta dengan pertumbuhan 1,49% per tahun, akhir tahun ini penduduk Indonesia jadi 241 juta jiwa! Menyiapkan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru saja yang jumlahnya meningkat setiap tahun, sudah terasa berat!" 

"Terkait usaha menekan laju pertambahan penduduk lewat membatasi jumlah kelahiran (anak) dalam keluarga, memperjarang jarak waktu kelahiran, dan menunda usia perkawinan, belakangan ini seperti tak jelas juntrungnya, bahkan kampanyenya nyaris tak terdengar!" tegas Umar. "Dalam hal menunda usia perkawinan, justru gejala kawin muda yang lebih marak! Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, sebanyak 41,9% perempuan menikah pada usia 15—19 tahun! Bahkan, perempuan menikah pada usia 10—14 tahun mencapai 4,8% dari total jumlah pernikahan!" (Kompas, 23-11)


"Diterbengkalaikannya program KB oleh penguasa sekarang, tentu dibanding dengan penguasa masa lalu, jelas amat mengherankan!" tukas Amir. "Sejak SD anak-anak diajari Teori Malthus, bahayanya pertambahan penduduk dengan deret ukur dibanding naiknya produksi pangan dengan deret hitung, belum lagi ajaran akademis tentang involusi pertanian di Pulau Jawa—dari Clifford Gertz—beban penduduk yang terus meningkat pada lahan pertanian yang justru terus berkurang! Di Pulau Jawa sekarang umpel-umpelan 150 juta jiwa! Eh, jebulnya malah pemerintah mengesampingkan program KB!" "Sangat jauh dari rasionalitas penanganan Program KB yang asal ada tanpa prioritas oleh pemerintah sekarang!" tegas Umar. "Sedihnya, semua itu tanpa alasan yang jelas pula!" ***
Selanjutnya.....

Pelambatan yang Tak Bisa Dihindari!

 H. Bambang Eka Wijaya 

"MESKIPUN penurunan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat (AS) akibat krisis utang negara kawasan itu bisa dikompensasi dengan peningkatan ekspor ke China, pelambatan pertumbuhan ekonomi Asia Timur termasuk Indonesia tak bisa dihindari!" ujar Umar. "Itu sesuai peringatan Bank Dunia dalam laporannya tentang Asia Timur dan Pasifik terbaru yang dirilis di Hong Kong Selasa!" (Kompas, 23-11) "Tapi para ekonom kita optimistis, 2011 maupun 2012 nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia tak terbendung di posisi 6,3% sampai 6,5%!" timpal Amir. "Ikuti saja berbagai laporan dari pemerintah maupun lembaga swasta, optimismenya senada! Artinya kita layak waspadai peringatan Bank Dunia itu, tapi dengan fundamental ekonomi yang kuat, terutama cadangan devisa di atas 100 miliar dolar AS, pertumbuhan ekonomi Indonesia takkan terpengaruh signifikan oleh krisis Eropa dan AS!"
"Prediksi Bank Dunia atas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 6,4% dan 2012 6,3% menunjukkan kecilnya dampak krisis Eropa dan AS itu!" tegas Umar. "Dengan begitu kita tak harus khawatir berlebihan soal pelambatan itu sekalipun tak bisa dihindari! Sebab, masalah utama kita memang bukan soal pertumbuhan atau pelambatannya, melainkan pemerataan hasil-hasil pertumbuhan yang gejalanya justru terjadi ketimpangan pendapatan kian parah! Petunjuk nyata untuk itu bisa dilihat, bersamaan peningkatan pendapatan per kapita kita tembus di atas 3.000 dolar AS, indeks pembangunan manusia (IPM) 2011 justru merosot 16 tingkat, dari peringkat 108 jadi 124!" "Tepatnya, kita punya masalah khas sendiri terkait penderitaan rakyat yang kondisinya jauh lebih buruk dari rakyat Eropa maupun AS yang terlanda krisis utang negara!" timpal Amir. "Oleh karena itu, tidak pada tempatnya kita berbangga dengan kemampuan kita bertahan dari dampak krisis utang negara Eropa dan AS, juga dengan besarnya cadangan devisa maupun kokohnya fundamental ekonomi yang nyatanya cuma mempertajam kesenjangan pendapatan dengan konsekuensi tambah pedihnya penderitaan mayoritas rakyat!" "Di antara penyebabnya, karena banyak program yang tak dijalankan semestinya!" tegas Umar. "Transmigrasi sebagai pelaksanaan land reform perintah UU No. 5/1960, lebih mencolok sebagai bancakan proyek! Kredit mikro, pelaksanaan credit-reform untuk lapisan sosial terbawah, kalah dari kredit tanpa agunan (KTA) bank-bank besar ke lapisan kelas menengah! Apalagi program KB tak lagi dikelola standar, makin miskin makin banyak anak, makin besar pula skala penderitaan yang tak mampu diatasi negara—fasilitas kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, dan lain-lain !" ***
Selanjutnya.....

KPK Mulai Menggarap Mafia Hukum Daerah!

"KPK—Komisi Pemberantasan Korupsi—Senin (21-11) petang menangkap tangan di lokasi Kejaksaan Negeri Cibinong Jaksa Sistoyo dan dua warga swasta (pengusaha AB dan terperkara di PN Cibinong bernama E, serta seorang sopir!" ujar Umar. "Bersama mereka disita amplop cokelat berisi uang Rp99,9 juta dan sebuah mobil!" "Gebrakan keluar wilayah Jakarta itu bisa menjadi isyarat KPK mulai menggarap mafia hukum di daerah!" timpal Amir. "Identifikasi masalah ke mafia hukum terlihat dari posisi Jaksa Sistoyo bukan sebagai jaksa kasus terkait objek penyuapan, melainkan justru selaku Kepala Subbagian Pembinaan Kejaksaan Negeri Cibinong! Jadi, sebagai kepala pembinaan jaksa, dia justru 'membina' jaksa untuk bermain suap, sekaligus menjadi biang pengatur operasi mafia hukum di instansinya!" 

"Maka itu, Humas KPK Johan Budi menyatakan kasusnya masih dikembangkan, kemungkinan ada oknum atau malah pihak lain lagi yang terlibat!" tegas Umar. "Dalam penanganan kasus mafia memang faktor jaringan kerja sama antarpelaku kejahatan cukup penting diurai! Untuk kasus ini selain oknum jaksa lain lagi di Kejari Cibinong, bisa jadi juga ditelusuri kaitannya dengan oknum-oknum di PN Cibinong, untuk menyingkapkan kemungkinan masalah sebenarnya bukan cuma mafia hukum di Kejari, melainkan berskala lebih besar lagi, yakni mafia peradilan di PN Cibinong!" "Semua itu bukan hal yang mustahil!" sambut Amir. "Turunnya KPK menggarap kasus mafia hukum di daerah juga tak terlepas dari kecewanya masyarakat luas terhadap putusan-putusan bebas yang dibuat Pengadilan Tipikor di daerah! Salah satu faktor yang disoroti di balik ramainya vonis bebas itu terletak pada lemahnya tuntutan jaksa! Pada sisi itu, diasumsikan justru hakim tidak mengada-ada dengan vonis bebasnya, tetapi ada udang apa di balik batu lemahnya tuntutan jaksa! Maka itu, kasus jaksa terima suap yang penting dipergoki oleh KPK!"

"Dari sisi untuk menggambarkan adanya udang di balik batu lemahnya tuntutan jaksa, tindakan KPK itu mungkin berhasil!" tukas Umar. "Namun untuk kekecewaan masyarakat luas atas vonis bebas Peradilan Tipikor yang selalu terjadi pada big fish—pejabat sekelas bupati ke atas—sehingga koruptor yang dipenjara di daerah kebanyakan cuma kelas teri, kayaknya belum terjawab secara memuaskan oleh KPK! Karena itu, kalau KPK mau beroperasi ke daerah jangan cuma menyeser ikan teri, tapi tangkaplah koruptor kelas kakapnya!" ***
Selanjutnya.....