"EKSPOR Lampung yang mulai merosot Oktober 2011 sebesar 28,66% nilainya, menghadapi beraneka ancaman yang bisa lebih memperburuk kinerjanya!" ujar Umar. "Ancaman pertama ekses pelambatan pertumbuhan Eropa dan AS. Kedua, akibat sengkarut sengketa di Pelabuhan Panjang yang berakibat mogoknya buruh dan boikot truk! Ketiga, pelayanan administratif dari Pemprov yang buruk, hingga ekspor bahkan sempat terhenti!"
"Ancaman pertama force major—di luar kapasitas kita mengatasinya—meskipun pukulan eksesnya bisa telak dirasakan rakyat Lampung!" timpal Amir. "Pelemahan permintaan Eropa dan AS, seperti atas karet yang pada ekspor Oktober masih surplus dengan harga stabil sejak awal tahun, pada ekspor bulan mendatang akan merosot 40% sesuai hasil lelang bursa komoditas berjangka Jakarta medio November! Ancaman ini hanya bisa diatasi dengan mencari substitusi tujuan ekspor!"
"Ancaman kedua semula diharapkan bisa selesai dengan kebijaksanaan semua pihak yang terlibat konflik!" tegas Imar. "Ternyata baik manajemen pengelola Pelabuhan Panjang, para pengusaha partisipan ekspedisi, transportasi dan bongkar muat, maupun buruh, semua ngotot pada sikap sendiri! Untuk itu diharap Gubernur segera turun mengamankan kepentingan ekspor Lampung!"
"Perhatian Gubernur mengatasi konflik Pelabuhan Panjang yang terus meruncing, juga membenahi hambatan administratif ekspor yang terjadi di Disperindag!" timpal Amir.
"Soalnya, komitmen Disperindag pada kelancaran ekspor lemah! Malah, sampai kegiatan ekspor terhenti karena kehabisan formulir Certificate of Origin (COO)—keterangan asal barang—pejabat yang berwenang bukan mengusahakan cepat formulir, malah atas barang yang digudangkan kembali akibat ekspor terkendala, oleh pejabat itu disuruh ekspor lewat Jakarta! Katanya, hal biasa ekspor lewat Jakarta!" "Kasihan pejabat itu tak ngerti praktek bisnis luar negeri!" tukas Umar. "Harga barang ekspor itu FOB—setelah barang di atas kapal—jadi harganya sama dikapalkan di Panjang atau di Jakarta! Kalau barang asal Lampung diekspor lewat Jakarta, harus tambah ongkos angkut Lampung—Jakarta, bisa Rp800 s/d Rp1.000/kg, satu tronton 10 ton Rp8 juta sampai Rp10 juta! Sejumlah itulah yang akan dibebankan pedagang ke petani produsen jika memindah ekspor dari Lampung ke Jakarta!" "Memang ada ekspor Lampung lewat Jakarta, tapi itu khusus untuk tujuan yang tak disinggahi kapal asal Panjang!" timpal Amir. "Tapi kebetulan, ketahuan di mana saja yang rusak dan jadi ancaman ekspor yang harus cepat diperbaiki!" ***
"Soalnya, komitmen Disperindag pada kelancaran ekspor lemah! Malah, sampai kegiatan ekspor terhenti karena kehabisan formulir Certificate of Origin (COO)—keterangan asal barang—pejabat yang berwenang bukan mengusahakan cepat formulir, malah atas barang yang digudangkan kembali akibat ekspor terkendala, oleh pejabat itu disuruh ekspor lewat Jakarta! Katanya, hal biasa ekspor lewat Jakarta!" "Kasihan pejabat itu tak ngerti praktek bisnis luar negeri!" tukas Umar. "Harga barang ekspor itu FOB—setelah barang di atas kapal—jadi harganya sama dikapalkan di Panjang atau di Jakarta! Kalau barang asal Lampung diekspor lewat Jakarta, harus tambah ongkos angkut Lampung—Jakarta, bisa Rp800 s/d Rp1.000/kg, satu tronton 10 ton Rp8 juta sampai Rp10 juta! Sejumlah itulah yang akan dibebankan pedagang ke petani produsen jika memindah ekspor dari Lampung ke Jakarta!" "Memang ada ekspor Lampung lewat Jakarta, tapi itu khusus untuk tujuan yang tak disinggahi kapal asal Panjang!" timpal Amir. "Tapi kebetulan, ketahuan di mana saja yang rusak dan jadi ancaman ekspor yang harus cepat diperbaiki!" ***
0 komentar:
Posting Komentar