Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menerjemahkan Kepentingan Elite ke Bahasa Rakyat!

DALAM upacara pembukaan festival internasional panjat pohon damar, Amir ditugasi sebagai penerjemah pidato Sekjen Kerjasama Budaya Dunia yang disampaikan dalam Bahasa Inggris. Massa yang entusias berjubel memadati Stadion Utama Bukit Udik, berdesak-desakan sampai rapat ke panggung podium upacara! "Bapak-ibu dan hadirin sekalian!" Amir bicara saat Sekjen yang bule itu mulai pidato. "Karena bahasa tamu kita rumit, Bapak-ibu dan hadirin sekalian ikuti saja instruksi saya, kalau saya suruh tepuk tangan atau tertawa!" "Setuju...!" sambut massa disusul tepuk tangan. Kepada Sekjen yang terkejut tiba-tiba dapat tepuk tangan Amir acungi jempol, ia pun kembali pidato. 

"Nah, si bule bicara lucu, ayo semua tertawa! Terbahak-bahak!" seru Amir, yang disambut massa tertawa sampai terpingkal-pingkal justru oleh lucunya cara Amir menerjemahkan. Setelah pidato Sekjen mencapai klimaks, Amir kembali berseru, "Ayo semua tepuk tangan! Terus tepuk tangan sampai ia kembali duduk!" Di peristirahatan Sekjen memuji Amir, "Salut pada kemampuanmu menerjemahkan bahasaku yang elitis ke bahasa rakyat, hingga mereka meresapi pidatoku sampai lubuk hati, tampak dari tawa dan tepuk tangan mereka yang tulus!" "Rakyat memang menunggu realisasi janji para pemimpin dunia untuk melunasi kompensasi atas pengabdian mereka menjaga kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia!" jawab Amir. "Terutama kompensasi atas moratorium tidak menggarap segala bentuk hutan demi menahan laju pemanasan global!" "Itu benar-benar sejalan dengan pidatoku!" tegas Sekjen. 

"Tapi sulit mencari penerjemah seperti kau, yang bisa menyampaikan dalam bahasa rakyat kepentingan elite yang berorientasi pada kepentingan asing! Lebih sering, disampaikan dalam bahasa kekuasaan yang bahkan amat vulgar, sehingga malah menyulut konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi!" "Bahasa kekuasaan sering jadi amat vulgar karena diboboti dan menamengi kepentingan elite yang berlebihan!" tukas Amir. "Di sisi lain, kepentingan rakyat dimanipulasi--juga oleh sementara elite dengan topeng advokasi membela rakyat--untuk kepentingan politik elite tertentu! Akibatnya, rakyat terjepit cuma jadi korban (dikorbankan) di tengah-tengah konflik antarelite!" "Tak semua begitu!" timpal Sekjen. "Di sejumlah negara, rakyat jadi korban akibat kelalaian elite yang terlalu asyik menikmati kekuasaan! Terlalu nikmat, konflik dibiarkan kian berbelit-belit!" ***

0 komentar: