TAKSI bandara dapat penumpang seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru tiba dari luar negeri. Untuk mulang tiuh—pulang kampung, taksi harus lewat kota. Melihat bangunan mal baru, ia tanya sopir, "Berapa lama itu dibangun?"
"Lama juga, hampir dua tahun!" jawab sopir.
"Kalau di luar negeri, bangunan seperti itu empat bulan siap!" timpal TKI. Melihat hotel bertingkat, ia tanya, "Hotel itu, berapa lama pula dibangun?"
"Sama, satu tahun lebih!" jawab sopir.
"Di luar negeri itu tiga bulan selesai!" ujar TKI. Di persimpangan ia lihat jalan layang, "Jalan layang itu berapa lama dibangun?"
"Jalan layang mana?" sopir yang dongkol pada TKI yang sombong dengan luar negeri, balik bertanya.
"Itu, masak tak lihat jalan layang!" tegas TKI.
"Ada jalan layang di situ?" timpal sopir pura-pura terkejut. "Kemarin aku lewat situ belum ada!"
"Mana mungkin jembatan layang selesai dibangun dalam satu malam!" entak TKI. "Di negeri kita apa yang tak mungkin?" tegas sopir. "Candi Sewu dibangun Bandung Bondowoso dalam satu malam, sebagai bukti cintanya pada putri Roro Jonggrang!"
"Itu kan legenda!" timpal TKI. "Dalam kenyataan, apalagi di negeri kita, anggarannya saja tak ada!"
"Jangan anggap enteng soal anggaran proyek di negeri kita sekarang!" tegas sopir. "Baca ini, koran hari ini! Provinsi Lampung dapat DIPA—daftar isian pelaksanaan anggaran—sebesar Rp6,1 triliun! Dengan dana pembangunan sebanyak itu, bukan mustahil proyek di sini bisa diselesaikan lebih cepat dari di luar negeri! Belum lagi, seperti tahun lalu, DIPA itu segera disusul dana perimbangan pusat-daerah berupa DAU, DAK, dan bagi hasil besarnya belasan triliun!"
"Jadi tahun lalu provinsi kita sudah dapat dana dari pusat belasan triliun?" sambut TKI.
"Kok dari tadi kulihat jalan rayanya masih seperti dulu, bangunan baru cuma mal dan hotel milik swasta!" "Itu karena pemimpin daerah ini rendah hati, tak suka pamer dengan pembangunan fisik mencolok yang bisa dituding sebagai proyek mercusuar!" tegas sopir. "Karena itu jangan menilai kemajuan dari perubahan yang dilakukan pemerintah dalam pembangunan secara fisik termasuk jalan, tapi lihatlah kemajuan perekonomian rakyat dengan ukuran-ukuran yang konkret—penerbangan dari CN-235 sehari dua kali kini jadi lebih 10 kali pakai Boeing 737-200 sampai 737-800. Lalu, jalan kota macet dengan mobil dan motor tahun terakhir!" "Saya setuju perekonomian masyarakat dijadikan ukuran kemajuan!" timpal TKI. "Tapi pasti lebih afdal jika kemajuan didukung bangunan publik yang sebanding dari pemerintah daerah!" ***
"Kok dari tadi kulihat jalan rayanya masih seperti dulu, bangunan baru cuma mal dan hotel milik swasta!" "Itu karena pemimpin daerah ini rendah hati, tak suka pamer dengan pembangunan fisik mencolok yang bisa dituding sebagai proyek mercusuar!" tegas sopir. "Karena itu jangan menilai kemajuan dari perubahan yang dilakukan pemerintah dalam pembangunan secara fisik termasuk jalan, tapi lihatlah kemajuan perekonomian rakyat dengan ukuran-ukuran yang konkret—penerbangan dari CN-235 sehari dua kali kini jadi lebih 10 kali pakai Boeing 737-200 sampai 737-800. Lalu, jalan kota macet dengan mobil dan motor tahun terakhir!" "Saya setuju perekonomian masyarakat dijadikan ukuran kemajuan!" timpal TKI. "Tapi pasti lebih afdal jika kemajuan didukung bangunan publik yang sebanding dari pemerintah daerah!" ***
0 komentar:
Posting Komentar