Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Nepotisme Presiden Korsel Diusut!

KALAU Jakarta dilanda demo kasus Ahok, Seoul Sabtu (29/10/2016) dilanda demo besar-besaran menuntut Presiden Park Geun-hye mundur karena terseret kasus nepotisme yang melibatkan teman dekat keluarganya, seorang wanita bernama Choi Soon-sil.
Seperti dilansir AFP Sabtu (29/10/2016), Choi yang teman dekat Presiden Park dianggap telah melakukan nepotisme atau influence-peddling (berdagang pengaruh), memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Presiden Park untuk keuntungan pribadi dan keluarganya. Choi dituding "meminta" uang dari konglomerat Korsel.
Walau begitu, Presiden Park mengaku kepada publik dia mengizinkan Choi untuk mengakses dan memeriksa pidato kepresidenannya. Choi juga memberikan 'saran' kepada Presiden Park dalam sejumlah kebijakan penting. (detiknews, 29/10/2016)
Untuk itu, Presiden Park memohon maaf secara resmi kepada rakyatnya. Jumat (28/10/2016) Presiden Park minta 10 penasihat seniornya mengundurkan diri. Begitupun dalam demo massa tetap memprotes Presiden Park karena mengizinkan Choi untuk mencampuri urusan negara. Padahal Choi jelas-jelas tidak memiliki posisi resmi maupun izin keamanan untuk terlibat dalam urusan pemerintahan.
Choi kini berusia 60 tahun, putri pemimpin Church of Eternal Life bernama Choi Tae-min, yang merupakan mentor Presiden Park hingga sang guru wafat 1994. Choi ke Jerman sejak September 2016, setelah dugaan nepotisme mencuat ke publik. Spanduk di lokasi unjuk rasa di Seoul berbunyi "Choi pulang. Park keluar."
Pengacara Choi kepada wartawan menyebut kliennya bersedia pulang untuk diselidiki dan dihukum jika dia melakukan sesuatu yang salah. Jaksa telah memintai keterangan dua ajudan Choi, yang salah satunya menuturkan kepada wartawan bahwa Choi berperan layaknya "wali" de facto untuk Presiden Park.
Pengaitan dengan uang chaebol (konglomerat) telah menyeret dua Presiden Korsel, Chun Doo Hwan dan Roh Tae Wo, masuk penjara. Terkait kasus mereka, sembilan chaebol kroninya ikut dihukum. Itu terjadi dalam kepemimpinan Presiden Kim Daejung yang melakukan gebrakan besar memberantas korupsi (1997-2002), di mana kasus korupsi kedua presiden pendahulunya itu dia bongkar.
Bukan kepalang, 9 chaebol yang dihukum termasuk pendiri Daewoo Kim Woo Choong, Chairman Dong-Ah Group Choi Won Suk. Ketika Kim Daejung mengetahui dua putranya terindikasi korupsi, ia dukung sepenuhnya lembaga antikorupsi dan pengadilan.
Pengusutan kasus Choi Soon-sil terakhir ini bisa saja menyeret presiden dan chaebol. ***
Selanjutnya.....

Nasionalisme Berbingkai Globalisasi!

NASIONALISME kini sudah melesat jauh keluar area retorika maupun dupa ritualisme. Gelora semangatnya menggemakan Indonesia Raya dan mengerek Sang Merah Putih di Olimpiade. Itulah realitas Nasionalisme kini, berbingkai globalisasi.
Nasionalisme menopang eksistensi suatu bangsa dengan keunggulan bersaing dari bangsa-bangsa lain. Dan Olimpiade bukan hanya dalam bidang olahraga, tapi dalam segala bidang kehidupan. Anak-anak kita yang masih belia, banyak yang telah berhasil menjuarai beraneka Olimpiade itu, dari Olimpiade Matematika sampai Olimpiade Fisika. Juara dunia ilmu-ilmu dasar yang bisa menjadi tumpuan harapan lebih baik bagi masa depan bangsanya.
Olimpiade secara umum dimaksud wujudnya persaingan global. Tak terelakkan, persaingan global dalam segala bidang itu kini telah jadi penentu eksistensi bangsa-bangsa di dunia untuk mampu hidup bermartabat setara dengan bangsa-bangsa lain. Atau sebaliknya, menjadi pecundang, menjadi bangsa gagal yang cuma jadi "budak", pengikut, atau konsumen produk buatan bangsa lain.
Produk atau hasil ciptaan suatu bangsa memang menjadi lambang atau simbol nasionalisme, sekaligus kebanggaan suatu bangsa. Nasionalisme dalam bentuknya yang sedemikian mengacu sifatnya yang kualitatif pada kapasitas manusia suatu bangsa. Kualitas nasionalisme masyarakatnya juga secara langsung terlihat pada kebanggaan mereka terhadap produk-produk buatan bangsanya sendiri. Sejauh ada sejenis produk buatan bangsanya sendiri, orang tidak akan memakai barang buatan bangsa lain.
Kegandrungan dan kebanggaan pada produk bangsa sendiri itu terlihat pada Jepang dan bangsa-bangsa yang lebih cepat maju, seperti Korea Selatan. Itu pun bukan berarti mereka memaksakan diri memakai produk sendiri, tapi karena mereka juga membanggakan kualitasnya yang sangat baik, tak kalah dari buatan bangsa lain.
Tapi bangsa Indonesia belum bisa digolongkan tak suka pada produk buatan bangsa sendiri, karena produknya belum semua ada. Mobil nasional misalnya, hingga sekarang belum jelas wujudnya. Sedang barang tertentu yang sudah bisa dibuat bangsa sendiri dengan memenuhi standar kualitas nasional (SNI), dengan bangga dipakai.
Namun layak disadari, semua itu tampak luar dari nasionalisme. Sedang tampak dalam, atau esensinya, menjelang Pilkada Serentak 2017 ini mencuat gejala disharmoni. Situasinya cukup panas juga. Untuk itu komponen pendinginnya harus dicek, agar mesin tidak over heats, dan tidak sampai meledak. ***
Selanjutnya.....

Duterte Putar Haluan ke Tiongkok!

PRESIDEN Filipina Rodrigo Duterte memutar haluan politik negaranya dari sekutu Amerika Serikat (AS) yang demokratis liberal berubah arah ke Tiongkok yang komunis.
Hal itu Duterte lakukan akibat kecewa pada Amerika Serikat (AS) yang tidak setuju dengan tindakannya "menghukum mati" lebih 3.000 orang terduga bandar dan pemakai narkoba di negerinya tanpa proses pengadilan. Saking kesalnya, Duterte pernah menyebut Presiden AS Barack Obama sebagai "anak jalang".
Sebaliknya Tiongkok, melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang, menyatakan pemerintahnya memahami dan mendukung perang terhadap narkoba Presiden Duterte. "Kami memahami dan mendukung kebijakan Filipina untuk memerangi obat di bawah kepemimpinan Presiden Duterte," ujar Shuang dikutip The Straits Times. (Tempo.co, 15/10/20916)
Realitasnya, pada kunjungannya ke Tiongkok 20 Oktober 2016, Duterte menegaskan negaranya telah mencabut dukungan dan kerja sama dengan AS, dan mendukung penuh Tiongkok. "Di tempat ini, saya umumkan perpisahan saya dari AS," kata Duterte di forum bisnis Tiongkok, disaksikan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli. Seperti dikutip Reuters, Duterte menyatakan dukungan secara langsung kepada Tiongkok. (Tempo.co, 20/10/2016)
Duterte mengatakan negaranya telah mencabut dukungan kerja sama dalam segala hal. Mulai dari bidang militer, sosial, dan kerja sama ekonomi. Dia juga memastikan bakal mendukung Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa perbatasan di Laut Tiongkok Selatan.
Klaim Tiongkok atas wilayah Laut Tiongkok Selatan dibatalkan mahkamah internasional di Den Haag atas gugatan Pemerintah Filipina, pendahulu Duterte. Kalau maksud Duterte itu mendukung klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan, berarti Duterte mengorbankan wilayah kedaulatan negerinya yang telah dimenangkan oleh mahkamah internasional demi bergabung ke kubu komunis.
Terkait ideologi itu, Duterte serius, "Saya sudah sesuaikan dengan ideologi dan mungkin saya juga akan pergi ke Rusia untuk bicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mengatakan kepadanya bahwa ada kita bertiga di dunia, yakni Tiongkok, Filipina, dan Rusia."
Terakhir pada kunjungan ke Jepang (26/10/2016), Duterte mengaku ingin pasukan AS keluar dari wilayah Filipina dalam dua tahun. Namun, beberapa jam kemudian, Menlu Filipina Perfecto Yasay berusaha menenangkan sekutu lama mereka, "Tidak ada alasan saat ini untuk mengakhiri perjanjian kami karena kepentingan nasional kami." (Tempo.co, 27/10/2016)
Duterte, berputar di bundaran jalan! ***
Selanjutnya.....

Kemudahan Bisnis Naik 15 Tingkat!

PERINGKAT Kemudahan Berbisnis Indonesia naik 15 tingkat, dari sebelumnya di posisi 106 dunia, menjadi peringkat 91. Peningkatan 15 tingkat ini tertinggi di dunia, tapi masih jauh dari target Presiden Jokowi yang mengharuskan Kemudahan Berbisnis Indonesia peringkat 40.
Berdasar pada hasil survei Ease of Doing Business (EODB) Bank Dunia yang dilaporkan dengan judul Doing Business 2017: Equal Opportunity for All itu tercapai berkat reformasi birokrasi dan perizinan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha setahun terakhir. (detik-Finance, 26/10/2016)
Reformasi di bidang usaha Indonesia yang ditera survei Doing Business dalam satu tahun terakhir menyangkut tujuh variabel, yakni kemudahan memulai usaha, kemudahan memperoleh sambungan listrik, pendaftaran properti, kemudahan memperoleh pinjaman, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, dan penegakan kontrak.
Saat ini di Indonesia orang hanya memerlukan waktu 25 hari untuk memulai sebuah usaha, dibandingkan sebelumnya 48 hari. Dorongan pemerintah untuk penggunaan sistem online, selain mempermudah proses perizinan, juga memunculkan peluang usaha yang luas pada startup, memunculkan banyak usaha baru dengan aplikasi online dari Go-Jek sampai e-commers. Bahkan Kementerian Sosial mengembangkan e-warong.
Untuk kemudahan memperoleh sambungan listrik, saat ini rata-rata di Indonesia hanya perlu 58 hari, dari sebelumnya 79 hari.
Sedang pendaftaran properti, pembayaran pajak dan pendagangan lintas batas, amat banyak dipermudah oleh sistem online yang meluas di berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia belakangan ini. Sedang akses mendapatkan pinjaman, dengan kredit usaha rakyat (KUR) bukan hanya kemudahan yang didapat, tapi juga subsidi bunga kredit.
Lebih jauh lagi, pemerintah telah mengeluarkan 13 paket kebijakan yang secara komprehensif mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif. Dengan demikian dapat dikatakan, hasil survei EODB Bank Dunia itu sekaligus menjadi petunjuk semua kegiatan deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan pemerintah tahun terakhir ini telah terlihat jejaknya di lapangan.
Karena tujuh variabel reformasi dunia usaha dan 13 paket kebijakan itu semua diintrodusir Pemerintah Pusat, amat baik jika pimpinan pemerintah di daerah menyesuaikan gerak tariannya dengan irama yang ditabuh pusat itu. Serasinya gerak tari dan irama, menciptakan harmoni. Sedang egoisme merusak harmoni, sekaligus mencederai artinya bagi rakyat. ***
Selanjutnya.....

Suku Bunga Acuan BI Sudah 4,75%

RAPAT Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pekan lalu menurunkan suku bunga acuan atau 7 day repo rate sebesar 0,25%, menjadi 4,75%. Namun, pihak perbankan sejauh ini belum ada tanda-tanda untuk ikut menurunkan suku bunga kreditnya.
Untuk itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution meminta perbankan menurunkan tingkat suku bunganya. "Artinya itu kan akan mendorong cost of fund sehingga kami berharap suku bunga turun. Walaupun enggak otomatis selalu, tapi harus diusahakan (turun)," ujar Darmin. (Kompas.com, 21/10/2016)
Menurut dia, perbankan harus bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk berupaya menurunkan suku bunga. Saat ini suku bunga perbankan dianggap masih tinggi.
"Penurunan itu semestinya terealisasi pada suku bunga deposito dulu, tabungan, baru masuk ke kredit. Di pihak lain, Kemenkeu juga perlu mendorong supaya suku bunga SUN juga turun," tambah Darmin.
Sementara itu, Dirut BRI Asmawi Syam menyatakan untuk menurunkan suku bunga deposito perbankan harus menunggu jangka waktu deposito tersebut jatuh tempo. "Deposito itu ada jangka waktunya. Kalau kebijakan yang diambil menurunkan suku bunga, ya tunggu jatuh tempo kan. Sehingga diperlukan waktu lebih panjang," ujar Asmawi. (Kompas.com, 25/10/2016)
Menurut Asmawi, penurunan suku bunga acuan BI itu sudah ditunggu-tunggu oleh perbankan. Akan tetapi, dampaknya ke suku bunga kredit tidak bisa dalam waktu dekat. "Kalau suku bunga pinjaman, kan bank menganalisis secara total," kata Asmawi.
Tentu saja, ujarnya, penurunan suku bunga acuan itu akan menurunkan cost of fund (CoF) atau biaya dana bank. Tetapi, CoF ini bukan satu-satunya indikator yang lantas membuat suku bunga pinjaman turun.
Ada komponen lain yang masuk perhitungan menentukan suku bunga kredit, seperti overheat cost, margin, serta risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL).
Terkait NPL, hingga kuartal III 2016 industri keuangan nasional masih dalam tren meningkat. Data BI mencatat hingga Agustus 2016 rasio NPL 3,2% secara gross dan 1,5% net.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, kenaikan rasio NPL hingga kuartal III 2016 tidak lepas dari kondisi perekonomian yang masih lemah. NPL meningkat juga terjadi ketika ekonomi melemah pada 2008—2009, lalu sekarang ini, jelasnya. (Kompas.com, 20/10/2016)
Rasio NPL terkesan tinggi karena kredit masih rendah. Kalau ekonomi sudah mulai jalan, jelas Juda, kredit tumbuh, rasio NPL itu turun. Masalahnya, kapan ekonomi mulai jalan? ***
Selanjutnya.....

Atasi Penurunan Ekonomi Kuartal III!

PERTUMBUHAN ekonomi kuartal III 2016 (Juli—September) diprediksi mengalami penurunan menjadi lebih rendah dari kuartal II, 5,18%. “Kuartal III barangkali akan lebih rendah, tapi kita sudah akan melakukan langkah-langkah persiapan agar tidak menciptakan kondisi seolah-olah trennya menurun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers, Senin. (Kompas.com, 24/10/2016)
Pemerintah, ujarnya, melakukan berbagai langkah mengatasinya agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Pertama, memanfaatkan instrumen fiskal hasil tax amnesty tahap pertama Rp97 triliun untuk kegiatan produktif, seperti pembangunan infrastruktur.
Kedua, mengevaluasi suntikan dana ke BUMN melalui skema penyertaan modal negara (PMN). Seharusnya, BUMN yang dapat PMN bisa menyetor dividen lebih besar ke negara.
Ketiga, meminimalisasi dampak jatuhnya harga komoditas perdagangan dunia di sejumlah daerah. Saat ini ekonomi daerah penghasil komoditas (pertambangan) seperti Kalimantan dan Papua menjadi negatif.
Isyarat penurunan kinerja ekonomi kuartal III itu salah satunya terbaca dari turunnya kredit perbankan yang hingga Agustus 2016 hanya tumbuh 6,83% yoy. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad memperkirakan realisasi kredit akan lebih rendah dari tahun lalu. Paling lemah terjadi pada pertumbuhan kredit dalam denominasi valas.
Sementara Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut pertumbuhan kredit relatif menurun sejak kuartal I 2016 hingga kuartal III 2016. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia.
Untuk mengatasi agar penurunan ekomomi pada kuartal III itu tidak berlanjut ke kuartal IV, selain usaha-usaha berskala nasional yang dilakukan Pemerintah Pusat, peran pemerintah daerah, tingkat I dan II, seyogianya bisa menjadi alternatif.
Artinya, pemda-pemda tak cuma menampung kucuran dana dari pusat, tapi juga berkreasi mengatasi masalah perekonomian rakyat di daerahnya. Contohnya dengan jebloknya harga singkong, pemda-pemda semestinya mencari jalan keluar. Kalau Bupati Lampung Tengah Mustafa dengan membawa petani jumpa Menteri Perdagangan di Jakarta, pemda lain mungkin bisa dengan jalan lain.
Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk menolong rakyat dari tekanan ekonomi yang terjadi di daerahnya. Kalau semua pimpinan daerah menginventarisasi masalah yang menyulitkan rakyat lalu diatasi, pelemahan ekonomi nasional bisa tak terasa oleh rakyat di lapisan bawah. ***
Selanjutnya.....

Antagonis, Pasar Tani Vs Toko Tani!

DI tepi jalan raya Perumnas Kemiling, Bandar Lampung, terdapat Pasar Tani. Pada Minggu pagi, para petani datang membawa hasil panen mereka, dari ketela sampai sayur-mayur. Warga sekitar yang dari banyak kompleks perumahan sambil senam pagi datang belanja sayuran dan buah segar langsung dari petani.
Pasar ini sudah berumur belasan tahun tanpa manajemen atau pengelolaan administratif formal, sekaligus tanpa pungutan yang memberatkan pelaku pasar. Harga barang di sini juga bukan mengikuti harga pasar umum, apalagi nasional. Cukup penjual dan pembeli tawar-menawar, lalu transaksi berdasar kesepakatan.
Pasar Tani Kemiling murni pertemuan antara petani dan pembeli. Tak ada campur tangan produsen industrialis raksasa maupun pemodal berkaliber besar. Bahkan, mereka juga kurang diperhatikan penguasa sehingga tak ada pendudukan lokasi oleh investor untuk membangunkan ruko bagi pedagang—yang sering malah jadi masalah.
Sebaliknya, Toko Tani Indonesia (TTI) yang dibuat permanen oleh Kementerian Pertanian di jalan raya seberang SMAN 28 Pasar Minggu, yang diresmikan Menteri Pertanian pada 15 Juni 2016 sebagai solusi memutus mata rantai pasokan pangan yang dinilai terlalu panjang.
Dilaporkan oleh detik-finance, Jumat (21/10/2016), kini TTI sudah lengang. Bahkan ruang tempat memajang barang dagangan kini telah dijadikan lapangan badminton.
Padahal, TTI Pasar Minggu itu, menurut Menteri Pertanian, merupakan pilot project yang akan dikembangkan menjadi 1.000 TTI di seluruh Indonesia. Nyatanya baru berusia empat bulan sudah nyaris gulung tikar.
Konsep TTI untuk mempertemukan produsen, baik petani maupun industrialis, langsung pada konsumen. Gula pasir, minyak goreng, dan produk industrial sejenisnya dijual dengan harga lebih murah dari pasar. Bahkan daging sapi, yang kala itu di pasar umum Rp120 ribu/kg, di situ berkat ditopang sayap amal sebuah konglomerat bisa didapat dengan harga Rp75 ribu/kg.
Kenapa TTI bernasib antagonis dibanding Pasar Tani yang mampu bertahan belasan tahun, tak seorang pun karyawan di lokasi TTI itu yang bisa menjelaskan. Mereka bilang, barang-barang murah itu tak datang lagi.
Dengan prinsip tanpa manajemen adalah manajemen, Pasar Tani Lampung berjalan secara alamiah. Sedang dengan prinsip tanpa manajemen mumpuni bukan manajemen, TTI jadi cuma seumur jagung. Sebagai pilot project, kegagalan TTI wajar. Artinya, perlu perbaikan manajemen untuk dikembangkan menjadi 1.000 TTI di seluruh Indonesia. ***
Selanjutnya.....

Pesan Mustofa Bisri buat Jurkam!

SENIN 24 Oktober 2016 jadwal penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPUD dalam Pilkada Serentak 2017. Setelah calon ditetapkan, aturan Pilkada bagi calon pun berlaku. Seiring itu, para juru kampanye (jurkam) baik yang resmi didaftar ke KPU maupun pendukung lepas mulai bekerja mempengaruhi pemilih agar memilih jagonya.
Untuk itu, KH A. Mustofa Bisri menyampaikan pesan nasihat lewat media sosial buat para jurkam dan pendukung calon, cara yang paling baik mempengaruhi orang agar ikut mendukung, ialah dengan menonjolkan kebaikan-kebaikan calon kalian.
Bukan dengan memburuk-burukkan calon pemimpin saingan, pasti akan dibalas dengan hal yang sama. Dan dengan demikian, kedua calon pemimpin akan terlihat buruk semua di mata masyarakat yang hendak kalian pengaruhi.
Apabila masing-masing "menghitamkan" yang lain, siapakah kemudian yang terlihat "putih" untuk dipilih?
Pikirkanlah ini, tegasnya, dan jangan pernah lupa bahwa semua calon pemimpin yang sedang bersaing bukanlah orang-orang asing. Mereka semua adalah putra-putri Indonesia yang menginginkan kebaikan Indonesia. Indonesia kita semua.
Demikian nasihat KH Mustofa Bisri, diakhiri harapan Allah memberi hidayah kepada kita dan melindungi kita semua dari adu-domba setan yang terkutuk.
Alangkah baik nasihat Pak Kiai itu. Tapi masalahnya, sering, kebaikan calon yang diusung sang jurkam masih sedikit. Bukan saja tak layak ditonjolkan, malah nilai maslahatnya bagi masyarakat juga terbatas. Sehingga, kalau yang masih secuil dan kurang berarti nilainya bagi masyarakat itu yang ditonjolkan, hasilnya bisa-bisa malah antiklimaks.
Sebagai kompensasi dari minimnya kebaikan dan hal yang layak ditonjolkan dari jagonya itulah, jurkam dan pendukung si calon lantas mencari-cari kekurangan atau kelemahan pesaing. Ketika terbukti kekurangan dan kelemahan dimaksud minim, hingga kampanye negatifnya kurang menarik, tidak kepalang mereka lalu mengada-ada dengan kampanye hitam memburuk-burukkan lawan dengan hal-hal yang bersifat fitnah.
Usaha terakhir untuk menang ditentukan oleh siapa yang terbesar "perhatiannya" kepada pemilih. Karena hal ini berlangsung masif, panwascam yang cuma segelintir itu sukar mengatasinya. Pernah orang tertangkap sedang bagi-bagi uang, tapi akhirnya jerat hukum lolos dari calon di baliknya, karena namanya tak ada dalam daftar jurkam.
Dengan nasihat KH Mustofa Bisri itu diharapkan cara-cara lama itu ditinggalkan, diganti dengan cara yang elegan dan jujur. ***
Selanjutnya.....

Satu Harga BBM di Seluruh Indonesia!

SAAT meresmikan Bandara Nop Goliat Dekai di Yahukimo, Papua, Selasa (18/10/2016), Presiden Jokowi mencanangkan Program Satu Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di seluruh Indonesia.
"Di Jawa hanya Rp7.000 per liter, di sini ada yang sampai Rp100 ribu per liter. Di Wamena Rp60 ribu hingga Rp70 ribu per liter. Tidak bisa seperti itu. Kalau di wilayah barat dan tengah Rp7.000, ya di sini harusnya sama harganya," ujar Presiden Jokowi. (Kompas.com, 18/10/2016)
Menurut Presiden Jokowi, untuk menyamakan harga BBM di Papua dan Papua Barat dengan wilayah lainnya di Indonesia memang tidak mudah. "Dirut Pertamina menyampaikan ke saya kalau harga Rp7.000 per liter, maka ruginya banyak," ujarnya.
Presiden meminta Dirut Pertamina mencari solusi agar segera diwujudkan harga yang sama untuk BBM di seluruh wilayah Tanah Air.
Ia gambarkan masalah satu harga bukanlah masalah untung rugi, tapi dengan adanya kesamaan harga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Harganya harus sama dan diharapkan akan ada pergerakan ekonomi di sini (Papua). (Pasokan) listrik berlebih, harga BBM sama, maka akan terjadi pergerakan ekonomi," katanya.
Untuk itu, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto meminta sokongan dana dari APBN. Namun, Jokowi menolaknya, "Enggaklah, itu urusan Pertamina. Karena yang di barat untung yang di sini kan rugi, kalau disubsidikan juga kan masih untung. Yang paling penting harganya harus sama."
Jadi, implementasi program yang dicanangkan Presiden itu tergantung solusi Dirut Pertamina. Salah satunya, harus membeli banyak pesawat pengangkut BBM sejenis Air Tractor AT-802 seperti yang dilihat Presiden di Bandara Nop Goliat Dekai. Karena, distribusi BBM lewat jalan darat ke pelosok Papua belum mungkin.
Pelaksanaan program ini perlu didorong karena bukan hanya menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat dengan mendapatkan harga BBM yang sama di seluruh Tanah Air, juga bisa menjadi titik awal deurbanisasi. Dengan didapatnya fasilitas yang sama di pelosok dan kota besar, warga cukup bertahan di pelosok pedalaman sudah bisa hidup sejahtera sehingga warga yang hidupnya kurang beruntung di kota karena berat dan kerasnya hidup dalam persaingan sempurna, diberi pilihan tempat hidup yang tenang di pelosok dengan fasilitas sama yang tersedia.
Terpenting, pemerintah konsisten dalam pelaksanaan program untuk rakyat kecil begitu. Jangan seperti distribusi tabung elpiji 3 kg, di daerah-daerah kini langka. Rakyat sulit mendapatkannya. ***
Selanjutnya.....

Samsat, PR Gubernur dan Kapolda!

MUMPUNG pembenahan menyeluruh untuk mencegah pungutan liar (pungli), pekerjaan rumah (PR) Gubernur dan Kapolda Lampung yang perlu prioritas adalah di pelayanan Sistem Administrasi Satu Atap (Samsat), tempat orang mengurus dan membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), yang prosesnya ditangani bersama Pemprov dan kepolisian.
Hal pertama yang perlu diperhatikan (semoga pada hari-hari terakhir sudah ada perubahan), yakni soal pembuatan pelat nomor polisi kendaraan bermotor. Banyak orang yang telah membayar pajak hingga tahun kelima, saat pelat nomor kendaraan harus diganti, beberapa bulan belum mendapat pelatnya. Idealnya tentu selesai membayar pajak pelat nomor barunya bisa langsung dipasang.
Pengendara tidak nyaman mengendarai sepeda motor yang pelatnya mati. Belakangan memang polisi di jalan tak lagi memasalahkan nomor pelat motor yang mati. Tapi akibatnya, lantas banyak orang ogah membayar pajak motor karena pelat mati pun dibiarkan polisi.
Masalahnya apa hingga berbulan, bahkan bertahun, urusan cetak pelat nomor kendaraan saja tak bisa dilakukan tepat waktu. Lantas bagaimana kalau ternyata ada orang yang bisa mengurus lebih cepat selesai pelat nomornya, mantranya apa, tirakatnya bagaimana pula.
Diharapkan, dengan diatasinya masalah cetak pelat nomor kendaraan ini, pengendara tenang di jalan, penerimaan pajak juga lancar.
Hal kedua adalah realitas kerja masih ada yang namanya saja Sistem Satu Atap (Samsat). Sedang praktiknya, pelayanan masih dilakukan di banyak atap, bahkan ada hal tertentu dalam satu urusan yang harus dilakukan di seberang jalan! Kata rekan yang mengeluhkan ini, contohnya di Samsat Rajabasa.
Dari dua hal itu, terkesan perlu penambahan peralatan kerja. Kekurangan peralatan kerja itu pada masa lalu memang sengaja didiamkan atau malah disembunyikan karena bisa menjadi alasan memperlambat atau menumpuk pekerjaan sehingga yang butuh pelayanan cepat supaya tahu sendiri harus bagaimana.
Karena sedang mengatasi masalah di balik alasan klasik itu untuk membersihkan peluang pungli, Pemprov dan Polda harus menginventarisasi peralatan kerja dan kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan agar sesuai dengan prinsip sistem satu atap. Kebutuhan investasi, tambahan mesin cetak pelat nomor dan komputer untuk mempercepat pelayanan, perlu dicek ulang.
Dengan semua peralatan memadai dan mencukupi untuk melaksanakan beban kerjanya, alasan klasik birokratis untuk memperlambat pekerjaan tak ada lagi. Peluang pungli tertutup. ***
Selanjutnya.....

Bebaskan Mosul Tak Kalahkan ISIS!

MEMBEBASKAN Mosul takkan mengalahkan ISIS (Freeing Mosul would not Defeat ISIS). Itu judul kolom Simon Mabon (Lancaster University) di Time, Senin (17/10/2016), tentang serangan ke Mosul, kota terbesar kedua Irak setelah Bagdad, yang diduduki ISIS sejak Juni 2014. Serangan oleh 45 ribu tentara Irak dan gabungan milisi propemerintah didukung koalisi pimpinan AS itu dimulai Senin (17/10/2016).
Judul terkesan pro-ISIS itu dijelaskan, pembebasan Mosul tidak akan berarti berakhirnya ISIS. Kelompok tersebut belum pernah menetapkan teritorial yang dikuasainya.
Sebagaimana tesis Simon bersama Stephen Royle dalam buku mereka The Origins of ISIS, ISIS merupakan produk kondisi sosio-politik Irak yang mengerikan dengan perpecahan sektarian membumi. Maksud Simon, meski secara fisik ISIS bisa diusir dari Mosul, secara ideologis belum selesai.
Mosul kota pusat industri minyak di utara Irak, permata di mahkota ISIS. Kekhawatiran terburuk, ISIS akan membakar kilang-kilang minyak untuk menahan laju penyerang.
Washington Post melaporkan kelompok strategis telah meninggalkan Mosul secara terpisah-pisah untuk kemudian berkumpul lagi di Suriah. Sedang pasukan penyerbu juga tidak mengepung Mosul dari semua penjuru, tetapi menyisakan koridor ke barat untuk mendorong ISIS ke Suriah. Strategi ini mengeluarkan masalah ISIS dari Irak dan masuk Suriah.
Langkah ke Mosul dilakukan setelah Pemerintah Irak merebut kota-kota lain yang diduduki ISIS. Yakni Tirkit, kota kelahiran Sadam Husein, diduduki ISIS setelah Mosul, Juni 2014. Tirkit dibebaskan Maret 2015 lewat operasi militer dan polisi Irak didukung paramiliter Syiah.
Sinjar, pasukan Kurdi, dibantu serangan koalisi pimpinan AS merebut kembali kota ini November 2015. ISIS merebut Sinjar pada Agustus 2014 dan melakukan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa pada etnis minoritas Yazidi.
Ramadi, ibu kota Anbar, provinsi terluas Irak yang membentang sepanjang perbatasan dengan Suriah, Yordania, dan Arab Saudi, dibebaskan dari ISIS Februari lalu. Disusul Kota Qayarrah dibebaskan Agustus lalu dan Sharqat dibebaskan 22 September. Di Suriah juga ISIS kehilangan banyak kota, yakni Kobani, Tal Abyad, Palmyra, Manbij, Jarabulus, dan terakhir Dabiq.
Semakin banyak kota direbut kembali dari ISIS, perlahan teritorial ISIS akan habis. Untuk kemudian, seperti tesis Simon Mabon, secara ideologis ISIS menjadi kekuatan tanpa teritorial, seperti Al Qaeda. Dewasa ini pun, teror ISIS sudah merebak ke Afrika (Libya) dan Eropa. ***
Selanjutnya.....

Berharap Kemiskinan Pulang Modal!

DUA tahun pemerintahan Jokowi-JK, para ahli menilai kepesatan pembangunan infrastruktur masih perlu diimbangi laju usaha pengentasan kemiskinan. Berharap, pengentasan kemiskinan bisa “pulang modal”.
Maksudnya, saat pemerintahan Jokowi JK dilantik 20 Oktober 2014, jumlah orang miskin pada September 2014 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 27,73 juta orang. Pada Maret 2016, jumlah orang miskin jadi 28,01 juta orang, artinya sampai saat itu pemerintahan Jokowi-JK masih tekor dengan jumlah orang miskin bertambah 280 ribu orang dibanding saat ia dilantik.
Data kemiskinan September 2016 belum keluar. Pada angka kemiskinan September 2016 inilah diharapkan jumlah orang miskin bisa pulang modal, setidaknya kembali seperti September 2014.
Itulah yang belum seimbang antara laju pembangunan infrastruktur dan usaha pengentasan kemiskinan, seperti juga dikatakan Sri Palupi, peneliti The Institute for Ecosoc Rights.
"Tidak sinkron antara kecepatan pembangunan infrastruktur di satu sisi dan kecepatan pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di sisi lain. Jadi, pembangunan infrastruktur belum menyambung dengan kebutuhan rakyat terbawah," kata Palupi. (Kompas, 18/10/2016)
Harapan, September 2016 angka kemiskinan di bawah 27,73 juta orang sehingga dua tahun pemerintahan Jokowi-JK kembali modal dalam jumlah orang miskin. Peluang untuk itu ditopang oleh berhasilnya Program Keluarga Harapan (PKH) mengurangi angka kemiskinan.
Itu terlihat pada data BPS September 2015, jumlah orang miskin tercatat 28,51 juta orang. Dengan intensifnya pelaksanaan PKH, pada Maret 2016 jumlah orang miskin menjadi 28,01 juta jiwa. Berarti, dalam enam bulan itu terjadi pengurangan jumlah orang miskin sebanyak 500 ribu jiwa.
Kalau prestasi sama bisa dicapai enam bulan berikutnya, berarti September 2016 jumlah orang miskin tinggal 27,51 juta jiwa. Ini yang harus dicapai.
Dengan PKH memberi bantuan dari Rp450 ribu sampai Rp3,7 juta per keluarga per tahun, sesuai variasi anaknya yang sekolah, sebenarnya cukup besar potensinya untuk mengentaskan kemiskinan. Namun, ketidaksinkronan antarsektor di pemerintah membuat peluangnya buyar.
Contohnya saat PKH memberi harapan, Kementerian Pertanian dan Perdagangan melepas impor tapioka dan singkong berlebihan. Akibatnya harga singkong anjlok, nasib warga miskin desa yang mayoritas buruh tani terpuruk. Jadi, kerja besar ke depan adalah menyinkronkan langkah semua jajaran pemerintah. Apa bisa? ***
Selanjutnya.....

Pungli, Kado Dua Tahun Jokowi-JK!

DUA tahun berkuasa pada 20 Oktober 2016, Jokowi-JK memberi kado yang menyenangkan rakyat, yakni pemberantasan pungli. Betapa pungli itu menyusahkan rakyat, dari urusan administrasi penduduk, pungutan di loket-loket pelayanan umum, sampai pemalakan di jalanan dan pasar oleh orang beratribut aparat maupun ormas tertentu!
Dari segala kesuksesan Jokowi-JK, artinya bagi rakyat mungkin belum ada yang setelak pemberantasan pungli. Terutama pada masyarakat lapisan bawah, dari pedagang emperan pasar tradisional, sopir truk, dan sejenisnya yang rutin setiap hari kena pungli. Soalnya, pembangunan proyek raksasa seperti jalan tol, bandara, dan destinasi wisata cuma dinikmati pemilik mobil dan turis asing. Sedang pemberantasan pungli benar-benar meringankan rakyat.
Kado tersebut dipaket dalam kebijakan pembenahan tujuh sektor bidang hukum yang diputuskan rapat terbatas Presiden Jokowi, Selasa (11/10/2016) pekan lalu. Tujuh sektor itu, pelayanan publik, penataan regulasi, pembenahan manajemen perkara, penguatan SDM penegak hukum, penguatan kelembagaan, pembangunan budaya hukum di masyarakat, dan pembenahan lembaga pemasyarakatan.
Pemberantasan pungli masuk pembenahan pelayanan publik. Sektor ini strategis, menyangkut hajat hidup orang banyak. Tapi, mungkin karena sejak awal pembenahannya memang mau dijadikan kado ulang tahun, tak heran kalau secara sengaja sektor yang demikian strategis baru disentuh untuk dibenahi setelah dua tahun rezim Jokowi-JK berkuasa.
Tentu ada alasan yang rasional kenapa urusan pelayanan publik dan sektor lain di bidang hukum pembenahannya belakangan. Salah satu alasannya bisa jadi karena nyaris di semua lini dan celah bidang tersebut dijubeli mafia. Buktinya, dalam waktu singkat saja banyak tersangka pelakunya ditangkap.
Celakanya, dari para tersangka yang telah digulung tim Operasi Pembersihan Pungli (OPP), jaringan mafia pungli di pelayanan publik itu kebanyakan justru aparatur pemerintah dan polisi.
Itu jelas mempersulit usaha menumpasnya tuntas karena musang yang beraksi di kandang ayam itu berbulu ayam sehingga baru diketahui dia musang hanya saat tepergok memangsa.
Jadi, kalau penyelesaian satu masalah ini saja butuh waktu, rakyat harus bersabar menanti perubahan yang lebih saksama. Sebab, dalam catatan dua tahun Jokowi-JK (Kompas, 17/10/2016), Presiden Jokowi mengakui masih banyak persoalan yang belum selesai. Meski demikian, kita ucapkan, "Selamat dua tahun berkuasa Jokowi-JK!" ***
Selanjutnya.....

TA Memperbaiki Penerimaan Negara!

EUFORIA tax amnesty (TA) yang menghasilkan tebusan Rp97,2 triliun pada penutupan tahap pertama 30 September 2016 berdampak positif dengan memperbaiki penerimaan negara tahun ini menjadi lebih baik dari tahun lalu. Data yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Komisi XI, pekan lalu (12/10/2016), dengan dana tebusan TA tahap pertama itu pajak penghasilan (PPh) nonmigas pada akhir September 2016 menjadi Rp476,5 triliun, atau 58,2% dari target Rp819,5 triliun, dibanding dengan tahun lalu realisasi PPh nonmigas hanya Rp357,8 triliun.
Peningkatan signifikan PPh nonmigas itu mendukung realisasi pendapatan negara hingga 30 September 2016 sebesar Rp1.081 triliun, atau 60,5% dari target APBNP 2016 sebesar Rp1.786 triliun. Tahun lalu realisasi pendapatan negara hanya Rp990 triliun, atau 56,2% dari target APBNP 2015 sebesar Rp1.761 triliun. (Kompas.com, 13/10/2016)
Itu membuktikan realisasi tax amnesty telah menimbulkan persepsi positif terhadap pengelolaan ekonomi Indonesia. Sentimen positif itu menumbuhkan harapan sekaligus optimisme para pelaku pasar, terutama dengan terus menguatnya nilai tukar rupiah yang bertahan di bawah Rp13 ribu/dolar AS.
Kondisi ekonomi yang kondusif ini harus dijaga oleh pemerintah, seiring dengan mulai kembali membaiknya harga komoditas—utamanya minyak sawit yang sudah tembus di atas 750 dolar AS per ton. Dijaga dari langkah yang prematur—seperti kewajiban sapi indukan 20% dari total impor sapi bakalan yang bisa memengaruhi keseimbangan bisnis karena beda ternak sapi indukan dan penggemukan.
Hati-hati dalam mengelola ekonomi yang terkait dengan ekspor/impor itu penting. Sebab, sentimen luar negeri selalu dinamis dan masih dominan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia. Contohnya, IHSG dan kurs rupiah masih selalu mengikuti tren pasar regional maupun internasional.
Sejauh ini kondisi ekonomi global masih rapuh. Sentimen positif di dalam negeri buah tax amnesty bisa tergulung jika terjadi angin buruk yang menyeret ekonomi global. Jadi langkah mempernyaman dunia usaha domestik harus lebih diutamakan untuk memperkuat ketahanan unsur-insur lokal dari ekses negatif eksternal.
Artinya, perbaikan ekonomi nasional yang terbaca dari makin baiknya penerimaan negara itu tidak harus keburu diguncang oleh kebijakan yang memperberat beban dan menyulitkan dunia usaha. Seharusnya justru dicari terus apa lagi yang bisa meringankan dunia usaha sehingga kenyamanan yang telah dicapai bisa lebih dipermantap lagi. ***
Selanjutnya.....

Menjadikan Isu SARA Soal Biasa?

DEMO besar umat Islam di Jakarta Jumat (14/10) mengusung spanduk berisi Fatwa MUI bahwa Ahok harus diproses hukum karena menghina Alquran dan ulama, yang berlangsung tertib, tanpa ada kekerasan, lalu bubar tepat waktu, amat mengesankan periset Denny JA.
"Massa yang demo teramat banyak. Isu yang diangkat teramat sensitif. Namun demo bisa berlangsung telatif damai, (di luar hate speech yang tak seharusnya terjadi), ini sebuah kemajuan dari sisi manajemen demo," tulis Denny JA yang dikutip group WA. (15/10/2016)
Kenyataan itu membuat aneh situasi pilkada Jakarta yang ia tulis sehari sebelumnya (14/10/2016), "Reformasi sudah berjalan 18 tahun, tapi ideologi Orde Baru soal SARA masih menghantui. Celakanya ketakutan isu SARA itu juga melanda the so called para pejuang kebebasan, keberagaman, diskriminasi, dll."
Seolah yang boleh dibicarakan dan dikampanyekan hanya program saja, lanjutnya. Seolah isu SARA itu porno, tak boleh dibicarakan terbuka. Isu SARA itu "jijik" dan ingin disembunyikan di bawah permadani.
Celakanya mitos SARA, satu paket dengan ideologi otoritarian Orde Baru yang menganggap isu SARA membahayakan NKRI itu diteruskan sampai kini. Bahkan diyakini pula oleh mereka yang memperjuangkan kebebasan, tukasnya.
Padahal keberagaman yang diperjuangkan harus berangkat dari satu prinsip toleransi. Yaitu menoleransi warga tak hanya beragam soal keyakinan agamanya, tapi juga beragam soal motif memilih pemimpin.
Ada warga memilih pemimpin karena program, karena karakter, atau berdasarkan keyakinan agama. Dan sebagainya. Hak asasi dan demokrasi membolehkan semua itu. Silakan masing-masing meyakinkan publik.
Menyeragamkan perilaku pemilih hanya boleh memilih karena program saja bertentangan dengan prinsip kompleksitas dunia modern. Dunia tak hanya berisi roti dan program saja.
Terkesan Denny berusaha mengubur mitos isu SARA sebagai ancaman yang bisa memecah NKRI, lalu menjadikan isu SARA sebagai soal biasa.
Membiarkan warga mengekspresikan gagasannya, bahkan yang berbasis agama sekalipun, justru bagus buat pemimpin. Yang penting pemerintah tegas memisahkan mana yang kriminal mana yang bukan. Yang harus dilarang dengan keras hanya sisi kriminalnya, hate speech, fitnah, kekerasan, pemaksaan, bukan isi gagasannya.
Isu SARA bisa menjadi soal biasa, bukan ancaman pemecah bangsa, karena SARA itu realitas bangsa Indonesia yang pluralistik! Buktinya, Sumpah Pemuda justru menjadikan kebhinnekaan sebagai pemersatu bangsa. ***
Selanjutnya.....

Pungli, Mumpung (Bos) Lali!

PUNGLI, singkatan dari pungutan liar, ada yang memelesetkan jadi singkatan "mumpung (bos) lali"—lupa.
Plesetan itu mengacu sikap umum bos yang sering hangat-hangat tahi ayam memberantas pungli. Tak lama hangat, lalu dingin.
Saat semangat bos memberantas pungli dingin itulah, pungli marak kembali. Tak kepalang, seperti terungkap di kantor Kementerian Perhubungan Jakarta, dilakukan di loket resmi pelayanan perizinan sehingga terkesan pungli yang dibayar itu tarif resmi.
Angin-anginan pemberantasan pungli itu bisa dilihat, di zaman Pak Domo (Kopkamtib) dibuat PO Box 5000 untuk alamat laporan siapa saja yang tahu ada pungli. Dengan nomor kotak pos berbeda lagi dibuat alamat pengaduan pada pemerintahan yang lalu.
Tetapi yang terjadi, ribuan surat masuk kotak pengaduan, di sisi lain pungli di seluruh negeri jalan terus. Hasil kotak pengaduan kemudian diumumkan, pengaduan terkait bidang ini sekian ribu surat atau sekian persen, bidang itu sekian persen dan seterusnya. Jumlah penindakannya tak disebutkan.
Kali ini juga begitu. Setelah operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan, Selasa (11/10/2016), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengumumkan masyarakat yang mengetahui pungli supaya melapor ke kanal lapor.go.id atau SMS ke 1708, Twitter @LAPOR1708, dan e-mail halomenpan@menpan.go.id. (Kompas.com, 12/10/2016)
Laporan ke kanal tersebut dijamin ditanggapi dan ditindaklanjuti, tentu saat gerakan membasmi pungli hangat dewasa ini; Presiden Jokowi langsung turun ke lokasi OTT. Tapi untuk kelanjutannya nanti, masih harus diuji. Bandingannya, kurang apa takutnya orang pada Kopkamtib di zaman Orde Baru, tetapi kemudian selalu ada masa "mumpung (bos) lali" pada pungli.
Saat tak lupa, bos-bos melakukan banyak hal untuk mencegah pungli. Semisal membuat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 87 Ayat (4) butir b UU itu menyebut, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Dengan pasal UU Tipikor (kejahatan jabatan) dan KUHP (pidana umum) yang dikenakan polisi atas PNS hasil OTT, tampak pungli itu gabungan pidana korupsi dan umum. Tapi pungli marak, pertanda PNS tak tahu ancaman UU-nya. Akibatnya, pungli: siapa takut? ***
Selanjutnya.....

Nobel Bob Dylan, Buat Syair Lagu Rock!

KETIKA membaca berita Bob Dylan mendapat hadiah Nobel Sastra 2016, ingatan segera melayang ke penyanyi Sinead O'Connor saat membawakan lagu A Satisfied Mind ciptaan Dylan di YouTube (2012) dengan penghayatan totalitas membaca puisi. Terpikir, seharusnya seperti itulah gaya orang membaca puisi.
A Satisfied Mind lagu ke-10 dalam arsip resmi situs Bob Dylan (http://bobdylan.com/song) dari 552 lagu ciptaannya yang sudah diarsipkan. Lagu-lagu ciptaan Dylan tercatat dinyanyikan ratusan penyanyi (daftarnya di Wikipedia), di antaranya dinyanyikan Elvis Presley: Blowin in the Wind; I Shall be Released; dan Tomorrow is a Long Time. Banyak lagu Dylan yang didaur ulang oleh penyanyi-penyanyi dari zaman ke zaman, dari era Elvis hingga sekarang.
Bob Dylan bernama lengkap Robert Allen Zimmerman, lahir 24 Mei 1941 di Minessota, Amerika Serikat, terkenal sebagai penyanyi, penulis lagu, pengarang, penyair, dan pelukis. Amat mengejutkan namanya diumumkan sebagai pemenang Nobel Sastra 2016 oleh Sekretaris The Swedish Academy, Sara Danius, Kamis (13/10/2016), pukul 01.00 waktu Stockholm.
"Hadiah Nobel Sastra tahun ini diberikan kepada Bob Dylan karena mampu menciptakan ekspresi puitis baru di tradisi syair lagu Amerika," ujar Danius. Nobel Sastra 2015 jatuh pada penulis dan wartawan asal Belarusia, Svetlana Alexievich. (detik.com, 13/10/2016)
Menurut Danius, Dylan tak hanya dikenal lewat musik. Tapi dia adalah penyair yang baik. "Hampir 54 tahun lamanya, dia berhasil membawa lirik-lirik yang penuh makna di karyanya. Dia juga seorang penyair yang baik dan membawa identitas baru di liriknya," kata Danius.
Jika ingin mendengarkan syair penuh makna Bob Dylan, saran Danius agar mendengarkan album Blonde on Blonde dari 1966. "Saya suka kata-katanya," tambahnya.
Ini merupakan Nobel Sastra pertama yang diberikan pada syair yang terdapat dalam lirik lagu sejak penghargaan itu diberikan pertama kali pada 1901. Dylan juga merupakan orang Amerika pertama yang memenangkan Nobel Sastra sepanjang lebih dari dua dekade, sejak novelis Toni Morrison meraih hadiah tersebut pada 1993. (CBSNews, 13/10/2016)
Nobel untuk syair lagu Dylan jelas menarik karena jenis musik Dylan adalah rock! Majalah Rolling Stone pernah sekali menyebut dia “the most secretive and elusive person in the entire rock and roll substructur"—pribadi yang amat tertutup dan sukar dipahami di belantara rock and roll. Nyatanya begitulah kepribadian kelas Nobel. ***
Selanjutnya.....

Membersihkan Pungli dari Hulunya!

MUNGKIN ini pertama kali membersihkan pungutan liar (pungli) dimulai dari hulunya, dalam hal ini dengan operasi tangkap tangan (OTT) di kantor Kementerian Perhubungan yang dilakukan petugas gabungan dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, Selasa (11/10/2016).
Dari lantai 6 kantor Kementerian Perhubungan di Jalan Medan Merdeka Barat (tak jauh dari Istana Merdeka) itu, tempat loket pelayanan perizinan perhubungan laut, disita uang hasil pungli Rp34 juta. Sedang di lantai 12, tempat pejabat terkait urusan di lantai 6, disita uang tunai Rp61 juta dan buku tabungan penampung bersaldo Rp1 miliar.
Hasil OTT tersebut saat itu juga dilaporkan kepada Kapolri Tito Karnavian yang sedang rapat dengan Presiden Jokowi di Istana. Tak kepalang, Presiden Jokowi pun dengan mobil RI-1 saat itu langsung turun ke Kementerian Perhubungan melihat kenyataan hasil OTT terhadap pungli itu.
Selain enam orang yang tertangkap dalam OTT itu, Presiden Jokowi saat itu menginstruksikan Menteri PAN-RB agar siapa pun pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat pungli dipecat.
Sebagai tindakan dadakan, di luar lokasi OTT itu tentunya kebiasaan pungli masih berjalan seperti biasanya saja. Pungli dalam segala bentuk pelayanan publik di seantero negeri ini masih dianggap lumrah. Oleh karena itu, OTT tersebut boleh jadi cukup mengejutkan karena tumben pungli ditindak.
Meski sebagai shock therapy OTT itu bisa meredakan sejenak pungli di loket-loket pelayanan publik, untuk jangka panjang perlu pembentukan tradisi baru lewat gerakan antipungli yang dijalankan kepolisian, instansi pemerintah, dan masyarakat.
Tanpa gerakan antipungli yang konsisten seperti gerakan antijudi yang digeber zaman Kapolri Sutanto, operasi penindakan pungli bisa cuma "hangat-hangat tahi ayam". Sebab, bukan baru kali ini penindakan terhadap pungli dilakukan. Bahkan sudah sejak Orde Baru, selalu ada tindakan terhadap pungli. Tapi itu cuma sekejap. Kemudian kambuh lagi, diiringi konsistensi pembiaran.
Untuk itu, kalau kepolisian ingin membentuk tim pembersihan pungli di seluruh daerah, haruslah seperti pembersihan judi era Kapolri Sutanto. Selain tindakannya konsisten, di tubuh Polri sendiri bersih dari anasir projudi, dalam hal ini tubuh Polri harus bersih dari anasir pungli dalam segala bentuknya. Setidaknya, temuan Ombudsman masih adanya pungli dan percaloan dalam pembuatan SIM (Kompas.com, 12/10/2016) segera dibersihkan.
Pungli bisa dibersihkan oleh sapu yang terjamin bersih. ***
Selanjutnya.....

Tokoh dan Aktivis Gabung NasDem!

KEPEMIMPINAN Partai NasDem Provinsi Lampung di bawah Mustafa (mantan Ketua Kadin Lampung) mendapat dukungan luas tokoh masyarakat, pengusaha, serta aktivis lembaga swadaya dan publik daerah ini yang bergabung masuk partai yang didirikan Surya Paloh itu. Mereka dilantik dalam DPW Partai NasDem Provinsi Lampung, Sabtu (8/10/2016).
Menurut rilis Korwil Lampung Partai NasDem Taufik Basari ke duajurai.com, Senin (10/10/2016), tokoh dan aktivis yang bergabung ditugaskan sesuai bidang dan latar belakang masing-masing. Dengan bergabungnya para tokoh dan aktivis itu, "DPP Partai NasDem mendukung penuh Mustafa untuk menjadikan Partai NasDem sebagai partai yang selalu bekerja untuk rakyat," tegas Taufik.
Di antara tokoh itu, di Dewan Pakar terdapat Prof Damrah Khair (mantan Rektor IAIN Raden Intan), KH Daironi Ali (pemimpin pondok pesantren di Lampung Tengah yang mantan anggota DPRD Provinsi Lampung), dan Ari Maizar Alfian (Ketua Kadin Lampung yang juga pimpinan Darmajaya).
Dari kalangan aktivis, Edwin Hanibal (mantan Ketua KPU Provinsi Lampung yang juga mantan Ditektur LBH Bandar Lampung) menjabat Wakil Ketua Bidang Pemilihan Umum sekaligus Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPW Partai NasDem Provinsi Lampung.
Mantan Direktur LBH Bandar Lampung Wahrul Fauzi Silalahi menjadi Wakil Ketua Bidang Hukum, Advokasi, dan HAM sekaligus Ketua Badan Advokasi Hukum DPW.
Guswarman (Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Lampung 1995—1999) menjabat Ketua Badan Pendidikan dan Latihan. Juga Ichwanto "Buyung" M Nuch (aktivis organisasi pencinta alam Watala) menjadi Wakil Ketua Bidang Energi dan Lingkungan Hidup.
Lalu, Vonny Reynata (mantan Direktur Eksekutif LBH APIK, lembaga advokasi perempuan) menjadi Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Anak. Tokoh berikutnya Yuria Putra Tubarat (mantan anggota DPRD Lampung dan Wakil Ketua Kadin Lampung) menjabat Wakil Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK).
Tidak ketinggalan Mofaje Carofeboka (mantan Ketua Partai Keadilan Nasional Umat Lampung dan pimpinan Pemuda Pancasila Lampung) menjadi Wakil Ketua Bidang Pemuda, Mahasiswa, dan Olahraga sekaligus Ketua Garda Pemuda.
Dan, masih banyak lagi nama terkenal yang masuk jajaran DPW NasDem, dari Dadang Suwandi, Mahrizal Sinaga, sampai Tampan Sujarwadi. Semua itu menunjukkan DPW Partai NasDem Lampung pengoleksi tokoh dan aktivis terbanyak sehingga layak disimak langkah juangnya ke depan. ***
Selanjutnya.....

Nelayan Mogok, Susi Janji Kredit!

SEKITAR 85 ribu nelayan, anak buah kapal (ABK), dan buruh di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, mogok mulai Senin (10/10/2016), protes kebijakan baru yang ditetapkan pengelola pelabuhan. Aksi mogok akan dilakukan satu bulan. (Metro TV, 10/10/2016)
Aksi mogok nelayan Jakarta itu menyusul pemogokan nelayan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), yang sejak 30 September 2016 menambatkan 401 kapal mereka di Pelabuhan Ikan Benoa, Bali. Menurut Ketua Umum ATLI Kasdi Taman, kapal tidak melaut sementara sampai Permen No. 57/2014 dicabut. (Kompas.com, 5/10/2016)
Permen 57/2014 adalah larangan melakukan alih muatan (transhipment) di tengah laut. Menurut Sekjen ATLI Dwi Agus Siswa Putra, sebelumnya pada 2015 sampai Juni 2016 masih diberi kelonggaran menitipkan ikan sesama kapal tangkap dalam satu manajemen.
"Tapi awal Juli 2016 sudah tidak boleh lagi," kata Dwi Agus. Larangan itu mengakibatkan tangkapan tuna turun, Juni 2016 sebanyak 1.204,25 ton, di Juli 2016 menjadi 379,83 ton. Penurunan terjadi sejak adanya larangan transhipment, 2014 berjumlah 14.591,30 ton, pada 2015 menjadi 7.367,83 ton, dan 2016 jadi 4.990,82 ton.
Pemogokan itu sampai kemarin tak digubris Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang justru mengalihkan perhatian dengan berjanji memfasilitasi pemilik kapal cantrang untuk memperoleh kredit penggantian alat tangkap.
"Pemilik kapal cantrang yang ingin berganti alat tangkap saya siapkan posko dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00 di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujar Susi. (Kompas, 6/10/2016)
Sementara pemilik kapal yang masih memiliki utang perbankan terkait pemilikan cantrang pada masa lalu dapat merestrukturisasi utang lama hingga dua tahun serta diberi utang baru pembelian alat tangkap.
Hingga hari ini, 1.284 kapal cantrang di pantura Jawa Tengah yang tercatat di Dinas Kelautan dan Perikanan setempat belum mengganti cantrang dengan alat tangkap ramah lingkungan. Menurut Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal Eko Susanto, kesulitannya karena alat tangkap ramah lingkungan mahal, untuk satu kapal harganya bisa Rp1,2 miliar. (Kompas, 10/10/2016)
Padahal, saat ini kebanyakan mereka masih memiliki utang di bank untuk pembelian cantrang seharga Rp200 juta lebih. Diperlukan keberanian nelayan untuk membuang barang semahal itu dan mengganti dengan alat tangkap baru seharga mobil mewah.
Untuk seluruh Indonesia diperlukan puluhan triliun rupiah untuk penggantian alat tangkap, andai nelayan berani utang miliaran. ***
Selanjutnya.....

Bahaya Pengendara di Bawah Umur!

BERDASAR pada rujukan korban kecelakaan lalu lintas jalan, dalam rentang lima tahun terakhir, 2011—2015, kontribusi korban kecelakaan usia 15 tahun ke bawah mencapai 18% dari total korban kecelakaan di Indonesia.
Namun, bahaya pengendara di bawah umur ini kerap diabaikan oleh keluarga. Orang tua sebagai sosok yang seharusnya melindungi anak justru menjerumuskannya ke kondisi jalan yang berbahaya dengan mengizinkan anaknya yang masih di bawah umur membawa kendaraan bermotor.
Setiap tahun rata-rata ada 4.000-an anak terlibat kecelakaan lalu lintas jalan, ujar Edo Rusyanto, koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman). Kontribusi korban kecelakaan usia 15 tahun ke bawah mencapai 18% dari total kecelakaan di Indoensia itu, lebih besar dibanding dengan rentang usia 50 tahun ke atas. (Kompas.com, 10/10/2016)
Jumlah yang mencapai ribuan anak di bawah umur meninggal setiap tahun di jalan itu tidak bisa disepelekan. Namun, masih banyak pengendara yang belum laik mendapat SIM berseliweran di Indonesia, yang pasti juga membahayakan para pemakai jalan lainnya.
Untuk mencegahnya, dibutuhkan ketegasan dua pihak, yakni orang tua dan polisi. Meski belum ada sanksi membelenggu orang tua yang mengizinkan anaknya berkendara di jalan, moralitas orang tua dituntut untuk melindungi anaknya agar terhindar dari kecelakaan yang bisa merenggut nyawanya. Sedang polisi, diharapkan tegas menindak setiap pengendara di bawah umur yang pasti tanpa memiliki SIM demi keselamatan pemakai jalan lainnya.
Belum adanya sanksi hukum bagi orang tua yang mengizinkan anaknya berusia belum pantas menjadi pengendara bermotor, sebaiknya disikapi dewasa para orang tua. Sebab, sanksi moral tak bisa dihindarkan, yakni ketika harus kehilangan anak yang dicintainya meninggal akibat kecelakaan berkendara. Bahkan sanksi moral itu bisa seumur hidup jika akibat kecelakaan itu anaknya menderita cacat permanen.
Untuk itu, saran Edo, keluarga atau orang tua harus menjadikan keselamatan sebagai budaya, terutama saat berlalu lintas di jalan. Lewat cara itu akan lebih mudah mengajak anak-anak untuk tidak berkendara sebelum memiliki surat izin mengemudi (SIM).
Akar dari budaya keselamatan di jalan adalah ketaatan pada peraturan, santun berlalu lintas, menghormati hak orang lain di jalan seperti saat mendapat lampu hijau, serta menguasai teknik dan mumpuni berkendara. Tanpa itu, berkendara di jalan hanya soal waktu kapan membahayakan diri sendiri dan orang lain. ***
Selanjutnya.....

NasDem Jadi Antitesis Elite Politik!

DI depan massa Partai NasDem dari 15 kabupaten/kota se-Lampung yang memadati Lapangan Enggal, Bandar Lampung, Sabtu (8/10/2016), Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan NasDem menjadi antitesis dari perilaku elite politik yang korup dan tidak peduli kepentingan rakyat.
Hadirnya massa dari semua lapisan sosial yang duduk bersila di seluas lapangan itu bagi Surya merupakan bukti, kader-kader Partai NasDem selama ini sering turun dan hadir di tengah masyarakat. Dengan begitu, partai mampu mendengar persoalan masyarakat yang sesungguhnya untuk kemudian menghasilkan solusi yang relevan.
"Tunjukkan keteladanan dengan hadir langsung di tengah masyarakat. Mendengar langsung persoalan mereka lalu memperjuangkannya," kata Paloh.
"Partai NasDem bisa menjadi antitesis dari partai lainnya jika kader Partai NasDem selalu hadir di tengah masyarakat langsung dan mau mendengar serta memperjuangkan harapan masyarakat," tambahnya (Kompas.com, 8/10/2016).
Kedekatan kader partai dengan masyarakat penting di tengah potensi kekayaan alam yang luar biasa, seperti di Lampung. Sebab, menurut Paloh, dibutuhkan kendaraan bernama partai politik untuk menyejahterakan masyarakat melalui pemanfaatan kekayaan alam itu. "Lewat partailah kita bisa menyejahterakan masyarakat," tegas Paloh.
Pernyataan lugas dengan kendaraan partai bisa menyejahterakan masyarakat itu termasuk hal langka didengar dari elite partai politik. Mungkin kelangkaan itu sejalan dengan sepak terjang kader parpol yang kurang memikirkan nasib rakyat karena lebih memperjuangkan kepentingan pribadinya.
Antitesis dari perilaku elite politik yang menurunkan kepercayaan rakyat terhadap partai politik itu jelas diperlukan. Rakyat tak punya alternatif untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara-bangsa, karena partai politik menjadi satu-satunya saluran pilihan politik yang konstitusional dalam pengajuan calon presiden dan anggota DPR.
Karena itu, memulihkan kepercayaan rakyat kepada partai politik semestinya menjadi agenda semua partai, terutama melalui sepak terjang kadernya di legislatif maupun eksekutif. Tapi nyatanya, justru semakin ramai kader partai politik, di legislatif dan eksekutif, masuk tahanan KPK atau kejaksaan akibat korupsi.
Jadi, alangkah baiknya jika pernyataan Surya Paloh untuk meningkatkan kembali kepercayaan rakyat kepada partai politik itu dijadikan dorongan bagi semua partai politik untuk fashtabiqul khairat, berlomba-lomba melakukan perbaikan. ***
Selanjutnya.....

Inflasi Paket Tidak Terimplementasi!

SEJAK September 2015 sampai saat ini, pemerintah sudah menerbitkan 13 paket kebijakan ekonomi. Namun, menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno, paket yang terlalu banyak tetapi efektivitasnya kurang atau tidak terimplementasi, justru menciptakan inflasi paket dan ketidakpercayaan pelaku usaha.
"Contohnya, paket mengenai gas dan listrik terbit Oktober 2015. Sampai hari ini, sudah setahun, tidak datang juga diskon tarif listrik 30 persen. Demikian juga soal gas, sampai Presiden harus mengulang lagi soal ini," kata Benny. (Kompas, 7/10/2016)
"Menurut kami," lanjut Benny, "paket berhenti dulu di XIV, benahi efektivitas implementasi paket yang sudah dikeluarkan, baru melangkah ke paket selanjutnya."
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan secara garis besar paket kebijakan memperkuat struktur ekonomi nasional. Paket kebijakan ekonomi mencakup upaya menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan iklim investasi dan dunia usaha. "Nanti paket XIV terkait perdagangan elektronik dan peta jalan transaksi elektronik," tambahnya.
Layak untuk diingat kembali prinsip dasar rangkaian paket kebijakan ekonomi pemerintah itu adalah deregulasi dan debirokratisasi. Sudah ratusan peraturan terkait regulasi dan biroktarisasi direvisi, bahkan ribuan peraturan daerah (perda) dibatalkan.
Tapi, karena deregulasi dan debirokratisasi itu praktiknya juga mengurangi kewenangan daerah untuk "cawe-cawe" cari pendapatan asli daerah (PAD), akibatnya keuangan daerah justru cenderung semakin tergantung pada transfer dana dari pusat. Itu pula yang menyebabkan daerah terkesan bandel, perda yang seharusnya dibatalkan dan dihapus, diam-diam tetap dijalankan oleh pemda. Bahkan, karena realisasi PAD terus mengecil, aneka dana berasal dari transfer pusat juga dikelompokkan di bawah label PAD.
Jadi bukan hanya diskon tarif listrik dan gas yang belum terimplementasi. Beraneka masalah di daerah masih banyak yang belum sesuai dengan ideal paket deregulasi dan debirokratisasi. Untuk itu, senada harapan Benny, sebaiknya dilakukan evaluasi dengan cek lis keseluruhan esensi paket kebijakan I sampai XIII apa saja yang telah terlaksana dan belum. Kalau sudah terlaksana berapa persen dari idealnya. Sedang yang belum, disimak apa kendalanya.
Evaluasi itu dilakukan agar birokrasi tidak tenggelam oleh banjir paket, tapi esensi masalahnya justru semakin semrawut. ***
Selanjutnya.....

Pilkada itu Memilih Kepala Daerah!

PILKADA—pemilihan kepala daerah—itu memilih kepala daerah, bupati dan wakil bupati, atau wali kota dan wakil wali kota, bukan memilih kepala suku, atau memilih pangeran dan ratu kecantikan, apalagi memilih raja. Artinya, kapasitasnya untuk menjadi kepala daerah yang harus dinilai, bukan yang macam-macam itu.
Hal itu perlu ditegaskan, karena di masyarakat yang tecermin di media sosial, merebak kriteria-kriteria acuan yang melebar bahkan menyimpang tentang kualifikasi calon.
Kualifikasi calon kepala daerah tentu yang cakap memimpin pemerintahan, memiliki pemahaman disertai kapasitas bagi usaha memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jadi bukan menonjolkan orientasi kesukuan maupun faktor-faktor SARA lainnya, atau ketampanan dan kejelitaan pasangan calonnya yang serasi, ada pula yang menonjolkan kekayaan dan sebagainya.
Lebih fatal lagi, di suatu daerah pilkadanya dilanjutkan oleh DPRD dengan menetapkan pengangkatan bupatinya menjadi raja! Ini suatu penyimpangan yang nyata, karena kewenangan DPRD menurut UU terbatas pada legislasi, budgeting dan controlling atau pengawasan. Tak ada tugas dan kewenangan DPRD untuk mengangkat dan menetapkan bupati menjadi raja, karena pemerintahan negeri kita berbentuk republik, bukan kerajaan.
Kecakapan untuk memimpin dan menjalankan pemerintahan seseorang calon sering tidak mendapat perhatian apalagi pengujian khusus. Padahal, untuk memainkan suatu peran dalam lakon film, sandiwara atau sejenisnya yang sifatnya hanya simulasi atau seolah-olah belaka, pemilihan aktornya dilakukan lewat casting yang tajam menilai dari berbagai aspeknya.
Sedang calon kepala daerah yang nyata akan menentukan nasib dan masa depan ratusan ribu orang warga daerahnya, kapasitas personal calon untuk mengemban peran yang berat itu tak diproses penilaiannya.
Untuk itu, pihak pertama yang seyogianya secara optimal melakukan casting calon kepala daerah adalah parpol pengusungnya, tidak semata pada mahar politiknya. Tapi realitasnya, sering terkesan pilihan parpol atas calon kepala daerah belum pada tokoh dengan kapasitas terbaik di suatu daerah untuk memerintah, tapi masih lebih sering pada pertimbangan yang melebar itu.
Tepatnya, nasib dan masa depan ratusan ribu orang yang digantungkan pada calon kepala daerah, belum menjadi pertimbangan utama parpol. Bahkan, pertimbangan terkait kepentingan politik lebih dominan ketimbang nasib dan masa depan warga daerahnya. ***
Selanjutnya.....

Bantuan Parpol Naik 50 Kali Lipat!

KOMISI II DPR dan pemerintah sepakat menaikkan bantuan keuangan untuk partai politik (parpol). Dalam usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Parpol, besar kenaikan itu per tahun mencapai 50 kali lipat dari Rp108 per suara yang didapat parpol pada Pemilu Legislatif 2014.
Sekjen Kemendagri Yuswandi A Tumenggung mengatakan Kemendagri telah mengundang akademisi dan pemerhati parpol, BPK, serta KPK untuk merumuskan revisi PP No. 5/2009 guna meningkatkan bantuan keuangan parpol. Sudah tiga kali revisi PP tersebut diajukan kepada Presiden Joko Widodo, tetapi hingga kini belum dibahas dalam rapat kabinet, ujarnya. (Kompas, 4/10/2016)
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mendorong pemerintah segera menuntaskan revisi PP No. 5/2009 berikut besaran kenaikan bantuan keuangan parpol. Harapannya, kenaikan bantuan itu sudah bisa dialokasikan di RAPBN 2017.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggaraini menyatakan jika pemerintah dan DPR serius mewujudkan parpol yang berkualitas, politik yang bersih, serta pemilu yang berintegritas, peningkatan bantuan keuangan parpol mendesak.
Titi meyakini peningkatan bantuan keuangan itu akan berdampak positif pada keuangan negara. Pasalnya, selama ini sering terjadi kebocoran keuangan negara akibat perilaku koruptif kader parpol. Namun, peningkatan bantuan itu harus disertai pengaturan yang ketat terkait transparansi, akuntabilitas, pengawasan, dan penegakan hukum untuk mencegah penyelewengan.
Sementara dari Istana, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan usulan kenaikan dana bantuan untuk parpol merupakan hal yang wajar. Namun, angka kenaikannya harus rasional. "Kalau angkanya 50 kali lipat akan sangat mengejutkan publik. Angkanya harus patut, pantas," tegasnya. (Kompas.com, 4/10/2016)
Lebih-lebih, ketika defisit APBN membengkak, kenaikan dana bantuan parpol itu tentu harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Tingkat kenaikan yang pantas seperti dimaksud Pramono mungkin penyesuaian, baik pada inflasi maupun pertumbuhan ekonomi. Kalau inflasi per tahun rata-rata 4% plus-minus 1%, selama tujuh tahun sejak 2009 berarti sekitar 28%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi sejak 2009 rata-rata 5,5% per tahun, selama tujuh tahun 38,5%.
Dengan penyesuaian itu pertambahannya cukup lumayan, yakni 28% ditambah 38,5%, jadi 66,5%. Kenaikan sebesar itu selain rasional, juga tidak terlalu memberatkan APBN yang sedang defisit berat. ***
Selanjutnya.....

Mengejar Ketertinggalan dalam TIK!

DI balik kemerosotan daya saing global RI tahun ini ke peringkat 41 dari peringkat 37 tahun sebelumnya, World Economic Forum (WEF) juga mencatat kemerosotan kesiapan teknologi informasi komunikasi (TIK) Indonesia ke peringkat 91 global dari tahun sebelumnya di peringkat 85, dengan kecepatan internet di peringkat 112.
WEF menilai penetrasi TIK Indonesia masih rendah karena hanya seperlima dari populasi penduduk Indonesia yang menggunakan internet, dan satu jaringan pita lebar digunakan oleh sekitar 100 orang. (Kompas, 3/10/2016)
Menurut riset Akamai Technologies Incorporation "State of Internet Report Q2 2016", rata-rata kecepatan berinternet di Indonesia adalah 5,9 megabyte per detik (Mbps) pada triwulan II 2016. Di kawasan Asia-Pasifik, rata-rata kecepatan berinternet yang lebih tinggi dari Indonesia meliputi antara lain Korea Selatan (27 Mbps), Jongkong (19,5 Mbps), Singapura (17,2 Mbps), dan Thailand (13,7 Mbps).
"Saat ini akses data internet sudah menjadi kebutuhan pokok seperti listrik dan air bersih. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan telekomunikasi harus menyediakan porsi sambungan data internet dengan harga murah," ujar Kahlil Rowter, kepala ekonom PT Danareksa Sekuritas.
Ketertinggalan Indonesia dengan peringkat global demikian jauh cukup mengherankan. Sebab, Indonesia sejak medio awal 1970-an sudah meluncurkan Satelit Palapa sebagai keunggulan TIK mendahului negara-negara lain di Asia-Pasifik.
Lebih lagi, hal itu terjadi dalam persaingan bebas, tidak ada monopoli usaha secara nasional. Telkom dan Telkomsel sebagai BUMN harus bersaing ketat dengan Indosat, XL, dan lain-lain milik asing. Semestinya dalam persaingan terbuka itu dengan modal awal historis pemilik pertama satelit TIK, Telkom dan Telkomsel melesat membawa Indonesia ke peringkat atas persaingan global.
Laporan WEF itu membuktikan sebaliknya. Indonesia kini tertinggal jauh di dunia TIK. Salah satu penyebabnya mungkin karena Telkom dan Telkomsel sebagai BUMN lebih diorientasikan mencari untung agar setorannya signifikan ke APBN, ketimbang orientasinya menghela kemajuan negara-bangsa dalam TIK.
Orientasi cari untung itu seperti dalam penjualan (pulsa) paket data selalu ada varian 4G, meski tak dipakai karena ponsel dan lokasi pemakai belum bisa 4G, saat jadwal paket habis 4G-nya hangus, tidak dikonversi ke bentuk lain dalam lanjutan paket. Keasyikan cari untung dengan cara begitu, lupa mengejar ketertinggalan TIK yang semakin jauh. ***
Selanjutnya.....

Balada Kim, Children With No Land!

DUA bulan balada Children With No Land bertengger di peringkat atas tangga lagu dan musik dunia, Reverbnation. Lagu itu ciptaan Lukman Hakim alias Kim Commamders, guru Bahasa Inggris kelahiran 1973 yang tinggal di Jalan Ikan Pari, Telukbetung, Bandar Lampung.
Balada itu tumpahan air mata Kim saat kapal pengungsi Rohingya yang pecah dihantam gelombang ditarik nelayan ke Teluk Lampung pada 2013. Menurut laporan Harry Siswoyo dan Ardian ke Viva.co.id (2/10/2016), Kim mengunggah klip lagunya itu ke Facebook, yang ternyata merayap hingga mendunia.
Saat para pengungsi Rohingya terdampar di Teluk Lampung, Kim melihat seorang ibu menggendong dua anaknya. Satu digendong di punggung, yang satu lagi di pinggangnya. Mereka sangat menderita, kehausan dan kelaparan. Kim memberi mereka air minum dan roti yang dibawanya.
Namun, saat Kim yang penasaran menanya, ibu tersebut tak tahu bahasa Indonesia maupun Inggris. Untung ada petugas penerjemah. Ibu itu mengaku meninggalkan negerinya yang bertikai membawa tiga anaknya.
Malang, empat hari perjalanan kapal kehabisan bahan bakar. Lama puluhan orang di perahu itu terombang-ambing di lautan. Satu per satu meninggal kehausan maupun karena tak kuat menahan dinginnya angin laut. Termasuk anak bungsu si ibu yang ditemui Kim.
Ibu itu berkata kepada Kim, tidak apa-apa anaknya jadi makanan ikan. Tidak bernyawa pun jasad anaknya masih bermanfaat untuk makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Mendunianya lagu Children With No Land juga tak terlepas dari bantuan Kompol Nuswanto, kenalan Kim di Polda Lampung, yang mengirim lagunya itu ke Krishna Murti, perwira Polri yang bertugas di PBB. Krishna Murti mengunggah lagu itu ke media sosial di jaringan kawasan tugasnya.
Lagu Children With No Land yang dilabeli New Version di YouTube pada Minggu (2/10/2016), pukul 13.40 WIB, mencatat 4.888 kali tayang. Dalam menyanyikannya Kim terkesan memulainya dengan dialek bergumam, bahkan gumamnya lebih dalam dari Deep Purple dalam Soldier of Fortune.
Ilustrasi intro suasana perang dan kolase potongan-potongan gambar selanjutnya yang menggambarkan kondisi anak-anak korban perang di seantero bumi, mendukung kemagisan lirik balada Kim. Kompak dengan lirik dan irama lagunya yang menggambarkan krisis kemanusiaan dengan penderitaan anak-anak yang luar biasa.
Ini karya anak Lampung yang layak diapresiasi dan dibanggakan. Lebih dari itu, dunia pantas menarik hikmahnya untuk menghindari konflik yang hanya menyengsarakan anak-anak. ***
Selanjutnya.....

Tax Amnesty Periode I Capai Klimaks!

TAX amnesty periode pertama yang dimulai 16 Juli 2016 mencapai klimaks saat ditutup 30 September 2016 pukul 24.00, mencatat hasil Rp3.620 triliun. Itu terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp2.532 triliun, harta luar negeri Rp951 triliun, dan repatriasi Rp137 triliun. Sedang tebusan yang sudah dibayar ke bank berdasar surat setoran pajak (SSP) Rp97,2 triliun.
Akhir periode pertama tax amnesty itu disebut mencapai klimaks, karena selain dari target tebusan untuk tiga periode Rp165 triliun telah didapat lebih dari separuhnya, juga target deklarasi tiga periode Rp4.000 triliun dicapai lebih 90%. Periode kedua tax amnesty 1 Oktober—31 Desember 2016, periode ketiga 1 Januari—31 Maret 2017.
Target deklarasi Rp4.000 triliun itu semula didasarkan prediksi pemerintah harta WNI di luar negeri Rp11 ribu triliun. Ternyata, deklarasi harta dari luar negeri pada periode pertama baru Rp951 triliun dan repatriasi Rp137 triliun. Sisa untuk periode kedua dan ketiga masih besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap antusiasme terhadap tax amnesty sama pada periode kedua dan ketiga. Juga pemerintah akan mengerahkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengikuti tax amnesty. Untuk itu, kata Sri, pemerintah akan memberi bimbingan teknis administrasi kepada UMKM. Dengan mengikuti tax amnesty, UMKM jadi tertib administrasi hingga lebih mudah bagi bank membantu bisnis mereka. Basis pajak juga semakin masif.
Pada periode pertama sudah banyak wajib pajak (WP) UMKM ikut tax amnesty. Tebusan dari WP orang pribadi UMKM tercatat Rp2,63 triliun, dan WP badan UMKM Rp180 miliar.
Ke depan, bukan lagi kelanjutan tax amnesty masalahnya. Tapi bagaimana uang tebusan tax amnesty bisa cepat kembali beredar ke pasar. Karena banyak dana pribadi dan badan usaha terserap tax amnesty lalu masuk APBN, yang bersama ratusan triliun lainnya tertahan oleh kelambanan birokrasi menyerap anggaran. Akibatnya, pasar bisa kelangkaan likuiditas.
Tak mudah disangkal, banyak orang mengikuti tax amnesty dengan menunda rencana pembelian barang atau investasi tertentu. Itu berarti penyedotan uang oleh anggaran melebihi kuantitas normal.
Pengalaman dua tahun terakhir, lemahnya penyerapan anggaran memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ketika penyedotan uang dari pasar di atas normal lalu penyerapan anggarannya tersendat, pelambatan pertumbuhan bisa dilengkapi stagnasi pasar.
Celakanya, kelambanan serapan anggaran oleh kementerian dan lembaga sejauh ini belum berubah signifikan. ***
Selanjutnya.....

Polri Kontrol Kampanye Hitam!

POLRI kini telah dilengkapi dengan polisi siber yang 24 jam mengontrol publikasi kampanye hitam dan ujaran kebencian di dunia maya. Mereka telah dilatih untuk menemukan dan menghukum pelaku, juga memediasi dan memberi pengarahan agar masyarakat tak menyebar kampanye hitam dalam pilkada.
Demikian Analis Kebijakan Madya Polri Kombes Pol Rikwanto. Ia menegaskan segala bentuk pencemaran nama baik yang tanpa didasari fakta merupakan tindakan pidana dapat dijerat hukum.
Pelaku diancam hukuman 9 bulan penjara sebagaimana diatur KUHP atau 6 tahun penjara apabila tindakan itu diunggah ke media sosial, seperti diatur UU ITE (Kompas.com, 30/9/2016).
Kepolisian, kata Rikwanto, menyadari adanya perubahan signifikan dalam pola kampanye pasangan calon. Kalau cara konvensional kampanye dilakukan dengan mengerahkan massa di lapangan terbuka, membawa spanduk dan alat peraga kampanye lainnya, kini kampanye juga dilakukan di media sosial, karena memang cukup efektif.
"Dengan menciptakan opini, namun dalam praktiknya kebablasan. Tidak ada tolok ukur, sopan santun, caci maki, dan menjadikan orang public enemy," ujarnya.
Mungkin karena divisi ini masih baru dibentuk, sejauh ini belum ada berita tentang pelaku kampanye hitam maupun ujaran kebencian yang mereka tindak. Padahal, realitasnya dalam masyarakat bahkan sudah meresahkan Presiden Jokowi, sebagaimana dia kemukakan saat pidato pada ulang tahun ke-90 Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (MI, 20/9/2016).
Presiden sedih karena pengguna media sosial saling menghujat, memaki, dan menegasikan. "Coba kita lihat di media sosial itu saling menjelekkan, mencela, merendahkan, menghina, mengolok-olok," ujar Presiden.
Menurut dia, ada nilai-nilai lain yang tanpa disadari masuk menginfiltrasi kita dan itulah yang akan menghilangkan karakter, identitas, dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Saling hujat di media sosial dalam kampanye tentu juga bisa menyulut konflik antarpendukung calon dalam pilkada yang tersinggung. Jadi, bukan saja melanggar hukum, kampanye hitam di media sosial juga rawan konflik sosial.
Oleh karena itu, sebagai badan baru kepolisian, polisi siber diharapkan segera aktif. Kalaupun belum bertindak main ringkus dan berangus, mungkin pendekatan persuasif bisa segera dilakukan dengan pengarahan kepada para pelaku, agar kampanye hitam dan kebiasaan buruk menghujat sesama berkurang dan akhirnya lenyap dari media sosial. ***
Selanjutnya.....

Peringkat Daya Saing RI Turun!

WORLD Economic Forum (WEF) merilis indeks daya saing atau Competitiveness Index 2016 negara-negara di dunia, Indonesia berada di peringkat ke-41, turun empat tingkat dari posisi tahun lalu di peringkat ke-37. Peringkat RI itu di bawah Malaysia (25) dan Thailand (34).
Situs resmi WEF, Kamis (29/9/2016), mencatat sejumlah faktor penyebab turunnya peringkat daya saing RI, dengan memberinya skor, angka tertinggi berarti paling besar eksesnya. Faktor-faktor dimaksud dan skornya, korupsi (11,8), inefisiensi birokrasi pemerintah (9,3), infrastruktur yang terbatas (9,0), akses ke pendanaan (8,6), inflasi (7,6), dan ketidakstabilan kebijakan (6,5). Kemudian, buruknya etos kerja buruh (6,3), tingkat pajak (6,1), tenaga kerja pintar yang terbatas (5,6), kebijakan pajak (4,8), regulasi valas (4,6), ketidakstabilan pemerintahan (4,1), buruknya kesehatan publik (4,0), kejahatan dan pencurian (4,0), inovasi yang terbatas (3,7), serta peraturan buruh yang ketat (3,7). (detikfinance, 29/9/2016)
Selain itu, pilar-pilar penopang daya saing RI juga banyak yang masih di bawah rata-rata Asia Pasifik (AP), yakni institusi (RI 4, AP 4,5), infrastruktur (RI 4,2, AP 4,8), pendidikan tinggi dan pelatihan (RI 4,5, AP 4,9), efisiensi buruh (RI 3,9, AP 4,6), kesehatan dan pendidikan dasar (RI 5,2, AP 6), dan efisiensi pasar (RI 4,5, AP 4,8).
Dari data WEF itu tampak dengan jelas apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Namun, yang dialami justru kemerosotan peringkat, bahkan empat poin dalam satu tahun. Di mata dunia tentu hal itu menjadi cerminan kondisi domestik Indonesia yang kurang baik.
Cerminan demikian jelas kurang sesuai dengan realitas perekonomian nasional yang belakangan ini relatif makin kondusif, ditandai setidaknya dengan kurs mata uang rupiah yang pekan ini menguat hingga tembus ke level Rp12 ribu/dolar AS.
Namun, harus jujur diakui, menguatnya rupiah tidak terlepas dari sukses program tax amnesty, yang juga baru terjadi beberapa hari terakhir menjelang batasan waktu pengampunan dengan tebusan amat rendah. Ini memberi petunjuk bahwa ke depan sukses program tax amnesty bisa dijadikan pendorong bagi upaya perbaikan peringkat daya saing global kita.
Peningkatan daya saing global itu bukan sekadar nomor peringkat. Peringkat daya saing global itu cerminan kapasitas dan kualitas bangsa ini secara multidimensi dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Itu pengukur kapasitas dan kualitas manusia Indonesia. ***
Selanjutnya.....