POLRI kini telah dilengkapi dengan polisi siber yang 24 jam mengontrol publikasi kampanye hitam dan ujaran kebencian di dunia maya. Mereka telah dilatih untuk menemukan dan menghukum pelaku, juga memediasi dan memberi pengarahan agar masyarakat tak menyebar kampanye hitam dalam pilkada.
Demikian Analis Kebijakan Madya Polri Kombes Pol Rikwanto. Ia menegaskan segala bentuk pencemaran nama baik yang tanpa didasari fakta merupakan tindakan pidana dapat dijerat hukum.
Pelaku diancam hukuman 9 bulan penjara sebagaimana diatur KUHP atau 6 tahun penjara apabila tindakan itu diunggah ke media sosial, seperti diatur UU ITE (Kompas.com, 30/9/2016).
Kepolisian, kata Rikwanto, menyadari adanya perubahan signifikan dalam pola kampanye pasangan calon. Kalau cara konvensional kampanye dilakukan dengan mengerahkan massa di lapangan terbuka, membawa spanduk dan alat peraga kampanye lainnya, kini kampanye juga dilakukan di media sosial, karena memang cukup efektif.
"Dengan menciptakan opini, namun dalam praktiknya kebablasan. Tidak ada tolok ukur, sopan santun, caci maki, dan menjadikan orang public enemy," ujarnya.
Mungkin karena divisi ini masih baru dibentuk, sejauh ini belum ada berita tentang pelaku kampanye hitam maupun ujaran kebencian yang mereka tindak. Padahal, realitasnya dalam masyarakat bahkan sudah meresahkan Presiden Jokowi, sebagaimana dia kemukakan saat pidato pada ulang tahun ke-90 Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (MI, 20/9/2016).
Presiden sedih karena pengguna media sosial saling menghujat, memaki, dan menegasikan. "Coba kita lihat di media sosial itu saling menjelekkan, mencela, merendahkan, menghina, mengolok-olok," ujar Presiden.
Menurut dia, ada nilai-nilai lain yang tanpa disadari masuk menginfiltrasi kita dan itulah yang akan menghilangkan karakter, identitas, dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Saling hujat di media sosial dalam kampanye tentu juga bisa menyulut konflik antarpendukung calon dalam pilkada yang tersinggung. Jadi, bukan saja melanggar hukum, kampanye hitam di media sosial juga rawan konflik sosial.
Oleh karena itu, sebagai badan baru kepolisian, polisi siber diharapkan segera aktif. Kalaupun belum bertindak main ringkus dan berangus, mungkin pendekatan persuasif bisa segera dilakukan dengan pengarahan kepada para pelaku, agar kampanye hitam dan kebiasaan buruk menghujat sesama berkurang dan akhirnya lenyap dari media sosial. ***
Pelaku diancam hukuman 9 bulan penjara sebagaimana diatur KUHP atau 6 tahun penjara apabila tindakan itu diunggah ke media sosial, seperti diatur UU ITE (Kompas.com, 30/9/2016).
Kepolisian, kata Rikwanto, menyadari adanya perubahan signifikan dalam pola kampanye pasangan calon. Kalau cara konvensional kampanye dilakukan dengan mengerahkan massa di lapangan terbuka, membawa spanduk dan alat peraga kampanye lainnya, kini kampanye juga dilakukan di media sosial, karena memang cukup efektif.
"Dengan menciptakan opini, namun dalam praktiknya kebablasan. Tidak ada tolok ukur, sopan santun, caci maki, dan menjadikan orang public enemy," ujarnya.
Mungkin karena divisi ini masih baru dibentuk, sejauh ini belum ada berita tentang pelaku kampanye hitam maupun ujaran kebencian yang mereka tindak. Padahal, realitasnya dalam masyarakat bahkan sudah meresahkan Presiden Jokowi, sebagaimana dia kemukakan saat pidato pada ulang tahun ke-90 Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (MI, 20/9/2016).
Presiden sedih karena pengguna media sosial saling menghujat, memaki, dan menegasikan. "Coba kita lihat di media sosial itu saling menjelekkan, mencela, merendahkan, menghina, mengolok-olok," ujar Presiden.
Menurut dia, ada nilai-nilai lain yang tanpa disadari masuk menginfiltrasi kita dan itulah yang akan menghilangkan karakter, identitas, dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Saling hujat di media sosial dalam kampanye tentu juga bisa menyulut konflik antarpendukung calon dalam pilkada yang tersinggung. Jadi, bukan saja melanggar hukum, kampanye hitam di media sosial juga rawan konflik sosial.
Oleh karena itu, sebagai badan baru kepolisian, polisi siber diharapkan segera aktif. Kalaupun belum bertindak main ringkus dan berangus, mungkin pendekatan persuasif bisa segera dilakukan dengan pengarahan kepada para pelaku, agar kampanye hitam dan kebiasaan buruk menghujat sesama berkurang dan akhirnya lenyap dari media sosial. ***
0 komentar:
Posting Komentar