DUA bulan balada Children With No Land bertengger di peringkat atas tangga lagu dan musik dunia, Reverbnation. Lagu itu ciptaan Lukman Hakim alias Kim Commamders, guru Bahasa Inggris kelahiran 1973 yang tinggal di Jalan Ikan Pari, Telukbetung, Bandar Lampung.
Balada itu tumpahan air mata Kim saat kapal pengungsi Rohingya yang pecah dihantam gelombang ditarik nelayan ke Teluk Lampung pada 2013. Menurut laporan Harry Siswoyo dan Ardian ke Viva.co.id (2/10/2016), Kim mengunggah klip lagunya itu ke Facebook, yang ternyata merayap hingga mendunia.
Saat para pengungsi Rohingya terdampar di Teluk Lampung, Kim melihat seorang ibu menggendong dua anaknya. Satu digendong di punggung, yang satu lagi di pinggangnya. Mereka sangat menderita, kehausan dan kelaparan. Kim memberi mereka air minum dan roti yang dibawanya.
Namun, saat Kim yang penasaran menanya, ibu tersebut tak tahu bahasa Indonesia maupun Inggris. Untung ada petugas penerjemah. Ibu itu mengaku meninggalkan negerinya yang bertikai membawa tiga anaknya.
Malang, empat hari perjalanan kapal kehabisan bahan bakar. Lama puluhan orang di perahu itu terombang-ambing di lautan. Satu per satu meninggal kehausan maupun karena tak kuat menahan dinginnya angin laut. Termasuk anak bungsu si ibu yang ditemui Kim.
Ibu itu berkata kepada Kim, tidak apa-apa anaknya jadi makanan ikan. Tidak bernyawa pun jasad anaknya masih bermanfaat untuk makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Mendunianya lagu Children With No Land juga tak terlepas dari bantuan Kompol Nuswanto, kenalan Kim di Polda Lampung, yang mengirim lagunya itu ke Krishna Murti, perwira Polri yang bertugas di PBB. Krishna Murti mengunggah lagu itu ke media sosial di jaringan kawasan tugasnya.
Lagu Children With No Land yang dilabeli New Version di YouTube pada Minggu (2/10/2016), pukul 13.40 WIB, mencatat 4.888 kali tayang. Dalam menyanyikannya Kim terkesan memulainya dengan dialek bergumam, bahkan gumamnya lebih dalam dari Deep Purple dalam Soldier of Fortune.
Ilustrasi intro suasana perang dan kolase potongan-potongan gambar selanjutnya yang menggambarkan kondisi anak-anak korban perang di seantero bumi, mendukung kemagisan lirik balada Kim. Kompak dengan lirik dan irama lagunya yang menggambarkan krisis kemanusiaan dengan penderitaan anak-anak yang luar biasa.
Ini karya anak Lampung yang layak diapresiasi dan dibanggakan. Lebih dari itu, dunia pantas menarik hikmahnya untuk menghindari konflik yang hanya menyengsarakan anak-anak. ***
Saat para pengungsi Rohingya terdampar di Teluk Lampung, Kim melihat seorang ibu menggendong dua anaknya. Satu digendong di punggung, yang satu lagi di pinggangnya. Mereka sangat menderita, kehausan dan kelaparan. Kim memberi mereka air minum dan roti yang dibawanya.
Namun, saat Kim yang penasaran menanya, ibu tersebut tak tahu bahasa Indonesia maupun Inggris. Untung ada petugas penerjemah. Ibu itu mengaku meninggalkan negerinya yang bertikai membawa tiga anaknya.
Malang, empat hari perjalanan kapal kehabisan bahan bakar. Lama puluhan orang di perahu itu terombang-ambing di lautan. Satu per satu meninggal kehausan maupun karena tak kuat menahan dinginnya angin laut. Termasuk anak bungsu si ibu yang ditemui Kim.
Ibu itu berkata kepada Kim, tidak apa-apa anaknya jadi makanan ikan. Tidak bernyawa pun jasad anaknya masih bermanfaat untuk makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Mendunianya lagu Children With No Land juga tak terlepas dari bantuan Kompol Nuswanto, kenalan Kim di Polda Lampung, yang mengirim lagunya itu ke Krishna Murti, perwira Polri yang bertugas di PBB. Krishna Murti mengunggah lagu itu ke media sosial di jaringan kawasan tugasnya.
Lagu Children With No Land yang dilabeli New Version di YouTube pada Minggu (2/10/2016), pukul 13.40 WIB, mencatat 4.888 kali tayang. Dalam menyanyikannya Kim terkesan memulainya dengan dialek bergumam, bahkan gumamnya lebih dalam dari Deep Purple dalam Soldier of Fortune.
Ilustrasi intro suasana perang dan kolase potongan-potongan gambar selanjutnya yang menggambarkan kondisi anak-anak korban perang di seantero bumi, mendukung kemagisan lirik balada Kim. Kompak dengan lirik dan irama lagunya yang menggambarkan krisis kemanusiaan dengan penderitaan anak-anak yang luar biasa.
Ini karya anak Lampung yang layak diapresiasi dan dibanggakan. Lebih dari itu, dunia pantas menarik hikmahnya untuk menghindari konflik yang hanya menyengsarakan anak-anak. ***
0 komentar:
Posting Komentar