Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hari Arafah, Ekspresi Cinta Sejati!

HARI ini, 9 Zulhijah, Hari Arafah, jemaah calon haji dari seluruh dunia berkumpul di Padang Arafah, melakukan wukuf mulai saat zuhur (waktu Arafah, empat jam setelah WIB). Semua mengenakan ihram (kain putih) cermin semua manusia sama di depan Allah. Wukuf juga ekspresi cinta sejati seluruh umat ciptaan-Nya, dilarang membunuh seekor serangga atau mematahkan satu ranting.
Padang Arafah sebagai ekspresi cinta sejati diriwayatkan sejak di Jabal Rahmah yang terdapat di tengah padang tersebut Nabi Adam dan Hawa dipertemukan setelah keduanya terpisah sejak dilempar ke dunia dari surga. Cinta sejati adalah yang apa adanya, bukan karena wewangian atau tebalnya riasan. Karena itu, dalam berihram dilarang mengenakan wewangian maupun riasan. Juga tidak boleh pangkas rambut, memotong kuku.
Bahkan, masih terkait dengan larangan saat berihram, cinta suci itu tidak diwujudkan dalam cumbu dan hubungan badan, melainkan ketulusan yang semata didasarkan pada Lillahi Ta’ala.
Hari ini di Arafah juga sebagai gambaran atau miniatur Padang Mashar, saat manusia dibangkitkan dari kuburnya. Selain semua sama di depan Allah, semua urusannya hanya dengan Allah. Tak peduli pangkatnya apa, kedudukannya apa, sukunya apa, agamanya apa, rasnya apa, golongannya apa, di Arafah ini masing-masing mengekspresikan bahkan membuktikan cinta sejatinya dengan berupaya mendekatkan dirinya sedekat-dekatnya kepada Allah subhanahu wa taala.
Sebab itu, sore ini di Padang Arafah, semua jemaah calon haji berusaha semaksimal mungkin memperbanyak istigfar, berzikir, berdoa, tahlil, talbiah, membaca Alquran, dan merendahkan siri kepada Allah. Tak menyia-nyiakan kesempatan mendapat peluang emas bermunajat mohon kebaikan dunia akhirat dengan mencucurkan air mata memohon ampunan-Nya.
Tentu semua ketulusan ibadah di Arafah merefleksikan pencapaian haji mabrur, yang ekspresinya justru akan hadir setelah kembali ke Tanah Air. Selain amal ibadahnya yang meningkat dari sebelum pergi haji, cinta sejatinya dengan memandang semua umat adalah sama seperti ketika di Arafah, juga akan menonjol di tengah masyarakat.
Peningkatan semangat hablun minallah-nya, didukung selaras dengan hablun minannas. Bermuamalah vertikal dan horizontal yang sama kuatnya, mengaktualisasikan sikap yang dilarang saat berihram, yakni sombong, suka mencaci-maki, bertengkar, dan berlaku curang. Pokoknya dengan ekspresi cinta sejati Arafah, takkan mengafirkan sesama muslim yang salat lima waktu. ***
Selanjutnya.....

Kenapa Bank Peras Dunia Usaha?

ANTARA suku bunga deposito pada bank-bank besar Indonesia di kisaran 5,00% dengan suku bunga kredit di kisaran 12,00% terdapat jarak 7%. Jarak itu jauh dibanding di negara-negara ASEAN yang hanya sekitar 2,50%—4,00%. Perbedaan jarak yang besar antara suku bunga deposito dan kredit di Indonesia dari ASEAN itu mengesankan bank-bank di Indonesia memeras dunia usaha negerinya sendiri.
Lebih kuat lagi kesan itu ketika bank sentral (BI) telah menurunkan suku bunga acuan praktis sebesar 3,00%, dari semula 7,50% menjadi 4,50%, perbankan hanya menurunkan suku bunga deposito mengikuti acuan tersebut, tapi tetap mempertahankan suku bunga kredit di kisaran 12%. Kebijakan BI menurunkan suku bunga acuan bertahap hingga 3% itu oleh pihak bank ternyata hanya dijadikan fasilitas menambah keuntungan mereka belaka.
Akhirnya, justru kebijakan BI yang memperjauh jarak suku bunga deposito dari suku bunga kredit. Sekaligus, memperbesar perbedaan jarak dimaksud dengan ASEAN karena sebelumnya jarak di Indonesia juga dalam scope ASEAN, di kisaran 4,00%. Tapi, kenapa bank di Indonesia tega memeras dunia usaha negerinya sendiri, yang justru merupakan bumi tempatnya hidup?
Kemungkinan penyebabnya, ketika BI mengubah suku bunga acuan ke sistem 7-day repo rate yang memangkas langsung suku bunga acuan hingga lebih dari 2,50%, OJK tidak mengantisipasinya dengan aturan yang menetapkan batas atas dan bawah jarak suku bunga acuan dengan suku bunga kredit. Di dunia transportasi saja diatur tarif batas atas dan bawah. Tapi, di perbankan tidak diatur, maka bebaslah bank bertahan di tarif atas tanpa peduli itu memeras dunia usaha.
Peluang mencetak keuntungan bersih yang besar itu mendukung kinerja sektor perbankan yang langsung menjadi primadona pasar saham. Laju peningkatan harga saham sektor perbankan yang mengeskalasi gain cukup pesat, dengan pembagian dividen yang aduhai setiap kuartal, saham bank pemerintah yang go public pun laris manis sehingga mayoritas saham bank pemerintah dikuasai asing melalui mekanisme pasar saham.
Di sisi lain, dengan keuntungan yang besar dari operasional bank dari selisih jarak antara suku bunga tadi, serta gain dari pasar modal, reputasi pimpinan bank menguat, diikuti kenaikan penghasilan sah tahunan mereka. Semua itu harus dipertahankan dengan sumbunya menahan suku bunga kredit tetap tinggi. Sebab itu, tanpa langkah OJK membuat batas atas dan bawah tadi, bank akan leluasa memeras dunia usaha. ***
Selanjutnya.....

Bunga Acuan Turun, Bunga Kredit?

BANK Indonesia (BI) pekan lalu menurunkan suku bunga acuan BI 7-day repo rate dari 4,75% menjadi 4,50%. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan di Indonesia tetap bertahan di kisaran 12% bahkan sejak suku bunga acuan BI masih 7,50% tahun lalu.
Suku bunga kredit yang masih mencerminkan risiko ekonomi tetap tinggi itu menjadi anomali bagi kebijakan BI yang sudah mencerminkan situasi dan kondisi ekonomi berkembang ke arah yang makin ideal. Apalagi, kalau dilihat dari kenyataan suku bunga kredit bank di Indonesia tertinggi di ASEAN, sedang suku bunga acuannya di posisi ideal.
Posisi suku bunga acuan itu ideal bisa dilihat dari perbandingan suku bunga acuan di id.tradingeconomic.com (24/8/2017), suku bunga acuan BI 4,50% itu di bawah Myanmar (10%), Vietnam (6,25%), Brunei (5,50%), dan dekat dengan Laos (4,25%), Malaysia (3,00%), Filipina (3,00%), Kamboja (1,55%), Thailand (1,50%), dan Singapura (0,99%).
Posisi ideal suku bunga acuan itu jadi amat kontras jika dihadapkan pada bunga kredit di Indonesia yang berada di kisaran 12%, dibanding dengan Malaysia (4,25%), Singapura (5,00%), Thailand (6,00%), dan Filipina (5,00%).
Dengan perbedaan bunga kredit yang demikian jauh antara Indonesia yang lebih dua kali lipat dari bunga kredit negara ASEAN lainnya, Indonesia akan selalu kewalahan bersaing. Hal inilah yang layak dikaji secara saksama untuk bisa meringankan beban dunia usaha.
Betapa, sekalipun kita bangga dengan pertumbuhan ekonomi 5,01% di posisi kedua di G-20 setelah Tiongkok 6,8%, di ASEAN sebetulnya tiga negara pertumbuhannya lebih baik: Filipina dan Vietnam rata-rata di atas 6,00%, sedangkan Malaysia 5,80%.
Lucunya, dengan keputusan BI menurunkan suku bunga acuan, pimpinan bank besar langsung menyatakan segera menurunkan bunga deposito. Jadi, hak publik yang duluan dipangkasnya menambah keuntungan bank, bukan bunga kredit untuk meringankan dunia usaha.
Padahal, bunga deposito sudah amat rapat dengan suku bunga acuan, yakni untuk deposito Rp100 juta sampai Rp500 juta tenor 12 bulan, Bank Mandiri 4,75%, BTN 5,25%, BNI 6,25%, dan BCA 5,00% (bungadeposito.com, 24/8/2017). Jadi, selisih sekitar 7,00% bunga deposito dengan bunga kredit itu yang hendak diperjauh lagi untuk memperbesar keuntungan bank, sehingga dunia usaha yang diperas bakal jadi lebih babak belur lagi.
Semestinya, penurunan suku bunga acuan menarik turun suku bunga kredit, sehingga dunia usaha mendapat advantage dari kebijakan brilian BI itu. ***
Selanjutnya.....

Sindikat Bayaran Sebar Isu SARA!

POLRI pekan lalu meringkus sindikat Saracen, kelompok bayaran penyebar isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di media sosial. Sindikat tersebut beroperasi dengan mengajukan proposal kepada pengguna jasa mereka. Setiap proposal bernilai puluhan juta rupiah.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fahril Imran mengatakan sindikat Saracen merupakan buzzer yang dibayar untuk menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) bernuansa SARA hingga hoax. Mereka memiliki pengikut (follower) hingga ratusan ribu akun (detik-news, 23/8/2017).
Motif kelompok tersebut, kata dia, adalah kepentingan ekonomi. Mereka dibayar pengguna jasanya untuk menyebarkan berita-berita bohong hingga ujaran kebencian bernuansa SARA yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. "Pola pikiran mereka tidak menerima perbedaan dan motifnya untuk mencari keuntungan ekonomi," imbuhnya.
Kasubdit I Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar menambahkan sindikat Saracen memiliki struktur organisasi tersendiri. Tiga orang yang telah tertangkap ialah JAS (32) sebagai ketua, SRN (32) sebagai koordinator wilayah, dan MFT (43) bergerak di bidang media informasi. Terlihat masih banyak lagi fungsi dalam strukturnya yang belum tertangkap.
Sindikat ini layak diduga bekerja tertutup dan cukup rapi sehingga meski memiliki follower ratusan ribu akun yang menerima lalu men-share posting-an mereka, Polri baru sekarang berhasil mencium jejaknya, padahal puncak penyebaran hoax dan ujaran kebencian terjadi pada semester II 2016. Waktu itu Presiden Jokowi sempat bicara keras agar penyebaran fitnah dan saling menjelekkan dihentikan.
Namun, keberhasilan polisi menyingkap sindikat tersebut, meski agak terlambat, tetap layak diapresiasi. Di lain pihak, untuk menjadikan media sosial sebagai sumber informasi yang sehat bagi masyarakat, Kementerian Komunikasi dan Informasi amat diharapkan bisa menyaring lebih jernih konten media sosial.
Betapa, sindikat-sindikat sejenis Saracen yang terungkap itu bebas seolah tanpa hambatan dalam menyebarkan hoax, ujaran kebencian, fitnah, dan sebagainya itu, tak terlepas akibat amat minimnya kontrol instansi pemerintah yang berwenang tersebut.
Dengan telah terbongkarnya sebagian dari jaringan salah satu sindikat ini, diharapkan selain polisi bisa menyapu bersih semua struktur dalam organisasi sindikat tersebut, juga membongkar sindikat sejenis lainnya bersama para pengguna jasa mereka. ***
Selanjutnya.....

Orang Percaya Hoax Justru Hidup Selamat!

PADA awal manusia menjelajah bumi, orang yang percaya hoax justru selamat. Makin mengancam hoax, makin dipercaya. Saat manusia purba melihat semak bergerak, situasi mengancam muncul. Imajinasinya merespons dengan membentuk sosok predator. Seketika ia kabur langkah seribu tanpa mengonfirmasi apakah betul yang membuat semak bergoyang itu predator.
Sedangkan orang yang tidak percaya hoax mengonfirmasi apa sebenarnya yang membuat semak bergoyang, ia dimangsa ketika yang berada dalam semak itu ternyata predator. Itulah sebabnya sekarang lebih banyak orang yang mudah percaya pada hoax, berita bohong atau berita palsu, karena yang kritis selalu ingin tahu yang sebenarnya sebagian besar sudah habis dimangsa predator sejak dahulu kala.
Gambaran evolisioner manusia bisa bertahan itu dikemukan dokter Ruslan Yusni Hasan, spesialis bedah syaraf (SpBS) di Kompas Sains (22/8/2017). Orang yang memercayai hoax pun bisa meneruskan keturunannya dan meneruskan sifat mudah percaya. Adapun manusia yang selalu ingin tahu, jumlahnya relatif lebih sedikit yang tersisa hidup di bumi.
"Itu berjalan secara sains, kenapa lebih banyak orang penggemar hoax daripada yang tidak. Makin mengancam, hoax makin gampang diterima," ujar Ruslan.
Kehidupan berlanjut ke zaman ultramodern, hoax tetap saja dipercaya. Bahkan melalui peranti teknologi canggih, telepon pintar, dengan hoax terkait pengetahuan mutakhir, penyakit stroke.
Menurut Ruslan, di grup WhatsApp sering muncul informasi mengenai kesehatan dengan begitu meyakinkan. Salah satunya mengenai penyakit stroke yang untuk pertolongan pertamanya dianjurkan menusuk jari penderita stroke dengan jarum. "Ditusuk-tusuk jarum itu tidak ada ilmiahnya sama sekali," tegas Ruslan.
Prinsip dari masyarakat primitif makin mengancam hoax makin mudah diterima itu, ternyata kini masih digunakan untuk hoax mengeruhkan situasi melalui media sosial. Hoax dibuat mengenai adanya ancaman dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya. Dengan ancaman berbau SARA itu, reaksi penerima hoax pun cepat membara.
 Kalau hoax ujaran kebencian yang ditebar, rasa benci suatu kelompok terhadap kelompok lain merebak, padahal sebenarnya secara sosial antarkelompok itu selalu berinteraksi dan saling membutuhkan. Malangnya, segala macam hoax itu masih saja berseliweran di media sosial. Malah seolah ada admin-nya saat menjelang pilkada. Kontrol untuk penyaringan dalam hal ini tampak belum efektif. ***
Selanjutnya.....

Target Naik, Transfer Dana Turun!

TARGET pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2018 naik menjadi 5,4% dari 5,2% pada APBNP 2017. Namun, di sisi lain, transfer dana ke daerah justru turun menjadi Rp761 triliun dari Rp766 triliun pada 2017. Salah satu penyebab turunnya transfer ke daerah itu diduga terkait kritik Presiden Jokowi kepada sejumlah daerah yang mengendapkan Rp220 triliun dana transfer daerah.
Padahal, gelontoran dana tersebut semestinya digunakan untuk program meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan efektivitas gelontoran dana itu untuk peningkatan kesejahteraan rakyat tidak terlihat. Namun, saat menyampaikan nota keuangan RAPBN 2018 di parlemen, Jokowi tetap konstruktif, "Pemerintah mendukung pembangunan ekonomi masyarakat di daerah." (Kompas.com, 16/8/2017).
Gelontoran dana ke daerah sebesar Rp761 triliun untuk 2018 itu terdiri dari dana transfer daerah Rp701 triliun dan dana desa Rp60 triliun. Tahun sebelumnya dana transfer daerah itu Rp706 triliun dan dana desa Rp60 triliun.
Realita tak nyambungnya gelontoran dana transfer daerah itu dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah diungkap Sri Mulyani dengan bukti angka kemiskinan yang justru meningkat. Kenyataan itu menjadikan rendahnya relevansi dana transfer daerah itu untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2018. Karena itu, perlu usaha tersendiri untuk mengorientasikan penggunaan dana tersebut mendukung usaha mencapai target pertumbuhan 5,4%.
Untuk itu, tak perlu program muluk atau indah. Cukup membuat agar orientasi penggunaan sebagian dana transfer untuk mengeskalasi konsumsi rumah tangga masyarakat daerah. Hanya dengan peningkatan konsumsi rumah tangga yang signifikan, target pertumbuhan ekonomi 5,4% itu mungkin dicapai.
Penggunaan dana itu sekalian meningkatkan kedermawanan kepala daerah dan elite lokal, yakni dibuatkan program penyaluran bantuan modal usaha, modal kerja, atau berbagai nama kegiatan lain buat kaum miskin dan nyaris miskin sehingga daya beli mereka meningkat.
Harapan, dengan batuan itu usaha mereka langgeng, bisa mentas dari kemiskinan. Tentunya, bantuan tersebut bukan saja tanpa bunga, tetapi juga tanpa kewajiban segala setoran, termasuk tidak memulangkan modal yang diterimanya. Untuk sekali ini saja mereka menikmati dana transfer tersebut apa salahnya, toh selama ini dijadikan bancakan elite daerah juga tak salah. Diusahakan, peningkatan kesejahteraannya efektif dirasakan rakyat. ***
Selanjutnya.....

Anggaran Pendidikan Rp441 Triliun!

KONTRAS dengan image gedung sekolah di daerah banyak terancam roboh, ruang kelas bocor, bangku-bangku reyot, anggaran pendidikan di RAPBN 2018 mencapai Rp441 triliun, naik dari Rp416 triliun pada 2017.
Ironis, sekolah reyot dibangun era anggaran pendidikan terbatas, tapi mampu membangun SD Inpres di nyaris setiap desa yang membutuhkan. Tetapi kini, dengan anggaran pendidikan amat besar tak mampu merehabilitasinya tepat waktu.
Membandingkan keefisienan kerja masa lalu yang justru kita kutuk sebagai masa buruk itu penting, karena kalau dilihat dari hasil pembangunan fasilitas pendidikan yang dilakukan, harus jujur diakui kinerja kini lebih buruk; tinggal merawat yang sudah ada dengan anggaran yang berlimpah pun, kedodoran. Dengan semangat membuktikan bahwa kini kita bisa lebih baik dari generasi masa lalu, itulah idealnya direalisasikan pembangunan pendidikan dengan anggaran yang berlimpah dewasa ini.
Pendidikan diutamakan untuk mencetak generasi muda yang unggul dalam persaingan global. Untuk mencetak generasi unggul itu, tentu harus dilakukan dengan cara kerja yang unggul pula. Tak bisa menbuat pedang baja yang kuat dan tajam dari kaleng rombeng. Untuk itu, realisasi anggaran yang kualitatif pada tujuan perencanaannya menjadi kunci dalam mencetak generasi baru yang unggul.
Dalam hal ini, anggaran pendidikan Rp441 triliun itu diprioritaskan buat Program Indonesia Pintar untuk 19,7 juta siswa, beasiswa bidik misi untuk 401.500 mahasiswa, bantuan operasional sekolah (BOS) untuk 202.200 sekolah.
Seiring bantuan ke anak didik dan pengelolaan pendidikan itu, juga dukungan ke para pendidik dengan tunjangan profesi 435 ribu guru non-PNS, 257 ribu guru PNS, dan 1,2 juta PNS daerah.
Setelah dukungan terhadap anak didik dan pendidik, pembenahan infrastruktur pendidikan harus diutamakan. "Kami akan membangun dan merehabilitasi ruang kelas yang lebih dari 61 ribu ruang kelas dari SD sampai SMA," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Pak Presiden berharap indeks pembangunan manusia kita bisa meningkat seiring dengan anggaran pendidikan yang luar biasa banyak," tambah Sri Mulyani. (Kompas.com, 16/8/2017)
Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang disusun UNDP berdasar data 2015 pada 0,689 di peringkat 113 dari 188 negara. Peringkat itu turun dari 110 tahun sebelumnya. Namun, dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia naik signifikan, 30,5%. Jadi, perlu dorongan mengembalikan tren peningkatannya. ***
Selanjutnya.....

Rp409 Triliun untuk Infrastruktur!

INFRASTRUKTUR mendapat alokasi anggaran Rp409 triliun dalam RAPBN 2018. Besarnya anggaran infrastruktur itu dipahami karena infrastruktur merupakan program unggulan Jokowi dan tahun 2018 adalah pertaruhan untuk unjuk sukses menuju pemilu yang dilaksanakan Juni 2019.
Anggaran infrastruktur itu dibagi ke sejumlah kementerian. Untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp106 triliun digunakan untuk pemeliharaan jalan nasional sepanjang 46 ribu km, membangun jalan baru sepanjang 856 km, pembangunan jalan tol 25 km, dan pembangunan jembatan sepanjang 8.761 mater. Juga pembangunan rumah susun buat masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 7.062 unit dan 11 bendungan baru.
Sedang Kementerian Perhubungan memakai anggaran infrastruktur sebesar Rp48 triliun untuk membangun jalur kereta api sepanjang 639 km, membiayai proyek LRT 23 km, dan pembangunan bandara baru di 15 lokasi.
Juga ada alokasi anggaran infrastruktur untuk investasi pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp41,5 triliun.
Di sektor informasi dan telekomunikasi dana infrastruktur digunakan untuk pembangunan desa broadband terpadu di 100 lokasi dan pembangunan BTS di 380 lokasi terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal.
Kemudian, masih ada lagi dana infrastruktur yang mungkin bisa digunakan memperbaiki jalan kabupaten yang sejak lama sebagian rusak dan sebagian besar lagi rusak parah, yakni dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp33,9 triliun. Dibagi rata semua provinsi, masing-masing bisa dapat Rp1 triliun.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah berharap agar alokasi anggaran infrastruktur itu bisa digunakan secara efektif sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan yang ditargetkan mencapai 5,4%. (Kompas.com, 16/8/2017)
Target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2018 itu, menurut Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati merupakan angka minimal agar Presiden bisa "jualan" di Pilpres 2019. Bila angka pertumbuhan ekonomi dipatok di bawah 5,4%, menurut Enny, angka pengangguran, tingkat kemiskinan, dan ketimpangan tidak akan turun.
“Karena itu, menurut saya ini bukan (hanya) pertaruhan tapi pembuktian, kalau tidak terbukti 2018, ya wasalam di (Pilpres) 2019," tegas Enny.
Target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2018 itu cenderung cukup berat, dibanding dengan semester I 2017 hanya mampu mencapai pertumbuhan 5,01%. ***
Selanjutnya.....

Jokowi Mengurangi Beban Utang!

DI RAPBN 2018 dianggarkan pembayaran utang pokok sebesar Rp399,2 triliun, turun Rp62,1 triliun dari APBN Perubahan 2017. Artinya, tanpa pemangkasan Rp62,1 triliun itu, kewajiban utang pokok saja sebenarnya Rp461,3 triliun, ditambah pembayaran bunga utang sebesar Rp247,2 triliun, semestinya jadi Rp708,5 triliun.
Tapi dengan pemangkasan pembayaran pokok utang Rp62,1 triliun itu, total kewajiban bayar utang tahun depan jadi Rp646,4 triliun. Itu pun dibanding dana desa yang untuk mayoritas penduduk Rp60 triliun per tahun, kewajiban membayar utang per tahun yang lebih 10 kali lipat dana desa itu bisa disebut berat.
Soal bagaimana pemerintah bisa memangkas kewajiban pembayaran utang sebesar itu di balik jumlah utang yang terus bertambah, tentu “urusan dapur” pemerintah. Tapi, adanya kiat mengurangi beban pembayaran utang itu layak diapresiasi karena selisih uang yang bisa dikurangi dari keharusan pembayaran itu bisa digunakan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain Rp62,1 triliun hasil pemangkasan kewajiban utang itu, juga ada tambahan Rp71 triliun kenaikan pada RAPBN 2018 ini menjadi Rp2.204 triliun, dibanding APBNP 2017.
Betapa kiat mencari keringanan pembayaran utang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat diperlukan karena berdasar data Kementerian Keuangan utang pemerintah terus menggunung. Hingga akhir Juni 2017, tercatat utang pemerintah mencapai Rp3.706 triliun, naik Rp34 triliun dibanding posisi utang senilai Rp3.672 triliun pada Mei 2017. (Kompas.com, 16/7/2017)
"Pemerintah akan terus menjaga pengelolaan utang secara hati-hati dan bijaksana untuk menghasilkan dampak positif pembangunan yang maksimal," ujar Presiden Jokowi saat menyampaikan nota keuangan dan pokok-pokok RAPBN 2018 dalam sidang tahunan MPR 16 Agustus 2017.
Utang baru selalu timbul karena penerimaan dalam APBN kurang (defisit) untuk menutupi anggaran belanja. Seperti dalam RAPBN 2018 sebesar Rp2.204 triliun, jumlah penerimaan hanya Rp1.878,4 triliun, terdiri dari pendapatan pajak Rp1.609,3 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp267,8 triliun, dan hibah Rp1,1 triliun.
Dengan begitu, pada RAPBN 2018 terjadi defisit sebesar Rp326 triliun, yang harus ditutupi dengan utang baru. Kalau skenario RAPBN tersebut konsisten dalam realisasinya, berarti utangan baru Rp326 triliun itu lebih kecil dari kewajiban pembayaran utang pokok dan bunganya Rp646,4 triliun. Jelas, itu bisa disebut memperingan beban utang. ***
Selanjutnya.....

Waspada Risiko Investasi Tiongkok!

LAYAK diperhatikan peringatan Weiwen Ng, ekonom ANZ Banking Group di Singapura, tentang adanya peningkatan konsentrasi risiko investasi Tiongkok dalam pembangunan infrastrukrur di Asia Tenggara. Menurut dia, peningkatan konsentrasi risiko dimaksud ada ketika ASEAN sudah sangat terekspos pada Tiongkok melalui perdagangan dan gelombang pariwisata (Kompas.com, 18/8/2017; Buras, 21/8/2017), menyusul usai pembangunan infrastruktur.
Contoh peningkatan konsentrasi risiko yang tidak terkendali pada investasi Tiongkok dalam pembangunan infrastruktur dialami Sri Lanka, yang dalam tulisan Yogita Limaye (BBC News, 13/8/2017) disebut sebagai negeri Asia pertama yang menjadi korban jebakan utang Tiongkok. Kewajiban membayar kembali utang mencapai 95% dari total pendapatan pemerintah. Banyak warga setempat merasa negerinya telah dijual kepada orang Tionghoa.
Masalahnya, uang utangan telah tertanam di infrastruktur yang tidak menunjukkan imbal keuntungan, bahkan lebih merusak ekonomi Sri Lanka. Itu akibat Sri Lanka terjebak pinjaman mudah (easy loans) dari Tiongkok dengan bunga komersial dekade lalu untuk membangun infrastruktur di seantero negerinya. Tiongkok membangun pelabuhan, bandara, jalan bebas hambatan, dan kota-kota satelit dengan biaya konstruksi yang sangat tinggi.
Cara sama, menurut Limaye, digunakan Tiongkok untuk menjebak bangsa-bangsa pengutang masuk jebakannya. Selanjutnya, dengan infrastruktur yang prima, Tiongkok jadi lebih lancar membanjiri pasar negeri sasaran dengan barang-barang murah. Ini merupakan strategi yang amat mudah untuk membuldoser industri manufaktur lokal dan sektor terkait.
Pelabuhan dan bandara yang dibangun amat besar, agaknya justru lebih untuk kepentingan Jalur Sutera baru Tiongkok yang dibangun melalui ASEAN (utamanya laut Indonesia) mengelilingi India tembus ke Iran—yang selama ekonomi Iran diembargo AS dan sekutunya, Iran menjadi sumber minyak murah yang berlimpah bagi mendorong tingginya pertumbuhan Tiongkok). Masalahnya, pelabuhan Hambantota dan Mattala International Airport biaya perawatannya saja kini tidak tertutupi oleh aktivitasnya yang jauh dibanding besarnya bangunan.
Kini, Sri Lanka berjuang untuk membayar kembali investasi tersebut. Untuk itu telah ditandatangani perjanjian memberi perusahaan Tiongkok saham dan pengelolaan aneka infrastruktur raksasa sebagai pembayaran sebagian utang. Atas aneka alih hak dan alih kelola itu, Sri Lanka menerima bantuan baru lagi. ***
Selanjutnya.....

Tiongkok Bidik Infrastruktur ASEAN

PADA ulang tahun ke-43 Lampung Post, 10 Agustus 2017, dari sekian banyak karangan bunga ucapan selamat, terdapat satu karangan bunga berukuran besar dari bank komersial Tiongkok. Bank tersebut secara resmi belum buka cabang atau kantor pembantu di Bandar Lampung. Lampung Post juga (setahu saya) belum punya rekening di bank tersebut.
Bukan misterius, melainkan merupakan kehormatan bagi Lampung Post menerima ucapan selamat dari bank besar Tiongkok tersebut. Kita ucapkan terima kasih atas keramahan dan kemurahan hati pimpinan bank tersebut atas ucapan selamatnya.
Sebaliknya kita ucapkan selamat datang di Indonesia, lebih khusus lagi di Tanah Lado, Lampung. Kami yakin, bank tersebut hadir di Lampung dalam rangka mendukung pembangunan daerah ini, khususnya pembangunan infrastruktur yang memang tengah dahsyat dilakukan dengan membangun jalan tol (dan rel kereta api) trans-Sumatera, Bakauheni—Banda Aceh.
Kehadiran perusahaan-perusahaan besar Tiongkok di kawasan ASEAN untuk mendanai pembangunan infrastruktur, membangun jalan, jalur kereta api, pelabuhan, dan lain-lain mungkin bertepatan dengan kebutuhan. Bank Pembangunan Asia (ADB), menurut Bloomberg, Jumat (18/8/2017), mengestimasikan bahwa negara-negara berkembang di seluruh Asia harus menginvestasikan 26 triliun dolar AS guna membangun seluruh infrastruktur, mulai dari jaringan transportasi sampai sistem air bersih hingga 2030. (Kompas.com, 18/8/2017)
Tujuannya adalah menjaga momentum pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan menangkis perubahan iklim. Pada kondisi inilah peluang Tiongkok masuk.
Pada 2016, menurut Weiwen Ng, ekonom ANZ Banking Group di Singapura, Tiongkok menyumbang 14% dari total investasi di Thailand. Di Vietnam dan Indonesia masing-masing 8%. Kemudian di Malaysia 6% dari total investasi asing di sana.
Bagi Tiongkok, kesempatan menguasai infrastruktur di Asia Tenggara amat signifikan. Beberapa dari 10 negara ASEAN termasuk pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia, seperti Vietnam dan Filipina, rerata pertumbuhan ekonomi lebih dari 6%.
Dengan populasi ASEAN 620 juta orang dan nilai ekonomi 2,6 triliun dolar AS, potensi investasi di kawasan ini amat menggiurkan. Pada 2020, menurut prediksi forum ekonomi dunia, ASEAN bertengger pada posisi kelima ekonomi terbesar di dunia. ​
Meski demikian, Weiwen Ng mengingatkan ada peningkatan konsentrasi risiko ketika ASEAN sudah sangat terekspos pada Tiongkok melalui perdagangan dan gelombang pariwisata. ***
Selanjutnya.....

Media Sosial Memperparah Kesepian!

PENELITIAN atas 1.787 responden dari generasi milenial AS usia 19—32 tahun terkait penggunaan media sosial populer, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram menemukan seseorang yang merasa kesepian mencari teman di dunia maya tidak akan banyak terbantu menjadi dekat atau terhubung dengan orang lain. Makin lama ia menghabiskan waktu di media sosial, makin cenderung merasa terisolasi secara sosial.
Hasil penelitian University of Pittsburgh's Center for Research on Media, Technology and Health, itu tidak diduga peneliti ketika mereka memulai penelitian karena media sosial seharusnya membuat seseorang merasa terhubung dengan orang lain. "Kami benar-benar berharap media sosial akan memberikan setidaknya manfaat," kata peneliti utama Brian A Primack, direktur pusat penelitian tersebut. (Kompas.com, 9/3/2017)
Bahkan ketika peneliti menyimak faktor-faktor seperti status hubungan dan tingkat pendidikan, mereka menemukan bahwa orang yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam sehari cenderung dua kali merasa terisolasi secara sosial, dibandingkan yang waktu main di media sosialnya hanya 30 menit sehari. Mereka yang menggunakan platform media sosial sekitar 58 kali per minggu cenderung tiga kali merasa terisolasi dibandingkan mereka yang beraktivitas kurang dari sembilan kali.
Hasil penelitian ini yang membuktikan makin lama orang menggunakan media sosial akan makin kesepian atau terisolasi secara sosial, menambah banyak dimensi negatif media sosial. Penelitian lain menemukan media sosial memicu kecemasan. Penelitian lain lagi menemukan media sosial memicu amnesia digital, ketika orang yang mengikuti media sosial berjuang memilah fakta dan fiksi, hingga akhirnya tidak mampu memilah fakta dan fiksi bahkan terkait informasi jati diri sendiri yang ia unggah.
Selain itu masih banyak lagi hal negatif membelit media sosial, sehingga tak kepalang Presiden Jokowi berulang-ulang wanti-wanti untuk menghentikan penyebaran fitnah di media sosial, berita hoax maupun rekayasa informasi untuk mendiskreditkan pihak tertentu. Semua itu menjadikan media sosial tidak bisa dijadikan sumber informasi yang layak dipercaya. Informasi dari media sosial masih harus dikonfirmasi pada media arus utama yang cara mendapatkan informasi dan penyiarannya didasari kaidah etika dan moral.
Oleh karena itu, Primack melanjutkan studi bagaimana tepatnya masyarakat menggunakan media sosial untuk kehidupan yang lebih baik. ***
Selanjutnya.....

Media Sosial Picu Amnesia Digital!

ORANG yang sedang membaca media sosial otaknya berjuang keras memilah fakta dari fiksi, rekayasa, dan berbagai hoax lainnya. Ketika gagal membedakan antara fakta dan hoax dengan menganggap semua berita bohong itu fakta atau kebenaran, ia telah menderita sejenis penyakit jiwa baru, amnesia digital.
Seorang penderita amnesia digital bisa lupa identitas sejati setelah ia mengunggah data pribadi identitas dirinya dengan persona yang berbeda. Ia tidak bisa lagi membedakan fakta dan hoax, bahkan berita bohong dia yang ia ciptakan sendiri.
"Anda dapat mengubah fakta-fakta kehidupan sampai pada titik yang mungkin tidak lagi mengenal pengalaman nyata diri sendiri," ujar Richard Shery, seorang psikolog klinis yang sedang meneliti amnesia digital (Kompas.com, 10/3/2017).
Shery menjelaskan pada dasarnya, makin Anda memutar kenyataan di media sosial, makin otak berjuang untuk memisahkan fakta dan fiksi. Kamuflase pengguna media sosial akan membuat merasa tidak tenang dengan identitas mereka, yang pada gilirannya bisa menciptakan perasaan cemas dan tertekan.
"Setelah kebenaran terdistorsi, saya pikir ini bisa melukai harga diri dan dapat membuat orang merasa terputus dari diri mereka sendiri," ujar Shery.
Makin Anda berpikir bahwa media sosial sebagai kompetisi atau tempat ketika Anda harus melawan teman sendiri, makin besar kemungkinan Anda untuk mengalami konsekuensi kesehatan mental negatif.
Sebuah studi tentang Twitter dari Michigan State University, menemukan membaca info palsu di tweet orang lain bisa mengacaukan memori Anda sendiri. "Anda bisa lebih mempertahankan memori tentang informasi yang tidak akurat daripada informasi yang aktual," kata penulis penelitian, Kimberly Fenn. Melihat semua hal keren dari teman maya, bisa membuat hidup Anda lumpuh oleh perbandingan.
Atas semua itu, solusinya dari studi Cornell University yang menemukan Facebook benar-benar bisa mengangkat harga diri Anda. Kuncinya mengedit selektif dalam menampilkan diri di media sosial. Anda tampilkan yang terbaik dari diri Anda, karakteristik dan perincian kehidupan yang paling menarik, untuk dibagikan ke dunia.
Perbedaan penting di sini, kata Cornell, Anda tidak berbohong, tetapi hanya selektif. Dengan memoles profil daring Anda, juga sedang memompa diri sendiri untuk melihat hal-hal terbaik yang Anda miliki.
Untuk mencegah amnesia digital, mulai dari diri sendiri hanya share fakta yang benar. ***
Selanjutnya.....

Media Sosial Memicu Kecemasan!

MEDIA sosial yang menyebar beragam informasi ternyata memicu kecemasan. Itu hasil studi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) dalam masa Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dari 700 data pengguna yang dipakai untuk objek survei, "Yang menunjukkan kecemasan lebih tinggi adalah orang DKI dibandingkan non-DKI. Sebesar 62,5% dibandingkan 37,5%," kata Ketua PSKJI Jakarta dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ di Jakarta, Sabtu. (Kompas.com, 13/8/2017)
Survei PDSKJI dilakukan dengan pendekatan mirip studi American Psychological Association (APA) saat pemilihan presiden AS 2016. Dalam survei itu tim dokter bekerja sama dengan Selasar.com.
Instrumen survei menggunakan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) dengan 50 pertanyaan tertutup untuk mengukur tingkat kecemasan partisipan.
Menurut Nova, sebelum putaran pertama kecemasan partisipan terhadap kedua pasangan calon gubernur berkisar 50%. Menariknya, kecemasan paling tinggi sebesar 60,4% ditunjukkan partisipan yang tidak memilih (golput). Keadaan serupa juga terjadi menjelang putaran kedua.
Meskipun demikian, kecemasan tidak dialami para partisipan yang berasal dari partai politik. Hanya masyarakat awam yang cemas dalam pemilihan pimpinan Jakarta hingga 2022.
Partisipan yang aktif mencari informasi di media sosial dan yang tidak aktif mengalami kecemasan yang tak jauh berbeda, 57,4% dan 56,4%. "Media sosial kita, tidak kita cari pasti sampai (informasinya) sehingga akhirnya mencari atau tidak mencari kecemasannya sama," ujar Nova.
Soal topik yang menyebabkan kecemasan, "Yang paling ada di atas pikiran partisipan adalah isu ujaran kebencian. Tapi topik yang paling menimbulkan kecemasan adalah masalah ras 85,7%," ujar Nova.
Selain itu, konflik horizontal juga terjadi, pertemanan putus. Hasil survei partisipan yang kehilangan teman maupun tidak hampir sama, 51 orang kehilangan teman dengan kecemasan 66,7%.
Bisa dipahami, kecemasan bisa ditimbulkan media sosial yang telah merasuk sendi-sendi kehidupan. Apalagi media sosial memang dijadikan palagan (medan perang) urat saraf lewat ujaran kebencian, caci maki bahkan hasutan permusuhan. Itu karena pemuatan konten media sosial belum didasari ketentuan etika yang tegas, sedangkan UU ITE meski sanksinya berat tindakannya masih bersandar pada pengaduan. ​
Itu menyebabkan media sosial tidak bisa dijadikan sumber informasi yang tepercaya menggantikan media arus utama yang taat pada kaidah etika dan moral. ***
Selanjutnya.....

72 Tahun Tertinggal di Landasan!

SETELAH 72 tahun merdeka, Indonesia banyak kemajuan. Salah satunya pendapatan per kapita, sudah lama lepas landas meninggalkan low income country hingga banyak orang khawatir Indonesia masuk jebakan pendapatan menengah (midle income trap). Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis 6 Februari 2017 menyebut pendapatan per kapita kita Rp47,96 juta/tahun atau hampir Rp4 juta/bulan.
Namun, badan pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP) dalam rilis 22 Maret 2017 menyebut meski di Indonesia terjadi penurunan kemiskinan secara tajam dalam dua dekade terakhir, 140 juta warga masih hidup dengan konsumsi kurang dari Rp20 ribu per hari.
Artinya, masih jauh dari pendapatan rata-rata Rp4 juta per bulan, sehingga setelah 72 tahun merdeka, 140 juta orang Indonesia belum ikut tinggal landas ke negeri midle income, tetapi masih tertinggal di landasan low income. Demikianlah realitas Indonesia dilihat dari produk domestik bruto (PDB) 2016 sebesar Rp12.406,8 triliun.
Konsekuensinya, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang oleh UNDP disusun berdasar data 2015 berada pada 0,689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah dengan peringkat 113 dari 188 negara.
Peringkat 113 merupakan penurunan dari tahun sebelumnya peringkat 110, namun dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia sudah naik signifikan, 30,5%. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan pendapatan per kapita selama periode tersebut.
UNDP mengajak kita untuk fokus menangani mereka yang tertinggal (di landasan) tersebut, dengan varian kesenjangan penyebabnya. Namun, bila kesenjangan diperhitungkan, IPM Indonesia menurut UNDP turun 18,2% ke 0,563. Begitupun, kesenjangan pendidikan, harapan hidup saat lahir, pendapatan, dan gender di Indonesia masih lebih baik dari rata-rata Asia Timur dan Pasifik.
"Kita terlalu berfokus pada rata-rata nasional, yang sering menutupi variasi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat," kata Selim Jahan, penulis laporan UNDP. Untuk maju kita perlu meneliti lebih dekat siapa yang tertinggal dan mengapa?
Malangnya, sejauh 72 tahun merdeka, dalam retorika saja pun para pembuat kebijakan selalu melupakan mereka yang tertinggal di landasan. DPR, misalnya, fokusnya hanya pada rencana membangun gedung sendiri melulu. Dirgahayu Republik Indonesia! ***
Selanjutnya.....

Dampak Perang Nuklir AS-Korut!

SIFAT temperamental kedua pemimpin, Donald Trump dan Kim Jong Un, bisa membuat perang nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) menjadi kenyataan. Saat ini, kedua pihak sudah loaded, muatan senjata nuklirnya siap diluncurkan.
Korut mengancam akan meluncurkan peluru kendali balistik jarak menengah ke lokasi instalasi militer strategis AS di Guam, sebuah pulau AS di Pasifik. AFP mengutip berita itu dari kantor berita Pemerintah Korut, LCNA, Rabu (9/8/2017).
Ancaman tersebut muncul beberapa jam setelah Trump mengancam Pyongyang atas program nuklirnya. Juga setelah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru terhadap Korut terkait pengembangan senjata nuklirnya.
Korut mengaku akan meluncurkan rudal ke Guam dengan roket balistik strategis jarak menengah, Kwasong-12. Peluncuran segera dilakukan setelah Kim Jong Un, komandan tertinggi kekuatan nuklir Korut, memerintahkannya. (Kompas.com, 9/8)
DK PBB dengan suara bulat pekan lalu menyetujui resolusi sanksi atas senjata nuklir berupa melarang ekspor Korut dan membatasi investasi di negeri itu. Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, menyebut sanksi itu paling keras dalam satu generasi. Namun, Korut mengecam resolusi DK PBB itu dan menegaskan tidak membuka pintu negosiasi terkait program pengembangan senjata nuklir sekalipun diancam AS.
Atas ancaman terakhir serangan nuklir Korut itu, Trump menyatakan Korut bakal sangat menyesal jika benar-benar berani menyerang AS. "Solusi militer sekarang sudah siap, terkunci dan terisi muatan, jika Korut bertindak secara tidak bijaksana," tulis Trump di Twitter, Jumat (11/8/2017)
Jika perang nuklir AS-Korut tidak terbendung, para ekonom menyebut Indonesia akan terdampak. Menurut ekonom UI, Rofikoh Rokhim, pasar modal dan pasar uang akan sangat terkena dampaknya. Ekonom Center of Reform on Ekonomic (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan perang itu akan mengganggu keamanan hingga keamanan aktivitas perdagangan. (Kontan, 11/8/2017)
"Karena seluruh dunia kan acuannya AS, jadi pasti berdampak," ujar Rofikoh.
Perdagangan Indonesia akan sangat terpengaruh kondisi perang. Sebab, penanaman modal asing (PMA) AS ke Indonesia besar, posisi keempat setelah Singapura, Jepang, dan Tiongkok.
"Perdagangan dunia selalu mengaca kepada Wall Street dan mata uang kuat pun masih dolar," ujar Rofikoh. Oleh karena itu, Indonesia sebagai sahabat kedua negara yang bertikai harus cepat menengahi konfliknya dan mencegah perang. Indonesia bisa! ***
Selanjutnya.....

Disorot, Peran Inspektorat Daerah!

SEJAK kepala Inspektorat Daerah Pamekasan, Jawa Timur, kena OTT KPK sebagai inisiator suap ke jaksa terkait kasus korupsi dana desa, peran Inspektorat daerah secara nasional jadi sorotan. Betapa, akibat tidak efektifnya kontrol Inspektorat daerah dalam pengelolaan uang negara di daerah, terjadi banyak kebocoran sehingga tujuan penggelontoran dana besar-besaran ke daerah tidak tercapai.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, setiap tahun Pemerintah Pusat menggelontorkan lebih dari Rp700 triliun dana ke daerah dan desa. Namun, ia mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah dan pejabat desa. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin bukannya turun, namun justru bertambah (Kompas.com, 11/8/2017).
"Kami sudah kasih subsidi beras sejahtera, cash transfer, pupuk, benih, kami kasih desanya (melalui dana desa) masak enggak turun (angka) kemiskinan, itu duitnya menguap atau bagaimana?" tukas Sri Mulyani. Tahun ini dana transfer daerah mencapai Rp764.triliun, termasuk alokasi dana desa Rp60 triliun. Tahun lalu bahkan Rp776 triliun.
Alokasi dana desa Rp60 triliun untuk 72 ribu desa, rata-rata per desa menerima sekitar Rp800 jutaan. Sri Mulyani mempertanyakan apakah hasilnya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat? Nyatanya data BPS menyebutkan jumlah orang miskin pada Maret 2017 mencapai 27,7 juta orang, lebih banyak dari September 2014 (Jokowi-JK dilantik 20 Oktober 2014) sebanyak 27,3 juta orang.
Celakanya, kepala Inspektorat daerah yang fungsinya mengawasi pengelolaan dana transfer ke daerah itu, di kasus Pamekasan justru jadi inisiator bancakan dana desa. Tak kepalang pula, ia seret kepala daerah jadi penganjur suap. Itu terjadi karena Inspektorat daerah secara struktural bawahan kepala daerah, sehingga tidak efektif melakukan pengawasan terhadap atasannya yang mengelola anggaran.
Karena itu, berkembang wacana agar secara fungsional Inspektorat daerah bersifat vertikal, pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab ke pusat. Orangnya bisa saja pegawai daerah, tapi operasionalnya di bawah kendali pusat. Dengan begitu, Inspektorat tidak menghamba pada kepentingan kepala daerah dan jajaran elitenya.
Secara keorganisasian wacana itu ruwet kecuali Inspektorat Kemendagri membentuk struktur tersendiri seperti Dirjen Pajak. Apalagi, kalau pejabat lokal yang direkrut, sukar dijamin bukan bagian dari jaringan kepentingan elite lokal. Jadi, masalah ini pelik. ***
Selanjutnya.....

HUT Lampost dan Skenario Kiamat Media Cetak!

HUT ke-43 harian Lampung Post diperingati pada Kamis (10/8/2017). Suasana mawas diri dengan wanti-wanti kalangan pimpinan kepada jajaran sejawatnya untuk terus kreatif kalau tidak mau ditelan skenario kiamat media cetak yang sudah mengalun lebih dari satu dekade. Meski, optimisme untuk tetap mampu bertahan melawan arus zaman tetap binar.
Salah satu versi skenario kiamat media cetak dikemukakan Presiden Jokowi pada kuliah umum di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Kamis (22/6/2017). Generasi X (kini berusia di atas 35), kata Jokowi, masih mau membeli koran dan baca koran secara urut dari halaman pertama sampai terakhir.
Kemudian generasi Y (lahir 1981—1994) dan generasi Z (lahir setelah 1995) mana mau beli koran. Mereka tidak perlu media cetak karena cukup mencari (search) berita di telepon seluler (ponsel) pintarnya. Mereka juga tidak minat dengan urutan berita yang disajikan media. Generasi Y dan Z tahu apa yang mereka mau.
Generasi X, lanjutnya, masih setia menyimak televisi dan duduk manis di jam-jam tertentu menunggu tayangan kesukaannya muncul. Sebaliknya, generasi Y dan Z tidak butuh televisi, apalagi disuruh menantikan tayangan demi tayangan, kecuali siaran langsung sepak bola atau sejenisnya. Semua bisa mereka tonton di internet, baik via YouTube, televisi streaming, dan media massa sejenis.
Jokowi menilai stasiun-stasiun televisi yang besar-besar itu akan mati, digantikan dengan anak-anak muda yang dengan kamera sederhana dari ruang indekosnya membuat monolog yang lucu-lucu untuk diunggah ke YouTube dengan penonton jutaan orang.
"Mereka generasi Y dan Z yang akan mengubah landscape politik dan landscape ekonomi nasional. Lihat nanti lima atau 10 tahun ke depan akan berubah semuanya," ujar Jokowi, seperti dikutip Wina Armada (Antara, 8/8/2017)
Skenario kiamat media cetak dan konvensional itu mengandalkan eksekutornya, internet, dengan sistem broadband (jutaan sumber melayani satu audiens, kebalikan dari broadcast satu sumber mendikte jutaan audiens). Muatan atau isi pesannya bersifat umum dan retoris mengemban misi dan kepentingan produser pesan. Ini bisa membuat audiens terasing di samudera informasi klise.
Dalam kondisi itu, media cetak bisa mengekspresikan keunikan serta kepentingan spesifik audiens, mendampingi dan mengadvokasinya menghadapi tekanan jutaan sumber yang membuat dirinya terasing di tengah kebisingan. Media cetak bertahan sebagai ekspresi perjuangan audiens melawan klise. ***
Selanjutnya.....

Misteri Shifting Kelas Menengah!

TIGA hari setelah rilis BPS ekonomi kuartal II 2017 tumbuh 5,01%, Rabu (9/8/2017), Gubernur BI Agus Martowardojo bahkan Presiden Jokowi masih bicara soal shifting, peralihan budaya masyarakat baik dalam menahan belanja konsumsi maupun beralih dari swalayan dan ritel ke online.
Meski tidak membantah konsumsi rumah tangga tetap tumbuh dari kuartal I 2017 sebesar 4,94% menjadi 4,95% pada kuartal II, Agus menekankan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat dari 5,18% pada periode sama tahun lalu. (Kompas.com, 9/8/2017)
Misteri pelambatan itu telah dijawab Kepala BPS Suhariyanto, yakni turunnya secara signifikan transaksi debet, yang berarti kelompok masyarakat kelas menengah atas menahan konsumsinya. Dana yang ditahan dari konsumsi itu mengalir ke tabungan bank sehingga dana pihak ketiga (DPK) di bank-bank besar naik lebih 10% setiap semester.
Berapa besarkah nilai absolut shifting kelas menengah atas yang memperlambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 5,18% menjadi 4,95% atau melambat 0,23% dari PDB itu. Dengan total PDB kuartal II 2017 sebesar Rp2.470 triliun, berarti setiap 1% PDB Rp24,7 triliun, nilai 0,23% dana shifting itu sedikitnya Rp8 triliun. Tapi, jumlah pastinya ada pada jumlah penurunan yang terjadi pada transaksi debet.
Jumlah penurunan transaksi debet yang terlihat signifikan oleh BPS itu pasti sangatlah besar karena hal itu terjadi justru di tengah booming transaksi debet oleh shifting belanja masyarakat dari swalayan, ritel, dan pasar konvensional lainnya ke online, seperti disebut Presiden Joko Widodo di Solo. Nilai awal booming transaksi online itu, menurut perkiraan BI sekitar 4 miliar—8 miliar dolar AS (Kompas, 4/8/2017), dengan kurs Rp13.300/dolar AS antara Rp53,2 triliun sampai Rp106,4 triliun.
Nilai shifting yang cukup untuk membuat swalayan, ritel, dan pasar konvensional lainnya merasa terpukul dan layak menjadi perhatian Presiden. Betapa, nilainya tak jauh dari perolehan amnesti pajak yang dilakukan secara ambisius.
Konon lagi kalau nilai tersebut juga tertelan shifting kelas menengah atas yang menahan konsumsinya, layaklah kalau Presiden Jokowi berpesan khusus di Kongres Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS) agar menyoroti perkembangan pola konsumsi masyarakat yang mulai beralih menggunakan kemudahan online. Menurut Jokowi, ini tantangan bagi ahli ilmu sosial dan ekonomi untuk mencari cara agar tak jauh tertinggal dari negara lain. ***
Selanjutnya.....

Target Pertumbuhan APBN-P 5,2%!

PEMERINTAH terhenyak dengan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 hanya 5,01%, jauh dari harapan dibanding dengan periode sama tahun lalu 5,18%. Dengan target pertumbuhan APBN-P 2017 sebesar 5,2%, andai kuartal II itu tumbuh seperti tahun lalu, sudah amat dekat dengan target. Tapi realisasinya hanya 5,01%, harus kerja keras mencapainya pada semester II.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan ekonomi jilid XVI yang akan dirilis pekan depan. Fokusnya mendorong investasi sebagai andalan pertumbuhan semester II 2017.
Pilihan fokus kebijakan itu mengacu tren pertumbuhan pada kuartal II 2017, dengan pertumbuhan investasi 5,35%, kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) mencapai 31,2%, peringkat kedua setelah konsumsi rumah tangga 55,6%.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan dengan kebijakan paket jilid XVI itu investasi didorong tumbuh hingga 5,8%. (Kompas.com, 9/8/2017)
Paket XVI yang disebut Darmin kebijakan ekonomi besar-besaran itu, intinya merespons banyak keluhan investor atas berbagai masalah investasi meski sudah ada sejumlah paket kebijakan. Oleh karena itu, paket ini bukan hanya menyangkut pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah.
Ironisnya, hambatan investasi di pemerintahan daerah sudah menjadi keluhan Presiden Jokowi sejak awal berkuasa. Terutama, hambatan oleh ribuan perda yang tidak ramah investasi, sedangkan akhir kisahnya justru antiklimaks, langkah Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan perda-perda antiinvestasi tersebut terhenti oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), berdasar gugatan dari asosiasi pemerintahan kabupaten. Masalahnya kemudian, apakah tembok hukum putusan MK itu bisa diterobos dengan paket kebijakan ekonomi jilid XVI?
Optimisme putusan hukum MK itu bisa diterobos tentu boleh-boleh saja. Tapi bahwa perda-perda antiinvestasi itu berakar pada belitan kepentingan elite lokal untuk menjaga dan memelihara privilege (hak-hak istimewa) mereka dalam jaringan kekuasaan yang ada, sifatnya yang melembaga sudah dibuktikan dengan justifikasi MK, terobosan-terobosan di luar dimensi hukum diperkirakan sulit di berhasil lapangan (daerah).
Jadi, harus melalui sistem politik mencairkan tembok-tembok perda tersebut melalui revisi perdanya. Hanya dengan pendekatan kekuasaan menabrak-nabrak perda di daerah, sulit dibayangkan akan mendapat dukungan di daerah. Apalagi yang nongol investor, dihadapkan pada elite daerah yang punya dasar hukum kuat, putusan MK. ***
Selanjutnya.....

Meski Konsumsi Pemerintah Jeblok!

PERTUMBUHAN ekonomi kuartal II 2017 bertahan pada 5,01%, sama dengan kuartal I, meski konsumsi pemerintah jeblok hanya Rp183 triliun, minus 1,93% dibanding periode sama tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat itu akibat belanja barang turun 7,11% dan belanja negara minus 0,44%.
Kemampuan ekonomi bertahan tumbuh pada 5,01% pada kuartal II 2017 itu, meski konsumsi pemerintah jeblok, berkat ditopang konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 4,95%, investasi 5,35%, ekspor 3,36%, lembaga nonprofit 8,46%, dan impor 0,55% (Kompas.com, 7/8/2017).
Konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan amat tipis 0,01% dari triwulan sebelumnya 4,94% terjadi secara muskil karena kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto sebenarnya pada kuartal II 2017 itu mengalami penurunan signifikan menjadi 55,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 56,96%.
Hal itu terjadi akibat proses shifting, peralihan pola arus uang, yang menurut Kepala BPS Suhariyanto, kelompok masyarakat menengah atas menahan uangnya tidak membelanjakan ke konsumsi, diketahui dari turunnya secara signifikan transaksi debet (belanja pakai kartu yang telah menjadi kebiasaan warga kelas menengah atas), dan mengalihkan uangnya ke simpanan di bank.
Hal itu terlihat pada dana pihak ketiga (DPK) bank-bank besar yang sejak semester pertama tahun lalu mencatat kenaikan signifikan. BRI naik 12%, Bank Mandiri naik 10%, dan BCA tumbuh 16,7%. DPK ini pada gilirannya mengalir menjadi investasi pembangunan fisik maupun nonfisik, memperbesar skala investasi dalam PDB, juga skala pertumbuhan ekspor dan lembaga nonprofit, semua itu mengurangi porsi kontribusi belanja rumah tangga dalam PDB yang juga bertambah besar.
Namun, meski porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB turun akibat shifting kelompok masyarakat menengah atas itu, belanja kelompok menengah dan bawah secara kuantitatif terbukti masih mampu meningkatkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2017 meski hanya 0,01%.
Laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2017 itu memperkuat asumsi kalangan ekonom yang melihat merosotnya penjualan di jaringan factory outlet (FO), mal-mal dan pasar modern lainnya bukan semata akibat turunnya daya beli, tapi juga karena terjadinya shifting terkait perubahan gaya hidup yang pesat.
Perubahan yang didorong oleh shifting atau peralihan gaya hidup itu masih akan merebak ke berbagai bidang kehidupan, menjadi sumbu-sumbu kejutan baru lagi. ***
Selanjutnya.....

Pemantapan Pancasila di Istana!

KEPALA Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif menyatakan 11—12 Agustus 2017 ini mengumpulkan mahasiswa dari seluruh Indonesia di Istana Bogor untuk acara pemantapan Pancasila. Untuk kegiatan ini, UKP-PIP bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. "Mahasiswa itu dikumpulkan untuk mengalami proses penguatan nilai-nilai Pancasila," ujar Yudi. (Kompas.com, 3/8/2017).
Untuk penguatan nilai Pancasila pada acara tersebut dibuat kekinian. Misalnya berbentuk penayangan film, permainan, hingga diskusi. "Kami harapkan sehingga belajar Pancasila itu menjadi suatu yang menyenangkan," ujar Yudi.
Acara pemantapan Pancasila ini akan dibuat berkelanjutan. Berikutnya digelar di Jakarta Convention Center (JCC), 21—22 Agustus 2017.
Pemilihan tempat untuk memulai pemantapan Pancasila di Istana Bogor tepat, selain karena lokasinya tenang hingga peserta bisa fokus dan konsentrasi, Istana Bogor juga merupakan tempat pertama Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamal Pancasila (P-4) yang waktu itu diberikan langsung Presiden Soeharto kepada para peserta calon Menggala. Jadi, sejarah sosialisasi Pancasila nyambung di tempat tersebut.
Untuk pilihan peserta pertama sosialisasi Pancasila kali ini mahasiswa juga tepat, karena mahasiswa merupakan barisan elite masa depan bangsa. Dengan demikian, pengalaman kesalahan implementasi Pancasila dalam kehidupan bernegara bangsa tak perlu terulang di masa depan.
Pengalaman kesalahan implementasi itu seperti yang dikemukakan Ketua Badan Pengkajian Pancasila Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Sadono, ditemukan banyak Undang-Undang yang bertentangan dengan Pancasila (Viva.co.id, 20/8/2015). "Ada lisnya undang-undang yang tidak merujuk Pancasila harus direvisi," ujar Bambang Sadono.
Dengan pemantapan Pancasila sedemikian relevan bagi masa depan bangsa yang semakin penuh tantangan, dengan metode apa pun pemantapan itu harus mampu menanamkan Pancasila simultan pada warga bangsa masa depan secara kognitif (menguasainya sebagai pengetahuan), afektif (menjadi landasan sikapnya), psikomotorik (mendorong pengaktualan dalam perilakunya), hingga Pancasila mendarah-daging dalam dirinya menjadi naluri atau insting kedua yang sublim, tercerahkan.
Tanpa mencapai proses capacity building yang simultan dimaksud, pemantapan semacam hanya akan menjadi ornamen kekuasaan, mengulang indoktrinasi Orde Lama atau Penataran P-4 Orde Baru. ***
Selanjutnya.....

Solidaritas Buat Pria Dibakar Massa!

DI Car Free Fay Kota Bekasi, Minggu (6/8/2017), digelar aksi solidaritas terhadap MA, seorang pria yang tewas dibakar massa di Pasar Muara Bakti, Selasa (1/8/2017), karena dituduh mencuri amplifier Musala Al Hidayah, Desa Huripjaya, Kabupaten Bekasi. Warga yang tidak setuju dengan perlakuan main hakim sendiri itu tanda tangan di sebuah banner tanda simpati dan memberi semangat keluarga MA.
Sehari sebelumnya, Sabtu (5/8/2017), LAZIS Nahdlatul Ulama (NU) setempat telah menyampaikan bantuan kepada istri korban, Siti Zubaidah (25), yang sedang mengandung anak kedua. Anak pertamanya usia empat tahun. “Kami memberikan santunan berupa uang tunai, perlengkapan salat, sepeda buat anaknya, dan akan diberikan beasiswa," ujar Direktur Penyaluran LAZIS NU, Slamet Tuhari. (Kompas.com, 5—6/8/2017)
Banyak warga menyesalkan tindakan massa memukuli dan kemudian membakar MA hidup-hidup sampai tewas tanpa kepastian perbuatannya mencuri amplifier, hanya karena korban mampir salat asar di musala itu, di bagasi sepeda motornya ada amplifier, saat kebetulan amplifier musala itu hilang. Padahal, menurut istrinya, pekerjaan korban memang mencari dengan membeli amplifier rusak untuk dia betulkan lalu dijual kembali.
Menurut saksi mata, waktu ia dipukuli massa, ia berteriak menyatakan bahwa ia tidak mencuri amplifier yang dibawanya, tetapi massa yang menggebukinya menyergah, "Mana ada pencuri mengaku!"
Atas adanya saksi mata yang meragukan MA yang hanya mampir salat asar itu mencuri amplifier, serta sebenarnya banyak yang berusaha mencegah tindakan main hakim sendiri itu, tetapi kalah banyak dengan yang brutal, banyak warga yang menyesalkan tindakan main hakim sendiri tersebut. Bahkan, para peserta aksi solidaritas itu mendesak polisi mengusut pelaku yang membakar MA.
"Saya menyuarakan agar keadilan bisa ditegakkan, pelakunya (pembakaran MA) bisa ditangkap dan dihukum," ujar Mery (28), warga yang ikut aksi solidaritas.
Aksi solidaritas terhadap tersangka pencuri yang tewas dibakar massa ini mungkin layak disimak. Sebab, selama ini, banyak tersangka pencuri yang tewas dihakimi dan dibakar massa, tidak dipedulikan orang tanpa kecuali belum ada kepastian si tersangka bersalah secara hukum.
Oleh karena itu, aksi solidaritas ini diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak lagi main hakim sendiri. Tentu, tindakan tegas yang berwajib kepada setiap yang main hakim sendiri penting, agar tak acap nyawa melayang tanpa jelas masalahnya. ***
Selanjutnya.....

Soal Anomali Ekonomi Indonesia!

MULANYA tabloid Kontan (27/7/2017) menulis gejala anomali ekonomi Indonesia. Intinya, sejumlah indikator makroekonomi seperti nilai tukar rupiah, inflasi, dan pasar modal menunjukkan perbaikan. Namun, di sisi lain, mikro, sektor riil, industri, dan daya beli lesu.
Tulisan itu disusul tulisan Renald Kasali yang beredar di WhatsApp, Minggu (30/7/2017), tentang shifting (peralihan) geliat ekonomi dari konvensional ke daring, maupun peralihan versi lain seperti penjualan motor turun tapi penjualan mobil naik, di bawah judul, "Daya Beli Terpuruk, Tetapi Jalan Semakin Macet."
Intinya, berbagai dimensi perekonomian konvensional menurun oleh perubahan gaya hidup masyarakat. Itu justru bertolak dari penurunan penjualan jaringan factory outlet (FO) yang diakui pelaku usaha utamanya akibat perubahan gaya hidup, hingga dia pun mulai beralih usaha ke bidang pariwisata.
Tren anomali perekonomian akibat terjadinya shifting itu, menurut Renald dan kelompok kajian Rumah Perubahan yang diasuhnya, justru baru memasuki tahap awal. Kata kuncinya diberi Renald dengan mengutip ucapan raja bisnis FO Perry Tristianto, "Sulit. Tahun lalu saja sudah susah, tahun ini lebih susah lagi. Dan tahun depan saya yakin akan semakin susah..." Pada ujungnya Perry mengatakan, "Semakin susah bagi kita tak mau berubah!"
Gejala anomali perekonomian ini, tak kepalang juga dikaji Bank Indonesia (BI), yang pada tahap awal ini peralihan dari konvensional ke daring masih sekitar 8 miliar dolar AS, tapi mungkin ada beberapa lapangan usaha di tengah—yang dulu bisa memberikan nilai tambah—akan hilang. (Kompas, 4/8/2017)
Cara PT IBU membeli gabah langsung kepada petani dengan harga Rp5.000/kg, jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.700, memang bisa mematikan perantara di tengahnya selama ini. Shifting PT IBU itu mengagetkan, akhirnya diancam pidana kecurangan mematikan usaha di mata rantai perdagangan.
Tapi langkah bisnis PT IBU itu hanya satu dari banyak shifting dalam perubahan pola bisnis di balik gejala anomali perekonomian secara umum. BI tampak lebih fair menyimak gejala di balik anomali perekonomian, tak langsung menyalahkan suatu pihak atas adanya korban akibat perubahan.
Di tengah perubahan yang amat cepat, adanya korban perubahan tidak harus menyalahkan pihak tertentu dan menjadikannya korban salah tindak penguasa. Padahal di balik itu, petani diuntungkan dengan pembelian langsung gabahnya seharga Rp5.000/kg, dibanding HPP cuma Rp3.700. ***
Selanjutnya.....

Bupati dan Kajari Tersengat Dana Desa!

KOMISI Pemberantasan Korupsi, dari operasi tangkap tangan bancakan dana desa di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Rabu (2/8/2017), membawa lima tersangka ke Jakarta, antara lain Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, serta barang bukti uang suap dari pihak pemda ke kejaksaan Rp250 juta.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan dalam kasus ini Kepala Kejari diduga menerima suap Rp250 juta dari para pejabat di Pemkab Pamekasan. Suap tersebut untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa. (Kompas.com, 2/8/2017)
Terlapor kasus korupsinya Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi. Dalam upaya menghentikan penyidikan dan menyuap jaksa, Agus dan Kepala Inspektorat Kabupaten, Sucipto Utomo, berkoordinasi dengan Achmad Syafii.
"Ini dilaporkan kepada Bupati, dan Bupati dengan Kepala Inspektorat mengatakan bahwa kasus ini harus diamankan, agar jangan sampai terdengar ribut-ribut soal dana desa," kata Syarif.
Menurut Syarif, Achmad Syafii tidak hanya menganjurkan upaya penyuapan jaksa. Ia juga ikut berkoordinasi untuk menurunkan angka yang disepakati sebesar Rp250 juta. Namun, Kepala Kejari menolak menurunkan angka yang telah disepakati.
Achmad Syafii ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan sebagai pihak pemberi suap atau orang yang menganjurkan suap.
Awalnya, sejumlah LSM melaporkan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi, ke Kejari atas dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai Rp100 juta yang menggunakan dana desa.
Dilaporkan LSM ke jaksa, Agus ketakutan dan berupaya menghentikan proses hukum. Ia berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat, yang kemudian membicarakannya kepada Bupati. Selain Bupati dan Kajari, tersangka lain adalah Kepala Inspektorat, Agus Mulyadi, dan Kabag Administrasi Inspektorat Noer Solehoddin, yang kena OTT dengan uang Rp250 juta di rumah Kajari.
Kasus ini layak jadi peringatan bagi banyak pihak terkait dana desa. Untuk proyek desa senilai Rp100 juta, korbannya seorang bupati hanya karena ia tidak ingin ada ribut-ribut kasus dana desa.
Terbaik pengelolaan proyek desa adalah model pokmas yang diterapkan Unila di Tulangbawang. Pokmas (kelompok masyarakat) menangani dana dan proyek desa sejak penentuan secara demokratis apa yang dibangun sampai proyek selesai, sehingga kecil peluang penyimpangan. Kepala desa, camat, serta pejabat di atasnya jadi pengarah dan pengawas, jauh dari sengat dana desa. ***
Selanjutnya.....

Pengelolaan Dana Haji lewat PP!

UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menetapkan pada Pasal 51, "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah." Jika kini belum ada peraturan pemerintah (PP) dimaksud, berarti selama ini pengelolaan dana haji yang terakhir berjumlah Rp92,5 triliun itu dilakukan secara improvisasi—meski mengacu UU.
Oleh karena itu, polemik apakah dana haji bisa diinvestasikan untuk membangun infrastruktur, ditentukan PP yang diamanatkan UU tersebut.
Pasal 51 itu bagian dari Bab V, tata cara pengelolaan keuangan haji, yang terdiri dari Pasal 45, 46, 47, 48, 49, 50, dan 51.
Pasal 45 menyangkut kewajiban Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyusun rencana strategis untuk jangka waktu lima tahun. Lalu berdasar rencana strategis itu BPKH menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan. Rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan itu harus mendapat persetujuan dari DPR.
Pasal 46, keuangan haji wajib dikelola di bank umum syariah serta dapat ditempatkan atau diinvestasikan. Dalam melakukan penempatan atau investasi harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Pasal 47, BPKH wajib menyediakan keuangan haji setara dua kali kebutuhan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Pasal 48, penempatan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan/atau investasi keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah.
Bunyi Pasal 48 Ayat (3) itu mirip dengan bunyi Pasal 51. Bedanya, di Pasal 48 mengangkut ketentuan penempatan dan/atau investasi keuangan haji yang harus diatur dengan PP, sedang pada Pasal 51 menyangkut tata cara pengelolaan keuangan haji.
Dari petikan sejumlah pasal UU No. 34/2014, tampak pengelolaan keuangan haji sejak perencanaan strategis sampai rencana kerja dan anggaran tahunan, harus melalui persetujuan DPR. Dana haji bisa ditempatkan atau diinvestasikan tentu sesuai rencana yang telah disetujui DPR, serta sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Lebih dari itu, ketentuan penempatan atau investasi dan tata cara pengelolaannya harus dengan PP.
Jelas, pengelolaan dana haji dikontrol ketat sehingga masyarakat tak perlu cemas disimpangkan kepentingan tertentu. ***
Selanjutnya.....

RI 72 Tahun, Sukses Impor Garam!

PERINGATAN 72 tahun kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dirayakan dengan datangnya 75 ribu ton garam impor dari Australia di sejumlah pelabuhan negeri berpantai terpanjang di dunia ini. Garam impor asal Australia ini disambut gembira rakyat Indonesia karena selain warnanya putih dan kristalnya berkilau, rasanya juga sesuai selera universal rakyat Indonesia yang telah berkemajuan.
Atas sukses impor garam sepanjang 72 tahun Indonesia merdeka, penghargaan layak diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membawahi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, yang telah berhasil mengeksplorasi ruang laut cukup jauh, hingga ke Australia. Lebih lagi karena Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP telah memastikan rencana masuk impor garam dalam rangka merayakan HUT RI itu pada 10 Agustus 2017.
Impor garam itu bagian dari kecenderungan rakyat Indonesia yang setelah 72 tahun merdeka makin xenolatri—menggandrungi yang serbaasing. Dari mobil dan sepeda motor yang belum satu pun merek buatan sendiri, dari jam tangan, telepon seluler, sampai peniti pun semua impor. Sejauh ini yang dibanggakan sebagai produksi dalam negeri selain panci mungkin barang sejenis cungkil gigi dan korek kuping.
Kembali ke impor garam, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya, di Jakarta, Selasa (1/8/2017), menyatakan impor garam dilakukan pemerintah menyusul lonjakan harga garam. Lonjakan harga garam itu terjadi akibat kelangkaan garam di pasar.
Saat ini, tutur Brahmantya, kebutuhan garam konsumsi mencapai 4 juta ton per tahun. Produksi oleh petani garam hanya mencapai 2,5 juta ton per tahun dan 500 ribu ton dari PT Garam. (Kompas.com, 1/8/2017)
Berarti dalam keadaan normal kekurangan yang harus ditutup dengan impor sekitar 1 juta ton garam. Perkiraan itu bisa meleset dan pasar kelangkaan garam, tutur Brahmantya, karena adanya kendala produksi garam petani. Masalah utamanya musim. Bila curah hujan tinggi, proses produksi garam bisa jadi terganggu dan tidak optimal.
Namun, garam hanyalah salah satu kebutuhan pokok rakyat yang masih harus diimpor dalam bilangan jutaan ton per tahun. Kebutuhan pokok lainnya yang diimpor adalah gandum (8,10 juta ton/tahun), kedelai (2 juta ton/tahun), gula (3,2 juta ton/tahun), plus 600 ribu ekor sapi potong/tahun dan daging beku sesuai dengan kuota impor dari pemerintah.
Jadi, soal impor kebutuhan pokok rakyat itu tradisi bagi bangsa yang xenolatri. ***
Selanjutnya.....

Tiran, Menjadikan Dirinya Hukum!

TIRAN berkomitmen membangun pipa air, dinding kota, kuil, dan sebagainya. Tiran Yunani berkuasa dengan menggunakan prajurit sewaan dari luar daerah kekuasaannya. (Wikipedia: tiran)
Dengan pembangunan fisik sebagai legitimasi dan prajurit (orang-orang) bayaran dari luar struktur pemerintahan untuk mengamankan dan mencapai tujuan-tujuan kekuasaannya itu, sejak era Hippias, tiran mempraktikkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Kota Athena, yang memerintah secara brutal dalam arti tidak peduli dan tidak menaati hukum karena dalam sepak terjang kekuasaannya menjadikan dia sebagai hukum, berada di atas kepentingan rakyat banyak.
Cerita kekuasaan tiran itu berasal dari sejarah Yunani kuno, sebelum lahir putra-putra terbaik negerinya, seperti Solon, Socrates, Plato, Aristoteles, dan lainnya yang menghasilkan pemikiran tentang demokrasi yang berkembang hingga kini.
Namun, sepanjang sejarah selalu saja muncul gagasan atau tindakan peniruan terhadap model tiran, dari bentuk awalnya menjadikan proyek-proyek fisik sebagai legitimasi kekuasaan untuk kemudian kekuasaannya menjadi tiran yang menempatkan dirinya di atas hukum, tak peduli dan tak mau menaati hukum karena merasa dirinya adalah hukum. Untuk mencapai ke tingkat tiran seperti itu, sering penguasa menggalang dukungan dari barisan "prajurit bayaran" dari luar struktur pemerintahan dengan menghimpun kekuatan-kekuatan masyarakat yang memiliki sikap cenderung fasis. Banyak contoh legendaris tentang penguasa tiran yang mengeksploitasi barisan pendukung fasis, dari Mussolini, Hitler, sampai para penguasa komunis Eropa Timur dengan barisan intel pengaman kekuasaan yang sadis.
Sepanjang perjalanan sejarah, sering rakyat suatu negeri secara tidak sadar terjerumus ke bawah penguasa tiran, akibat tak mampu melawan arus besar perubahan yang dibawa elite negerinya ke arah tersebut. Itu yang terjadi pada rakyat Italia, Jerman, dan Eropa Timur sebelum terjebak di bawah penguasa tiran negerinya.
Tapi setelah penderitaan panjang, akhirnya rakyat menyadari buruknya penguasa tiran sehingga secara rahasia bergerak membangun barisan arus balik keluar dari kekuasaan tiran. Rakyat Eropa Timur pun akhirnya berhasil menumbangkan penguasa tiran yang telah empat dekade mencengkeram negeri mereka.
Sejarah adalah guru yang bijaksana. Warga suatu negeri dituntut untuk selalu belajar dari sejarah agar tidak tertindas kekuasaan tiran justru akibat pilihan sendiri. ***
Selanjutnya.....

Peralihan Gaya Hidup Vs Daya Beli!

SEJAWAT kerja sekantor yang selama ini naik sepeda motor banyak yang beralih memakai mobil. Ada yang mobil bekas, banyak pula yang mobil baru. Jumlah mereka sudah lebih dari 10 hanya di sekitar sejawat kerja saya, hingga gejala peralihan gaya hidup tersebut sudah bisa disebut masif.
Peralihan gaya hidup itu bisa disebut masif karena juga terlihat dalam skala nasional, yakni penjualan sepeda motor pada semester I 2017 turun 8,8% dari periode sama tahun lalu, menjadi 2.700.546 unit (detik.oto, 18/7/2017).
Sementara pengamat menyebut penurunan penjualan sepeda motor yang signifikan itu sebagai penurunan daya beli. Maka, orang-orang heboh ikut bicara kemerosotan daya beli. Namun, kalau dilihat dari peralihan gaya hidup sejawat kerja tadi, penurunan daya beli jelas keliru.
Apalagi, kalau para sejawat tadi saat beralih dari sepeda motor justru menambah banyak uang untuk mencukupi down payment (DP) pembelian mobilnya, jadi yang nyata terjadi sebenarnya justru peningkatan daya beli, hanya subjek yang dibelinya beralih dari sepeda motor ke mobil.
Hal ini tentu harus dikonfirmasi ke data penjualan mobil. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada semester I 2017 terjadi kenaikan penjualan mobil 0,41% dibanding dengan periode sama tahun lalu (Kompas.com, 22/7/2017).
Peningkatan penjualan mobil baru 0,41% itu relevan dalam mengakomodasi peralihan gaya hidup kelompok yang meningkat daya belinya hingga meninggalkan sepeda motor yang 8,8% itu, karena sebagian mereka membeli mobil bekas. Bahkan, tidak kepalang, diler sejumlah merek mobil sekarang juga berbisnis mobil bekas dengan pola trade-in.
Trade-in maksudnya orang yang sudah punya mobil ingin menukarnya dengan mobil baru, datang ke diler menjadikan mobil lama miliknya sebagai DP dan sisanya diangsur. Kewajiban baru diler untuk menjual kembali mobil bekas yang ia terima sebagai DP itu tentu dengan mencari untung tersendiri lagi.
Tapi, jelas terlihat dan mudah dipahami, yang terjadi dalam peralihan gaya hidup sejawat itu bukan kemerosotan daya beli, tapi malah sebaliknya, peningkatan yang signifikan daya belinya.
Peralihan gaya hidup sejenis terkait kemajuan masyarakat tentu terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Karena itu, tidak tepat terlalu cepat menarik kesimpulan tanpa menyimak realitas kemajuan masyarakat, memaksa semua orang makan beras sekelas rastra, padahal kemajuan telah membuat orang terbiasa makan beras premium. ***
Selanjutnya.....

Nilai Tambah Gabah Tani Lampung!

MENURUT Lampung dalam angka 2016 (BPS) tabel 5.1.3, luas panen padi Provinsi Lampung 648.731 hektare, dengan jumlah produksi 3.320.064 ton gabah, produktivitas rata-rata 4,2 ton/ha.
Sesuai dengan survei BPS Juni 2017, harga jual gabah kering panen (GKP) petani Lampung tertinggi Rp5.000/kg dan terendah Rp4.000/kg, rata-rata Rp4.431,21/kg. Dengan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk GKP Rp3.700/kg, didapat nilai tambah penjualan gabah petani Rp731,21/kg x 3.320.064 ton, jadi Rp2,427 triliun.
Sebanyak Rp2,427 triliun itulah potensi nilai tambah penjualan gabah milik petani Lampung yang dirampas dari kaum tani, jika dalam pelaksanaan ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras Rp9.000/kg pedagang dilarang membeli gabah petani di atas HPP.
Oleh karena itu, amat diharapkan para kepala daerah dan DPRD di Lampung bijaksana dalam melaksanakan Permendag No. 47/2017 tentang HET beras dengan HPP acuannya tersebut. Agar dilindungi hak petani atas nilai tambah yang selama ini telah menjadi tradisi dalam mekanisme pasar dengan kualitas gabahnya yang baik itu.
Maksudnya, peraturan HET dan acuan HPP pembelian gabah itu tetap dilaksanakan sesuai dengan kualitas produksi gabah petani. Kalau kualitas gabahnya memang punya nilai tambah di atas HPP, pedagang dan petani tidak dipaksa melakukan transaksi dengan HPP.
Nilai tambah penjualan gabah petani Rp731,21/kg itu pada harga rata-rata tersebut, dengan rata-rata produksi per hektare 4,2 ton, berarti dari tiap hektare nilai tambah milik petani yang harus diselamatkan para pemimpin daerah adalah 4.200 kg x Rp731,21 = Rp3.071.082.
Adapun petani yang kualitas GKP-nya terbaik Rp5.000/kg, nilai tambahnya dibanding HPP berarti Rp1.300/kg, untuk setiap hektare nilai tambah mereka berarti 4.200 x Rp1.300 = Rp5.460.000/ha. Bayangkan kalau transmigran saja mendapat lahan bertanam padi 2 ha/keluarga, betapa besar arti nilai tambah tersebut bagi petani untuk mempertahankan kesejahteraan keluarganya.
Mengamankan nilai tambah hak petani Lampung amat diwanti-wantikan kepada para kepala daerah dan elite mitranya karena di daerah lain, seperti Bekasi, Satgas Pangan mulai menggerebek gudang pengusaha beras.
Hal yang penting ditekankan, Lampung beda dari daerah lain. Di sini tidak menonjol mata rantai panjang distribusi beras. Pedagang tawar-menawar langsung dengan petani untuk menentukan harga sesuai kualitas gabahnya. Lalu mereka proses, kemas, dan angkut sendiri ke gerai penjual. ***
Selanjutnya.....