SETELAH 72 tahun merdeka, Indonesia banyak kemajuan. Salah satunya pendapatan per kapita, sudah lama lepas landas meninggalkan low income country hingga banyak orang khawatir Indonesia masuk jebakan pendapatan menengah (midle income trap). Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis 6 Februari 2017 menyebut pendapatan per kapita kita Rp47,96 juta/tahun atau hampir Rp4 juta/bulan.
Namun, badan pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP) dalam rilis 22 Maret 2017 menyebut meski di Indonesia terjadi penurunan kemiskinan secara tajam dalam dua dekade terakhir, 140 juta warga masih hidup dengan konsumsi kurang dari Rp20 ribu per hari.
Artinya, masih jauh dari pendapatan rata-rata Rp4 juta per bulan, sehingga setelah 72 tahun merdeka, 140 juta orang Indonesia belum ikut tinggal landas ke negeri midle income, tetapi masih tertinggal di landasan low income. Demikianlah realitas Indonesia dilihat dari produk domestik bruto (PDB) 2016 sebesar Rp12.406,8 triliun.
Konsekuensinya, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang oleh UNDP disusun berdasar data 2015 berada pada 0,689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah dengan peringkat 113 dari 188 negara.
Peringkat 113 merupakan penurunan dari tahun sebelumnya peringkat 110, namun dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia sudah naik signifikan, 30,5%. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan pendapatan per kapita selama periode tersebut.
UNDP mengajak kita untuk fokus menangani mereka yang tertinggal (di landasan) tersebut, dengan varian kesenjangan penyebabnya. Namun, bila kesenjangan diperhitungkan, IPM Indonesia menurut UNDP turun 18,2% ke 0,563. Begitupun, kesenjangan pendidikan, harapan hidup saat lahir, pendapatan, dan gender di Indonesia masih lebih baik dari rata-rata Asia Timur dan Pasifik.
"Kita terlalu berfokus pada rata-rata nasional, yang sering menutupi variasi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat," kata Selim Jahan, penulis laporan UNDP. Untuk maju kita perlu meneliti lebih dekat siapa yang tertinggal dan mengapa?
Malangnya, sejauh 72 tahun merdeka, dalam retorika saja pun para pembuat kebijakan selalu melupakan mereka yang tertinggal di landasan. DPR, misalnya, fokusnya hanya pada rencana membangun gedung sendiri melulu. Dirgahayu Republik Indonesia! ***
Artinya, masih jauh dari pendapatan rata-rata Rp4 juta per bulan, sehingga setelah 72 tahun merdeka, 140 juta orang Indonesia belum ikut tinggal landas ke negeri midle income, tetapi masih tertinggal di landasan low income. Demikianlah realitas Indonesia dilihat dari produk domestik bruto (PDB) 2016 sebesar Rp12.406,8 triliun.
Konsekuensinya, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang oleh UNDP disusun berdasar data 2015 berada pada 0,689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah dengan peringkat 113 dari 188 negara.
Peringkat 113 merupakan penurunan dari tahun sebelumnya peringkat 110, namun dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia sudah naik signifikan, 30,5%. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan pendapatan per kapita selama periode tersebut.
UNDP mengajak kita untuk fokus menangani mereka yang tertinggal (di landasan) tersebut, dengan varian kesenjangan penyebabnya. Namun, bila kesenjangan diperhitungkan, IPM Indonesia menurut UNDP turun 18,2% ke 0,563. Begitupun, kesenjangan pendidikan, harapan hidup saat lahir, pendapatan, dan gender di Indonesia masih lebih baik dari rata-rata Asia Timur dan Pasifik.
"Kita terlalu berfokus pada rata-rata nasional, yang sering menutupi variasi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat," kata Selim Jahan, penulis laporan UNDP. Untuk maju kita perlu meneliti lebih dekat siapa yang tertinggal dan mengapa?
Malangnya, sejauh 72 tahun merdeka, dalam retorika saja pun para pembuat kebijakan selalu melupakan mereka yang tertinggal di landasan. DPR, misalnya, fokusnya hanya pada rencana membangun gedung sendiri melulu. Dirgahayu Republik Indonesia! ***
0 komentar:
Posting Komentar