UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menetapkan pada Pasal 51, "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah." Jika kini belum ada peraturan pemerintah (PP) dimaksud, berarti selama ini pengelolaan dana haji yang terakhir berjumlah Rp92,5 triliun itu dilakukan secara improvisasi—meski mengacu UU.
Oleh karena itu, polemik apakah dana haji bisa diinvestasikan untuk membangun infrastruktur, ditentukan PP yang diamanatkan UU tersebut.
Pasal 51 itu bagian dari Bab V, tata cara pengelolaan keuangan haji, yang terdiri dari Pasal 45, 46, 47, 48, 49, 50, dan 51.
Pasal 45 menyangkut kewajiban Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyusun rencana strategis untuk jangka waktu lima tahun. Lalu berdasar rencana strategis itu BPKH menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan. Rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan itu harus mendapat persetujuan dari DPR.
Pasal 46, keuangan haji wajib dikelola di bank umum syariah serta dapat ditempatkan atau diinvestasikan. Dalam melakukan penempatan atau investasi harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Pasal 47, BPKH wajib menyediakan keuangan haji setara dua kali kebutuhan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Pasal 48, penempatan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan/atau investasi keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah.
Bunyi Pasal 48 Ayat (3) itu mirip dengan bunyi Pasal 51. Bedanya, di Pasal 48 mengangkut ketentuan penempatan dan/atau investasi keuangan haji yang harus diatur dengan PP, sedang pada Pasal 51 menyangkut tata cara pengelolaan keuangan haji.
Dari petikan sejumlah pasal UU No. 34/2014, tampak pengelolaan keuangan haji sejak perencanaan strategis sampai rencana kerja dan anggaran tahunan, harus melalui persetujuan DPR. Dana haji bisa ditempatkan atau diinvestasikan tentu sesuai rencana yang telah disetujui DPR, serta sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Lebih dari itu, ketentuan penempatan atau investasi dan tata cara pengelolaannya harus dengan PP.
Jelas, pengelolaan dana haji dikontrol ketat sehingga masyarakat tak perlu cemas disimpangkan kepentingan tertentu. ***
Pasal 51 itu bagian dari Bab V, tata cara pengelolaan keuangan haji, yang terdiri dari Pasal 45, 46, 47, 48, 49, 50, dan 51.
Pasal 45 menyangkut kewajiban Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyusun rencana strategis untuk jangka waktu lima tahun. Lalu berdasar rencana strategis itu BPKH menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan. Rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan itu harus mendapat persetujuan dari DPR.
Pasal 46, keuangan haji wajib dikelola di bank umum syariah serta dapat ditempatkan atau diinvestasikan. Dalam melakukan penempatan atau investasi harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Pasal 47, BPKH wajib menyediakan keuangan haji setara dua kali kebutuhan biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Pasal 48, penempatan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan/atau investasi keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah.
Bunyi Pasal 48 Ayat (3) itu mirip dengan bunyi Pasal 51. Bedanya, di Pasal 48 mengangkut ketentuan penempatan dan/atau investasi keuangan haji yang harus diatur dengan PP, sedang pada Pasal 51 menyangkut tata cara pengelolaan keuangan haji.
Dari petikan sejumlah pasal UU No. 34/2014, tampak pengelolaan keuangan haji sejak perencanaan strategis sampai rencana kerja dan anggaran tahunan, harus melalui persetujuan DPR. Dana haji bisa ditempatkan atau diinvestasikan tentu sesuai rencana yang telah disetujui DPR, serta sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Lebih dari itu, ketentuan penempatan atau investasi dan tata cara pengelolaannya harus dengan PP.
Jelas, pengelolaan dana haji dikontrol ketat sehingga masyarakat tak perlu cemas disimpangkan kepentingan tertentu. ***
0 komentar:
Posting Komentar