Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Disorot, Peran Inspektorat Daerah!

SEJAK kepala Inspektorat Daerah Pamekasan, Jawa Timur, kena OTT KPK sebagai inisiator suap ke jaksa terkait kasus korupsi dana desa, peran Inspektorat daerah secara nasional jadi sorotan. Betapa, akibat tidak efektifnya kontrol Inspektorat daerah dalam pengelolaan uang negara di daerah, terjadi banyak kebocoran sehingga tujuan penggelontoran dana besar-besaran ke daerah tidak tercapai.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, setiap tahun Pemerintah Pusat menggelontorkan lebih dari Rp700 triliun dana ke daerah dan desa. Namun, ia mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah dan pejabat desa. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin bukannya turun, namun justru bertambah (Kompas.com, 11/8/2017).
"Kami sudah kasih subsidi beras sejahtera, cash transfer, pupuk, benih, kami kasih desanya (melalui dana desa) masak enggak turun (angka) kemiskinan, itu duitnya menguap atau bagaimana?" tukas Sri Mulyani. Tahun ini dana transfer daerah mencapai Rp764.triliun, termasuk alokasi dana desa Rp60 triliun. Tahun lalu bahkan Rp776 triliun.
Alokasi dana desa Rp60 triliun untuk 72 ribu desa, rata-rata per desa menerima sekitar Rp800 jutaan. Sri Mulyani mempertanyakan apakah hasilnya berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat? Nyatanya data BPS menyebutkan jumlah orang miskin pada Maret 2017 mencapai 27,7 juta orang, lebih banyak dari September 2014 (Jokowi-JK dilantik 20 Oktober 2014) sebanyak 27,3 juta orang.
Celakanya, kepala Inspektorat daerah yang fungsinya mengawasi pengelolaan dana transfer ke daerah itu, di kasus Pamekasan justru jadi inisiator bancakan dana desa. Tak kepalang pula, ia seret kepala daerah jadi penganjur suap. Itu terjadi karena Inspektorat daerah secara struktural bawahan kepala daerah, sehingga tidak efektif melakukan pengawasan terhadap atasannya yang mengelola anggaran.
Karena itu, berkembang wacana agar secara fungsional Inspektorat daerah bersifat vertikal, pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab ke pusat. Orangnya bisa saja pegawai daerah, tapi operasionalnya di bawah kendali pusat. Dengan begitu, Inspektorat tidak menghamba pada kepentingan kepala daerah dan jajaran elitenya.
Secara keorganisasian wacana itu ruwet kecuali Inspektorat Kemendagri membentuk struktur tersendiri seperti Dirjen Pajak. Apalagi, kalau pejabat lokal yang direkrut, sukar dijamin bukan bagian dari jaringan kepentingan elite lokal. Jadi, masalah ini pelik. ***

0 komentar: