Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Meski Konsumsi Pemerintah Jeblok!

PERTUMBUHAN ekonomi kuartal II 2017 bertahan pada 5,01%, sama dengan kuartal I, meski konsumsi pemerintah jeblok hanya Rp183 triliun, minus 1,93% dibanding periode sama tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat itu akibat belanja barang turun 7,11% dan belanja negara minus 0,44%.
Kemampuan ekonomi bertahan tumbuh pada 5,01% pada kuartal II 2017 itu, meski konsumsi pemerintah jeblok, berkat ditopang konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 4,95%, investasi 5,35%, ekspor 3,36%, lembaga nonprofit 8,46%, dan impor 0,55% (Kompas.com, 7/8/2017).
Konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan amat tipis 0,01% dari triwulan sebelumnya 4,94% terjadi secara muskil karena kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto sebenarnya pada kuartal II 2017 itu mengalami penurunan signifikan menjadi 55,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 56,96%.
Hal itu terjadi akibat proses shifting, peralihan pola arus uang, yang menurut Kepala BPS Suhariyanto, kelompok masyarakat menengah atas menahan uangnya tidak membelanjakan ke konsumsi, diketahui dari turunnya secara signifikan transaksi debet (belanja pakai kartu yang telah menjadi kebiasaan warga kelas menengah atas), dan mengalihkan uangnya ke simpanan di bank.
Hal itu terlihat pada dana pihak ketiga (DPK) bank-bank besar yang sejak semester pertama tahun lalu mencatat kenaikan signifikan. BRI naik 12%, Bank Mandiri naik 10%, dan BCA tumbuh 16,7%. DPK ini pada gilirannya mengalir menjadi investasi pembangunan fisik maupun nonfisik, memperbesar skala investasi dalam PDB, juga skala pertumbuhan ekspor dan lembaga nonprofit, semua itu mengurangi porsi kontribusi belanja rumah tangga dalam PDB yang juga bertambah besar.
Namun, meski porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB turun akibat shifting kelompok masyarakat menengah atas itu, belanja kelompok menengah dan bawah secara kuantitatif terbukti masih mampu meningkatkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2017 meski hanya 0,01%.
Laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2017 itu memperkuat asumsi kalangan ekonom yang melihat merosotnya penjualan di jaringan factory outlet (FO), mal-mal dan pasar modern lainnya bukan semata akibat turunnya daya beli, tapi juga karena terjadinya shifting terkait perubahan gaya hidup yang pesat.
Perubahan yang didorong oleh shifting atau peralihan gaya hidup itu masih akan merebak ke berbagai bidang kehidupan, menjadi sumbu-sumbu kejutan baru lagi. ***

0 komentar: