KONTRAS dengan image gedung sekolah di daerah banyak terancam roboh, ruang kelas bocor, bangku-bangku reyot, anggaran pendidikan di RAPBN 2018 mencapai Rp441 triliun, naik dari Rp416 triliun pada 2017.
Ironis, sekolah reyot dibangun era anggaran pendidikan terbatas, tapi mampu membangun SD Inpres di nyaris setiap desa yang membutuhkan. Tetapi kini, dengan anggaran pendidikan amat besar tak mampu merehabilitasinya tepat waktu.
Membandingkan keefisienan kerja masa lalu yang justru kita kutuk sebagai masa buruk itu penting, karena kalau dilihat dari hasil pembangunan fasilitas pendidikan yang dilakukan, harus jujur diakui kinerja kini lebih buruk; tinggal merawat yang sudah ada dengan anggaran yang berlimpah pun, kedodoran. Dengan semangat membuktikan bahwa kini kita bisa lebih baik dari generasi masa lalu, itulah idealnya direalisasikan pembangunan pendidikan dengan anggaran yang berlimpah dewasa ini.
Pendidikan diutamakan untuk mencetak generasi muda yang unggul dalam persaingan global. Untuk mencetak generasi unggul itu, tentu harus dilakukan dengan cara kerja yang unggul pula. Tak bisa menbuat pedang baja yang kuat dan tajam dari kaleng rombeng. Untuk itu, realisasi anggaran yang kualitatif pada tujuan perencanaannya menjadi kunci dalam mencetak generasi baru yang unggul.
Dalam hal ini, anggaran pendidikan Rp441 triliun itu diprioritaskan buat Program Indonesia Pintar untuk 19,7 juta siswa, beasiswa bidik misi untuk 401.500 mahasiswa, bantuan operasional sekolah (BOS) untuk 202.200 sekolah.
Seiring bantuan ke anak didik dan pengelolaan pendidikan itu, juga dukungan ke para pendidik dengan tunjangan profesi 435 ribu guru non-PNS, 257 ribu guru PNS, dan 1,2 juta PNS daerah.
Setelah dukungan terhadap anak didik dan pendidik, pembenahan infrastruktur pendidikan harus diutamakan. "Kami akan membangun dan merehabilitasi ruang kelas yang lebih dari 61 ribu ruang kelas dari SD sampai SMA," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Pak Presiden berharap indeks pembangunan manusia kita bisa meningkat seiring dengan anggaran pendidikan yang luar biasa banyak," tambah Sri Mulyani. (Kompas.com, 16/8/2017)
Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang disusun UNDP berdasar data 2015 pada 0,689 di peringkat 113 dari 188 negara. Peringkat itu turun dari 110 tahun sebelumnya. Namun, dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia naik signifikan, 30,5%. Jadi, perlu dorongan mengembalikan tren peningkatannya. ***
Membandingkan keefisienan kerja masa lalu yang justru kita kutuk sebagai masa buruk itu penting, karena kalau dilihat dari hasil pembangunan fasilitas pendidikan yang dilakukan, harus jujur diakui kinerja kini lebih buruk; tinggal merawat yang sudah ada dengan anggaran yang berlimpah pun, kedodoran. Dengan semangat membuktikan bahwa kini kita bisa lebih baik dari generasi masa lalu, itulah idealnya direalisasikan pembangunan pendidikan dengan anggaran yang berlimpah dewasa ini.
Pendidikan diutamakan untuk mencetak generasi muda yang unggul dalam persaingan global. Untuk mencetak generasi unggul itu, tentu harus dilakukan dengan cara kerja yang unggul pula. Tak bisa menbuat pedang baja yang kuat dan tajam dari kaleng rombeng. Untuk itu, realisasi anggaran yang kualitatif pada tujuan perencanaannya menjadi kunci dalam mencetak generasi baru yang unggul.
Dalam hal ini, anggaran pendidikan Rp441 triliun itu diprioritaskan buat Program Indonesia Pintar untuk 19,7 juta siswa, beasiswa bidik misi untuk 401.500 mahasiswa, bantuan operasional sekolah (BOS) untuk 202.200 sekolah.
Seiring bantuan ke anak didik dan pengelolaan pendidikan itu, juga dukungan ke para pendidik dengan tunjangan profesi 435 ribu guru non-PNS, 257 ribu guru PNS, dan 1,2 juta PNS daerah.
Setelah dukungan terhadap anak didik dan pendidik, pembenahan infrastruktur pendidikan harus diutamakan. "Kami akan membangun dan merehabilitasi ruang kelas yang lebih dari 61 ribu ruang kelas dari SD sampai SMA," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Pak Presiden berharap indeks pembangunan manusia kita bisa meningkat seiring dengan anggaran pendidikan yang luar biasa banyak," tambah Sri Mulyani. (Kompas.com, 16/8/2017)
Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang disusun UNDP berdasar data 2015 pada 0,689 di peringkat 113 dari 188 negara. Peringkat itu turun dari 110 tahun sebelumnya. Namun, dalam jangka panjang, dibanding 1990, nilai IPM Indonesia naik signifikan, 30,5%. Jadi, perlu dorongan mengembalikan tren peningkatannya. ***
0 komentar:
Posting Komentar