Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

2016, Tahun Kebebasan bagi Hoax!

TAHUN 2016, tahun yang tiada bandingan dalam kebebasan menebar hoax, kebohongan, fitnah, caci-maki, dan provokasi kebencian, baik di situs daring maupun akun-akun media sosial. Hal itu mencerminkan perilaku berkomunikasi yang kurang beradab, harus ditinggalkan sebagai kenangan buruk di 2016, dan memasuki 2017 dengan membangun budaya berkomunikasi yang lebih beradab.
Tak kepalang, Presiden Jokowi membawa masalah antisipasi media sosial itu ke rapat kabinet terbatas (ratas) akhir tahun, Kamis (29/12/2016). "Kita harus evaluasi media online yang sengaja memproduksi berita bohong, tanpa sumber yang jelas, dengan judul provokatif, mengandung fitnah," ujar Jokowi. (Kompas.com, 20/12/2016)
Pada kesempatan itu, Jokowi minta aparat kepolisian untuk melakukan penegakan hukum terhadap pemilik akun media sosial yang mengandung ujaran kebencian, fitnah, dan provokatif. "Sekali lagi, ini bukan budaya kita, bukan kepribadian kita. Jangan sampai kita habis energi untuk hal seperti ini. Saya minta yang pertama penegakan hukum harus keras dan tegas untuk hal ini," ujar Jokowi.
Ia menyebutkan saat ini ada 132 juta pengguna internet aktif di Indonesia atau 52% dari jumlah penduduk. Dari jumlah itu, ada 129 juta penduduk Indonesia yang memiliki dan aktif menggunakan akun media sosial. Mereka mengakses internet rata-rata selama 3,5 jam per hari melalui telepon genggam.
"Oleh sebab itu, perkembangan teknologi informasi yang pesat itu harus betul-betul kita arahkan, kita manfaatkan ke arah yang positif, ke arah untuk kemajuan bangsa kita," ujar Jokowi.
Sementara itu, Kapolri Tito Karnavian dalam kuliah umum di Unair, Surabaya (29/12/2016), menilai kebebasan berdemokrasi di Indonesia sudah melewati batas. Pemerintah, kata dia, saat ini sedang membuat formula agar kebebasan berdemokrasi itu bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan penegakan hukum tegas terhadap yang kebablasan di media sosial, seperti perintah Presiden Jokowi, tentunya tuntutan tanggung jawab terhadap para pelakunya bisa ditempuh di jalan formal. Melalui penugasan aktif mencari pelanggar hukum di media sosial oleh cyber patrol dari kepolisian, tidak perlu waktu lama untuk mengidentifikasi para penebar hoax, fitnah, dan kebencian di media sosial.
Namun, upaya penertiban terhadap pelaku hoax, penebar fitnah, dan kebencian itu tahap pertama dilakukan secara persuasif: ditegur, diberi peringatan. Kalau tetap bandel malah lewat berbagai cara, barulah ditindak.
Selamat tinggal hoax di 2016. ***
Selanjutnya.....

Jangan Cemari Prestasi Polri 2016!

PRESTASI Polri selama 2016 layak dicatat gemilang, setidaknya dengan dua simpul. Pertama, Polri mampu meredam ketegangan akibat pemaksaan untuk acara salat jumat di jalanan Bundaran HI, yang berkat pendekatan Kapolri Tito Karvavian akhirnya disepakati menjadi Aksi Damai 212 doa bersama untuk bangsa yang diikuti jutaan umat Islam di Lapangan Monas.
Kedua, mampu menyingkap hanya dalam waktu satu hari misteri perampokan dengan penyekapan 11 orang yang menewaskan enam korban di Pulomas, Jakarta, awal pekan ini. Memang keberhasilan itu tak terlepas dari rekaman CCTV di rumah korban hingga dengan mudah polisi cepat mengenali salah satu pelakunya yang berkaki pincang.
Atau juga kecerobohan para pelaku yang meninggalkan banyak sidik jari di TKP sehingga bisa dipastikan siapa saja pelakunya. Tapi, kecepatan polisi menemukan persembunyian pelaku, lalu melumpuhkan dan menangkapnya, merupakan prestasi yang layak dihargai.
Sebagai simpul banyak prestasi polisi sepanjang 2016, kedua hal itu mudah untuk diingat dan ditonjolkan. Namun, bukan berarti prestasi lain tak kalah penting. Semisal Densus 88 Antiteror yang sepanjang 2016 banyak membongkar jaringan teroris di Tanah Air.
Episode terakhir Densus 88 Antiteror berhasil menyingkap serangkaian rencana serangan bom di akhir tahun sehingga sampai hari besar Natal barusan, kalau di banyak negara lain terjadi serangan bom teroris secara beruntun menewaskan banyak orang, segala puji dan syukur ke Ilahi Rabbi, Indonesia sejauh ini lolos dari serangan sama berkat rencana teroris terlacak Polri.
Terlebih lagi prestasi kepolisian di Lampung, yang oleh warga Jakarta dan sekitarnya sempat dijuluki sebagai daerah sarang begal. Sepanjang 2016, Polda Lampung bekerja keras menyapu bersih kawasan-kawasan yang ditengarai sebagai sarang begal. Hasilnya lumayan, bukan hanya kejahatan begal berkurang signifikan di daerah Lampung, melainkan juga kesan negatif di daerah lain bahwa Lampung sarang begal, juga menurun.
Atas semua prestasi yang layak dibanggakan sepanjang 2016 itu, alangkah disayangkan kalau akhirnya dicemari oleh hal sepele yang amat naif dan bisa mendegradasi dari posisi Polri yang ideal itu. Salah satunya, yakni tidak hadirnya sejumlah mantan pejabat kepolisian di Sumatera Selatan memenuhi panggilan untuk pemeriksaan KPK. (Kompas.com, 28/12/2016)
Tentu sangat disayangkan jika hal negatif yang sepele itu menabiri pandangan masyarakat terhadap prestasi Polri sepanjang tahun. ***
Selanjutnya.....

DK PBB Hentikan Perumahan Israel!

DEWAN Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), Jumat (23/12/2016), mengesahkan resolusi No. 2334/2016, mendesak Israel agar menghentikan semua kegiatan pembangunan perumahan di wilayah Palestina yang didudukinya. Dewan beranggotakan 15 negara tersebut menegaskan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina itu tidak memiliki keabsahan hukum dan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan penghalang utama bagi tercapainya penyelesaian dua negara antara Palestina dan Israel.
Israel merebut Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza dalam Perang Timur Tengah 1967. Satu dasawarsa kemudian, kelompok sayap kanan Israel mulai mendirikan permukiman di lahan yang diduduki itu.
AS memandang permukiman yang tidak sah berdasar hukum internasional itu penghalang bagi perdamaian. Palestina telah berikrar untuk tidak kembali ke perundingan kecuali Israel membekukan pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Resolusi diusulkan Malaysia, Selandia Baru, Senegal, dan Venezuela, disahkan dengan dukungan 14 negara dan satu negara (AS) abstain. Suara AS abstain yang disampaikan Duta Besar AS di PBB, Samantha Power, disambut sorak sorai para diplomat. Sebelum ini, setiap voting yang menekan Israel selalu diveto AS.
Selain empat pengusul resolusi dan AS yang abstain, sembilan negara pendukung resolusi DK PBB itu, yakni Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok (keempatnya punya hak veto), Jepang, Ukraina, Angola, Mesir, Uruguay, dan Spanyol.
Resolusi DK PBB itu menyusul pernyataan Israel untuk melanjutkan pembangunan 500 rumah baru di Jerusalem Timur, setelah Donald Trump terpilih menjadi presiden baru AS. Namun, pemerintahan Barack Obama telah menyatakan kemarahannya atas pernyataan Israel itu.
Obama pun mengingatkan kegiatan itu akan lebih memperburuk jalan menuju perdamaian. (Metrotvnews, 24/12/2016) Terbukti, AS abstain pertama kali dalam voting DK PBB terkait kepentingan Israel.
Tentu Israel kelabakan dengan resolusi DK PBB itu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan Kementerian Luar Negerinya menghentikan kerja sama dengan kedutaan 12 negara anggota DK PBB pendukung resolusi penghentian permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
Malaysia dan Venezuela dikecualikan karena tidak punya kedutaan di Israel, sedangkan AS diharapkan Israel segera datang, Trump yang anti-Islam. Namun, dengan resolusi DK PBB itu terbukti, mayoritas negara dunia mendukung perjuangan rakyat Palestina, termasuk para pemilik hak veto. ***
Selanjutnya.....

Polri Usut Isu 10 Juta TKA Tiongkok!

SAAT ini Polri tengah mengusut penyebar isu yang tidak benar mengenai adanya serbuan puluhan juta tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok yang beredar di media massa dan media sosial. Dengan mengandalkan Cyber Army yang melakukan patroli di dunia maya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menegaskan semua yang tidak benar di media massa, yang membuat masyarakat itu gelisah atau pemikirannya terkotak-kotak itu akan ditelusuri. (Kompas.com, 26/12/2016)
Presiden Joko Widodo sebelumnya geram terhadap mereka yang menyebarkan isu adanya serbuan tenaga kerja Tiongkok ke Indonesia. Jokowi meminta pihak kepolisian untuk mengusut dan menindak para pelaku penyebar isu itu.
"Itu urusannya polisi lah, urusannya polisi. Namun, hal yang meresahkan seperti itu memang harus ditindak," kata Jokowi.
Para penyebar isu menyebut tenaga kerja Tiongkok yang masuk Indonesia berjumlah 10 juta. Padahal, ujar Jokowi, angka 10 juta itu target wisatawan dari Tiongkok yang masuk Indonesia.
Sementara tenaga kerja Tiongkok yang ada di Indonesia saat ini hanya berjumlah 21 ribu orang. Menurut Jokowi, jumlah itu sangat kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja Indonesia di negara lain. Di Malaysia, misalnya, TKI mencapai 2 juta orang. Adapun di Hong Kong mencapai 153 ribu orang.
Secara logika pun tidak mungkin banyak tenaga kerja dari Tiongkok, Amerika, dan Eropa yang mau bekerja di Indonesia. Sebab, gaji di negara tersebut jauh lebih baik ketimbang di Indonesia.
"Mana mau mereka ke sini dengan gaji yang lebih kecil. Ini saya sampaikan agar jangan sampai rumor berkembang di mana-mana," kata Jokowi.
Pelurusan isu tersebut penting untuk meredam kegelisahan masyarakat. Namun, di sisi lain, kehati-hatian atas tenaga kerja Tiongkok juga amat diperlukan, dengan makin besarnya investasi Tiongkok di Indonesia. Terutama pada investasi proyek langsung, seperti pembangkit tenaga listrik di Bali, sang investor memboyong semua kebutuhan tenaga kerja dari negerinya.
Pengalaman itu meresahkan. Sebab, tenaga lokal malah menganggur dengan hadirnya investasi asing di daerahnya.
Keresahan itu diperkuat berita pengalaman Angola, negara di Afrika Barat, masuknya proyek besar-besaran dari Tiongkok justru membangkrutkan ekonomi rakyatnya. Sebab, semua pekerjaan ditangani tenaga kerja asal Tiongkok.
Manual semua peralatan dan teknis pekerjaan dibuat dalam huruf Tiongkok sehingga warga lokal tidak bisa membacanya. ***
Selanjutnya.....

Mencegah Laju Regenerasi Teroris!

DALAM waktu relatif singkat, pekan lalu sel-sel jaringan teroris yang menyebar cukup luas di banyak tempat berhasil diungkap dan digulung Densus 88 Antiteror Polri. Logikanya, begitu pesatkah merebak regenerasi teroris sehingga saat ketahuan sudah ada di mana-mana?
Dengan demikian, yang harus menjadi langkah prioritas bukan hanya menangkal teroris, melainkan tidak kalah penting bagaimana mencegah laju proses regenerasi teroris. Sekaligus dengan itu dipertanyakan sejauh mana hasil program deradikalisasi yang menjadi andalan mencegah regenerasi teroris.
Bahkan, regenerasi itu bukan hanya terjadi pada usia dewasa, di atas 18 tahun, seperti tersangka perakit bom Bekasi yang tertangkap di Ngawi baru berusia 23 tahun. Malah tidak kepalang, sejumlah anak berusia di bawah 18 tahun ditangkap Densus 88 Antiteror Polri selama 2016 karena terpapar kasus terorisme.
Mereka adalah ABS (17) yang ikut membuat bom untuk aksi bom Thamrin, Jakarta, 14 Januari. FL (14) berperan menyembunyikan informasi salah satu pelaku bom Thamrin. IAH (17) adalah pelaku bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep Medan, Sumatera Utara, Agustus 2016 lalu. Lalu, GA (16) yang membantu pembelian bahan bom untuk aksi teror di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, dan BP (16) yang membantu pembuatan bom Gereja Oikumene. (Kompas, 24/12/2016)
Itu menunjukkan selain program deradikalisasi yang dikelola Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), perlu gerakan masyarakat yang lebih masif sampai ke tingkat RT/RW, seperti yang telah dibentuk Polda Lampung untuk Gerakan Antinarkoba. Dengan gerakan yang berakar hingga masyarakat lapisan terbawah itu, segala gerak-gerik mencurigakan segera terpantau, bisa dihentikan sebelum terlalu jauh.
Melihat begitu pesatnya merebak regenerasi teroris, Polda Lampung bisa menambah tugas tim-tim antinarkoba kabupaten/kota sampai desa untuk sekaligus berperan antiterorisme. Itulah kelebihan Lampung, kepolisian daerahnya sudah punya jaringan sistem penangkal terhadap peredaran narkoba, yang jaringan tersebut bisa dimanfaatkan juga untuk kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) umumnya.
Langkah ini diperkirakan akan cukup efektif mencegah laju regenerasi teroris karena gerak jaringan antiterorisnya aktif dalam kehidupan sehari-hari warga sehingga bisa mengidentifikasi dengan mudah orang per orang di sekitarnya. Kalau tampak gelagatnya aneh, bisa cepat diselamatkan sebelum terjerumus masuk jaring teroris. ***
Selanjutnya.....

Emil Meminta Maaf ke Jemaat KKR!

EMIL, sapaan akrab Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, hadir dan meminta maaf kepada sekitar 3.000 jemaat ibadah Kebaktian Kabangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) Bandung yang digelar Jumat malam (23/12/2016), semestinya ibadah itu digelar Selasa (6/12/2016), tapi dibubarkan massa sebuah ormas.
"Apa pun yang terjadi di Bandung, saya sebagai pemimpin menghaturkan permohonan maaf kepada jemaat di sini atas terkendalanya atau ketidaknyamanan di waktu sebelumnya," ujar Emil yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra saat Pilkada Bandung 2013.
Keputusannya menunjuk hari pengganti kegiatan KKR akan menuai pro dan kontra, ujarnya. Namun, ia teringat pesan sang ibu agar selalu menjadi pemimpin yang adil. "Sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpin yang adil dan agama saya mengajarkan surga dan neraka pemimpin ada di atas adil-tidaknya keputusan pemimpin. Batin dan akal sehat saya mengatakan semua yang saya putuskan saya pertanggungjawabkan. Itulah kenapa saya memutuskan untuk memberi hari pengganti dari tanggal 6 yang terkendala,” jelas Emil. (Kompas.com, 23/12/2016)
Lebih jauh Emil mengatakan Pemkot Bandung telah melakukan sejumlah upaya untuk menekan aksi intoleransi, antara lain mengeluarkan maklumat kebebasan beragama serta pembentukan tim satuan tugas toleransi. Langkah itu untuk meminimalisasi kejadian intoleransi di Bandung. Pemerintah wajib melindungi segala aktivitas keagamaan selama dikerjakan sesuai aturan.
"Di negeri ini tidak boleh ada warga yang ketakutan dalam menjalankan ibadahnya. Kita harus melawan ketakutan dengan cara yang baik," tegas Emil.
"Agama saya mengajarkan cinta itu ada tiga, cinta kepada Tuhan, kepada manusia, dan kepada Tanah Air," ungkap Emil. "Kalau kita tak bisa bersaudara dalam keimanan, bersaudaralah dalam kemanusiaan dan kebangsaan."
Satgas toleransi, kata Emil, diisi unsur semua agama untuk memastikan tidak ada satu pun ibadah terkendala di kotanya.
Bandung kota heterogen yang menjadi model ideal bagi umumnya kota besar di Indonesia. Karena itu, kalau toleransi antarumat beragama di Bandung buruk, seperti nyaris dicerminkan oleh peristiwa pembubaran ibadah KKR di Sabuga 6 Desember 2016, bisa menjadi contoh buruk yang segera meluas di kota-kota besar lain di Tanah Air.
Sehingga, penanganan masalahnya dengan baik oleh Ridwan Kamil, layak dicontoh oleh kota-kota lain negeri ini. Untuk itu, kita ucapkan selamat dan sukses pada Ridwan Kamil. ***
Selanjutnya.....

Cyber Jihad Versus Cyber Army!

KAPOLRI Tito Karnavian mengungkap untuk membongkar jaringan terorisme yang kini melakukan kegiatannya dengan cyber jihad atau cyber terorism, menggunakan internet sebagai sarana perekrutan, pelatihan anggota baru membuat bom, sampai transfer dana operasionalnya, kepolisian telah membentuk satuan khusus bernama Cyber Army.
Satuan tersebut memiliki tugas melakukan pengintaian, investigasi, penyamaran, dan penyerangan di dunia maya. "Teknik cyber patrol ini sama dengan teknik di dunia nyata. Ada yang melakukan pengintaian, undercover atau penyamaran, seolah-olah jadi bagian kelompok mereka, menggunakan berbagai akun media sosial dan ikut berkomunikasi," ujar Tito. (Kompas.com, 22/12/2016)
Mengenai cyber jihad, Tito mencontohkan terduga teroris yang ditangkap di Bekasi, Muhammad Nur Solihin, sebagai orang yang direkrut dan dilatih melalui dunia maya. "Memang rekrutmen sekarang adanya di media sosial. Ada istilahnya cyber terorism atau cyber jihad. Mereka melakukan perekrutan dan pelatihan tidak lagi fisik, tetapi online," ujar Tito.
Dunia maya juga digunakan jaringan kelompok teroris untuk mendanai seluruh aksinya. Dana yang disalurkan, kata Tito, menggunakan sistem bitcoin (satuan mata uang dunia maya).
Kelompok cyber terorism yang ditengarai aktif membentuk sel-sel kecil di banyak tempat Indonesia adalah Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara (JADKN) yang dipimpin Bahrun Naim. Irawan dan Helmi, dua dari tiga terduga teroris yang tewas saat penggerebekan di rumah kontrakan di Tangerang Selatan, diketahui polisi merupakan bagian dari kelompok JADKN.
Dalam kesehariannya, kata Kombes Awi Setiyono, dari Divisi Humas Polri, Irawan sopir perusahaan air mineral di Tasikmalaya, sedangkan Helmi penjual bubur. Terduga teroris tewas yang bernama Omen, mantan terpidana kasus pembunuhan. Ia direkrut Ovi, napi bom Kedubes Myammar 2013.
Dengan dukungan Cyber Army melakukan cyber patrol melacak cyber terorism, menjadi tidak aneh dalam waktu singkat Densus 88 Polri berhasil menyingkap jaringan teroris yang luas, membekuk banyak teroris dengan sejumlah bom aktif siap melakukan serangan.
Sukar dibayangkan sebelumnya jaringan teroris yang sudah sedemikian meluasnya di Tanah Air, dari Bekasi ke Ngawi, Solo, dan Tasikmalaya, lantas dari Tangerang Selatan ke Payakumbuh, Deli Serdang, hingga Batam. Hanya orang kurang waras menyatakan pengungkapan jaringan teroris dengan bom-bom berdaya ledak tinggi itu cuma pengalihan isu. ***
Selanjutnya.....

Retno Kunjungi Pengungsi Rohingya!

MENTERI Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi pengungsian Kutupalong untuk melihat langsung situasi dan kondisi para pengungsi Rohingya di wilayah perbatasan Bangladesh-Myanmar. "Kondisi pengungsi memprihatinkan. Masyarakat internasional harus dapat melakukan lebih untuk membantu para pengungsi," kata Retno dalam keterangan pers yang dikirim dari Ukhiya, Cox's Bazar, Bangladesh. (Kompas.com, 21/12/2016)
Retno merupakan menlu asing pertama yang mengunjungi pengungsian tersebut, sejak meningkatnya ketegangan di Rakhine State, Myanmar, 9 Oktober 2016. Retno bersama para Menlu ASEAN berada di Myanmar memenuhi undangan penguasa de facto Myanmar yang merangkap Menlu, Aung San Suu Kyi, dalam rangka ASEAN Retreat, penyelesaian secara inklusif masalah Rakhine State, khususnya minoritas Rohingya.
Dalam pertemuan itu, Suu Kyi mempertahankan langkah pemerintah mengatasi masalah ini dan menyatakan militer Myanmar sudah mematuhi aturan yang berlaku. Ia tolak tudingan terjadinya kekejaman terhadap minoritas Rohingya. Pemerintah Myanmar telah membentuk tim penyelidik yang diketuai jenderal purnawirawan yang kini menjabat wakil presiden, Myint Swe.
Namun, para Menlu ASEAN tetap mendukung langkah Pemerintah Myanmar menyelesaikan permasalahan secara inklusif di Rakhine State. Sebab, penyelesaian masalah pengungsi harus dilakukan di negara asal ke mana para pengungsi harus kembali.
Saat di tempat pengungsi, Menlu Retno mendengarkan langsung cerita para pengungsi mengenai pengalaman mereka hingga sampai di situ. Menlu meninjau tempat tinggal darurat dan tempat ibadah pengungsi yang jumlahnya mencapai sekitar 19 ribu orang. Para pengungsi di Kutupalong hidup dengan kondisi sangat minim. "Sebagai sesama manusia, kita harus berupaya lebih keras lagi untuk membantu mereka," ujar Retno.
Menurut dia, keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia, dari pemerintah Bangladesh, UNHCR, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan negara-negara lain yang membantu, telah menjadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi. Pemenuhan kebutuhan para pengungsi guna pemulihan kehidupannya sebagai warga di bumi kelahiran mereka, Myanmar, harus diprioritaskan.
Rehabilitasi itu mengacu pada kesimpulan Amnesty International yang disampaikan pada hari ASEAN Retreat di Yangon, Senin (19/12/2016), bahwa militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan membunuh, memerkosa, menyiksa penduduk sipil Rohingya di Rakhine, dan menjarah harta mereka. ***
Selanjutnya.....

Fatwa MUI Haramkan Atribut Natal!

LIMA orang anggota organisasi masyarakat (ormas) LUIS ditangkap tim gabungan Satuan Reskrim Polres Surakarta (Solo) Selasa (20/12/2016) pagi terkait aksi massa sweeping (penyisiran) ormas tersebut terhadap atribut Natal di tempat hiburan malam Restoran Social Kitchen.
Alasan sweeping itu melaksanakan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 56/2016 yang menyebut pemakaian atribut keagamaan nonmuslim adalah haram bagi umat muslim.
Aksi yang dilakukan Minggu (18/12/2016) malam tersebut diwarnai tindak perusakan dan penganiayaan terhadap beberapa pengunjung, hingga ada yang harus dibawa ke rumah sakit. Selanjutnya para tersangka dibawa ke Polda Jawa Tengah.
Lima orang yang ditangkap itu, Ketua LUIS Edi Lukiyi, advokat LUIS Joko Sutarto, Sekretaris LUIS Yusuf Suparno, pelatih Idhad LUIS Salman Alfarisi, dan Humas LUIS Endro Sudarsono.
Sejumlah barang bukti diamankan, antara lain mobil Avanza warna silver, rekaman CCTV, jaket yang dipakai saat aksi, dan lima telepon genggam milik tersangka. (Kompas.com, 20/12/2016)
Aksi massa untuk sosialisasi fatwa MUI ke mal-mal juga terjadi di Surabaya, bahkan Kapolres Bekasi dan Kulonprogo membuat ketentuan terkait fatwa tersebut untuk menghindari tindakan yang menjurus SARA. Aksi massa penyisiran atribut Natal itu sempat mengejutkan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Jokowi memanggil Kapolri Tito Karnavian dan memberi arahan agar Polri selalu berpegang pada hukum yang berlaku. Karena hukum yang berlaku itulah yang menjadi landasan untuk Polri bertindak tegas.
Sedang Wapres Jusuf Kalla menegaskan fatwa MUI bukan hukum positif Indonesia dan ormas tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
"Aturan MUI itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan sweeping," ujar Kalla. "Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukan penegakan hukum, itu fungsi polisi," tambahnya mengenai aksi ormas melakukan sweeping atau razia ke mal dan kafe dengan dalih menegakkan fatwa MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal. (Antara, 20/12/2016)
Fatwa MUI No. 56/2016 tersebut dikeluarkan dengan latar belakang banyaknya keluhan umat muslim yang dipaksa mengenakan atribut Natal saat bekerja di mal dan restoran. Untuk mengatasi itu, MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan atribut ibadah nonmuslim dipakai umat muslim.
Fatwa ini kemudian digunakan ormas untuk melakukan sweeping atribut Natal di tempat umum, ada yang menghardik pekerja padahal mereka terpaksa memakainya. ***
Selanjutnya.....

Akhirnya, Moratorium UN Kandas!

USUL moratorium UN dari Mendikbud Muhadjir Effendy ditolak rapat kabinet terbatas, Senin (19/12/2016). Muhadjir menerima keputusan rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut.
Keputusan itu didasarkan pada laporan survei Program for International Student Assessment (PISA) oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), yang menunjukkan pendidikan di Indonesia mengalami kenaikan skor. Survei menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia setiap tahun meningkat tajam. Peningkatan kualitas ini terlihat dari tahun 2003 hingga 2016.
Kenaikan skor itu terjadi baik di bidang sains, membaca, matematika. "Kelihatan sekali melompat tinggi, peningkatan yang cukup tajam," kata Jokowi saat memimpin rapat kabinet terbatas. (Kompas.com, 19/12/2016)
Jika tren ini berlanjut, ujar Jokowi, diperkirakan tahun 2030 pendidikan di Indonesia akan setara dengan negara-negara lainnya yang tergabung dalam OECD.
"Inilah yang saya kira perlu dipertimbangkan oleh Mendikbud, jangan sampai, kalau kita lihat di negara-negara lain justru mengalami penurunan skor. Tapi di Indonesia justru skornya naik," tegas Jokowi.
Guna memperbaiki kualitas UN, Mendikbud mengaku akan turut melibatkan guru-guru dalam pembuatan soal UN di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Sekretaris Kabinet Pramono Anung usai rapat menyebut hasil survei PISA, "Memperlihatkan bahwa sebenarnya pendidikan kita sudah on the right track." Oleh karena itu, UN akan tetap digelar seperti biasa. Meski, pemerintah akan melakukan sejumlah langkah penyempurnaan agar UN dapat benar-benar menjadi pendongkrak intelektualitas murid.
Pertama, pemerintah terus mendorong perbaikan kualitas guru. "Guru yang sudah disertifikasi tentunya ditingkatkan dari waktu ke waktu kemampuannya sehingga dengan demikian akan ada evaluasi kinerja guru," tutur Pramono. Kedua, melalui Kemendikbud juga akan meningkatkan kisi-kisi UN.
Semula, Mendikbud mengusulkan moratorium UN untuk memenuhi putusan MA 2009, simpul dari keresahan terhadap ketimpangan dalam pendidikan nasional.
Itu tecermin di amar putusan MA, pemerintah diperintahkan meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh Indonesia.
Namun, alternatif yang lebih baik gagal dihadirkan. Datang pula justifikasi lembaga internasional. Bagi bangsa xenolatri—gandrung yang serbaasing—meski oleh hukum divonis buruk, aduhai juga. ***
Selanjutnya.....

Masalah Penggeledahan pada Polri!

KEPALA Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Idham Aziz menerbitkan surat pemberitahuan kepada Kabid Propam semua Polda, menginstruksikan jika KPK, kejaksaan, dan pengadilan melakukan penggeledahan ke ruangan-ruangan markas kepolisian, mereka harus mendapatkan izin Kapolri atau Kabid Propam Polda.
"SK ini bersifat arahan dan petunjuk untuk dipedomani dalam pelaksanaan tugas, demikian bunyi surat tertanggal 14 Desember 2016 itu, yang ditembuskan kepada Kapolri, Irwasum Polri, serta para kapolda. (Kompas.com, 18/12/2016)
Menanggapi surat tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, "KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya mengikuti KUHAP dan aturan yang bersifat khusus atau lex specialis di UU KPK dan UU Tindak Pidana Korupsi." (detiknews, 18/12/2016)
Agus menekankan dalam hubungannya dengan Polri dan kejaksaan, KPK melakukan koordinasi dan supervisi terkait sektor pemberantasan korupsi. "Kita berharap semua institusi mendukung upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.
Sementara peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Miko Ginting, menyatakan hal tersebut bertentangan dengan hukum acara pidana. Penggeledahan dan penyitaan merupakan upaya paksa yang diatur dalam KUHAP dan UU lain yang mengatur hukum acara pidana di luar KUHAP. (Kompas.com, 19/12/2016)
"Di mana untuk penggeledahan dan penyitaan sama sekali tidak memerlukan izin dari Kapolri," tegas Miko. Bahkan, lanjutnya, KPK memiliki aturan khusus yang terpisah dari KUHAP soal penyitaan. KPK bisa melakukan penyitaan tanpa memerlukan izin dari ketua Pengadilan Negeri.
"Arahan ini dalam konteks tindak pidana korupsi juga berpeluang dijadikan alas bagi tindakan menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice)," ujar Miko.
Menurut Miko, seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik, semestinya langkah yang dilakukan adalah mendorong pembenahan positif di tubuh Polri. "Arahan ini berpotensi kontraproduktif dengan semangat itu," ujarnya.
Kontroversi penggeledahan terhadap Polri ini memang bisa menurunkan kembali citra Polri yang terangkat tinggi sejak berhasil mengelola konflik terkait kasus Ahok yang sangat runcing menjadi Doa Bersama 212 yang amat positif. Itu karena arahan tersebut kurang sejalan dengan KUHAP dan dasar hukum kegiatan KPK sehingga sebagai penegak hukum Polri cenderung melanggar hukum itu sendiri.
Bagi awam pemahamannya bisa konyol: mau menggeledah harus minta izin dulu, bisa-bisa barang buktinya keburu menguap. ***
Selanjutnya.....

Fed Antisipasi Ketakpastian Trump!

SETELAH menaikkan suku bunga acuan yang tertunda sejak awal tahun 25 basis poin Rabu (14/12/2016), bank sentral AS The Fed melempar sinyal kenaikan suku bunga lebih cepat untuk tiga kali penaikan pada 2017 juga 2018 hingga akhirnya mencapai tingkat ideal 3%, sebagai antisipasi ketidakpastian ekonomi Presiden Trump yang diprediksi inflatoar.
Terpilihnya Trump memicu pembuat kebijakan menggeser pandangan mereka tentang apa yang akan terjadi. "Semua peserta pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) menyadari adanya ketidakpastian terkait bagaimana kebijakan ekonomi akan berubah dan apa dampaknya terhadap perekonomian," ujar Janet Yellen, Gubernur Bank Sentral AS. (Kompas.com, 15/12/2016)
Meski pengambilan sumpah Trump baru akan dilakukan Januari 2017, Yellen mengakui beberapa peserta FOMC mengubah asumsi fiskal mereka. Setidaknya 17 anggota FOMC meningkatkan outlook kenaikan suku bunga sejak September 2016 lalu. Yellen enggan mengomentari berondongan pertanyaan saat jumpa pers, terkait cuitan Trump di Twitter tentang rencana fiskal, pajak, maupun perdagangan harus diatur. "Saya tidak akan memberikan saran kepada Presiden terpilih tentang bagaimana harus mengatur dirinya," ungkap Yellen.
Trump kerap mengkritisi Yellen selama kampanye pilpres. Ia pun mempertimbangkan untuk mengganti Yellen ketika periode tugasnya berakhir pada 2018.
Bisa dibayangkan daya serap AS terhadap dolar ketika suku bunga acuan The Fed telah mencapai 3% akhir 2018, sementara suku bunga acuan Bank of China 4,25% dan suku bunga acuan rupiah di 4,75%. Dengan inflasi rupiah 4% plus-minus 1%, sedang inflasi di AS pada 2%, head to head saja margin suku bunga rupiah sudah kalah 25 basis poin dari AS.
Dengan cara apa pun bisa diperkirakan pada saat itu rupiah tak akan mampu membendung arus dolar pulang kampung. Padahal, keseimbangan yang telah teruji dalam waktu panjang adalah suku bunga acuan rupiah 7,5% dengan inflasi 4%, lawan suku bunga acuan dolar AS nyaris nol dengan inflasi 1%.
Artinya, antisipasi rupiah terhadap apa yang akan terjadi akhir 2018 itu, dengan ketidakpastian yang diprediksi FOMC sejak pelantikan Trump, harus sudah dipikirkan sejak sekarang. Apa yang bisa diandalkan jadi substitusi bagi arus keluar investasi dolar yang bakal lebih masif ke depan, dengan penjualan bersih investor asing di BEI sekitar Rp400 miliar per hari sejak Trump terpilih? Kayaknya belum ada yang memikirkan seperti apa nanti, masih sibuk tax amnesty. ***
Selanjutnya.....

USBN, Ujian Sekolah Berstandar Nasional!

MENDIKBUD Muhadjir Effendy mengatakan kajian terbaru soal Moratorium Ujian Nasional (UN) akan kembali disampaikan dalam rapat terbatas (ratas) kabinet Senin (19/12/2016). Dalam kajian terbaru itu, alternatif standardisasi yang disiapkan antara lain ujian sekolah berstandar nasional (USBN).
Ia mengaku siap menerima apa pun keputusan Presiden Joko Widodo jika moratorium UN pada akhirnya ditolak. "Ditunggu saja apa keputusannya," ujar Muhadjir. (Kompas.com, 16/12/2016)
Sekretaris Kabinet Pramono Anung Selasa (13/12/2016) mengatakan saat rapat evaluasi UN masih ada perbedaan pandangan di antara para pejabat yang hadir. Karena itu, Presiden minta Mendikbud mempertimbangkan masukan yang muncul dalam ratas dan menyampaikannya kembali di ratas berikutnya.
Salah satu yang belum setuju moratorium UN karena belum ada alternatif standarisasinya adalah Wapres Jusuf Kalla. "Justru ujian itulah yang membikin standar," ujar Wapres. "Dulu, sejarahnya ujian nasional itu orang lulus dengan angka 3,5 jangan lupa. Kita setiap tahun naik setengah, setengah, supaya mencapai standardisasi."
Namun, menurut Mendikbud, moratorium UN dilakukan untuk memenuhi putusan MA pada 2009. Kini UN tak lagi menentukan kelulusan, tapi lebih berfungsi untuk memetakan kondisi pendidikan. Hasilnya, baru 30% sekolah memenuhi standar nasional.
Menurut Muhadjir, pandangan JK yang ia coba akomodasi adalah standardisasi mengenai kualitas pelajar. Dan USBN alternatif untuk itu.
"Evaluasi nasional nanti diserahkan kepada pemerintah daerah. Kita mau mengembalikan evaluasi sebagai hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif. Negara cukup mengawasinya," tegas Muhadjir.
Jadi pendulumnya antara sentralisasi pendidikan sebagai status quo yang enggan berubah, dengan desentralisasi pendidikan implementasi Nawacita yang bersimpul putusan MA, moratorium UN.
Dibanding dengan UN yang menyamakan soal ujian siswa di Menteng Jakarta dengan siswa di pelosok Papua, mungkin USBN dengan varian soal ujian akhir kualitas A, B, dan C, yang disiapkan Kemendikbud (sebagai standar nasional) untuk dipilih oleh sekolah sesuai kemampuan pelajarnya, jelas lebih adil.
Apalagi kalau salah satu kegunaan ijazah dan tanda kelulusan untuk mencari pekerjaan. Alangkah tak adil kalau anak di Papua tak lulus hingga tak memiliki syarat untuk mencari pekerjaan akibat dijebak dengan soal ujian sekelas siswa di Jakarta, yang jauh timpang sarana dan prasarana pendidikannya. ***
Selanjutnya.....

Delapan Konglomerat Tak Punya NPWP!

MENTERI Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada delapan konglomerat Indonesia yang namanya masuk majalah Forbes dalam jajaran orang terkaya di dunia tak punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) sehingga bisa dianggap sebagai pengemplang pajak.
Itu ia kemukakan saat sosialisasi program amnesti pajak di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Meskipun demikian, ujar Sri Mulyani, yang hingga kini belum mengungkap nama para konglomerat itu, kesempatan mereka untuk memiliki NPWP dan melaporkan hartanya masih terbuka karena ada program pengampunan pajak atau tax amnesty. "Kami akan meminta mereka melihat UU Tax Amnesty sebagai suatu kesempatan," ujarnya. (Kompas.com, 14/12/2016)
Program tax amnesty, kata dia, membuktikan banyak orang Indonesia tidak memiliki NPWP. Setidaknya, dari 490 ribu wajib pajak yang ikut tax amnesty, sekitar 20 ribu orang baru pertama memiliki NPWP.
Mengenai delapan konglomerat tak punya NPWP itu, Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan sesuai dengan ketentuan UU warga negara bisa tidak memiliki NPWP jika WNI bersangkutan tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun. (Inilah.com, 13/12/2016)
Secara tidak langsung Hestu mengungkap para konglomerat itu tinggal di luar negeri. "Meskipun demikian," kilah Hestu, "Ditjen Pajak tetap melakukan pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki WNI tersebut."
Jadi para konglomerat itu dengan mengeruk kekayaan dari perusahaan-perusahaannya di dalam negeri, hidup supermewah sekaligus menimbun kekayaan hasil keuntungannya di luar negeri.
Kekayaan yang mereka simpan di luar negeri itulah yang sejak awal dihitung pemerintah sebagai sasaran tax amnesty berjumlah Rp11 ribu triliun, dibanding dengan APBN 2016 hanya Rp2.080 triliun.
Dengan program tax amnesty, dari total Rp4.000 triliun yang dilaporkan sampai pekan terakhir, di bawah Rp1.000 triliun yang dibayar tebusannya dari harta di luar negeri. Bahkan, yang akan dipindah atau direpatriasi ke dalam negeri hanya Rp144 triliun. Sisanya, sekitar Rp3.000 triliun yang dilaporkan pada program tax amnesty berasal dari dalam negeri, mayoritas justru dari usaha kecil dan menengah (UKM).
Karena sejak awal sasaran utama program tax amnesty adalah kekayaan WNI yang disimpan di luar negeri, bisa dijadikan salah satu ukuran sukses programnya kalau delapan konglomerat yang dimaksud menteri itu berhasil dibuat memiliki NPWP, sekaligus melaporkan dan merepatriasi kekayaannya kembali ke Tanah Air. ***
Selanjutnya.....

Tegangan Efek Trump pun Dimulai!

BAHKAN Donald Trump belum dilantik sebagai presiden pun, tegangan tinggi aura politiknya sudah menyengat kawasan Asia Timur, lewat wawancaranya di televisi Fox News, Senin (12/12/2016), yang menegaskan bahwa AS tak terikat dengan One China policy, yang selama beberapa dekade telah menjadi kesepahaman diplomasi antara Washington dan Beijing.
"Saya tak habis pikir mengapa kita harus terikat dengan One China policy, kecuali kita membuat kesepakatan dengan Tiongkok yang terkait hal-hal lain, misalnya perdagangan," ujar Trump seperti dikutip Kompas (13/12/2016) dari AP/AFP/Reuters.
Pemerintah Tiongkok melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang Senin menyatakan bahwa One China policy merupakan fondasi politik hubungan diplomatik AS-Tiongkok.
Atas dasar itu, ia menyampaikan kecaman paling keras Beijing terhadap Washington, "Kami mendesak pemimpin baru AS dan pemerintahnya untuk benar-benar mengerti betapa seriusnya isu Taiwan, dan tetap berpegang pada One China policy."
Tegangan tinggi efek Trump ini bermula pekan sebelumnya Trump dan Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen bicara lewat telepon. Ini pertama kali dalam 40 tahun seorang presiden AS atau presiden terpilih AS bicara secara terbuka dengan pemimpin Taiwan.
Selain itu, cuitan status Trump di Twitter menuduh Tiongkok telah memanipulasi mata uangnya, mengenakan pajak impor produk AS, dan memicu ketegangan di Laut Tiongkok Selatan. Atas kecaman Tiongkok, Trump dengan pilon berkata, "Mengapa pula negara lain harus mengatur mana telepon yang bisa diangkat dan mana yang tidak. Tentunya sangat tidak sopan jika saya tidak membalas teleponnya."
Atas sikap Trump yang selengekan atas masalah yang oleh Tiongkok dianggap amat serius itu, surat kabar Global Times, corong Partai Komunis Tiongkok, menulis tajuk berjudul, "Trump coba dengarkan baik-baik: One China tidak bisa didagangkan."
Tajuk itu secara provokatif menyebut bahwa di bidang diplomasi, Trump itu "bebal seperti anak-anak". Trump dianjurkan lebih banyak membaca buku-buku terkait hubungan AS-Tiongkok.
Bahkan tajuk itu mengancam, jika AS meninggalkan kebijakan One China, Beijing tak punya lagi alasan untuk tetap mempertahankan perdamaian dan akan menggunakan kekuatan untuk merebut kembali Taiwan.
Demikian tegangan efek Trump, salah-salah cuit Asia Timur bisa tersulut perang baru. Seperti hardik tajuk itu, mungkin Trump harus kena batunya dulu untuk memahami bahwa Tiongkok dan dunia tidak bisa dilecehkan. ***
Selanjutnya.....

Melembagakan Restorative Justice!

MENKO Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyatakan pemerintah mewacanakan pelembagaan restorative justice, penyelesaian konflik sosial tanpa melalui proses pengadilan, melainkan dengan musyawarah.
"Saya menuju ke sana nanti. Jadi hukum di Indonesia, tidak harus masuk ke konflik pengadilan. Konflik horizontal bisa masuk ranah musyawarah untuk mufakat dan itu dalam budaya kita juga ada. Selama kedua pihak setuju dan tidak ada paksaan," ujar Wiranto. (Kompas.com, 13/12/2016)
Gagasan itu didorong penyelesaian secara musyawarah mufakat (restorative justice) kasus pembubaran kebaktian kebangunan rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB Bandung, Selasa (6/12/2016).
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar, Jumat (9/12/2016), Kapolrestabes Bandung Kombes Winarto mengadakan pertemuan dengan Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dan perwakilan panitia KKR. Kedua pihak menyepakati menggelar penjadwalan ulang kegiatan serupa di tempat yang sama.
Sebelumnya, acara KKR di Gedung Sabuga ITB dihentikan setelah sejumlah orang datang meminta acara itu dibubarkan. Ketua Ormas Pembela Ahlus Sunnah (PAS) Muhammad Roni mengatakan pihaknya tidak melarang kegiatan keagamaan umat monmuslim. Dia hanya meminta agar KKR dipindahkan ke rumah ibadah sesuai SKB Tiga Menteri No. 8 dan 9/2006. Namun, panitia nasional KKR Natal 2016 menyatakan telah memenuhi semua izin dan prosedur pelaksanaan ibadah.
Penyelesaian kasus KKR di Bandung yang efektif mengatasi konflik horizontal yang bisa ruwet itu menginspirasi Menko Polhukam untuk melembagakan restorative justice dalam penyelesaian konflik sosial secara nasional.
"Musyawarah ya boleh-boleh saja. Setiap konflik horizontal di masyarakat itu bisa diselesaikan melalui musyawarah sesuai dengan adat kita. Dulu sebelum ada hukum, ada yang namanya musyawarah adat. Konflik sosial itu kita selesaikan dengan cara pemufakatan," kata Wiranto.
Direktur Peneliti Setara Institute Ismail Hasan sependapat musyawarah atau restorative justice bisa menjadi jalan dalam menyelesaikan konflik horizontal di masyarakat. Namun, jika dalam konflik tersebut telah terjadi tindak pidana, polisi seharusnya menindak pelaku melalui proses hukum.
Seperti pembubaran, kalau pelakunya tidak ditindak, bisa jadi preseden buruk dan tidak memberi jaminan aksi serupa tidak terulang. Apalagi konflik horizontalnya ada yang cedera, proses pidana terhadap pelaku perlu sebagai pelajaran bagi semua pihak. ***
Selanjutnya.....

Pelonggaran Moneter Vs The Fed!

RABU (14/12/2016) ini hari kedua sidang Federal Open Market Committee (FOMC) sebagai pengendali Federal Reserve Bank (The Fed—Bank Sentral AS), yang pengamat perkirakan akan menaikkan suku bunga acuan The Fed yang telah tertunda sepanjang tahun, kenaikan kedua sejak krisis keuangan global 2008.
Rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed itu salah satu faktor eksternal yang "menyandera" kebijakan perbankan nasional Indonesia sepanjang masa penundaan tersebut. Akibatnya, meski Bank Indonesia (BI) sejak awal tahun telah membuat kebijakan pelonggaran moneter yang luar biasa, perbankan Indonesia tetap bertahan pada bunga kredit dua digit. Hanya bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang turun menjadi 9%, itu pun dengan subsidi pemerintah dari bunga sebenarnya 22%.
Pelonggaran moneter dilakukan dari BI rate 7,75% di awal tahun, jadi 6,5% pada Juli, kemudian dengan perubahan suku bunga acuan menjadi BI-7 days repo rate di Agustus pada Oktober menjadi 4,75%. Padahal, jika pelonggaran moneter itu diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan dengan besaran setara, akan meringankan beban dunia usaha dan mendukung tingkat pertumbuhan ekonomi. Juga, meningkatkan daya beli masyarakat yang efektif bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Ada beberapa faktor yang disebut ekonom Hendri Saparini sebagai penyebab masih sangat terbatasnya penurunan suku bunga perbankan. Pertama, karena tren kenaikan kredit bermasalah (non-performing loan—NPL) yang menjadikan perbankan lebih konsentrasi melakukan pencadangan. Ini memengaruhi keterbatasan penurunan bunga. (Liputan6. com, 12/12/2016)
Kedua, masih tingginya biaya perolehan dana perbankan, terutama untuk deposito premium. Ketiga, melambatnya penyaluran kredit akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi, pendapatan bunga kredit yang menjadi andalan perbankan domestik terpengaruh.
Terakhir, kondisi geografis yang cukup luas sementara infrastruktur dasar belum merata, biaya operasional perbankan jadi lebih mahal.
Dengan keluarnya kebijakan baru suku bunga acuan The Fed, berarti sandera faktor eksternal terhadap perbankan nasional berakhir. Tinggal bagaimana berbagai masalah domestik yang dihadapi itu bisa dipecahkan bersama oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar tujuan pelonggaran moneter itu bisa tercapai.
Penyelesaian bersama masalah itu menjadi tumpuan ke depan, sebab kalau tak teratasi bisa tergulung gelombang ketakpastian Trump Effect yang berkuasa mulai 20 Januari 2017. ***
Selanjutnya.....

Polemik Siaran Sidang Kasus Ahok!

SIDANG tersangka penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang digelar PN Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016), menyulut polemik. Di satu pihak Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan di lain pihak Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK-PWI).
Dewan Pers dan KPI menerbitkan surat edaran bersama, Dewan Pers No. 02/SE-DP/XII/2016 dan KPI No. 01/SE/K/KPI/12/2016, berisi tiga butir imbauan. Pertama, lembaga penyiaran diimbau tidak menyiarkan langsung (live) persidangan secara terus-menerus dari ruangan sidang saat pemeriksaan saksi dan sesi keterangan ahli. Siaran langsung sebaiknya dilakukan hanya pada saat pembacaan tuntutan dan vonis.
Kedua, laporan langsung secara berkala dimungkinkan dalam bentuk breaking news atau sebatas laporan situasi terkini. Ketiga, stasiun televisi diimbau tidak membuat talkshow atau diskusi live yang melibatkan tokoh atau ahli yang membahas jalannya proses persidangan.
Sementara siaran pers DK-PWI, Sabtu (10/12/2016), terkait wacana intervensi pada kemerdekaan pers dengan pelarangan siaran langsung, mengingatkan Pasal 4 Ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers (UU Pers) menegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, dan pelarangan siaran.
Penjelasan Pasal 4 Ayat (2) itu menerangkan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan elektronik. Hal ini sejalan dengan pengertian pers dalam UU Pers dan isi Pasal 42 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), wartawan penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik.
Perlindungan dan jaminan kemerdekaan pers ditujukan pada semua jenis pers, cetak, dan elektronik. Menurut DK-PWI, permintaan untuk tidak menyiarkan dengan ancaman secara terselubung ataupun terang-terangan, tindakan pemberedelan dan pelarangan serta penghentian siaran terhadap karya jurnalistik, merupakan bagian dari penyensoran dan menghalang-halangi tugas pers. Tindakan itu dilarang oleh UU Pers dan bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Demikian dahsyat kasus Ahok ini, setelah jutaan orang pada aksi damai 411 dan 212 menuntut #Penjarakan Ahok, kini lembaga yang punya kekuasaan menindak media, Dewan Pers dan KPI, membuat edaran yang menurut DK-PWI bertentangan dengan UU.
Siaran langsung memang bisa membuat saksi yang menguntungkan Ahok dicerca massa. Namun, kalau ditutup-gelap, apa tidak malah mengundang protes lebih besar dari 212? ***
Selanjutnya.....

Tahun Ka'bah Diserang Pasukan Gajah!

DI Sekolah Rakyat 1950-an, setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad saw guru agama selalu bercerita tentang serangan pasukan gajah Raja Abraha dari Yaman ke Ka'bah, di Mekah.
Serangan gajah ke Baitullah itu digagalkan oleh arakan burung Ababil, yang setiap ekor membawa tiga bara batu sebesar kacang di paruh dan kedua cakarnya. Berkat lemparan bara api dari burung Ababil itu, pasukan gajah berlarian kucar-kacir dengan tubuh berlubang-lubang seperti daun dimakan ulat.
Serangan pasukan gajah Abraha ke Ka'bah itu terjadi tahun 570 Masehi, tahun itu pun disebut Tahun Gajah agar mudah mengingatnya, bertepatan dengan tahun lahirnya Nabi Muhammad saw.
Hal menarik dari cerita guru itu kisah yang dilakoni kakek Nabi Muhammad, Abdul Muthalib, waktu itu tokoh kaum Quraisy. Raja Abraha dan ribuan tentaranya tiba dan berkemah tak jauh dari Mekah. Pertama diutusnya ke Mekah Al-Aswad bin Maqsud dengan pasukan berkuda. Kekayaan orang Mekah diserahkan ke pasukan Al-Aswad, termasuk 200 unta milik Abdul Muthalib. Mereka tak berani melawan tentara Abraha yang dikenal terkuat di jazirah Arab masa itu.
Kemudian Abraha mengutus Hanathah Al-Himiyari ke Mekah, untuk menyampaikan maksud Abraha bukan mau memerangi warga Mekah, melainkan hanya mau menghancurkan Ka'bah. Sampai Mekah Hanathah tanya siapa pemimpin kaum Quraisy. Ia dibawa jumpa Abdul Muthalib.
Mendengar maksud Abraha, Abdul Muthalib mengatakan warga Mekah tak punya kekuatan memerangi mereka. Mengenai Ka'bah, Abdul Muthalib berkata, "Rumah ini (Ka'bah) adalah rumah Allah yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim Alaihis Salam. Jika Allah melindungi, itu karena Ka'bah rumah-Nya dan rumah suci-Nya. Jika Allah tidak melindunginya, kami tidak punya kekuatan untuk melindunginya."
Hanathah kemudian berkata ke Abdul Muthalib, "Ayo ikut, aku diperintahkan pulang membawamu." Abdul Muthalib dikawal putranya dan beberapa tokoh Quraisy.
Saat bertemu, Abraha terkejut. Permintaan pertama Abdul Muthalib adalah agar 200 untanya yang dirampas dikembalikan.
"Engkau membicarakan 200 ekor unta yang kurampas, dan meninggalkan rumah (Ka'bah) yang tiada lain agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk menghancurkannya dan engkau sedikit pun tak menyinggungnya?"
Abdul Muthalib menjawab, "Sesungguhnya aku adalah pemilik unta, dan rumah itu mempunyai pemilik yang akan melindunginya."
Abraha berkata, "Ia tak layak menghalangiku."
Timpal Abdul Muthalib, "Itu terserah antara kau dan Dia." ***
Selanjutnya.....

Moratorium UN Langkah Alternatif!

RAPAT kabinet Rabu (7/12/2016) memutuskan pemerintah masih mengevaluasi moratorium ujian nasional (UN) 2017. "Keputusan tadi adalah Presiden memerintahkan kepada Mendikbud untuk mempelajari lagi dan mengevaluasi. Jadi, soal keputusan mengenai UN, belum ada perubahan," ujar Johan Budi, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi.
Wapres Jusuf Kalla memperjelas moratorium ditunda lantaran pemerintah belum memiliki alternatif lain untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pendidikan. Jika tanpa ujian nasional, pemerintah tak memiliki acuan standar pendidikan di Indonesia.
Tampak, meski desentralisasi pendidikan dengan konsekuensi UN dihapus merupakan implementasi dari Nawacita—sembilan program unggulan pemerintahan Jokowi-JK, realisasinya dilakukan dengan tetap hati-hati dan rasional.
Tanpa adanya alternatif yang lebih unggul sebagai penggantinya, jelas program itu bisa dijalankan semata emosional dengan mengorbankan pendidikan nasional secara semena-mena.
Anies Baswedan yang ikut dalam tim transisi penyusun program Jokowi-JK usai memenangi Pilpres 2014, meski menampung ke dalam Nawacita acuan desentralisasi pendidikan dari pasangan Jokowi-JK, sampai ia dicopot dari jabatan Mendikbud belum menemukan alternatif jitu yang mampu menggantikan UN.
Sama halnya hingga konsep moratorium UN dibahas sidang kabinet paripurna pekan ini, Mendikbud penggantinya juga rupanya belum menemukan alternatif yang sebanding buat menggantikan UN. Itulah alasan utama sidang kabinet menunda moratorium UN. Sebab, kalau dipaksakan, dunia pendidikan bisa bubar jalan.
Artinya, semua pihak tak pantas menuntut moratorium UN tanpa konsep penggantinya yang secara objektif lebih unggul. Setiap sistem punya keunggulan dan kelemahan. Semua yang menuntut moratorium UN sejak beberapa tahun lalu, fasih menuturkan berbagai kelemahan UN. Namun, hingga kini alternatif pengganti yang sebanding secara objektif dan teruji belum ada.
Maksud objektif terutama pelaksanaan program tidak dipaksakan hanya beralas kekuasaan. Penundaan Nawacita dunia pendidikan itu mengisyaratkan penguasa ingin mengutamakan objektivitas programnya.
Demi objektivitas program pengganti UN itu, pencarian alternatifnya tentu tidak semata dierami di Kemendikbud, tetapi dilakukan penggalian pandangan para pakar pendidikan seluruh negeri untuk dirumuskan bersama menjadi sebuah sistem pendidikan nasional terdesentralisasi yang berstandar terpadu. Agaknya, itulah alternatif yang dibutuhkan. ***
Selanjutnya.....

Mengakhiri Derita Warga Rohingya!

LAGI-LAGI nasib buruk yang tragis menimpa, kapal bermuatan lebih 30 warga Rohingya tenggelam di Sungai Naaf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh saat lari dari kejaran kapal cepat tentara Myanmar, Senin (5/12/2016).
Kantor berita UNB, mengutip anggota dewan desa Bangladesh, sedikitnya 31 warga Rohingya di atas perahu saat insiden itu terjadi. Sumber kalangan Rohingya menyebut 13 mayat perempuan dan anak-anak, termasuk yang terkena luka tembakan, terdampar di desanya tepi Sungai Naaf, wilayah Myanmar.
Sekitar 30 ribu warga Rohingya melarikan diri dari rumah mereka sejak kekerasan berdarah Oktober 2016. Militer Myanmar membakar kampung mereka, dengan membunuh dan memerkosa. PBB pekan lalu mengatakan 10 ribu warga Rohingya telah tiba di Bangladesh yang juga mengklaim aparat keamanan telah mengusir pulang ribuan lainnya sebelum masuk. (Kompas.com, 5/12/2016)
Artinya, semakin banyak warga Rohingya yang kocar-kacir dalam pelarian, sedang ribuan pelarian terdahulu nasibnya kebanyakan juga belum jelas. Mereka berserak di berbagai penampungan sementara tempat perahu mereka terdampar di pesisir Indonesia dan Malaysia.
Sesama manusia perahu, nasib mereka tidak "sebaik" manusia perahu dari Vietnam setelah Saigon jatuh ke penguasa komunis 1975. Waktu itu, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan urusan pengungsi PBB (UNHCR) menampung ribuan manusia perahu Vietnam dengan membuat barak di Pulau Galang, Kepri. Para pengungsi juga difasilitasi hingga mendapat negara penampung, sampai tak tersisa seorang pun di Pulau Galang.
Pengalaman Indonesia menangani ribuan pelarian dari kekejaman rezim di negerinya itu, layak diamalkan dalam mengatasi nasib buruk warga Rohingya. Pendekatan dan bentuknya mungkin harus disesuaikan pada realitasnya.
Untuk itu, kehadiran Menlu RI Retno Marsudi ke Myanmar memenuhi undangan Aung San Suu Kyi untuk mencari solusi masalah Rohingya harus mengutamakan prinsip-prinsip humanitas Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur dan agung.
Tujuan akhir solusinya, warga Rohingya bisa diterima sebagai bagian masyarakat Myanmar yang setara dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Seiring penanaman prinsip kebersamaan dan kesetaraan di kalangan rezim memerintah lewat penguasa de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Indonesia bantu warga Rohingya menata kembali kehidupan, dengan menanamkan antiradikalisme di kalangan warga Rohingya yang hasilnya hanya lebih menyengsarakan keluarganya akibat pembalasan dari penguasa. ***
Selanjutnya.....

New York Vs Kejahatan Kebencian!

SEJAK Donald Trump memenangi pilpres 8 November 2016, terjadi peningkatan serangan terhadap warga minoritas di New York. Polisi mengatakan kejahatan kebencian terhadap Yahudi, muslim, dan minoritas lainnya di kota itu meningkat jadi 43 kasus sejak pemilihan itu dibanding periode sama tahun lalu 20 kasus.
Pejabat New York City berjanji untuk cepat menemukan dan mengadili setiap tersangka kejahatan kebencian, setelah seorang pria mengancam untuk membunuh seorang polisi wanita berjilbab yang sedang tidak bertugas.
"Jika siapa pun di New York City terlibat dalam perilaku ini, yakinlah bahwa Anda akan diidentifikasi, akan ditangkap, dan akan dikenai hukuman yang sesuai," ujar Komisaris Polisi James O'Neill (Republika.co.id, 6/12/2016)
Polwan Ami Elsokary, warga asli New York yang muslim, sedang berjalan dengan anak laki-laki remajanya Sabtu lalu di lingkungan Bay Ridge Brooklyn, ketika seorang pria menyerang anak itu dan menuduh keduanya terkait kelompok militan Islam State (IS).
"Ia juga mengancam akan membunuh Elsokary," kata polisi. Sebelum melarikan diri, lanjut polisi, tersangka berteriak, "Kembalilah ke negaramu."
Elsokary telah bertugas di kepolisian New York 11 tahun, salah seorang dari 900-an muslim di departemen kepolisian terbesar di negeri itu. Tahun 2014 ia mendapat penghargaan setelah menyelamatkan seorang gadis belia dan neneknya dari gedung yang terbakar.
"Saya jadi perwira polisi untuk menunjukkan sisi positif dari seorang wanita muslim New York," kata Elsokary. "Saya lahir dan dibesarkan di sini dan saya di sini untuk melindungi Anda."
Hari Senin, Christopher Nelson didakwa dengan tuduhan kejahatan kebencian, sebuah tindak kriminal tingkat dua, kata Kejaksaan Kings County.
Biro Penyelidik Federal (FBI) menyebut kejahatan kebencian sebagai tindak pidana terhadap orang atau properti yang termotivasi secara keseluruhan maupun sebagian oleh bias perilaku terhadap ras, etnis, agama, kecacatan, orientasi seksual, atau gender.
Wali Kota New York, seorang tokoh Partai Demokrat, mengatakan yakin lonjakan kejahatan kebencian merupakan dampak kemenangan Trump, yang kampanyenya menebar kebencian terhadap minoritas dan rasialis. "Kita bisa kehilangan nyawa karena hal ini. Saya muak ketika mendengar seorang petugas kami menjadi sasaran ancaman dan ejekan hanya karena imannya," tegasnya.
Sebuah pelajaran buat negeri yang warganya beragam, kejahatan kebencian harus diatasi dengan penegakan hukum yang tegas. ***
Selanjutnya.....

Harga Batu Bara Tembus 100 Dolar!

TERJADI kejutan luar biasa. Saham PTBA di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (5/12/2016) melonjak hingga 9,6% dalam satu hari, menjadi Rp13.475. Harga saham PTBA itu terangkat oleh harga batu bara yang ditambangnya pada hari itu tembus 100 dolar AS per ton untuk acuan Desember. Tepatnya, 101,69 dolar AS per ton. (MetroTV, 5/12/2016)
Harga batu bara itu melonjak dari kisaran 50 dolar AS per ton pada awal 2016, merambat naik ke 70 dolar AS per ton pada September. Lonjakan ini dipicu terutama oleh penutupan tambang-tambang batu bara di Tiongkok, yang tujuannya mengerek naik harga batu bara, membantu industri batu bara dalam negeri mereka.
Sekaligus, menahan cadangan batu bara negerinya di alam. Produksi batu bara Tiongkok sebelumnya mencapai 3,6 miliar ton per tahun, sudah terpangkas 4,2% atau 151 juta ton.
Deputi Ditektur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan permintaan batu bara pada akhir tahun ini meningkat karena untuk antisipasi memasuki musim dingin, terutama di Jepang, Korea, dan Tiongkok. Kepada detik-finance (5/12/2016) Hendra memperkirakan kenaikan harga ini tidak akan bertahan lama.
Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di Tiongkok juga naik. Kalau biaya produksi listrik mahal, tentu akan menurunkan daya saing industri. Karena itu, tukasnya, Pemerintah Tiongkok kemungkinan tidak melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi batu bara untuk mengefisienkan biaya produksi listrik pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memerlukan batu bara sebagai bahan bakar.
"Besar kemungkinan Pemerintah Tiongkok akan meninjau kembali kebijakan tersebut karena PLTU di sana kesulitan dengan harga batu bara yang tinggi. Karena itu, ada potensi harga komoditas akan terkoreksi," ujar Hendra.
Meski terkoreksi, harganya mungkin tak anjlok sampai seperti di awal tahun. Karena Tiongkok sebagai produsen batu bara terbesar dunia, juga rugi kalau harga komoditasnya terlalu rendah. Peluang tersebut membantu Indonesia mendapatkan harga batu bara lebih baik, salah satu komoditas andalan yang selama ini harganya terpuruk bersama beberapa komoditas ekspor nonmigas lainnya.
Naiknya harga batu bara ke kisaran 100 dolar AS per ton menyusul membaiknya harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit ke atas 700 dolar AS per ton, bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Jika kenaikan harga itu disusul oleh karet dan kopi ke tingkat yang lebih ideal, perekonomian rakyat juga bisa lega. ***
Selanjutnya.....

Dicabut, Subsidi Listrik 18,8 Juta KK!

SUBSIDI listrik 18,8 juta kepala keluarga (KK) pelanggan 900 volt ampere (va) dicabut mulai Januari 2017 karena tergolong warga mampu.
Jumlah pelanggan 900 va 22,9 juta KK, tapi berdasar data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 4,1 juta pelanggan termasuk rumah tangga miskin atau rumah tangga mampu tapi listriknya untuk kegiatan usaha kecil-menengah (UKM) atau kegiatan sosial.
Pencabutan subsidi itu bertahap, disesuaikan setiap tiga bulan. Tahap pertama pelanggan 900 va pemakai di atas 60 kwh semula membayar tarif Rp495/kwh, berubah menjadi Rp692/kwh. Tarif ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Subsidi Listrik Tepat Sasaran. (Sindonews.com, 15/11/2016)
"Dari hasil kebijakan itu, kami hitung lebih dari Rp20 triliun yang bisa kita hemat di 2017," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman. Kementerian ESDM berjanji akan mengalokasikan dana itu untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di desa-desa yang belum teraliri listrik. (Kompas.com, 4/12/2016)
Dari jumlah kepala keluarga, di Indonesia masih 6,8 juta—6,9 juta lagi yang belum teraliri listrik, ujar Jarman. Bila mengacu data Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri, total jumlah KK di Indonesia mencapai 63,8 juta, jumlah KK yang belum teraliri listrik mencapai 10,8%.
Dengan pengalihan subsidi itu, berarti pembangunan infrastruktur listrik desa-desa yang belum teraliri listrik itu di luar program membangun pembangkit 35 ribu mw sampai 2019. Namun, dengan dana pengalihan subsidi Rp20 triliun per tahun, untuk membangun infrastruktur listrik 10,8% rumah tangga nasional, agaknya tak selesai 2019.
Masalah pelistrikan desa-desa terisolasi itu karena kurangnya dorongan partisipasi investasi swasta. Malah di zaman pelayanan listrik dimonopoli PLN, listrik milik koperasi rakyat di Metro diakuisisi PLN. Ini menoreh trauma pada masyarakat hingga enggan berpartisisasi pada pengadaan listrik. Sedang PLN tak mampu segera memenuhinya.
Trauma itu membuat pengusaha ragu untuk investasi infrastruktur listrik di daerah. Tanpa kecuali, pemerintah menawarkan keleluasaan.
Selain itu, kemiskinan menyulut kekhawatiran masyarakat tak mampu membayar listrik hasil investasi besar itu. Menurut Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia Ali Herman Ibrahim, keengganan pengusaha juga karena tiadanya insentif dari pemerintah.
Apa mau sok mengelola investasi itu sebagai ajang bisnis? Bisnis apa di daerah terisolasi? ***
Selanjutnya.....

Menahan Laju Modal Asing Kabur!

BELUM sebulan Donald Trump terpilih jadi Presiden Amerika Serikat (AS) dan baru akan dilantik Januari 2017, sampai akhir November 2016 terjadi capital outflow (modal asing kabur) dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar Rp12,36 triliun.
Laju modal kabur itu bisa lebih deras jika Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuan yang telah tertahan sejak awal tahun. Berbagai acuan pada ekonomi AS cukup mendukung bagi langkah The Fed untuk menaikkan suku bunga.
Dengan suku bunga acuan The Fed yang lebih tinggi, menurut Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini, otomatis para pemilik dana untuk sementara waktu akan memilih menaruh uang di AS. "Kemarin kan isunya pemilu Presiden AS. Trump dikabarkan akan meningkatkan belanja infrastruktur. Artinya akan banyak dana yang keluar," ujar Hamdi. (Kompas.com, 2/12/2016)
Untuk menahan laju kaburnya modal asing itu, sering dilakukan dengan menaikkan suku bunga di dalam negeri. Karena pada akhirnya modal pemburu rente itu akan mencari return yang paling menguntungkan.
"Kalau dibandingkan suku bunga dengan pasar mana yang menawarkan lebih tinggi, mereka akan balik ke negara yang menawarkan return bagus," ujar Hamdi.
Namun untuk kembali menaikkan suku bunga, bagi Indonesia yang kini sedang mencapai posisi suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah, yakni 4,75%, tidaklah mudah. Lebih lagi dengan suku bunga rendah itu diharapkan mendorong ekonomi lebih bergairah mencapai target pertumbuhan.
Jelas terlalu naif hanya untuk menahan laju capital outflow Trump effect harus dengan membongkar jangkar perekonomian nasional yang amat penting itu. Kalau masalahnya persaingan return terbaik yang bisa didapatkan dana asing di bursa global, justru memperbaiki dan meningkatkan terus kondisi perekonomian nasional yang kondusif dewasa ini menjadi jawaban terbaiknya.
Kondisi ekonomi nasional yang kondusif bisa memberi gain harian yang baik pada investor di BEI. Selain itu, kalangan perusahaan emiten juga bisa mencetak laba lebih bagus sehingga investor menerima dividen yang memuaskan setiap semester.
Tampak, untuk menahan laju capital outflow itu justru perlu stimulan yang lebih intensif pada perekonomian nasional, utamanya dunia usaha. Salah satunya, penurunan suku bunga perbankan nasional mengikuti suku bunga acuan BI yang rendah itu. Dengan realisasi suku bunga bank yang lebih meringankan dunia usaha, para pengusaha bisa lebih lincah mendukung pertumbuhan. ***
Selanjutnya.....

Efek Mpu Sedah pada Kredibilitas Hukum!

RAMALAN Mpu Sedah, ahli nujum di Daha masa Raja Jayabaya, "Sebuah revolusi di Pulau Jawa akan timbul dipimpin oleh orang yang berkulit kuning dan akan memperoleh kemenangan..." menyulut refleks jutaan orang mengikuti aksi di Ibu Kota ketika kredibilitas hukum diragukan karena penegak hukum dinilai memberi perlakuan istimewa pada orang berkulit kuning.
Ramalan itu sebenarnya sudah terbukti ketika Raden Patah yang berkulit kuning menjatuhkan penguasa Majapahit. Selain berdirinya Kerajaan Demak, episode ini berakhir dengan terwujudnya ramalan Mpu Sedah, berkuasanya seorang Tionghoa-Jawa bernama Mas Garendi di Kartasura. (Lihat, Tan Malaka, "Aksi Massa", 1926. Teplok Press, 2000)
Rupanya anak-cucu warga Majapahit dari Madagaskar hingga ufuk timur Nusantara mencurigai penegak hukum pilih kasih dengan tidak menahan tersangka berkulit kuning itu, sebagai bagian skenario besar untuk merebut ulang Majapahit oleh pihak seperti ramalan Mpu Sedah. Tuntutan agar hukum ditegakkan dengan adil pun menjadi dasar protes mereka untuk mencegah ramalan itu terwujud dengan unjuk massa amat besar.
Aksi massa amat besar menuntut penegak hukum bertindak adil itu, selain aktualisasi kekhawartiran efek ramalan Mpu Sedah, juga ekspresi keraguan terhadap kredibilitas hukum. Mem-pressure proses hukum dengan unjuk massa jutaan orang, tentu punya konsekuensi memengaruhi sistem hukum utamanya integritas pengadilan.
Apalagi ancaman revolusi diteriakkan jika putusan pengadilan nanti tidak sesuai dengan keinginan massa. Jelas, majelis hakim telah mendapat tekanan berat sebelum bersidang. Pertimbangan nurani hakim bisa terganggu kejernihannya dalam memutus perkara. Akibatnya lagi-lagi kredibilitas hukum jadi korban.
Namun, melorotnya kredibilitas hukum bukan hanya akibat praktek hukum di hilir--dari proses di kepolisian, kejaksaaan, hingga pengadilan--yang cenderung masih rentan terimbas interaksi sosio-politik, ekonomi, dan budaya masyarakatnya. Tapi cukup signifikan pengaruhnya dalam menurunkan kredibilitas hukum adalah di level pembuat UU, DPR dan pemerintah, yang acap membuat hukum demi keuntungan kelompok kepentinganya semata.
Contohnya UU MD3 dibuat menguntungkan koalisi oposan yang sesaat mayoritas di parlemen, sehingga partai pemenang pemilu tak dapat kursi ketua DPR. Terakhir RUU yang mau mengubah sistem pemilu terbuka jadi sistem terbuka tertutup.
Istilah prinsipnya saja kacau, kredibilitas hukum pun melorot terus. ***
Selanjutnya.....

Dinamika Dewasakan Demokrasi!

DARI Parade Nusantara Bersatu di Lapangan Saburai, Bandar Lampung, Rabu (30/11/2016), yang menyatukan tekad berbagai suku, ras, dan agama untuk tetap bersatu menjaga Nusantara dan NKRI dalam Bhinneka Tunggal Ika, sampai syahdunya doa bersama umat Islam nasional di Monas, Jumat (2/12/2016), tampak dinamika sosial, budaya, dan politik mendewasakan masyarakat dalam berdemokrasi.
Dengan kehidupan yang rukun dan damai semua elemen bangsa begitu, ke depan tidak perlu lagi energi masyarakat banyak yang terbuang percuma akibat tersulut curiga dan salah sangka. Kesediaan untuk dialog dan bermusyawarah menjadi kunci tercapai saling pengertian dan mufakat.
Bahkan, ketika tempo dinamika tinggi, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF MUI) ngotot untuk melakukan Aksi 212 dengan salat jumat di Bundaran HI, sedangkan Kapolri menyebut salat di tengah jalan itu mengganggu kepentingan umum, akhirnya berkat kesediaan dialog tercapai mufakat menjadikan Aksi 212 kegiatan ibadah lebih khusyuk di Monas.
Sejatinya, musyawarah mufakat itu berakar dalam budaya Indonesia. Juga nilai-nilai lain dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jadi hafalan wajib sejak anak-anak di SD.
Sayangnya, nilai-nilai tersebut sebatas hafalan, tidak benar-benar dihayati dan tak mengaktual dalam perilaku sebagai ekspresi berbudaya orangnya. Sementara realitas nilai-nilainya mengaktual di media sosial: saling caci maki, memfitnah, menebar dusta dan kebencian, tidak menghargai orang yang berbeda dengan dirinya, alergi kebhinnekaan, dan lainnya.
Dengan semua realitas itu, Parade Nusantara Bersatu yang digelar di daerah-daerah seantero negeri dan Aksi 212 di Monas diharapkan menjadi kulminasi, semua anomali perilaku menyimpang itu lumer dan cair menjadi nilai-nilai ideal dalam perilaku masyarakat sehingga harmoni kehidupan berbangsa terwujud.
Tentu saja perilaku ideal dan harmoni kehidupan masyarakat itu tidak serta-merta terjadi seusai Parade Nusantara Bersatu dan Aksi 212. Dua hal terpenting untuk mewujudkan itu. Pertama, keteladanan para pemimpin, terutama elite, yang relatif menguasai panggung sehingga setiap gerak-geriknya jadi sorotan publik. Kedua, penegakan hukum yang tegas dan transparan, terutama dalam pengendalian media sosial.
Jika kedua hal itu berjalan efektif, realitas sikap dan perilaku masyarakat diharapkan bisa mencerminkan kedewasaan berdemokrasi. ***
Selanjutnya.....

Intifadah Api Hanguskan Israel!

LEBIH dari 2.000 titik api secara serentak sejak Selasa (22/11/2016) membakar wilayah Israel dari Haifa—kota ketiga terbesar negeri itu (setelah Tel Aviv dan Jerusalem) di pantai Barat sampai batas timur negara di Jerusalem. Jalan raya utama penghubung ibu kota de jure Tel Aviv ke ibu kota de facto Jerusalem ditutup karena terkepung api.
Israel sendiri tak mampu mengatasi kebakaran amat besar itu sehingga mendatangkan bantuan memadamkan dari Amerika Serikat, Siprus, Rusia, Italia, Kroasia, Yunani, dan Palestina. Dengan delapan mobil pemadam dan 41 petugasnya, Palestina memadamkan 143 titik api dari Ramalah di Tepi Barat sampai Haifa.
Ketua tim pemadam Palestina, Abdulatif Abu Hamshah, mengatakan, "Tujuan para pemadam kebakaran adalah memadamkan api. Tidak perlu memandang agama atau hal-hal lain." Pasukannya telah kembali ke Ramallah Sabtu (26/11/2016) malam. (AFP/BBC, 29/11/2016)
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menelepon Presiden Palestina Mahmud Abbas Minggu (27/11/2016) untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan yang dikerahkan sehingga hari itu semua api yang menghanguskan negerinya berhasil dipadamkan.
Sebelum itu, di tengah amukan api hingga 80 ribu orang di Haifa harus diungsikan karena api melalap rumah dan mobil warga di permukiman kota itu, media negeri itu menyebut peristiwa itu sebagai "intifadah kebakaran".
Maksudnya, kalau lazimnya para pemuda Palestina melakukan intifadah, perlawanan pada tentara Israel dengan lemparan batu, dengan tuduhan itu diasumsikan perlawanan dilakukan dengan menyulut kebakaran secara serentak di lebih dari 2.000 titik api, jadi "intifadah api".
Tuduhan itu dibuktikan dengan keberhasilan polisi Israel menangkap 12 orang yang dicurigai melakukan pembakaran di sekitar wilayah negeri tersebut selama empat hari. PM Netanyahu mengatakan jika api disulut dengan sengaja, akan dianggap sebagai tindakan terorisme.
Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett, pemimpin partai sayap kanan, mengisyaratkan keterlibatan orang Arab-Israel (warga Israel beretnis Arab) atau Palestina. Kebakaran serentak itu terjadi setelah PM Netanyahu mendukung RUU agar volume suara azan di masjid-masjid wilayah tersebut dibatasi tidak terlalu keras. Sekitar 17,5% warga Israel beretnis Arab, sebagian besar memeluk Islam.
Namun, Ayman Odeh, anggota parlemen orang Arab-Israel asal Haifa yang berpenduduk campuran Arab dan Yahudi, menolak tuduhan itu. "Pelaku pembakaran adalah musuh kita semua," tegasnya. ***
Selanjutnya.....

Repotnya Right to be Forgotten!

HAL terbaru hasil revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah tambahan ketentuan mengenai hak untuk dilupakan—right to be forgotten. Hak ini ditambahkan pada Pasal 26 mengatur orang yang divonis tak bersalah berhak mengajukan permintaan ke pengadilan untuk menghapus pemberitaan dirinya saat jadi tersangka.
Untuk kini, eksekusi putusan pengadilan untuk menghapus pemberitaan seseorang saat jadi tersangka di media massa tentu lewat blokir yang dilakukan Kementerian Kominfo. Blokir itu tentu dilakukan melalui kode atau kata kunci sehingga setiap kata itu masuk atau dipanggil lewat mesin pencari (search engine) keseluruhan materi yang mengandung kata tersebut tidak lolos ke penerima kiriman atau pencari materi.
Sistem blokir itu punya kelemahan. Berdasar pengalaman Azyumardi Azra yang dia ungkap di tayangan MetroTV, saat dilakukan blokir atas kata ISIS, semua materi terkait ISIS, bukan hanya yang negatif bagi pembaca kena blokir. Kajian-kajian yang penting bagi masyarakat mengenai ISIS, termasuk tulisan sang guru besar UIN Jakarta itu juga ikut terblokir. Akibatnya masyarakat buta tentang ISIS, padahal harusnya melek agar mengatasinya.
Dalam hal right ro be forgotten, salah satu kata yang masuk penyaring tentu nama orangnya. Ini jelas merugikan banyak orang yang bernama sama, segala bentuk berita dan tulisan yang mengandung namanya ikut kena blokir, padahal isinya bukan hanya penting bagi orangnya, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat.
Itulah bakal repotnya memenuhi permintaan itu. Juga demi bersikap etis terhadap putusan pengadilan setiap media idealnya menghapus sendiri berita dimaksud dari file medianya, akan sulit memenuhinya. Karena, materi yang harus dihapus pasti sudah mengendap jauh dalam server.
Apalagi mesin pencari—search engine, seperti Google, Yahoo, dan sejenis penghimpun data sejagat raya yang operasinya dikendalikan di luar negeri, dengan pengaman berlapis yang sukar diterobos pihak lain untuk diotak-atik kontennya. Setidaknya, perlu prosedur berantai.
Sebagai hal baru, sebaiknya tentu dilihat dulu pelaksanaannya, andai bisa dilaksanakan. Namun, suatu putusan pengadilan tak bersalah dan bebas dari semua tuntutan secara eksplisit dan langsung telah merehabilitasi sekaligus mengeliminasi stigma tersangka.
Sedangkan status tersangka yang pernah disandangnya justru menjadi ukiran perjalanan sejarah hidupnya. Sejarah itu tak bisa diingkari sekalipun file beritanya dihapus. ***
Selanjutnya.....

Polri-GNPF MUI Sepakati Aksi 212!

KEPOLISIAN dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menyepakati aksi 2 Desember 2016, juga lazim disebut Aksi 212, digelar di Lapangan Monas, Jakarta. Polri menyiapkan Jalan Medan Merdeka Selatan jika massa tak tertampung di Monas.
Kesepakatan itu dicapai dalam Pertemuan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan GNPF MUI, Senin (Kompas.com, 28/11/2016).
Dalam pertemuan itu, Kapolri menyampaikan larangan aksi yang sedianya digelar di Bundaran Hotel Indonesia. Alasannya, jika itu dilakukan melanggar UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam UU itu, kata Kapolri, unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain. Diatur pula, aparat bisa membubarkan aksi.
Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin jalan protokol yang dipakai banyak pengguna jalan. Jika aksi digelar di sana, hak orang lain terganggu. "Lebih dari itu, akan jadi preseden buruk karena berikutnya nanti akan ada unjuk rasa dengan modus yang sama dengan mengatasnamakan keagamaan. Bayangkan nanti setiap Jumat kegiatan-kegiatan keagamaan dilaksanakan di situ," kata Kapolri.
Preseden buruk bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Warga bisa saja menuntut hal yang sama dengan mengatasnamakan kegaiatan keagamaan.
Aksi di Monas dimulai pukul 08.00, dengan kegiatan ibadah zikir, tausiah, doa bersama, dan diakhiri salat jumat berjemaah. Ketua Dewan Pembina GNPF MUI Rizieq Shihab menyatakan jika ada hal-hal yang terjadi di luar kesepakatan itu, Polri berhak menindak dan memproses hukum.
"Kami, GNPF MUI, tidak bertanggung jawab. Itu hak dan kewajiban Polri untuk mengambil langkah dan mengatasinya," ujar Rizieq.
Sebelumnya, kepolisian memang telah mencium adanya berbagai unsur yang akan menyusup, mendompleng, menunggangi aksi 212 dari membuat kekacauan hingga makar. Dengan pernyataan Rizieq itu, lebih mudah polisi menuntaskan tugas pengamanan negara setelah penangkapan berantai di berbagai tempat seputar waktu menjelang aksi 212.
Salah satu pendomplengan yang ditangkal serius oleh kepolisian adalah kelompok yang berencana memprovokasi dan menggiring massa ke DPR, untuk kemudian mendesak MPR bersidang mencabut amanat dari Presiden Jokowi. Setelah massa dijauhkan dari Jalan Sudirman dan terkosentrasi di Monas, provokasi menggiring massa ke DPR jadi lebih sulit. Dengan demikian, ibadah di aksi 212 bisa lebih khusyuk, segala anasir negatif tak mudah menyusup. ***
Selanjutnya.....

Desentralisasi Pendidikan, UN Hapus!

DALAM rangka mengimplementasikan Nawacita Presiden Jokowi berupa desentralisasi pendidikan, Mendikbud Muhadjir Effendy mulai tahun pelajaran 2017 menghapus ujian nasional (UN). Kemendikbud membuat standar nasional kelulusan siswa yang dijabarkan pemprov untuk SMA/SMK dan pemkab/pemkot untuk SD/SMP.
Menurut Muhadjir, penghapusan UN ini sejalan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA). "Sesuai amanat MA, bahwa UN itu sebaiknya dilaksanakan kalau nanti secara relatif pendidikan kita sudah bagus dan merata. Kami mengejar itu," ujar Muhadjir. (detik.com, 27/11/2016)
MA memutuskan itu 14 September 2009 dengan Ketua Majelis Kasasi Abbas Said serta anggota Majelis Mansyur Kertayasa dan Imam Hariyadi. MA menyatakan pemerintah telah lalai dalam meningkatkan kualitas guru, baik sarana maupun prasarananya. Pemerintah diminta untuk memperhatikan terjadinya gangguan psikologis dan mental para siswa sebagai dampak penyelenggaraan UN.
Namun, para tergugat putusan MA itu, Presiden, Wakil Presiden, Mendikbud, dan Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP) tidak menggubris amar putusan MA itu. Rupanya jiwa putusan MA itu dipetik dalam Nawacita Presiden Jokowi dan mencanangkan desentralisasi pendidikan nasional.
Namun, dalam dua tahun pemerintahan Jokowi, Nawacita bidang pendidikan ini beku. Barulah setelah Mendikbud diganti, strategi Nawacita diterapkan.
Sementara Presiden Jokowi di Makassar, Jumat (detik-news, 25/11/2016), menyatakan saat ini rencana penghapusan UN tersebut masih dalam proses. Nanti Presiden akan memanggil sejumlah menteri untuk rapat terbatas (ratas) terkait opsi penghapusan UN itu.
Jokowi ingin tahu sejauh mana efektifnya sistem UN. Dia akan meminta laporan lebih lanjut dari Muhadjir. "Kalau itu memang perlu untuk mengetahui standar-standar dari ujian, dan kualitas pendidikan kita jika itu perlu dilakukan. Jika tidak, saya belum tahu laporannya seperti apa, datanya seperti apa," ujar Jokowi.
Namun, secara terpisah di hari yang sama di Jakarta, Mendikbud menyatakan Presiden telah menyetujui rencana moratorium UN. "Pada prinsipnya Presiden sudah menyetujui, tinggal menunggu inpres (instruksi presiden), mudah-mudahan," kata Muhadjir. (Kompas.com, 25/11/2016)
Persiapan moratorium UN dan kepastian untuk pelaksanaannya di pusat lebih cepat lebih baik agar daerah cukup waktu untuk menerima pelimpahan tugas desentralisasi itu. Jangan serbakepepet sehingga malah mengorbankan kualitas pendidikan itu sendiri. ***
Selanjutnya.....

Bangsa Waras, Ogah Rush Money!

PROVOKASI rush money yang terbukti gagal menimbulkan gerakan ramai-ramai menarik uang dari bank 25 November 2016 menunjukkan bangsa ini waras, sehingga ogah terpengaruh dorongan isu rush money yang bisa mengakibatkan sistem keuangan nasional ambruk dan kacau, akhirnya rakyat sengsara.
Sementara salah satu pengunggah provokasi rush money ke media sosial yang telah dijadikan tersangka oleh polisi mengaku perbuatannya itu hanya iseng. Kepada polisi, tersangka yang ternyata seorang guru SMK Pluit Penjaringan, Jakarta Utara, bernama AR alias Abu Uwais (31) menyesali perbuatannya.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Sabtu (26/11/2016), Abu Uwais tak ditahan. Polisi beralasan karena faktor kemanusiaan, Abu Uwais punya anak yang masih kecil dan juga seorang guru (detikNews, 26/11/2016).
Polisi menyita barang bukti sejumlah status Abu Uwais di Facebook bertema rush money. Selain menulis provokasi agar orang ramai-ramai menarik uangnya dari bank, dia unggah foto dirinya sedang tidur dengan tumpukan uang seolah-olah sudah mengambil uangnya dari bank.
Karena ada tumpukan uang di fotonya itu, polisi pun menelusuri sumber uang yang Abu Uwais pamerkan di Facebook itu. "Apa ada aktor intelektual karena bisa jadi sistematis, ini uang siapa?" ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar.
Dengan penetapan tersangka terhadap Abu Uwais, polisi memperingatkan para pengguna media sosial harus bijak mengelola informasi di dunia maya. Jangan sampai menyebar informasi sesat maupun hasutan karena di mana pun pelaku berada akan dengan mudah terdeteksi. Sedang ancaman hukuman di UU informasi dan transaksi elektronik (ITE) relatif berat.
Tak berhasilnya provokasi rush money meski sempat viral di media sosial, menunjukkan masyarakat bangsa kita benar-benar waras, jalan pikirannya rasional dalam menimbang akibat buruk jika terjadi rush. Apalagi kalau rush yang akibatnya amat buruk bagi perekonomian itu dilakukan hanya sebagai imbal agar seorang tersangka ditahan, padahal proses hukum sedang berjalan.
Dengan begitu, bisa diprediksi segala bentuk hasutan menyesatkan, meski sesaat ketika disampaikan bisa membuat orang tergoda, tapi setelah memikirkan lebih masak hasutan itu dan sampai pada kesimpulannya sendiri betapa buruk akibat hasutan itu jika dilaksanakan, orang segera kembali ke rasionalitas dan kewarasannya.
Itulah yang terbukti dengan gagalnya provokasi rush money sehingga massa tak jadi ramai-ramai menarik uangnya dari bank. ***
Selanjutnya.....

Definisi Makar, Pandangan Ahli Bisa Beda!

DALAM Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) "makar" berarti jika ditemukan syarat adanya perbuatan permulaan pelaksanaan (Pasal 87), membunuh, merampas kemerdekaan, meniadakan kemampuan presiden dan wakil presiden memerintah (Pasal 104), memisahkan diri dari wilayah negara Indonesia (Pasal 106), menggulingkan pemerintah (Pasal 107).
Pekan terakhir "makar" jadi buah bibir setelah Kapolri dan Panglima TNI menyebut adanya rencana makar. Pernyataan Kapolri terkait makar melukiskan ada gerakan menyusup demo 212 yang memprovokasi massa menduduki gedung DPR, lalu mendesak Sidang Istimewa MPR untuk mencabut amanat MPR dari Presiden Jokowi.
Jadi jenis makarnya seperti di Pasal 107, menggulingkan pemerintah. Tentu, pernyataan Kapolri didukung bukti, setidaknya seperti dimaksud Pasal 87, ada perbuatan permulaan pelaksanaan—bisa saja rekaman pertemuan kelompok suatu gerakan menjurus makar.
Selain itu, juga ada laporan masyarakat yang mengadukan penghasutan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Salah satunya laporan dari kuasa hukum Laskar Jokowi, Ridwan Hanafi, ke Polda Metro Jaya. Laporan polisi itu dilengkapi barang bukti video, foto, dan saksi-saksi teregistrasi nomor LP/5735/XI/2016/PMJ/Dirs Reskrimum 21 November 2016, dengan salah satu tokoh yang diduga pelakunya Sri Bintang Pamungkas. (Metrotvnews.com, 22/11/2016)
Demikian isu tentang makar yang menjadi buah bibir dilihat secara awam dari bunyi pasal-pasal UU-nya. Tapi, di kalangan ahli hukum bisa terjadi perbedaan pandangan atau pendapat, lazim sebagai keistimewaan ahli hukum bebas meniliai setiap fakta hukum. Sehingga, untuk sebuah kasus dengan bukti-bukti persidangan yang sama, di antara majelis hakim ada yang membuat dissenting opinion.
Begitu pula dengan isu makar terakhir, berbagai meme muncul di media sosial. Ada yang menyebut Kapolri bicara tanpa bukti. Ada yang menyebut kalau makar itu ada pembunuhan. Padahal, kalau sempat terjadi pembunuhan, berarti aparat keamanan kecolongan.
Kapolri sudah memberi isyarat supaya mencari infonya di Google. Sedang Menko Polhukam menyebut ada di medsos. Artinya, soal makar itu sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi. Contohnya, salah satu bukti yang melengkapi laporan polisi kasus penghasutan menggulingkan pemerintah yang sah didapat pelapor dari YouTube.
Jadi, contoh dan bukti kasus makar yang sudah terang benderang masih dikeluhkan mengada-ada. Tapi begitulah kasus hukum, beda pandangan menjadi kelaziman. ***
Selanjutnya.....

Warga Rohingya Korban Radikalis!

GARA-GARA sekelompok kecil radikalis sok jagoan, dengan senjata tajam menyerang pos perbatasan Myanmar menewaskan sembilan orang polisi 9 Oktober 2016. Usai membunuh sembilan polisi itu, mereka kabur membawa senjata api rampasan.
Akibatnya, pemerintah menurunkan militer untuk membasmi perlawanan di kawasan itu. Dengan cara lebih radikal lagi, puluhan warga Rohingya tewas dianiaya militer, wanita diperkosa, seluruh kampung dibakar, dan ribuan warga kocar-kacir lari masuk hutan. (AFP/Kompas.com, 23/11/2016)
Pada awal pembersihan, 30-an warga sipil tewas. Jumlah korban tewas terus bertambah selama pembersihan oleh tentara di desa-desa Negara Bagian Rakhine yang banyak dihuni warga Rohingya. Pemerintah Myanmar menyebut serangan terhadap pos perbatasan itu pemberontakan. Pemerintah menuduh seorang militan radikal yang dilatih Taliban Pakistan memimpin serangan dan menggerakkan ratusan warga Rohingya.
Terbukti, membantu rakyat Rohingya dengan mengirim pejuang, pelatih militer dan senjata, hanya memperburuk nasib warga Rohingya yang tersisa di negeri itu. Karena itu, bantuan kemanusiaan bagi mereka yang tersisa serta yang terusir tanpa kepastian nasibnya, layak diprioritaskan masyarakat internasional. Seiring itu, kalangan pemerintah dan lembaga formal di jalur diplomasi mengusahakan naturalisasi kewarganegaraan mereka sesuai hukum internasional—cukup setelah tinggal lima tahun. Warga Rohingya telah tinggal di Negara Bagian Arakan dan Rakhine, Myanmar, sejak abad VII Masehi, tapi tetap tak diakui sebagai warga negara Myanmar.
Tanpa kewarganegaraan, mereka kesulitan memperoleh hak dan akses kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), populasi Rohingya mencapai 3 juta jiwa. Sekitar 800 ribu jiwa bermukim di Rakhine yang tergolong paling miskin di Myanmar, sisanya menyebar di banyak negara.
Secara kemanusiaan, Pemerintah Indonesia sudah cukup baik membantu warga Rohingya sejak para nelayan menyelamatkan perahu mereka yang terombang-ambing berlabuh di Aceh. Namun, itu saja jelas tak cukup. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia menjadi amat naif kalau hanya puas menonton penyiksaan terhadap sesama warga muslim yang sudah kelewat batas itu.
Lebih lagi sebagai sejawat anggota ASEAN. Kita hormati prinsip nonintervensi di antara negara ASEAN. Cukup dengan senyum dorong penghormatan norma dan nilai kemanusiaan melalui ASEAN Intergovernmental Commission of Human Right. ***
Selanjutnya.....

Tausiah Kebangsaan Sikap MUI!

LEWAT pernyataan sikap yang tertuang dalam Tausiah Kebangsaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) bukanlah merupakan bagian dari Dewan Pimpinan MUI dan tidak ada hubungan struktural formal apa pun juga antara DP MUI dan GNPF-MUI.
Tausiah Kebangsaan yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dan Sekjen KH Anwar Abbas itu, menyatakan aksi demo GNPF-MUI pada 2 Desember 2016 hendaknya dilakukan dengan tidak menggunakan atribut atau logo atau simbol-simbol MUI. (detiknews, 22/11/2016)
MUI mengimbau masyarakat agar dalam ikhtiar memperjuangkan musyawarah dengan para pengambil kebijakan, eksekutif, legislatif, dan aparat penegak hukum, menyampaikan pernyataan pendapat melalui pers dan media komunikasi lainnya karena hal tersebut dinilai lebih efektif dan memberikan citra positif bagi pendidikan demokrasi di Indonesia.
Apabila terpaksa hendak melakukan demo, MUI mengimbau agar dilakukan dengan sopan, tertib, damai, akhlakul karimah, serta mematuhi peraturan yang berlaku.
MUI juga mengingatkan peserta unjuk rasa agar tetap fokus pada tema penegakan hukum kasus penistaan agama, tidak menyimpang untuk tujuan lainnya yang tidak sesuai dengan semangat menjaga kebhinnekaan dan keutuhan NKRI.
Pada bagian akhir, MUI mengimbau kepada pihak kepolisian dan aparat keamanan lainnya agar dalam menghadapi peserta unjuk rasa tetap mengedepankan pendekatan persuasif, dialogis, profesional, dan proporsional, serta menghindari penggunaan kekerasan.
Tampak, MUI menyumblimasikan dirinya di tempat semestinya, di atas semua kelompok dan golongan umat Islam, bukan paralel atau menjadi bagian dari kelompok tertentu. MUI juga menolak pengawalan dirinya sebagai entitas independen yang bebas dari segala ancaman.
Itu tersirat dari Tausiah Kebangsaan MUI itu, sekaligus dengan posisi sublim di atas semua kelompok dan golongan itu, MUI memberikan norma ideal bagi kehidupan berdemokrasi. Utamanya dalam memberikan citra positif bagi pendidikan demokrasi di Indonesia, disarankan supaya menyampaikan pernyataan pendapat atau aspirasi melalui pers dan media komunikasi lainnya karena dinilai lebih efektif.
Namun, MUI realistis. Apabila terpaksa hendak melakukan demonstrasi, MUI mengimbau agar dilakukan dengan sopan, tertib, damai, akhlakul karimah, serta mematuhi peraturan yang berlaku. Pesan dan pendapat jelas lebih mudah diterima jika disampaikan tanpa caci maki dan ujaran kebencian. ***
Selanjutnya.....

Utang RI 27% PDB, Rp3.444 Triliun!

JADI pembicara dalam Rapat Kerja Nasional Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Sabtu (19/11/2016), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap utang RI sekarang Rp3.444,82 triliun atau 27% dari produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp12.600 triliun—sekitar 1.000 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Atas kekhawatiran RI bisa bangkrut, Sri membandingkan dengan AS yang memiliki PDB sekitar 18 ribu miliar dolar AS, rasio utang terhadap PDB-nya mencapai 70%. Sedangkan Jepang, dengan PDB sekitar 4.000 miliar dolar AS, rasio utangnya 200% dari PDB.
"Jadi pertanyaannya, kok mereka enggak bangkrut? Kok enggak khawatir?" tukas Sri Mulyani. (detik-finance, 19/11/2016)
Alasan kedua negara tersebut tidak bangkrut, menurut Sri Mulyani, karena ekonomi negara tersebut terus tumbuh. Kondisi itu yang bisa menjamin utang-utang dengan nilai fantastis bisa terlunasi. Ia tegaskan, ekonomi sebuah negara dengan utang yang besar tidak boleh berhenti tumbuh. "Ekonomi mereka itu terus memproduksi," ujarnya.
Hal seperti itulah, yang sedang dijalankan pemerintah. Mengeluarkan kebijakan agar ekonomi tetap berjalan. Dalam 10 tahun terakhir, menurut Sri, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih besar dibanding utang. Ia pastikan itu kondisi yang sehat.
Hal penting yang membuat AS dan Jepang tidak khawatir bangkrut, karena setiap sen utangnya benar-benar dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, sehingga kemakmuran rakyatnya terjamin dan terus meningkat.
Sebaliknya di Indonesia, setiap hari semakin banyak saja orang yang diringkus KPK, polisi dan jaksa, tertangkap melakukan korupsi. Akibatnya, semakin fantastis tambahan utangnya, semakin masif orang yang digiring masuk bui, bertambah khawatir bangkrut.
Hal berikutnya yang membuat khawatir, terus menurunnya peran industri manufaktur dari 29% pada 2001 tinggal 21% PDB pada 2010 (Faisal Basri, Membangkitkan Kembali Perekonomian Indonesia, 10/7/2015). Hingga, populasi besar sebagai pasar justru menjadi ladang empuk barang substitusi impor ilegal alias seludupan. Rachmat Goebel, sebelum jadi Menteri Perdagangan, menyatakan 60% barang substitusi impor di pasar domestik berasal dari seludupan.
Tampak, kekhawatiran bangkrut itu lebih akibat buruknya mentalitas pejabat dan aparatnya. Contohnya di Surabaya, direksi BUMN pengelola pelabuhan terseret kasus pungli anak buahnya di lapangan yang selama ini menghambat dwelling time. Sedih, rangkaian pemerkosaan ekonomi yang sistemik begitu tak kunjung habis diatasi. ***
Selanjutnya.....

Save Bank Syariah dari Rush Money!

SESUAI dengan perkiraan nasabah perbankan syariah merupakan mayoritas yang bakal terpengaruh gerakan rush money, ramai-ramai menarik simpanan di bank pada 25 November 2016 sebagai imbal tuntutan supaya Ahok ditahan, suatu langkah bersama "save bank syariah" harus dilakukan secara terkoordinasi.
Langkah terkoordinasi itu, berarti dalam kendali Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), adanya suatu tindakan darurat seperti melakukan suspend, yakni menghentikan semua transaksi seketika untuk sementara waktu, bisa dipertanggungjawabkan legalitasnya secara kelembagaan.
Tanpa tindakan darurat suspend yang legal, pengalaman ambruknya perbankan nasional oleh rush nasabah pada 1998 bisa terulang. Andai waktu itu ketika terlihat gejala menjurus rush semua transaksi bisa langsung di-suspend, mungkin realisasinya tidak sedemikian buruk. Karena itu, legalitas atau dasar hukum suspend transaksi di perbankan saat rush harus disiapkan.
Penyelamatan perbankan syariah penting, karena pada 2016 ini pertumbuhan asetnya melejit 17,58% per September menjadi Rp331,76 triliun sehingga pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan nasional naik dari 4,87% pada akhir 2015 menjadi 5,3% pada akhir September 2016. (Kompas.com, 21/11/2016)
Angka pertumbuhan 5% bagi perbankan syariah itu selama ini dikenal sebagai jebakan yang tak bisa dilewati. Sebagai trapped, angka 5 persen itu belum pernah tercapai sepanjang sejarah perbankan syariah di Indonesia. Pada akhir 2014, misalnya, share bank syariah sudah mencapai 4,89%. Tapi pada Maret dan April 2015 melorot lagi jadi 4,67%. Dan akhir 2015 cuma 4,87%, lebih rendah dari 2014.
Kini justru saat kondisi perbankan syariah sedang bagus-bagusnya, muncul gerakan rush money yang bukan saja mengganggu, malah bisa meruntuhkannya. Untuk mengatasi ancaman itulah, perbankan syariah perlu sekoci penyelamat dari OJK dan BI.
Untuk semua itu, persiapan menghadapi rush money harus matang segala seginya. Tak tepat menyepelekan ancaman itu hanya gertak sambal. Karena dalam situasi seperti ini, sering mereka yang melakukan benar-benar dengan tekad bulat dan idealisme membara. Ada pula yang unjuk militansi dan kemampuan ekonomi di lingkungan perjuangannya.
Model orang seperti itu yang bakal dihadapi, umumnya mereka menuntut layanan prima. Padahal saat suspend diberlakukan, berarti pelayanan ditiadakan. Di situlah klimaks dramanya, semua solusi yang diperlukan untuk mengatasinya harus tersedia. ***
Selanjutnya.....