MENTERI Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada delapan konglomerat Indonesia yang namanya masuk majalah Forbes dalam jajaran orang terkaya di dunia tak punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) sehingga bisa dianggap sebagai pengemplang pajak.
Itu ia kemukakan saat sosialisasi program amnesti pajak di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Meskipun demikian, ujar Sri Mulyani, yang hingga kini belum mengungkap nama para konglomerat itu, kesempatan mereka untuk memiliki NPWP dan melaporkan hartanya masih terbuka karena ada program pengampunan pajak atau tax amnesty. "Kami akan meminta mereka melihat UU Tax Amnesty sebagai suatu kesempatan," ujarnya. (Kompas.com, 14/12/2016)
Program tax amnesty, kata dia, membuktikan banyak orang Indonesia tidak memiliki NPWP. Setidaknya, dari 490 ribu wajib pajak yang ikut tax amnesty, sekitar 20 ribu orang baru pertama memiliki NPWP.
Mengenai delapan konglomerat tak punya NPWP itu, Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan sesuai dengan ketentuan UU warga negara bisa tidak memiliki NPWP jika WNI bersangkutan tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun. (Inilah.com, 13/12/2016)
Secara tidak langsung Hestu mengungkap para konglomerat itu tinggal di luar negeri. "Meskipun demikian," kilah Hestu, "Ditjen Pajak tetap melakukan pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki WNI tersebut."
Jadi para konglomerat itu dengan mengeruk kekayaan dari perusahaan-perusahaannya di dalam negeri, hidup supermewah sekaligus menimbun kekayaan hasil keuntungannya di luar negeri.
Kekayaan yang mereka simpan di luar negeri itulah yang sejak awal dihitung pemerintah sebagai sasaran tax amnesty berjumlah Rp11 ribu triliun, dibanding dengan APBN 2016 hanya Rp2.080 triliun.
Dengan program tax amnesty, dari total Rp4.000 triliun yang dilaporkan sampai pekan terakhir, di bawah Rp1.000 triliun yang dibayar tebusannya dari harta di luar negeri. Bahkan, yang akan dipindah atau direpatriasi ke dalam negeri hanya Rp144 triliun. Sisanya, sekitar Rp3.000 triliun yang dilaporkan pada program tax amnesty berasal dari dalam negeri, mayoritas justru dari usaha kecil dan menengah (UKM).
Karena sejak awal sasaran utama program tax amnesty adalah kekayaan WNI yang disimpan di luar negeri, bisa dijadikan salah satu ukuran sukses programnya kalau delapan konglomerat yang dimaksud menteri itu berhasil dibuat memiliki NPWP, sekaligus melaporkan dan merepatriasi kekayaannya kembali ke Tanah Air. ***
Meskipun demikian, ujar Sri Mulyani, yang hingga kini belum mengungkap nama para konglomerat itu, kesempatan mereka untuk memiliki NPWP dan melaporkan hartanya masih terbuka karena ada program pengampunan pajak atau tax amnesty. "Kami akan meminta mereka melihat UU Tax Amnesty sebagai suatu kesempatan," ujarnya. (Kompas.com, 14/12/2016)
Program tax amnesty, kata dia, membuktikan banyak orang Indonesia tidak memiliki NPWP. Setidaknya, dari 490 ribu wajib pajak yang ikut tax amnesty, sekitar 20 ribu orang baru pertama memiliki NPWP.
Mengenai delapan konglomerat tak punya NPWP itu, Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan sesuai dengan ketentuan UU warga negara bisa tidak memiliki NPWP jika WNI bersangkutan tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun. (Inilah.com, 13/12/2016)
Secara tidak langsung Hestu mengungkap para konglomerat itu tinggal di luar negeri. "Meskipun demikian," kilah Hestu, "Ditjen Pajak tetap melakukan pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan-perusahaan yang dimiliki WNI tersebut."
Jadi para konglomerat itu dengan mengeruk kekayaan dari perusahaan-perusahaannya di dalam negeri, hidup supermewah sekaligus menimbun kekayaan hasil keuntungannya di luar negeri.
Kekayaan yang mereka simpan di luar negeri itulah yang sejak awal dihitung pemerintah sebagai sasaran tax amnesty berjumlah Rp11 ribu triliun, dibanding dengan APBN 2016 hanya Rp2.080 triliun.
Dengan program tax amnesty, dari total Rp4.000 triliun yang dilaporkan sampai pekan terakhir, di bawah Rp1.000 triliun yang dibayar tebusannya dari harta di luar negeri. Bahkan, yang akan dipindah atau direpatriasi ke dalam negeri hanya Rp144 triliun. Sisanya, sekitar Rp3.000 triliun yang dilaporkan pada program tax amnesty berasal dari dalam negeri, mayoritas justru dari usaha kecil dan menengah (UKM).
Karena sejak awal sasaran utama program tax amnesty adalah kekayaan WNI yang disimpan di luar negeri, bisa dijadikan salah satu ukuran sukses programnya kalau delapan konglomerat yang dimaksud menteri itu berhasil dibuat memiliki NPWP, sekaligus melaporkan dan merepatriasi kekayaannya kembali ke Tanah Air. ***
0 komentar:
Posting Komentar