MENTERI Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi pengungsian Kutupalong untuk melihat langsung situasi dan kondisi para pengungsi Rohingya di wilayah perbatasan Bangladesh-Myanmar. "Kondisi pengungsi memprihatinkan. Masyarakat internasional harus dapat melakukan lebih untuk membantu para pengungsi," kata Retno dalam keterangan pers yang dikirim dari Ukhiya, Cox's Bazar, Bangladesh. (Kompas.com, 21/12/2016)
Retno merupakan menlu asing pertama yang mengunjungi pengungsian tersebut, sejak meningkatnya ketegangan di Rakhine State, Myanmar, 9 Oktober 2016. Retno bersama para Menlu ASEAN berada di Myanmar memenuhi undangan penguasa de facto Myanmar yang merangkap Menlu, Aung San Suu Kyi, dalam rangka ASEAN Retreat, penyelesaian secara inklusif masalah Rakhine State, khususnya minoritas Rohingya.
Dalam pertemuan itu, Suu Kyi mempertahankan langkah pemerintah mengatasi masalah ini dan menyatakan militer Myanmar sudah mematuhi aturan yang berlaku. Ia tolak tudingan terjadinya kekejaman terhadap minoritas Rohingya. Pemerintah Myanmar telah membentuk tim penyelidik yang diketuai jenderal purnawirawan yang kini menjabat wakil presiden, Myint Swe.
Namun, para Menlu ASEAN tetap mendukung langkah Pemerintah Myanmar menyelesaikan permasalahan secara inklusif di Rakhine State. Sebab, penyelesaian masalah pengungsi harus dilakukan di negara asal ke mana para pengungsi harus kembali.
Saat di tempat pengungsi, Menlu Retno mendengarkan langsung cerita para pengungsi mengenai pengalaman mereka hingga sampai di situ. Menlu meninjau tempat tinggal darurat dan tempat ibadah pengungsi yang jumlahnya mencapai sekitar 19 ribu orang. Para pengungsi di Kutupalong hidup dengan kondisi sangat minim. "Sebagai sesama manusia, kita harus berupaya lebih keras lagi untuk membantu mereka," ujar Retno.
Menurut dia, keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia, dari pemerintah Bangladesh, UNHCR, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan negara-negara lain yang membantu, telah menjadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi. Pemenuhan kebutuhan para pengungsi guna pemulihan kehidupannya sebagai warga di bumi kelahiran mereka, Myanmar, harus diprioritaskan.
Rehabilitasi itu mengacu pada kesimpulan Amnesty International yang disampaikan pada hari ASEAN Retreat di Yangon, Senin (19/12/2016), bahwa militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan membunuh, memerkosa, menyiksa penduduk sipil Rohingya di Rakhine, dan menjarah harta mereka. ***
Dalam pertemuan itu, Suu Kyi mempertahankan langkah pemerintah mengatasi masalah ini dan menyatakan militer Myanmar sudah mematuhi aturan yang berlaku. Ia tolak tudingan terjadinya kekejaman terhadap minoritas Rohingya. Pemerintah Myanmar telah membentuk tim penyelidik yang diketuai jenderal purnawirawan yang kini menjabat wakil presiden, Myint Swe.
Namun, para Menlu ASEAN tetap mendukung langkah Pemerintah Myanmar menyelesaikan permasalahan secara inklusif di Rakhine State. Sebab, penyelesaian masalah pengungsi harus dilakukan di negara asal ke mana para pengungsi harus kembali.
Saat di tempat pengungsi, Menlu Retno mendengarkan langsung cerita para pengungsi mengenai pengalaman mereka hingga sampai di situ. Menlu meninjau tempat tinggal darurat dan tempat ibadah pengungsi yang jumlahnya mencapai sekitar 19 ribu orang. Para pengungsi di Kutupalong hidup dengan kondisi sangat minim. "Sebagai sesama manusia, kita harus berupaya lebih keras lagi untuk membantu mereka," ujar Retno.
Menurut dia, keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia, dari pemerintah Bangladesh, UNHCR, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan negara-negara lain yang membantu, telah menjadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi. Pemenuhan kebutuhan para pengungsi guna pemulihan kehidupannya sebagai warga di bumi kelahiran mereka, Myanmar, harus diprioritaskan.
Rehabilitasi itu mengacu pada kesimpulan Amnesty International yang disampaikan pada hari ASEAN Retreat di Yangon, Senin (19/12/2016), bahwa militer Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan membunuh, memerkosa, menyiksa penduduk sipil Rohingya di Rakhine, dan menjarah harta mereka. ***
0 komentar:
Posting Komentar