SAAT ini Polri tengah mengusut penyebar isu yang tidak benar mengenai adanya serbuan puluhan juta tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok yang beredar di media massa dan media sosial. Dengan mengandalkan Cyber Army yang melakukan patroli di dunia maya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menegaskan semua yang tidak benar di media massa, yang membuat masyarakat itu gelisah atau pemikirannya terkotak-kotak itu akan ditelusuri. (Kompas.com, 26/12/2016)
Presiden Joko Widodo sebelumnya geram terhadap mereka yang menyebarkan isu adanya serbuan tenaga kerja Tiongkok ke Indonesia. Jokowi meminta pihak kepolisian untuk mengusut dan menindak para pelaku penyebar isu itu.
"Itu urusannya polisi lah, urusannya polisi. Namun, hal yang meresahkan seperti itu memang harus ditindak," kata Jokowi.
Para penyebar isu menyebut tenaga kerja Tiongkok yang masuk Indonesia berjumlah 10 juta. Padahal, ujar Jokowi, angka 10 juta itu target wisatawan dari Tiongkok yang masuk Indonesia.
Sementara tenaga kerja Tiongkok yang ada di Indonesia saat ini hanya berjumlah 21 ribu orang. Menurut Jokowi, jumlah itu sangat kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja Indonesia di negara lain. Di Malaysia, misalnya, TKI mencapai 2 juta orang. Adapun di Hong Kong mencapai 153 ribu orang.
Secara logika pun tidak mungkin banyak tenaga kerja dari Tiongkok, Amerika, dan Eropa yang mau bekerja di Indonesia. Sebab, gaji di negara tersebut jauh lebih baik ketimbang di Indonesia.
"Mana mau mereka ke sini dengan gaji yang lebih kecil. Ini saya sampaikan agar jangan sampai rumor berkembang di mana-mana," kata Jokowi.
Pelurusan isu tersebut penting untuk meredam kegelisahan masyarakat. Namun, di sisi lain, kehati-hatian atas tenaga kerja Tiongkok juga amat diperlukan, dengan makin besarnya investasi Tiongkok di Indonesia. Terutama pada investasi proyek langsung, seperti pembangkit tenaga listrik di Bali, sang investor memboyong semua kebutuhan tenaga kerja dari negerinya.
Pengalaman itu meresahkan. Sebab, tenaga lokal malah menganggur dengan hadirnya investasi asing di daerahnya.
Keresahan itu diperkuat berita pengalaman Angola, negara di Afrika Barat, masuknya proyek besar-besaran dari Tiongkok justru membangkrutkan ekonomi rakyatnya. Sebab, semua pekerjaan ditangani tenaga kerja asal Tiongkok.
Manual semua peralatan dan teknis pekerjaan dibuat dalam huruf Tiongkok sehingga warga lokal tidak bisa membacanya. ***
"Itu urusannya polisi lah, urusannya polisi. Namun, hal yang meresahkan seperti itu memang harus ditindak," kata Jokowi.
Para penyebar isu menyebut tenaga kerja Tiongkok yang masuk Indonesia berjumlah 10 juta. Padahal, ujar Jokowi, angka 10 juta itu target wisatawan dari Tiongkok yang masuk Indonesia.
Sementara tenaga kerja Tiongkok yang ada di Indonesia saat ini hanya berjumlah 21 ribu orang. Menurut Jokowi, jumlah itu sangat kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja Indonesia di negara lain. Di Malaysia, misalnya, TKI mencapai 2 juta orang. Adapun di Hong Kong mencapai 153 ribu orang.
Secara logika pun tidak mungkin banyak tenaga kerja dari Tiongkok, Amerika, dan Eropa yang mau bekerja di Indonesia. Sebab, gaji di negara tersebut jauh lebih baik ketimbang di Indonesia.
"Mana mau mereka ke sini dengan gaji yang lebih kecil. Ini saya sampaikan agar jangan sampai rumor berkembang di mana-mana," kata Jokowi.
Pelurusan isu tersebut penting untuk meredam kegelisahan masyarakat. Namun, di sisi lain, kehati-hatian atas tenaga kerja Tiongkok juga amat diperlukan, dengan makin besarnya investasi Tiongkok di Indonesia. Terutama pada investasi proyek langsung, seperti pembangkit tenaga listrik di Bali, sang investor memboyong semua kebutuhan tenaga kerja dari negerinya.
Pengalaman itu meresahkan. Sebab, tenaga lokal malah menganggur dengan hadirnya investasi asing di daerahnya.
Keresahan itu diperkuat berita pengalaman Angola, negara di Afrika Barat, masuknya proyek besar-besaran dari Tiongkok justru membangkrutkan ekonomi rakyatnya. Sebab, semua pekerjaan ditangani tenaga kerja asal Tiongkok.
Manual semua peralatan dan teknis pekerjaan dibuat dalam huruf Tiongkok sehingga warga lokal tidak bisa membacanya. ***
0 komentar:
Posting Komentar