Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Nafsu, Musuh Utama Puasa!

"MALAM awal Ramadan sibuk menggosok sabuk kopelmu sampai berkilat!" ujar Umar. "Memang apa tugas hansip kampung di awal Ramadan?"

"Kontrol warung sepanjang jalan raya!" jawab hansip, adik Umar. "Kalau warung nasi, warung bubur, dan warung bakso ada yang buka siang hari di bulan puasa, diingatkan agar tutup!"

"Kan yang ada perda-nya dilarang operasi selama Ramadan cuma tempat hiburan!" sela Umar.

"Daripada nanti datang Polisi Pamong Praja (Pol-PP) merazia dan menyita gerobak dagangan mereka!" timpal hansip. "Atau malah datang massa organisasi agama mengobrak-abrik dan merusak perlengkapan mereka dagang!"
"Kalau tak ada perda-nya, apa pula alasan Pol. PP merazia pedagang makanan?" tanya Umar.

"Karena tak ada izin berdagang!" jawab hansip. "Diurus izinnya tak pernah berhasil karena dilarang jualan di pinggir jalan!"

"Karena soal izin? Kenapa merazianya harus di bulan Ramadan?" timpal Umar. "Bukan karena bisa mengganggu orang yang berpuasa?"

"Kan sama kita dengar khotbah Jumat terakhir!" sambut hansip. "Bahwa di bulan Ramadan setan dirantai! Hingga tantangan, ujian, atau yang bisa mengganggu puasanya tinggal yang datang dari dalam diri masing-masing, yaitu hawa nafsunya!"

"Kalau soal itu aku juga terima SMS Kang Jalal dari Bandung, 'Nabi saw: Berhati-hatilah dengan hawa nafsu, karena ia akan membawa orang-orang celaka ke neraka!' Biharul Anwar, 7: 315," tegas Umar. "Tapi apa kaitannya dengan pedagang, Pol. PP, atau massa dalam perbincangan kita?"

"Gaya mereka mengendalikan nafsunya!" jawab hansip. "Para pedagang, sudah jelas orang-orang puasa, kenapa memaksakan diri jualan makanan di siang hari! Siapa yang mau beli? Jika pun ada, tak break event point dengan waktu dan tenaga yang mereka curahkan! Sedang Pol. PP, kalau dasarnya izin dagang, kok bukan bulan lain ditertibkan, tapi dipaksakan Ramadan, malah mengganggu warga yang ingin tenang berpuasa!"

"Kalau massa, bagaimana pula?" kejar Umar.

"Menilai rendah kemampuan umat menahan diri dari godaan yang bisa membatalkan puasanya!" tegas hansip. "Padahal semakin tinggi dan berat godaan yang diatasi, semakin tinggi pula kualitas puasanya! Massa membersihkan godaan dari umat, padahal puasa latihan mengatasi godaan! Akibatnya, umat jadi lemah, tak terlatih mengatasi godaan! Lihat saja realitasnya!"
"Bisa aja! Kau cuma hansip!" tukas Umar. "Wali kota saja coba berpikir begitu akhirnya menyerah, ikut yang takut ada godaan terhadap umat!" ***
Selanjutnya.....

Puasa Ramadan, Ibadah Substantif!


SEORANG guru yang lahir dan besar di kota heran, di dusun pedalaman tempatnya mengajar tak terlihat kesibukan menyambut Ramadan! Tak ada yang nyekar ke kuburan! Tak terlihat orang menyiapkan ayam atau kambing, apalagi sapi, untuk dipotong! Pokoknya tak terlihat penonjolan suasana menyambut Ramadan--apa lagi terasa berlebihan--seperti terlihat di kotanya!

"Puasa Ramadan itu ibadah substantif!" jelas Pak Kaum--pemimpin spiritual desa--saat ditanya si guru. "Maksudnya, secara hakiki ibadah puasa itu terkait hubungan sangat pribadi setiap hamba dengan Sang Pencipta! Kalau dibuat sedemikian seronok dikhawatirkan relasi yang sangat pribadi itu justru buyar! Atau kalau terlalu ditonjolkan ke muka publik keberpuasaan orang, ibadahnya malah bisa menjadi ria!"

"Tapi Ramadan kan perlu syiar, menggelorakan kehidupan beragama!" kilah guru. "Dengan syiar itu dikesankan warga bersemangat dan hikmat dalam kehidupan beragamanya!"
"Buat apa kalau cuma kesan! Di balik kesan yang menabirinya dari mata manusia, mereka justru melakukan perbuatan yang dilarang Sang Khalik di depan Sang Khalik itu sendiri!" tukas Kaum. "Ingat, yang sekadar hura-hura itu bukan syiar! Syiar itu intinya penyampaian kepada masyarakat luas atau orang ramai ajaran agama sebagai ajakan atau pemantapan iman, seperti tabligh! Jadi bukan asal heboh, gedombrengan, apalagi pakai ancaman menyakiti atau merugikan orang seperti lazimnya teroris--yang membuat warga jadi takut!"

"Bagaimana pemahaman ibadah substantif Pak Kaum untuk konteks seperti itu?" kejar guru.
"Ibadah dijalankan substansinya, rukun, wajib, dan sunat sesuai ketentuan ajarannya saja, tak diembel-embeli macam-macam lagi!" tegas Kaum. "Dalam hal puasa, secara substantif perintah-Nya selektif khusus diwajibkan buat orang-orang yang beriman! Jadi bagi yang tak beriman, itu urusan pribadinya dengan Sang Pencipta! Posisi kita pada mereka, mengajaknya ke jalan iman lewat syiar yang benar, bukan dengan ancaman, intimidasi, atau bahkan penyerangan, perusakan, bom!"

"Tapi, dengan prinsip ibadah sustantif itu, Pak Kaum berani jamin semua warga desa ini puasa selama Ramadan?" kejar guru.
"Siapa bisa menjamin semua orang puasa, karena secara substantif puasa Ramadan itu urusan dan tanggung jawab pribadi setiap orang beriman pada Sang Khalik!" jawab Kaum. "Soal hasil syiar, selain tarawih dan tadarus, lihat jamaah salat fardu di masjid dalam dan di luar Ramadan!"
Selanjutnya.....

Selidiki Nama yang Disebut Nazaruddin!

"MANTAN hakim konstitusi Laica Marzuki dalam dialog Metro TV (28-7) menyatakan semua nama yang disebut Nazaruddin terlibat dalam kasus korupsi terkait dirinya, di lembaga atau kelompok mana pun, agar diselidiki oleh penegak hukum!" ujar Umar. "Berulang dia tegaskan diselidiki untuk mencari bukti awal! Lazimnya kasus hukum, apalagi korupsi kejahatan luar biasa, dengan bukti awal bisa lanjut didalami! Juga kalau Nazaruddin tertangkap atau pulang, bukti-bukti yang ada dan berserak seperti ia sebutkan, tak sempat hilang!"
"Penegasan Laica Marzuki itu masuk akal!" timpal Amir. "Bukti keterlibatan korupsi bukan semata yang dibawa atau harus diserahkan Nazaruddin! Contohnya kasus cek pelawat, 26 politisi anggota DPR divonis bersalah tanpa kehadiran orang yang disebut sebagai sumber ceknya, Nunun Nurbaeti! Dengan bukti yang cukup, kalau bukti materiil lebih dari satu atau kalau kesaksian lebih dari satu orang, hukum harus bisa ditegakkan!"

"Dalam hal saksi, kurir Nazaruddin yang mengaku disuruh membawa uang berkardus-kardus ke Bandung dan sopir Nazaruddin, sudah lebih dari satu saksi!" tegas Umar. "Terkait uang puluhan miliar itu, seandai begitu disebut Nazaruddin rekaman CCTV Hotel Aston diamankan yang berwajib, tentu satu bukti awal sudah didapat! Kuncinya pada niat dan tekad yang kuat untuk menegakkan hukum! Jika niat dan tekad untuk itu lemah, bukti-bukti awal yang berserak itu malah keduluan diambil oleh pihak yang berkepentingan hilang atau musnahnya bukti-bukti tersebut!"
"Kalau pemberantasan korupsi di Indonesia mau digenjot, kasus suap wisma atlet Palembang (dan Pusat Olahraga Hambalang, Bogor) ini bisa jadi kunci kotak pandoranya!!" timpal Amir. "Sebab, kasus ini terkait mafia anggaran sejak rencana dan pengegolan anggarannya di eksekutif dan legislaif! Dari situ ke proses persiapan tender dan penentuan pemenang yang melibatkan berbagai konstelasi kekuasaan! Lalu pelaksanaan proyek di lapangan! Berdasar uraian Nazaruddin, dalam lingkaran mata rantai itulah korupsi menggurita! Sehingga, jika jaringan korupsi dalam mata rantai tersebut diretas, bisa diharapkan pemberantasan korupsi akan mencapai hasil lebih baik!"
"Optimisme meretas jaringan korupsi dalam mata rantai lingkaran besar begitu tak beda dengan optimisme Susno Duadji membongkar mafia pajak dan mafia hukum lewat kasus Gayus Tambunan!!" tukas Umar. "Tapi di negeri yang menurut TI—Transparency Internastional—masuk terkorup di dunia, justru Susno yang masuk bui! Sedang mafia pajak dan mafia hukumnya, lolos!" ***
Selanjutnya.....

Pragmatisme, Ideologi Parpol!

"DALAM orasi kebangsaan pada deklarasi Partai Nasdem (26-7), Jusuf Kalla mengatakan perbedaan ideologi partai-partai politik (parpol) yang ada saat ini semakin tipis! Program-programnya juga hampir semua sama!" ujar Umar. "Akhirnya, tegas Kalla, hanya kepercayaan masyarakat yang membedakan satu partai dengan partai lainnya!"
"Senada, pernyataan pengajar FISIP UGM A.A.G.N. Ari Dwipayana, parpol di Indonesia tidak lagi memiliki garis ideologi yang jelas! Ideologi sebagian besar parpol saat ini adalah pragmatisme!" timpal Amir. "Ideologi pragmatisme itu terlihat dari dua logika kerja yang dilakukan parpol. Pertama, parpol bekerja untuk mengejar posisi jabatan politik atau kekuasaan! Kedua, parpol bekerja keras untuk memburu rente!" (Kompas, 27-7)

"Perburuan rente itu lebih terbuka selubungnya usai mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, menyingkapkan ramainya mafia anggaran di DPR dan adanya kewajiban setoran dana proyek APBN ke bendahara dan oknum-oknum parpol!" tegas Umar. "Bahkan di daerah tak asing lagi paduan dua tujuan parpol itu—berburu kekuasaan dan rente—dalam paket yang lazim disebut 'sewa perahu' saat pilkada!"
"Perburuan kekuasaan dan rente itu menggeser orientasi partai dari kepentingan konstituennya kepada kepentingan elite partai semata!" timpal Amir. "Malah dalam partai yang oligarkis, yang kepentingan partainya personalized pada sang pemimpin tertinggi dan keluarganya, usaha elite parpol ramai-ramai memuaskan kepentingan masing-masing itu juga tak boleh lupa untuk tetap memberi kepuasan pada bos besar!"
"Orientasi elite parpol ke atas itu bisa berjenjang dari tingkat daerah sampai ke pusat! Sedang di pusat ada pula spesialisasi, misalnya yang cuma mengurus 'sewa perahu'!" tukas Umar. "Yang tingkatnya tinggi, tentu melayani yang lebih tinggi lagi! Contohnya hasil kloning BBM Mindo Rosalina Manulang, direktur komersial PT Anak Negeri, seseorang yang suaranya dikenal sebagai anggota DPR dari partai penguasa berkata pada Mindo, 'Ketua Besar meminta jatah apel Malang!' (Koran Tempo, 27-7). Menurut Koran Tempo, apel malang itu bahasa isyarat untuk uang rupiah. Sedang untuk dolar, apel Washington!"
"Tampak, pragmatisme sebagai ideologi parpol telah merasuk ke sumsum para aktornya, hingga dilengkapi dengan terminologi (istilah-istilah khas dunianya) seperti lazimnya sebuah ideologi!" timpal Amir. "Celakanya seperti dikatakan Kalla, beda ideologi semua parpol semakin tipis!" ***

Selanjutnya.....

Hemat BBM 10% Dimulai Agustus,

"KONSUMSI bahan bakar minyak (BBM) tahun ini melampaui 40 juta kiloliter, padahal kuota cuma 38,6 juta kiloliter, subsidi membengkak jadi lebih 129 triliun, mendesak pemerintah melakukan penghematan BBM 10% dimulai Agustus ini!" ujar Umar. "Hemat energi itu berlaku untuk kendaraan Pemerintah Pusat dan daerah, serta hemat listrik dinaikkan dari 25% jadi 27%." (Kompas, 27-7)
"Gerakan hemat energi dari pemerintah penting sebagai contoh buat warga masyarakat!" timpal Umar. "Karena, pemerintah sebagai pengarah perilaku warga bangsa, tak semata lewat regulasi! Justru keteladanan jajaran pemerintahan yang bersumber dari penjabaran orientasi sikap para pemimpin (patron) merupakan energi penggerak utama bagi massa pengikut (client). Selama ini ketiadaan energi penggerak dari panutan itulah yang mendorong massa juga ngelantur awut-awutan! Borosnya pemakaian energi di kalangan pemerintah diikuti secara lebih parah dari massa—pemimpin kencing berdiri, rakyat kencing menari!"

"Itu dia masalahnya, bagaimana agar gerakan hemat energi di jajaran pemerintah itu bisa dijamin benar-benar berjalan!" tegas Umar. "Soalnya, program hemat energi itu sebenarnya sudah diatur dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2008, yang dalam tiga tahun ini terseok! Artinya, perlu pendekatan baru agar Inpres itu bisa berjalan maksimal—mencapai target!"
"Kalau begitu ceritanya, jelas tak mudah untuk membalik dari realitas Inpres yang macet selama tiga tahun dibuar jadi lancar dan sukses!" tukas Amir. "Pendekatan baru yang kau minta harus membalik dari praktek realitas lama—tradisi birokrasi pemerintahan Indonesia memerintah secara top down, dari atas ke bawah, di balik jadi bottom up alias dari bawah ke atas!"
"Maksudmu seperti apa?" tanya Umar.
"Selama ini Inpres seperti hemat energi dijalankan top down: bupati memerintah kepala dinas, lalu kepala dinas memerintah kepala bagian, kepala bagian memerintahkan kepala seksi, kepala seksi memerintah staf, staf memerintah pelayan yang memang tak punya kendaraan bermotor dan listrik di rumahnya 450 watt sehingga tak ada lagi yang bisa dihemat!" jelas Amir. "Sedang semua atasan, setelah memberi perintah pada bawahan merasa tugas dan tanggung jawabnya telah selesai, tanpa perlu dirinya melakukan penghematan lagi!"
"Kalau di balik, bottom up, mana ada yang mau atasan menjalankan perintah bawahan!" tukas Umar. "Jadi, kita lihat sajalah apa hasil program hemat BBM 10% dan hemat listrik 27% itu!" ***
Selanjutnya.....

KPK Bentuk Komite Etik!


"KICAUAN Nazaruddin lewat wawancara dengan Tempo, Metro TV dan TV One, lalu tayangan Skype (video online) yang tegas dan jelas menyebut nama pimpinan KPK—Chandra M. Hamzah, M. Jasin, dan Ade Rahardja tidak bersih, direspons KPK dengan membentuk Komite Etik!" ujar Umar. "Tim terdiri dari pimpinan KPK yang tak disebut Nazar—Busyro Muqoddas, Bibit Samad Riyanto, Haryono Umar, dua penasihat KPK Abdullah Hehamahua dan Said Zainal Abidin, dan dua tokoh dari luar KPK, Prof. Dr. Marjono Rekso Diputro dari UI dan Prof. Dr. Rosul, mantan pimpinan KPK!"

"Kepekaan pimpinan KPK atas tudingan tubuh lembaganya kotor itu layak dihargai!" timpal Amir. "Karena, meskipun cuma nyanyian sumbang dari persembunyian orang yang takut proses hukum, tuduhan itu dilontarkan lewat media massa yang ditonton luas di seantero negeri dan siarannya juga diulang-ulang! Demikian banyak orang berpikir berbeda-beda akan menyimpulkan sendiri-sendiri secara berbeda-beda pula, tanpa pembuktian bersih lewat proses terpercaya bisa berakibat banyak orang menarik kesimpulan salah dan itu amat merugikan integritas dan kredibilitas KPK!"

"Maka itu, untuk kredibilitas komite etik yang diketuai Abdullah Hehamahua itu, para pengamat menilai anggota komite dari luar terlalu sedikit, jika pengambilan keputusan lewat voting pihak internal bisa defensif sehingga percuma dibentuk komite! Karena, akhirnya pembentukan komite itu hanya untuk pseudomatika, seolah-olah saja membuktikan KPK bersih!" tegas Umar. "Dengan itu bayangkan, untuk menangkal ekses negatif tudingan Nazaruddin kalau komite dianggap kurang kredibel, rakyat bisa tak percaya! Apalagi tudingan Nazaruddin dikesampingkan, sama sekali tak diuji kebenarannya, rakyat bisa dengan cepat menilai tudingan Nazaruddin semua benar—lebih-lebih karena tudingannya seperti permainan proyek dan mafia hukum oleh orang-orang yang berkuasa justru merupakan ungkapan realitas yang selama ini telah menjadi rahasia umum!"

"Integritas dan kredibilitas KPK jelas pertaruhan yang bukan sepele, terutama saat lembaga ini menjadi tinggal satu-satunya lembaga penegak hukum yang masih bisa dianggap bersih!" timpal Amir. "Karena itu, tekad pembentukan komite untuk menjaga agar KPK tetap bersih, harus bisa direalisasikan dengan tingkat keterpercayaan yang tinggi, baik personalia maupun prosesnya! Sayang kalau pembentukan komite sekadar langkah pseudomatis dengan akibat bangsa ini kehabisan lembaga penegak hukum yang betul-betul bersih dan bisa dipercaya!"


Selanjutnya.....

Si Anak Kampung yang Mendunia!



"FILM Si Anak Kampung yang diangkat dari buku autobiografi Buya Syafii Maarif Titik-Titik Kisar Perjalananku (2006-2009) yang disutradarai Damien Dematra, meraih sejumlah penghargaan dalam American International Film Festival (AIFF) 2011, antara lain film cerita terbaik, sutradara terbaik, dan film asing terbaik!" ujar Umar. "Film tentang kisah masa kecil mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu berlatar Nagari Sumpur Kudus, Sumatera Barat, asal Buya Syafii Maarif era 1930—1950 itu, juga masuk nominasi film terbaik dalam festival film anak-anak internasional di Bollywood, India, kini sedang diputar di sekolah-sekolah India atas biaya pemerintah berkat dinilai para juri bisa menginspirasi anak-anak India!" (Antara, 25-7)

"Ini film kedua tokoh Muhammadiyah, setelah Sang Pencerah yang berkisah tentang K.H. Ahmad Dahlan, pendiri ormas pendidikan agama itu 100 tahun lalu!" timpal Amir. "Luar biasa, film itu bisa mendunia, mengangkat reputasi film nasional!"



"Itu karena ceritanya perjuangan hidup seorang bocah yang gigih meskipun dihadang tantangan-tantangan terlalu besar buat dirinya yang kecil!" tegas Umar. "Pi'i, nama kecil Buya Syafii, adalah anak orang terpandang di nagarinya! Sang ayah menginginkan Pi'i seperti dirinya! Onga Sanusi, seorang tokoh dan guru Muhammadiyah idola Pi'i berpikir lain, ia yakin Pi'i bisa menjadi lebih dari ayahnya dengan pergi merantau menimba ilmu!"

"Tradisi merantau orang Minang—sayang anak dibuang, tak sayang anak ditimang!" sela Amir.

"Tapi kendala yang menghadang di perjalanan hidup Pi'i si anak kampung yang kecil itu bukan kepalang!" entak Umar. "Bahkan ia sampai terhenyak pada pertanyaan, terlalu mahalkah harga untuk mengejar mimpinya? Dan apakah akhirnya kehidupan bermurah hati pada mereka yang terus berusaha menggapai mimpi?"

"Cerita yang bisa menginspirasi anak-anak untuk berusaha tak kenal menyerah itu jelas amat bernilai untuk disajikan pada remaja, yang tak cukup cuma dijejali pelajaran tanpa pemahaman relevansinya buat masa depan mereka!" timpal Amir. "Karena itu, usaha mengangkat cerita demikian dalam film jelas layak dihargai dan didukung, untuk mengurangi keranjingan memproduksi film hantu bangkit dari kubur atau film-film jenis horor lain yang tak mendidik!"

"Inspirasi bagi anak-anak kampung, dalam arti pelosok dusun maupun kawasan kumuh kota, untuk bangkit dengan usaha keras yang tak kenal menyerah amat diperlukan!" tegas Umar.

"Tanpa itu, remaja cuma pasrah menunggu janji-janji pemimpin memakmurkan rakyat—yang tak kunjung terwujud!"



Selanjutnya.....

Di Malaysia, 102 TKI Terancam Hukuman Mati!


"PENELUSURAN Satgas Perlindungan TKI—yang aktif setelah Ruyati dipancung di Arab Saudi—menemukan 102 TKI terancam hukuman mati di Malaysia!" ujar Umar. "Menurut Humphtry Djemat, anggota Satgas lewat rilisnya Sabtu (23-7), di Penjara Sungai Buloh, Selangor, ditemukan 60 WNI terancam hukuman mati! Di Penjara Bentong, Pahang, 10 orang, dan di Penjara Tapah, Perak, 9 orang! Tugas Satgas memastikan pendampingan dalam proses hukum para TKI tersebut!"
"Kehadiran Satgas Perlindungan TKI di Malaysia sejak 21 Juli 2011 itu sedikit melegakan! Paling tidak, ada badan atau lembaga atas nama bangsa yang peduli pada penderitaan warga bangsa yang terjerat hukum di negeri jiran itu!" sambut Amir. "Itu dibanding selama ini,TKI yang mengalami masalah informasinya sukar diperoleh! Padahal, setiap TKI saat penempatan melunasi asuransi perlindungan tenaga kerja Rp400 ribu per orang! Hitung sendiri betapa besar dana itu, jika jumlah TKI di Malaysia saja lebih satu juta orang!"

"Jadi, kehadiran Satgas itu merupakan pemenuhan hak TKI atas perlindungan tenaga kerja dalam arti luas, diharapkan bisa meringankan penderitaan TKI dalam menghadapi perlakuan kurang pada tempatnya baik dari majikan maupun dari aparat Malaysia!" tegas Umar. "Namun, personalia Satgas diharapkan bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi Malaysia, karena sistem dan praktek hukum di negeri itu berbeda dengan Indonesia! Maksudnya, gaya advokasi seperti yang lazim di Indonesia, bisa dinilai konyol jadi tidak efektif!"
"Keharusan penyesuaikan itu bukan hanya pada advokasi hukum, tapi juga dalam penanganan TKI secara umum!" timpal Amir. "Pendekatan legal formal semata seperti selama ini justru lebih efektif memosisikan TKI di Malaysia berkedudukan rendah sebagai kuli dengan keharusan berhamba pada majikannya! Padahal dalam hubungan kerja modern, pekerja dan pemberi kerja berposisi setara, kedua pihak terikat pada perjanjian kerja yang sama-sama wajib dipenuhi!"
"Untuk mengajak pihak Malaysia bersikap humanis dalam hubungan dengan TKI, tentu harus dimulai dengan pendekatan yang humanistik dari pihak kita!" tegas Umar. "Bukannya legal formal tak perlu, tetap perlu tapi bukan satu-satunya, apalagi terlalu ditonjolkan! Yang harus ditonjolkan justru pendekatan emosional sebagai sesama warga serumpun, seperti dikembangkan Sjachroedin Z.P. dengan berbagai pihak di Malaysia belakangan ini! Kita punya model alternatif mencairkan hubungan secara humanistik menuju hubungan kerja modern, kesetaraan pekerja—pemberi kerja!" ***


Selanjutnya.....

Skype Nazaruddin Lebih Gamblang dari Deep Throat!


"SKYPE (komunikasi video online) Nazaruddin dengan Iwan Piliang—wartawan Pantau—yang rekamannya ditayangkan Metro TV (22-7) lebih gamblang dari informasi Deep Throat, sumber berita reporter Washington Post Bob Woodward dan Carl Bernstein yang mengungkap skandal Watergate hingga Presiden Nixon jatuh 9 Agustus 1974!" ujar Umar.

"Deep Throat hanya memberi sepotong informasi atau nama yang harus dicari sendiri kaitannya oleh wartawan! Sedang Skype Nazaruddin, menunjuk aneka dokumen, kejadian, nama-nama, tempat, dan petunjuk lain untuk pembuktian!"

"Deep Throat itu siapa tak diketahui oleh kedua wartawan Washington Post! Bahkan setelah Nixon jatuh!" timpal Amir. "Tapi karena setiap informasi dikonfirmasi faktanya relevan, rangkaian tulisan mereka mendorong Senat membentuk komite impeachment terhadap Presiden Nixon!"

"Tapi Senat tak ujug-ujug membentuk komite itu! Komite yang dimatangkan oleh serial laporan Washington Post itu peningkatan dari komite penyidikan yang dibentuk Senat setelah Hakim John Sirica dalam vonisnya terhadap empat maling yang tertangkap 17 Juni 1972 di kantor Komisi Nasional Demokrat di Hotel Watergate, menyebut ada konspirasi politik di balik itu!" tegas Umar.

"Jadi informasi Deep Throat yang sepotong-sepotong itu baru punya makna dan kebenaran setelah dirangkai dengan keseluruhan fakta menjadi sebuah kejadian yang komprehensif!"

"Berarti, potongan-potongan informasi dari Nazaruddin yang disampaikan lewat SMS, BBM, wawancara dengan Majalah Tempo, wawancara siaran langsung dengan Metro TV, dan TV One, lalu komunikasi Skype dengan Iwan Piliang, faktanya harus disaring dan dirangkai secara komprehensif kejadian suap Wisma Atlet dan Hambalang Sport Center!" timpal Amir. "Masalahnya siapa yang bisa menjalankan peran Woodward dan Bernstein untuk menggali fakta-fakta dalam puzzle yang diberikan Deep 'Nazaruddin' Throat itu!"

"Di Indonesia mungkin tak ada wartawan segila Woodward dan Bernstein yang berani menyelidiki informasi terkait dengan rahasia kecurangan kubu juru kampanye presiden, sekalipun berdasar informasi Nazaruddin yang jauh lebih gamblang dari Deep Throat!" tegas Umar. "Idealnya aparat hukum yang berusaha untuk itu! Tapi, bahkan di Amerika pun, terkait dengan pusat kekuasaan FBI juga waktu itu bungkam! Maka itu ada Deep Throat—31 Mei 2005 W. Mark Felt, mantan Direktur FBI 1971—1973, mengaku dirinya Deep Throat!" (Wikipedia) ***


Selanjutnya.....

Rakornas, Balik ke Partai Penguasa!


"SEBANYAK 1.762 petugas keamanan dari Polres Bogor, Polda Jabar, dan TNI siap mengamankan Rakornas Partai Demokrat yang dihadiri 4.800 kader di Sentul, Bogor, Sabtu dan Minggu ini!" ujar Umar. "Agenda rakornas, menurut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Jumat (22-7), adalah konsolidasi, perbaikan atas kekurangan di semua sendi organisasi, serta peningkatan kinerja partai maupun semua kader dalam masyarakat untuk memenangkan Pemilu 2014!"

"Agenda formal itu layak diakui sebagai usaha memulihkan citra partai dari babak belur akibat skandal korupsi wisma atlet yang melibatkan sejumlah kadernya—terutama Nazaruddin dan yang ia sebut terima bagian!" timpal Amir. "Tapi, kenapa semakin banyak usia, kian kurang solid integrasi kepemimpinan di puncak partainya?"

"Itu akibat kegandrungan SBY pada perubahan, ia coba juga pada Partai Demokrat yang ia dirikan! Dia ubah dari partai penguasa (party of the ruller) yang oligarkis pada kekuasaan dirinya, menjadi partai berkuasa—the rulling party!" tukas Umar. "Untuk itu, saat kongres di Bandung ia memberi contoh dengan menunjukkan sikap demokratis, netral di antara para calon ketua umum! Netralitas itu berbuah kalahnya calon pasangan putranya (Mallarangeng-Ibas), yang kemudian menghasilkan top leader Partai Demokrat trio Anas, Ibas, Nazaruddin!"

"Tapi, terbukti trio itu gagal mempraktekkan the rulling party!" timpal Amir.

"Pertama, oligarki SBY pada partai tak mudah digoyah bahkan oleh SBY sendiri! Apalagi oleh Anas! Kepemimpinan Anas tak kunjung menonjol, tenggelam di balik oligarki dan popularitas SBY! Dalam kondisi begitu, terjadi kecelakaan pada Nazaruddin, skandal suap perusahaannya terbongkar KPK! Partai Demokrat terimbas hingga harus dikembalikan ke citra semula yang personalized pada citra pribadi SBY—untuk itu perlu rakornas guna membawa partai balik ke partai penguasa, party of the ruller!"

"Gagalnya Anas dan kawan-kawan mewujudkan the rulling party juga karena pemerintahan dijalankan oleh koalisi—bukan partai berkuasa seperti di Amerika atau China—kementerian yang berkaitan dengan rakyat banyak bahkan dikuasai partai lain, seperti pertanian (PKS), tenaga kerja dan transmigrasi (PKB), perindustrian (Golkar), kelautan dan perikanan (Golkar)!" tegas Umar. "Grip Partai Demokrat pada pemerintahan dan massa (buruh-tani-nelayan-pedagang kecil) jadi tak kuat, tak efektif buat sebuah the rulling party mengelola pemerintahan! Tak ada pilihan lain, kecuali balik ke partai penguasa oligarkis!" ***


Selanjutnya.....

Alhajar Syahyan Divonis Bebas!


"MAJELIS Hakim PN Kotaagung Haruno Patriadi, Bambang Sucipto, dan Arief Sapto Nugroho, Rabu (20-7), memvonis bebas Alhajar Syahyan atas dakwaan korupsi uang makan-minum tamu saat terdakwa menjabat ketua DPRD Tanggamus 2004—2009!" ujar Umar.

"Wakil Ketua DPRD Tanggamus masa itu, Badjuri Isa dan Misri Jaya Latif, juga divonis bebas dari tuduhan sama! Vonis hakim tegas, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan memulihkan hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya!"

"Lazimnya, setelah vonis bebas perkara selesai, tak ada banding dan kasasi!" timpal Amir. "Sebaliknya, justru jaksa yang menjalani eksaminasi untuk diteliti kemungkinan ada kelemahan dalam menangani kasus tersebut!"

"Uniknya, terkait dengan kasus Alhajar ini, eksaminasi pada jaksa sudah dilakukan sebelum sidang pengadilan selesai! Malah, eksaminasinya dilakukan oleh Tim Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Tanggamus waktu itu—yang kini dipromosikan ke Bengkulu!" tegas Umar. "Sayang, hasil eksaminasi itu tidak diumumkan! Padahal, prosesnya diberitakan pers, salah satunya sang kepala jaksa menerima uang Rp50 juta dari orang yang dianggap sebagai lawan politik Alhajar! Dengan itu, terkesan kepala jaksa itu menjadi semacam pemain bayaran yang menggunakan kekuasaannya untuk menganiaya Alhajar—yang dibuat meringkuk demikian lama dalam tahanan! Vonis bebas terhadap Alhajar membenarkan kesan demikian!"

"Kalau hanya dilihat dari sisi vonis Alhajar, Badjuri, dan Misri, yang menurut hakim ketiganya tak ada kaitan otoritas dan tanggung jawab terhadap pengelolaan APBD untuk layanan tamu pimpinan DPRD itu, memang terkesan begitu!" timpal Amir. "Tapi, sebelum ada vonis Majelis Hakim yang menempatkan otoritas pengelolaan anggaran pada Sekwan dan dua stafnya yang divonis bersalah, jaksa punya dasar memosisikan para pimpinan DPRD sebagai terdakwa—karena ikut menikmati dana APBD itu! Bahwa kemudian hakim menetapkan ikut menikmati bukan sejenis dengan tanggung jawab atas pengelolaan APBD sehingga tak bisa digolongkan sebagai tindak korupsi, itu kewenangan hakim!"

"Semua itu telah terjadi, validitas dasar-dasar dari pelaksanaan tugas masing-masing—jaksa dan hakim—serahkan penilaian pada etika profesinya!" tegas Umar. "Langkah penting usai vonis, segera mengembalikan Alhajar pada posisi sebagai ketua DPRD Tanggamus 2009—2014, dan Misri selaku anggota DPRD Provinsi Lampung!" ***


Selanjutnya.....

Nazaruddin itu Mentimun yang Melawan Durian!


"ADA keluhan, jelas mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu buron, tapi pers tetap memberi dia peluang untuk bicara ke publik yang isinya cuma fitnah!" ujar Umar. "Pertama majalah Tempo mewawancarai Nazaruddin, info pembukanya di Koran Tempo (11-7). Disusul Metro TV (19-7), mewawancarai Nazaruddin di siaran langsung sekitar satu jam!"

"Masalahnya sederhana, pers (wartawan) selalu memihak pada yang lemah! Itu ideologi pers universal!" sambut Amir. "Contohnya, pedagang kaki lima digusur karena berdagang di bahu jalan, bisa dianggap melanggar hukum! Ketika ada perempuan tua yang digusur pingsan, kamera wartawan langsung fokus dengan narasi berita mengesankan penguasa yang menggusur itu tak punya rasa kemanusiaan karena tak memberi kesempatan dan alternatif bagi kaum lemah untuk mencari nafkah, sekadar hidup pun! Pers berpihak yang lemah lewat mengesankan buruk kebijakan penguasa, menyengsarakan rakyat!"

"Dalam kasus Nazaruddin yang tersangka buron, pers menjunjung asas praduga tak bersalah pada Nazaruddin sebagai pihak yang lemah, cuma mentimun, melawan pihak yang kuat—durian—partai berkuasa dan kekuasaan formal!" tegas Umar. "Dengan praduga tak bersalah, pers bisa saja melihat Nazaruddin selaku bendahara umum partai berkuasa sedang malang, tim fund rising yang membantu tugasnya mencari uang untuk partai terjerat KPK! Pada kemalangan nasib itu, ia justru dijadikan tumbal citra bersih partainya! Kesadaran dirinya dijadikan tumbal membuat dia merasa cuma mentimun, yang harus menjaga jarak dari durian!"

"Usahanya menjaga jarak itu dimanfaatkan media untuk mendapat eksklusivitas berita!" timpal Amir. "Bagi pers, kebenaran tidak semata pada siapa yang mengatakan! Justru emas didapat dari saringan bubuk filingan batu! Artinya, potensi kebenaran selalu ada, tergantung aparat hukum cara menyaring kebenaran dari dalamnya!"

"Potensi kebenaran informasi Nazaruddin itu justru terlihat dari pengakuan Anas Urbaningrum—Ketua Umum Partai Demokrat—bahwa saat kongres di Bandung tim pemenangannya memang ada bagi-bagi uang akomodasi dan transport kepada para pendukungnya!" tegas Umar. "Dua saksi muncul pula dari Sumut! Palar Nainggolan, mantan ketua DPD PD Sumut, menyebut banyak uang beredar di kongres Bandung. Tongam Tobing, mantan ketua DPC Tapanuli Utara, melihat teman-teman DPC pamer, berkipas gepokan uang dolar—seperti dikatakan Nazaruddin!" ***


Selanjutnya.....

33 Perusahaan Migas Asing Kemplang Pajak!


"AWALNYA Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkap 14 perusahaan asing minyak dan gas (migas) menunggak pajak sebesar Rp1,6 triliun!" ujar Umar. "Temuan itu hasil kerja sama KPK dengan BP Migas dan Ditjen Pajak! Alasan menunggak pajak itu karena ada dispute, yakni perbedaan pendapat dalam penghitungan pajak!" (Kompas.com, 14-7)

"Jangan-jangan dispute terjadi by design!" timpal Amir.

"Itu wewenang KPK untuk mengusutnya!" tegas Umar. "Namun, duduk soal temuan awal itu belum diurai, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa tunggakan 14 perusahaan asing itu bukan Rp1,6 triliun, melainkan 284,22 juta dolar AS atau Rp2,4 triliun! Bahkan, dari keseluruhan data BPK yang dikutip ICW itu, jumlah penunggak 33 perusahaan dengan nilai 583 juta doalr AS atau Rp5,2 triliun sejak tagihan 2008—2010!" (MI, 19-7)

"Gile banget!" entak Amir. "Sudah pun 75% usaha pertambangan Indonesia dikuasai asing—dalam bidang migas persentasenya lebih tinggi karena dari sebelumnya 92% jadi 75% itu akibat skalanya diimbangi kebangkitan penambang nasional batu bara—pajaknya buat negara tak beres pula! Kekayaan alam negeri kita dikuras asing, manfaatnya tak terwujud bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi!"

"Artinya, alasan dispute itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut!" tegas Umar.

"Pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat dengan tegas menetapkan aturan dan ketentuan pajak yang harus dipatuhi oleh perusahaan asing mana pun! Perusahaan yang menolak aturan dan ketentuan didiskualifikasi—dengan alasan pembangkangan pajak, di arbitrase internasional pun kedudukan negara kita kuat! Sebaliknya, para pembangkang pajak dipandang rendah secara universal!"

"Kalau segala sesuatunya berjalan zakelijk—sesuai norma—tentu saja kita berani tarung di arbitrase internasional melawan perusahaan raksasa mana pun yang merugikan bangsa kita!" timpal Amir. "Tapi karena di balik hubungan dengan pihak asing itu banyak 'embel-embel', penguasa kita tak bisa bersikap zakelijk, tak berani bertindak tegas! Tanpa kecuali sikap dan tindaknya itu berakibat merugikan negara dan bangsa, tidak memenuhi amanat konstitusi!"

"Dari pengemplangan pajak oleh 33 perusahaan migas asing ini, bisa dinilai apakah
pemerintah mengelola sumber alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat atau sekadar memuaskan majikan asingnya!" tegas Umar. "Nilailah dengan sabar sambil antre beli BBM di SPBU!" ***


Selanjutnya.....

Moratorium PNS, Pokok Masalah Tak Terkatakan!


"MORATORIUM—penghentian untuk sementara—penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan tenaga honorer yang oleh Mendagri Gamawan Fauzi diharap keputusan presidennya bisa berlaku sebelum Oktober 2011 (Antaranews.com, 15-7), pokok masalah sebenarnya tak terkatakan dalam perbincangan publik!" ujar Umar. "Pokok masalah itu, alasan kenapa pertambahan PNS baru setiap tahun tak rasional hingga Kementerian Keuangan mengeluh kewalahan dengan peningkatan jumlah gaji yang harus dibayar!"

"Alasan yang pasti karena PNS—meski disebut PNS daerah—gajinya ditanggung Pemerintah Pusat, termasuk tenaga honorer, sebab dana di keranjang APBD mayoritas dari APBN!" timpal Amir. "Penguasa daerah terkesan seenaknya merektut pegawai, tanpa peduli Pusat jadi berat membayar gajinya!"

"Itu yang terlihat di permukaan! Di balik itu, seperti kasus upah pungut pajak daerah untuk pejabat yang Gamawan amat tahu masalahnya hingga ia usik untuk dikurangi persentasenya, dalam kasus penerimaan CPNS setiap tahun ini Gamawan yang juga bekas bupati dan gubernur pasti tahu sesuatu, tapi tak terkatakan!" tegas Umar. "Yakni, seperti yang menjadi rahasia umum, ada yang tidak adil dalam proses seleksi penerimaan CPNS!
Pertama, terjadi rogade penerimaan keluarga pejabat—keluarga pejabat daerah A diterima di daerah B dan sebaliknya! Kedua, penerimaan CPNS di sejumlah daerah menjadi sumber pendapatan tahunan para penguasa daerah di jalur aman dari pemeriksaan BPK dan BPKP! Nilainya spektakuler, per calon untuk bisa diterima harus bayar dari puluhan juta sampai lebih 100 juta! Jumlah calon lewat jalur ini bisa ratusan per tahun!"

"Pokok masalah yang tak terkatakan itu selama ini secara formal tak bisa dibuktikan!" tukas Amir. "Sering diadukan, pengusutannya tak berlanjut! Jika ada kejanggalan dan diangkat pers, seperti kasus calon yang saat seleksi CPNS ada di Tanah Suci, tapi namanya masuk daftar lulus tes CPNS, si calon yang terungkap belangnya digenjot sebagai pelaku suap! Sedang pejabat penerima suap lolos dari jerat hukum! Contoh seperti itu membuat calon lain takut mengadu dan menyingkap kasus suap, karena cuma jadi tumbal konyol! Bahkan, ada calon yang ketakutan dan lari menghilang!"

"Namun, apa lewat moratorium, menghentikan sementara penerimaan CPNS dan memutasi dari daerah yang berlebih pegawai ke daerah yang kekurangan, bisa menghapus hal tak terkatakan itu setelah moratorium diakhiri?" tanya Umar. "Bisa jadi justru sebaliknya, semakin sukar jalan masuknya, semakin tinggi pula nilainya!" ***


Selanjutnya.....

Pemerintahan Sudah Berhenti!


"BANGSA itu punya orang atau penguasa formal, seperti presiden atau gubernur, tapi tak memiliki pemimpin sejati! Ada pemerintah, tetapi perintahnya sudah tidak dipatuhi sehingga bisa dikatakan pemerintahan sudah berhenti!" Umar mengutip orasi Buya Syafii Maarif di ultah ke-60 Surya Paloh di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Sabtu. (Kompas, 17-7) "Pemimpin di negeri ini absurd, lanjut Buya. perintah 50% tak dijalankan. Jangan mengeluh, dong. Kenapa ini, apa penyebabnya? Apa perintahnya-tak masuk akal atau anak buahnya tidak patuh lagi. Kalau anak buah sudah tidak patuh, bisa dikatakan, kepemimpinan sudah berhenti!"

"Menurut Kompas, pernyataan Buya itu mengait ucapan Presiden SBY pada sidang kabinet baru-baru ini, bahwa pelaksanaan instruksi presiden capaiannya kurang dari 50%!" timpal Amir. "Namun, Sekretaris Kabinet Dipo Alam berkilah, dari 761 arahan atau instruksi presiden, lebih dari 70% dilaporkan ditindaklanjuti!"

"Selain 30% tak dipatuhi, ditindaklanjuti tak berarti masalahnya diselesaikan tuntas!" tukas Umar. "Contohnya tumpukan truk di Merak dan Bakauheni! Saat Presiden SBY memerintahkan agar diatasi, dalam waktu singkat tumpukan truk cair! Tetapi tindak lanjut itu bukan menyelesaikan tuntas sampai akarnya, cuma seperti aspirin menghilangkan rasa sakit sejenak! Tumpukan truk kini kumat, bahkan lebih parah lagi!"
"Kalau terjebak di tengah tumpukan truk yang berhari-hari antre tak kunjung mendapat giliran naik kapal, amat terasa yang ditegaskan Buya, pemerintahan sudah berhenti!" timpal Amir. "Tak ada pelayanan publik yang benar dan sungguh-sungguh untuk menciptakan kelancaran arus ekonomi selayak di negeri yang berpemerintahan! Di jebakan tumpukan truk itu, preman bermain gaya bebas seperti di negeri tak bertuan!"

"Masalah teknis seperti di Merak-Bakauheni saja tak bisa diselesaikan tuntas itu, relevan dengan penegasan Buya kepemimpinan menjadi sangat krusial terutama untuk mengatasi banyak masalah bangsa—yang tak sekadar teknis lagi--seperti korupsi!" tegas Umar. "Kata Buya, jangan hanya bilang kita hunuskan pedang melawan korupsi, tetapi pedangnya disarungkan lagi! Dengan itu bangsa ini tengah menuju kegagalan dalam melawan korupsi—dan banyak masalah lain—karena kepemimpinan yang tidak tegas!"
"Mengatasinya, hunus kembali pedang melawan korupsi, tangkap Nazaruddin!" timpal Amir. "Mesin pemerintahan yang macet tak mematuhi perintah, ganti onderdilnya! Jelas jebol, dibiarkan!" ***


Selanjutnya.....

Budaya Korupsi Semakin Lestari!


"GERAKAN pemberantasan korupsi digalakkan dari Presiden sampai mahasiswa! Penindak koruptor ditambah sampai ada yang superbody, polisi ditambah kewenangan, tapi yang menjadi kenyataan justru budaya korupsi semakin lestari!" ujar Umar. "Itu bisa disimak dari hasil survei Indonesia Procurement Watch (IPW) atas 792 pengusaha rekanan pemerintah penyedia barang dan jasa di Jabodetabek, 89% menyatakan melakukan suap untuk memenangkan tender!" (Kompas, 16-7)

"Itu isyarat budaya korupsi semakin lestari!" timpal Amir. "Disebut makin lestari, karena meski hasil survei itu menyebutkan sebagian besar inisiatif suap datang dari pejabat dan panitia tender, 92% pengusaha rekanan pemerintah itu mengaku pernah melakukan suap saat mengikuti tender! Artinya, yang semula korupsi cuma abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan dari pihak penguasa, terbukti irama gendang yang dipalu pejabat sudah diikuti tarian gayung bersambut!"

"Dengan itu secara budaya, korupsi tampak bukan saja mengakar pada kepentingan kubu penguasa, melainkan juga sudah masuk lajur 'biaya tetap' akunting sistem manajemen perusahaan!" tegas Umar. "Hal terakhir itu ditemukan dalam penggeledahan KPK atas kantor Nazaruddin—mantan bendahara umum Partai Demokrat—di mana staf keuangan bernama Yulianis membukukan pengeluaran uang yang diberikan ke seorang jenderal polisi!"

"Lebih bisa disebut semakin membudaya, karena pembagian suap atas kemenangan suatu tender dilakukan amat luas dan merata—tersingkap di sidang Tipikor kasus Wisma Atlet Palembang, dari pejabat legislatif (politisi), eksekutifnya berlapis-lapis dari pejabat kunci di pusat dan daerah, dari perorangan sampai kelompok!" timpal Amir.

"Luasnya sebaran distribusi suap itu sebenarnya justru berakibat rawan bocor, terutama dari pihak yang merasa kurang adil bagianya kecil dibanding besarnya anggaran proyek yang dijagal! Tapi justru karena korupsi telah semakin membudaya, korupsi dianggap pekerjaan biasa dan wajar, sehingga dilakukan semakin terbuka!"

"Gejala korupsi dilakukan semakin terbuka itu, terutama di daerah, cenderung terjadi akibat penciuman polisi dan jaksa kurang tajam!" tukas Umar. "Sering terjadi insiden dalam tender di daerah, petunjuk ada yang tak beres, tapi polisi dan jaksa tak mencium keanehan! Andai saja secara sistemik aparat hukum mampu menyelami proses tender pura-pura atau tender yang sudah diatur pemenangnya, budaya korupsi bisa ditekan secara lebih efektif!"


Selanjutnya.....

Impikan Korupsi, Buru Kekuasaan!


"KASUS suap wisma atlet terhadap Nazaruddin dan kawan-kawan yang disidangkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selatan menyingkap banyak hal, salah satunya gejala umum pada orang-orang yang memimpikan bisa hidup mewah lewat korupsi, harus diwujudkan dengan berburu kekuasaan!" tukas Umar. "Sebab, tanpa kekuasaan, kecil peluang korupsi! Misalnya, jika Nazaruddin waktu itu bukan bendahara umum partai berkuasa, tapi pedagang bakso di Pasar Ayam, tak mungkin kontraktor wisma atlet Palembang mau dikenainya wajib setor Rp24,8 miliar—13% dari proyek senilai Rp191 miliar!"

"Memang, tak sedikit orang berburu kekuasaan didorong oleh impiannya untuk bisa korupsi!" sambut Amir. "Bahkan lebih dominan kekuasaan yang berorientasi pada korupsi, ketimbang pada pengabdian kepada kepentingan rakyat!"

"Sebaliknya, orientasi pada kepentingan rakyat kebanyakan cuma hiasan bibir!" tegas Umar. "Prakteknya, orientasi pada kepentingan rakyat itu cuma retorika! Paling jauh bagian dari usaha memomulerkan diri untuk pemilu berikutnya! Artinya, masih bagian dari berburu kekuasaan yang orientasi sesungguhnya adalah korupsi!"

"Itu logika kekuasaan yang 'harganya' memang mahal!" timpal Amir. "Juga dari Nazaruddin—lewat BBM dan wawancara dengan Tempo—warga diberi tahu bahwa Anas terpilih jadi ketua umum bukan gratis, tapi lewat politik uang antara 10 ribu dolar AS sampai 40 ribu dolar AS per DPC! (Koran Tempo, 11-7) Itu contoh mahalnya kekuasaan, punya konsekuensi logis pada orientasi kekuasaan!"

"Karena itu, perlu usaha-usaha mendorong setiap kekuasaan agar berorientasi pada kepentingan rakyat!" tegas Umar. "Jika seimbang saja orientasi penguasa pada korupsi dan kepentingan rakyat, kehidupan rakyat mungkin bisa lebih baik!"

"Itu berarti korupsi dengan tepa selira—memakai perasaan!" timpal Amir. "Ada yang begitu, dalam arti tidak serakah amat! Gaya seperti itu banyak dulakukan kepala daerah, agar tidak mencolok hingga tak memancing perhatian aparat hukum! Termasuk dalam model tersebut, ia sendiri tak mencampuri prosesnya, pelaksanaannya oleh bawahan dan ia tinggal terima setoran bersih! Risiko korupsinya terbongkar, lebih kecil!"

"Tapi mendorong dari model itu ke orientasi penuh pada kepentingan rakyat, tak mudah!" tegas Umar. "Karena sekecil apa pun modal berburu kekuasaan, harus dibayar kembali! Apalagi kalau rakyat makin 'pintar', menentukan pilihan berdasar jumlah terbesar pembagian money politic-nya!" ***


Selanjutnya.....

Presiden dan DPR Divonis Telantarkan Rakyat Miskin!


"MAJELIS Hakim PN Jakarta Pusat, Rabu (13-7), memvonis Presiden dan DPR telah melakukan perbuatan melawan hukum karena belum juga mengesahkan RUU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan membentuk BPJSN sebagai amanat dari UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. Akibat tak kunjung disahkannya RUU BPJS, banyak rakyat miskin yang nasibnya terancam jadi telantar!" ujar Umar. "Hakim Ennid Hasanuddin, pemimpin sidang, menegaskan, 'Mengabulkan permohonan pemohon dan memerintahkan Presiden dan DPR segera membuat UU BPJSN!"

"Menyedihkan, Presiden dan DPR sampai harus divonis pengadilan telah melanggar hukum akibat melupakan kewajiban pokoknya dalam mengurus rakyat miskin!" timpal Amir.

"Kontras dengan program-program yang banyak duitnya mengalir ke kubu politik penguasa, seperti proyek wisma atlet SEA Games di Palembang dan Hambalang, (Kompas, 14-7), prosesnya sangat lancar di DPR!"

"Lebih menyedihkan lagi, perintah UU 40/2004, yang telah tujuh tahun dibengkalaikan oleh pemerintah dan DPR untuk pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bagi rakyat miskin dan terlantar itu, juga merupakan bagian dari pelaksanaan konstitusi—Pasal 34 UUD 1945!" tegas Umar. "Betapa parah sikap pimpinan negara ini sampai harus divonis melanggar hukum untuk kewajibannya menjalankan konstitusi, hanya karena subjek yang terkait UU-nya rakyat miskin yang amat lemah kedudukan politiknya—jika dibanding dengan penguasa yang dipilih lewat pemilu!"

"Jadi, terkesan karena mengurus rakyat miskin selalu cuma merepotkan, sedang penguasa harus berpacu dengan waktu dalam power building—membangun kekuasaan—yang di antaranya juga harus menimbun cadangan dana. Dengan demikian, jika dibanding dengan harus menyelesaikan urusan rakyat miskin, masih jauh lebih penting lagi usaha-usaha memprioritaskan power building!" timpal Amir. "Karena itu, yang mencuat jadi berita media pun politisi dari kubu penguasa yang terjerat kasus korupsi terkait dengan power building, sedang Presiden dan DPR divonis melanggar hukum akibat melalaikan kewajiban mengurus rakyat miskin!"

"Namun, Menteri Hukum dan HAM menyatakan pemerintah naik banding atas putusan pengadilan tersebut!" tegas Umar. "Jadi bukan kelalaian yang menelantarkan rakyat miskin itu diperbaiki, tapi prioritasnya justru kelanjutan proses hukum yang memperlambat lagi pemenuhan kebutuhan rakyat miskin! Kalau sampai tingkat kasasi Presiden dan DPR menang, kewajiban mengurus rakyat miskin legal dilalaikan—sampai kiamat pun!" ***


Selanjutnya.....

Perhatian SBY Diminta Fokus untuk Bangsa!


"USAHA Presiden SBY mengalihkan kiris internal Partai Demokrat akibat korupsi kadernya dalam kasus wisma atlet SEA Games menjadi kesalahan media yang menyiarkan BBM dan wawancara dari Nazaruddin, mendapat kritik luas!" ujar Umar. "Ahli hukum tata negara UI Irman Putra Siddin menyoal, konferensi pers Presiden SBY didampingi Marzuki Alie yang Ketua DPR itu mengesankan krisis internal partai dijadikan masalah negara! Padahal, menurut Saldi Isra dari Univ. Andalas, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan SBY harus fokus mencurahkan perhatian terhadap persoalan bangsa!" (Kompas, 13-7)

"Sebenarnya tak masalah SBY jadi Ketua Dewan Pembina partai yang didirikannya itu, tapi peran untuk itu lebih berat ke internal partai, sedang keluar menjadi urusan ketua umum dan jajaran pengurusnya!" timpal Amir. "Tapi dalam Partai Demokrat peran SBY malah lebih menonjol dan lebih dominan dari ketua umumnya! Bahasanya juga sukar dibedakan posisi dirinya sebagai tokoh partai atau presiden yang harus berdiri di atas semua golongan! Bukan menjadikan masalah partainya overlapping dengan urusan negara!"

"Masalah yang mengundang keprihatinan banyak pihak adalah subjektivitasnya dalam menghadapi pemberitaan media, yang ia jadikan sebagai penyebab krisis di partainya dan memecah belah kader! Padahal faktanya, krisis di Partai Demokrat terjadi akibat (mantan) Bendahara Umumnya M. Nazaruddin terlibat kasus korupsi terkait hasil penggerebekan KPK di Kantor Kemenegpora!" tukas Umar. "Soal materi berita yang menurut SBY tak layak disiarkan, menurut Ketua Dewan Pers Prof. Bagir Manan sama sekali tak melanggar Kode Etik Jurnalistik! Sebagai fakta jurnalistik, berita-berita tersebut laik siar! Sedang soal kebenaran isinya, urusan yang berwajib, tegas Bagir!"

"Di tengah negara yang dirisaukan oleh kalangan mahasiswa kondisinya morat-marit (Kompas, 7-7) sekarang, kritik Saldi Isra agar SBY memfokuskan perhatian pada negara, sangat tepat!" timpal Amir. "Apalagi kinerja banyak kementerian masih dikeluhkan rakyat, seperti terkait infrastruktur, distribusi BBM dengan antrean panjang di SPBU banyak daerah, sampai antrean truk di Merak dan Bakauheni yang telah menutup dua akses tol, perhatian presiden yang fokus dan tak terganggu keruwetan krisis partainya jadi tuntutan mutlak!"

"Konon pula kalau terlalu dominan di partainya yang bergelimang kasus korupsi, bisa merusak citra dirinya!" tukas Umar. "Bagi rakyat, citra presidennya di mata dunia amat penting! Rakyat malu kalau presidennya membela atau menutupi dosa koruptor!" ***


Selanjutnya.....

Hipmi Minta Presiden Cabut Subsidi BBM!


"KETUA Umum Hipmi—Himpunan Pengusaha Muda Indonesia—Erwin Aksa meminta Presiden SBY mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar dananya bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur! Subsidi BBM yang tahun ini Rp120,8 triliun juga telah menjadi beban amat berat pada APBN!" ujar Umar. "Kata Erwin, Presiden merespons usulnya, dalam waktu tak lama pemerintah akan membuat keputusan soal itu!" (Kompas, 12-7)

"Usul Hipmi itu brilian terutama jika dilihat pada realitas infrastruktur di seluruh negeri yang amat memprihatinkan!" timpal Amir. "Beban seberat itu pada APBN pantas dicarikan jalan keluarnya, agar dananya bisa dialirkan ke daerah untuk memacu peningkatan kesejahteraan rakyat!"

"Infrastruktur jelas faktor penting dunia usaha,kegiatan usaha yang lancar bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat!" tegas Umar. "Tapi, kaitan dunia usaha dengan peningkatan kesejahteraan rakyat sebagian besar menyangkut sektor formal, kurang relevan dengan sektor informal! Terkait subsidi BBM misalnya, tukang ojek! Selama sulit BBM belakangan ini, untuk membeli BBM harus antre sampai dua jam, berarti setiap pengojek kehilangan dua jam operasi setiap hari—kalau setiap jam dua kali tarik @ Rp5.000, sehari kehilangan Rp20 ribu, satu bulan Rp600 ribu! Buat garis kemiskinan 2011 Rp234 ribu per orang per bulan, kehilangan jam operasi pengojek itu bisa dua orang kejeblos masuk jurang kemiskinan!"

"Lebih miris terakhir ini nasib nelayan yang jadi sarang kemiskinan--nelayan sekitar 15% dari jumlah penduduk menyimpan 25,5% dari total warga di bawah garis kemiskinan!" timpal Amir. "Dalam kondisi demikian, untuk kebutuhan BBM nelayan 2,5 juta kiloliter per tahun, kuota yang disiapkan cuma 700 ribu kiloliter, kekurangan 1,8 juta kiloliter! (Kompas, idem) Tajam, kemerosotan taraf hidup nelayan dengan kekurangan energi dua kali lipat lebih untuk operasinya itu!"

"Kenapa derita nelayan jadi sefatal itu?" kejar Umar. "Apa tak diperhatikan pemerintah?"

"Tak ada departemen atau kementerian yang menangani nelayan!" tukas Amir. "Kementerian yang ada cuma mengurusi laut dan ikan! Maka itu, saat nelayan kekurangan banyak BBM, tak satu instansi pun mengusahakan tambahan kuota!"

"Tragis nian nasib nelayan!" timpal Amir. "Namun dengan itu usul Hipmi mencabut subsidi BBM justru mendapat alasan kuat, karena subsidi tak dinikmati sebagian besar yang berhak! Dan itu kesalahan penguasa, tak membuat cabang kekuasaan yang serius mengayomi nelayan!" ***


Selanjutnya.....

Nazaruddin kian Membabi Buta!


"MANTAN Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kian membabi buta!" ujar Umar. "Senin kemarin ia melontar tuduhan lewat SMS ke arah Presiden SBY—pendiri sekaligus ketua Dewan Pembina Partai Demokrat—ia sebut tahu dan menyetujui politik uang dalam pemilihan Anas menjadi ketua umum di kongres partai itu!"

"Tapi ada yang meragukan SMS terakhir itu asli dari Nazaruddin!" timpal Amir.
"Tapi SMS yang dia kirim dari persembunyiannya itu isinya senada dengan hasil wawancara majalah Tempo (dimuat Koran Tempo, 11-7-11), yang malah lebih lengkap dengan menyebut sumber uang yang ia bagikan kepada setiap DPC PD 10 ribu sampai 40 ribu dolar AS itu!" jelas Umar. "Menurut Nazaruddin, asal uang dari PT Anugerah miliknya!"

"Andaikan pengirim SMS itu memang Nazaruddin, tapi kebenaran isi pesannya, juga isi wawancara, bagaimana memastikannya?" entak Amir. "Toh untuk tuduhan menerima uang wisma atlet—Anas sudah mengadukan ke pihak yang berwajib kasus pencemaran nama baik!"

"Memang, soal kebenaran pengirim dan isinya itu yang mendapat tekanan dalam pernyataan pers Presiden SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tadi malam!" tegas Umar. "SBY juga membantah isi SMS bahwa Partai Demokrat akan menggelar KLB—kongres luar biasa! Tidak ada KLB! Yang ada, menurut dia, Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Demokrat pada akhir Juli!"

"Inti pernyataan pers SBY untuk menghentikan pengutipan isi SMS dan sejenisnya dari pihak yang mengaku sebagai Nazaruddin, yang tak bisa dikonfirmasi!" timpal Amir. "Penyiaran isi SMS itu dianggap tidak bertanggung jawab dan sebagai praktek demokrasi yang tak sehat!"

"Dengan begitu, berarti siaran berdasar materi yang telah dikonfirmasi, apalagi lewat wawancara langsung dengan yang bersangkutan seperti Tempo, di luar kriteria tersebut!" tukas Umar. "Tapi dengan penegasan SBY kepada para kader dan pengurus Partai Demokrat supaya proaktif pada berita yang bertentangan dengan akal sehat, proses kualitatif pemberitaan tentang Nazaruddin dan Partai Demokrat bisa diharapkan!"

"Itu salah satu hal yang penting dari pernyataan pers SBY tadi malam!" timpal Amir. "Selama kasus Nazaruddin, selain Anas menggugat lewat polisi, cuma SBY yang memberi tanggapan atas nama Partai Demokrat! Kader-kader lain kebanyakan berkomentar sebagai pendapat pribadi! Artinya, semua pihak perlu belajar bersama dalam proses demokrasi ini! Yang tak boleh, belajar korupsi bersama seperti kisah Nazaruddin!" ***


Selanjutnya.....

IHSG Capai 4.000 Investor Panen!


"IHSG—indeks harga saham gabungan—di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Jumat lalu mencapai 4.000 poin, tepatnya 4.003,69, setelah pekan lalu tembus 3.900 poin!" ujar Umar. "Reputasi IHSG itu bahkan mencatat capital gain—peningkatan nilai saham—37% dalam satu tahun, prestasi spektakuler setidaknya dibanding Hang Seng (Hong Kong) 13,3% dan Taipei 15% pada priode sama!"

"Selain capital gain 37% itu,investor juga mendapat pembagian keuntungan atau dividen dari hasil kegiatan perusahaan go public yang sahamnya mereka beli, besarnya bisa sampai 10% per tahun!" timpal Amir. "Tak ayal, investor asing yang merupakan 99,8% pemain di BEJ—
pemain lokal baru 0,2%—tahun ini bisa dapat untung sekitar 47% dari setiap sen investasinya!"

"Jelas itu panen raya bagi investor asing, yang mungkin tiada duanya di bursa saham dunia tahun ini! Untuk itu kita layak bangga punya pasar modal yang bisa mencetak capital gain setinggi itu! " tegas Umar. "Cuma, bangga itu ada harganya! Kita harus membayar capital gain dan dividen kepada investor dari keranjang devisa bangsa Indonesia! Meski formalnya itu tanggungan perusahaan pemilik saham, di pengelolaan devisa itu jadi biaya moneter fine turning operation (FTO) yang harus dikeluarkan bagi kegiatan menjaring dolar masuk keranjang devisa, yang untuk capital gain dan dividen tahun ini berniaya 47 sen untuk setiap satu dolar!"

"Selain membebani biaya moneter sedemikian berat, dalam cadangan devisa juga dana tersebut menjadi uang panas karena bisa seketika ditarik investor!" timpal Amir. "Kebanjiran uang panas itu orang malah takut memanfaatkannya maksimal, karena jika tiba-tiba ditarik dan harus buy back, berat menutupnya! Apalagi untuk investasi, suku bunga komersial bank lokal saja masih jauh lebih rendah!"

"Masalahnya, kenapa bisa terjebak kebanggaan semu yang mahal biayanya itu?" tukas Umar."Karena para pemimpin kita, para pengusaha kita, pantang dipuji orang asing—hanya disebut fondasi ekonomi kita bagus—langsung tinggi sebenang, lupa daratan!" tegas Amir. "Tapi lihat akibatnya! Kalau separuh saja dari cadangan devisa kita terdiri dari dana pasar modal ini—ada yang memperkirakan bisa lebih besar—seberapa banyak FTO berkemasan capital gain dan dividen yang diangkut investor dari negeri kita!"

"Jangan-jangan lebih besar dari dana pengentasan kemiskinan di APBN!" timpal Umar. "Itu terjadi akibat kita terlena pujian asing, tak sadar capital gain IHSG digoreng membesar terlalu cepat, membuat kewajiban mendadak jadi tak wajar!" ***


Selanjutnya.....

Konsolidasi Isu Sentral Re-reformasi!


"SETIAP gerakan perubahan menghadapi poros kekuatan antiperubahan—status quo, penikmat kekuasaan atas ketakadilan politik, ekonomi, hukum, dan sosial!" ujar Umar. "Kekuatan gerakan perubahan di Indonesia variatif dengan ujung tombaknya mahasiswa! Sebut saja dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) prodemokrasi dan perjuangan hak-hak sipil, Muhammadiyah dengan forum tokoh lintas agama, sampai debutan seperti Ormas Nasional Demokrat yang membuat kalangan established tak nyaman!"

"Beraneka gerakan perubahan itu menggarap isu sesuai bidang dan pendekatan masing-masing!" timpal Amir. "Akibatnya, isu sentral malah tak tergarap, hingga mainstream kekuasaan yang menikmati status quo malah sama sekali tak tersentuh! Itu sebabnya, meskipun reformasi telah berjalan 13 tahun, hakikat kekuasaan status quo belum berubah esensinya dari sistem Orde Baru!"

"Bahkan, korupsi dan orientasi elite terhadap kepentingan pribadi dan kelompoknya jauh lebih serakah dan lebih buruk daripada era Orde Baru!" tukas Umar. "Karena itu, untuk mendorong perubahan yang simultan perlu konsolidasi isu sentral oleh semua kekuatan gerakan perubahan! BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) telah memulai konsolidasi dimaksud lewat pembentukan forum nasional! (Kompas, 9-7).
Dengan isu sentral yang digarap bersama dan saksama, daya dobrak ke jantung mainstream status quo bisa lebih fokus dan telak—guna mereformasi kembali (re-reformasi) pokok-pokok masalah yang belum tuntas direformasi hingga kondisinya justru jauh lebih buruk daripada sebelum 1998!"

"Inti masalahnya pseudomatika—rezim yang hadir lewat menjual isu perubahan melaksanakan agenda reformasi sebatas retorika, realitasnya justru kian menjauh dari harapan!" timpal Amir. "Jumlah warga miskin malah bertambah dari 1990 (27,7 juta jiwa dengan garis kemiskinan 1 dolar AS per hari) jadi lebih 31 juta Maret 2010 dengan garis kemiskinan Rp211 ribu atau 72 sen dolar AS, lalu jadi 30,2 juta pada Maret 2011 dengan garis kemiskinan Rp233 ribu atau 88 sen dolar AS!"

"Setiap waktu, terus bertambah pula masalah yang tak bisa diselesaikan rezim! Setiap timbul masalah keluar perintah Presiden, tapi tak jalan—apalagi tuntas!" tegas Umar.

"Dari pemberantasan mafia hukum, pembatalan membangun gedung baru DPR, sampai mengatasi tumpukan truk di Merak dan Bakauheni—semua tak terealisasi!"

"Karena itu," sela Amir, "Perlu isu sentral yang tangguh untuk mengakhiri pseudomatika dan retorika, diganti dengan kerja nyata!" ***


Selanjutnya.....

Pengunduran Diri Sri Sultan HB X


"PENGURUS Pusat Nasional Demokrat membuat pernyataan pers tentang mundurnya Sri Sultan HB X dari ormas tersebut, baik selaku ketua Dewan Pertimbangan maupun sebagai inisiator—pendiri!" ujar Umar. "Untuk mengisi jabatan ketua Dewan Pertimbangan, ia digantikan Laksamana (Purn.) Tedjo Edhy Purdiyatno. Sedang sebagai inisiator tentu tak tergantikan karena telah tercatat dalam sejarah inisiator pendiri ormas Nasional Demokrat sebagai gerakan perubahan untuk restorasi Indonesia adalah Sri Sultan HB X dan Surya Paloh!"

"Segenap jajaran pengurus pusat menghormati sepenuhnya Sri Sultan menggunakan haknya untuk mengundurkan diri itu, karena sejatinya organisasi adalah wadah ekspresi berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi!" timpal Amir. "Organisasi ini bertekad melanjutkan misinya mengabdi bagi kemajuan negara dengan program-program kepedulian bagi masyarakat, membangun kesadaran kolektif masyarakat yang majemuk, dan menggelorakan optimisme bagi rakyat, bahwa kita mampu mewujudkan masa depan yang lebih baik!"

"Terkait dengan alasan pengunduran diri Sri Sultan secara tak langsung disinggung oleh Sekjen Nasional Demokrat Syamsul Mu'arif tentang adanya unsur pengurus yang mendirikan Partai Nasdem!" ujar Umar. "Secara formal Nasional Demokrat tak pernah disingkat dengan Nasdem, hanya orang luar yang menyebutnya Nasdem! Sedang Partai Nasdem bukan kepanjangan Nasional Demokrat! Pendirian Partai Nasdem diketahui dan disetujui Ketua Umum Surya Paloh karena juga hak konstitusional setiap warga untuk melakukan gerakan perubahan melaui jalur politik! Tapi, hal ini dijadikan alasan Sri Sultan HB X untuk mundur, katanya demi menjaga independensinya!"

"Visi Sri Sultan tentang gerakan perubahan untuk melakukan restorasi Indonesia, sebagai garis perjuangan ormas Nasional Demokrat yang ia dirikan, terurai jelas dalam Dialog Kebangsaan di Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung, awal tahun ini!" timpal Amir. "Intinya, dasar negara Pancasila belum diimplementasikan sesuai ideal para Bapak Pendiri NKRI! Sri Sultan fasih memerinci pokok-pokok masalahnya, dengan sendirinya mengangkat kesenjangan ideal dan realitasnya!"

"Dengan itu, selaku inisiator gerakan perubahan, jelas Sri Sultan bisa membuat kurang nyaman kelompok established—mapan!" tukas Umar. "Bisa jadi, kian banyak kelompok mapan minta kearifan Sri Sultan sebagai pengayom semua kelompok! Sri Sultan pun memenuhi fitrah eksistesialnya itu! Tapi, gerakan perubahan yang ia luncurkan telah menjadi bola salju—menggelinding dengan terus membesar!" ***


Selanjutnya.....

Mahasiswa Risau Bangsa Morat-Marit!


“KALANGAN mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia merisaukan situasi bangsa yang morat-marit dan kacau-balau dengan rusaknya tatanan bernegara dan berpolitik!" ujar Umar mengutip Kompas (7-7). "Elite politik telah mengabaikan tuntutan dan masalah riil rakyat! Mereka justru memilih pragmatisme dan uang! Situasi demikian dinilai mahasiswa sangat berbahaya dan mempertaruhkan nasib negara!"

"Salah satu penyebab, lemahnya kepemimpinan nasional yang telah mendorong bangsa terjebak dalam tumpukan berbagai masalah tanpa penyelesaian jelas!" timpal Amir.

"Karena itu, menurut Maman Abdurrakhman, Ketua BEM UI di Kompas (idem), untuk mengubah keadaan jadi lebih baik kita perlu melanjutkan semangat reformasi 1998 yang belum tuntas untuk memunculkan figur-figur pemimpin alternatif! Masyarakat telah jenuh dengan berbagai masalah yang muncul tanpa penyelesaian tuntas! Rakyat sudah kehilangan kepercayaan pada pemerintah!"

"Itu sejalan dengan penegasan Aditya Prana, mantan Ketua BEM UIN Syarif Hidayatullah, elite politik hanya memikirkan kepentingan sendiri dan kelompok! Aspirasi rakyat justru terabaikan!" lanjut Umar. "Menurut Aditya, negara ini bergerak tanpa arah, tanpa pemimpin, dan tanpa dorongan maju di hampir semua sektor kehidupan! Akibatnya rakyat menjadi korban, karena tak ada kebijakan yang benar-benar memihak dan mendorong kemakmuran. Presiden Yudhoyono punya konsep bagus dalam pidato, tetapi tak sungguh-sungguh dilaksanakan!"

"Semua itu tak bisa dilepaskan dari determinasi kekuasaan partai politik setelah membajak reformasi buah perjuangan mahasiswa 1998!" tukas Amir. "Kekeruhan terjadi dalam prosesnya karena determinasi kekuasaan itu diorientasikan bukan semata demi meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi lebih bagi kenikmatan pribadi elite politik dan power building para pemimpin partainya! Celakanya, determinasi itu dijalankan bahkan melampaui porsinya, sehingga tatanan politik, hukum, ekonomi, dan sosial morat-marit!"

"Dalam tatanan politik warga sipil dipereteli hak konstitusionalnya untuk memilih dan dipilih pada jabatan politik, yang baru dikoreksi pada hak nonparpol mencalonkan diri di pilkada!" timpal Umar. "Dalam tatanan hukum, kelebihan porsi determinasi membariskan politisi masuk bui, baik eksekutif mauun legislatif! Dalam ekonomi, bangsa kita semakin jauh dibawa menghamba pada kepentingan ekonomi internasional dengan liberalismenya! Semua itu membuat mahasiswa risau dan menjadi saatnya untuk mengoreksinya secara total dan tuntas!" ***


Selanjutnya.....

Jelas, Nazaruddin Bisa 'Menghilang'!


"MANTAN Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin, hebat!" ujar Umar. "Sehari menjelang dipanggil KPK sebagai saksi (24-5), ia lebih dahulu kabur ke Singapura! Juga sebelum keluar perintah penangkapan dari Presiden SBY (1-7), menurut pihak Singapura, juga diketahui Nazaruddin telah lebih dahulu kabur dari Singapura!"

"Besar di Pekanbaru, Riau, bagi Nazaruddin soal keluar-masuk Singapura itu hal sepele!" sambut Amir. "Tapi soal setiap kali ia bisa lebih dahulu ‘menghilang’ sebelum tindakan berwajib atas dirinya—termasuk penetapan tersangka dari KPK dan perintah tangkap dari Presiden, membuktikan keunggulan jaringan yang dimiliki Nazaruddin!"

"Dengan jaringan yang unggul di Singapura, jika pemerintah mengira dengan telah mencabut paspor Nazaruddin sang buron Interpol itu akan mudah ditangkap, jelas keliru! Seperti Nunun, tersangka kasus cek perjalanan dalam pemilihan deputi senior gubernur BI, hingga kini belum tertangkap!" tegas Umar. "Konon lagi Nazaruddin dengan kekuatan uang yang lebih nyata, menurut www.extrapassport.com, lebih dari 70 negara di dunia—termasuk di Eropa—dengan 20 ribu dolar AS (setara Rp180 juta) siap memberikan paspor blangko asli, second citizenship lewat program khusus berbasis investasi! Di negara-negara dunia ketiga, hal seperti ini biasanya sukar dilacak!"

"Apalagi Nazaruddin berkelitnya dari Singapura, di sisi kiri situs Extrapassport ada serangkaian iklan second passport solutions dengan yang terbawah menawarkan tiket pesawat kabur dari Singapura langsung ke Sao Paulo, Brasil!" timpal Amir. "Di situs sama pula, tersedia buku panduan untuk mendapatkan paspor dan kewarganegaraan baru yang siap di-instant download!"

"Jadi jelas, dengan mudah Nazaruddin bisa ‘menghilang’ lewat Singapura, dan kini entah di ujung bumi mana hidup dengan identitas baru bersama keluarganya!" tegas Umar.

"Kalau itu pilihan Nazaruddin, elite Partai Demokrat yang sempat ditudingnya bisa bernapas lega, lolos dari permasalahan ruwet itu! Sebaliknya, mereka bisa dengan gagah pula ganti menuding Nazaruddin penebar fitnah yang pengecut!"

"Lain kalau Nazaruddin kepala batu, tak mau jadi tumbal yang dikorbankan sendirian hingga seperti pernah ditegaskan Anas Urbaningrum, 'Selesai berobat yang bersangkutan akan hadir memenuhi panggilan KPK!" timpal Amir. "Jika ini pilihannya, sidang dakwaan pencemaran nama baik bisa berubah menjadi pembuktian aliran uang haram Nazaruddin ke elite Partai Demokrat! Pada vonis hakimlah terletak kebenaran akhirnya!" ***


Selanjutnya.....

Istri Penyair Versus Istri Tukang Kaleng!


ISTRI seorang penyair khawatir suaminya yang butuh keheningan untuk berkarya terganggu konsentrasinya oleh kebisingan suara tukang kaleng, tetangga barunya!

"Tak perlu khawatir!" tegas istri tukang kaleng. "Semakin tinggi tingkat kebisingan, makin tinggi pula nilai keheningan di dalamnya!"

"Sok tahu! Bagimu suara kaleng gedombrengan pertanda kehidupan!" timpal istri penyair.

"Lagi pula, nilai keheningan itu tidak ditentukan oleh kebisingan yang membingkainya! Tapi ditentukan kualitas puisi yang bisa dilahirkannya!"

"Apa ukuran kualitas puisi?" tanya istri tukang kaleng.

"Kejujuran yang terkandung di dalamnya!" jawab istri penyair.

"Kejujuran puisi apa pula ukurannya?" kejar istri tukang kaleng. "Kalau kejujuran tukang kaleng jelas! Ember, ceret, dandang yang dia buat tidak bocor bahkan diuji dengan api kayu, minyak tanah, atau gas sekalipun!"

"Kejujuran puisi diukur dari ketangguhannya memandu di jalan kebenaran!" jawab istri penyair. "Presiden John F. Kennedy menegaskan jika politik membengkokkan, puisi meluruskan!"

"Kalau begitu, sekarang politik sudah demikian jauh membengkokkan dan memelintir kebenaran sehingga kehidupan rakyat kusut masai jadi korban korupsi yang semakin merajalela, mana puisi suamimu yang seharusnya mengurai dan meluruskan kembali kehidupan bernegara-bangsa yang serbakorup itu?" desak istri tukang kaleng.

"Bagaimana suamiku bisa menulis puisi setangguh itu, kalau suamimu sepanjang tahun siang-malam bising gedombrengan terus?" jawab istri penyair.

"Itu berarti, agar suamimu menulis puisi yang mampu meluruskan kembali yang dibengkokkan politik perlu inpres—instruksi presiden!" tukas istri tukang kaleng.

"Inpres agar suamiku tak bising dalam bekerja, dan agar suamimu menulis puisi!"

"Inpres tak dijamin bisa menggerakkan pena suamiku untuk menulis puisi! Juga belum tentu bisa menghentikan kebisingan kerja suamimu yang jadi hajat hidup keluarga!" tegas istri penyair. "Inpres mengusut kaitan lebih jauh mafia hukum Gayus Tambunan saja tak jalan, juga inpres menangkap Nazaruddin kalah cepat dari kaburnya Nazaruddin meninggalkan Singapura!"

"Terbukti tukang kaleng lebih baik. Meski bising kerjanya, tahan uji dengan segala jenis api!" tegas istri tukang kaleng. "Sedang politik, kebisingan retorikanya hanya guna menutupi pembengkokan dan pemelintiran yang dilakukannya, dan ternyata gagal diluruskan kembali oleh puisi!" ***


Selanjutnya.....

Kasus Nazaruddin, Kabel Setrum Liar!


"KASUS Nazaruddin yang mangkir tiga kali dari panggilan KPK kini jadi seperti kabel aliran listrik yang putus hingga setrumnya liar dan menyambar kian kemari!" ujar Umar. "Setelah tersangka kasus suap wisma atlet itu ‘menyengat’ dengan isu para petinggi Partai Demokrat—Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Jafar Hafsah—kecipratan dana hasil korupsi dirinya, terakhir Komjen Pol. Ito Sumardi juga harus mengklarifikasi lewat koran Tempo (4-7) dan Metro TV (4-7) terkait dengan hasil penggeledahan kantor Nazaruddin oleh KPK!"

"Setrum apa pula yang menyengat Komjen Ito?" tanya Amir.
"Menurut Tempo, saat KPK menggeledah kantor Nazaruddin, ditemukan catatan pengeluaran yang dibuat Yulianis, staf perusahaan Nazaruddin! Isinya, catatan uang setoran Nazaruddin ke polisi, salah satunya kepada Komjen Ito sebesar 50 ribu dolar AS!" jelas Umar. "Komjen Ito mengaku tidak pernah menerima uang itu, dengan bersumpah, “Demi Allah!” ia bantah secara tegas isu dirinya terkait dengan uang Nazaruddin itu!"


"Seharusnya para petinggi Demokrat juga seperti Komjen Ito, memprotes keras tudingan Nazaruddin bahwa mereka kecipratan uang bermiliar-miliar!" timpal Amir. "Bahkan, kata Sis N.S. dari Forum Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat, mereka harus marah difitnah oleh Nazaruddin! Sebab, dengan para petinggi Demokrat terkesan tidak ngotot membantah tudingan, bisa membuat masyarakat salah tafsir—jangan-jangan tudingan Nazaruddin benar!"

"Mungkin para petinggi partai tidak ngotot karena yakin Nazaruddin tak punya bukti atas tuduhan itu!" tukas Umar. "Selain juga yakin, Nazaruddin tak akan berani pulang ke Indonesia karena daftar kasusnya kian panjang di tangan pihak berwajib!"
"Apakah mereka tak yakin perintah Presiden SBY menangkap Nazaruddin bisa berhasil?" kejar Amir.

"Kalau banyak pelarian koruptor ke Singapura selama ini tak bisa ditangkap, kenapa pula tiba-tiba jadi bisa?" tukas Umar. "Alasan itu membuat bicara pengacaranya tak mudah menangkap dia di Singapura, tidak berlebihan! Keberhasilan dari perintah Presiden itu masih suatu ujian!"

"Kok Gayus Tambunan bisa diajak pulang?" timpal Amir.
"Karena uang Gayus masih banyak di save deposit box sebuah bank dalam negeri. Dengan itu, dia yakin masih bisa mengatur aparat hukum! Dan terbukti, pejabat tahanan Kelapa Dua bisa dia atur!" jawab Umar. "Sedang Nazaruddin, seperti pengacaranya katakan, sudah tak percaya kepada aparat hukum Indonesia! Ini sengatan setrum Nazaruddin yang paling fatal terhadap kredibilitas lembaga-lembaga hukum nasional!" ***


Selanjutnya.....

Legitimasi Pemilu Sedang Diuji DPR!


"RAPAT Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu Komisi II DPR yang disiarkan langsung televisi menyadarkan penonton, mekanisme administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dijalankan tanpa standar operasi prosedur (SOP) ketat!" ujar Umar. "Akibatnya, surat dari luar (seperti dari Mahkamah Konstitusi—MK) bisa disuruh antar ke oknum anggota KPU yang sedang berada di luar! Tak ayal, bisa dilakukan rekayasa administrasi, surat palsu yang malah dijadikan dasar penetapan pemenang pemilu!"


"Simpul itu bisa ditarik dari rangkaian keterangan staf KPU dan MK yang bicara apa adanya!" timpal Amir. "Sedang dari unsur atas kedua lembaga, masih lebih terkesan berusaha bicara pintar, bukan apa adanya! Malah, ada media menyebut, bicara seorang tokoh pada kasus itu bertentangan dengan keterangan sejumlah bawahan yang jika dirangkai bisa jadi cerita saling nyambung!"

"Dari proses kerja Panja Mafia Pemilu tampak legalitas Pemilihan Umum 2009 sedang diuji DPR!" tegas Umar. "Artinya, proses politik yang tajam bisa mengopongkan integritas penyelenggara pemilu tersebut, sehingga bukan hanya kualitas Pemilunya rendah, melainkan lebih jauh lagi, legalitasnya runtuh! Kalau sampai kemungkinan terburuk itu terjadi, akibatnya tidak sederhana! Dorongan ke arah itu bisa dilihat pada antrean orang-orang yang siap menggugat KPU karena merasa dikecundangi dengan cara-cara yang tidak jujur itu dalam Pemilu 2009!"


"Adanya antrean korban kecurangan pafia pemilu itu salah satu beda kasus ini sekarang dengan setahun lalu, ketika Dewan Kehormatan (DK) KPU memberhentikan bukan atas permintaan sendiri dari anggota KPU Andi Nurpati terkait kasus Toli-Toli dan masuknya yang bersangkutan dalam partai politik—Partai Demokrat!" sambut Amir. "Bahkan terkait kasus Toli-Toli yang oleh DK KPU diberi prioritas dalam putusannya (30-Juni-2010), waktu itu under exposed di media massa! Fokus berita justru masuknya Andi ke parpol!"

"Ketegangan sekarang lebih tinggi selain tak bisa dilepaskan dari posisi Andi Nurpati di Partai Demokrat yang sedang disoroti publik akibat kasus Nazaruddin, juga dijadikan kesempatan oleh Ketua MK yang telah setahun melapor kasus mafia pemilu itu ke polisi tapi tak ditindaklanjuti!" tegas Umar. "Aktualitas yang saling menopang terkait kader-kader Partai Demokrat dari kasus korupsi wisma atlet ke mafia pemilu disempurnakan DPR dengan membentuk panja yang bisa menjadikan kasusnya bola panas berskala nasional ketika hasil garapannya meruntuhkan legalitas pemilu!" ***

Selanjutnya.....

BPS Menaikkan Garis Kemiskinan!


"MULAI Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2011, Badan Pusat Statistik (BPS) menaikkan batas garis kemiskinan dari gabungan desa-kota Rp211.726 pada 2010, menjadi Rp233.740 per kapita/bulan!" ujar Umar. "Kenaikan 10,39% itu mengikuti kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi warga miskin, lebih tinggi daripada laju inflasi tahunan 6,65%!" (Kompas, 2-7)

"Meski kenaikan garis kemiskinan dari 2010 ke 2011 itu lebih tinggi daripada laju inflasi tahunan, masih jauh di bawah laju inflasi kelompok bahan pangan yang pada 2010 mencapai 16,45%!" timpal Amir. "Peningkatan garis kemiskinan itu lebih mencerminkan naiknya pengeluaran untuk konsumsi warga miskin yang pendapatannya tak dapat kenaikan sebanding-artinya, pendapatan tetap, belanja naik, derita pun bertambah!"

"Dari perubahan itu, yang menarik peningkatan garis kemiskinan dalam dolar Amerika!" tegas Umar. "Kalau sebelumnya Rp211.726/bulan dengan kurs dolar Rp9.000, berarti 72 sen dolar per kapita/hari, pada Rp233.740 dengan kurs dolar sekarang Rp8.600 berarti menjadi 89 sen dolar per kapita/hari. Masih di bawah 1 dolar jauh dari garis kemiskinan Bank Dunia 2 dolar/hari!"

"Lantas bagaimana hasil pengentasan kemiskinan dengan dana APBN Rp66,2 triliun pada 2009, naik 13,9 triliun jadi 80,1 triliun pada 2010, dan naik lagi jadi 86,1 triliun pada 2011?" tanya Amir.
"Kalau Maret 2009 ke Maret 2010 bisa dientaskan 1,51 juta orang, Maret 2010 ke Maret 2011 hanya turun dari 19,93 juta orang menjadi 18,97 juta orang di perdesaan, sedang di kota cuma dari 11,1 juta orang menjadi 11,05 juta orang!" jelas Umar. "Tampak dengan biaya jauh lebih besar hasilnya justru lebih kecil! Mungkin akibat penaikan garis kemiskinan 10,39%, hasilnya malah turun 30%!"
"Jangan-jangan kebocoran anggaran maupun ketakefektifan dan ketakefisienannya yang justru jadi lebih besar daripada peningkatan anggarannya!" tukas Amir. "Coba pakai cara orang bodoh saja! Dengan garis kemiskinan Rp233.740 per kapita/bulan, kalau setiap orang miskin diberi Rp235 ribu/bulan, dia bebas dari garis kemiskinan, setahun per orang Rp2.820.000-untuk 30 juta orang miskin jadi Rp84,6 triliun!"
"Berarti dengan APBN mengentas kemiskinan 2011 sebesar Rp86,1 triliun, sebanyak 30,2 juta orang miskin yang ditemukan survei BPS Maret 2011 semua bisa dibebaskan dari garis kemiskinan sekaligus!" entak Umar. "Sedang dengan Rp86,1 triliun hanya mengentaskan 1,01 juta orang miskin, kelebihan dana lebih Rp75 juta/orang miskin yang dientaskan! Nikmatnya para pembebas!"

Selanjutnya.....

Nazaruddin Vs ‘One Man Show’!


"KAPOK Nazaruddin!" ujar Umar. "Presiden SBY telah memerintahkan Kapolri agar membantu KPK menangkap tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games Palembang itu di Singapura!"

"Apa betul Presiden memerintahkan?" tanya Amir.

"Itu ucapan juru bicara Presiden!" timpal Umar.

"Terlalu tinggi Nazaruddin diposisikan, ditangkap atas perintah langsung Presiden!" tukas Amir. "Dalam kasus-kasus TKI di Arab Saudi juga banyak pihak dari berbagai penjuru mendesak Presiden SBY mengatasinya langsung! Terkesan, sebuah negara sebesar Indonesia dengan penduduk 240-an juta, segala masalahnya hanya ditumpukan pada satu orang—one man show!"

"Kenyataannya begitu! Semua masalah bertumpu pada satu orang!" timpal Umar. "Kalau tak begitu, semua pejabat terkait lepas dari tanggung jawab! Seperti Kapolri, tanpa perintah Presiden pun tugasnya harus meringkus penjahat! Dalam kasus Nazaruddin, meski pengacaranya menakut-nakuti polisi dan KPK jika ke Singapura yang malah akan ditangkap aparat negeri itu, Indonesia 2006 telah meratifikasi Konvensi PBB menentang korupsi (United Nation Convention Againts Corruption—UNCAC). Artinya, jika jaringan UNCAC—Inter-Governmental Working Group digerakkan, Nazaruddin itu soal kecil!"

"Tapi para pejabat kita tak mengimplementasikan ratifikasi UNCAC itu secara operasional, karena para pejabat itu seperti pahat, kalau tak digetok dari belakang oleh Presiden, tak bergerak!" tukas Amir. "Nazaruddin tahu persis soal semua itu, maka dengan lantang ia seenak perutnya melontar segala tuduhan ke Tanah Air! Namun demikian, tenyata perkiraan Nazarudin meleset!"

"Perkiraan yang mana?" kejar Umar.

"Pertama, perkiraan Presiden SBY akan jaga citra, sehingga tidak akan mencampuri kasusnya yang bersimbah kotoran!" jelas Amir. "Kedua, Presiden SBY dan Partai Demokrat akan mencegah dirinya pulang ke Indonesia karena takut Nazaruddin mengungkap keterlibatan kader-kader Partai Demokrat dalam permainan kotor dirinya!"

"Perkiraan Nazaruddin meleset karena Presiden SBY tak sabar lagi dengan kegagalan tugas aparat menghentikan ocehan Nazaruddin merusak nama baik kader-kader Demokrat, hingga tak bisa lain Presiden terpaksa bermain one man show!" timpal Umar. "Tindakan Presiden SBY ini sekaligus untuk membuktikan ia berdiri paling depan menghunus pedang memberantas korupsi! Sayangnya, para pejabat bawahannya justru bersembunyi di belakangnya, memaksa Sang Presiden one man show!" ***


Selanjutnya.....