Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Di Malaysia, 102 TKI Terancam Hukuman Mati!


"PENELUSURAN Satgas Perlindungan TKI—yang aktif setelah Ruyati dipancung di Arab Saudi—menemukan 102 TKI terancam hukuman mati di Malaysia!" ujar Umar. "Menurut Humphtry Djemat, anggota Satgas lewat rilisnya Sabtu (23-7), di Penjara Sungai Buloh, Selangor, ditemukan 60 WNI terancam hukuman mati! Di Penjara Bentong, Pahang, 10 orang, dan di Penjara Tapah, Perak, 9 orang! Tugas Satgas memastikan pendampingan dalam proses hukum para TKI tersebut!"
"Kehadiran Satgas Perlindungan TKI di Malaysia sejak 21 Juli 2011 itu sedikit melegakan! Paling tidak, ada badan atau lembaga atas nama bangsa yang peduli pada penderitaan warga bangsa yang terjerat hukum di negeri jiran itu!" sambut Amir. "Itu dibanding selama ini,TKI yang mengalami masalah informasinya sukar diperoleh! Padahal, setiap TKI saat penempatan melunasi asuransi perlindungan tenaga kerja Rp400 ribu per orang! Hitung sendiri betapa besar dana itu, jika jumlah TKI di Malaysia saja lebih satu juta orang!"


"Jadi, kehadiran Satgas itu merupakan pemenuhan hak TKI atas perlindungan tenaga kerja dalam arti luas, diharapkan bisa meringankan penderitaan TKI dalam menghadapi perlakuan kurang pada tempatnya baik dari majikan maupun dari aparat Malaysia!" tegas Umar. "Namun, personalia Satgas diharapkan bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi Malaysia, karena sistem dan praktek hukum di negeri itu berbeda dengan Indonesia! Maksudnya, gaya advokasi seperti yang lazim di Indonesia, bisa dinilai konyol jadi tidak efektif!"
"Keharusan penyesuaikan itu bukan hanya pada advokasi hukum, tapi juga dalam penanganan TKI secara umum!" timpal Amir. "Pendekatan legal formal semata seperti selama ini justru lebih efektif memosisikan TKI di Malaysia berkedudukan rendah sebagai kuli dengan keharusan berhamba pada majikannya! Padahal dalam hubungan kerja modern, pekerja dan pemberi kerja berposisi setara, kedua pihak terikat pada perjanjian kerja yang sama-sama wajib dipenuhi!"
"Untuk mengajak pihak Malaysia bersikap humanis dalam hubungan dengan TKI, tentu harus dimulai dengan pendekatan yang humanistik dari pihak kita!" tegas Umar. "Bukannya legal formal tak perlu, tetap perlu tapi bukan satu-satunya, apalagi terlalu ditonjolkan! Yang harus ditonjolkan justru pendekatan emosional sebagai sesama warga serumpun, seperti dikembangkan Sjachroedin Z.P. dengan berbagai pihak di Malaysia belakangan ini! Kita punya model alternatif mencairkan hubungan secara humanistik menuju hubungan kerja modern, kesetaraan pekerja—pemberi kerja!" ***


0 komentar: