"KONSUMSI bahan bakar minyak (BBM) tahun ini melampaui 40 juta kiloliter, padahal kuota cuma 38,6 juta kiloliter, subsidi membengkak jadi lebih 129 triliun, mendesak pemerintah melakukan penghematan BBM 10% dimulai Agustus ini!" ujar Umar. "Hemat energi itu berlaku untuk kendaraan Pemerintah Pusat dan daerah, serta hemat listrik dinaikkan dari 25% jadi 27%." (Kompas, 27-7)
"Gerakan hemat energi dari pemerintah penting sebagai contoh buat warga masyarakat!" timpal Umar. "Karena, pemerintah sebagai pengarah perilaku warga bangsa, tak semata lewat regulasi! Justru keteladanan jajaran pemerintahan yang bersumber dari penjabaran orientasi sikap para pemimpin (patron) merupakan energi penggerak utama bagi massa pengikut (client). Selama ini ketiadaan energi penggerak dari panutan itulah yang mendorong massa juga ngelantur awut-awutan! Borosnya pemakaian energi di kalangan pemerintah diikuti secara lebih parah dari massa—pemimpin kencing berdiri, rakyat kencing menari!"
"Gerakan hemat energi dari pemerintah penting sebagai contoh buat warga masyarakat!" timpal Umar. "Karena, pemerintah sebagai pengarah perilaku warga bangsa, tak semata lewat regulasi! Justru keteladanan jajaran pemerintahan yang bersumber dari penjabaran orientasi sikap para pemimpin (patron) merupakan energi penggerak utama bagi massa pengikut (client). Selama ini ketiadaan energi penggerak dari panutan itulah yang mendorong massa juga ngelantur awut-awutan! Borosnya pemakaian energi di kalangan pemerintah diikuti secara lebih parah dari massa—pemimpin kencing berdiri, rakyat kencing menari!"
"Itu dia masalahnya, bagaimana agar gerakan hemat energi di jajaran pemerintah itu bisa dijamin benar-benar berjalan!" tegas Umar. "Soalnya, program hemat energi itu sebenarnya sudah diatur dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2008, yang dalam tiga tahun ini terseok! Artinya, perlu pendekatan baru agar Inpres itu bisa berjalan maksimal—mencapai target!"
"Kalau begitu ceritanya, jelas tak mudah untuk membalik dari realitas Inpres yang macet selama tiga tahun dibuar jadi lancar dan sukses!" tukas Amir. "Pendekatan baru yang kau minta harus membalik dari praktek realitas lama—tradisi birokrasi pemerintahan Indonesia memerintah secara top down, dari atas ke bawah, di balik jadi bottom up alias dari bawah ke atas!"
"Maksudmu seperti apa?" tanya Umar.
"Selama ini Inpres seperti hemat energi dijalankan top down: bupati memerintah kepala dinas, lalu kepala dinas memerintah kepala bagian, kepala bagian memerintahkan kepala seksi, kepala seksi memerintah staf, staf memerintah pelayan yang memang tak punya kendaraan bermotor dan listrik di rumahnya 450 watt sehingga tak ada lagi yang bisa dihemat!" jelas Amir. "Sedang semua atasan, setelah memberi perintah pada bawahan merasa tugas dan tanggung jawabnya telah selesai, tanpa perlu dirinya melakukan penghematan lagi!"
"Kalau di balik, bottom up, mana ada yang mau atasan menjalankan perintah bawahan!" tukas Umar. "Jadi, kita lihat sajalah apa hasil program hemat BBM 10% dan hemat listrik 27% itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar