Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jamintel Ungkap Lebih Luas Gafatar!

JAMINTEL—Jaksa Agung Muda Tindak Intelijen—Adi Toegarisman menggelar temu pers hasil diskusinya dengan mantan Ketua Umum Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Mahful Muis Tumanurung dan sejumlah mantan anggotanya, mengungkap lebih luas gerakan itu. Salah satunya, para pengikut Gafatar tidak melaksanakan salat sebagaimana mestinya tatanan agama Islam. 

"Jadi intinya dalam organisasi itu dari penjelasan diskusi tadi berbicara nilai-nilai universal dari kitab Alquran dan Injil. Itu yang menjadi bahasan pokoknya. Kemudian dari hasil wawancara tadi, dia sudah tidak menjalankan tatanan ibadah itu," ujar Adi Toegarisman. (detiknews, 29/1) 

Terkait soal melaksanakan salat, mantan anggota Gafatar itu mengatakan yang terpenting itu adalah mengingatnya saja. "Kalau masalah salat mereka jawab setiap saat kita salat. Saat kita nulis, yang penting ingat," ujar Toegarisman. Temuan lain Jamintel yang penting adalah para mantan anggota Gafatar itu menyebutkan bahwa Ahmad Musaddeq adalah mesias. Mesias itu juru selamat atau ratu adil, ada juga yang menyebut Imam Mahdi, yang menurut kepercayaan tertentu merupakan penyelamat bagi umat beriman dari Dajal di akhir zaman. 

Pernyataan ini tentu mengejutkan. Sebab, sang mesias Ahmad Musaddeq pada 2007 divonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hukuman 4 tahun penjara dengan pasal penodaan agama. Sejak 2006, Musaddeq memang menimbulkan kehebohan dengan gerakan Al-Qiyadah Al-Islamiyah, yang oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Oktober 2007 dinyatakan sebagai aliran sesat karena sinkretisme tiga agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi). (Kompas, 28/1) 

Terkait dengan ajaran Taurat dalam sinkretisme itu, menurut Toegarisman, para mantan anggota Gafatar itu bicara tentang 10 perintah Tuhan (terkenal dengan The Ten Commandment yang disampaikan Allah kepada Nabi Musa as di Gunung Sinai). Sepuluh perintah Tuhan itu antara lain jangan membuat dan menyembah berhala, hormati ayah-ibumu, jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan menginginkan rumah sesamamu, istrinya, hambanya, sapi atau keledainya, atau apa pun milik sesamamu. 

Pengungkapan Jamintel itu memperjelas kepada masyarakat seperti apa Gafatar itu. Lebih lagi dengan pengakuan para mantan anggota Gafatar bahwa mesias mereka adalah Ahmad Musaddeq, seorang terpidana penodaan agama dan oleh fatwa MUI secara tegas ajarannya disebut aliran sesat, masyarakat bisa dengan tepat menyikapinya. ***
Selanjutnya.....

RI Capai Peringkat Layak Investasi!

AFIRMASI lembaga pemeringkat Moody's Investors Service yang diumumkan lewat siaran pers, Kamis (28/1), menempatkan sovereign credit rating Republik Indonesia pada Baa3 atau stable outlook, yang berarti RI mencapai level layak investasi (investment grade). 

Beberapa faktor kunci yang mendukung keputusan afirmasi bagi sovereign credit rating Indonesia adalah pengelolaan keuangan pemerintah yang kuat di tengah peningkatan defisit fiskal dan respons kebijakan otoritas yang efektif dalam mengelola risiko penurunan harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan ekonomi. (Kompas.com, 28/1) 

Outlook stabil juga mencerminkan tetap kuatnya ketahanan Indonesia terhadap tekanan eksternal yang bersumber dari penurunan harga komoditas dan volatilitas pasar keuangan global. Meski tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi masih berlangsung, perekonomian Indonesia tetap tumbuh dan lebih baik dibandingkan negara dengan peringkat yang sama. 

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyambut baik afirmasi Moody's tersebut. "Afirmasi Moody's ini menegaskan pengakuan terhadap kekuatan perekonomian Indonesia dalam menghadapi penurunan perekonomian dan volatilitas keuangan global," tegasnya. "Keseimbangan antara kebijakan moneter dan fiskal serta reformasi struktural yang berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan untuk mencapai pertumbuhan Indonesia yang lebih berkualitas." Peringkat layak investasi itu tentu membantu dalam mengundang investor ke daerah. 

Namun, kesiapan daerah menerima investor juga jadi pertimbangan tersendiri. Terutama, menyangkut infrastruktur, baik untuk suplai bahan baku, kecukupan energi untuk produksi, maupun fasilitas pengiriman produknya ke pasar domestik dan global. Kesiapan infrastruktur itu baru yang bersifat fisik. Faktor lain yang tak kalah penting dukungan sosiopolitik dan kultural masyarakat dalam menerima investor. 

Daerah yang politikusnya, premannya, dan ormasnya terkenal suka merecoki investor, hingga investor banyak yang kabur meninggalkan modalnya kocar-kacir di daerah itu, bisa terkendala untuk mendatangkan investor baru, apalagi yang berskala besar. Artinya, setiap daerah provinsi dan kabupaten membuat standar layak investasi tersendiri. 

Terutama, terkait infrastruktur fisik, energi, sosiopolitik, dan kultural, kalau ada yang kurang dicukupi, kalau ada masalah tuntaskan. Sebab, capek pun daerah promosi investasi, kalau investor mencium trauma investasi tertentu, hasilnya kurang optimal. ***
Selanjutnya.....

IPK Melesat Pertahankan Taji KPK!

IPK—indeks persepsi korupsi—peringkatnya melesat 19 tingkat dari 107 pada 2014 menjadi peringkat 88 pada 2015. Itu bukti adanya perlawanan untuk mempertahankan taji dan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sepanjang 2015 dilanda badai usaha pelemahan. Usaha itu berpuncak pada langkah merevisi UU KPK yang kehabisan waktu pada akhir 2015 dipaksakan masuk Prolegnas 2016. 

Disebut perlawanan untuk mempertahankan taji dan eksistensi KPK karena IPK yang digarap transparency international itu merupakan hasil survei dari mengumpul persepsi pengusaha dan para pakar. Tentu persepsi itu setelah melihat nasib KPK pada 2015 itu di ujung tanduk, dari dikriminalisasinya pimpinan KPK lewat konflik Cicak Lawan Buaya Jilid II—yang belakangan kasusnya cenderung makin tak jelas—sampai usaha mempreteli kewenangan KPK, lewat merevisi UU KPK dari semula usulan pemerintah hingga berubah menjadi usul inisiatif DPR. 

Hal itu membuat perlawanan publik amat keras menolak revisi UU KPK membuat prosesnya terdesak mundur terus. Persepsi pengusaha dan pakar yang tersimpul dalam hasil survei transparency internasional itu merupakan bagian dari perlawanan publik menolak revisi UU KPK tersebut. Namun, jika gerakan merevisi UU KPK yang dilakukan lewat Prolegnas 2016 di DPR tidak bisa dihentikan sehingga publik termasuk para pelaku usaha dan pakar kecewa berat, IPK Indonesia pada 2016 bisa kembali melorot ke peringkat seratusan. 

Karena itu, jika ingin IPK Indonesia bertahan sebaik 2015, pemerintah dalam hal ini terutama Presiden Jokowi harus berani menolak dengan tegas revisi UU KPK, sebagaimana yang dikehendaki oleh publik. Baik atau buruknya reputasi pemerintahan sekarang di mata dunia dalam pemberantasan korupsi akan ditentukan oleh sikap pemerintah dalam merespons positif penolakan publik terhadap revisi UU KPK. 

Tanpa penolakan pemerintah terhadap revisi UU KPK yang telah menjadi Prolegnas 2016 di DPR, apalagi pemerintan ikut mencabut taji KPK sehingga KPK menjadi ayam sayur seperti dikatakan Lalola Easter, peneliti Indonesia Corruption Watch (detiknews, 28/1). 

Reputasi pemerintah dalam pemberantasan korupsi bisa lebih buruk dari DPR. Sebab, usaha DPR merevisi UU KPK bisa berhasil semata hanya karena dukungan pemerintah. Lalu siapa yang paling disesali publik ketika KPK telah menjadi ayam sayur? Tentu saja pemerintah! Karena sebenarnya bola ada di kaki pemerintah. Kalau saja pemerintah tidak menendangnya, revisi UU KPK tidak gol! ***
Selanjutnya.....

Krisis Pengungsi kian Hantui Eropa!

KRISIS pengungsi yang berujung krisis kemanusiaan kian menghantui Eropa. Jumat dini hari pekan lalu, dalam cekaman musim dingin 44 orang pengungsi termasuk 20 anak tewas akibat tiga perahu kayu yang mereka tompangi tenggelam di Laut Tengah dalam perjalanan menuju Yunani dari Turki. 

Dalam cuaca musim dingin, ribuan orang mengungsi dengan penderitaan mengiringi langkah mereka meninggalkan negerinya, Suriah, yang kacau oleh kecamuk perang antara berbagai pihak, untuk mendapatkan hidup yang lebih baik di Eropa. (Kompas.com, 23/1) 

Tapi, para penjaga pantai Yunani dan Turki menemukan keganasan laut yang dilalui lebih dahulu merenggut nyawa sebagian mereka. Sejauh ini Jerman dan Turki menjadi pemain kunci dalam krisis migrasi yang terparah menggoncang Eropa sejak Perang Dunia II itu. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu bersama menteri terkait di kabinetnya membahas antisipasi tingginya arus pengungsi baru yang akan memasuki Eropa. Merkel sendiri, yang tak membatasi pengungsi masuk negerinya, sudah mendapat tekanan di dalam negerinya. Sepanjang 2015, Jerman menampung 1,1 juta pengungsi. 

Para pemimpin Uni Eropa telah menjanjikan dana senilai 3 miliar euro kepada Turki untuk membantu para pengungsi Suriah. Bantuan ini diharapkan bisa mengurangi jumlah pengungsi meninggalkan Turki dan menuju ke Eropa. Namun, negara-negara Uni Eropa masih berselisih mengenai berapa banyak setiap negara harus membayar untuk membantu 2,2 juta pengungsi Suriah yang menyinggahi Turki. 

Sementara Davutoglu menegaskan bukan dana masalahnya, bahkan ia tak akan minta pada Merkel dana yang telah dijanjikan. Ia mendesak "langkah konkret" Uni Eropa untuk membantu Turki mengatasi krisis pengungsi. "Kami tidak minta uang. Kami tidak negosiasi soal dana. Bagi kami, ini soal tugas kemanusiaan," kata Davutoglu. "Yang kami minta solidaritas, empati. Kami akan membahas ini dengan Merkel, dan kami berharap langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini." 

Di Eropa, krisis pengungsi kian mencekam. Austria menjadi negara terbaru yang menyulut ketegangan, membatasi kedatangan pencari suaka. Menlu Austria Sebastian Kurz mengatakan langkah itu jadi "peringatan" untuk menekan Eropa mencari penyelesaian bersama. Ini tragedi kemanusiaan terburuk. Di Suriah, semua pihak dengan ambisi kekuasaan terus saling bunuh, rakyat lari menyabung nyawa mencari tempat aman untuk bertahan hidup, tapi negara tujuan menolak mereka. ***
Selanjutnya.....

Balap F1, Ayo Dukung Rio Haryanto!

SETELAH merangkak dari kelas terbawah, akhirnya pembalap mobil Indonesia, Rio Haryanto, mendapat tempat di Kejuaraan Dunia Formula 1 (F1) 2016. Ini kelas tertinggi untuk balap mobil dunia yang dilaksanakan dalam 20 balapan semusim, sepanjang tahun. 

Namun, untuk bisa tampil bersama tim Manor F1 selama semusim, Rio harus membayar 15 juta euro (sekitar Rp225 miliar). Untuk itu, dari sponsor utamanya Pertamina ia mendapat 5 juta euro atau sekitar Rp75 miliar. Lalu Menpora Imam Nahrawi melalui KONI yang didapat dari berbagai BUMN dan BUMS membantu Rp100 miliar. Jadi, masih kurang sekitar Rp50 miliar lagi. (Kompas.com, 23/1) 

Untuk kekurangan yang Rp50 miliar itulah perlu dukungan dari segenap masyarakat Indonesia. Jangan sampai peluang yang sudah terbuka untuk kejuaraan dunia itu menjadi sia-sia hanya akibat ketiadaan dana. Kemungkinan terburuk sampai gagal ikut kejuaraan dunia F1 itu tidak boleh terjadi. Karena kegagalan itu bisa memengaruhi usaha Menpora untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah F1 pada 2019. 

Rencana tersebut merupakan peningkatan posisi Indonesia sebagai tuan rumah MotoGP tahun 2017, 2018, dan 2019, yang kontraknya dengan Dorna Sport sebagai penyelenggara MotoGP akan ditandatangani Menpora Februari ini. Penampilan Rio Haryanto pada kejuaraan dunia F1 juga amat dibutuhkan rakyat Indonesia yang sedang kelangkaan pujaan kelas dunia di bidang olahraga. Bulu tangkis timbul-tenggelam dalam persaingan dengan Tiongkok, Korea Selatan, Malaysia, bahkan Jepang! Apalagi sepak bola, prestasi olahraga yang paling digemari rakyat Indonesia ini pada tingkat ASEAN saja susah jadi juara. 

Apalagi sekarang semua tingkat kompetisi sepak bola beku, tinggal tersisa dua atau tiga turnamen besar setahun yang terbatas untuk tontonan orang kota besar saja. Karena itu, dukungan terhadap Rio Haryanto untuk tampil di kejuaraan dunia F1 harus bersifat nyata. Kalau realisasi pengumpulan dana yang diperlukan untuk itu kurang lancar atau bahkan terkendala, mungkin perlu membuat "Dompet untuk Rio" guna menampung dukungan dari kalangan berduit, dan "Koin untuk Rio" untuk menampung dukungan dari rakyat kebanyakan sesuai kemampuannya. 

Tapi karena rakyat amat mendambakan hadirnya bintang kelas dunia dari olahraga negerinya, semua itu tak kepalang untuk dilakukan. Jangan sampai terjadi, pemerintahnya ingin jadi tuan rumah balap F1, tapi seorang saja atletnya mau ikut kejuaraan F1 tak mampu membiayai. Kita pun jadi tertawaan dunia! ***
Selanjutnya.....

Ternyata Gafatar itu Mesianisme!

GAFATAR—Gerakan Fajar Nusantara—yang membentuk komunitas dengan ribuan warga dalam sebuah kamp di Mempawah, Kalimantan Barat, ternyata menganut Mesianisme, yakni pengikut Mesias. Dalam terminologi Barat, Mesias bisa berarti juru selamat, sedang dalam terminologi Timur sebagai ratu adil. 

Hal itu diketahui dari dokumen yang ditemukan aparat gabungan Polri, TNI, dan pemerintah daerah yang berhasil masuk ke kamp Gafatar di Mempawah pekan lalu. Salah satu dokumen itu berisi janji pengikut Gafatar yang terdiri dari tiga poin. 1. Bahwa tidak ada tuan yang saya patuhi kehendak dan perintahnya selain tuan semesta alam, Tuhan Yang Maha Esa. 2. Bahwa Mesias adalah pembawa risalah tuan semesta alam untuk menggenapi segala kehendak dan perintah bagi umat manusia. 3. Di bawah bimbingan Mesias saya sanggup berkorban harta dan diri saya untuk mewujudkan kehendak dan rencana tuan semesta alam yang akan menjadikan bangsa Nusantara ini menjadi bangsa yang damai sejahtera. (detiknews, 23/1) 

Dari teks janji tersebut tampak jelas ciri mesianisme Gafatar. Namun sampai kamp mereka dibubarkan dan para pengikutnya dievakuasi keluar kamp, pihak yang berwajib belum ada yang menginformasikan kepada masyarakat siapakah tokoh Gafatar yang didaulat pengikutnya sebagai Mesias. Dengan tak disebutkan siapa sebenarnya yang telah mendaulat dirinya sebagai Mesias dan menarik ribuan warga sebagai pengikutnya itu, jangan-jangan tokoh sentral gerakan atau sang Mesias Gafatar justru lolos dari penggerebekan warga. 

Lolosnya sang Mesias yang mungkin bersama para “elite” Gafatar lainnya, menjadikan Gafatar sebagai ancaman laten bagi NKRI. Karena, dari dokumen lain yang ditemukan, yakni Janji Aparat Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara yang terdiri dari enam poin, memberi isyarat, Gafatar itu sebuah gerakan membentuk negeri (negara) sendiri, dengan penguasa dan undang-undangnya sendiri. Poin 1 janji aparat itu berbunyi, Bahwa saya akan tunduk patuh kepada hukum Tuan Semesta Alam dan undang-undang yang berlaku dalam Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara. Poin 2, Bahwa saya sanggup berkorban harta dan diri saya dalam membela dan memperjuangkan tegaknya Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara. 

Poin 5, Bahwa saya tidak akan berkhianat kepada Tuan Semesta Alam dan Mesias serta akan melindungi segenap aparat Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara. Jadi, jelas gerakan apa sebenarnya Gafatar yang merekrut pengikut lewat gendam (sihir) dan hipnosis itu. ***
Selanjutnya.....

Jokowi Minta 3.000 Perda Dihapus!

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) meminta 3.000 peraturan daerah (perda) bermasalah dihapus. Saat ini ribuan perda itu masih terus dikaji, termasuk oleh Kementerian Dalam Negeri. "Perda (bermasalah) itu kebanyakan harus dihapus. Tidak perlu dikaji kalau menyulitkan rakyat," tegas Jokowi (Kompas.com, 22/1). 

Jokowi juga menyinggung banyaknya regulasi yang menghambat iklim investasi. Menurut dia, dari 42 ribu regulasi yang ada, harus dilakukan pemangkasan besar-besaran agar tidak ada lagi regulasi yang justru malah menghambat pertumbuhan ekonomi. "Banyak peraturan buat apa? Menyulitkan kita sendiri," tukas Jokowi. Presiden mangatakan itu saat peluncuran program investasi menciptakan lapangan kerja tahap III di Wonogiri, Jawa Tengah, Jumat (22/1). 

Penghapusan perda dan regulasi itu untuk memperbaiki daya saing. Masyarakat sangat menantikan aksi dari pemerintah untuk memperbaiki daya saing negara, tegasnya. Saat ini daya saing Indonesia di peringkat 109 dalam ease of doing business atau kemudahan berusaha yang dirilis Bank Dunia. Jokowi ingin peringkat ini naik ke-40. Tak ada tawar-menawar. "Saya sampaikan ke kepala BKPM dan seluruh menteri, saya enggak mau lagi di angka 100-an. Target saya tahun depan harus di angka 40. Saya sudah hitung, 40 itu jangan ditawar," tegas Jokowi (detik-finance, 22/1). 

Peringkat 109 dari 189 negara untuk kemudahan berbisnis pada 2015 itu sebenarnya sudah merupakan peningkatan signifikan dari sebelumnya di peringkat 120. Itu hasil survei World Bank Group atas data antara 2 Juni 2014—1 Juni 2015 dengan 10 indikator. Tercatat, lima indikator mengalami perbaikan, yakni perizinan mendirikan bangunan, penyambungan listrik, pembayaran pajak, akses perkreditan, dan penegakan kontrak. 

Namun, lima indikator merosot, yakni kemudahan memulai usaha, pendaftaran properti, perdagangan lintas negara, perlindungan terhadap investor, dan penyelesaian perkara kepailitan. Penurunan terburuk pada indikator memulai usaha, dari peringkat 155 ke 173 (detik-finance, 28 Oktober 2015). 

Menghapus ribuan perda dan regulasi bermasalah yang menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi memang bisa sekaligus menaikkan peringkat persaingan kemudahan berusaha. Namun, untuk menaikkan peringkat setajam yang diinginkan Presiden Jokowi, perlu fokus khusus pada 10 indikator yang disimak dalam survei Bank Dunia. Khususnya lagi fokus pada indikator kemudahan memulai usaha, yang jeblok di peringkat 173 dari 189 negara yang disurvei! ***
Selanjutnya.....

PPN Ternak: Senin Berlaku, Jumat Dibatalkan!

REKOR peraturan kilat, Senin (18/1) mulai berlaku, lima hari kemudian Jumat (22/1) dibatalkan, tercatat buat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/2015 yang menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% terhadap ternak potong (daging sapi). 

Pembatalan tersebut dilakukan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinasi Perekonomian, Jumat (22/1). Kalangan dunia usaha dan masyarakat umum diharapkan tidak lagi khawatir. "Kami minta Kemenkeu agar pengenaan PPN itu ditangguhkan dulu, dibatalkan dulu," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution. (detik-finance, 22/1) 

Menurut Darmin, aturan tersebut membuat dampak berlebihan. Terutama dari sisi harga. Pengusaha pasti akan membebankan pajak kepada harga barang sehingga menjadi lebih mahal dari sebelumnya. "Dampaknya akan berlebihan pada harga pangan strategis," tegasnya. Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian dipersilakan untuk mengkaji kembali. Namun, harus dalam posisi yang komprehensif sehingga tidak lagi menimbulkan kegaduhan. 

Keputusan Menko Perekonomian membatalkan PPN atas daging sapi itu jelas menggembirakan para pedagang daging sapi di pasar seantero Tanah Air, termasuk di Bandar Lampung. Sebagian pedagang daging sudah tidak jualan beberapa hari, akibat PPN 10% itu sejak Senin (18/1) harga daging sapi meroket hingga pembeli jadi sepi. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Pangan Strategis Juan Permata Adoe, ide awal aturan tersebut adalah penghapusan bea masuk untuk sapi indukan yang diimpor. "Itu permintaan dari Kementerian Pertanian, tujuannya minta bea masuk dinolkan," ungkapnya. (detik-finance, 22/1) 

Namun, entah di mana miskomunikasinya, ketika aturan diterbitkan yang keluar justru pengenaan PPN 10% kepada semua ternak potong, impor maupun lokal. Tentu saja dunia usaha terkejut karena kebijakan tersebut merugikan masyarakat. Karena itu, Adoe berharap komunikasi internal di kalangan pemerintah diperbaiki agar kejadian serupa tak terulang. "Semangatnya sudah sama, komunikasi perlu diperbaiki, keinginan-keinginan pemerintah meningkatkan produksi instrumennya bukan fiskal, melainkan operasional dan kebijakan pasar," kata dia. 

Terpenting dari pengalaman miskomunikasi ini adalah kepekaan setiap instansi untuk cepat melakukan koreksi ketika ada kekeliruan. Jadi tidak seperti dalam kasus ini, jelas-jelas keliru hingga timbul kegaduhan, tapi tetap merasa benar sendiri, sampai ada kekuasaan lebih tinggi yang meluruskan. ***
Selanjutnya.....

Harga Daging Sapi Rp140 Ribu/kg!

MENTERI Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menyatakan dirinya tak habis pikir harga daging sapi di Indonesia tergolong paling mahal di dunia. Meski di sisi lain, impor sapi juga sudah dilakukan. 

"Sebagai contoh, daging di pasar dunia itu hanya Rp45 ribu/kg. Di Malaysia saja harganya Rp60 ribu/kg, di Indonesia Rp120 ribu/kg. Jadi 100% harganya lebih tinggi," ujar Rizal Ramli. (detik-finance, 21/1) 

Lebih parah lagi, per 18 Januari 2016 berlaku Peraturan Menteri Keuangan yang menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% untuk daging sapi potong bakalan impor maupun lokal, harga daging sapi di Jawa Barat pekan ini sudah menjadi Rp140 ribu/kg. "Kebijakan ini dinilai memberatkan karena akan dibebankan ke pembeli dan harga pun jadi lebih mahal. Sekarang saja sudah Rp140 ribu/kg, siapa yang mau beli," kata Doddy Firman Nugraha, kepala Dinas Peternakan Jawa Barat. 

Karena takut tak terjual semua dengan harga yang amat mahal itu, menurut Doddy, sebagian pedagang akhirnya memilih untuk menahan tidak memotong sapi. Melihat sudah adanya tren pengurangan atau penahanan pemotongan, Doddy menyatakan akan membuat surat rekomendasi supaya aturan baru tersebut dicabut. "Presiden kan malah inginnya harga daging sapi itu di bawah Rp100 ribu, ini malah naik, jadi sebaiknya dicabut saja supaya lebih kondusif," ujar Doddy. 

Rekomendasi dari pejabat-pejabat terkait di daerah agar mencabut aturan PPN 10% untuk daging sapi potong itu perlu agar petinggi di Jakarta tahu beratnya kondisi daerah dengan ketentuan itu. Sebab, petinggi di Jakarta cenderung berpikir sistematis, kalau sudah membuat suatu langkah dikira langsung jalan dan berhasil. Lalu disusul kebijakan baru, seperti PPN 10% atas daging sapi. Langkah yang dikira sudah jalan itu mungkin usaha menurunkan harga daging sapi dengan pengadaan kapal angkutan sapi dari NTT. 

Dengan adanya kapal ini, ongkos angkut sapi per ekor semula Rp1,8 juta disubsidi pemerintah menjadi hanya Rp500 ribu. Namun, hanya saat diuji coba 11 September 2015 kapal itu berhasil mengangkut 353 ekor sapi. Pada dua pelayaran selanjutnya kapal itu kembali ke Jawa tanpa muatan. "Kami menyayangkan kondisi ini," ujar Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Hari Setyobudi. (Tempo.co, 20/1) 

Karena menurunkan harga daging sapi itu tak mudah, dengan pengadaan kapal pengangkut ternak dan subsidi ongkos angkut pun terbukti gagal, kebijakan yang malah membuat harga daging sapi meroket layak dicabut! ***
Selanjutnya.....

Indonesia Menuju Babilonia Kedua!

INDONESIA cenderung menuju jadi Babilonia kedua, dengan perbedaan makna dan tafsir bahasa dipaksakan dalam interaksi bangsa. Itu terlihat dari perpecahan parpol yang setiap pihak mengklaim kebenaran pemaknaan dan tafsirnya, sampai ke pungutan terhadap rakyat dengan pertambahan bobot sapi dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) 10%. 

Konflik beda pemaknaan dan penafsiran dalam perpecahan parpol masih terus berkembang, yang cenderung kian meruncing. Pada kasus Babilonia, perbedaan makna dan tafsir yang tak mencapai kesepahaman berujung pada bubarnya komunitas. Beda pemaknaan dalam pungutan dan pajak, ujungnya jelas, hanya menyengsarakan rakyat. Contohnya pengenaan PPN 10% atas daging sapi, dengan yang dimaksud pertambahan nilai di situ adalah pertambahan bobot atau volume sapi dari bakalan jadi sapi potong yang gemuk. 

Pemaknaan “nilai” untuk pertambahan “bobot” dan “volume” sapi itu jelas tidak tepat karena pertambahan itu merupakan produktivitas hasil usaha, bukan proses. Pertambahan itu seperti bertanam padi dengan bibit 10 kg menjadi panenan 1 ton. Kesalahan logika pada PPN sapi itu kalau dibiarkan akan bisa dikenakan juga pada pertambahan produksi pada panenan padi. Sedang pajak pertambahan nilai dimaksud dari hasil proses, seperti daging sapi yang diproses menjadi kornet kalengan, pada penjualan kornet itulah dikenakan PPN 10%. 

Jadi kalau pedagang daging yang menjual dagingnya tetap daging yang sama, jelas tak bisa dikenakan pajak pertambahan nilai karena tak ada proses pertambahan nilai terhadap materi daging tersebut. Sedang kata “bobot” dan “volume” dari sapi bakalan ke sapi potong itu sama sekali berbeda maknanya dengan kata “nilai”. 

Lebih konyol lagi, subsidi untuk energi baru terbarukan (EBT) yang dalam bahasa UU-nya diperintahkan agar ditanggulangi oleh negara, dalam praktiknya dipungut dari penjualan premium Rp200 per liter dan solar Rp300 per liter, maupun dari ekspor CPO 50 dolar AS per ton yang membuat harga TBS petani sawit jeblok. 

Bayangkan kacaunya pemaknaan bahasa, subsidi seharusnya dari negara untuk rakyat, di sini malah dikutip dari rakyat seperti pengojek yang megap menghidupi keluarganya atau sopir angkot yang berat memenuhi setoran—setiap beli bensin. 

Sesuai kata dengan perbuatan dimulai dari pemaknaan yang benar setiap kata. Kalau diamalkan tidak sesuai maknanya, apalagi manipulasi makna kata itu dilakukan oleh pemerintah, sebab itu justru pemerintah sendiri menjadi penyulut kekacauan. ***
Selanjutnya.....

Bulog Impor Jagung 2,4 Juta Ton!

BULOG—Badan Urusan Logistik—mendapat tugas dari pemerintah untuk mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton guna memenuhi kebutuhan nasional sepanjang 2016. Bulog ditetapkan sebagai importir tunggal untuk jagung lewat Peraturan Menteri Perdagangan. Volume impor diatur 200 ribu ton per bulan. Keputusan pemerintah untuk mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton itu ditetapkan dalam rapat kabinet di Kementerian Koordinator Perekonomian pertengahan Desember lalu. 

Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menjelaskan penunjukan Bulog sebagai importir tunggal ini bertujuan agar harga jagung tetap menguntungkan para petani, tapi tidak membebani para peternak unggas yang membutuhkan jagung untuk pakan ternak. 

Agar impor tidak berlebihan dan terkontrol, Bulog sebagai representasi negara harus mengendalikannya. "Prinsipnya jangan sampai mengganggu petani jagung, tapi juga jangan mengganggu peternak. Kalau memang tidak ada stok, ya impor," tegas Karyanto. (detik-finance, 18/1)

Keputusan pemerintah menetapkan kuota impor jagung dan membuka informasinya kepada publik itu hal penting karena tahun lalu impor jagung sempat dilarang dengan alasan sudah swasembada, padahal di belakang itu ternyata masih ada impor jagung berjuta ton. 

Artinya, dengan begitu pemerintah tidak lagi memperbodoh rakyat seolah kita sudah swasembada jagung, sedang sebenarnya kekurangan untuk konsumsi kita masih sekian juta ton lagi. Meskipun demikian, disayangkan pemerintah menetapkan importir tunggal sehingga terjadi monopoli, yang kurang tepat dengan sistem ekonomi Indonesia yang semestinya memberi kesempatan berusaha kepada setiap warga negaranya. 

Dengan monopoli oleh badan milik negara atau pemerintah itu, selain membuat masyarakat hanya sebagai penonton, juga menjadikan sistem ekonomi menjurus ke etatisme—segalanya ditangani dan diurus sendiri oleh negara atau pemerintah. Langkah ini membawa negara ke sistem sosialis yang bertentangan dengan Pancasila. Soal ketakutan kalau memberi kesempatan kepada swasta impornya akan berlebihan sehingga harga jagung akan jatuh dan merugikan petani, kendali izin dan besarnya kuota impor dan harga jelas berada di tangan pemerintah. 

Jadi, alasan itu terlalu mengada-ada. Untuk itu, jelas perlu dipertimbangkan kembali agar memberi Bulog kuota secukupnya buat pengendalian harga, sedang sisa kuota impor diberikan kepada masyarakat agar bisa ikut menikmati gerak perekonomian nasional. ***
Selanjutnya.....

Harga BBM Sudah 20-an Dolar AS!

PERKIRAAN perusahaan investasi global Goldman & Sach saat harga minyak dunia turun ke bawah 100 dolar AS per barel, bahwa harga minyak mentah dunia akan terus merosot hingga 20-an dolar AS per barel, Senin (18/1) menjadi kenyataan. 

Dilansir Reuters (18/1), harga minyak jenis Brent untuk pengiriman Meret 2016 turun 1,14 dolar AS per barel menjadi 27,8 dolar AS per barel. Sedang minyak produksi AS untuk pengiriman Februari 2016 turun 86 sen menjadi 28,56 dolar AS per barel. (detik-finance, 18/1) 

Menurut laporan itu, penurunan harga minyak terakhir ini dipicu oleh pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran oleh AS dan Uni Eropa. Dengan begitu, Iran kembali bebas mengekspor produksi minyak buminya sehingga kelebihan pasokan di pasar internasional akan semakin berlimpah. 

Sebelum revolusi, di era Shah Reza Pahlevi, Iran merupakan negara pengekspor minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Semakin murahnya harga minyak dunia tentu merupakan kabar gembira bagi Indonesia yang kini telah menjadi negara net importer BBM. Karena, akan semakin kecil jumlah devisa yang digunakan untuk membayar pembelian BBM. 

Bahkan subsidi untuk PLN yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, jumlah penggunaannya juga akan menurun. Sejalan dengan itu pula, tarif listrik kepada konsumen juga secara bertahap akan terus turun setelah yang berlaku Januari 2016. Sisa masalah bagi Indonesia mungkin pada anomali harga premium dan solar, yang justru saat harga minyak mentah dunia sudah di level 20-an dolar AS per barel, konsumen negeri penghasil minyak ini justru harus membayar lebih mahal dari saat harga BBM dunia di atas 100 dolar AS per barel. 

Ditambah pungutan di luar ketentuan UU APBN pula. Penyesuaian harga BBM di Indonesia memang tak bisa dilakukan dengan lincah karena ada semacam komitmen dengan DPR untuk melakukan penyesuaian berkala tiga atau enam bulan sekali. Padahal, harga premium sekarang sudah dilepas tanpa subsidi, seyogianya perubahan dilakukan on time mengikuti dinamika pasar. Namun demikianlah di Indonesia, meski konsumen sudah membeli premium dengan harga sesuai pasar, selain pungutan non-APBN konsumen juga dibebani kelebihan harga menunggu jadwal penyesuaian. 

Akibat kebanyakan beban tambahan yang harus dipikul, perekonomian rakyat Indonesia beringsut cukup berat untuk maju, dibanding beban rakyat Malaysia dan Filipina—dalam rangka MEA misalnya—yang beban suku bunga acuan di dua negara itu juga cuma 3,5%. ***
Selanjutnya.....

Terlalu Memanjakan Pemilik Uang!

OTORITAS moneter Indonesia dinilai terlalu memanjakan pemilik uang dengan pola bunga yang tertinggi di ASEAN. Wapres Jusuf Kalla meminta semua pemangku kepentingan di otoritas moneter Indonesia untuk mengubah pola pikir bahwa ekonomi Indonesia tidak akan tumbuh pesat dengan besaran bunga perbankan singgel digit atau di bawah 10%. 

Menurut Kalla, itu kesalahan pola pikir. Dengan bunga tinggi orang tak berani berusaha. Jiwa-jiwa entrepreneur mati dan tak akan tumbuh. Bunga tinggi banyak akibat negatifnya. "Kalau bunga tinggi, deposito akan lebih tinggi. Berarti orang akan kekurangan daya entrepreneurship. Jadi lebih baik dengan bunga daripada berusaha," ujar Kalla. (Kompas.com, 16/1) 

Seharusnya, tegas Kalla, semua pemangku kebijakan di otoritas moneter Indonesia mendidik masyarakat untuk hidup berusaha, bukan dimanjakan dengan besaran bunga deposito yang tinggi. Dengan bunga deposito yang tinggi itu, dunia usaha bekerja mati-matian menempuh berbagai risiko, hasilnya hanya untuk membayar bunga tinggi yang memanjakan pemilik uang. Senada dengan JK, Presiden Jokowi menyebut pemerintah pada 2016 harus mengalokasikan dana sebesar Rp10,5 triliun subsidi untuk menurunkan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 22% menjadi 9%. 

Karena itu, Jokowi menegaskan entah bagaimana caranya, suku bunga bank harus turun ke kisaran 4%—6%. "Kalau negara lain bunga bank hanya 4%, 5%, 6%, kita juga harus nantinya seperti itu. Siap-siap perbankan, entah jurusnya seperti apa, pasti akan saya cari," tegas Jokowi. (Bisnis.com, 15/1) 

Beralih pola pikir dari paradigma bunga tinggi ke bunga rendah seperti harapan Presiden dan Wakil Presiden itu tampaknya tak mudah. Betapa, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meski telah dimanja dengan bunga tinggi pun, justru menjadi tantangan utama perbankan Indonesia 2016. 

Menurut Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis, loan to deposit ratio (LDR) atau rasio kredit terhadap DPK berada di hampir 90%, yang tergolong tinggi, maka tidak mudah bagi perbankan untuk mencapai pertumbuhan kredit tanpa didukung pertumbuhan dana yang baik. (Kompas.com, 13/1) 

Itu senada dengan Survei Perbankan BI, terkait DPK, responden memperkirakan pertumbuhan kuartalan melambat pada kuartal I 2016, terutama disebabkan perkiraan penurunan suku bunga dana. Jadi, untuk sementara, keinginan Presiden dan Wakil Presiden agar beralih ke pola bunga rendah itu masih belum searah dengan realitas moneter dan perbankan Indonesia. ***
Selanjutnya.....

BI Mulai Turunkan Bunga Acuan!

BI—Bank Indonesia—mulai menurunkan suku bunga acuan atau BI rate 25 basis poin menjadi 7,25%, Kamis (14/1). Suku bunga deposit facility ditetapkan pada 5,25%, sedang lending facility 7,75%. 
 
"Keputusan ini sejalan dengan pernyataan BI sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara usai rapat Dewan Gubernur BI (Kompas.com, 14/1/2016). 

Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan kebijakan itu merupakan tindak lanjut kebijakan sebelumnya, yakni penyesuaian giro wajib minimum (GWM). "Kami di rapat Dewan Gubernur cukup senang dengan perkembangan fundamental perekonomian Indonesia, khususnya setelah Fed fun rate dinaikkan di 17 Desember 2015," kata Agus (Kompas.com, 15/1/2016). 

Lebih jauh Agus mengatakan Bank Sentral memandang pencapaian inflasi pada 2015 seuai dengan target BI. Neraca pembayaran, khususnya dari transaksi modal dan finansial, pun telah mencapai kenaikan surplus dan cenderung lebih sehat pada kuartal IV-2015. Dari sisi transaksi berjalan, ujar Agus, telah terjadi perbaikan dari sebelumnya 3,1% dari PDB menjadi pada kisaran 2%. Stabilitas sistem kauangan pun dinilai terjaga. "Rasio permodalan perbankan terjaga, rasio kesehatan dari NPL (rasio kredit bermasalah) terjaga. 

Kita melihat perkembangan yang cukup baik perekonomian domestik Indonesia," jelas Agus. Dengan kondisi serbabaik berbagai dimensi itu, bisa diperkirakan penurunan suku bunga acuan 25 basis poin kali ini baru langkah awal meringankan beban dunia usaha nasional. Penurunan lanjutan diharapkan akan terus dilakukan demi meningkatkan daya saing dunia usaha baik dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN maupun untuk persaingan global. 

Masalahnya, suku bunga di Indonesia masih tertinggi di ASEAN, konon lagi dengan pesaing-pesaing di level Asia. Hal itu menyebabkan pengusaha Indonesia memikul beban paling berat dalam lomba mencapai kemajuan negerinya. Dari catatan terakhir, suku bunga acuan BI 7,25% itu harus bersaing dengan suku bunga acuan di Tiongkok 4,35%, Jepang 0,10%, Korea Selatan 1,50%, Australia 2%, Malaysia 3,25%, Thailand 1,5%, Filipina 3,5%, dan Vietnam 6,5%. 

Dari perbandingan itu, suku bunga acuan BI diharapkan bisa bertahap turun seperti penegasan Presiden Jokowi (Bisnis.com, 16/1/2016). "Entah seperti apa jurusnya, bunga bank (di Indonesia) harus 4%—6%." Presiden tak mengada-ada. Di zaman Darmin Nasution Gubernur BI, suku bunga acuan 5,5%. ***
Selanjutnya.....

Terorisme, Cara Terbodoh Bunuh Diri!

TERORISME belakangan ini telah berkembang menjadi cara terbodoh untuk bunuh diri. Seperti yang baru terjadi di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1), lima orang teroris yang melakukan serangan hari itu semuanya tewas. Tiga bunuh diri dengan meledakkan bom di rompi yang dipakainya, dua lainnya tertembak polisi. 

Terlalu bodohnya lagi, mereka sudah dipastikan akan berakhir dengan kematian dalam setiap aksinya tersebut. Sehingga, hanya cara berpikir sesat yang dirasukkan ke dirinyalah yang bisa membuatnya nekat untuk siap menempuh jalan kematian dengan bunuh diri sebagai pilihannya sendiri itu. 

Untuk mencegah orang, terutama belia, agar tidak terperosok ke jalan pemikiran sesat itu tentu menjadi kewajiban masyarakat, terutama para ulama dan guru. Masyarakat bangsa melalui pemerintah dan perangkatnya harus bisa melindungi segenap warganya dari pengaruh ajaran sesat tersebut. 

Intinya tentu pada ulama dan guru untuk menanamkan keyakinan yang benar kepada setiap umat dan warga bahwa tak ada jalan kemuliaan dengan bunuh diri, pakai cara apa pun! Bagaimana mungkin ada kemuliaan bagi orang yang melakukan pengorbanan dengan bunuh diri hanya untuk membunuh orang yang sedang minum kopi di warung, atau orang yang sedang jualan atau belanja di pasar. 

Untuk bunuh diri dan mencari kemuliaan di akhirat tentunya harus pakai logika atau akal sehat juga, apa gerangan salah dan apa dosa orang-orang yang minum di warung dan belanja di pasar itu kalau dia bunuh bisa memberikan kemuliaan surga pada dirinya? Jelas, hanya orang yang amat bodoh yang berpikir dengan membunuh orang yang minum kopi di warung dan belanja di pasar bisa masuk surga. 

Karena itu, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan kemerdekaan bangsa harus bisa dilakukan secara maksimal. Sejauh masih ada warga bangsa kita yang menempuh cara terbodoh untuk bunuh diri lewat jalan terorisme, jadi petunjuk usaha mencerdaskan kehidupan bangsa itu masih harus dilakukan dengan lebih baik lagi. 

Di sisi lain, masih acapnya anak-anak bangsa terjerumus dalam kesesatan untuk bunuh diri dengan cara terbodoh itu, terlihat implementasi dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa cenderung masih terlalu berat ke sisi kehidupan duniawi—yang sifatnya justru hanya sementara. 

Untuk itu, dunia pendidikan perlu didorong mencapai keseimbangan antara pendidikan duniawi dan ukhrowi sehingga cara berpikir yang benar dan tepat bisa menjaga segenap warga bangsa dari pengaruh ajaran sesat. ***
Selanjutnya.....

Sapu Bersih Jaringan Terorisme!

AKSI terorisme di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1), terkesan sebagai serangan balasan yang tergesa setelah Densus 88 Antiteror Polri menggulung puluhan orang terkait jaringan terorisme dari berbagai daerah di Tanah Air. Diduga, aksi teror tersebut unjuk kekuatan sisa sel-sel teroris dari pembersihan yang dilakukan Densus 88. 

Karena itu, Densus 88 harus lebih efektif lagi dalam menyapu bersih jaringan terorisme hingga tak tersisa lagi sel-sel yang mungkin membentuk kelompok baru. Dalam gejala terakhir ini, gerak mantan teroris yang usai menjalani hukuman penjara layak mendapat pengamatan khusus. 

Contohnya atas Bachrum Naim, mantan napi kasus terorisme yang ditangkap Densus 88 Antiteror pada 9 November 2010 di Solo atas tuduhan pemilikan senjata api dan bahan peledak ilegal. Seusai menjalani hukuman 2 tahun 6 bulan, ia hijrah ke Suriah bergabung dengan ISIS. Menurut Kapolri Badrodin Haiti, pada November 2015 Bachrum Naim mengirim uang ke dua orang jaringan ISIS di Solo. Wakil Ketua PPATK Agus Santosa mengungkap Jumat (15/1), jumlah kiriman uang dari Timur Tengah itu cukup besar, miliaran rupiah (Kompas.com, 15/1). 

Bisa jadi, dana kiriman Bachrum Naim ini termasuk untuk serangan teroris di Sarinah, Kamis. Penelusuran dana dari Timur Tengah itu, menurut Agus, atas permintaan Densus 88 Antiteror Polri. PPATK menelusuri hingga beberapa tahapan atau layer mulai dari pengiriman pertama hingga ke mana saja alokasi dana itu di Indonesia. 

Dari situ, PPATK dan Densus 88 mengetahui secara pasti peta aliran dana jaringan teror di Indonesia, termasuk siapa-siapa saja orang yang terlibat. Dengan Densus 88 bisa follow the suspect lewat jaringan aliran dana yang dibuka PPATK itu, logikanya Densus 88 bisa menyapu bersih jaringan terorisme di Tanah Air. 

Namun, ketika serangan teroris masih terjadi juga seperti Kamis lalu di Sarinah, diduga akibat ada mata rantai yang putus dan tak terdeteksi PPATK setelah distribusi dananya kemudian dilakukan dalam bentuk uang tunai. Karena itu, kegiatan pengintaian langsung terhadap semua oknum terkait jaringan teroris harus dilakukan lebih jeli dan lebih saksama lagi. 

Selain itu, pembersihan terhadap gerakan teroris yang nyata adanya, seperti kelompok Santoso di Sulawesi Tengah, harus segera dituntaskan. Karena hal itu menjadi standar penilaian masyarakat terhadap kemampuan antiteror kepolisian kita. Kalau menghabisi gerakan yang nyata saja tak bisa, apalagi gerakan tanpa bayangan! ***
Selanjutnya.....

Desa, Produsen Jadi Konsumen!

DESA yang termarginalisasi telah berubah dari produsen menjadi pasar atau konsumen yang kian bergantung pada produk korporasi dan kota. Produk itu dari bahan makanan sampai alat-alat produksi pertanian—bibit, pupuk, dan pestisida. 

"Dengan kata lain, petani kini hanya sebagai perakit, bukan lagi produsen yang otonom," kata Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM Bambang Hudayana. Masyarakat petani juga sudah banyak beralih dari sektor pertanian ke bukan pertanian, dengan membuka warung kelontong di desa. (Kompas.com, 11/1) 

"Artinya mereka menjual produk-produk dari kota. Dampaknya, uang yang masuk ke desa bertambah banyak. Tidak sebatas suntikan dana desa dan alokasi dana desa," ujarnya. Namun, akibat struktur ekonomi desa yang kian tergantung pada korporasi dan kota, uang di desa cepat mengalir kembali ke kota. Pada akhirnya, kota dan korporasi paling diuntungkan. Sedang desa, sebagai struktur terbawah pada piramida ekonomi, tetap miskin. Lebih parah lagi, masyarakat desa sudah jadi konsumen pangan. 

Guru besar IPB Dwi Andreas Santosa mengingatkan warga desa atau petani tidak memiliki cadangan bahan makanan yang bisa disimpan. Hasil panen padi dan jagung langsung dijual untuk modal musim tanam berikutnya, membayar utang, dan membeli barang konsumsi. Dengan itu, desa bergantung dengan barang-barang dari kota dan korporasi. Masalah itu berakar dari sikap pemerintah yang tidak melindungi petani dan desa. 

Salah satu indikatornya, harga pokok penjualan gabah pada 2015 hanya naik 10—12% dibanding 2012, padahal pada periode sama inflasi meningkat 21,3%. Struktur perekonomian desa yang kian bergantung pada korporasi dan kota, menurut Andreas, membuat desa kian rentan mengalami inflasi tinggi. 

Berdasar data BPS, selama Januari—Desember 2015, desa mengalami sembilan bulan inflasi lebih tinggi dan deflasi lebih tipis daripada kota. Pada 2014, desa mengalami tujuh bulan inflasi lebih tinggi dan deflasi lebih tipis ketimbang kota. Untuk mengembalikan kedaulatan ekomomi desa hingga terlepas dari ketergantungannya pada korporasi dan kota, tentu harus dengan memperkuat posisinya sebagai produsen. 

Hal itu bisa dilakukan dengan kucuran dana desa (DD) dari pusat dan alokasi dana desa (ADD) dari kabupaten. Namun, usaha mengurangi posisi sebagai konsumen bisa terkendala oleh melimpahnya DD dan ADD yang justru meningkatkan daya konsumsi. Jadi, keseimbangan sebagai produsen dan konsumen solusinya. Tapi, seperti apa itu, perlu dirumuskan lagi. ***
Selanjutnya.....

GBHN, Presiden Didikte Politikus!

PDIP lewat rakernas awal 2016 berwacana kembali ke sistem Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan itu, sistem rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahunan yang disusun berdasar visi-misi Presiden terpilih tidak dipakai lagi. 

Sistem GBHN dipakai Orde Lama dan Orde Baru, disusun oleh MPR yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dan kekuasaan tertinggi negara sesuai UUD 1945 (sebelum amendemen). Presiden juga dipilih oleh MPR sebagai mandataris MPR, bertanggung jawab kepada MPR. Setelah diamendemen, kekuasaan superlatif MPR itu dikoreksi jadi setingkat lembaga tinggi negara lainnya (Presiden, DPR). Di sisi lain, dengan bukan lagi sebagai mandataris MPR, Presiden menjadi kekuatan mandiri untuk melaksanakan sistem presidensial optimal, menyusun RPJMN sesuai visi-misinya saat kampanye. 

Oleh karena itu, jika tanpa posisi MPR sebagai kekuasaan tertinggi negara, penyusunan dan penetapan GBHN oleh MPR untuk dijalankan oleh Presiden, secara praktis Presiden hanya wajib manut, nurut, didikte politikus. Sekaligus, yang efektif sistem presidensial minimalis, sejak kampanye tidak membuat visi dan misi, malah debat capres pun cuma menafsirkan GBHN, bukan uraian gagasan orisinalnya memajukan negara. Dalam kajian, model perencanaan jangka panjang, seperti GBHN, digolongkan model sosialis. 

Di model ini, segalanya dalam kehidupan bernegara-bangsa ditentukan oleh sekelompok kecil elite berkuasa, sedangkan rakyat hanya wajib mengikutinya. Kalaupun kata partisipasi populer, maksudnya rakyat hanya ikut mengerjakan apa pun yang ditetapkan elite berkuasa, tidak ikut dalam perencanaannya. 

Beda sistem RPJMN lima tahunan, rencana berjangka relatif pendek itu dikenal sebagai model piecemeal engineering, rekayasa makanan camilan, yang ditetapkan secara demokratis langsung oleh rakyat lewat musyawarah dari tingkat paling rendah (rembuk kampung/desa), jadi benar-benar sesuai masalah nyata kehidupan rakyat. Karena mayoritas usulan proyek dari rembuk desa yang naik ke kecamatan hingga pusat itu relatif kecil-kecil, disebut makanan kecil (piecemeal). 

Ukuran keberhasilan model ini pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang diukur dengan indeks gini (ketimpangan) yang 2015 justru memburuk, indeks pembangunan manusia (IPM) kini di peringkat 108 global, serta kemiskinan dan pengangguran yang 2015 juga memburuk. Kembalinya ke GBHN bisa dijadikan pertanda kemenangan politikus atas rakyat dan Presiden dalam perencanaan pembangunan. ***
Selanjutnya.....

Harga Minyak Dunia Jatuh Lagi!

HARGA bahan bakar minyak (BBM) dunia masih terus merosot. Senin (11/1) jatuh lagi ke tingkat terendah 12 tahun menjadi di bawah 32 dolar AS per barel. 

Kejatuhan terakhir harga minyak ini dipicu oleh realisasi kesepakatan nuklir Iran sehingga sanksi ekonomi terhadap negeri mullah itu dicabut dan bebas kembali mengekspor minyak ke pasar dunia. Di perdagangan New York, patokan AS minyak mentah light sweet atau west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari merosot 1,75 dolar AS menjadi 31,41 dolar AS per barel. Ini terendah sejak 23 Desember 2003. Sedang di London, minyak mentah brent north sea untuk pengiriman Februari turun 1,61 dolar AS menjadi 31,55 dolar AS per barel, terendah sejak April 2004. (Kompas.com, 12/1) 

Tahun lalu, ketika harga minyak merosot berlanjut di bawah 100 dolar AS per barel, perusahaan investasi Goldman Sach memperkirakan harga minyak dunia akan terus merosot hingga ke 20 dolar AS per barel. Alasan perkiraan tersebut karena kartel OPEC, pemasok 45% kebutuhan dunia, tak bisa menurunkan produksi mereka. Itu karena masing-masing negara anggota terikat kontrak jangka panjang volume pasokannya. Akibat berbagai alasan tersebut, "Pada saat ini tidak banyak orang mengharapkan untuk melihat rebound (kenaikan kembali) harga minyak sehingga harga terus bergerak lebih rendah ke tingkat terendah multitahun karena sentimen bergerak dari posisi buruk menjadi lebih buruk," ujar analis Capital Gain, Fawad Razaqzada, kepada AFP. 

Semakin rendahnya harga minyak dunia itu menjadikan anomali harga BBM di Indonesia tambah kontras. Ketika harga minyak dunia di atas 100 dolar AS per barel harga premium Rp6.300 per liter, tapi ketika harga minyak dunia di bawah 32 dolar AS per barel harga premium malah Rp7.150 per liter (termasuk pungutan dana ketahanan energi Rp200 per liter). 

Anomali yang kian kontras harga minyak dunia dan domestik itu mengesankan terlalu pintarnya pemimpin negeri ini—membodohi rakyatnya. (Pintere mung minteri rakyate) Untuk itu, agar anomali diakhiri, kebutuhan dana untuk pengembangan energi baru terbarukan (yang oleh UU-nya dibebankan kepada negara) diintegrasikan ke APBNP 2016. 

Lalu, pungutan dari rakyat untuk itu lewat premium Rp200/liter dan solar Rp300/liter, serta pungutan 50 dolar AS per ton ekspor CPO, bisa dihentikan. Kebiasaan pemerintah melakukan pungutan paksa kepada rakyat pun tak berlanjut. Karena, mengambil paksa hak orang lain itu zalim! ***
Selanjutnya.....

The Martian, Dimensi Baru Komedi!

BINTANG film aksi yang terkenal dalam trilogi Born Supremacy, Matt Damon, memenangi penghargaan Golden Globe Awards 2016 untuk Best Performance buat aktor dalam film The Martian yang juga meraih penghargaan Best Motion Picture-Comedy, Minggu (10/1) malam di Beverly Hills, California. 

The Martian diangkat ke film dari novel berjudul sama karya Andy Weir, disutradarai oleh Ridley Scott. Sang sutradara memuji Matt Damon yang menyebutnya telah berhasil mengaktualisasikan dimensi humor yang baru ke dalam film tersebut. Pernyataan Scott cenderung sebagai perlipur lara buat Matt Damon yang serius memainkan perannya sebagai film action, tapi filmnya dimasukkan juri dalam kategori komedi. Apa tak mungkin sebuah komedi dimainkan dengan gaya action yang serius? Mungkin, justru itu dimensi barunya. 

The Martian (2015), film petualangan (actions sci-fi) bercerita tentang astronout Mark Witney (Matt Damon) yang diduga tewas dalam badai dahsyat yang melanda misinya sehingga ia ditinggalkan krunya di planet Mars. Tapi, Witney sebenarnya masih hidup terdampar sendirian di planet yang ganas itu. Hanya dengan perlengkapan yang amat terbatas, ia bertahan hidup dan berusaha mendapatkan sinyal ke bumi untuk memberi isyarat bahwa ia masih hidup. Sinyal itu akhirnya tertangakap oleh tim NASA. 

Maka dibuatlah misi untuk membawa Witney yang mereka sebut The Martian (makhluk dari planet Mars) kembali ke bumi. Ceritanya relatif sederhana, tapi action dan keberanian tim penjemput ini cukup menonjol dan menarik untuk membuat film ini memenangi penghargaan film terbaik. Sedang dimensi baru komedinya lebih pada ekspresi Matt Damon untuk bertahan hidup dengan naluri dasar humanitasnya, seperti yang dinarasikan dalam trailer-nya, setiap umat manusia punya naluri dasar sesuai budayanya. 

Meski ekspresinya dianggap lucu, dari akting Matt Damon ini konon bisa dijadikan cerminan pentingnya segala upaya dicoba untuk bertahan hidup. Ini tentu lebih mengena buat orang-orang yang berada dalam kondisi serbaterbatas, seperti saat Matt Damon menyadari dirinya sendirian ditinggal di Mars, harus terus berusaha untuk mencoba dan mencoba atas hal-hal yang tidak mungkin sekalipun. 

Semangat pantang menyerah menghadapi keterbatasan (pada Matt Damon) maupun terhadap tantangan yang serbamustahil pada tim pencari untuk menemukan The Martian, menjadi inspirasi yang dibutuhkan, terutama pada generasi muda yang sedang buntu dalam barisan panjang pengangguran. ***
Selanjutnya.....

Pembangunan Roti dan Sirkus!

AIR mancur Sri Baduga yang diklaim terbesar di Asia Tenggara diresmikan di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (9/1). Proyek dengan biaya Rp50 miliar itu dibangun Pemerintah Kabupaten Purwakarta dari dana APBD. 

Pemakaian APBD sebesar itu hanya untuk membangun air mancur, terkesan proyek mercusuar, meski diklaim terbesar di Asia Tenggara sekalipun. Apalagi, kalau dibanding dengan Kabupaten Tulangbawang, misalnya, dengan dana Rp30 miliar setahun bisa membangun infrastruktur jalan desa sepanjang 1 kilometer di setiap kampung. 

Manfaatnya tentu lebih dirasakan rakyat seluruh kabupatennya, dibanding sebuah air mancur! Namun, Pemkab Purwakarta mungkin punya pertimbangan sebagai dasar memprioritaskan air mancur sebagai proyek andalan yang dibiayai sebesar itu. Misalnya, angka kemiskinan kabupaten itu, menurut Kepala Bappeda Purwakarta Tri Hartono, pada 2014 di level 8,8% (Tribun Jabar, 18/8/2015), lebih rendah dari angka kemiskinan nasional pada waktu sama, 10,9%. 

Relatif lebih rendahnya tekanan kemiskinan di daerahnya mungkin membuat perencana pembangunan kabupaten itu berusaha mencari kompensasi untuk tidak semata membangun demi kepentingan perut. Dalam hal ini, bisa saja kembali berpikir seperti orang Romawi Kuno yang untuk kesejahteraan rakyat harus sejalan membangun antara kepentingan perut (roti) dan hiburan (sirkus). Di zaman Romawi, untuk sirkus mereka sajikan pertarungan matador. Fungsi hiburan air mancur Sri Baduga terlihat pada pukauannya terhadap ribuan penonton yang menyaksikan atraksinya saat peresmian Sabtu malam lalu. 

Meski diguyur hujan, penonton tetap antusias melihat air mancur tersebut. "Air mancurnya keren, bisa nari. Enggak nyesel datang ke sini walau harus hujan-hujanan," ujar Affandi, warga Karawang, yang datang ke situ. Affandi dan warga Purwakarta rela bertahan di lokasi atraksi sejak sore, meski acara yang dijadwal 19.45 mundur jadi pukul 22.10 karena hujan (Kompas.com, 10/1/2016). 

Sekalipun amat sederhana dan kuno, resep pembangunan roti dan sirkus tampaknya juga layak dipertimbangkan kabupaten lain, terutama yang daerahnya sepi dan langka hiburan. Pembangunan sarana hiburan tempat warga ngumpul atau nyore bersama keluarga melepas lelah kerja keras seharian jelas diperlukan. 

Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, tidak harus puluhan miliar. Lebih tepat lagi, pembangunan lokasi hiburan itu guna mengangkat kehidupan warga jadi lebih berbudaya. Tidak hanya mengurus perut melulu. ***
Selanjutnya.....

Publik Respons Negatif Kinerja DPR dan Parpol!

PUBLIK merespons negatif kinerja DPR dan partai politik (parpol). Berkaca dari perilaku pimpinan dan anggota DPR selama ini, rasanya sulit bagi publik untuk melihat sesuatu yang baik dari lembaga ini. Karena itu, publik pesimistis kinerja DPR pada 2016 akan lebih baik. 

Penilaian sama diberikan kepada parpol. Sebanyak 61,3 persen responden pesimistis kinerja parpol akan membaik pada 2016. Itu salah satu simpul jajak pendapat Kompas yang menyoroti harapan publik terhadap pemerintah pada 2016. (Kompas.com, 5/1) 

Kegaduhan politik yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia sepanjang 2015 memberikan pelajaran bahwa konflik kepentingan antarpenyelenggara negara telah memecah konsentrasi untuk membangun bangsa ini. Di sisi lain, menurut jajak pendapat itu, kondisi tersebut tidak meluruhkan pandangan publik terkait dengan optimisme mereka terhadap kemampuan pemerintah menciptakan kondisi bangsa yang lebih baik. 

Optimisme terhadap kemampuan pemerintah (eksekutif) untuk menciptakan kondisi bangsa yang lebih baik itu menjadi pilar andalan publik dalam menyangga negara, timpang dengan kenyataan pilar lainnya (legislatif) yang lapuk membusuk. Lebih parah lagi, ketika unsur pembentuk legislatif, yaitu parpol, yang diandalkan sebagai pemersatu bangsa justru remuk redam olen konflik internal, betapa rentan struktur bangunan negara ini. 

Namun, apakah realitas yang seburuk itu bisa menyadarkan kalangan DPR dan parpol untuk introspeksi dan mengubah tabiat berpolitik yang negatif di mata publik itu? Seperti diungkap dalam simpul jajak pendapat tadi, publik pesimistis DPR dan parpol bisa menjadi lebih baik pada 2016. 

Malang nian nasib bangsa ini, karena DPR dan parpol secara formal merupakan representasi rakyat justru dalam kondisi sakit yang tidak bisa sembuh setahun ke depan. Andai belum bisa mengakhiri kegaduhan politik internal maupun eksternal, terpenting kalangan DPR dan parpol menjaga lembaganya agar tidak malah jadi lebih buruk. 

Untuk itu, utamakan menahan diri tidak mengulangi perbuatan buruknya, seperti merampas hak konstitusional rakyat dalam memilih kepala daerah. Banyak hak rakyat yang harus dijaga untuk tidak dilanggar oleh DPR dengan laku lajak kekuasaannya. 

Terakhir, hak menyatakan pendapat yang terancam direduksi lewat RUU contempt of court. Dengan menyadari perlunya menjaga agar citra DPR tak lebih buruk lagi, menjadi kebutuhan bagi DPR dan parpol melindungi hak-hak rakyat dalam tugasnya. ***
Selanjutnya.....

Demokrasi Bukan Sekadar Alat!

“DEMOKRASI bukan sekadar alat, melainkan wujud kedaulatan rakyat!" tegas Umar. "Sebagai wujud kedaulatan rakyat itu, demokrasi yang berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan atau pemerintahan) tak bisa dikesampingkan, apalagi dihapus demi suatu tujuan yang dianggap lebih penting oleh penguasa!" 

"Tujuan penguasa hasil pemilihan yang demokratis, harus yang ditetapkan secara demokratis pula, hasil permusyawaratan/perwakilan sehingga tak boleh ditetapkan justru mematikan demokrasinya!" timpal Amir. "Adanya usaha penguasa untuk menjadikan demokrasi hanya sebagai alat harus ditolak tegas, apalagi jika tujuannya menjadi otoriter atau fasis!" "Penegasan itu penting karena dalam era pilpres ini sempat melintas gagasan demokrasi sekadar alat, maupun memuja fasisme, hingga bukan mustahil nantinya demi tujuan yang dianggap lebih penting oleh penguasa otoriter fasis, demokrasi dikesampingkan!" tukas Umar. 

"Ide begitu harus ditolak karena mengesampingkan demokrasi demi tujuan yang dianggap lebih penting penguasa itu mereduksi bahkan meniadakan kedaulatan rakyat!" "Tanpa kedaulatan rakyat, kemerdekaan bangsa secara de facto sirna karena esensi kemerdekaan adalah adanya rakyat yang berdaulat!" timpal Amir. "Itu bertolak dari prinsip demokrasi pemerintahan berdasar kekuasaan rakyat, dengan semua warga negaranya punya hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka! Jadi, setiap usaha mereduksi hak kesetaraan warga negara (diskriminatif) harus ditolak!" 

"Sebaliknya, rakyat melalui simpul-simpul civil society, ormas dan LSM, mengontrol amanah yang rakyat berikan kepada eksekutif dan legislatif agar menjalankan pemerintahan sesuai asas demokrasi yang substantif, berorientasi kepentingan rakyat yang memilihnya!" tegas Umar. "Pelaksanaan amanah rakyat dilakukan sungguh-sungguh, bukan cuma seolah-olah (pseudomatis) seperti era Orde Baru, atau sebatas retorika pada era reformasi!" "Akibatnya, baik di era Orde Baru maupun reformasi, praktik demokrasi substantif yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat tak terwujud!" timpal Amir. 

"Elite di eksekutif dan legislatif masih lebih mengutamakan kepentingan sendiri sehingga yang terjadi justru praktik aristokratis, lawan demokrasi, dengan sekelompok kecil elite (meski dipilih) menjalankan kekuasaan untuk memuaskan kepentingan sendiri! Dengan begitu, demokrasi juga masih dijadikan sekadar alat pemuas hidup elite!" *** 

 Pernah diterbitkan pada edisi 8 Juli 2014
Selanjutnya.....

Membangun Inti Peradaban

“BUAT apa jadi aktivis antikorupsi demi alasan membangun peradaban?" tegur Kakek ke Cucu. "Peradaban tumbuh simultan secara universal! Orang luar negeri membuat pesawat, ponsel, dan kecanggihan lain tanda kemajuan peradaban umat manusia, kita tinggal ikut memakainya! Devisa hasil kekayaan alam negeri kita masih cukup untuk membelinya!" 

"Silakan generasi Kakek puas jadi konsumen dengan menguras kekayaan alam negeri untuk membayarnya!" jawab Cucu. "Tapi kekayaan alam kita habis, makin jauh tertinggal sebagai produsen kemajuan peradaban, masyarakat kita kedodoran pula dalam inti peradaban!" "Inti peradaban apaan?" entak Kakek. "Peradaban (civilization) dalam kamus Webster Universal disebut an advanced stage of social culture; moral and cultural refinement, suatu tingkat kemajuan sosial budaya, dengan moral dan kultural berbudi pekerti luhur. Refinement, menyuling sampai intinya suci-murni, bersih dari segala noda!" jelas Cucu. 

"Jadi kenapa antikorupsi, sebab korupsi (KKN) bertentangan dengan peradaban hingga secara universal digolongkan kejahatan luar biasa! Inti peradaban pada moral dan kultural yang suci-murni, bersih dari segala noda!" "Dengan kesucimurnian moral dan kultural sebagai inti peradaban, itu sejalan dengan pembangunan peradaban Islam yang berbasis prinsip amar makruf nahi mungkar!" timpal Kakek. "Prinsip itu tak bisa ditawar-tawar! Tapi dengan itu tugas membangun inti peradaban berada di pundak kiai dan guru!" "Kakek betul 100 persen!" sambut Cucu. 

"Tapi di luar lingkup santri, kiai sebatas memberi saran! Guru kurang maksimal akibat teregulasi oleh birokrasi pendidikan yang berorientasi kepentingan kekuasaan!" "Inti peradaban jadi seperti magma, output-nya membentuk tubuh gunung terus menjulang!" tukas Kakek. "Tapi kalau magmanya tak cukup untuk membentuk peradaban, malah menebar gas beracun mematikan makhluk sekitar!" 

"Gambaran Kakek mengerikan!" timpal Cucu. "Kecenderungannya, peradaban universal yang maju kita beli untuk dibuat kulit atau botolnya, sedang inti peradaban kita sendiri sebagai isinya justru membusuk! Bermula dari political decay, pembusukan politik oleh korupsi, merasuk ke semua sendi kehidupan bangsa! Tak kecuali Kementerian Agama!" *** 

Tulisan ini pernah di muat pada edisi 28 Mei 2013
Selanjutnya.....

Kecelakaan Kerja!

"ADIKMU mau jadi wartawan?" tukas Umar. "Kalau boleh kuingatkan, sebaiknya jangan! Risikonya, kalau terjadi kecelakaan kerja dalam profesinya, langsung masuk penjara!" 

"Lantas harus kerja apa?" sambut Amir. "Di bank saja! Risikonya, kalau jatuh di atas tumpukan duit!" anjur Umar. "Apalagi adikmu sarjana, salah-salah mutasi bisa jadi direksi!" "Risiko direksi bank dan wartawan tak beda!" timpal Amir. "Ketika terjadi kecelakaan kerja, sama-sama masuk penjara!" "Kenapa risiko kecelakaan kerja wartawan dan direksi bank langsung masuk penjara?" sambut Umar. "Padahal profesi lain tak begitu! Hakim, misalnya, sesalah apa pun memutus perkara, yang juga semacam kecelakaan kerja, yang dialami hanya koreksi atas putusannya oleh Pengadilan Tinggi! Begitu seterusnya hingga kasasi dan PK!" "Diakui, setiap profesi punya keunikan teknis dan prinsip pengabdian! 

Tapi kecelakaan kerja bisa terjadi pada semua profesi sehingga suatu pengaturan proses penanganan kasusnya dari sisi kecelakaan kerja seharusnya bisa dilakukan! Ini dimaksudkan agar tercipta keadilan antarprofesi, tidak lagi profesi yang satu jika mengalami kecelakaan kerja langsung masuk bui, sementara profesi lain senantiasa mendapat kesempatan perbaikan secara sistemik tanpa risiko apa pun!" "Gugatan keadilan perlakuan antarprofesi itu terasa ada benarnya, tapi belum terbayang harus mulai dari mana mewujudkannya!" timpal Umar. 

"Masalahnya, jangankan rasa keadilan antarprofesi, dalam perbedaan sosial saja, penjabarannya dalam praktik keadilan formal maupun sosial masih jauh dari harapan!" "Logika begitu terbalik!" tegas Amir. "Justru kalau rasa keadilan perlakuan antarprofesi saja tak bisa dihadirkan, padahal ini menyangkut nasib kaum profesional yang relatif melek hukum, bakal lebih jauh lagi peluang bagi terciptanya rasa keadilan di tengah dikotomi sosial kaya-miskin dan kuat-lemah itu!" "Lantas, apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk bisa menguak harapan agar semua ideal itu tak mustahil!" 

"Kayaknya kita kekurangan pemikir sekelas filsuf bidang hukum yang mampu mendesain suatu sistem hukum yang komprehensif!" tukas Amir. "Lihat misalnya DPR sebagai produsen UU, produknya selalu sepotong-sepotong, sering tidak klop antara satu UU dan lainnya atau malah kurang relevan dengan semangat zaman saat UU itu sendiri dilahirkan!" "Mencari pemikir sekomprehensif bapak-bapak pendiri bangsa untuk me-review ulang perjalanan bangsa, agaknya tak mudah!" timpal Umar. 

"Konsekuensinya, sesulit itu pula usaha menguak harapan terpenuhinya rasa keadilan multidimensi dalam masyarakat bangsa!" *** 

 Tulisan ini pernah diterbitkan pada edisi 31 Januari 2011
Selanjutnya.....

The Wisdom of The Kangkung

KOKI ditugasi menyiapkan menu tetap masakan kangkung parit untuk makan siang bos setiap minggu. Ia tanya bos, "Kenapa mesti kangkung parit? Kangkung urat banyak di pasar?" 

"Kangkung parit itu alami, hidup di alam bebas, tangkai dan daunnya lebih besar dan lebih segar!" jawab bos. "Tapi ada yang tumbuh liar di parit belakang rumah, terlihat kurang bersih!" tukas koki. "Justru karena itu orang enggan mengambil!" timpal bos. "Karena orang enggan, ibuku dulu setiap hari bisa dapat banyak kangkung parit di seputar kampung kami, dari parit dekat rumah warga, tepian irigasi, dan rawa untuk dijual di pasar sebagai penambah petikan kangkung dari sepetak sawah kami!" "Jadi ibunya bos dulu bisnis kangkung parit?" kejar koki. 

"Bukan bisnis, melainkan mencari kangkung parit dan dijual ke pasar!" tegas bos. "Sebelum dibawa ke pasar, kangkung dicuci bersih di ember besar, lalu diikat setiap sepuluh tangkai! Sampai pasar menjelang subuh kangkungnya terlihat bersih dan segar! Biasanya begitu sampai dikerubuti pedagang untuk dijual lagi di warung rumah mereka!" "Kok bos fasih menceritakannya?" tanya koki. "Karena sejak SMP sampai tamat SMA saya membantu ibuku mencari, membersihkan, dan mengikat kangkung!" jawab bos. "Bahkan, biaya kuliahku di Jawa, tabungan dan kiriman ibu dari uang hasil jualan kangkung parit!" Koki terkesiap! "Jadi menu kangkung parit tiap minggu itu buat bos nostalgia?" tanya koki. 

"Bukan sekadar nostalgia!" jawab bos. "Pilihan menu tetap kangkung parit itu agar orang-orang seperti ibuku di mana pun dia berada selalu mendapat pembeli! 

Lebih dari itu, untuk mengokohkan akar sejarah keluarga dengan memperkuat terus-menerus kesadaran dari mana kami berasal! Khususnya buat anak-anakku agar tak sombong apalagi takabur, semua yang telah dicapai keluarga sejauh ini semata rahmat Ilahi, berkat kerja keras nenek mereka dan ketekunanku belajar!" "Dari mana sumber wisdom itu?" kejar koki. "Kuperoleh dari teman kuliahku, ada anak raja karet, anak raja kemenyan! Mereka banyak uang, tapi belajar sungguh-sungguh, yakin masa depan ada pada kualitas manusia yang dicapai lewat belajar!" jelas bos. "Jika anak raja karet saja begitu serius belajar, apalagi aku cuma anak kangkung parit!" *** 

Tulisan ini pernah diterbitkan pada edisi 2 Januari 2013
Selanjutnya.....

Konflik Saudi-Iran Makin Terbuka!

MERUNCINGNYA konflik Arab Saudi versus Iran semakin terbuka, mulai melibatkan massa. Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran pada Sabtu diserang massa yang mengecam eksekusi mati terhadap ulama terkemuka Syiah, Nimr al Nimr, dengan dakwaan terorisme. 

Iranian Student News Agency (ISNA) dikutip AFP melaporkan serangan itu terjadi beberapa jam usai eksekusi Nimr. Massa melempar bom molotov, merusak interior gedung, lalu naik ke atap menurunkan bendera Saudi. "Polisi ada di mana-mana dan telah membubarkan demonstran, beberapa demonstran telah ditangkap," ujar seorang saksi mata. (detik-news, 3/1) 

Nimr ulama terkemuka Syiah yang punya pengaruh besar di kalangan warga Syiah Iran dan Irak. Ia belajar teologi di Iran lebih dari satu dekade. Ulama paling senior Iran, Ayatollah Ahmad Khatami, mengatakan eksekusi terhadap Nimr akan memicu aksi pembalasan yang akan membuat para penguasa Saudi “terhapus” dari halaman sejarah. Menurut Khatami, seperti dilansir kantor berita Mehr yang dikutip Reuter (2/1), eksekusi Nimr mencerminkan sikap “jahat” keluarga penguasa Saudi. "Dunia Islam diharapkan akan memprotes dan mengecam rezim terkenal ini sekeras-kerasnya," tegas Khatami. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dikutip AFP (3/1) menyerang balik Khatami dengan menyebut Iran tak tahu malu karena telah mensponsori terorisme, tapi menuduh orang lain mendukung tindakan terorisme. Iran juga disebut telah merusak stabilitas regional dengan mengeluarkan pernyataan yang bisa menimbulkan pertikaian diplomatik. 

Hubungan Saudi dan Iran memanas sejak Saudi diminta bantuan oleh pemerintahan sah Yaman untuk merebut kembali kekuasaannya dari pemberontak Houthi (Syiah) yang menguasai Ibu Kota Sanaa sejak 23 Januari 2015. Iran dituduh berada di belakang pemberontak Houthi, minoritas di utara Yaman tapi berhasil menggulingkan rezim lanjutan Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa lebih 30 tahun. 

Tanpa dukungan Iran tak dapat dibayangkan pemberontak Houthi mampu mempertahankan Sanaa setelah digempur serangan udara koalisi di bawah Arab Saudi selama lebih enam bulan. Selain itu, Houthi juga diserang pemberontak Yaman lainnya yang berafiliasi Al Qaeda, juga sel-sel ISIS yang acap melakukan serangan bom bunuh diri, selain tentu tentara pemerintah Yaman yang sah. 

Situasi Syiah di Timur Tengah yang sedemikian tak aneh bila membuat tokoh Syiah terkemuka, seperti Nimr yang tinggal di Saudi, dicurigai sebagai pemain kunci di balik layar. ***
Selanjutnya.....

Pil Pahit buat Tim Ekonomi Jokowi!

TIM ekonomi Jokowi-JK akhir 2015 menelan pil pahit. Semua asumsi makro ekonomi sebagai target pembangunan yang ditetapkan APBNP 2015—pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi—gagal dicapai, kecuali inflasi. 

Tapi, rendahnya inflasi yang hanya 2,8%—2,9% pada akhir 2015 menurut sejumlah ekonom bukan karena keberhasilan pemerintah menjaga harga barang dan jasa. Melainkan karena harga komoditas merosot, hingga melemahkan daya beli masyarakat. "Jadi, tidak bisa diklaim keberhasilan pemerintah," ujar Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, yang menambahkan lemahnya daya beli membuat konsumsi rumah tangga turun. (Kompas.com, 31/12/2015) 

Turunnya konsumsi rumah tangga akibat lemahnya daya beli masyarakat itu membuat pertumbuhan ekonomi melemah. Dari target sebesar 5,5%, Lana memperkirakan, secara realistis pertumbuhan ekonomi RI 2015 di level 4,72%. Melesetnya target pertumbuhan ekonomi 2015 ini berdampak pada kenaikan pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pengangguran terbuka pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang atau 6,18 persen dari total angkatan kerja 122,4 juta orang. Jumlah itu naik 5,94% dari priode sama 2014 sebanyak 7,24 juta orang. Target penurunan angka kemiskinan tahun ini menjadi 10,3% juga gagal. 

Ternyata per Maret 2015 tingkat kemiskinan justru naik menjadi 11,2% atau mencapai 28,59 juta orang dari 27,73 juta orang (10,96%) pada September 2014. Indeks keparahan kemiskinan juga terburuk sepanjang empat tahun, Maret 2015 pada 0,535, meningkat dari 0,435 (Maret 2014), 0,432 (Maret 2013), dan 0,573 (Maret 2012). Demikian pula indeks kedalaman kemiskinan, pada 1,971 (Maret 2015), meningkat dari 1,753 (Maret 2014), 1,745 (Maret 2013), dan 1,880 (Maret 2012). Sedang ketimpangan, alih-alih menyempit. 

Laporan terakhir Bank Dunia justru mengingatkan Pemerintah RI, ketimpangan sosial ekonomi mencapai tingkat tertinggi dalam sejarah Indonesia, dengan indeks rasio gini pada 2015 di level 0,42, naik dari 0,30 pada tahun 2000, atau 0,41 pada 2012 sampai 2014. Itu diungkap Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves di Jakarta, 8 Desember 2015. (BerdikariOL, 9/12/2015) 

Melesetnya semua target tentu memberi hikmah untuk fokus pada target, tidak melebar seperti membuat pungutan 50 dolar per ton CPO di tengah merosotnya harga komoditas hingga menumpas daya beli masyarakat dan menjauhkan target dari capaian. ***
Selanjutnya.....

Menjadikan Tahun 2016 Jalan Menurun!

KATA orang bijak, di ujung jalan pendakian saat kita malah mendorong sepeda yang kita bawa, akan ada jalan penurunan sehingga sepeda yang kita naiki tanpa didayung pun meluncur kencang sendiri. Apakah benar akhir 2015 telah menjadi ujung jalan pendakian itu, seperti kata penguasa, sehingga 2016 ini merupakan jalan menurun—terutama dalam perekonomian? 

Kalau berdasar arahan motivator, apakah 2016 ini menjadi jalan menurun atau masih sebagai lanjutan tanjakan, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kalau kita bersikap positif diiringi usaha keras untuk menjadikan 2016 ini jalan menurun, meski sebenarnya masih merupakan lanjutan pendakian, akhirnya ia akan bisa berubah menjadi jalan menurun: jika tidak tercapai di awal tahun, di pertengahan, atau di ujung tahun nanti. 

Sebaliknya, kalau kita bersikap negatif, suatu sikap yang melihat masalah terlalu besar sehingga tak yakin ada solusi atau jalan keluar yang memadai, sikap sedemikian itu sendiri sudah menjadi lanjutan pendakian. Demikian pula jika kita bersikap terlalu optimistis atau optimisme berlebihan, yang bisa membuat kita kurang saksama menyimak masalah atau penyakit yang harus diobati. 

Kecenderungan sikap optimistis berlebihan itu ada pada penguasa, mereka terlalu bertumpu pada solusi, seolah kalau sudah diberi obat sebanyak-banyaknya penyakitnya akan sembuh. Padahal, dalam masalah kemasyarakatan berbangsa, terbukti tidak demikian. Kemiskinan, misalnya, bisa naik dan bertambah parah serta semakin dalam ketika ratusan triliun per tahun dana dicurahkan untuk mengentaskannya. 

Apalagi dalam kamus kedokteran, pemberian obat yang overdosis juga membahayakan. Untuk itu, sikap positif bisa berarti harus komprehensif memberi obat sesuai dosisnya dengan rajin mengukur stadium penyakitnya secara berkala. Penting untuk melihat masalah atau penyakit secara proporsional, tidak meremehkan dan menganggap enteng, tapi juga tidak menilai berlebihan ancamannya. 

Hanya dengan sikap positif yang komprehensif sedemikian kita akan bisa mengurangi terjalnya pendakian dari waktu ke waktu, hingga akhirnya jalan pendakian bisa diakhiri, serta berkat usaha dan kerja keras kita bisa menjadikannya jalan menurun. Tapi kenapa penguasa sering optimistis berlebihan? Itu karena mereka yakin setiap rakyatnya pasti berusaha keras memperbaiki nasibnya. 

Hasilnya tentu positif bagi penguasa. Karena itu, mari kita berusaha keras menjadikan 2016 jalan menurun, membantu penguasa mewujudkan optimismenya. ***
Selanjutnya.....

Uang Sekolah, KUR Rp120 Triliun!

TAHUN 2016 dimulai dengan rencana pemerintah menyiapkan dana Rp120 triliun untuk kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga 9% yang diprioritaskan kepada pelaku usaha pemula atau start up. 

Usai rapat di Kemenko Perekomomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, "Menko undang menteri terkait manfaatkan KUR supaya serius. Mulai melakukan sosialisasi supaya KUR bisa capai sasaran, terus bagaimana kami improve agar bisa jadi modal ekonomi kreatif, modal buat start up company." (detik-finance, 30/12/2015) 

Menurut Sofyan, alokasi KUR sebesar Rp120 triliun seharusnya tak hanya untuk membantu sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah mapan, tetapi juga dipakai untuk menopang industri-industri pemula jika memenuhi syarat. Dengan penegasan penerima KUR harus memenuhi syarat itu, dengan syarat yang diterapkan bank selama ini, jelas tak mudah mencapai sasaran pengusaha pemula atau start up. 

Artinya, banyak aturan yang perlu disesuaikan jika prioritas KUR untuk pengusaha pemula. Tanpa penyesuaian aturannya untuk bisa diraih pengusaha pemula, usaha membangun barisan baru pengusaha di Tanah Air hanya sebatas retorika. Sedang dana Rp120 triliun yang disediakan cuma jadi iming-iming, salah-salah malah dijarah pihak yang tak berhak. 

Pengalaman berbagai program yang tak berhasil mewujudkan generasi baru usahawan karena keterbatasan jangkauannya ke sasaran, bisa dijadikan bandingan. Untuk itu, agar dana besar yang disediakan tak cuma jadi iming-iming, tapi bisa benar-benar mencapai sasaran pengusaha pemula atau start up, syaratnya harus disesuaikan dengan prinsip kredit KUR tersebut siap dijadikan sebagai uang sekolah bagi lahirnya generasi baru pengusaha di Tanah Air. 

Untuk jaminan agar sebagai uang sekolah anak bangsa KUR yang disalurkan tidak hilang tanpa bekas, setiap sen dana KUR yang disalurkan itu diasuransikan dengan dana dari paket kreditnya. Dengan asuransi kredit untuk KUR yang disalurkan kepada pengusaha pemula atau start up, para pengusaha baru yang coba-coba mengadu nasib itu tidak harus menyerahkan agunan ke bank. Penyalur KUR juga tak perlu cemas kreditnya menguap karena asuransi mengovernya. 

Akhirnya, menjadi tugas asuransi penjamin kredit itu untuk membimbing para pengusaha pemula itu menjalankan bisnisnya sehingga risiko klaim akibat kegagalan usaha semakin kecil. Seiring itu, peluang sukses para pemula lebih bisa diharapkan. ***
Selanjutnya.....