AIR mancur Sri Baduga yang diklaim terbesar di Asia Tenggara diresmikan di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (9/1). Proyek dengan biaya Rp50 miliar itu dibangun Pemerintah Kabupaten Purwakarta dari dana APBD.
Pemakaian APBD sebesar itu hanya untuk membangun air mancur, terkesan proyek mercusuar, meski diklaim terbesar di Asia Tenggara sekalipun.
Apalagi, kalau dibanding dengan Kabupaten Tulangbawang, misalnya, dengan dana Rp30 miliar setahun bisa membangun infrastruktur jalan desa sepanjang 1 kilometer di setiap kampung.
Manfaatnya tentu lebih dirasakan rakyat seluruh kabupatennya, dibanding sebuah air mancur! Namun, Pemkab Purwakarta mungkin punya pertimbangan sebagai dasar memprioritaskan air mancur sebagai proyek andalan yang dibiayai sebesar itu. Misalnya, angka kemiskinan kabupaten itu, menurut Kepala Bappeda Purwakarta Tri Hartono, pada 2014 di level 8,8% (Tribun Jabar, 18/8/2015), lebih rendah dari angka kemiskinan nasional pada waktu sama, 10,9%.
Relatif lebih rendahnya tekanan kemiskinan di daerahnya mungkin membuat perencana pembangunan kabupaten itu berusaha mencari kompensasi untuk tidak semata membangun demi kepentingan perut. Dalam hal ini, bisa saja kembali berpikir seperti orang Romawi Kuno yang untuk kesejahteraan rakyat harus sejalan membangun antara kepentingan perut (roti) dan hiburan (sirkus). Di zaman Romawi, untuk sirkus mereka sajikan pertarungan matador. Fungsi hiburan air mancur Sri Baduga terlihat pada pukauannya terhadap ribuan penonton yang menyaksikan atraksinya saat peresmian Sabtu malam lalu.
Meski diguyur hujan, penonton tetap antusias melihat air mancur tersebut. "Air mancurnya keren, bisa nari. Enggak nyesel datang ke sini walau harus hujan-hujanan," ujar Affandi, warga Karawang, yang datang ke situ. Affandi dan warga Purwakarta rela bertahan di lokasi atraksi sejak sore, meski acara yang dijadwal 19.45 mundur jadi pukul 22.10 karena hujan (Kompas.com, 10/1/2016).
Sekalipun amat sederhana dan kuno, resep pembangunan roti dan sirkus tampaknya juga layak dipertimbangkan kabupaten lain, terutama yang daerahnya sepi dan langka hiburan. Pembangunan sarana hiburan tempat warga ngumpul atau nyore bersama keluarga melepas lelah kerja keras seharian jelas diperlukan.
Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, tidak harus puluhan miliar. Lebih tepat lagi, pembangunan lokasi hiburan itu guna mengangkat kehidupan warga jadi lebih berbudaya. Tidak hanya mengurus perut melulu. ***
Manfaatnya tentu lebih dirasakan rakyat seluruh kabupatennya, dibanding sebuah air mancur! Namun, Pemkab Purwakarta mungkin punya pertimbangan sebagai dasar memprioritaskan air mancur sebagai proyek andalan yang dibiayai sebesar itu. Misalnya, angka kemiskinan kabupaten itu, menurut Kepala Bappeda Purwakarta Tri Hartono, pada 2014 di level 8,8% (Tribun Jabar, 18/8/2015), lebih rendah dari angka kemiskinan nasional pada waktu sama, 10,9%.
Relatif lebih rendahnya tekanan kemiskinan di daerahnya mungkin membuat perencana pembangunan kabupaten itu berusaha mencari kompensasi untuk tidak semata membangun demi kepentingan perut. Dalam hal ini, bisa saja kembali berpikir seperti orang Romawi Kuno yang untuk kesejahteraan rakyat harus sejalan membangun antara kepentingan perut (roti) dan hiburan (sirkus). Di zaman Romawi, untuk sirkus mereka sajikan pertarungan matador. Fungsi hiburan air mancur Sri Baduga terlihat pada pukauannya terhadap ribuan penonton yang menyaksikan atraksinya saat peresmian Sabtu malam lalu.
Meski diguyur hujan, penonton tetap antusias melihat air mancur tersebut. "Air mancurnya keren, bisa nari. Enggak nyesel datang ke sini walau harus hujan-hujanan," ujar Affandi, warga Karawang, yang datang ke situ. Affandi dan warga Purwakarta rela bertahan di lokasi atraksi sejak sore, meski acara yang dijadwal 19.45 mundur jadi pukul 22.10 karena hujan (Kompas.com, 10/1/2016).
Sekalipun amat sederhana dan kuno, resep pembangunan roti dan sirkus tampaknya juga layak dipertimbangkan kabupaten lain, terutama yang daerahnya sepi dan langka hiburan. Pembangunan sarana hiburan tempat warga ngumpul atau nyore bersama keluarga melepas lelah kerja keras seharian jelas diperlukan.
Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, tidak harus puluhan miliar. Lebih tepat lagi, pembangunan lokasi hiburan itu guna mengangkat kehidupan warga jadi lebih berbudaya. Tidak hanya mengurus perut melulu. ***
0 komentar:
Posting Komentar