Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Ekses Krisis Eropa-AS, Harga Karet Jatuh!

"TAK peduli para ekonom memastikan dampak krisis utang negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS) pada Indonesia tidak signifikan, penurunan harga karet dunia akibat melemahnya permintaan dari kawasan pusat industri dunia itu memukul telak petani karet Lampung!" ujar Umar. "Harga karet kering (kadar 100%) yang sebelumnya tertinggi sepanjang abad pada 5 dolar AS/kg atau hampir Rp45 ribu/kg, pada lelang terakhir di Bursa Komoditas Berjangka Jakarta untuk penyerahan April 2012 terjual Rp27 ribu/kg!" (Kompas, 24-11) "Berarti harga karet jatuh sampai 40%!" timpal Amir. "Kemerosotan setajam itu pukulannya berat bagi petani karet kita! Apalagi krisis Eropa-AS itu butuh waktu panjang pemulihannya, eksesnya bisa berlarut-larut! Harapan harga karet bisa cepat kembali seperti semula kecil sekali karena Eropa dan AS justru punya stok yang disiapkan untuk penyangga jika terjadi keadaan darurat!" "Malah kita yang tak punya stok penyangga untuk kondisi darurat!" tegas Umar. "Artinya, Pemprov dan Pemkab sentra petani karet, seperti Way Kanan, Lampung Utara, Tulangbawang Barat, dan Lampung Barat harus cepat menyiapkan langkah pengamanan bagi petani karet!" "Antisipasi seperti apa?" potong Amir. 

"Terpenting pengamanan pada kelompok petani kecil yang paling terpukul ekses krisis, seperti mereka yang minus sarana produksi sehingga cuma bisa menjual getah slab basah dengan harga amat rendah—terakhir di bawah Rp10 ribu/kg!" jelas Umar. "Dengan tanaman karet yang acak di sela kopi, lada, kakao, pisang dan lainnya sehingga jumlah batang karet terbatas di atas tanah keluarga yang luasnya memang terbatas, bantuan alat penggiling tangan lengkap dengan bak aluminium pencetak lateks dan bahan baku (asam semut) pengeringnya bisa diberikan agar jumlah produksinya yang sedikit bisa mendapat hasil penjualan yang lebih tinggi! Dengan demikian, meskipun krisis menurunkan harga karet, dengan kualitas produksi yang ditingkatkan—dari slab basah menjadi karet kering (sheet), penghasilan net para petani kecil relatif bisa dipertahankan!" "Kalau bisa diberikan, bantuan itu bisa menolong para petani kecil dari dampak krisis!" timpal Amir. 

"Bantuan bisa diberikan satu penggiling tangan per satu atau dua desa sentra produksi karet, untuk digunakan bersama para petani kecil desa tersebut! Sedang bantuan bak aluminium pada setiap petani sesuai tingkat produksinya! Kalau Pemkan dan Pemprov serius membantu petani mengatasi dampak krisis, jumlah 'anggaran darurat' yang dibutuhkan tak terlalu besar!" ***
Selanjutnya.....

Waskat, Ironi dalam Peranti Antikorupsi!

"ATAS tertangkapnya Jaksa Sistoyo saat menerima suap, seorang anggota Komisi Kejaksaan di televisi menilai kejadian itu sebagai anomali pada sistem pengawasan melekat (waskat) di kejaksaan yang menurut dia berjalan baik!" ujar Umar. "Efektifnya waskat di kejaksaan dia buktikan, puluhan jaksa nakal ditindak, banyak yang dipecat, sebagai hasil proses waskat dimaksud!" "Kalau peran waskat di kejaksaan masih efektif sehingga suatu kejadian bisa dianggap anomali sistemik, di banyak instansi lain waskat justru jadi ironi atas fungsinya dalam peranti antikorupsi!" timpal Amir. "Jadi ironi, karena yang dimaksud dengan waskat itu sistem pengawasan atasan langsung dan oleh bagian pengawasan internal dalam suatu instansi, justru menjadi benteng pengaman praktek korupsi dalam instansi tersebut dari usikan pihak luar baik penegak hukum maupun pers dan LSM! Bahkan atas penyimpangan hasil temuan pemeriksaan BPK, waskat bisa dengan mudah mengatasi masalahnya dengan perbaikan laporannya sehingga secara administratif tak lagi ada kesalahan—kasus penyimpangannya pun dianggap selesai!" 

"Masalah utama pada waskat karena nyaris semua masalah berindikasi korupsi justru berpangkal pada gawe sang atasan langsung!" tegas Umar. "Atasan langsung ini punya kekuasaan absolut, baik untuk memutasi bawahan yang kurang paham atas penempatannya di suatu posisi yang strategis, maupun menempatkan orang-orang yang sudah amat memahami fungsi dirinya bagi kepentingan khusus sang atasan langsung hingga kenapa mesti dirinya yang mengisi posisi strategis tersebut!" 

"Dengan kekuasaan absolut atasan langsung itu, bukan saja organisasi internalnya bisa diatur rapi dalam menjalankan gawe korupsi berjamaah, bahkan segala kecurigaan dan usaha dari luar instansinya untuk menyingkap permainannya bisa ditamengi justru dengan peranti antikorupsi yang ada dalam tubuh organisasinya sendiri!" timpal Amir. "Karena itu, betapa makin dahsyatnya gawe korupsi di banyak instansi, aparat hukum dan wartawan senantiasa sulit mendapatkan bukti adanya korupsi, karena pada setiap sel organisasi sudah amat memahami fungsinya dalam mengamalkan administrasi formal yang serbarapi sesuai format idealnya, sehingga sedikit pun tak ada celah untuk menyingkap realitas praktek gawe korupsi yang tertutupi oleh kerapian administrasi tersebut!" "Itulah ironi waskat!" tegas Umar. "Kian mapan sistem waskatnya, makin lancar pula korupsinya!" ***
Selanjutnya.....

Makna Harfiah Kepahlawanan!

H. Bambang Eka Wijaya

"NOVEMBER bulan pahlawan! Di bulan ini selalu diperbincangkan segala dimensi kepahlawanan—sikap kesatria yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsanya, karena kemerdekaan seperti disebut Bung Karno masa itu, adalah jembatan emas mencapai kehidupan adil dan makmur bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Kurang-lebih itulah makna harfiah—yang tertulis dengan huruf-huruf—dari kepahlawanan! Makna lebih jauh dan lebih dalam yang bersifat filosofis disebut makna hakiki!"
"Buat kita yang awam bisa menalarinya secara harfiah atau mengenali kulit luarnya saja pun jadilah!" sambut Amir. "Apalagi sebagian dari pahlawan yang mengikhlaskan pengorbanan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa itu juga awam, yang berarti menghayati kepahlawanan sebatas makna harfiahnya! Namun, apakah sebatas makna harfiahnya saja pun pengorbanan para pahlawan itu telah disikapi dengan benar oleh kalangan elite bangsa hingga perilakunya mencerminkan penjiwaan dan aktualisasi dari semangat kepahlawanan untuk mewujudkan masyarakat adil-makmur bagi seluruh rakyat?" "Soal itu tidak pada tempatnya kita menilai sikap dan perilaku elite bangsa masa kini! Biarkan sejarah yang mengadilinya!" tegas Umar. "Hal yang bisa kita kemukakan adalah realitas hidup mayoritas warga bangsa yang masih jauh dari kondisi adil-makmur seperti dicita-citakan para pahlawan yang telah membayar tunai dengan pengorbanan jiwa dan raga mereka!" "Andai realitas itu terjadi akibat ketakmampuan elite bangsa karena keterbatasannya secara fisik maupun pengetahuan, tentu para pahlawan sangat maklum adanya!" timpal Amir. "Tetapi bagaimana kalau cita-cita yang dibayar dengan pengorbanan jiwa raga pahlawan itu tidak bisa terwujud justru karena para elite bangsa lewat kekuasaannya atas nama kemerdekaan lebih mendahulukan kemakmuran pribadi, keluarga, dan kelompoknya! Bahkan bukan sebatas yang bisa diperoleh lewat proses halal dengan mekanisme kekuasaan yang tak adil, tapi juga melampiaskan keserakahannya lewat korupsi guna menumpuk kekayaan untuk tujuh turunan!" "Itu dia! Dengan memaknai kepahlawanan secara harfiah yang dangkal saja kita bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan cita-cita kemerdekaan yang dibayar dengan pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan!" tegas Umar. "Jika dibaca lewat makna hakiki, mungkin bisa terlihat lebih jelas adanya pengkhianatan terhadap perjuangan para pahlawan! Tapi untuk soal itu biar orang-orang pintar yang mendalaminya!" ***
Selanjutnya.....

Makna Harfiah Kepahlawanan!

"NOVEMBER bulan pahlawan! Di bulan ini selalu diperbincangkan segala dimensi kepahlawanan—sikap kesatria yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsanya, karena kemerdekaan seperti disebut Bung Karno masa itu, adalah jembatan emas mencapai kehidupan adil dan makmur bagi bangsa Indonesia!" ujar Umar. "Kurang-lebih itulah makna harfiah—yang tertulis dengan huruf-huruf—dari kepahlawanan! Makna lebih jauh dan lebih dalam yang bersifat filosofis disebut makna hakiki!" 

"Buat kita yang awam bisa menalarinya secara harfiah atau mengenali kulit luarnya saja pun jadilah!" sambut Amir. "Apalagi sebagian dari pahlawan yang mengikhlaskan pengorbanan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa itu juga awam, yang berarti menghayati kepahlawanan sebatas makna harfiahnya! 

Namun, apakah sebatas makna harfiahnya saja pun pengorbanan para pahlawan itu telah disikapi dengan benar oleh kalangan elite bangsa hingga perilakunya mencerminkan penjiwaan dan aktualisasi dari semangat kepahlawanan untuk mewujudkan masyarakat adil-makmur bagi seluruh rakyat?" 

"Soal itu tidak pada tempatnya kita menilai sikap dan perilaku elite bangsa masa kini! Biarkan sejarah yang mengadilinya!" tegas Umar. "Hal yang bisa kita kemukakan adalah realitas hidup mayoritas warga bangsa yang masih jauh dari kondisi adil-makmur seperti dicita-citakan para pahlawan yang telah membayar tunai dengan pengorbanan jiwa dan raga mereka!" 

"Andai realitas itu terjadi akibat ketakmampuan elite bangsa karena keterbatasannya secara fisik maupun pengetahuan, tentu para pahlawan sangat maklum adanya!" timpal Amir. "Tetapi bagaimana kalau cita-cita yang dibayar dengan pengorbanan jiwa raga pahlawan itu tidak bisa terwujud justru karena para elite bangsa lewat kekuasaannya atas nama kemerdekaan lebih mendahulukan kemakmuran pribadi, keluarga, dan kelompoknya! 

Bahkan bukan sebatas yang bisa diperoleh lewat proses halal dengan mekanisme kekuasaan yang tak adil, tapi juga melampiaskan keserakahannya lewat korupsi guna menumpuk kekayaan untuk tujuh turunan!" 

"Itu dia! Dengan memaknai kepahlawanan secara harfiah yang dangkal saja kita bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan cita-cita kemerdekaan yang dibayar dengan pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan!" tegas Umar. 

"Jika dibaca lewat makna hakiki, mungkin bisa terlihat lebih jelas adanya pengkhianatan terhadap perjuangan para pahlawan! Tapi untuk soal itu biar orang-orang pintar yang mendalaminya!" ***
Selanjutnya.....

Justru Program KB yang Terbengkalai!

"SALAH satu penyebab pemerintah kewalahan memenuhi fasilitas kebutuhan dasar warganya, terutama kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, karena terbengkalainya program Keluarga Berencana (KB) sehingga fasilitas yang dibangun selalu tak mencukupi!" ujar Umar. "Jika dibanding era Orde Baru, baik jumlah anggarannya, prioritas pemerintah, keefektifan penanganannya, apa yang dilakukan pemerintah sekarang jauh dari memadai! Akibatnya masalah-masalah sosial yang berbalut kemiskinan makin runyam karena beban kegagalan KB langsung menimpa warga miskin!" 

"Memang, dulu program KB tak cuma membatasi kelahiran! Bahkan dijadikan andalan bagi usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan produktif kaum ibu!" timpal Amir. "Kini, untuk membatasi kelahiran saja kedodoran! Dari sensus penduduk 2010, jumlah penduduk negeri kita sudah 237 juta dengan pertumbuhan 1,49% per tahun, akhir tahun ini penduduk Indonesia jadi 241 juta jiwa! Menyiapkan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru saja yang jumlahnya meningkat setiap tahun, sudah terasa berat!" 

"Terkait usaha menekan laju pertambahan penduduk lewat membatasi jumlah kelahiran (anak) dalam keluarga, memperjarang jarak waktu kelahiran, dan menunda usia perkawinan, belakangan ini seperti tak jelas juntrungnya, bahkan kampanyenya nyaris tak terdengar!" tegas Umar. "Dalam hal menunda usia perkawinan, justru gejala kawin muda yang lebih marak! Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, sebanyak 41,9% perempuan menikah pada usia 15—19 tahun! Bahkan, perempuan menikah pada usia 10—14 tahun mencapai 4,8% dari total jumlah pernikahan!" (Kompas, 23-11)


"Diterbengkalaikannya program KB oleh penguasa sekarang, tentu dibanding dengan penguasa masa lalu, jelas amat mengherankan!" tukas Amir. "Sejak SD anak-anak diajari Teori Malthus, bahayanya pertambahan penduduk dengan deret ukur dibanding naiknya produksi pangan dengan deret hitung, belum lagi ajaran akademis tentang involusi pertanian di Pulau Jawa—dari Clifford Gertz—beban penduduk yang terus meningkat pada lahan pertanian yang justru terus berkurang! Di Pulau Jawa sekarang umpel-umpelan 150 juta jiwa! Eh, jebulnya malah pemerintah mengesampingkan program KB!" "Sangat jauh dari rasionalitas penanganan Program KB yang asal ada tanpa prioritas oleh pemerintah sekarang!" tegas Umar. "Sedihnya, semua itu tanpa alasan yang jelas pula!" ***
Selanjutnya.....

Pelambatan yang Tak Bisa Dihindari!

 H. Bambang Eka Wijaya 

"MESKIPUN penurunan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat (AS) akibat krisis utang negara kawasan itu bisa dikompensasi dengan peningkatan ekspor ke China, pelambatan pertumbuhan ekonomi Asia Timur termasuk Indonesia tak bisa dihindari!" ujar Umar. "Itu sesuai peringatan Bank Dunia dalam laporannya tentang Asia Timur dan Pasifik terbaru yang dirilis di Hong Kong Selasa!" (Kompas, 23-11) "Tapi para ekonom kita optimistis, 2011 maupun 2012 nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia tak terbendung di posisi 6,3% sampai 6,5%!" timpal Amir. "Ikuti saja berbagai laporan dari pemerintah maupun lembaga swasta, optimismenya senada! Artinya kita layak waspadai peringatan Bank Dunia itu, tapi dengan fundamental ekonomi yang kuat, terutama cadangan devisa di atas 100 miliar dolar AS, pertumbuhan ekonomi Indonesia takkan terpengaruh signifikan oleh krisis Eropa dan AS!"
"Prediksi Bank Dunia atas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 6,4% dan 2012 6,3% menunjukkan kecilnya dampak krisis Eropa dan AS itu!" tegas Umar. "Dengan begitu kita tak harus khawatir berlebihan soal pelambatan itu sekalipun tak bisa dihindari! Sebab, masalah utama kita memang bukan soal pertumbuhan atau pelambatannya, melainkan pemerataan hasil-hasil pertumbuhan yang gejalanya justru terjadi ketimpangan pendapatan kian parah! Petunjuk nyata untuk itu bisa dilihat, bersamaan peningkatan pendapatan per kapita kita tembus di atas 3.000 dolar AS, indeks pembangunan manusia (IPM) 2011 justru merosot 16 tingkat, dari peringkat 108 jadi 124!" "Tepatnya, kita punya masalah khas sendiri terkait penderitaan rakyat yang kondisinya jauh lebih buruk dari rakyat Eropa maupun AS yang terlanda krisis utang negara!" timpal Amir. "Oleh karena itu, tidak pada tempatnya kita berbangga dengan kemampuan kita bertahan dari dampak krisis utang negara Eropa dan AS, juga dengan besarnya cadangan devisa maupun kokohnya fundamental ekonomi yang nyatanya cuma mempertajam kesenjangan pendapatan dengan konsekuensi tambah pedihnya penderitaan mayoritas rakyat!" "Di antara penyebabnya, karena banyak program yang tak dijalankan semestinya!" tegas Umar. "Transmigrasi sebagai pelaksanaan land reform perintah UU No. 5/1960, lebih mencolok sebagai bancakan proyek! Kredit mikro, pelaksanaan credit-reform untuk lapisan sosial terbawah, kalah dari kredit tanpa agunan (KTA) bank-bank besar ke lapisan kelas menengah! Apalagi program KB tak lagi dikelola standar, makin miskin makin banyak anak, makin besar pula skala penderitaan yang tak mampu diatasi negara—fasilitas kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, dan lain-lain !" ***
Selanjutnya.....

KPK Mulai Menggarap Mafia Hukum Daerah!

"KPK—Komisi Pemberantasan Korupsi—Senin (21-11) petang menangkap tangan di lokasi Kejaksaan Negeri Cibinong Jaksa Sistoyo dan dua warga swasta (pengusaha AB dan terperkara di PN Cibinong bernama E, serta seorang sopir!" ujar Umar. "Bersama mereka disita amplop cokelat berisi uang Rp99,9 juta dan sebuah mobil!" "Gebrakan keluar wilayah Jakarta itu bisa menjadi isyarat KPK mulai menggarap mafia hukum di daerah!" timpal Amir. "Identifikasi masalah ke mafia hukum terlihat dari posisi Jaksa Sistoyo bukan sebagai jaksa kasus terkait objek penyuapan, melainkan justru selaku Kepala Subbagian Pembinaan Kejaksaan Negeri Cibinong! Jadi, sebagai kepala pembinaan jaksa, dia justru 'membina' jaksa untuk bermain suap, sekaligus menjadi biang pengatur operasi mafia hukum di instansinya!" 

"Maka itu, Humas KPK Johan Budi menyatakan kasusnya masih dikembangkan, kemungkinan ada oknum atau malah pihak lain lagi yang terlibat!" tegas Umar. "Dalam penanganan kasus mafia memang faktor jaringan kerja sama antarpelaku kejahatan cukup penting diurai! Untuk kasus ini selain oknum jaksa lain lagi di Kejari Cibinong, bisa jadi juga ditelusuri kaitannya dengan oknum-oknum di PN Cibinong, untuk menyingkapkan kemungkinan masalah sebenarnya bukan cuma mafia hukum di Kejari, melainkan berskala lebih besar lagi, yakni mafia peradilan di PN Cibinong!" "Semua itu bukan hal yang mustahil!" sambut Amir. "Turunnya KPK menggarap kasus mafia hukum di daerah juga tak terlepas dari kecewanya masyarakat luas terhadap putusan-putusan bebas yang dibuat Pengadilan Tipikor di daerah! Salah satu faktor yang disoroti di balik ramainya vonis bebas itu terletak pada lemahnya tuntutan jaksa! Pada sisi itu, diasumsikan justru hakim tidak mengada-ada dengan vonis bebasnya, tetapi ada udang apa di balik batu lemahnya tuntutan jaksa! Maka itu, kasus jaksa terima suap yang penting dipergoki oleh KPK!"

"Dari sisi untuk menggambarkan adanya udang di balik batu lemahnya tuntutan jaksa, tindakan KPK itu mungkin berhasil!" tukas Umar. "Namun untuk kekecewaan masyarakat luas atas vonis bebas Peradilan Tipikor yang selalu terjadi pada big fish—pejabat sekelas bupati ke atas—sehingga koruptor yang dipenjara di daerah kebanyakan cuma kelas teri, kayaknya belum terjawab secara memuaskan oleh KPK! Karena itu, kalau KPK mau beroperasi ke daerah jangan cuma menyeser ikan teri, tapi tangkaplah koruptor kelas kakapnya!" ***
Selanjutnya.....

Syukuri, Apa pun Hasil Usaha yang Maksimal!

"MALANG tak bisa ditolak, mujur tak bisa diraih! Begitulah takdir, manusia hanya bisa berusaha, hasilnya ditentukan Yang Mahakuasa!" ujar Umar. "Karena itu, setelah usaha dengan perjuangan tak kenal menyerah dilakukan maksimal dengan menjunjung sportivitas, seperti dilakukan Timnas Garuda Muda di final sepak bola SEA Games 26, apa pun hasilnya wajib disyukuri. Hanya dengan sabar dan syukur yang ikhlas, kekalahan hanyalah kemenangan yang tertunda!" "Kegigihan perjuangan dan sportivitas tim Garuda Muda sampai takdir menuntut kedewasaan sikap mereka sebagai cerminan bangsa yang besar, tak diragukan lagi tim asuhan Rahmad Darmawan itu layak dibanggakan!" timpal Amir. "Dalam tangis kekalahan mereka tak mencari kesalahan pada orang lain untuk dijadikan kambing hitam, tapi meratapi dirinya yang terbatas kemampuan dan keberuntungannya!" 

"Jadi juara umum SEA Games tanpa medali emas dari sepak bola sebagai cabang olahraga paling populer (merakyat) di negeri ini, merefleksikan dalam banyak hal bangsa ini telah mencapai kemajuan, namun dalam hal yang populer—terkait kepentingan mayoritas rakyat—masih tertinggal!" tegas Umar. "Sebagai refleksi realitas itulah, bukan hanya perhatian untuk peningkatan terus kualitas timnas sepak bola kita perlu diutamakan, melainkan fokus pada perbaikan nasib mayoritas bangsa juga harus terus dipertajam! Dengan orientasi yang lebih serius pada titik terlemah yang menyangkut kepentingan mayoritas warga bangsa, hasilnya akan menyempurnakan capaian kemajuan semua bidang kehidupan bangsa!"

"Orientasi pada titik terlemah dari para elite dan pemimpin bangsa itu dilakukan dengan sikap introspektif, menalari kelemahan dirinya untuk meningkatkan kemampuan mengatasi tantangan, bukan lagi dengan mencari kambing hitam untuk menutupi kelemahan bahkan kesalahan dirinya!" timpal Amir. "Betapa, semakin tertinggalnya titik terlemah bangsa selama ini akibat kurangnya perhatian elite dan pemimpin bangsa, serta kecenderungan elite dan pemimpin menutupi kelemahan dan kesalahannya dengan melempar kesalahan pada pihak lain! Konsekuensinya, kemampuan elite dan pemimpin tak meningkat hingga dengan tantangan yang terus meningkat, elite dan pemimpin menjadi sarang penyakit dan kelemahan, sekaligus justru menjadi beban dan pengganjal kemajuan bangsa!" "Maka itu, usaha maksimal Garuda Muda layak disyukuri!" tegas Umar. "Bisa menjadi inspirasi usaha tak kenal menyerah untuk memperbaiki kelemahan diri bagi setiap orang!" ***
Selanjutnya.....

Usaha Intensifikasi Produktivitas Kopi!

H. Bambang Eka Wijaya 

"PROYEK, atau program, bahkan setingkat usaha yang kurang terlihat menonjol di Lampung adalah intensifikasi produktivitas tanaman kopi rakyat!" ujar Umar. "Padahal produktivitas tanaman kopi di Lampung yang cuma sekitar 7 kuintal per hektare per tahun relatif terendah di negeri ini! Di daerah lain bisa 1 sampai 2 ton!" "Apalagi dibanding produktivitas kopi di Vietnam, yang mencapai 2 sampai 3 ton/ha/tahun! Padahal, 30 tahun lalu Vietnam belajar bertanam kopi di Lampung!" timpal Amir. "Itu bisa terjadi karena dengan menyadari keterbatasan lahan, sejak awal penanaman kopi di Vietnam dilakukan dengan program intensifikasi! Selain perawatan dengan pemupukan yang baik, malah ada yang dilengkapi irigasi! Sepanjang tahun tanaman cukup air sehingga produksi pun maksimal!"
"Karena itu jadi menyentuh pernyataan ekonom Asrian Hendi Caya agar hasil iuran kopi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) diprioritaskan untuk membina petani kopi!" tegas Umar. "Menyentuh, karena prioritas pembinaan petani itu baru disarankan setelah iuran yang biasanya dipungut AEKI tersebut secara formal dihapus! Juga, kondisi organisasinya sedang tak kondusif!" "Justru saat pungutan terhadap ekspor kopi secara formal dihapus, pembinaan kepada petani menjadi alasan satu-satunya pemungutan iuran ekspor kopi!" timpal Amir. "Itu berarti semua sisi program intensifikasi produktivitas kopi rakyat dilakukan secara terbuka pada publik, setiap sen penerimaan dan penggunaannya! Selain itu, setiap langkah programnya harus menyertakan pihak petani yang sekaligus sebagai subjek atau pelaksana program sehingga programnya tak asal-asalan, cuma mainan pengurus semata!" "Itu menarik pengalaman dari program maupun bantuan yang pernah diberikan kepada petani kopi selama ini, meski manfaatnya dirasakan oleh petani skalanya terbatas, tak merata dan meluas pada semua petani kopi!" tegas Umar. "Artinya, bagaimana ke depan usaha intensifikasi produksi tanaman kopi tak sebatas program 'etalase' semata! Tetapi, bagaimana bisa meningkatkan produktivitas tanaman kopi secara saksama!" "Semua itu tentu kalau iuran ekspor kopi bisa dilakukan lagi dengan modus untuk pembinaan petani kopi!" timpal Amir. "Soalnya, kalau semasa pungutan bebas dilakukan saja perhatian pada petani amat kecil, buktinya produktivitas tanaman kopi petani tidak kunjung naik—sebaliknya justru terus menurun—apalagi saat pungutan dilakukan tidak formal! Tapi siapa tahu, perubahan bisa terjadi justru saat kondisi AEKI tidak kondusif!" ***
Selanjutnya.....

Indonesia Bisa Tekuk Malaysia!

"SENIN (21-11) petang ini Timnas Garuda Muda U-23 bertarung di final sepak bola SEA Games ke-26 lawan Malaysia, yang di babak penyisihan unggul satu gol dari tuan rumah!" ujar Umar. "Kekalahan tuan rumah itu diberi excuse, yang diturunkan tim lapis kedua karena meski kalah sudah pasti masuk semifinal! Dengan tim inti diturunkan sore ini, tim Indonesia optimistis bisa menekuk Malaysia!" "Sebenarnya kemampuan timnas sepak bola kita menaklukkan Malaysia sudah dibuktikan dalam pertandingan kandang (home) di Stadion Gelora Bung Karno pada final AAF 2010, cuma waktu itu kalah agregat, sehingga Malaysia juara!" timpal Amir. "Artinya, timnas kita bisa menang dari Malaysia adalah fakta, bukan utopi! Kali ini semangat penaklukan pada Malaysia membara lebih disulut oleh optimisme untuk bisa revans atas gelar juara (AFF) yang telah direbut Malaysia, dengan merebut juara sepak bola SEA Games sekaligus melengkapi kekampiunan bangsa Indonesia sebagai juara umum!" 

"Melengkapkan medali emas sepak bola pada gelar juara umum SEA Games tidak mudah meski peluang untuk itu (tim sepak bola masuk final) telah dicapai seperti pada SEA Games Jakarta 1979, yang waktu itu juga digagalkan tim Malaysia!" tegas Umar. "Pengalaman waktu itu, yang belum dibakar konkurensi sepanas sekarang pun, faktor negatif atau blunder yang menyebabkan timnas kita kalah adalah sikap overmotivated pemain dan ofisial! Overmotivated menyulut emosi sundul ubun-ubun, akibatnya kontrol diri lemah bahkan otot dan sendi jadi tegang, sehingga kemampuan teknis tak mengaktual maksimal!" 

"Gejala overmotivated itu juga terjadi dalam final AAF 2010, terutama justru saat tandang (away) di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, mengakibatkan timnas kita kalah lebih dari satu gol!" timpal Amir. "Itu berarti overmotivated masih tetap menjadi ancaman dari dalam diri pemain dan ofisial kita di final sepak bola SEA Games petang nanti! Masalah ini sukar diatasi karena motivasi justru merupakan inti dari semangat juang! Sedang takarannya akan naik dengan sendirinya, terutama saat tantangan menekan dirinya lebih berat!" "Memang, semua itu sering terjadi serta-merta ketika kondisi fisik dan teknis cenderung mulai kedodoran!" tegas Umar. 
"Kemungkinan begitu bukan mustahil, mengingat kualitas kerja sama tim Malaysia sedikit lebih baik! Sehingga, hal terpenting untuk mengatasinya adalah siapnya dimainkan sebuah strategi mengatasi sedikit keunggulan lawan tersebut! Jika itu bisa dilakukan, kelebihan kualitas pribadi pemain kita bisa bicara lebih efektif! Selamat bertanding!" ***
Selanjutnya.....

Mencari Teladan dari Pemimpin!

H. Bambang Eka Wijaya
"KETIKA gaya hidup para pemimpin bangsa seperti yang berhimpun di DPR tak bisa dijadikan teladan sebagaimana maksud ing ngarso sung tulodo—di depan sebagai teladan—dari Ki Hajar Dewantoro, ke mana rakyat harus mencari teladan dari tokoh yang bisa dijadikan panutan?" tanya Umar.


"Harus dilihat dulu kenapa para pemimpin itu tak lagi bisa diteladani sikap dan gaya hidupnya!" jawab Amir. "Pertama karena gaya hidupnya yang hedonis—berorientasi kebendaan serbamewah! Kedua karena disiplinnya buruk, dibuktikan waktu mengundang para pemimpin media, justru para pemimpin dari Pansus DPR selaku pengundang tak ada yang hadir sampai lewat 1 jam 15 menit ditunggu hingga ditinggalkan oleh para pemimpin media! Ketiga, sikapnya yang cenderung semakin longgar terhadap korupsi seiring kian banyaknya anggota DPR diadili dan masuk penjara karena kasus korupsi! Berarti, rakyat harus mencari tokoh ideal sebagai idola dan panutannya yang bersih dari ketiga cacat aktual tersebut!"
"Itu saja belum cukup!" tukas Umar. "Kriteria ing ngarso sung tulodo seperti dicontohkan Ki Hajar Dewantoro yang mengganti namanya dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat untuk melepaskan gelar bangsawannya guna bisa lebih dekat dengan rakyat secara fisik dan jiwanya! Beda dengan gaya hidup hedonis dan ketakdisiplinan pemimpin masa kini yang justru menjauhkan dirinya dari rakyat! Artinya, kriteria dekat dengan rakyat harus menjadi faktor keempat yang dicari dari tokoh teladan bagi rakyat!"
"Semakin banyak kriterianya, semakin sulit pula mencarinya!" entak Amir. "Belum lagi sifat dasar yang harus dimiliki setiap pemimpin, integritas (tak berkepribadian ganda, ucapannya tidak suka mencla-mencle) dan kredibilitas (bisa dipercaya) tak lain di mulut lain di hati lain tindakannya!"
"Lima kriteria itu kebutuhan aktual kita terhadap pemimpin masa kini!" tegas Umar. "Bisa saja kalau mau dilengkapi Asta Brata, standar pemimpin tradisional Jawa! Yakni, delapan sifat selayak indra (hujan), yama (adil), surya (matahari-semangat), candra (cahaya-pencerahan), bayu (angin, selalu bersama rakyat), bhumi (teguh pada prinsip), bharuna (samudera, berwawasan luas), agni (api, tak pandang bulu)."
"Huahaha..!" Amir terbahak. "Makin diurai dasar-dasar kepemimpinan aktual dan konsepsional, semakin jauh dari para pemimpin kita masa kini, terutama di DPR! Kita hanya bisa menemukan sosok pemimpin sesuai kriteria itu dalam sejarah perjuangan bangsa, sayangnya tak menginspirasi para pemimpin masa kini!" ***

Selanjutnya.....

Mencari Teladan dari Pemimpin!


"KETIKA gaya hidup para pemimpin bangsa seperti yang berhimpun di DPR tak bisa dijadikan teladan sebagaimana maksud ing ngarso sung tulodo—di depan sebagai teladan—dari Ki Hajar Dewantoro, ke mana rakyat harus mencari teladan dari tokoh yang bisa dijadikan panutan?" tanya Umar.

"Harus dilihat dulu kenapa para pemimpin itu tak lagi bisa diteladani sikap dan gaya hidupnya!" jawab Amir. "Pertama karena gaya hidupnya yang hedonis—berorientasi kebendaan serbamewah! Kedua karena disiplinnya buruk, dibuktikan waktu mengundang para pemimpin media, justru para pemimpin dari Pansus DPR selaku pengundang tak ada yang hadir sampai lewat 1 jam 15 menit ditunggu hingga ditinggalkan oleh para pemimpin media! Ketiga, sikapnya yang cenderung semakin longgar terhadap korupsi seiring kian banyaknya anggota DPR diadili dan masuk penjara karena kasus korupsi! Berarti, rakyat harus mencari tokoh ideal sebagai idola dan panutannya yang bersih dari ketiga cacat aktual tersebut!"

"Itu saja belum cukup!" tukas Umar. "Kriteria ing ngarso sung tulodo seperti dicontohkan Ki Hajar Dewantoro yang mengganti namanya dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat untuk melepaskan gelar bangsawannya guna bisa lebih dekat dengan rakyat secara fisik dan jiwanya! Beda dengan gaya hidup hedonis dan ketakdisiplinan pemimpin masa kini yang justru menjauhkan dirinya dari rakyat! Artinya, kriteria dekat dengan rakyat harus menjadi faktor keempat yang dicari dari tokoh teladan bagi rakyat!"

"Semakin banyak kriterianya, semakin sulit pula mencarinya!" entak Amir. "Belum lagi sifat dasar yang harus dimiliki setiap pemimpin, integritas (tak berkepribadian ganda, ucapannya tidak suka mencla-mencle) dan kredibilitas (bisa dipercaya) tak lain di mulut lain di hati lain tindakannya!"
"Lima kriteria itu kebutuhan aktual kita terhadap pemimpin masa kini!" tegas Umar. "Bisa saja kalau mau dilengkapi Asta Brata, standar pemimpin tradisional Jawa! Yakni, delapan sifat selayak indra (hujan), yama (adil), surya (matahari-semangat), candra (cahaya-pencerahan), bayu (angin, selalu bersama rakyat), bhumi (teguh pada prinsip), bharuna (samudera, berwawasan luas), agni (api, tak pandang bulu)."

"Huahaha..!" Amir terbahak. "Makin diurai dasar-dasar kepemimpinan aktual dan konsepsional, semakin jauh dari para pemimpin kita masa kini, terutama di DPR! Kita hanya bisa menemukan sosok pemimpin sesuai kriteria itu dalam sejarah perjuangan bangsa, sayangnya tak menginspirasi para pemimpin masa kini!"
Selanjutnya.....

Disiplin, DPR Vs Pimpinan Media!

"KRISIS disiplin anggota DPR RI mencapai tahap tak bisa ditoleransi!" ujar Umar. "Pimpinan sejumlah media massa Jakarta menunjukkan sikap tegas tak menoleransi ketakdisiplinan anggota DPR itu dengan tindakan meninggalkan ruang rapat Panitia Khusus RUU Perubahan atas UU No.2/2011 Kamis, setelah rapat yang dijadwalkan mulai pukul 09.00 itu sampai pukul 10.15 tak ada kejelasan, tak seorang pun pimpinan Pansus hadir!" (Kompas, 18-11) "Rapat hari itu seharusnya dengar pendapat guna meminta masukan pimpinan media tentang iklan kampanye di media massa!" timpal Amir. "Tapi Pimpinan Pansus, Arif Wibowo dari Fraksi PDIP, Gede Pasek Suardika (Partai Demokrat), Arwani Thomafi (Partai Persatuan Pembangunan), dan Taufik Hidayat (Partai Golkar) tak terlihat di ruang rapat! Pimpinan media yang ke DPR adalah Pemimpin Redaksi Republika Nasihin Masha, Pemimpin Redaksi Indopos Don Sardono, Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredjo, dan Pemimpin Redaksi Gatra Heddy Lugito!" 

"Nyata terlihat beda disiplin antara dua profesi, politisi dan wartawan!" tegas Umar. "Para politisi unjuk kebolehan dengan disiplin jam karet yang molornya sampai tak jelas batasnya! Sedang wartawan, dengan tradisi deadline—batas waktu—yang ketat dalam tugasnya sehari-hari sehingga disiplin waktu jadi hukum besi—tak bisa ditawar-tawar! Di media massa elektronik seperti televisi, proses kerjanya diatur dengan itungan detik!" "Wartawan sebagai pengumpul dan penyalur informasi, harus bekerja dengan disiplin sesuai dengan tuntutan sistem teknologi informasi, teknologi tercanggih, dan terpesat perubahannya!" timpal Amir. "Hanya dengan disiplin seperti itu secara teknologi dunia media massa Indonesia tak jauh tertinggal dari negara-negara maju! Itu terbukti setiap ada event olahraga kelas dunia dan televisi di negeri kita melakukan siaran langsung!" "Dan itu isyarat, di era globalisasi ini, dalam segala hal bangsa kita harus bisa mengikuti irama kemajuan dunia secara tepat waktu!" tegas Umar.

"Bagaimana bangsa ini bisa tepat waktu dalam mengikuti perkembangan kemajuan di segala bidang, kalau dalam rapat di DPR saja jadwal tak bisa ditepati! Bagaimana bangsa ini akan mampu bersaing pada skala global jika para pemimpinnya di jantung kekuasaan negara tak disiplin begitu!" "Hal pasti dengan ketakdisiplinan di DPR itu, negeri kita akan semakin jauh tertinggal!" tukas Amir. "Buktinya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2011 ini anjlok sampai 16 tingkat dari 2010—dari peringkat 108 ke 124!" ***
Selanjutnya.....

DPR pun Jual-Beli Pasal-Pasal UU!

H. Bambang Eka Wijaya

"POLEMIK tudingan Ketua KPK Busyro Muqoddas tentang gaya hidup para anggota DPR hedonis—berlimpah materi serbamewah—belum reda, Ketua MK Mahfud M.D. mengungkap adanya jual-beli pasal-pasal dalam pembuatan UU di DPR!" ujar Umar. "Mahfud menunjuk buruknya produk legislasi DPR sebagai bukti adanya jual-beli kepentingan dalam pembuatan UU! Ada 406 kali pengujian UU ke MK sejak 2003 hingga 9 November 2011, 97 di antaranya dikabulkan karena inkonstitusional!" (VivaNews, 17-11)
"Pernyataan Mahfud itu didukung Adnan Buyung Nasution!" timpal Amir. "Itu betul, tegas Buyung. Dia dengar dari pemerintah sendiri saat sebagai wantimpres soal praktek jual-beli ayat atau pasal UU di DPR! Menurut dia, praktek ini sudah lama terjadi, cuma dulu tidak sebesar sekarang!" "Bersamaan dengan itu, aktor film senior Pong Harjatmo membeber spanduk kecaman di depan barisan mobil mewah anggota DPR, dari Lexus hingga Bentley yang berharga miliaran rupiah, Kamis siang!" tegas Umar. "Pong memang dengan mudah diusir satpam dari tempat parkir, tapi kamera televisi sempat merekam gambar barisan mobil supermewah milik anggota DPR! Meski selintas, Pong berhasil membuktikan kebenaran gaya hidup hedonis anggota DPR sesuai tudingan Busyro! Sekaligus membuat orang menduga-duga dari mana saja mereka bisa mendapatkan uang untuk menyangga kehidupan semewah itu, selain bermain proyek APBN seperti disebut Nazaruddin, mantan anggota DPR tersangka suap Wisma Atlet Palembang!" "Dari semua itu, terkesan kuat para anggota DPR bukan saja jauh dari pola hidup merakyat, melainkan juga tidak memprioritaskan kepentingan rakyat sebagai perjuangan yang diamanatkan kepada mereka! Dan itu terjadi akibat tawar-menawar dan jual-beli kepentingan mereka yang lebih diutamakan!" tukas Amir. "Seperti praktek jual-beli pasal UU bukan hal baru, mengesampingkan amanat rakyat itu juga bukan hal baru pada anggota DPR! Tapi karena secara politik rakyat berada dalam kolam sistem yang tak mungkin bisa keluar dari sistemnya, hal yang buruk itu selalu berulang dan berulang terus!" "Artinya, secara nyata rakyat dalam kondisi tak berdaya ketika mengujudkan sifat aneh manusia seperti disitir Einstein—berulang-ulang melakukan tindakan yang serupa dengan harapan menuai hasil yang berbeda!" tukas Umar. "Kasihan rakyat yang terpaksa hidup absurd—sia-sia—mengulang usaha tak berguna itu hanya karena elitenya lebih asyik sendiri dengan hidup serbamewahnya!" ***
Selanjutnya.....

Pemerataan Gagal, IPM Jadi Terpuruk!

"IPM—Indeks Pembangunan Manusia—Indonesia 2011 terpuruk, merosot 16 tingkat ke peringkat 124 dari peringkat 108 pada 2010, akibat gagalnya pemerataan diwujudkan dalam pembangunan nasional!" ujar Umar. "Kegagalan mewujudkan pemerataan itu tanpa kecuali dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan, meski yang paling tajam kegagalan terjadi dalam pemerataan pendapatan, dari antarlapisan sosial—para elite yang kian jauh meninggalkan mayoritas rakyat terseok-seok sengsara—sampai ketimpangan antardaerah!"

"Dalam pelayanan kesehatan yang menjadi dasar peningkatan angka harapan hidup dalam IPM, sebenarnya telah dikembangkan berbagai layanan dari Jamkesmas, Jamkesda, sampai Jampersal, dan berbagai pelayanan baru!" timpal Umar. "Tapi itu baru lebih dirasakan masyarakat urban! Sedang bagi warga pelosok yang jauh, seperti di Papua dan daerah terpencil lainnya, pemerataan layanan kesehatan masih jauh dari memadai! Padahal gerak pembangunan nasional seperti konvoi kendaraan, lajunya ditentukan oleh kendaraan yang jalannya paling lambat!" "Itulah esensi pemerataan, seyogianya daerah yang paling terbelakang diberi prioritas untuk didahulukan dalam pelaksanaan pembangunan!" tegas Umar. "Tapi dalam prakteknya, prioritas justru diberikan kepada daerah atau instansi yang bisa menjolok proyek ke Banang DPR! Akibatnya, warga Papua dan pelosok jauh lainnya yang tak kenal anggota Banang DPR, terus semakin jauh tertinggal—dan ketidakadilan substantif (sosial-ekonomi), biang kesenjangan pendapatan, terus semakin tajam!" 

"Sayangnya, kegagalan pemerataan sebenarnya antiklimaks dari segala usaha desentralisasi dan dekonsentrasi canangan reformasi yang dilakukan melalui mekanisme anggaran negara, dari DAU, DAK, dana perimbangan pusat daerah, dana dekon, bahkan otonomi khusus!" timpal Amir. "Pada satu sisi, sebagian besar aliran dana dari pusat itu cuma dinikmati lapisan elite daerah, di sisi lain oleh elite daerah mayoritas uangnya dibelanjakan untuk material hedonis yang arus pembayarannya kembali mengalir ke pusat! Jadi, sebagian besar dana pusat itu cuma mampir sejenak di daerah, hingga manfaatnya bagi rakyat kebanyakan relatif tidak signifikan!" "Ketimpangan pendapatan yang negatif dalam IPM adalah ketika peningkatan drastis pendapatan segelintir elite justru merupakkan hasil dari usaha mengisap dengan menindas mayoritas mereka yang berpenghasilan minim!" tegas Umar. "Dan penindasan manusia atas manusia itulah yang telak menurunkan kualitas manusia di IPM!" ***
Selanjutnya.....

IPM Indonesia 2011 Jatuh 16 Tingkat!

"GEDUNG hotel yang tinggi itu berapa tingkat?" tanya Adik. "Ada 16 tingkat?" "Kurang lebih segitu!" jawab Abang. "Ada apa?" "Kalau jatuh dari lantai 16, sakit ya?" lanjut Adik. "Bukan sakit, mampus!" entak Abang. "Nyeleneh!" "Kubaca di situs Koran Anak Indonesia (4-11-11), IPM—Indeks Pembangunan Manusia—Indonesia 2011 jatuh 16 tingkat dari 2010!" tegas Adik. "Dari peringkat 108 jadi 124, dari 187 negara yang disurvei PBB! Tragisnya, kalau sebelumnya setingkat di bawah Palestina, kini jadi 10 tingkat, padahal Palestina melorot 7 tingkat, jadi di 114!" "Ah, kita negara besar dengan kekayaan alam berlimpah, sudah 66 tahun merdeka pun kualitas pembangunan manusianya masak bisa sejauh itu di bawah Palestina—negara miskin sumber alam, rakyatnya menderita di bawah pendudukan Israel, dan usahanya untuk merdeka diganjal Amerika Serikat (AS) di PBB?" tukas Abang. "Memangnya IPM itu apaan, lalu apa saja yang disurvei?" 

"IPM itu pengukur hasil kebijakan pembangunan multisektoral terhadap kualitas hidup manusia, yang dipakai program pembangunan PBB untuk laporan tahunannya!" jelas Adik. "Indeks ini mulai dikembangkan 1990 oleh pemenang Nobel (2008) asal India Amartya Sen dan ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, mengukur pencapaian sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia! Pertama, hidup sehat dan panjang umur yang diukur dengan angka harapan hidup. Kedua, penguasaan pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca-tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas, dalam gross enrollment ratio (bobotnya satu per tiga). Ketiga, standar kehidupan layak yang diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli!"

"Kalau itu yang diukur, kenapa kita bisa di bawah Palestina?" entak Abang. "Harapan hidup mereka setiap hari terancam serangan roket Israel! Soal pengetahuan, sekolah di sini dibiayai 20% APBN, sedang APBN mereka tak jelas!" "Kekalahan kita mungkin pada ketimpangan pendapatan yang tajam, sedang mereka semua melarat jadi pendapatannya merata!" tegas Adik. "Masalah pemerataan pengaruhnya telak dalam IPM, sehingga ketika IPM 2011 disusun ulang berdasar kriteria pemerataan pendapatan, sejumlah negara maju terpental dari 10 terbaik! Salah satunya AS, dari semula peringkat 4 jadi 26!" "Kalau soal ketimpangan pendapatan, kita justru semakin lebar dan dalam!" timpal Abang. "Itu membuat yang kaya tambah nikmat, sedang yang melarat kian sengsara—IPM pun memburuk!" ***
Selanjutnya.....

Bina Percaya Diri lewat SEA Games!

"MESKI lazim tuan rumah jadi juara umum pada suatu pesta olahraga, prestasi anak-anak bangsa dalam SEA Games ke-26 bisa jadi momentum untuk membina rasa percaya diri dari keterpurukan selama ini!" ujar Umar. "Panen medali emas hampir di semua cabang olahraga menunjukkan jika diseriusi kita bisa menjadi yang terbaik di ASEAN!" "Peluang itu lebih terbuka dan rasional dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dengan negara ASEAN lainnya!" timpal Amir. "Rasa percaya diri yang diraih dari SEA Games itu—kita bisa jadi yang terbaik di ASEAN—dibina dalam semua bidang kehidupan! Karena untuk bidang lain, terbaik di tingkat ASEAN itu masih sulit—lebih lagi dalam ekonomi! Hanya dengan rasa percaya diri bisa terbaik di ASEAN, kita juga akan bisa menatap ke skala lebih luas lagi!" 

"Memang, tanpa dasar rasa percaya diri terbaik di ASEAN itu melangkah ke skala yang lebih luas, bisa seperti dialami timnas sepak bola Pra-Piala Dunia, empat kali tanding empat kali kalah!" tegas Umar. "Itu karena pada dasarnya, timnas Pra-Piala Dunia itu sebenarnya masih bagian atau sisa produk pengurus PSSI lama, yang cenderung memolitisasi bola, hingga lebih seru dalam retorika—omongan pengurus—ketimbang prestasinya yang nyata!" "Itu bedanya dengan Timnas U-23, sebagai bagian dari kontingen SEA Games—yang lebih berorientasi konkret, jauh dari retorika!" timpal Amir. "Artinya, dalam mengayuh berbagai bidang menggapai yang terbaik di ASEAN seperti dimaksud, semua harus dilakukan secara nyata, konkret, tak cuma dalam retorika—kebiasaan elite kita yang di luar arena SEA Games masih belum berubah! Kebiasaan buruk 'terlalu banyak mulut' inilah yang harus dieliminasikan guna mewujudkan supremasi dalam bidang-bidang lain di level ASEAN!"

"Hal berikut yang penting untuk mencapai posisi dominan di ASEAN adalah melihat keunggulan tertentu negara lain yang diakui dunia, seperti Singapura dalam administrasi pemerintahan, sehingga tingkat bersih dari korupsi negaranya di puncak ranking dunia bersama New Zealand!" tegas Umar. "Dengan tingkat korupsi yang tinggi seperti sekarang, akan sukar bagi Indonesia untuk mencapai dominasi di ASEAN saja pun, terutama di bidang ekonomi, karena tingkat keefisienan dunia usaha yang rendah membuat kalah bersaing di tingkat global! Sedang pesaingnya—Singapura—telah diakui dunia keefisienan sistem ekonominya sebagai advantage dalam persaingan global!" "Guna mencapai dominasi di ASEAN, selain percaya diri, kita butuh skill, manajerial, dan kejujuran!" timpal Amir. "Tepatnya seperti dalam olahraga, keunggulan harus lengkap skil, fisik, dan mental!" ***
Selanjutnya.....

Kekerasan Massa kepada Korporasi Semakin Anarki!

H. Bambang Eka Wijaya


 "AKSI massa dengan kekerasan pada korporasi di Lampung, khususnya di kawasan Tulangbawang dan Mesuji, cenderung semakin anarki!" ujar Umar. "Kekerasan, yang diindikasi sebagai pemaksaan kehendak secara fisik itu, sejak awal 2011 dilakukan sekelompok massa terhadap pabrik pemrosesan udang milik PT AWS dengan memblokir semua jalan menuju pabrik sehingga ribuan buruh perusahaan di Bumi Dipasena itu tak bisa bekerja dan ribuan ton udang busuk!"
"Setelah blokade pabrik berlangsung dua bulan, aksi sekelompok massa itu ditingkatkan dengan memblokade jalan masuk lokasi pertambakan PT AWS dari suplai benur (bibit udang) dan pakan udang!" timpal Amir. "Akibat aksi pemaksaan kehendak genap setengah tahun, tambak PT AWS eks Dipasena seluas 16.200 ha itu pun tak bisa berproduksi lagi! Buntutnya, 7.700 petambak plasma tak bisa lagi berbudi daya, serta 4.000-an karyawan AWS (mayoritas keluarga plasma) kehilangan pekerjaan! Itu terjadi karena PT AWS menyerah pada tekanan massa dengan menutup (lock out) perusahaan, sekaligus menghentikan pembangkit listrik yang sebelumnya menyuplai energi untuk kincir tambak dan rumah plasma!" "Kasus AWS belum selesai, kekerasan massa muncul dengan anarkisme yang meningkat—membakar kantor PT Citra Lamtoro Gung di Menggala, Tulangbawang!" lanjut Umar. "Sifat anarki memang eskalatif, sekali muncul kalau tak diatasi dengan tepat, akan terus berkembang dalam skala massa lebih besar dengan kualitas kekerasan lebih tinggi! Itu yang terjadi-pada tahap berikutnya di PT BSMI, Mesuji, yang pekan lalu massa membakar kantor dan pabrik kelapa sawit! Korban yang ditimbulkan juga—sebagai konsekuensi logisnya—sebanding dengan skala besarnya massa dan kualitas kekerasannya!" "Gejala meningkatnya anarkisme sebagai simpul berkembangnya skala kekerasan massa jelas amat memprihatinkan karena mencerminkan kemunduran peradaban!" timpal Amir. "Dalam hal ini peradaban sipil, yang menyelesaikan konflik tanpa kekerasan lewat kelembagaan formal yang disebut sebagai sistem, yakni jalur legal (hukum), politik (lembaga perwakilan), dan administratif (pemerintah), atau jalur nonformal musyawarah-mufakat secara kekeluargaan! Pilihan pada kekerasan hingga anarkisme meningkat bisa jadi petunjuk belum efektifnya sistem peradaban sipil!" "Dalam sistem yang tidak efektif itulah korporasi terjebak jadi korban!" tukas Amir. "Ke dalam jebakan itu pula kita undang investor!" ***
Selanjutnya.....

Kekerasan Massa kepada Korporasi Semakin Anarkis!

"AKSI massa dengan kekerasan pada korporasi di Lampung, khususnya di kawasan Tulangbawang dan Mesuji, cenderung semakin anarkis!" ujar Umar. "Kekerasan, yang diindikasi sebagai pemaksaan kehendak secara fisik itu, sejak awal 2011 dilakukan sekelompok massa terhadap pabrik pemrosesan udang milik PT AWS dengan memblokir semua jalan menuju pabrik sehingga ribuan buruh perusahaan di bumi Dipasena itu tak bisa bekerja dan ribuan ton udang busuk!" 

"Setelah blokade pabrik berlangsung dua bulan, aksi sekelompok massa itu ditingkatkan dengan memblokade jalan masuk lokasi pertambakan PT AWS dari suplai benur (bibit udang) dan pakan udang!" timpal Amir. "Akibat aksi pemaksaan kehendak genap setengah tahun, tambak PT AWS eks Dipasena seluas 16.200 hektare itu pun tak bisa berproduksi lagi!

Buntutnya, 7.700 petambak plasma tak bisa lagi berbudidaya, serta 4.000-an karyawan AWS (mayoritas keluarga plasma) kehilangan pekerjaan! Itu terjadi karena PT AWS menyerah pada tekanan massa dengan menutup (lock out) perusahaan, sekaligus menghentikan pembangkit listrik yang sebelumnya menyuplai energi untuk kincir tambak dan rumah plasma!" 

"Kasus AWS belum selesai, kekerasan massa muncul dengan anarkisme yang meningkat--membakar kantor PT Citra Lamtoro Gung di Menggala, Tulangvawang!" lanjut Umar. "Sifat anarkisme memang eskalatif, sekali muncul kalau tak diatasi dengan tepat akan terus berkembang dalam skala massa lebih besar dengan kualitas kekerasan yang lebih tinggi! Itu yang terjadi-pada tahap berikutnya di PT BSMI, Mesuji, yang pekan lalu massa membakar kantor dan pabrik kelapa sawit! Korban yang ditimbulkan juga--sebagai konsekuensi logisnya--sebanding dengan skala besarnya massa dan kualitas kekerasannya!" 

"Gejala meningkatnya anarkisme sebagai simpul berkembangnya skala kekerasan massa, jelas amat memprihatinkan karena mencerminkan kemunduran peradaban!" timpal Amir. "Dalam hal ini peradaban sipil, yang menyelesaikan konflik tanpa kekerasan lewat kelembagaan formal yang disebut sebagai sistem, yakni jalur legal (hukum), politik (lembaga perwakilan), dan administratif (pemerintah), .atau jalur nonformal musyawarah-mufakat secara kekeluargaan! Pilihan pada kekerasan hingga anarkisme meningkat bisa jadi petunjuk belum efektifnya sistem peradaban sipil!" 

"Dalam sistem yang tidak efektif itulah korporasi terjebak jadi korban!" tukas Amir. "Ke dalam jebakan itu pula kita undang investor!" ***
Selanjutnya.....

Nasib Kaum Buruh bagaikan Sisyphus!

H. Bambang Eka Wijaya


 "NASIB kaum buruh di Lampung setiap kali berjuang menaikkan upah minimum setara kebutuhan hidup layak (KHL) gagal dan harus mengulang dari awal lagi perjuangan itu, mirip Sisyphus yang dihukum dewa menaikkan batu besar ke atas gunung, tapi setiap kali batunya menggelinding ke bawah sehingga harus ia ulang lagi!" ujar Umar. "Jika Sisyphus, Raja Korinthus, dikutuk dewa karena tak henti membunuh demi melestarikan kekuasaan, apa salah kaum buruh sehingga harus menjalani hukuman serupa?"
"Apa salah kaum buruh?" timpal Amir. "Kalau tak ada, masa harus menjalani hukuman serupa?" "Kesalahan seperti apa?" kejar Umar. "Mari kita lihat urutan logikanya!" jawab Amir. "UMP ditetapkan Dewan Pengupahan Provinsi, lalu dewan sejenis di kabupaten-kota! Di dewan itu kaum buruh diwakili tokoh-tokoh serikat buruh, berhadapan dengan wakil pengusaha dan wakil pemerintah! Menurut logika demokrasi, satu suara buruh akan selalu kalah dari dua vote gabungan suara pengusaha dan pemerintah!" "Apalagi kalau wakil buruh tak memperjuangkan maksimal kepentingan kaum buruh, malah diam-diam berpihak pada pengusaha!" tukas Umar. "Itu kelemahan laten kaum buruh! Berpangkal dari kesalahan mereka memilih ketua serikat buruh di perusahaannya dengan kriteria tokoh yang bisa diterima pihak pengusaha!" tegas Amir. "Dari tokoh buruh seperti itu di perusahaan, pada tingkat kecamatan, kabupaten-kota, dan provinsi yang bisa terbentuk hanya 'serikat buruh kuning', serikat buruh yang mengabdi kepentingan majikan! Jika sesekali di forum wakil buruh ngotot membela kepentingan buruh, itu cuma sandiwara pseudomatis—seolah-olah saja membela nasib buruh, padahal di balik itu sudah ada komitmen putusannya menguntungkan pengusaha!" "Berarti secara efektif di Dewan Pengupahan kaum buruh selalu kalah voting 3-0!" timpal Umar. "Jadi, meskipun atas perintah gubernur wakil pemerintah memberi suara untuk buruh, hasil voting 2-1, karena vote wakil buruh tetap untuk pengusaha!" "Tapi itu menunjukkan ada peluang dua vote buat buruh—dari wakil buruh dan pemerintah!" tegas Amir. "Untuk itu, sekaligus agar tak mengulang kesalahan dan menghindarkan kutukan yang diakibatkannya, kaum buruh harus bersungguh-sungguh dan serius total dalam memilih wakilnya dari tingkat perusahaan, sampai di legislatif dan eksekutif, yang benar-benar committed pada perbaikan nasib kaum buruh! Salah pilih salah satu yang mana pun bisa berakibat buruk: nasib buruh bagaikan Sisyphus!" ***
Selanjutnya.....

Jelas Barang Bagus, Jangan Jual Murah!

SEORANG pemuda yang dapat pekerjaan baik di Jakarta mengirimi ayahnya di desa sebuah jaket kulit impor. Sang ayah berterima kasih lewat SMS sambil menanyakan harga jaket itu. Si anak sadar tak mungkin memberi tahu harga sebenarnya jaket yang ia beli Rp3 juta itu, karena ayahnya pasti marah membeli barang mahal, padahal keluarga di desa masih melarat! Maka, ia jawab, harga jaket itu Rp400 ribu. Tiga hari kemudian ayahnya SMS memberi tahu, jaket itu diminati banyak orang, bahkan ada yang langsung membayarnya tunai Rp1 juta! "Ini peluang bisnis, untungnya lebih 100%!" tulis ayahnya di SMS. "Kirim jaketnya satu kodi untuk memulai usaha nyata yang menguntungkan!" 

Si anak bingung membaca SMS ayahnya. Tapi ia tak habis akal untuk mengatasinya. "Jaket seperti itu tak diproduksi lagi karena kehabisan bahan baku kulitnya sejak Inggris terserang wabah sapi gila!" ia telepon ayahnya. "Jadi, jaket itu selain bagus, juga barang langka! Karena jelas barang bagus, jangan dijual murah!" "Tapi untungnya kan lebih 100%!" kilah ayah. "Nilai kelangkaannya bisa jauh lebih tinggi daripada itu!" tegas anak. "Belum lagi bagus kualitasnya hingga diminati banyak orang, yang berarti punya comparative advantage—keunggulan bersaing! Contoh barang bagus punya keunggulan bersaing yang tak dijual murah itu Partai NasDem! Partai baru berdiri pada rapimnas pertamanya sudah pasang standar mendukung parliamentary treshold (PT) 5%! Padahal, mayoritas partai lama di parlemen cuma berani bertahan pada PT 2,5%!" "Di desa kita ada yang membentuk partai baru itu!" timpal ayah.

"Apa betul di luar desa kita banyak peminatnya?" "Bukan sembarang peminat!" jawab anak. "Contoh peminatnya Hary Tanoesoedibjo, bos MNC Group, yang punya banyak stasion televisi—RCTI, Global, Sun, beraneka MNC di Jakarta dan daerah—serta koran Sindo, Radio Trijaya FM yang siarannya berskala nasional, website Okezone, dan lain-lain! Ia membuat pernyataan resmi bergabung ke Partai NasDem!" "Wah, kalau begitu iklan Partai NasDem bisa bergema tanpa henti di cakrawala Nusantara, tak cuma di Metro TV!" tukas ayah. "Dengan dukungan kekuatan media massa yang demikian besar, wajar kalau berani pasang standar tinggi, ikut mematok PT 5%!" "Dengan semboyan era posmo 'siapa menguasai informasi akan menguasai dunia', patokan standar Partai NasDem tampak punya dasar!" tegas anak. "Kita tunggu saja pembuktiannya!" ***
Selanjutnya.....

SEA Games Cerminan Wajah Kita!

H. Bambang Eka Wijaya 

"HARI ini (11-11-11), pesta olahraga Asia Tenggara (SEA Games) ke-26 di Jakarta-Palembang dibuka!" ujar Umar. "Seperti apa pun jadinya, penyelenggaraannya menjadi cerminan wajah kita sebagai tuan rumah! Dan itu bukan sebatas senyum yang tak henti dipajang, atau pelayanan yang sampai terbungkuk-bungkuk dilakukan! Tapi juga hamparan lumpur becek akibat galian saluran air yang tak siap dikerjakan sampai hari pelaksanaan SEA Games tiba, baik di seputar pusat olahraga Senayan Jakarta maupun lintas utama Bandara Sultan Machmud Badaruddin II ke pusat kegiatan SEA Games Jakabaring, Palembang!"
"Tepatnya sepanjang lintas bandara di Jalan Barlian kawasan Sukarame, Palembang!" timpal Amir. "Rencananya di kawasan itu dilakukan pelebaran jalan dari dua lajur menjadi tiga pada setiap sisinya untuk memperlancar arus lalu lintas dan memperindah kota dalam rangka SEA Games! Tapi seperti halnya ‘tradisi’ di tingkat nasional yang suka bertele-tele, saat pesta olahraganya tiba, pembangunan belum selesai!" "Suatu 'tradisi' yang semakin lazim pada rezim ini, seperti juga penyelesaian berbagai fasilitas olahraga di Jakabaring, yang baru gedandapan kerja siang malam menjelang hari H pestanya!" tegas Umar. "Akibatnya, baik di sekitar Senayan maupun lintasan kendaraan kontingen dari bandara di Palembang, yang mengesankan tamu sebagai cerminan wajah kita justru celemotan lumpur!" "Palembang sendiri sekarang telah menjadi kota yang tingkat kemacetannya parah! Hingga untuk memperlancar jalan-jalan yang terkait dengan kegiatan SEA Games, sejak jauh hari sudah disosialisasikan jalan mana saja yang akan ditutup atau buka tutup pada jam tertentu!" timpal Amir. "Artinya, sejak jauh hari pula warga kota Palembang telah disiapkan untuk sabar dan mengalah sebagai tuan rumah yang baik dengan kebagian jalan lebih macet dari hari-hari biasanya! Pengorbanan yang sebanding dengan rasa bangga menjadi tuan rumah pertama SEA Games di luar Jakarta!" "Di luar kawasan lumpur, keberanian Sumatera Selatan meminta jadi tuan rumah PON dan kini SEA Games, tampak hasilnya memicu kemajuan berarti pembangunan daerahnya, terutama Kota Palembang!" tegas Umar. "Satu hal pasti, Sumsel jadi daerah pemilik fasilitas olahraga berkelas internasional terlengkap di luar Jakarta, lebih tinggi kelasnya dan lebih besar kapasitasnya dari yang dimiliki Riau dan Kaltim—keduanya daerah petro dolar! Jadi, menyedihkan daerah yang tak berani membayangkan saja untuk menjadi tuan rumah PON—apalagi SEA Games—sehingga makin jauh tertinggal, kian terbelakang terus!" ***
Selanjutnya.....

Greating From Dr Kim Hassan



Dear Friend

I know that this message will come to you as a surprise. I am the Auditing and Accounting section manager with African Development Bank, Ouagadougou Burkina faso. I Hope that you will not expose or betray this trust and confident that I am about to repose on you for the mutual benefit of our both families.

I need your urgent assistance in transferringa the sum of ($39.5)million to your account within 10 or 14 banking days. This money has been dormant for years in our Bank without claim.I want the bank to release the money to you as the nearest person to our deceased customer late Mr.George Small who died along with his supposed next of kin in an air crash since October 31st 1999.

I don't want the money to go into government treasury as an abandoned fund. So this is the reason,why I am contacting you so that the bank can release the money to you as the next of kin to the deceased customer. Please I would like you to keep this proposal as a top secret and delete it if you are not interested.

Upon receipt of your reply, I will give you full details on how the business will be executed and also note that you will have 40% of the above mentioned sum if you agree to handle this business with me.

I am expecting your urgent response as soon as you receive my message.
Best Regard.
Reply to my new email address.
Email: kim1984has@voila.fr


Dr Kim Hassan
Selanjutnya.....

WINNING NOTIFICATION

The British National Lottery
P O Box 1010
3b Olympic Way, Sefton Business Park,
Aintree, Liverpool , L30 1RD
(Customer Services)

Ref: UK/9420X2/68
Batch: 074/05/ZY369
Ticket number:56475600545 188
Lucky Numbers: 05,06,17,20,28,42(Bonus33)

WINNING NOTIFICATION:

We wish to congratulate and inform you on the selection of cash prize
#1,000,000.00 (British Pounds) held on the 8th novermber 2011
in London Uk.The selection process was carried out through random
selection in Our computerized email selection system (ess) from a
database of over 250,000 email addresses drawn from which you were
selected. And Your e-mail address attached to ticket number:
56475600545 188 with Serial number 5368/02 drew the lucky numbers:
05, 06, 17, 20, 28, 42 (Bonus 33) ,which subsequently won you the
lottery in the 1st category i.e match 5 plus bonus.

You have therefore been approved to claim a total sum of 1 Million
Pounds,(One Million Pounds) in cash credited to fileKTU/ 9023118308/03.
This is from a total cash prize of 1000,000 Million Pounds,shared
amongst the (4)lucky winners in this category i.e Match 6 plus bonus.
For due processing of your winning claim,please contact the
FIDUCIARY AGENT Information Officer Mr. Fred Peters who has been
assigned to assist you. You are to contact him with the following
details for the release of your winnings.

Agent Name: Mr. Fred Peters
Tel:+447024051534
+447024013832
Email: mr.fredpeter72@yahoo.co.uk

Contact him, please provide him with the following Requirements below:

Claims Requirements:
1.Name in full----------------------
2.Address---------------------------
3.Nationality-----------------------
4.Age-------------------------------
5.Occupation------------------------
6.Sex ------------------------------
7.Phone/Fax-------------------------
8.Present Country-------------------

If you do not contact your claims agent within 5 working days of this
Notification, your winnings would be revoked. Winners are advised to
keep their winning details/information from the public to avoid
Fraudulent claim (IMPORTANT) pending the prize claim by Winner.

*Winner under the age of 18 are automatically disqualified. *Staff of
the British Lottery are not to partake in this Lottery.

Accept my hearty congratulations once again!

Regards
Mrs. Stella Ellis
(Group Coordinator
Note that you are not to reply to this E-mail,please contact your
claimsofficer directly to start the processing of your claims
application form. Selanjutnya.....

Dicari, Sosok Pahlawan Masa Depan!

“UNTUK mengembangkan gambaran anak-anak dan remaja tentang sosok pahlawan masa depan, orang luar negeri menghadirkan superhero dari Superman, Batman, sampai Kesatria Baja Hitam!” ujar Umar. “Jika outgoing generation negeri kita kepahlawanannya dibentuk oleh cerita Ramayana, Mahabrata, dan cerita rakyat termasuk ketoprak, ludruk, dan sejenisnya, anak-anak dan remaja kita sekarang ketiadaan gambaran sosok pahlawan masa depan̶untuk menjadi seperti apa di masa dewasa mereka kelak! Dicari lewat Google, yang diperoleh gambaran cukup acak!” “Gambaran acak seperti apa?” sambut Amir. “Ada melabeli sebagai pahlawan masa depan itu anak-anak Sekolah Sepak Bola (SSB) Arsenal Indonesia yang menang dari SSB Arsenal beberapa negara lain yang akhirnya kandas di depan SSB Arsenal Inggris!” jelas Umar. “Atau kelompok muda hasil workshop Suara Pemuda Antikorupsi (Speak). Di Facebook, pahlawan masa depan cuma nama sebuah account̶dilengkapi gambar sejenis superhero! Bahkan, di Kaskus̶komunitas netter terbesar Indonesia, pahlawan masa depan hanya sebuah animasi katak dengan bendera Merah-Putih di kedua tangannya!”
“Di sisi lain, anak-anak usia play group gandrung nonton Shaun the Sheep̶si biri-biri lucu!” timpal Amir. “Sedang usia di atasnya suka mengerubuti lawakan Parto dan Sule, yang sukar dibayangkan sosok pahlawan masa depan seperti apa yang bisa dihadirkan oleh khazanahnya!” “Namun, meski formalistik, ada juga gambaran pahlawan masa depan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (Gemari Online, edisi 105/X/2009), yang hadir di era damai, tak ada revolusi dan perang!” tegas Umar. “Menurut dia, sosok pahlawan itu anak bangsa yang bukan saja menjadi kampiun untuk dirinya, melainkan sanggup menciptakan super tim yang dengan kebersamaan, persatuan, dan kesatuan secara gotong royong mengantar anak bangsa lainnya, utamanya yang ketinggalan dalam pembangunan, menjadi anak bangsa yang cerdas, sehat, dan mampu mandiri!” “Kriteria fungsional itu boleh-boleh saja!” sambut Amir. “Masalahnya apakah cara berpikir altruistik demi mereka yang tertinggal pembangunan mirip LSM itu masih nyambung dengan konteks zaman di masa depan! Tren politisi dan elite yang makin serakah untuk kepentingan pribadi dan golongan menggiring bangsa untuk hidup saling memangsa di antara sesamanya justru memperdekat jalan ke revolusi sosial!” “Dari semua itu, terlihat setiap zaman punya cara sendiri dalam melahirkan pahlawan di masanya!” tegas Umar. “Namun, tetap sukar dicari gambaran sosok pahlawan generasi Shaun dan Sule!” ***
Selanjutnya.....

Greating From Dr Kim Hassan



Dear Friend

I know that this message will come to you as a surprise. I am the Auditing and Accounting section manager with African Development Bank, Ouagadougou Burkina faso. I Hope that you will not expose or betray this trust and confident that I am about to repose on you for the mutual benefit of our both families.

I need your urgent assistance in transferringa the sum of ($39.5)million to your account within 10 or 14 banking days. This money has been dormant for years in our Bank without claim.I want the bank to release the money to you as the nearest person to our deceased customer late Mr.George Small who died along with his supposed next of kin in an air crash since October 31st 1999.

I don't want the money to go into government treasury as an abandoned fund. So this is the reason,why I am contacting you so that the bank can release the money to you as the next of kin to the deceased customer. Please I would like you to keep this proposal as a top secret and delete it if you are not interested.

Upon receipt of your reply, I will give you full details on how the business will be executed and also note that you will have 40% of the above mentioned sum if you agree to handle this business with me.

I am expecting your urgent response as soon as you receive my message.
Best Regard.
Reply to my new email address.
Email: kimhassan@voila.fr

Dr Kim Hassan
Selanjutnya.....

Gubernur Minta UMP Setara KHL!

H. Bambang Eka Wijaya

 DI tablig akbar, saat pengedar kotak amal lewat, Temin merogoh selembar uang ribuan dari saku celananya. Dari belakangnya seseorang menepuk bahu Temin dan menyodorkan lembaran Rp10 ribuan. Uang itu Temin masukkan ke kotak amal. "Kok dimasukkan?" entak suara dari belakang. "Lalu untuk dikemanakan?" sambut Temin. "Itu uang yang jatuh dari sakumu waktu kau merogohnya tadi!" jelas pria di belakangnya. "Waduh!" Temin terkejut. "Itu lembaran terakhir uang di kantongku untuk ongkos pulang! Tanpa itu, aku pulang jalan kaki!" "Rumahmu di mana?" tanya pria di belakang.
"Lewat Pasar Cimeng!" jawab Temin. "Untung saja!" ujar si pria. "Aku bawa motor ke arah sana! Kalau tidak, kau beneran jalan kaki!" "Beginilah nasib buruh saat harus berjuang menjadi makhluk sosial-religius!" ujar Temin di bocengan sepeda motor pria tersebut. "Harus menggunakan uang dari porsi kebutuhan lain karena gaji buruh selalu kurang untuk biaya hidup terminim sekalipun, sehingga pada dasarnya tak tersisa untuk mengaktualkan diri sebagai makhluk sosial! Apalagi untuk menghadiri tablig jauh dari rumah begini!" "Maka itu, Gubernur meminta Dewan Pengupahan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) setara kebutuhan hidup layak (KHL)!" sambut pria. "Gubernur tak mengada-ada, karena kubaca di Google, sudah 18 provinsi menerapkan UMP di atas KHL! Di Sumut 110% dari KHL, di Sulut 120%!" "Tapi, katanya perusahaan tak mampu membayar kalau setara KHL!" timpal Temin. "Itu cuma mitos yang telanjur membatu di kepala anggota Dewan Pengupahan! Seperti mitos di otak pengusaha, merasa telah menyejahterakan buruhnya dengan menaikkan upahnya setiap tahun, padahal itu cuma penyesuaian dengan inflasi!" tegas pria. "Perusahaan jadi keenakan membayar upah buruh termurah, tak ada tekanan untuk mengefektif dan efisienkan usahanya! Dengan gaji amat rendah itu kehidupan buruh jadi rentan! Terakhir, beruntun pemogokan buruh terjadi di Lampung, padahal di Sumut yang perburuhannya lebih luas tak terdengar pemogokan seacap di sini!" "Tapi, apakah ucapan Gubernur itu serius?" tanya Temin. "Bukan cuma asal ngomong agar terkesan seolah-olah membela kaum buruh! Sedang dalam prakteknya, tak berusaha keras dengan kekuasaan yang dimilikinya untuk mewujudkan ucapannya!" "Semestinya, jajaran birokrasi Pemprov konsekuen berusaha keras mewujudkan ucapan Gubernur, untuk membuktikan pemimpin utama provinsi itu tak terkesan bisanya cuma ngomong!" tegas pria. "Buktikan itu nyata, bukan harapan hampa!" ***
Selanjutnya.....

Susah Keluar dari Krisis Integritas!

H. Bambang Eka Wijaya

PILOT menghitung awaknya di lobi hotel saat siap berangkat ke bandara kota tempat penerbangan mereka menginap. Ternyata pramugarinya kurang satu. "Siapa terlambat?" tanya pilot. "Sinem, pramugari magang!" jawab chief pramugari. "Ini sedang saya hubungi hape-nya!" "Mari aku yang bicara!" tegas pilot. "Terlambat merupakan kesalahan yang tak bisa ditoleransi!"
"Maaf, Pak!" sahut Sinem. "Saya tak menemukan pintu keluar kamar! Di sini cuma ada tiga pintu, satu pintu kamar mandi, satu pintu lemari, satu lagi pintu ‘Don't Disturb’—jangan ribut!" "Keluar dari pintu bertulisan ‘Don't Disturb!’, perintah pilot. "Tulisan ‘Jangan Ribut' itu untuk digantungkan di luar pintu agar tak diganggu orang dari luar!" "Wajar petugas magang tersesat!" tukas kopilot. "Yang sukar dipahami kalau petugas senior susah keluar dari situasi-kondisi negatif meskipun telah disiapkan jalan keluarnya, tetap kembali tersesat di ruang negatif tersebut! Contohnya petugas pengadilan, meskipun telah dibuatkan Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) sebagai jalan keluar dari citra negatif Pengadilan Negeri (PN) dalam menangani kasus korupsi, ternyata prakteknya kembali seperti PN mengadili korupsi!" "Itu khusus menyangkut Pengadilan Tipikor di daerah yang belum apa-apa sudah dirundung vonis bebas sehingga ada usul dibubarkan saja!" tegas pilot. "Pengadilan Tipikor daerah itu mirip ruang PN yang pintunya dipasangi ‘Don't Disturb’ jangan diganggu oleh mafia peradilan! Usaha itu relatif berhasil, tak menonjol lagi gangguan dari sejenis mafia hukum, cuma justru adanya gejala krisis integritas si pengadil sehingga cenderung tetap bekerja seperti di ruang PN lama, susah menemukan jalan keluar yang telah dibuat untuknya guna membedakan Pengadilan Tipikor dengan PN! Akibatnya, seperti tak ada bedanya putusan Pengadilan Tipikor daerah dengan PN!" "Meskipun demikian, pelabelan Pengadilan Tipikor dengani jangan diganggu buat mafia hukum dari peradilan itu cukup berhasil membuat pengadil bekerja lebih tenang!" timpal kopilot. "Sayangnya serbakebetulan putusan di berbagai Pengadilan Tipikor daerah sama, membebaskan terdakwa koruptor sehingga mengundang kecurigaan! Padahal, bisa jadi di antara putusan bebas itu sesungguhnya ada yang benar, tapi tenggelam dalam banjir putusan bebas!" "Tapi Pengadilan Tipikor daerah belum seumur magang pramugari Sinem, masih ada harapan disempurnakan!" tegas pilot. "Asal, para pengadil selalu berorientasi mewujudkan idealnya!" ***
Selanjutnya.....

Berkurban, Lomba Berbuat Kebaikan!

"KEK, apa kata kurban itu sama dengan korban dan pengorbanan?" tanya cucu. "Kata kurban dipergunakan untuk menjaga intonasi relevansinya pada ibadah agama!" jawab kakek. "Korban semata penderita atau obyek dalam suatu peristiwa! Sedang pengobanan, penempatan diri orang pada posisi korban secara sebfaha (rela) maupun tidak!! kata kurban dipertahankan untuk membedakannya dari korban, s eperti kata mengaji untuk belajar agama, sedang mengkaji untuk belajar ilmu lebih umum!" "Pantas, pelajaran pertama dalam ilmu ekonomi berbunyi pengorbanan sekecil-kecilnya untuk meraih keuntungan atau kenikmatan yang sebesar-besarnya! Jadi kesengajaannya melakukan pengirbanan pamrih, ya Kek?" timpal cucu. "Sedang kurban, kuncinya justru pada keikhlasan melakukannya sebagai ibadah!" 

"Tidak setiap pengorbanan selalu pamrih! Sebaliknya, tidak pula setiap kurban selalu ikhlas!" timpal kakek. "Setiap ibadah kata Pak Kiai tergantung pada niatnya! Dan itu dalam lubuk hati terdalam, yang hanya bisa diketahui kebenaran ikhlasnya oleh orangnya sendiri dan Sang Maha Tahu! Karena itu, atas semua amal ibadah maupun perbuatan orang lain, yang terbaik kita bersangka baik bahwa semua itu dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas, Lillahi ta'ala!" "Pantas kalangan 'orang besar' membantah hasil survei Transparansi Internastional (TI) bahwa pengusaha Ibdonesia ranking empat terburuk dunia dalam hal menyuap!" tukas cucu.

"Bisa jadi karena mereka selalu bersangka baik, uang yang sering mereka terima dari pengusaha diberikan secara ikhlas! Jadi sama sekali tak ada kaitan dengan suap atau gratifikasi, apalagi melanggar UU Antikorupsi!" "Itu tak terlepas daei pemahaman sementara pejabat tentang korupsi! Yakni, korupsi itu setiap perbuatan yang bisa dibuktikan aparat sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan keuangan negara!" timpal kakek. "Sedang suap pengusaha, susah dibuktikan kaitannya dengan kerugian negara, kecuali yang dijebak saat ngurus proyek! Karena itu, lebih baik kita berbaik sangka terkait amal dan perbuatan orang baik dalam berkurban maupun berkorban, semua dilakukan secara ikhlas lahir dan batin!" 

"Tapi sikap itu terbatas pada kita saja, Kek!" tegas cucu. "Kalau aparat penegak hukum bersikap serupa, suap dikategorikan amal, bisa dikecam rakyat, terutama mahasiswa! Sebab, sumbangan pesta kawin kepada keluarga pejabat saja diteliti KPK unsur gratifikasinya!" "Kalau terkait tugas dan tanggung jawab, tentu kita dukung!" timpal kakek. "Terpenting fastabiqul khairat, semua berlomba-lomba berbuat kebaiikan! Selamat Idul Adha!" ***
Selanjutnya.....

Intervensi Tersistem, Perampok Nyaman!

"PRESIDEN SBY selalu mengesankan enggan mengintervensi proses hukum, tapi dia sendiri mengeluhkan penjarahan dan perampokan terhadap uang negara!" ujar Umar. "Padahal, penjarah dan perampok uang negara itu banyak yang dibuat nyaman oleh intervensi Presiden terhadap proses hukum yang tersistem dalam UU No. 32/2004 terkait perlunya izin presiden untuk proses hukum terhadap kepala daerah yang terlibat korupsi!" 

"Akibatnya, menurut BPK, selama tujuh tahun pemerintahan SBY terjadi penyimpangan uang negara sebesar Rp103 triliun!" timpal Amir. "Jumlah itu, kata pejabat BPK (Metro TV, 24-10) adalah nilai penyimpangan temuan BPK yang tidak ditindaklanjuti dengan proses hukum! Jadi, itu di luar kasus-kasus korupsi yang digarap KPK, polisi dan jaksa! Dari situ bisa dibayangkan betapa besar uang negara yang dijarah dan dirampok seperti dikeluhkan Presiden SBY seusai melantik menteri hasil reshuffle pekan lalu!" 
"Maka itu, intervensi tersistem yang membuat proses hukum terhadap tersangka koruptor bisa terhambat itu harus diakhiri!" tegas Umar. "Apalagi, ketentuan itu juga memberi privilese—hak istimewa—kepada kepala daerah di depan hukum, hingga diskriminasi juga terlembaga dalam proses hukum, kepala daerah dilindungi izin presiden untuk bisa diperiksa jadi tersangka korupsi, tersangka lain tak dapat perlindungan serupa! Ini melanggar UUD 1945 Pasal 27, setiap warga negara sama di muka hukum!" 

"Untuk itu layak didukung usaha para penggiat antikorupsi mengajukan uji materi di MK terkait pasal-pasal yang melindungi kepala daerah dari pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi!" timpal Amir. 

"Di sisi lain juga diharapkan agar Presiden tidak sok bersih dari intervensi terhadap proses hukum dalam kasus korupsi, karena intervensi itu secara nyata selama ini telah berlangsung tersistem dalam UU-nya! Perlunya izin itu sendiri sering memperlambat proses penyidikan kasus korupsi, hingga laju penindakan senantiasa tertinggal oleh laju penjarahan dan perampokan yang justru semakin gila-gilaan jumlah korupsinya!" 

"Bukan cuma jumlah korupsinya, jumlah kepala daerah pelakunya juga semakin masif, dengan hambatan izin Presiden saja, lebih 150 dari 497 kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, sebagian menjalani hukuman!" tegas Umar. "Usainya uji materi UU 32/2004 itu jadi patokan bebasnya intervensi tersistem Presiden dalam proses hukum kasus korupsi kepala daerah!" ***
Selanjutnya.....

Gaya Politisi Muda Kencing di Kolam!

H. Bambang Eka Wijaya


"PERILAKU buruk politisi bisa digambarkan seperti orang yang kencing di kolam renang umum!" ujar Umar. "Dilakukan diam-diam sambil berendam sehingga tidak ketahuan! Namun, kolam renang umum sebagai ruang publik itu jadi tercemar!" "Lain lagi gaya politisi muda yang menurut hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 30-10) berperilaku lebih buruk dari politisi senior, mereka bukan sambil berendam kencing di kolam, malah dengan berdiri ngocor di atas papan loncat indah!" timpal Amir. "Akibatnya tinggal 24,8% publik yang menilai politisi muda belum busuk!"
"Sebenarnya sangat tidak adil menggeneralisasi politisi muda seburuk itu!" tukas Umar. "Karena seperti ditegaskan peneliti LSI Adjie Alfaraby saat merilis hasil survei, citra busuk politisi muda itu larut dalam persepsi publik hanya akibat tingkah buruk lima politisi muda terkait kasus korupsi mantan Bbendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi! Jadi, akibat nila setitik rusak susu sebelanga!" "Karena itu, politisi muda (kriteria survei di bawah 50) yang merasa dirinya tak seburuk citra itu, selayaknya berusaha menghapus stigma tersebut dari dirinya dengan unjuk kinerja yang positif!" saran Amir. "Misalnya, menggalang kesepakatan di lingkungan lembaga legislatif tempat tugasnya untuk menghentikan kebiasaan ilik-ilir pelesiran menghabiskan uang rakyat miskin dengan dalih studi banding atau sejenisnya! Buktikan bahwa politisi muda tidaklah seburuk hasil survei LSI itu!" "Sebaliknya kalau cuma mengandalkan mulut besarnya membantah hasil survei LSI itu, sedang tingkahnya tetap dalam kebiasaan lama yang lebih gemar mencapai kepuasan pribadi dengan mengorbankan rakyat, citra busuk politisi muda itu justru mendapatkan justifikasi!" timpal Umar. "Artinya, sampai sejauh ini pun, tetap tergantung pada perilaku para politisi muda sendiri apakah persepsi buruk publik tentang diri mereka itu benar atau keliru! Jika perilaku politisi muda ternyata mendukung citra buruk itu, bablaslah persepsi publik tersebut menjadi realitas sejati eksistensi politisi muda!" "Solusinya, mereka yang ada di lembaga legislatif daerah membentuk kaukus politisi muda lintas-partai untuk merehabilitasi dan membangun lebih kokoh lagi integritas dan kredibilitas politisi muda!" tegas Amir. "Untuk itu, lewat kaukus dicegah lahirnya setiap kebijakan yang menjurus negatif, apalagi mengkhianati kepentingan rakyat! Dengan itu gaya positif politisi muda bisa dijamin cepat melambung kembali!" ***
Selanjutnya.....

End Of Year Notification!

Your email has won £891,934.00 Pound Sterlings in the Irish National Lottery Draws For Internet Users.
To Begin Send:Name,Age, Address, Tel, Country

To Mr. Sean James Selanjutnya.....

Minum Tehnya Selagi Panas!

SEORANG bocah dibawa ayahnya minum teh ke warung. Di dinding terpampang tarif minuman, “Teh Panas Rp2.000; Teh Dingin Rp3.000,”. Takut dimarah ayahnya karena harus membayar Rp3.000, gara-gara minumannya dingin, si bocah cepat-cepat meminum tehnya selagi panas. Justru karena itu ia ditegur ayahnya, "Awas lidahmu bisa nyonyot minum terlalu panas!"
Si bocah menunjuk tarif di dinding. "Oh, itu!" ayah terbahak, lantas menjelaskan maksudnya. "Tapi ada juga ungkapan minum tehnya selagi panas bertujuan positif!" sela pemilik warung. "Contohnya Menkumham baru Amir Syamsuddin dan wakilnya Denny Indrayana yang menetapkan kebijakan moratorium remisi—pengurangan hukuman—bagi koruptor dan teroris, dilakukan selagi teh masih panas—warga sedang menunggu apa yang mereka lakukan setelah dilantik!" "Kalau pengganti Menkumham relatif lebih mudah minum teh selagi panas, karena banyak langkah menkumham lama yang kurang populer!" timpal ayah. "Salah satunya ketika tim antimafia hukum kepresidenan menemukan 'istana' di LP Pondok Bambu, seharusnya Kepala LP-nya dipecat, tapi diserahkan pada tindakan atasannya—yang akhirnya ternyata cuma dimutasi!" "Menteri di pos baru yang agak sulit minum teh selagi panas dari langkah kurang populer menteri yang digantikannya, mungkin Mentamben!" tukas pemilik warung. "Karena mentamben lama terlalu gigih hingga tak henti mencanangkan program negosiasi ulang bagi hasil kontrak pertambangan asing yang kurang adil bagi pihak Indonesia, hingga meresahkan investor! Kalau kasus itu dipungut oleh menteri penggantinya dan diputar-balik untuk menenteramkan investor, malah bisa meresahkan rakyat luas!" "Siapa sangka masalah negosiasi ulang kontrak pertambangan itu menjadi buah simalakama—dilanjutkan investor gundah, tak diteruskan rakyat gelisah!" timpal ayah. "Konon lagi masalah ini tengah menyulut ketegangan di Papua, di mana kontrak Freeport bagi hasil untuk tembaga pemerintah RI cuma dapat 3%, bahkan untuk emas bagian RI hanya 1%!" "Tapi teh selagi panas yang harus diminum dalam kasus Freeport justru pemberian uang Freeport kepada Polri sebanyak 14 juta dolar AS!" tukas pemilik warung. "Itu dianggap kurang adil: Polri jadi 'polisi bayaran' bagi kepentingan asing, yang dihadapi rakyat Papua, warga RI! Sudahlah rakyat Papua tak dapat apa-apa tujuh gunung emasnya dikeruk, dihadapkan pada 'polisi bayaran' pula!" ***
Selanjutnya.....

Naif, Pencegahan Korupsi di Daerah!


PRIA bersafari terkejut saat check-in di hotel tas pakaian yang ditentengnya tertukar dengan tas berisi pakaian orang lain. Bentuk tasnya sama! Di mana tertukarnya ia susah memastikan, karena di pesawat tasnya ia bawa ke kabin penumpang. "Apa saja isi tas Bapak?" tanya duty manager hotel yang langsung melayaninya. 

"Ada uang dan surat-surat penting!" jawab pria. "Tapi aku yakin orang yang tasnya tertukar ini akan menelepon saya, karena di resleting terluar tas itu ada kartu namaku! Pasti ia akan telepon!"
"Apa dasar Bapak seyakin itu?" tanya manager. "Karena dia tak bisa membuka tas yang saya kunci ganda, kunci dengan nomor rahasia dan gembok, yang kuncinya kukantongi!" jelas pria. 

"Orang yang menyiapkan tas serupa untuk ditukar dengan tas Bapak tanpa Bapak sadari itu, layak diduga akan dengan mudah membuka tas Bapak!" tebak manager. "Jadi, lebih baik Bapak ditemani satpam kami melapor ke kantor polisi!" Si pria terhenyak mendengar kunci gandanya bisa diakali orang. "Aku ini inspektur di daerah, yakin dengan aneka UU dan peraturan pemerintah (PP) para pengelola proyek terkunci tak bisa korupsi!" ujarnya. 

"Ternyata betapa jadi naif pencegahan korupsi di daerah saya, karena kalau gembok yang fisis adanya itu saja bisa dijebol, apalagi cuma aturan tertulis yang tidak diplototi anak buah saya semua tahapan prosesnya!" "Prosesnya mirip penukaran dengan duplikasi tas Bapak!" timpal manager. "Proses tender dilakukan seolah-olah sesuai ketentuan tahap demi tahap, para peserta tender menawar terkesan bersaing serius, padahal semua itu cuma sandiwara karena pemenangnya sudah diatur! Proses tiruan seperti aslinya, tapi isinya cuma gombal, mirip tas tiruan penukar tas Bapak!" 

"Yang tak habis pikir, saya tidak menyadari sama sekali proses penukaran tasnya!" entak pria. "Kalau terkait proses tender, apakah Bapak antara sadar dan tak sadar, atau seolah-olah saja tidak sadar?" timpal manager. "Formalnya tentu saya harus ngotot bahwa tidak ada sandiwara tender!" tegas pria. "Tapi andalan pada aturan saja untuk mencegah korupsi jelas tidak efektif lagi sehingga pengawasan langsung staf inspektorat pada setiap kegiatan yang rawan sandiwara peniruan proses, menjadi keharusan!" 

"Bagaimana kalau sutradara dari sandiwara itu duduknya di atas Bapak, lalu menempatkan Bapak sebagai salah satu aktornya?" tanya manager. "Sebagai bawahan, tentu kita harus loyal, toh?" jawab pria. "Asal, arahan sutradaranya jelas!" ***
Selanjutnya.....

Dapat Nilai 100 Ayam Goreng!


BUDI pulang sekolah menelepon ibunya di kantor, "Mama, aku hari ini dapat nilai 100! Sesuai janji Mama, aku dapat hadiah ayam goreng!" "Beres!" jawab ibunya. "Nanti pulang kantor Mama belikan ayam goreng!" Usai melahap ayam goreng, Budi membawa tiga buku ke ibunya. "Ini, Ma! Matematika dapat nilai 25, bahasa 35, dan sejarah 40, jumlahnya 100!" Ibu terkesiap sejenak, lalu berkata, "Maksud Mama nilai 100 dari satu mata pelajaran! Bukan jumlah dari beberapa pelajaran!" 

"Tapi Mama bilang dari mata pelajaran apa saja!" kilah Budi. "Itu berarti lebih dari satu!"

"Budi, kamu harus rajin belajar agar pintar!" tegas ibu. "Kalau tak pintar, tak bisa jadi pemimpin!" "Siapa bilang?" timpal Budi. 

"Mama pasti belum lupa, semua menteri KIB II rapornya merah! Tapi sebagian besar dipertahankan tetap memimpin kementeriannya! Juga pada HUT Golkar di Jakarta, Presiden SBY menyatakan sebagian tugas berhasil diselesaikan, tapi diakui sebagian lainnya masih merupakan persoalan bangsa! (Kompas, 30-10) Semua itu menunjukkan, para pemimpin bangsa kita tak ada yang dapat nilai 100! Artinya, orang-orang sekualitas saya bisa jadi pemimpin!" 

"Tapi Presiden sendiri dalam acara tersebut jelas menyatakan tantangan ke masa depan jauh lebih berat!" tegas ibu. "Sekarang saja kala tantangan belum berat sekali dengan pemimpin sekelas itu banyak persoalan terbengkalai sehingga Presiden minta Golkar membantu pemerintah mengatasi persoalan bangsa! Jadi, kalau kualitas pemimpin masa depan sama dengan sekarang, tumpukan persoalan terbengkalai bisa lebih menggunung!" 

"Di antara persoalan yang terus memburuk adalah pemberantasan korupsi dan pengentasan kemiskinan!" timpal Budi. "Itu terjadi karena kedua soal itu cuma lebih nyaring dalam retorika, bukan digarap konkret! Akibatnya, korupsi malah merasuk ke jantung kekuasaan, bendahara partai berkuasa menyebar ke berbagai kementerian!" "Lebih parah anomali retorika dan realitas dalam pengentasan kemiskinan!" tukas ibu. 

"Dalam retorika kemiskinan turun, sedang realitasnya menurut Bank Pembangunan Asia (ADB) terus naik, dari 40,4 juta orang pada 2008 menjadi 43,1 juta orang pada 2011. ADB menghitung dengan belanja Rp7.800/orang/hari, sedang retorika berdasar BPS Rp7.060/orang/hari! Sedihnya, hitungan ADB juga masih di bawah satu dolar AS per hari! Kalau garis kemiskinan digenapkan 1 dolar AS/orang/hari, jumlah orang miskin di Indonesia sekitar 75 juta jiwa, klop dengan jumlah penerima raskin dan Jamkesmas!" ***
Selanjutnya.....