Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Piala Dunia 2010, 'Finishing Touch'!


"DALAM gejala 'sepak bola pragmatis' dalam arti 'yang penting menang' hingga sepak bola sebagai seni olah gerak tubuh dan manuver bola yang indah bukan prioritas lagi dan kian langka, finishing touch--sentuhan akhir--bola saat mencetak gol menjadi puncak keindahan bagi penonton!" ujar Umar. "Lebih celaka lagi, benih-benih gerakan estetis sepak bola yang tumbuh pada pemain muda seperti Ronaldo (Portugal), Messi (Argentina), Robinho (Brasil), Klose dan Oezil (Jerman), sering terjungkal diganjal sliding tackle keras dengan tenaga berlebihan!"

"Konsekuensinya, penonton dibuat bosan dengan permainan keras kick and rush yang cuma bikin cemas mencederai pemain bintang!" sambut Amir. "Kepuasan hanya melintas sejenak--beberapa detik--sebagai klimaks saat pemain berhasil melakukan finishing touch mencetak gol dalam posisi jatuh terganjal sliding tackle seperti pada gol pertama Klose ke gawang David James--dalam laga Jerman-Inggris di 16 besar Piala Dunia 2010!"

"Terlepas dari semakin kurang diprioritaskannya keindahan sepanjang waktu permainan, finishing touch yang menjadi puncak dalam sepak bola mutakhir itu juga mengacu pada kualitas individual pemain! Bahkan puncak kualitas yang dituntut dari pemain!" tegas Umar. "Kekurangan pemain memenuhi tuntutan kualitas itu pula yang sering membuat tim gagal mencetak gol, meski sebenarnya memperoleh peluang sempurna!"

"Namun, di balik semua itu yang terpenting usaha untuk menyajikan permainan sepak bola indah masih tetap menyala, terutama di negara-negara papan atas dunia sepak bola--Brasil, Argentina, Jerman, Spanyol, Portugal, dan Belanda!" timpal Amir.

"Meski di antara tim-tim tersebut ada yang saling menyingkirkan di 16 besar dan
perempat final, bisa diharapkan kian mengerucut ke puncak kompetisi, sajian Piala Dunia 2010 akan semakin berkualitas dan jadi lebih enak ditonton!"

"Harapan begitu milik penonton seantero bumi!" tegas Umar. "Lebih penting dari itu, seiring terwujudnya harapan penonton, sajian sepak bola kualitatif bisa menjadi contoh permainan sepak bola ideal yang ditiru para pemain belia sedunia! Piala Dunia 2010 pun jadi medium transformasi nilai-nilai permainan sepak bola sebagai dasar mentalitas perjuangan yang tak kenal menyerah, dengan moralitas penuh sportivitas menghormati hak dan kemenangan pihak lain sesuai sistem dan aturan main yang didaulat bersama! Piala Dunia 2010 sekaligus menjadi finishing touch bagi warga planet bumi untuk selalu berjuang sportif seindah interaksi estetis permainan sepak bola!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, 'Top Quality Game'!


"PRAKIRAAN Johan Cruyff tim Inggris di Piala Dunia 2010 cuma sejenis 'tim Italia B' menjadi kenyataan! Pasukan Tiga Singa digilas Panser 4-1," ujar Umar. "Cruyff menilai demikian karena permainan asli Inggris telah hilang, diganti gaya Italia yang out of date! Itu karena selain Fabio Capello melatih Timnas Inggris, pelatih Italia lainnya juga melatih klub-klub Inggris--Carlo Ancelotti di Chelsea dan Roberto Mancini di Manchester City!"

"Lebih dramatisnya, Inggris yang sejak kick off bermain amat ngotot, dilayani Jerman dengan bermain efektif!" sambut Amir. "Pelatih Joachim Loew menyiapkan Jerman bermain tanpa beban! Pada hari-hari menjelang pertandingan lawan Inggris, Ozil cs. justru lebih banyak santai ketimbang berlatih! Mereka jalan-jalan ke kebun binatang singa Afrika Selatan, bermain dengan singa-singa jinak! Jadi, apalagi tim yang cuma berjuluk tiga singa, singa sungguhan pun jinak pada mereka!"

"Bagaimana langkah tim Panser berikutnya, yang harus berebut tempat di semifinal dengan tim Argentina yang sedang di puncak performanya?" tanya Umar.

"Adu tajam antara trio Klose, Podolsky, Mueller dengan trio Messi, Higuain, Tevez!" jawab Amir. "Dengan materi andalan mereka miliki di lini depan, kedua tim akan memainkan attacking football--sepak bola menyerang! Pasti seru, pertandingan perempat final Klose lawan Messi ini akan jadi top quality game Piala Dunia 2010!"

"Tapi operan bola dari kaki ke kaki Jerman tampak lebih akurat dibanding Argentina,
terutama saat Argentina mengalahkan Meksiko 3-1," tukas Umar. "Belum lagi trik-trik meloloskan bola dari kerumunan lawan, lebih enak dilihat yang dilakukan Jerman! Sedang pemain Argentina, tanpa kecuali Messi, jika dikerubuti lawan sering kehilangan bola!"

"Itu tak terlepas dari perbedaan permainan Jerman dengan Argentina atau Amerika Latin!" timpal Amir. "Jerman dan Eropa kontinental cenderung bermain shot passing--overan pendek--dengan mencari advantage dari possession football, sedang Argentina dan Amerika Latin cenderung long passing dengan advantage pada keunggulan teknik individu dalam duel-duel rebutan bola! Pertarungan antara dua gaya berbeda itulah yang menarik dari partai Jerman-Argentina!"

"Tapi gol kedua tim pada tanding terakhir mereka sama-sama lewat umpan terobosan dalam serangan balik!" tegas Umar. "Termasuk gol Tevez dengan tendangan keras dari luar kotak penalti, kiper lawan tertipu gaya terobosan hingga tak siap mengantisipasi tembakan Tevez langsung ke gawang!"

"Untuk gaya permainan itu kedua tim mengandalkan gelandang!" timpal Amir. "Praktis adu tangguh di lapangan tengah antara trio Schweinsteiger, Oezil, dan Khedira lawan Veron, Mascherano, dan Heinze! Siapa lebih tangguh, timnya lebih diuntungkan!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Asia pun Matahari!


"JIKA Afrika menyisakan bintang hitam (bendera Ghana) di Piala Dunia 2010, Asia pun
akhirnya bertumpu harap pada bola api semesta, matahari --sukan Keisuke Honda!" ujar
Umar. "Kekalahan wakil Asia lainnya, Korea Selatan, dari Uruguay memang pantas
ditangisi, karena lebih banyak menguasai bola (55%) maupun menendang bola ke target!
Ternyata sejarah menggelinding dengan hikmah dan pelajaran pahit!"
"Masalahnya, bagaimana nasib Jepang melawan Paraguay yang justru still going strong
ditunjang posisinya--seperti Uruguay--dalam kelompok rasi bintang 'benua Amerika'
yang sedang cemerlang di Piala Dunia 2010?" sambut Amir. "Tergantung sejauh mana
manifestasi semangat samurai, bushido, ninja, dan kamikaze memancar dalam sinar
matahari Asia hingga tak kalah terang dari gugusan rasi bintang Amerika!"

"Realistisnya, dibanding Paraguay yang telah menjadi bagian dari kebangkitan Amerika
Latin menguasai dunia sepak bola (soccer) dengan Uruguay sebagai juara Piala Dunia
saat pertama digelar 1930, Jepang baru mulai membina sepak bola 1970-an! Dengan
begitu, tak mustahil jika Amerika Latin mrmandang Jepang sebagai 'anak bawang'!"
tegas Umar.


"Tapi seperti dalam bisnis dan teknologi yang meski muncul belakangan
dibanding dunia Barat Jepang mampu tampil menjadi bench mark, tak mustahil pula jika
level serupa bisa diraih dalam dunia sepak bola! Itulah harapan Asia pada Jepang di
babak 16 besar!"

"Dilihat penampilan Jepang di Grup E yang dua kali menang dari macan Afrika Kamerun
1-0, dari penjelajah Vicking Denmark 3-1, dan hanya kalah tipis dari salah satu
unggulan calon Piala Dunia 2010 Belanda 0-1 sehingga meraih poin 6, justru tampak
sedikit lebih baik dari Paraguay yang hanya meraih poin 5 dari ddua kali seri lawan
Italia (yang sedang dalam kondisi terburuk) dan Selandia Baru (pendatang baru), dan
menang dari Slovakia 2-0!" timpal Amir.

"Data statistik langkah awal itu memberi
gambaran, 'di atas kertas' Jepang sedikit lebih unggul dari Paraguay--dengan poin 6
hasill dua kali menang, sedang Paraguay hanya 5 dengan sekali menang!"

"Tapi bola bundar, tergantung Jabulani--bola yang dikeluhkan liarnya oleh banyak tim
itu--berpihak ke siapa!" tegas Umar. "Terpenting, dibanding Korea Selatan yang tak
bisa mempertahankan gaya khasnya yang disajikan pada pertandingan pertama lawan
Yunani, dalam tiga tanding di grup permainan Jepang bukan hanya stabil, tapi juga
semakin lebih mantap! Akhirnya, apakah trend peningkatan itu bisa Jepang
pertahankan?"


Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Tim Terbaik Dunia!


"FIFA 1994 membuat The FIFA World Cup All Time Team--Tim Piala Dunia FIFA sepanjang masa!" ujar Umar. "Wikipedia mencatat tim terbaik dunia itu, kiper Lev Yashin (Uni Soviet, 1964-1970), full back Djalma Santos (Brasil 1952-1968), Paul Breitner (Jerman 1971-1982), center back Franz Beckenbauer (Jerman 1965-1977), Bobby Moore (Inggris 1962-1973). Pemain tengah Johan Cruyff (Belanda 1966-1978), Michael Platini (Prancis 1976-1987), Bobby Charlton (Inggris 1958-1970). Penyerang, Garrincha (Brasil 1955-1966), Ferenc Puskas (Hungaria 1945-1958) dan Pele (Brasil 1956-1971)."

"Di antara mereka hadir di Piala Dunia 2010, Pele, Franz Beckenbauer, Michael Platini, Johan Cruyff!" sambut Amir. "Aneh, Cruyff tak terlalu yakin Belanda bisa jadi juara Piala Dunia 2010!"

"Alasannya apa?" potong Umar.

"Karena mayoritas timnya main di klub luar negeri! Sebagai tim permainannya kurang solid!" jelas Amir. "Untuk membuat tim solid perlu waktu panjang, tak mungkin dilakukan jika mereka tak di tempat! Untuk itu ia lihat Spanyol lebih baik, karena cuma sebagian kecil--Torres, Alonso dan Fabregas--yang main di luar, sisanya berkumpul di Barca, Real Madrid, dan Valencia! Dengan itu timnya bisa lebih solid!" (goal.com, [7-6])

"Nadanya mirip kritik Beckenbauer pada Prancis, yang tak layak main di Piala Dunia karena datang cuma seperti pemanasan!" timpal Umar. "Terbukti, Prancis jadi tim pertama angkat koper!"

"Kritik sama dilontar Cruyff pada juara bertahan Italia, sebelum menyusul tersingkir!" tegas Amir. "Italia masih unjuk the winning team serta gaya the winning game Piala Dunia 2006, padahal semua lawan telah tuntas mempelajarinya! Karena itu pula, Cruyff menyesalkan Inggris!"

"Ada apa dengan Inggris?" kejar Umar.

"Inggris memborong the winning game Italia itu, hingga kekhasan sepak bola Inggris hilang!" tegas Amir. "Inggris pasang mesin Italia, Carlo Ancelotti di Chelsea, Roberto Mancini di Manchester City, malah Fabio Capello di timnas! Sepak bola Inggris berubah jadi sepak bola Italia, dengan gaya yang out of date, pemilik ‘trade mark'-nya dilucuti tim-tim lemah! Juga klub-klub Inggris, meski juara di negerinya, terakhir semua gagal di level Eropa!"

"Analisis para megabintang pilihan FIFA itu terbukti!" timpal Umar. "Tampaknya untuk jadi pemain besar bukan cuma menguasai teknik individual, kerja sama tim, strategi permainan serta mampu mempraktekkan di lapangan, tapi juga menguasai filosofi bola sampai dasar dan akar pemikiran setiap subsistemnya! Kita langka kapasitas seperti itu pada kalangan pembina sepak bola!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, 'Falling Leaf Shot'!


"LUAR biasa! Dalam pertarungan hidup-mati--yang kalah angkat koper--lawan Denmark di Piala Dunia 2010, striker Jepang Keisuke Honda dengan indah mengukir sejarah tendangan falling leaf--daun gugur!" ujar Umar. "Itu ia lakukan pada menit 20 saat menendang bola mati di luar kotak penalty lawan! Arah bola ke gawang ditutup rapat pagar pemain Denmark yang jangkung-jangkung, dengan tenang Honda menendang bola lambung melampaui pagar manusia itu lalu jatuh melayang ke samping, sisi kanan gawang lawan hingga tak terjangkau kiper yang siaga di tengah!"

"Sukses tendangan falling leaf Honda mengulang sejarah 48 tahun lalu, saat striker Brasil Garrincha--sang pencipta falling leaf shot--melakukan dengan sempurna pada semifinal Piala Dunia 1962 lawan tuan rumah Cile! (msn Sport, [8-5-2010])" sambut Amir. "Tendangan Honda yang memukau dan jadi pembuka kunci masuk 16 besar itu menunjukkan kualitas teknis pemain Asia tak lagi bisa dipandang sebelah mata pemain belahan bumi lain!"

"Apalagi kemampuan sama juga dibuktikan Endo, pemain Jepang lainnya, yang pada menit 30 menambah gol buat Jepang dengan tendangan pisang--banana shot, juga lewat bola mati di luar kota penalty lawan!" tegas Umar. "Bahkan kemampuan istimewa itu di Asia bukan monopol Jepang! Sehari sebelumnya, striker Korea Selatan Park Chu Young pada menit 49 lawan Nigeria, juga memastikan negaranya lolos ke 16 besar dengan tendangan pisang dari luar kotak penalti, melewati dari samping pagar lawan yang menutup arah bola ke gawang!"

"Pokoknya, dua tim wakil Asia itu bukan sekadar lolos ke 16 besar Piala Dunia 2010, tapi mencapai itu lewat demo kualitas teknis individual pemain berkelas dunia!" timpal Amir. "Karena itu, kualitas teknis dan gaya permainan kedua tim layak dijadikan standar bagi sepak bola Asia Timur-Tenggara yang postur tubuh pemainnya relatif lebih kecil dan pendek dari belahan bumi lain! Sudah terbukti, dengan gaya permainan Korea Selatan dan Jepang itu, Asia Timur mampu mengencundangi tim belahan bumi lain yang bertubuh lebih tinggi dan lebih besar! Jepang menaklukkan Denmark 3-1, lawan bertubuh Skandinavian, penjelajah Viking yang terkenal!"

"Tanpa menguasai kemampuan teknis individual yang tinggi dan gaya permainan khas
mengatasi kekurangan dalam postur tubuh dibanding lawan pada skala dunia, sepak bola Asia Timur-Tenggara akan selalu di barisan underdog!" tegas Umar. "Untuk itu, Korea Selatan dan Jepang merupakan bench mark--standar pengukurnya!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, 'Center of Excellent'!


"BENUA Amerika lewat Piala Dunia 2010 unjuk diri sebagai center of excellent sepak bola dunia!" ujar Umar. "Dari delapan wakilnya, hanya Honduras keburu masuk kotak! Selebihnya, Uruguay, Meksiko, AS, Argentina, Brasil, dan Chile, masuk 16 besar! Sedang Paraguay yang dua kali tanding lawan tim Eropa meraih poin empat, tinggal menahan imbang Selandia Baru untuk tak peduli hasil tanding Italia-Slovakia!"

"Sebaliknya Afrika, terpuruk!" sambut Amir. "Dari enam wakilnya, cuma Ghana lolos ke 16 besar! Sisanya, Afrika Selatan, Nigeria, Aljazair, dan Kamerun, masuk kotak! Sedang Pantai Gading, meski masih ada, peluangnya kecil! Ini jauh dari harapan Afrika menjadi tuan rumah Piala Dunia, dengan banyaknya pemain mereka di klub Eropa!"

"Untuk mengukur center of excellent bandingannya tentu Eropa, yang mendapat kuota 13 negara--Inggris, Denmark, Belanda, Prancis, Swiss, Spanyol, Portugal, Jerman, Yunani, Italia, Slovenia, Slovakia, dan Serbia!" tegas Umar. "Sampai kemarin sudah empat tim Eropa masuk kotak--Prancis, Yunani, Slovenia, dan Serbia! Sedang Denmark, Italia, Slovakia, Spanyol, dan Swiss akan ditentukan pertandingan ketiga! Yang pasti lolos ke 16 besar baru Inggris, Jerman, Belanda, dan Portugal! Persentasenya di bawah Amerika!"

"Kembali ke nasib Afrika, bahkan Asia-Pasifik masih lebih baik!" timpal Amir.

"Meskipun Korea Utara dan Australia sudah masuk kotak, Korea Selatan lolos ke 16 besar, dengan harapan Jepang dan Selandia Baru bisa menyusul!"

"Masalah Afrika itu akibat terlalu mengandalkan power--kekuatan fisik! Sedangkan kualitas teknis individual terbatas pada para bintangnya yang main di Eropa--kebanyakan sudah tua!" tegas Umar. "Soal speed, meskipun dimiliki Afrika, karena secara teknis kurang matang, jadi tak efektif! Tanpa kecuali Ghana, dari tiga pertandingan cuma bisa mencetak dua gol lewat titik penalti!"

"Dari semua itu terbukti, center of excellent sepak bola ada di Amerika!" sambut amir. "Sedang Eropa meski diberi kuota terbesar, prestasi umum di Piala Dunia 2010 masih di bawah Amerika! Konon lagi, kehebatan liga Eropa yang memutar 18 miliar Euro per tahun--di luar multiplier effect-nya--dipuncaki pemain Amerika, seperti Milito (Argentina) yang memastikan Inter Milan meraih trofi Liga Champions!"

"Perlu dicatat, sebagai center of excellent itu cuma AS dan Kanada yang negara industri maju!" tegas Umar. "Sisanya negara berkembang seperti Indonesia! Namun, meskipun dengan program Indonesia Bisa!, ternyata Indonesia belum bisa sekadar tampil pun di Piala Dunia!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Soal 'Sliding Tackle'!


"PUTARAN awal Piala Dunia 2010 bisa jadi ajang main poker--jika kartu kuning dan merah yang dikeluarkan wasit ditukar satu set kartu joker! Mayoritas kartu diberi wasit akibat sliding tackle--meluncurkan tubuh dengan kaki menendang bola di kaki lawan!" ujar Umar. "Soalnya, di Piala Dunia 2010 ini setiap ada pemain jatuh karena sliding, langsung disemprit! Sering tak peduli sliding-nya kena bola! Jadi, standarnya yang di-sliding jatuh atau tidak, bukan bolanya kena atau tidak!"

"Gejala demikian membuat pemain frustrasi, tak cuma orang per orang, bahkan bisa terjadi pada tim seperti terjadi pada Jerman saat lawan Serbia usai Klose mendapat kartu merah!" sambut Amir. "Penonton juga resah! Banyak situs di internet seantero dunia membahas hukuman wasit atas sliding tackle di Piala Dunia 2010 ini, malah ada yang membahas kasus per kasus!"

"Tegasnya wasit di Piala Dunia 2010, khususnya pada sliding tackle, merupakan respons FIFA atas makin seringnya pemain andalan cedera serius akibat kian kerasnya gaya permainan sepak bola mutakhir, khususnya lagi dalam sliding tackle!" tegas Umar. "Meskipun demikian, FIFA tidak membuat peraturan baru mengenai sliding tackle! FIFA hanya meminta wasit prioritas pada keselamatan pemain dengan menerapkan aturan main secara tegas! Wasit dianggap cukup arif untuk menilai mana tackle yang membahayakan pemain dan layak dihukum sesuai dengan ketentuan!"

"Kalau memakai aturan FIFA, berarti sliding tackle tidak dilarang! Menurut Jonathan Lister dalam Slide Tackling Rules (www.eHow.com), jika dilakukan secara benar, slade tackle merupakan manuver sepak bola yang efektif di mana pemain bertahan menyapu secara bersih bola jauh dari penyerang!" timpal Amir. "Tapi, jika tak dilakukan secara benar, sanksi berat untuk sliding tackle!"

"Sanksi berat seperti apa?" kejar Umar.

"Sliding tackle dilarang dari belakang! Sanksinya kartu kuning! Jika memakai tenaga berlebihan, bisa langsung dikartu merah!" jelas Amir. "Sedang sliding tackle dari samping, jika kena bola boleh! Jika tak kena bola tapi kena kaki, free kick! Jika tak kena bola lalu sengaja menjatuhkan atau menendang kaki lawan, kartu kuning! Jika sengaja menendang kaki lawan dengan kekuatan yang berlebihan, kartu merah! Wasit di lapangan bisa menilai sejauh mana pelanggaran terjadi!"

"Kalau begitu, tindakan wasit sesuai dengan ketentuan!" tegas Umar. "Cuma, karena terlalu sering kartu kuning, pemain merasa tertekan dan Piala Dunia 2010 jadi kurang enak ditonton!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Tendangan Pisang!



"BERKAT petuah Eusebio, Tim Portugal bangkit menggilas Korea Utara 7-0!" ujar Umar.

"Eusebio, striker legendaris Portugal, top scorer Piala Dunia 1966 dengan 9 gol--mengingatkan Portugal pernah dikejutkan Korea Utara dengan angka 3-0 baru setengah jalan babak pertama di perempat final! Tim Eusebio saat itu akhirnya unggul 5-3!"

"Nama Eusebio mengingatkan tendangan pisang yang dilakukannya di Piala Dunia 1966!" sambut Amir. "Ini berdasar cerita Kamarudin Panggabean, Komda PSSI Sumut, sepulang nonton Piala Dunia 1966 di Inggris. Di podium saat melantik pengurus Persesi--Persatuan Sepak Bola Siantar--di Siantar Hotel, ia kisahkan tendangan pisang Eusebio! Kata dia, untuk mahir melakukan tendangan itu Eusebio setiap hari berlatih dengan 25 bola selama satu jam!"

"Tapi tendangan pisang bukan trade mark Eusebio da Silva Ferreira kelahiran Mozambik 25 Januari 1942 itu, meskipun secara teknis ia terlatih melakukannya!" tukas Umar. "Menurut catatan AFP yang di-update msn Sport (8-5), trade mark teknik tendangan pisang milik Garrincha, pemain Brasil sezaman Pele yang lahir 1933 dengan nama Manuel dos Santos Francisco! Kekhasan Garrincha bukan cuma banana shot, melainkan juga falling leaf! Bedanya, tendangan pisang melewati “pagar” dengan melengkung lewat samping, sedang daun jatuh setelah melewati atas pagar kepala manusia, jatuhnya melayang ke pojok gawang lawan!"

"Baru ini kudengar soal Garrincha!" timpal Amir.

"Maka itu, rajin membaca dan berselancar di internet!" tegas Umar. "Garrincha mendukung Pele di barisan depan Brasil saat dua kali meraih Piala Dunia, 1958 dan 1962! Meskipun tak muncul dalam line up tim Brasil di tanding pembukaan Piala Dunia 1958 di Swedia, pada tahap lanjutan Garrincha menjadi sayap brilian bagi teenager Pele untuk merebut supremasi dunia! Pada Piala Dunia 1962 di Cile, ia mencetak dua gol lawan Inggris di perempat final, menambah dua gol di semifinal--satu gol tendangan daun jatuh yang menakjubkan saat menekuk 4-2 tuan rumah Cile!"

"Mungkin karena kalah populer dari Pele, nama Garrincha kurang dikenal dunia!" potong Amir.

"Popularitas Garrincha justru hancur oleh tingkah sendiri!" timpal Umar. "Akibat mendapat kartu merah di semifinal Piala Dunia 1962 itu, ia frustrasi dan hidupnya jadi ngawur! Pada 1963 ia tinggalkan istri dan anaknya, menikahi penyanyi terkenal! Hal ini jadi salah satu penyebab Brasil gagal di Piala Dunia 1966! Tapi usai Brasil kembali merebut Piala Dunia 1970, Pele berkata, 'Tanpa Garrincha, saya tak mungkin tiga kali meraih Piala Dunia!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Spirit Pembebasan!



"KALAU dalam Piala Dunia 2002 Turki dan Korsel nyodok sampai semifinal, pada Piala Dunia 2010 tim Paraguay tampak berjuang keras untuk mendapatkan peluang sama!" ujar Umar. "Setelah menahan 1-1 juara bertahan Italia, berbekal spirit pembebasan amanah rakyat negerinya, Paraguay menaklukkan Slovakia 2-0! Meskipun yang mencetak gol Enrique Vera dan Cristian Riveros, kepatriotan Roque Santa Cruz dan Nelson Valdez, keduanya bintang Liga Primer Inggris dan Bundesliga, layak diperhitungkan!"

"Selain permainan tim Paraguay enak ditonton, semangat juangnya membuka harapan—dua sisi sekeping uang!" sambut Amir. "Itu karena dalam profesionalitas, selain di liga Eropa, para pemain Paraguay juga main di klub-klub standar Amerika Latin! Vera bermain di Ekuador, Aureliano Torres di Argentina! Paraguay negara kecil, berpenduduk 6.995.655 (2009)—lebih kecil dari Lampung—menjadikan pemain sepak bola sebagai ‘komoditas’ ekspornya!"

"Keindahan sepak bola jadi jalan keluar dari kemiskinan bagi anak-anak Paraguay, salah satu negara termiskin di Amerika Latin!" tegas Umar. "Akibat kemiskinan yang luas, Pemilu Presiden 22 April 2008 dimenangkan mantan Uskup Katolik Fernando Lugo (56 tahun)—yang terkenal sebagai bishop of the poor—uskupnya orang miskin! Lugo, aktivis Teologi Pembebasan, menang pemilu lewat Aliansi Patriotik untuk Perubahan yang memperjuangkan keadilan dan melawan kemiskinan! (Buzzy.com, [23-4-2008]) Gelora spirit pembebasan di hati rakyat inilah amanah bagi tim Paraguay ke Piala Dunia 2010! Presiden Lugo mengirim pesan khusus pada tim di Afsel, agar meneruskan perjuangan Salvador Cabanas, pemain yang sedang terluka akibat tembakan di Meksiko City, yang baru sadar di Buenos Aires!" (The Jakarta Post, [21-6])

"Kemenangan Lugo membebaskan Paraguay dari cengkeraman golongan reaksioner yang telah berkuasa 61 tahun!" timpal Amir. "Penguasa reaksioner itu bernaung dalam Partai Colorado, yang juga pernah mendukung diktator Jenderal Alfredo Stroessner! Calon dari partai penguasa itu hanya mendapat suara 30 persen!"

"Lugo yang kampanye hanya mengenakan sandal membangun aliansi luas, serikat buruh, warga Indian, para petani miskin, dan partai-partai oposisi!" tegas Umar. "Tokoh karismatik ini mengartikulasikan kemarahan rakyat terhadap korupsi dan penyelenggaraan negara yang busuk, penyebab para petani dan kaum miskin sangat menderita puluhan tahun!"

"Dengan spirit pembebasan dari kemiskinan lewat sepak bola, setiap langkah maju tim Paraguay di Piala Dunia 2010 menjadi pembuka gerbang masa depan lebih baik bagi anak negerinya!" timpal Amir. "Semangat patriotik Santa Cruz dkk. pun akan selalu menjiwai sajian permainan sepak bola indah Paraguay!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Tak Kenal Libero!



"DI Piala Dunia 2010 tak ada pemain yang diberi peran atau berkapasitas sebagai libero, seperti Beckenbauer di tim Jerman pada Piala Dunia 1974!" ujar Umar. "Libero menurut Wikipedia berasal dari kata Italia yang berarti bebas! Beckerbauer selaku inisiator bebas menjelajah semua lini! Di belakang menjadi benteng pertahanan terakhir yang berfungsi sweeper--sapu jagat! Di tengah sebagai 'jenderal' pengatur strategi! Di depan, bukan saja menyalurkan bola ke striker, malah dirinya sendiri merupakan striker paling berbahaya! Begitulah libero!"

"Jika dalam Piala Dunia 2010 tak dikenal libero, mungkin karena para manager pelatih tak menemukan pemain yang memenuhi kapasitas untuk diberi peran sebagai libero!" sambut Amir.

"Selain harus memiliki speed dan power yang luar biasa, seorang libero harus menguasai secara mahir semua teknis sepak bola! Lebih dari itu, postur tubuh ideal dilengkapi moralitas dan mentalitas mumpuni sebagai pemimpin lapangan! Untuk kualifikasi seperti itulah, sang megabintang legendaris Franz Beckenbauer hingga sekarang belum ada duanya!"

"Beckenbauer lahir di Muenchen 11 September 1945, dijuluki Der Kaiser, 'Sang Kaisar', berkat gayanya yang anggun, kemampuan memimpin, dan dominasinya di lapangan sebagai libero!" tambah Umar. "Selain sebagai kapten ia berhasil membawa Jerman juara dunia 1974, sebagai pelatih ia kembali membawa Jerman menjuarai Piala Dunia 1990 di Italia!"

"Dalam Piala Dunia 2010, Beckenbauer hadir di Afsel! Tentu ia jadi tumpuan wartawan meminta komentar! Hasilnya, ia kritik tajam tim Prancis, Inggeris, dan tanpa kecuali, tim Jeman!" tegas Amir. "Tim Prancis menurut Beckenbauer tak pantas tampil di piala dunia, karena sejauh ini cuma menunjukkan level permainan kelas uji coba dan tak pantas disaksikan di ajang sekelas piala dunia. (Kompas.com, 20/6) Lalu tim Inggris, karena Liga Primer lebih banyak memberi ruang untuk pemain asing, Fabio Capello tak bisa membuat sentuhan apa pun untuk mengubah kick and rush--permainan kasar--Inggris! Saat lawan AS, Inggris cuma sedikit menunjukkan permainan sepak bola!" (MI, 15/6)

"Lalu kritik buat tim Jerman?" kejar Umar.

"Karena tak membawa pemain senior, antara lain karena memang cedera, seperti Michael Ballack dan Heiko Westermann!" jawab Amir. "Tanpa pemain senior terbukti, setelah kecewa atas kartu merah buat Klose, tak ada motivator di lapangan yang mampu membangkitkan kembali semangat juang anak-anak 'Der Panzer'! Setelah kalah 0-1 dari Serbia, bahkan Podolski gagal menyamakan lewat tendangan penalty! Jadi, jangankan libero, motivator lapangan saja tak dibawa!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Ironi 'Total Football'!


"TOTAL football itu sebuah ironi! Ia dikagumi, tapi belum pernah membawa Belanda--penemu dan pemakai gaya ini--menjuarai Piala Dunia!" ujar Umar. "Di era keemasan total football, Belanda dua kali berturut mencapai final Piala Dunia, 1974 dan 1978. Pada 1974 Johan Cruyff cs. dikalahkan skuat Franz Beckenbauer 1-2 di Jerman! Pada 1978 dikalahkan tim Mario Kempes di Argentina!"

"Selebihnya, cuma sampai semifinal Piala Dunia 1998 di Prancis!" sambut Amir.

"Kenyataan itu tak sebanding dengan popularitas total football! Juga dengan rumusan indahnya, seperti dari Wikipedia, total football is the label for an influential theory of tactical association football in wich any player can take over the role of any other player in the team. It was pioneered by Dutch football club Ajax. It was invented by Rinus Michels, 'The General', a famous Dutch football trainer/coach--total football itu nama sebuah teori yang berpengaruh mengenai taktik serikat sepak bola di mana setiap pemain bisa mengambil alih peran pemain lain dalam tim. Teori itu dirintis klub sepak bola Belanda Ajax, ditemukan Rinus Michel, 'Sang Jenderal', pelatih terkenal sepak bola Belanda."

"Dalam ensiklopedi sama juga disebutkan, gaya permainan ini dipopulerkan Johan Cruyff pada 1970-an!" timpal Umar. "Di Piala Dunia 2010 tim Belanda tak memperlihatkan fanatisme bermain total football. Mungkin karena mayoritas pemain Belanda main di klub asing, sehingga permainan mereka lebih terpengaruh gaya klub masing-masing! Akibatnya, timnas Belanda terlihat lebih ber-panta rei, mengikuti irama aliran bola dengan mendorong ke muara--gawang lawan--sekadar fleksibel mengisi peran di posisi pemain lain yang kosong! Jadi bisa disebut cuma semi-total football!"

"Di luar Belanda, total football dipupulerkan Guus Hiddink di Korsel dan Rusia! Sepeninggal Hiddink, kedua tim nasional tidak konsisten!" tegas Amir. "Korsel pada tanding perdana di Piala Dunia 2010 memainkannya dengan baik dan menang 2-0 atas Yunani! Tapi, pada tanding kedua berubah hingga kalah 1-4 dari Argentina!"

"Namun, teori total football yang mengisi peran pemain lain yang kosong itu juga tepat buat pemerintah dalam melayani rakyat!" timpal Umar. "Misalnya, kini jalan nasional rusak parah, peran pemerintah pusat yang kosong itu bisa diisi oleh pemprov atau pemkab/pemkot! Tapi mereka juga kedodoran dalam memelihara jalan provinsi dan kabupaten/kota! Akibatnya ironis, di jalanan yang rusak parah itu terkesan tak ada pemerintahan--yang wajib melayani infrastruktur buat rakyat!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Gerakan tanpa Bola!


"SEIRING faktor nasib (luck) berperan 51 persen, hal lain yang juga menentukan dalam sepak bola justru gerakan tanpa bola!" ujar Umar. "Pemain yang gerakan tanpa bolanya baik, bukan ngos-ngosan mengejar bola, tapi ia justru lebih sering didatangi bola! Karena, gerakan tanpa bola itu antisipasi arah aliran bola, atau alternatif operan ketika teman terdesak!"

"Tim dengan gerakan tanpa bola yang baik akan menguasai bola lebih banyak, karena setiap pemain mendapat bola akan selalu ada teman di dekatnya yang kosong--tak terhalangi lawan--hingga bola selalu dikuasai timnya!" sambut Amir. "Prinsipnya, tim yang lebih banyak menguasai bola lebih punya peluang ketimbang tim yang pemainnya cuma ngudak-udak lawan yang selalu menguasai bola! Sedang tim yang gerakan tanpa bolanya buruk, akan lebih sering mati langkah sehingga sering menggantol atau menyerimpung dari belakang kaki lawan yang menguasai bola!"

"Tim yang gerakan tanpa bolanya cukup baik dalam Piala Dunia 2010 antara lain Jerman, Argentina, dan Pantai Gading!" timpal Umar. "Sedang pemain yang menonjol untuk itu, Mesut Ozil dan Lionel Messi! Dari kedua pemain ini terlihat hal penting lain dalam gerakan tanpa bola, yakni gerakan saraf di wajahnya yang selalu menebar senyum--tanpa kecuali saat jatuh diganjal lawan! Dengan senyum itu permainan jadi tak terbakar emosi, dibanding dengan pemain yang wajahnya selalu terlihat sangar seperti Wayne Rooney dan Drogba!"

"Senyum Ozil justru menjadi penyempurna indahnya permainan sepak bola yang dibangun oleh gerakan tanpa bola!" tegas Amir. "Indahnya gerakan tanpa bola dengan senyum Ozil bahkan bagaikan indahnya rangkaian ayat-ayat cinta, mengekspresikan sepak bola sebagai medium persahabatan dan solidaritas!"

"Itu karena Ozil orang Turki kelahiran Jerman, seperti Aisha Greimas, istri Fahri bin Abdullah Shiddiq dalam film Ayat-ayat Cinta yang diangkat dari novel karya Habiburrachman El Shirazy!" timpal Umar. "Ketika disajikan secara indah, permainan sepak bola memang bisa memikat untuk diikuti terus seperti membaca novel, hingga sayang kehilangan momen sekedip pun! Cuma sayangnya, dalam Piala Dunia sepak bola sejak 2002 sampai 2010 ini, keindahan itu tak pernah utuh, selalu tercabik oleh terjangan dan gaya permainan kasar lainnya! Akibatnya, Piala Dunia berubah jadi ayat-ayat angkara! Padahal, Piala Dunia 2010 yang dibiayai Rp65 triliun lebih itu untuk persahabatan dan solidaritas manusia sejagat--sayang kalau tanam padi tumbuh ilalang!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Tidak Lebih Baik!


"MESKI Piala Dunia 2002 dan 2006 dicatat paling kotor dan buruk permainannya, ada tanda-tanda Piala Dunia 2010 tak bakal lebih baik!" ujar Umar. "Dalam empat hari pertama sampai 15 Juni dini hari (usai Italia lawan Paraguay), sudah terbukukan empat kartu merah dan 43 kartu kuning! Artinya, tiada hari tanpa kartu merah, dengan setiap hari rata-rata 10 kartu kuning!"

"Sebagai tontonan, pertandingan dalam Piala Dunia 2010 secara umum belum memberi sajian permainan memukau, apalagi memuaskan!" timpal Amir. "Diakui, ada tim yang bermain agak mengesankan, tapi secara sepihak! Misalnya Argentina, Korea Selatan dan Jerman! Sedang tim-tim lain, tanpa kecuali Belanda, Inggris, dan Italia, permainannya masih jauh dari yang diharapkan!"

"Dari banyaknya hukuman yang diberikan wasit, hal itu terjadi cenderung karena semakin keras dan menjurus kasarnya gaya permainan sepak bola (soccer) belakangan ini, mendekati gaya kick and rush (tendang dan tabrak) dalam sepak bola rugby yang memang lazim main tabrak untuk menghentikan lawan!" tukas Umar. "Akibatnya, para pemain yang bagus terancam menjadi korban permainan keras dan kasar itu! Harapan penonton mendapat sajian sepak bola indah semakin jauh!"

"Satu-satunya harapan yang bisa menghentikan permainan keras dan kasar itu, dan mengubahnya menjadi sepak bola indah, memang pada ketegasan wasit!" timpal Amir.

"Banyaknya pemain mendapat kartu kuning pada tanding perdana, bahkan kartu merah langsung seperti Tim Cahill dari Australia, seyogianya jadi pelajaran bagi semua tim untuk bermain lebih elegan, mengubah gaya permainan keras dan kasar menjadi permainan yang lebih menarik!"

"Masih ada faktor lain yang bisa memengaruhi terjadinya perbaikan permainan!" ujar Umar. "Yaitu para pemandu bakat yang mencari bintang baru buat klub-klub besar! Piala Dunia adalah kesempatan emas bagi pemain berbakat unjuk kebolehan, mencuri perhatian para pelaku bursa pemain bayaran! Bagi pemain yang menyadari Piala Dunia merupakan etalase terbaik untuk itu, pasti berusaha keras menampilkan permainan terbaiknya! Peluang ini tak disia-siakan, sekaligus menjadi tumpuan bagi penonton untuk mendapatkan sajian permainan bola yang bagus!"

"Harapan boleh-boleh saja!" timpal Amir. "Tapi untuk mengubah gaya permainan yang justru menjadi ciri sepak bola abad 21, membelokkan tren yang sudah berjalan sejak Piala Dunia 2002, diperkuat lagi pada Piala Dunia 2006, agaknya berlebihan! Lebih mungkin justru Piala Dunia 2010 memantapkan ciri tersebut!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Buku Filsafat Bola!


"MENYEMARAKKAN Piala Dunia 2010, buku Ted Richard (editor) Soccer and Philosophy; Beautiful Thoughts on the Beautiful Game, (Open Court, Chicago, 2010) diluncurkan 8 Juni lalu!" ujar Umar. "Cuplikan isinya ada di Amazon.com, luar biasa! Topik demi topik ditulis para akademisi jurusan filsafat yang gila bola atau pernah main bola dari seantero dunia! Ada yang sampai menyimpulkan, sepak bola itu soal hidup-mati!"

"Memang seru! Kubaca resensinya di The Wall Street Journal, ditulis John Heilperin (11-6-2010, hlm. W 15)," sambut Amir. "Sepak bola dianggap soal hidup-mati itu mengecewakan mantan manajer legendaris Liverpool, Bill Shankly! Dalam buku itu Bill dikutip menegaskan, 'Saya beri jaminan kepada mereka, lebih jauh dari itu!’"

"Maksudnya?" potong Umar.

"Sepak bola bukan sekadar soal hidup-mati!" jawab Amir. "Tapi seperti tema buku itu, sepak bola harus indah! Lebih jauh lagi, sepak bola manifestasi dari totalitas perjuangan hidup secara fisik dan mental, diaktualisasikan dengan nilai-nilai keutamaan manusia—disiplin, sportivitas, tanggung jawab, profesionalitas, dan kerja keras dengan semangat pantang menyerah, sampai memenuhi kapasitas makhluk sosial bekerja sama dalam tim maupun manajemen—hingga sebuah pentas bola bukan sekadar nasib sebuah tim, bahkan bisa menjadi drama takdir sebuah bangsa! Perilaku setiap aktor di lapangan juga tak terlepas sebagai cerminan moralitas bangsanya!"

"Soal perilaku terkait bola, Edward Winter dalam tulisannya di buku itu mengutip panduan prinsip Albert Camus—penulis novel eksistensialis yang bermain sebagai penjaga gawang saat remaja di Aljazair, yang menyatakan, 'Semua yang saya ketahui mengenai moralitas, saya pelajari dari sepak bola!’" timpal Umar. "Tulisan Jonathan Crowe mengingatkan bahwa filsuf eksistensialis Jean-Paul Sartre juga mahasiswa penggandrung sepak bola! Dalam karyanya Critique of Dialectical Reason, Sartre menggambarkan kehidupan seperti dalam pertandingan sepak bola, segalanya jadi rumit dengan kehadiran tim lain!"

"Pokoknya, dengan buku Soccer and Philosophy, segala segi sepak bola jadi pemikiran entusias dan serius, segalanya berorientasi pada satu tujuan bersama: gol!" tegas Amir. "Alhasil, buku ini bukan sebatas menyajikan filsafat bagi sepak bola, melainkan justru menjadikan sepak bola sebagai filsafat hidup—barang siapa disiplin dan sportif membina fisik dan mentalnya mencapai profesionalitas, dengan kemauan kerja keras pantang menyerah ia akan bisa mencetak gol, tercapai cita-citanya!" ***

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, 'Possession Football'!


"DALAM event Piala Dunia yang menciptakan satu gol saja sukar, banyak tim yang total football atau attacking football bukan tradisi negerinya, cari aman memainkan possession football--berusaha menguasai aliran bola sepenuhnya!" ujar Umar.

"Possession football selalu jadi pilihan karena fleksibel buat segala formasi! Terpenting, timnya bisa selalu menguasai bola, tak cepat mengoper ke target player (striker) yang berisiko kehilangan bola jika belum bisa jadi umpan matang!"

"Possession football membuat permainan jadi lamban, tak enak ditonton!" sambut Amir.

"Lebih membosankan lagi, jika possession football dimainkan untuk mempertahankan keunggulan yang telah diperoleh, karena sering berubah jadi gerendel (6-2-2), dengan dua pemain jadi sayap gantung di pinggir lapangan untuk menerima aliran bola dari gerendel guna dijadikan serangan balik lewat pinggir lapangan sampai jadi umpan silang buat kedua striker yang menunggu di kotak penalti! Atau, dibawa menembus ke jantung pertahanan lawan dengan umpan terobosan buat kedua striker yang menunggu di depan!"

"Serangan balik gaya gerendel itu sering berhasil!" tegas Umar. "Pertahanan lawan tinggal dua orang untuk man to man marking terhadap striker yang bertahan di depan--sedang pemain lawan lainnya mengepung gerendel--dari pihak gerendel jumlah penyerang jadi empat, dua striker dan dua sayap gantung yang bergabung jadi sebuah kombinasi serangan! Ketika gerendel lebih ekstrem sekalipun (7-2-1), penyerang tim gerendel lebih banyak dari sisa pemain bertahan lawan!"

"Memang! Bahkan Italia, pemilik trade mark sistem gerendel, meraih Piala Dunia terakhir saat memainkannya di pertandingan final yang tidak menarik--karena malah jadi negative football!" timpal Amir. "Sistem gerendel bukan cuma tradisi, bahkan bersifat ideologis bagi sepak bola Italia di Piala Dunia, yang telah menggunakannya sejak Piala Dunia sebelum Perang Dunia II--dulu disebut catenacio! Sedang tim negara lain, baik dalam bentuk possession football maupun gerendel, umumnya hanya bersifat taktis--diterapkan saat situasi membutuhkan!"

"Masalahnya, lamban dan membosankan pun, sebagai cara mempertahankan keunggulan bagi tim yang sedang di atas angin, penonton tak bisa berkutik--seperti rakyat negeri yang penguasanya lamban dan membosankan dengan praktek status quo untuk mempertahankan kekuasaan!" tegas Umar. "Celakanya, baik tim bola maupun penguasa sama-sama tak peduli penonton atau rakyatnya bosan atas kelambanan mereka!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Strategi Sun Tzu!


"TIM Korea Selatan (Korsel) di Piala Dunia 2010 amat memahami kelemahan umum individu pasukannya, sehingga menerapkan gaya khas permainan sepak bola yang mampu menutupi kelemahan tersebut!" ujar Umar. "Kelemahan itu, rata-rata lebih pendeknya postur tubuh pemain Korsel--Asia timur serta tenggara umumnya--dibanding rata-rata pemain belahan bumi lain!"

"Untuk itu permainan bola bawah, operan pendek cepat dengan formasi jaring laba-laba dinamis menjadi strategi dasar yang dibina secara dini lewat kemampuan teknis individual memainkan secara matang!" sambut Amir. "Kemampuan mendalami batas kemampuan serta kelemahan pasukan sendiri lalu sungguh-sungguh berusaha mengatasinya itu merupakan salah satu dimensi penting strategi perang Sun Tzu! Kemudian, mempelajari kekuatan dan kelemahan lawan guna menetapkan fokus serangan pada titik-titik terlemahnya sehingga inti kekuatan lawan jadi mandul dan akhirnya terpecah membantu titik lemahnya--meski sering terlambat karena titik lemahnya terlanjur berantakan dan secara keseluruhan kekuatannya juga jadi buyar!"

"Itu terlihat ketika Korsel menaklukkan Yunani--salah satu juara Eropa antarnegara dekade ini!" tegas Umar. "Permainan cepat dengan operan pendek bola bawah yang terangkai dengan jaring-laba-laba dinamis itu secara nyata memandulkan kelebihan Yunani dengan postur tubuh pemain yang secara umum lebih tinggi hingga selalu lebih unggul dalam permainan bola atas! Sebaliknya, dengan bola bawah yang bergerak cepat dalam jaring laba-laba pemain Korsel, memaksa Yunani beradaptasi membendung permainan bola bawah yang belum jadi kebiasaannya secara strategis!"

"Namun demikian, permainan rapid football Korsel yang menuntut powerfull sepanjang masa tanding itu tak mudah ditiru tim lain di Asia timur dan tenggara, karena strategi itu harus dibangun di atas kemampuan teknis dan fisis individual semua pemain sejak awal!" timpal Amir. "Sistem yang berakar pada total football ajaran Guus Hiddink saat melatih tim Korsel untuk Piala Dunia 2002 itu, dipoles lagi dengan prioritas bola bawah dan jaring laba-laba dinamis lebih ketat! Sedang tim-tim Asia timur dan tenggara lainnya, untuk memainkan total football saja relatif kedodoran!"

"Untuk melawan Argentina dan Nigeria, dengan strategi Sun Tzu, tegantung kemampuan manajer tim Korsel menemukan titik lemah lawan!" tegas Umar. "Salah baca faktor tersebut, tim Korsel bisa kalang-kabut juga!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Profesional Total!


"MESKI faktor keberuntungan berperan 51% dalam olahraga, faktor profesionalitas tetap jadi kunci bagi usaha mencapai kemenangan!" ujar Umar. "Dalam Piala Dunia, profesionalitas bersifat total, dihadirkan dalam bentuk termatang dari segala dimensi teknis dan strategisnya!"
Dalam sepak bola, profesionalitas dimulai dari penguasaan teknis memainkan bola! Banyak sekali dimensinya, mulai menerima operan bola dalam berbagai posisi, merebut bola dengan semua cara yang dibenarkan, mengoper secara akurat, menggiring atau
mendrible bola sambil lari dan menerobos lawan, sampai variasi tendangan keras dan mengecoh!" timpal Amir. "Teknis berangkat dari teori-teori, dipelajari dasar-dasar geraknya, lalu diulang-ulang dalam latihan teratur sampai membiologis atau mendarah daging dalam kemampuan fisik yang reflektif! Semua ini terkait kemampuan teknis individual seorang pemain!"

"Namun, kemampuan teknis individual saja tak menjadikan seorang pemain bola bisa disebut profesional! Masih ada empat syarat lagi yang harus dipenuhinya!" tegas Umar. "Kemampuan bermain dalam tim, power atau ketahanan fisik mendukung kemauannya
bekerja keras, disiplin pada aturan main serta taktik dan strategi yang ditetapkan pelatih, serta mental juara!"

"Pada zaman modern, semua sendi profesionalitas itu bisa dibentuk lewat pelatihan sejak dini! Itu dilakukan negara-negara yang semula relatif tak mengenal sepak bola, sampai akhirnya selalu lolos kualifikasi Piala Dunia seperti Jepang dan Amerika
Serikat!" timpal Amir. "Namun lebih baik negara-negara yang punya pemain berbakat alam, usaha pembentukan profesionalitasnya--terutama dari segi kemampuan
individual--bisa lebih praktis!"

"Meski, hal itu tak terlepas dari iklim pembinaan, dan realitas lingkungan persepakbolaan tempat pergulatan mereka mematangkan diri!" sambut Umar. "Untuk
Indonesia, selain pembentukan profesionalitas pemain belum tertangani optimal, iklim pembinaan dan lingkungan pematangannya masih kurang mendukung! Mungkin itu penyebab, jangankan lolos kualifikasi Piala Dunia, di tataran ASEAN saja terus melorot jadi
underdog!"

"Untuk itulah, Piala Dunia sebagai ajang unjuk profesionalitas total, diharapkan menginspirasi bangsa ini untuk bangkit dari level underdog yang tak pada tempatnya bagi 'bangsa gandrung bola', gudang pemain berbakat alami!" tegas Umar. "Kesalahan pembinaan yang menjadi penyebab jebloknya persepakbolaan nasional harus diretas oleh pemerintahan negara, misalnya lewat plebisit untuk membubarkan kepengurusan PSSI,
guna diganti dengan yang lebih mumpuni!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, ‘Bafana-Bafana’!


"BAFANA-BAFANA! Itu sorak sekaligus sebutan tim nasional sepak bola Afrika Selatan yang artinya mirip orang Jawa Timur menyebut arek-arek!" ujar Umar. "Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010, Bafana-Bafana yang juara Afrika antarnegara 1996 malam ini tanding perdana lawan Meksiko--negara berpenduduk 104 juta! Afrika Selatan sendiri berpenduduk 42 juta, dengan 4,7 juta orang penderita HIV/AIDS!"

"Sejak terbentuk dalam negara demokratis di bawah Nelson Mandela (1994), Afrika Selatan sudah dua kali ikut Piala Dunia (1998 dan 2002) meski keduanya kandas di putaran pertama! Tahun 2006 tidak lolos kualifikasi!" sambut Amir. "Namun, Afrika Selatan diberi kesempatan oleh FIFA menjadi negara pertama di benua Afrika sebagai penyelenggara Piala Dunia berkat realitas, negara itu maju industrinya dengan 40 persen ekspor industri Afrika berasal dari Afrika Selatan, sekaligus menduduki ranking 25 negara industri di dunia dengan pendapatan per kapita 10 ribu dolar AS pada 2008!"

"Afrika Selatan memang unik! Pendapatan per kapita setinggi itu diwarnai ketimpangan yang tajam, hingga mayoritas warga kulit hitam yang merupakan 77 persen penduduk, masih hidup melarat!" tegas Umar. "Kemakmuran dinikmati kulit putih yang cuma 11 persen dari penduduk! Hal itu terjadi lewat sejarah penindasan kulit putih atas kulit hitam yang panjang, antara lain dalam penguasaan tanah--warga kulit hitam yang mayoritas hanya menguasai 7 persen lahan produktif! Ini memicu Johannesburg jadi salah satu kota tertinggi di dunia kriminalitasnya, terutama dalam pembunuhan dan pemerkosaan!"

"Hal itu akibat heterogennya negeri itu!" ujar Amir. "Dari 11 persen kulit putih terdiri dari Belanda, Prancis, Inggris, Jerman, dan Portugis. Warga pribumi terdiri dari banyak suku yang terbagi dalam empat kelompok bahasa. Kelompok pertama, separuh dari warga pribumi, berbahasa Nguni! Kelompok kedua berbahasa Sotho-Tswana. Kelompok ketiga dan keempat berbahasa Tsonga dan Venda! Sisanya lebih 10 persen kulit berwarna dari Asia, terbanyak India, juga turunan kuli asal Indonesia yang dibawa Belanda!"

"Meski secara demokratis sejak 1994 semua warga sederajat, sejarah Afrika Selatan mewariskan sebagian besar kekayaan negeri pada Africaner, warga kulit putih turunan penjelajah yang menjalankan sistem apharteid--penindasan kulit putih atas kulit hitam!" tegas Umar. "Demokrasi oke, tapi kendali ekonomi di tangan kulit putih! Ini rentan, maka tim Piala Dunia negara maju membawa pengawal sendiri dari negerinya!"

Selanjutnya.....

Paket Supernatural, Sejenis Komoditas dalam Globalisasi!


"MESKI dikecam Monsignor Franco Perazzolo dari Dewan Pontifical (fatwa) Vatikan untuk Budaya sebagai film remaja yang berbahaya dengan penyimpangan moral tiada tara (www.telegraph.co.uk, [20-11-2009]), film Twilight: New Moon terpilih sebagai film terbaik MTV Movie Award 2010 Minggu lalu!" ujar Umar. "Melengkapi prestasi film garapan sutradara Catherine Hardwicke itu, Robert Pattinson dan Kristen Stewart terpilih sebagai pemeran utama pria dan wanita terbaik! Peraih MTV Award dipilih oleh penonton seluruh dunia lewat internet!"

"Keprihatinan Vatikan atas film Twilight itu layak disimak, terkait kecenderungan remaja sedunia yang semakin gandrung film supernatural—film ini berkisah cinta segitiga vampir, serigala jadian (werewolf) dengan seorang remaja putri (Kristen Stewart). Gejala remaja gandrung supernatural menguat sejak film Lord of The Ring, lalu Harry Potter!" sambut Amir. "Film Twilight diangkat dari novel Stephenie Meyer yang terjual 85 juta kopi di seluruh dunia!"

"Apa beda dengan dongeng sebelum tidur yang juga banyak bertema supernatural!" sela Umar.

"Dongeng sebelum tidur berakar budaya lokal, yang sering berlatar supernatural!" jawab Amir. "Sedang film supernatural, mengglobal sebagai paket liberalisasi--kebebasan yang melampaui batas norma dan moral agama—dikemas sebagai komoditas hiburan! Masalah bagi Vatikan, dari konteks bicara Monsignor Perazzolo, vampir jadi jagoan tampan yang dipuja—protagonis! Jelas pemujaan seperti itu berbahaya pada remaja!"

"Tapi kenapa di Indonesia yang filmnya beredar sejak 3 Desember 2008 tak ada reaksi sekeras dari Vatikan?" tanya Umar.

"Mungkin karena masyarakat Indonesia sudah imun terhadap film supernatural, jadi santapan sehari-hari di sajian televisi! Seperti Kuntilanak, Nyi Blorong, bahkan Si Cantik Jembatan Ancol atau Nyi Roro Kidul sang supernatural dijadikan tokoh protagonis! Oleh keimunan itu film Twilight tak terasa aneh! Juga, ramalan supernatural lewat SMS sudah jadi bisnis laris-manis!" jawab Amir. "Itu pertanda, Indonesia telah menjadi pasar ideal paket supernatural dalam globalisasi!"

"Berarti penyimpangan norma dan moral agama sudah jadi hal biasa di Indonesia?" potong Umar.

"Merajalelanya korupsi dalam segala bentuknya, salah satu wujud penyimpangan dari norma dan moral agama!" tegas Amir. "Artinya, kecemasan Vatian itu bukan saja relevan buat kita! Justru Indonesia menjadi bukti betapa buruk akibat penyimpangan norma dan moral agama!!" ***

Selanjutnya.....

Modal Intelektual, IPM Indonesia di Bawah Palestina!


"PADA persaingan dunia yang menajam dalam ekonomi berbasis pengetahuan, kekuatan modal intelektual menjadi penentunya. Tapi, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia justru di urutan 111 dari 180 negara (data PBB 5 Oktober 2009), di bawah Palestina di urutan 110," ujar Umar. "Peringkat itu di bawah Singapura (23), Kuba (51), Meksiko (53), Libia (55), Malaysia (66), Brasil (75), Bosnia (76), Thailand (87), China (92), dan Filipina (105)."

"Itu terlihat pada ekspor kita yang masih bahan mentah, dari kopi, lada, karet, sampai cokelat! Sedang Malaysia, sudah jadi pengekspor terbesar dunia semikonduktor—tinggi muatan pengetahuannya!" sambut Amir. "Modal intelektual itu investasi jangka panjang, terdiri dari sumber daya manusia berkualitas, cara berhubungan yang baik dan berkelanjutan, serta organisasi yang baik untuk memberi nilai tambah dalam perekonomian!"

"Investasi buat modal intelektual yang terpenting, usaha peningkatan kesehatan masyarakat dan pendidikan!" tegas Umar. "Bagaimana kesehatan rakyat mau meningkat kalau jatah berasnya sekelas makanan ternak, mayoritas anak fisiknya tak berkembang normal, peningkatan kecerdasan terhambat! Sedang pendidikan diliberalisasi lewat komersialisasi, banyak anak keluarga tak mampu yang kebetulan cerdas pendidikannya kandas!"

"Itu belum cukup!" timpal Amir. "Anak desa yang kreatif punya impian besar dihambat pembatasan urbanisasi kota besar, hingga kota besar jenuh dengan rutinitas, langka impian segar, bangsa kian tertinggal jauh dalam modal intelektual!"

"India, justru menyadari IPM-nya rendah (urutan 134) tidak ketat membatasi urbanisasi!" sambut Umar. "Itu menjadi kunci, meski IPM rendah, India maju dalam ekonomi berbasis pengetahuan yang mengatrol ekonomi negerinya tumbuh di atas 8 persen! Film Slumdog Millionaire manifestasinya, anak gelandangan mampu menjawab hingga pertanyaan terakhir Who Want to be Millionaire!"

"Televisi News Asia melaporkan, Bollywood bisa bertahan juga oleh dukungan darah segar impian anak desa!" tegas Amir. "Juragan film di Mumbai proaktif mencari ide-ide baru dari desa! Satu contoh, seorang pemuda desa membawa video demo, bukan hanya cerita dari demo itu yang diangkat! Aktris alami dalam demo itu dijemput ke desa untuk dijadikan bintang sinetron! Terakhir, gambar artis itu jadi iklan Nokia untuk India!"

"Pokoknya, banyak hal harus kita benahi untuk memperkuat modal intelektual dalam persaingan global!" timpal Umar. "Kalau terus melawan arus pembangunan SDM yang salah kaprah ini, kita bisa kian jauh tertinggal!" ***

Selanjutnya.....

Raskin, Jangan Meremehkan Orang Miskin!


"AMAT memprihatinkan dalam kasus pembagian beras untuk keluarga miskin (raskin) yang tak layak konsumsi (sesuai pemeriksaan Komisi II DPRD Provinsi Lampung), bukan hanya soal bau korupsinya!" ujar Umar. "Tapi, ada kecenderungan pengelola program meremehkan orang miskin sehingga dianggap pantas diberi beras berkualitas buruk yang tak layak konsumsi itu, meski harus repot 'mengimpor' beras dari daerah lain!"

"Sebaiknya, para pengelola program untuk warga miskin dalam bentuk apa pun, janganlah sekali-sekali meremehkan orang miskin!" sambut Amir. "Apalagi seperti kasus raskin buruk di Lampung itu, dilakukan dengan menyalahi akal sehat! Tidak ada alasan stok beras lokal tak mencukupi untuk program itu karena Lampung merupakan salah satu daerah surplus beras dalam arti produksinya melebihi konsumsi! Sehingga, kesengajaan mendatangkan beras yang tak layak konsumsi dari daerah lain jelas merupakan sikap meremehkan orang miskin yang tak bisa ditoleransi!"

"Jadi, terlepas dari kemungkinan bau korupsinya, sikap meremehkan orang miskin dengan memberi beras yang tak layak konsumsi itu harus dikoreksi secara tegas!" timpal Umar. "Apalagi kalau dalam program itu sudah ditetapkan standar kualitas berasnya, lalu sengaja diberi yang lebih buruk demi mengekspresikan sikap meremehkan orang miskin itu, koreksinya harus bersifat telak agar tindakan serupa tak diulang-ulang lagi oleh Bulog, bukan hanya di Lampung, tapi juga di daerah mana pun di wilayah Indonesia!"

"Untuk selanjutnya, sebagai pengelola stok beras nasional, Bulog harus realistis dengan kurang efektifnya manajemen stok yang dilakukan sehingga terjadi kerusakan beras yang disimpan!" tegas Amir. "Beras rusak yang tak layak lagi buat konsumsi manusia itu, sebaiknya dialihkan untuk dijual ke pabrik-pabrik pengolah makanan ternak! Atau diekspor, seperti dilakukan negara-negara lain, beras yang sudah tak layak konsumsi bagi bangsanya sendiri diekspor! Karena itu pasar internasioal kebanjiran beras murah—dibanding harga di dalam negeri masing-masing—karena yang dilempar ke pasar internasional diutamakan sisa stok yang hanya layak untuk pakan ternak!"

"Bukan malah sebaliknya, beras kualitas prima dari daerah ini 'diekspor' ke daerah lain, lalu beras 'impor' berstandar makanan ternak dimasukkan lewat pelabuhan lain ke Lampung dengan karung berlabel daerah tertentu!" timpal Umar. "Kita dukung DPRD Lampung mendesak aparat hukum mengusut tuntas kasus ini, demi menghentikan sikap meremehkan orang miskin!" ***

Selanjutnya.....

Birokrasi Indonesia Terburuk II di Asia!


"KITA malu!” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat mengakui pemerintah gagal dalam reformasi birokrasi!" ujar Umar. "Kegagalan itu, menurut hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) awal 2010, menempatkan birokrasi Indonesia terburuk kedua di Asia, setelah India! Lebih buruk dari Filipina dan Vietnam, apalagi Malaysia, Thailand, dan Singapura! Survei dilakukan terhadap 1.373 responden eksekutif ekspatriat level medium dan senior!" (MI, [4-6]) "Dengan skor satu terbaik dan 10 terburuk, survei PERC mencatat 8,59 untuk birokrasi Indonesia! Buruknya sudah tergolong kagak ketulungan!" sambut Amir.

"Kondisi buruk itu sudah dikeluhkan sejak Megawati jadi presiden! Mega bahkan sempat menilai, birokrasi merupakan kendala dalam kinerja pemerintahannya! Tapi belakangan pemerintah membungkus keburukan itu dengan retorika reformasi birokrasi, tak kepalang dipoles dengan gincu remunerasi dan pencitraan yang indah-indah! Meski akhirnya terbukti, tak berhasil membuat perubahan yang signifikan sehingga tokoh dalam pemerintahan sendiri mengakui telah gagalnya reformasi birokrasi!"

"Lantas, bagaimana seharusnya reformasi birokrasi dilakukan agar bisa jalan?" tanya Umar.

"Kegagalan reformasi birokrasi bukan cuma pada konsep sistemnya yang ternyata tidak jalan! Tapi lebih pada kurang tangguhnya sistem baru itu menggeser lalu mengeliminasi tradisi birokrasi lama yang telah membudaya dan berakar pada kultur amtenar!" jawab Amir. "Artinya hanya konsep reformasi birokrasi yang punya kekuatan menggebrak dengan langkah awal cultural shock, punya peluang! Jadi, kalau cuma dibuat enak dengan tambahan pendapatan model remunerasi, sukar menyentuh akar budaya birokrasi lama!"

"Kalau harus membongkar akar tradisi lama untuk diganti akar budaya baru begitu, bukan reformasi lagi namanya, tapi revolusi!" potong Umar.

"Apalah arti sebuah nama!" timpal Amir. "Tanpa cultural shock seperti hukuman mati koruptor di China, cuma utak-atik aturan dibungkus retorika seindah apa pun tak akan mampu mengubah kebiasaan yang sudah berakar budaya! Jadi, suatu konsep yang baik untuk reformasi birokrasi harus didampingi UU pelaksanaan administrasi negara dan pemerintahan yang keras sanksinya!"

"Kalau cuma UU saja yang keras sanksinya, tapi pelaksanaan UU kepastian hukumnya lemah seperti sekarang, apalah arti sebuah UU yang keras?" tukas Umar. "Jadi, kunci perbaikan semua dimensi kebobrokan negeri ini terletak pada tegaknya kepastian hukum sebagai cultural shock! Tanpa kecuali, reformasi birokrasi!" ***

Selanjutnya.....

Proyek Rp15 M per Tahun buat Anggota DPR!


"FRAKSI Partai Golkar mengusulkan setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberi jatah proyek Rp15 miliar per tahun di daerah pemilihan (DP)-nya!" ujar Umar.

"Proyek dana aspirasi itu bentuk dan lokasinya ditetapkan anggota DPR, lalu dikerjakan instansi terkait!"

"Sekilas terdengar ideal, karena dengan itu setiap anggota DPR bisa membuktikan pada konstituen hasil perjuangannya membangun daerah pemilihan!" sambut Amir. "Tapi mendengar jatah proyek buat anggota DPR, konstituen tersenyum sinis! Pemahaman orang daerah, jatah proyek miliaran dengan menetapkan sendiri bentuk dan lokasi proyeknya, punya makna lebih jauh--sudah menjadi rahasia umum--bagian sekian persen dari nilai proyek!"

"Menurut pengalaman di DPR sendiri, pemahaman itu tak beda!" timpal Umar. "Sejumlah anggota DPR periode lalu masuk bui akibat meluluskan proyek, dari pelabuhan Tanjung Api-Api di Sumsel, sampai proyek di Kepri! Semua itu tingkatnya baru melancarkan keinginan pejabat daerah! Sedang dengan dana aspirasi bisa lebih jauh lagi, sejak menentukan bentuk dan lokasi proyeknya!"

"Lebih penting dilihat, penanganan rencana dan pelaksanaan proyek bukan tugas anggota DPR--tapi eksekutif! Tugas DPR dalam anggaran terkait perencanaan dan pengawasan pembangunan pada skala nasional!" tegas Amir. "Sedang dana aspirasi sudah teralokasi dalam biaya kunjungan ke daerah pemilihan saat reses--di luar gaji dan tunjangan tetap Rp59,77 juta per bulan! Tugas lain anggota DPR legislasi dan pengawasan pada pemerintah, justru selama ini dinilai belum berjalan optimal!"

"Maka itu, usulan jatah proyek Rp15 miliar per tahun per angota DPR itu dinilai keterlaluan! (Kompas, [4-6]) Karena, bisa jadi fasilitas praktek politik uang memperpanjang kekuasaan anggota DPR!" timpal Umar. "Selain hal itu tak diatur UU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD, alokasi dananya per tahun untuk 560 anggota DPR Rp8,4 triliun!"

"Lebih parah lagi kalau DPR bisa melakukan itu, DPRD I dan II juga tak mau ketinggalan!" tegas Amir. "Jika anggota DPRD I menuntut jatah proyek Rp5 miliar dan DPRD II Rp2 miliar saja per tahun, bisa lebih 50 persen anggaran pembangunan APBD I dan II hanya untuk dana aspirasi! Dana pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain bisa terganggu!"

"Masalahnya, apakah eksekutif punya bargain untuk menolak usul itu?" timpal Umar.

"Jika eksekutif justru butuh memberi mainan buat anggota DPR agar kontrolnya pada pemerintah tak fokus lagi, anggota DPR bisa menikmati jatah proyek tahunan!"

Selanjutnya.....

Hatoyama, Jujur Akui Kegagalan!


"BARU delapan bulan menjadi perdana menteri (PM) Jepang, Yukio Hatoyama mundur dengan alasan kinerja pemerintahannya gagal memenuhi janji!" ujar Umar. "Janjinya, menutup pangkalan militer AS di Okinawa, yang tingkah 47 ribu prajurit asing mengusik warga pulau itu!"

"Kalau pejabat publik di Indonesia jangankan baru delapan bulan, setelah menjabat lima tahun pun tak mau mengakui kegagalannya!" sambut Amir. "Dengan dalih untuk mewujudkan janjinya tak cukup hanya satu periode jabatan, lalu ngotot merebut periode kedua! Padahal tidak ada jaminan periode kedua tak cuma mengulang kegagalan!"

"Apalagi seperti Hatoyama, kegagalan menutup pangkalan AS di Okinawa karena situasi di jazirah Korea memanas hingga kehadiran militer AS penting bagi melindungi negerinya dari imbas krisis Korea!" tegas Umar. "Kalau pejabat kita, hal itu dijadikan dalih untuk tak mengakui kegagalan rezimnya, tapi karena tuntutan keadaan--bukan dilihat justru janjinya yang tidak realistis!"

"Tradisi Jepang pemimpin mundur saat gagal, jadi faktor penting bagi kemajuan negeri itu! Sebab, setiap kegagalan segera diatasi, kesalahan cepat diperbaiki, sistemnya jadi dinamis bergerak maju!" timpal Amir. "Berbeda di Indonesia, kegagalan atau kesalahan pemimpin bukan diperbaiki, tapi justru menjadi alasan membentuk rezim mempertahankan kekuasaan! Akibatnya, kegagalan, kesalahan, dan masalah-masalah yang tak terselesaikan terus ditimbun! Negara pun jadi sarang beraneka penyakit kronis, yang senantiasa ditutupi dengan retorika rezim status quo! Bangsa jadi terseok, kian jauh tertinggal dari kemajuan bangsa-bangsa lain!"

"Dan Hatoyama adalah PM Jepang keempat yang mundur dalam empat tahun terakhir!" sambut Umar. "Jadi, secepat itu kegagalan dan kesalahan dikoreksi! Salah satunya Shinzo Abe, mundur oleh tekanan publik akibat kebijakannya merugikan petani--meski petani hanya di bawah 15% dari jumlah penduduk!"

"Sedang di Indonesia, petani yang mayoritas penduduk jadi 'langganan' kebijakan merugikan petani, dari harga beras produksinya yang terus ditekan tetap rendah, sampai impor beras dan komoditas pertanian lainnya!" tegas Amir. "Yang jadi bandingan harga beras di pasar internasional, padahal itu sisa produksi dari konsumsi nasional Jepang dan negeri lainnya yang memang dibuang dengan harga sangat murah di pasar dunia, dihitung sekadar mengatasi limbah!"

"Kegagalan penguasa Indonesia menangani nasib petani terjadi dari rezim ke rezim!" timpal Umar. "Tapi tak satu pun rezim mau jujur mengakui kegagalannya, seperti Abe atau Hatoyama!" ***

Selanjutnya.....

Israel, Anak Manja AS, Inggris, Prancis!


"MESKI dikutuk seluruh dunia, PM Israel Benyamin Netanyahu tetap merasa tak bersalah atas serangannya ke kapal aktivis kemanusiaan untuk Gaza di perairan internasional, dan enteng menjawab itu tindakan bela diri untuk melindungi kedaulatan negaranya!"
ujar Umar. "Dia juga menolak untuk membuka blokade darat, laut, dan udara atas Gaza dengan alasan untuk menangkal masuknya senjata dari Iran ke Gaza!"

"Dengan itu terkesan dunia tak bisa berbuat apa pun terhadap Israel!" sambut Amir.

"Juga PBB, Sekjennya saja mengecam Israel berulang kali, tapi DK (Dewan Keamanan)-nya yang sudah bertumpuk resolusinya tak digubris Israel, tak kunjung melakukan tindakan penghukuman seperti pada Irak pada Perang Teluk I, 1990-an!"

"Begitulah kenyataannya, karena secara historis Israel itu negara yang didirikan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis di atas bumi Palestina pada 1947!" tegas Umar. "Saat itu semua negara Arab dan dunia Islam menentang pembentukan negara Israel, dengan intinya Hasan Al Banna mengerahkan sejuta pemuda Arab berjihad di Palestina! Tapi dengan ancaman AS akan menghancurkan Mesir jika tak menarik Al Banna dan pasukan jihadnya, PM Mesir meski sehaluan dengan Al Banna tak mampu melawan tekanan AS demi rakyatnya! Kala itu bau amis korban bom atom AS di Jepang masih menyengat!"

"Sejak itu Israel benar-benar jadi anak manja AS, Inggris dan Prancis, sebrutal apa pun menindas Palestina dan menyerbu negara-negara tetangga senantiasa dibela para adidaya pendiri Israel itu!" timpal Amir. "Seperti peluluhlantakan Gaza awal tahun lalu lewat blokade enam bulan sebelumnya, atau serangan atas konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza dan para aktivisnya terakhir--AS, Inggris, dan Prancis tak melakukan tindakan yang bersifat penghukuman untuk menjerakan Israel! Memang ada reaksi AS (Obama) mengecam Israel, tetapi itu tak lebih seperti seorang ayah menjewer anak manja--cuma dipegang kupingnya, tak dipulas hingga terasa sakit! Jadi, tindakan brutal sama akan tetap diulang-ulang oleh si anak manja!"

"Berarti, bicara soal kebrutalan Israel bukanlah menyangkut Israel an sich, tetapi pada hakikatnya bicara tentang hipokritnya AS, Inggris, dan Prancis yang mengklaim diri sebagai pendekar hak-hak asasi manusia!" tegas Umar. "Lebih hipokrit lagi justru negara-negara yang gembar-gembor membela Palestina, tapi jadi begundal di ketiak AS demi kepentingan segelintir elitenya! Inilah sesungguhnya yang membuat Palestina semakin sulit lepas dari penindasan brutal Israel!"

Selanjutnya.....

Masyarakat Rabun Ayam, Mental Lele!


"BUYA Syafii Ma'arif, dalam Simposium Nasional Demokrat menyatakan masyarakat kita sekarang cenderung rabun ayam, cuma bisa melihat yang dekat, hanya berorientasi jangka pendek, tak bisa melihat jauh atau jangka panjang!" ujar Umar. "Dalam gejala itu elitenya bermental lele pula, suka keruh karena bisa makan banyak!"

"Ditarik ke berbagai kasus, termasuk di Lampung, ungkapan Buya itu cukup kena!" sambut Amir. "Ada saja hal-hal yang kalau dijalankan sesuai prosedur semestinya akan berjalan baik-baik saja, tapi dipilih jalan yang menimbulkan kekeruhan! Setelah keruh, si biang kisruh menuduh pers yang salah! Berbagai dalih dihunjamkan untuk itu!"

"Tujuan membuat kekeruhan agar bisa makan banyak itu, dalam versi Buya Syafii Ma'arif disebut pragmatis, tunamoral!" timpal Umar. "Para elite bangsa tenggelam dalam kultur pragmatisme, demi memburu kepentingan jangka pendek! Politik uang yang kini merajalela adalah fakta keras mengenai praktek pragmatisme tunamoral itu! Jika demokrasi Indonesia tidak diselamatkan dari gempuran pragmatisme semacam itu, Buya cemas masa depan bangsa ini akan tetap kelabu tanpa martabat! Jumlah penduduk besar di tangan pemimpin yang tidak bertanggung jawab tidak mustahil akan terseret menjadi paria yang hina di muka bumi!"

"Penegasan Buya itu merupakan realitas yang mungkin akan berlanjut jika solusi yang benar-benar bisa dipraktekkan tak segera hadir!" tegas Amir. "Seharusnya hukum menghentikan gejala itu, tapi terbukti hukum punya keterbatasan! Dari banyak kasus sejenis yang ditangani hukum, hasilnya kurang memuaskan dalam arti, tak telak dalam penjeraannya!"

"Menurut Buya, kuncinya pada pemimpin yang sering kata dan lakunya pecah kongsi!" jelas Umar. "Dalam kerja rumus-merumus bangsa ini sangat piawai seperti terbaca dalam Pancasila dan UUD 1945. Rumusan itu pendek, padat dan padu! Tapi dalam pelaksanaannya sering tidak tersambung dengan rumusan yang bagus itu! Praktek politik autoritarian (1959-1998) jelas-jelas bertentangan dengan seluruh napas Pancasila dan UUD 1945. Yang ajaib, praktek semacam itu dikatakan dinaungi Pancasila dan UUD 1945! Kekuatan politik domestik demi pragmatisme dengan mudah menyesuaikan diri dengan perilaku menyimpang dari konstitusi negara! Ini telah berlaku berkali-kali di era pascaproklamasi!"

"Sekarang, pecah kongsinya antara kata dan laku itu, dikatakan jujur dan adil (jurdil) lakunya politik uang!" tukas Amir. "Pragmatisme seperti itu yang disebut Buya tunamoral!"

Selanjutnya.....

Bentrokan Warga Kian Marak Saja!


"BENTROKAN warga, dari antarkelompok sampai berbau SARA, belakangan ini kian marak!
Terakhir dua malam lalu terjadi di Cengkareng, Jakarta Barat, yang mengambil korban jiwa dan menghanguskan puluhan rumah dan toko warga yang tak tahu ujung pangkal masalahnya!" ujar Umar.

"Ironis, kalau di Papua upacara bakar batu sebagai akhir dari konflik, sesampai Jakarta bakar-bakaran justru dijadikan klimaks konfliknya!"

"Memprihatinkan, semangat kewargaan--warga dusun anu, warga asal anu, warga berjaket anu--yang berakar silaturahmi, ikatan kekerabatan, dan solidaritas, telah berubah menjadi karang-karang tajam yang saling berbenturan satu dengan lainnya!" sambut Amir.

"Apa sebenarnya yang terjadi di balik perubahan drastis bahkan berbalik dari sifat ideal kewargaan itu?"

"Tampaknya ada dua hal yang bersinergi memutar balik sifat-sifat baik kewargaan itu menjadi amuk massa!" timpal Umar.

"Pertama frustrasi massa akibat kesulitan hidup, terutama penderitaan oleh impitan struktural yang tak tahu kemana harus mereka lampiaskan! Kondisi itu membuat warga mudah dan cepat gelap mata! Kedua, semakin rendahnya kepercayaan terhadap hukum sebagai sarana penyelesaian masalah! Maka itu, ketika terjadi gesekan dan benturan dengan kelompok lainnya, suatu kelompok warga merasa kelompok yang bergesekan dengan mereka itulah penyebab penderitaan mereka!
Demikian pula sebaliknya! Dan karena kedua pihak sama-sama tak percaya lembaga hukum untuk menyelesaikan masalah mereka, tak terelakkan keduanya memilih saling serang, baku bakar, dan baku bunuh!"

"Berarti pokok masalahnya frustrasi massif dan kurangnya kepercayaan mereka kepada lembaga hukum sehingga main hakim sendiri!" tegas Amir. "Untuk itu perlu disimak frustrasi seperti apa yang dominan di kalangan massa! Orang bisa frustrasi ketika harapan yang ia kejar dengan jungkir-balik dan banting tulang tak kunjung tercapai!
Harapan apa yang berlarut-larut tak kunjung tercapai itu?"

"Antara lain harapan yang bertubi-tubi ditaburkan politisi saat pemilu, juga saat pilkada!" jawab Umar. "Karena pemilu dan pilkada frekuensinya secara berjenjang cukup tinggi, harapan yang dihamburkan juga semakin ke ubun-ubun! Sedang realisasinya, wallahualam!"

"Kalau begitu, yang dibutuhkan adalah usaha menggugah kesadaran warga agar bangkit dari mimpi-mimpi indah ciptaan para pemimpin dan politisi!" timpal Amir.

"Janji-janji politisi itu boleh didengar, tapi jangan disimpan dalam hati, diimpikan dalam tidur! Kalau dipenuhi syukuri, tapi jangan terlalu diharap, bisa bikin frustrasi!"

Selanjutnya.....