Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bentrokan Warga Kian Marak Saja!


"BENTROKAN warga, dari antarkelompok sampai berbau SARA, belakangan ini kian marak!
Terakhir dua malam lalu terjadi di Cengkareng, Jakarta Barat, yang mengambil korban jiwa dan menghanguskan puluhan rumah dan toko warga yang tak tahu ujung pangkal masalahnya!" ujar Umar.

"Ironis, kalau di Papua upacara bakar batu sebagai akhir dari konflik, sesampai Jakarta bakar-bakaran justru dijadikan klimaks konfliknya!"

"Memprihatinkan, semangat kewargaan--warga dusun anu, warga asal anu, warga berjaket anu--yang berakar silaturahmi, ikatan kekerabatan, dan solidaritas, telah berubah menjadi karang-karang tajam yang saling berbenturan satu dengan lainnya!" sambut Amir.


"Apa sebenarnya yang terjadi di balik perubahan drastis bahkan berbalik dari sifat ideal kewargaan itu?"

"Tampaknya ada dua hal yang bersinergi memutar balik sifat-sifat baik kewargaan itu menjadi amuk massa!" timpal Umar.

"Pertama frustrasi massa akibat kesulitan hidup, terutama penderitaan oleh impitan struktural yang tak tahu kemana harus mereka lampiaskan! Kondisi itu membuat warga mudah dan cepat gelap mata! Kedua, semakin rendahnya kepercayaan terhadap hukum sebagai sarana penyelesaian masalah! Maka itu, ketika terjadi gesekan dan benturan dengan kelompok lainnya, suatu kelompok warga merasa kelompok yang bergesekan dengan mereka itulah penyebab penderitaan mereka!
Demikian pula sebaliknya! Dan karena kedua pihak sama-sama tak percaya lembaga hukum untuk menyelesaikan masalah mereka, tak terelakkan keduanya memilih saling serang, baku bakar, dan baku bunuh!"

"Berarti pokok masalahnya frustrasi massif dan kurangnya kepercayaan mereka kepada lembaga hukum sehingga main hakim sendiri!" tegas Amir. "Untuk itu perlu disimak frustrasi seperti apa yang dominan di kalangan massa! Orang bisa frustrasi ketika harapan yang ia kejar dengan jungkir-balik dan banting tulang tak kunjung tercapai!
Harapan apa yang berlarut-larut tak kunjung tercapai itu?"

"Antara lain harapan yang bertubi-tubi ditaburkan politisi saat pemilu, juga saat pilkada!" jawab Umar. "Karena pemilu dan pilkada frekuensinya secara berjenjang cukup tinggi, harapan yang dihamburkan juga semakin ke ubun-ubun! Sedang realisasinya, wallahualam!"

"Kalau begitu, yang dibutuhkan adalah usaha menggugah kesadaran warga agar bangkit dari mimpi-mimpi indah ciptaan para pemimpin dan politisi!" timpal Amir.

"Janji-janji politisi itu boleh didengar, tapi jangan disimpan dalam hati, diimpikan dalam tidur! Kalau dipenuhi syukuri, tapi jangan terlalu diharap, bisa bikin frustrasi!"

0 komentar: