Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hatoyama, Jujur Akui Kegagalan!


"BARU delapan bulan menjadi perdana menteri (PM) Jepang, Yukio Hatoyama mundur dengan alasan kinerja pemerintahannya gagal memenuhi janji!" ujar Umar. "Janjinya, menutup pangkalan militer AS di Okinawa, yang tingkah 47 ribu prajurit asing mengusik warga pulau itu!"

"Kalau pejabat publik di Indonesia jangankan baru delapan bulan, setelah menjabat lima tahun pun tak mau mengakui kegagalannya!" sambut Amir. "Dengan dalih untuk mewujudkan janjinya tak cukup hanya satu periode jabatan, lalu ngotot merebut periode kedua! Padahal tidak ada jaminan periode kedua tak cuma mengulang kegagalan!"


"Apalagi seperti Hatoyama, kegagalan menutup pangkalan AS di Okinawa karena situasi di jazirah Korea memanas hingga kehadiran militer AS penting bagi melindungi negerinya dari imbas krisis Korea!" tegas Umar. "Kalau pejabat kita, hal itu dijadikan dalih untuk tak mengakui kegagalan rezimnya, tapi karena tuntutan keadaan--bukan dilihat justru janjinya yang tidak realistis!"

"Tradisi Jepang pemimpin mundur saat gagal, jadi faktor penting bagi kemajuan negeri itu! Sebab, setiap kegagalan segera diatasi, kesalahan cepat diperbaiki, sistemnya jadi dinamis bergerak maju!" timpal Amir. "Berbeda di Indonesia, kegagalan atau kesalahan pemimpin bukan diperbaiki, tapi justru menjadi alasan membentuk rezim mempertahankan kekuasaan! Akibatnya, kegagalan, kesalahan, dan masalah-masalah yang tak terselesaikan terus ditimbun! Negara pun jadi sarang beraneka penyakit kronis, yang senantiasa ditutupi dengan retorika rezim status quo! Bangsa jadi terseok, kian jauh tertinggal dari kemajuan bangsa-bangsa lain!"

"Dan Hatoyama adalah PM Jepang keempat yang mundur dalam empat tahun terakhir!" sambut Umar. "Jadi, secepat itu kegagalan dan kesalahan dikoreksi! Salah satunya Shinzo Abe, mundur oleh tekanan publik akibat kebijakannya merugikan petani--meski petani hanya di bawah 15% dari jumlah penduduk!"

"Sedang di Indonesia, petani yang mayoritas penduduk jadi 'langganan' kebijakan merugikan petani, dari harga beras produksinya yang terus ditekan tetap rendah, sampai impor beras dan komoditas pertanian lainnya!" tegas Amir. "Yang jadi bandingan harga beras di pasar internasional, padahal itu sisa produksi dari konsumsi nasional Jepang dan negeri lainnya yang memang dibuang dengan harga sangat murah di pasar dunia, dihitung sekadar mengatasi limbah!"

"Kegagalan penguasa Indonesia menangani nasib petani terjadi dari rezim ke rezim!" timpal Umar. "Tapi tak satu pun rezim mau jujur mengakui kegagalannya, seperti Abe atau Hatoyama!" ***

0 komentar: