Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Birokrasi Indonesia Terburuk II di Asia!


"KITA malu!” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat mengakui pemerintah gagal dalam reformasi birokrasi!" ujar Umar. "Kegagalan itu, menurut hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) awal 2010, menempatkan birokrasi Indonesia terburuk kedua di Asia, setelah India! Lebih buruk dari Filipina dan Vietnam, apalagi Malaysia, Thailand, dan Singapura! Survei dilakukan terhadap 1.373 responden eksekutif ekspatriat level medium dan senior!" (MI, [4-6]) "Dengan skor satu terbaik dan 10 terburuk, survei PERC mencatat 8,59 untuk birokrasi Indonesia! Buruknya sudah tergolong kagak ketulungan!" sambut Amir.

"Kondisi buruk itu sudah dikeluhkan sejak Megawati jadi presiden! Mega bahkan sempat menilai, birokrasi merupakan kendala dalam kinerja pemerintahannya! Tapi belakangan pemerintah membungkus keburukan itu dengan retorika reformasi birokrasi, tak kepalang dipoles dengan gincu remunerasi dan pencitraan yang indah-indah! Meski akhirnya terbukti, tak berhasil membuat perubahan yang signifikan sehingga tokoh dalam pemerintahan sendiri mengakui telah gagalnya reformasi birokrasi!"


"Lantas, bagaimana seharusnya reformasi birokrasi dilakukan agar bisa jalan?" tanya Umar.

"Kegagalan reformasi birokrasi bukan cuma pada konsep sistemnya yang ternyata tidak jalan! Tapi lebih pada kurang tangguhnya sistem baru itu menggeser lalu mengeliminasi tradisi birokrasi lama yang telah membudaya dan berakar pada kultur amtenar!" jawab Amir. "Artinya hanya konsep reformasi birokrasi yang punya kekuatan menggebrak dengan langkah awal cultural shock, punya peluang! Jadi, kalau cuma dibuat enak dengan tambahan pendapatan model remunerasi, sukar menyentuh akar budaya birokrasi lama!"

"Kalau harus membongkar akar tradisi lama untuk diganti akar budaya baru begitu, bukan reformasi lagi namanya, tapi revolusi!" potong Umar.

"Apalah arti sebuah nama!" timpal Amir. "Tanpa cultural shock seperti hukuman mati koruptor di China, cuma utak-atik aturan dibungkus retorika seindah apa pun tak akan mampu mengubah kebiasaan yang sudah berakar budaya! Jadi, suatu konsep yang baik untuk reformasi birokrasi harus didampingi UU pelaksanaan administrasi negara dan pemerintahan yang keras sanksinya!"

"Kalau cuma UU saja yang keras sanksinya, tapi pelaksanaan UU kepastian hukumnya lemah seperti sekarang, apalah arti sebuah UU yang keras?" tukas Umar. "Jadi, kunci perbaikan semua dimensi kebobrokan negeri ini terletak pada tegaknya kepastian hukum sebagai cultural shock! Tanpa kecuali, reformasi birokrasi!" ***

0 komentar: