Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dana Parpol Batal Naik Lipat 10

USAI pemerintah memastikan menolak dana aspirasi Rp20 miliar per anggota DPR per tahun, muncul gagasan untuk meningkatkan dana parpol hingga 100 kali lipat.
Kalau sekarang ini dana parpol Rp108 per pemilih, Rambe Kamarulzaman, politikus Golkar yang Ketua Komisi II DPR, menyatakan idealnya Rp10.000 per pemilih—naik sekitar 100 kali lipat (Kompas.com, 26/6).

 Politikus PAN, Yandri Susanto, sekretaris Fraksi PAN DPR, mendukung gagasan menaikkan dana parpol, karena menurut dia dana Rp108 per pemilih tidak cukup untuk membiayai operasional partainya setahun. Dengan 9 juta pemilih partainya, berapa yang diterima, ujarnya (Kompas.com, 26/7). Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah mengusulkan kenaikan dana parpol 10 kali lipat ke Presiden Joko Widodo serta dibicarakan dengan Komisi II DPR dan disepakati.

 Namun, karena ada sejumlah parpol dan anggota DPR yang menolak pemerintah menaikkan dana parpol, ditambah warning dari KPK, alih-alih naik 100 kali lipat, untuk naik 10 kali lipat pun dibatalkan pemerintah. Dengan alasan adanya penolakan itu, Menteri Tjahjo Kumolo menyatakan menutup pembahasan tentang kenaikan dana parpol (detik.com, 27/6). Mengenai bantuan pemerintah kepada parpol sebenarnya bergantung sisi pandang sistem kepartaian.

 Rambe Kamaruzaman dengan kaca mata partai kader melihat fungsi partai sebagai pencetak kader pemimpin bangsa, merasa wajar kalau negara harus membiayai partai 100 kali lipat, karena mencetak kader menjadi pemimpin perlu biaya besar. Beda dengan pihak yang tidak setuju menaikkan dana parpol, pakai kacamata partai massa stelsel aktif perorangan. Partai ini ditugaskan rakyat konstituen mewakili diri mereka berjuang mengekspresikan aspirasi mereka untuk meningkatkan kesejahteraan.

 Untuk itu, rakyat konstituen yang membiayai kehidupan partainya melalui iuran yang dibayar tiap bulan ataupun tahunan. Dengan sistem ini, anggota partai terdaftar di setiap ranting dan politikusnya wajib berjuang mengutamakan kepentingan anggota partainya. Mungkin model terakhir ini baru dimulai, dengan munculnya parpol yang mengelola data anggota secara tertib dan cermat, termasuk data aspirasinya yang harus diperjuangkan. Seberapa jauh hasil membangun partai model ini masih akan diuji zaman. Tapi, konsep idealnya telah berhasil membatalkan dana aspirasi Rp20 miliar per anggota DPR per tahun dan mementahkan kenaikan dana parpol 10 kali lipat. Cukup memikat. ***
Selanjutnya.....

Hambatan Birokratisme Masih Kuat!

BETAPA masih kuatnya hambatan birokratisme—ego sektoral pejabat yang menyendat proses administratif—mendapat ekspos besar lewat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Pelabuhan Tanjung Priok pekan lalu.
Akibat birokratisme dari 18 kementerian dan lembaga yang unjuk kekuasaan di pelabuhan, presiden menemukan dwelling time (masa penumpukan barang untuk bongkar-muat di pelabuhan) selama 5,5 hari.

 Itu dwelling time diukur dari lama penumpukan barang. Sedang dilihat dari masa tunggu kapal untuk sandar, bongkar muat sampai berangkat lagi, sebelumnya disebutkan 8 hari. Dwelling time versi inilah sebenarnya yang dipakai dalam pelayaran universal. Tingginya angka dwelling time menambah biaya operasional kapal, uang sandar dan sewa tempat barang, sehingga untuk ekspor menambah biaya logistik dan memperlemah daya saing, sedang untuk impor menambah harga yang harus dipikul konsumen. Biaya logistik di Indonesia sudah mencapai kelompok tertinggi di dunia, 24,5% dari PDB—produk domestik bruto.

 (Metro-TV, 17/6) Realitas itu membuat Indonesia selalu kalah bersaing di perdagangan global, lebih-lebih berhadapan langsung dengan pesaing terbaik duni dalam hal ini—Singapura. Hambatan birokratisme itu bukan hanya terjadi di pelabuhan, tetapi juga di berbagai bidang strategis lainnya! Salah satunya di industri hulu minyak dan gas bumi. Dalam sarasehan di Balikpapan terungkap, industri migas dibelit perizinan rumit, harus melewati 17 instansi penerbit izin. (Kompas.com, 26/6) Instansi itu meliputi 11 kementerian, TNI-AL dan Polri, kantor wilayah BPN, pemprov, hingga pemkab/pemkot setempat.

 Perizinan yang mesti melewati banyak pintu itu untuk mengurus sekitar 69 jenis perizinan atau melalui 284 proses izin yang terbagi di tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Keseluruhan perizinan itu memerlukan lebih dari 600 ribu lembar dokumen dan lebih dari 5.000 izin tahunan. Menurut Didik Suseno Setiyadi dari SKK Migas, untuk survei awal saja sudah wajib melewati 26 izin, 85 izin di tahap eksplorasi, 107 di pengembangan, 109 di produksi, dan 14 di pascaproduksi. Tampak masih kokohnya birokratisme dalam pemerintahan kita, meski telah belasan tahun dicanangkan refornasi birokrasi, nyatanya tak lebih dari hiasan bibir semata! Karena itu, gebrakan Presiden Joko Widodo di Tanjung Priok diharapkan bisa menjadi awal langkah reformasi birokrasi yang benar. Bukan cuma pencitraan, seperti sebelumnya. ***
Selanjutnya.....

Pemerintah Tolak Dana Aspirasi!

PEMERINTAH menolak usul DPR untuk memasukkan dana aspirasi ke RAPBN 2016. Usulan program pembangunan daerah pemilihan itu dianggap bertentangan dengan Nawa Cita atau sembilan program prioritas yang menjadi visi dan misi pemerintah Presiden Joko Widodo.

Penolakan itu diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionsl Andrinof A Chaniago setelah bertemu Presiden di Istana Negara. "Program pembangunan DPR itu diambil dari visi dan misi Presiden. Jadi, kalau pakai dana aspirasi, bisa bertabrakan," ujar Andrinof, menirukan pernyataan Jokowi (Koran Tempo, 25/6). Tak hanya itu, Presiden menolak usulan dana itu karena tidak sesuai dengan kewenangan Dewan dalam penentuan anggaran.

 Dewan, kata Andrinof, hanya berwenang melakukan pengawasan, sementara penentuan anggaran menjadi kewenangan eksekutif. Dalam waktu dekat, pemerintah menyampaikan penolakan secara resmi ke DPR. Total dana aspirasi yang diajukan Rp11,2 miliar, untuk setiap anggota DPR mendapat Rp20 miliar per tahun. DPR berdalih anggaran tersebut diperlukan setiap anggota DPR untuk membangun daerah pemilihannya. Namun, tiga fraksi di DPR—PDIP, NasDem, dan Hanura—tidak setuju usulan tersebut.

 Karena itu, Agun Gunanjar Sudarsa, ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, menilai pengesahan dana aspirasi DPR itu terkesan dipaksakan. Sebab, satu anggota saja tak setuju harus voting, tapi ini tiga fraksi jelas dan tegas menolak. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah malah langsung ketok palu (Kompas.com, 23/6). "Ini perampokan uang rakyat dengan cara formal!" tegas pengamat hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari (detik-news, 24/6).

 Feri menilai DPR melakukan penyimpangan kewenangan lembaga legislatif dalam fungsi anggarannya. Penyimpangan tersebut dilandasi tafsir yang sesat bahwa dalam tugasnya menampung aspirasi rakyat, anggota Dewan dapat langsung memenuhinya dengan menyalurkan dana aspirasi. "Jika penafsiran sesat itu bertujuan menyimpangkan uang negara, itu melanggar Pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi," tegas Feri.

 Jadi, penolakan pemerintah atas usulan dana aspirasi itu punya banyak dasar yang kuat—disahkan secara paksa oleh DPR meski ditolak sejumlah fraksi, bertentangan dengan Nawa Cita dan kewenangan anggaran DPR, dilandasi tafsir sesat dan melanggar UU Tindak Pidana Korupsi. Apakah DPR masih memaksakan juga, misalnya tak mau mengesahkan RAPBN 2016 kalau usulannya tidak cair? ***
Selanjutnya.....

Tiga Serangan Teroris Serentak!

TIGA serangan teroris internasional terjadi serentak, Jumat (26/6), di Tunisia, Kuwait, dan Prancis. Di Tunisia seorang bersenjata memberondong tamu hotel di distrik wisata Sousse, 39 orang tewas, semuanya warga asing.

Di Kuwait, terjadi serangan bom bunuh diri di sebuah masjid Syiah saat salat jumat berlangsung, 25 orang tewas dan 202 orang lainnya luka-luka. ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini. Di Prancis, sekelompok orang tak dikenal menabrakkan mobil ke gedung perusahaan gas milik perusahaan Amerika di kawasan industri Paris, satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka.

 Ketiga serangan serentak teroris lintas negara itu layak dijadikan peringatan kepada semua negara di dunia, bahwa selangkah lagi serangan teroris mengancam negeri mana pun di dunia! Kalau Prancis saja yang sistem intelijennya canggih kecolongan, apalagi negeri-negeri yang kualitas intelijennya lebih rendah. Lebih serius lagi harus diantisipasi serangan ISIS yang bukan lagi sebatas dalam wilayah Irak dan Suriah. Sebelum menyerang Kuwait, ISIS juga sudah beroperasi di Libya, dengan melakukan pembunuhan terhadap warga Mesir.

 Tanpa kecuali Indonesia, harus melakukan kewaspadaan ekstra terhadap serangan ISIS dalam segala bentuknya. Lebih-lebih Panglima ISIS untuk Indonesia, Abu Jandal, Desember 2014 merelis video ancamannya di YouTube, akan membunuh Panglima TNI Jenderal Muldoko dan Kapolri Sutarman. Layak dicurigai, Abu Jandal punya jaringan bawah tanah di negeri kita! Namun, reaksi dari Indonesia terhadap aksi-aksi teroris internasional Jumat tersebut terkesan kurang menonjol, dibanding respons cepat dari para ulama dunia maupun Presiden Obama.

Para ulama dunia dari Lembaga Islam Suni yang berbasis di Al Azhar, Mesir, menyatakan serangan di Tunisia, Kuwait, dan Prancis merupakan penyerangan yang keji, merupakan pelanggaran terhadap norma agama dan kemanusiaan (detik.com, 27/6). "Al Azhar menyerukan masyarakat Internasional untuk mengalahkan kelompok teroris ini dengan segala cara yang tersedia," tegas penyataan yang mrngacu pada ISIS.

 ISIS dan kelompok ekstremis telah menyuarakan akan meningkatkan serangan pada bulan suci Ramadan ini. Tokoh ulama suni Youseff al-Qadarawi menyatakan bahwa ISIS lebih keji dari binatang. Sementara dari Gedung Putih dirilis pernyatan tertulis Obama, Amerika Serikat mengutuk keras serangan teroris yang keji di Prancis, Kuwait, dan Tunisia hari ini. Kutukan Indonesia, segera menyusul!
Selanjutnya.....

Peserta Raskin Tambah 2,8 Juta KK!

SETELAH verifikasi dan validasi data penerima beras untuk rakyat miskin (raskin), terdapat penambahan jumlah peserta sebanyak 2,8 juta keluarga, dari data 2011 sebanyak 15,5 juta rumah tangga miskin (RTM) kini menjadi 18,3 juta kepala keluarga (KK).

Pertambahan itu, menurut Menteri Sosial Kofifah Indar Parawansa, karena perubahan pendekatan penerima dari semula rumah tangga diubah menjadi keluarga. Dalam satu rumah tangga bisa terdapat lebih dari satu keluarga. Hasil verifikasi dan validasi data keluarga miskin terutama dari tingkat RT/RW se-Tanah Air, berdasar data riil penerima raskin ini, mungkin bisa dijadikan angka rujukan jumlah warga miskin di Indonesia, sebagai bandingan angka kemiskinan dengan pendekatan lain.

 Dengan data BKKBN 2013 rata-rata anggota keluarga Indonesia 3,64 jiwa, jumlah orang miskin Indonesia yang mendapat raskin sebanyak 66,6 juta jiwa. Angka warga miskin berdasar penerima raskin itu seyogianya disepakati sebagai sasaran usaha pengentasan kemiskinan, agar kebijakannya tidak lagi berwajah jamak (multivalent) seperti selama ini: angka kemiskinan yang diakui sekitar 28 juta jiwa, tapi yang dibelanjai APBN lewat berbagai kebijakan jauh lebih besar.

 Kalau pada raskin menyasar 66,6 juta jiwa, pada jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui program Jamkesmas 86,4 juta jiwa pada 2013! Pada 2014 melalui BPJS ditanggung 121,6 juta jiwa! (setkab.go.id, 24/10). Di luar itu, Presiden Jokowi masih terus bagi-bagi KIS dalam setiap kunjungan ke daerah. Dengan jumlah penerima raskin disepakati sebagai warga miskin yang jelas nama dan alamatnya, pekerjaan mengentaskan kemiskinan bisa dilakukan benar-benar tepat sasaran, tidak lagi melalui program mengambang yang dananya lebih dinikmati pelaksana program ketimbang sasarannya!

 Pada data penerima raskin yang nyata dan jelas alamatnya itulah diintegrasikan program-program untuk warga miskin lainnya, sehingga secara komprehensif persilangan bantuan yang bertumpu ke subyek sama itu akan memberi manfaat lebih efektif baik secara kualitatif (mengatasi kebutuhan pokoknya) maupun kuantitatif (memenuhi jumlah kebutuhannya). Dengan menjadi tumpuan persilangan berbagai bantuan itu, warga di bawah garis kemiskinan pun bisa meningkatkan konsumsi per kapitanya, sehingga ketika petugas BPS survei, angka konsumsi per kapita mereka telah berada di atas garis kemiskinan. Itulah tujuan akhir semua program pengentasan kemiskinan! ***
Selanjutnya.....

Polri Belum Buat LP Mafia Bola!

KEMUNGKINAN semakin besar bahwa tuduhan terhadap Timnas U-23 SEA Games 2015 terlibat pengaturan skor (match fixing) hanya kontra isu mengalihkan perhatian publik dari kegagalan penguasa membina olahraga hingga terpuruk di posisi lima pengumpulan medali SEA Games 2015.

Itu terlihat dari pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti bahwa hingga Jumat (19/6) Mabes Polri belum membuat laporan polisi (LP) terkait pengaturan skor, baik untuk pertandingan ISL 2000 hingga 2005 maupun laga timnas Indonesia di SEA Games. Menurut Kapolri, tim advokasi #IndinesiaVSMafiabola baru menginformasikan tanpa membawa bukti.

 (Kompas.com, 22/6) Tuduhan pengaturan skor pada atlet belia Timnas Indonesia U-23 itu hanya kontra isu mengalihkan perhatian publik semakin kuat, karena tuduhan itu dilontarkan pada Rabu (17/6), bertepatan dengan hari kontingen SEA Games Indonesia kembali dari Singapura. Jadi, pada hari itu para atlet yang baru kembali dari membela nama bangsa itu di bandara justru disambut kontra isu yang menyudutkan mereka, bukan upacara penghormatan seperti lazimnya.

 Keluhan atas perlakuan buruk itu dinyatakan kiper timnas asal Bandung, Muhammad Natshir. Menurut dia, para pemain telah bekerja keras juga sudah meluangkan waktu jauh dari keluarga untuk berjuang membela negara, tapi pulang dituduh macam-macam. "Kenapa sih sampai tega ada yang seperti itu? Buktikan kalau memang ada dan jangan setengah-setengah." Ia yakin 100 persen tak ada pengaturan skor itu.

 Menurut Natshir, mereka tahu adanya tuduhan itu ketika tiba di bandara karena pelatih timnas Aji Santoso dikerubuti wartawan mengonfirmasi. Kepada para wartawan, Aji Santoso menjamin 1.000 persen tak ada pengaturan skor seperti dituduhkan. Menurut Aji, kekalahan Timnas Indonesia lebih pada soal teknis. "Timnas Indonesia hanya bersiap 20 hari, sedang Thailand enam bulan latihan di Australia," ujar Aji. Untuk itu, karena atlet timnas U-23 telanjur dinista, Polri sebaiknya memanggil pengadu agar menyerahkan bukti-bukti timnas melakukan match fixing.

 Kalau kelak terbukti tuduhan mereka palsu, pemerintah harus menggugat balik atas tuduhan palsu itu. Sebab, akibat tuduhan palsu itu pemerintah ternista dianggap telah bertindak keji melontarkan tuduhan pengaturan skor pada timnas U-23 untuk mengalihkan isu jebloknya prestasi kontingen Indonesia yang menjadi tanggung jawab penguasa! Kalau pemerintah tak menggugat balik, dugaan bisa semakin kuat pemerintah berada di balik tuduhan keji itu! ***
Selanjutnya.....

Mengaktualkan Kesalehan Sosial!

SETIAP Ramadan tiba selalu didengungkan agar umat Islam mengaktualisasikan kesalehan sosial.
Banyak orang beranggapan kalau orang-orang sudah mengamalkan kesalehan pribadinya, lengkap amalan ibadah ritual dan simbolis vertikalnya, salat, puasa, salat malam, dan lainnya, akan dengan sendirinya telah menjadi kesalehan sosial.

 Makmun Murod dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah mengoreksi anggapan umum tersebut. Menurut dia, kesalehan sosial itu kesalehan yang berdimensi horizontal, sosial, dan kemanusiaan. Munculnya istilah kesalehan sosial sebenarnya sebagai kritik atas mereka yang bangga dengan kesalehan pribadi—dengan ibadah vertikalnya, tapi melupakan dimensi horizontalnya.

 (ROL, 21/6) Dengan demikian, bisa disimpulkan yang dimaksud dengan mengaktualkan kesalehan sosial adalah setelah orang-orang yang berhasil mewujudkan kesalehan pribadinya dengan ibadah vertikal, meningkatkan kesalehannya dengan mengaktifkan diri pada kegiatan ibadah horizontal, terutama di bidang sosial dan kemanusiaan. Arti peningkatan itu bisa juga yang terkait dengan ibadah vertikal semisal zakat. 

Kalau sebelumnya merasa sudah lepas kewajiban cukup dengan membayar zakat fitrah, untuk mencapai kesalehan sosial bisa dengan menggelitik kejujuran diri sendiri menyimak jumlah penghasilan atau pendapatan selama setahun, apakah jumlahnya sudah mencapai wajib zakat, yakni setara harga 80 gram emas setahun. Kalau 1 gram emas Rp500 ribu, berarti kalau total pendapatan lebih dari Rp40 juta setahun, harus dikeluarkan zakatnya 2,5%. Hitung sendiri, antar sendiri ke amil zakat terdekat yang dipercaya.

 Atau kirim ke sanak keluarga terdekat di kampung! Itu hanya salah satu contoh menyublimasikan diri dari kesalehan pribadi untuk mencapai kesalehan sosial. Ruang kegiatan ibadah horizontal untuk kesalehan sosial itu luas sekali. Misalnya dalam lingkungan hidup, bersama teman-teman menanam pohon buah-buahan di kampung, yang buahnya menjadi harapan bagi generasi berikutnya, sebuah amalan horizontal yang cukup baik.

 Atau menanam bakau di pantai, hingga nantinya bisa berkembang menjadi tempat pembiakan ikan dan biota laut lainnya, alangkah baiknya. Bayangkan, dengan mengaktualnya kesalehan sosial umat cukup banyak aspek kehidupan masyarakat secara sosial dan kemanusiaan maupun dalam kemaslahatan lainnya yang akan berkembang menjadi lebih baik. Ramadan sebagai peluang mengaktualkan kesalehan sosial, sudah semestinya! ***
Selanjutnya.....

Anjau Silau, Menguasai Lapangan!

KAPOLDA Lampung Edward Syah Pernong menggulirkan program anjau silau untuk mengantisipasi tindak kejahatan dan pelanggaran hukum.
Dalam program tersebut, aparat mendatangi masyarakat untuk menjalin komunikasi sebelum terjadi tindakan kriminal. 

Dengan jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan budaya lokal, setiap masalah diupayakan bisa diselesaikan sedini mungkin, ujarnya di kantor Lampung Post, Jumat (19/6). Anjau silau terkesan mirip dengan strategi menguasai lapangan lebih dahulu (pre-empt approach) dalam pemasaran, sekaligus menjadi kelanjutan program Polda Lampung rembuk pekon, dengan menambah esensinya. 

Kalau rembuk pekon mendinamisasi masyarakat untuk berorientasi penyelesaian masalah, dengan anjau silau orientasi tersebut diisi dengan misi kepolisian mengayomi dan mencegah terjadinya tindak kejahatan. Artinya, pencegahan dilakukan sebelum kejahatan terjadi. Dengan penguasaan lapangan, anjau silau bisa melakukan pembinaan terhadap kelompok atau bahkan langsung kepada subjek-subjek yang dianggap perlu untuk mencegah agar tak terjadi kejahatan, atau hal-hal lain terkait tugas pembinaan masyarakat.

 Jadi, pendekatan persuasif lebih ditonjolkan ketimbang represif. Jalinan komunikasi yang mengedepankan kearifan lokal dalam program tersebut diharapkan bisa memperkuat penerimaannya oleh masyarakat sehingga, dalam praktiknya, pihak masyarakat itu sendiri yang melakukan pembinaan terhadap warganya. Sedangkan kepolisian lebih hadir dalam bentuk ide atau gagasannya yang diimplementasikan oleh masyarakat. 

Untuk itu, penguasaan lapangan dalam anjau silau bukan berarti pendudukan lapangan secara fisik oleh kepolisian. Melainkan, lewat pendekatan pada masyarakat di sesi awal yang menciptakan jalinan komunikasi langsung, dilakukan mobilisasi untuk menghidupkan gerakan pengamanan swakarsa dengan ronda malam dan sejenisnya. Jalinan komunikasi langsung yang tercipta itu merupakan rekayasa kendali jarak jauh sehingga tanpa kehadiran fisik polisi di lapangan pun interaksi pelaksanaan tugas dan pengembangan misi kepolisian bisa tetap berjalan.

 Misi terpenting kepolisian yang diusahakan terwujud di lapangan tentu terciptanya suasana kondusif dengan pengamanan swakarsa masyarakat, sekaligus memulihkan nama baik Lampung dari julukan negatif yang sempat merebak secara nasional, sebagai sarang begal. Meski, pendekatan persuasif itu dijaga tidak mengurangi ketegasan polisi dalam tugasnya menegakkan hukum! ***
Selanjutnya.....

Jokowi Turunkan Bunga KUR 10%

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menambah subsidi bunga kredit untuk rakyat (KUR) sebesar Rp600 miliar,
dari semula di APBNP 2015 Rp400 miliar, sehingga totalnya genap jadi Rp1 triliun. 

Dengan tambahan subdidi itu, bunga KUR yang semula 22% per tahun diturunkan 10% menjadi 12%, ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (detik-Finance, 17/6). Presiden baru tahu bunga KUR yang disalurkan bank milik pemerintah kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu suku bunganya malah jauh lebih tinggi dari kredit investasi atau modal kerja yang diterima perusahaan besar, bahkan dari bank swasta sekalipun, di kisaran 15%—18%.

 Apalagi, kredit di negara maju yang bunganya sekitar 6%. Jadi, jelas dengan biaya modal yang jauh lebih berat UMKM, kita akan selalu kalah bersaing di dalam dan luar negeri. Dengan bunga yang relatif lebih moderat dengan 12% per tahun mulai Juli nanti, diharapkan beban usaha UMKM menjadi lebih ringan sehingga bisa lebih lincah beroperasi.

 Namun, kenyataan selama ini, UMKM dibebani bunga bank yang sedemikian tinggi jelas cukup mengherankan. Strategi apa sebenarnya yang diterapkan pemerintah terdahulu di balik retorikanya yang nyaring membantu UMKM—tapi nyatanya seperti itu? Betapa sejauh ini sama dimaklumi UMKM merupakan benteng terakhir perekonomian Indonesia ketika dilanda krisis moneter 1997. 

Perusahaan-perusahaan raksasa dan bank-bank nasional kala itu tumbang! Tapi UMKM tetap menggeliat dan bertahan hidup memutar roda kehidupan perekonomian bangsa. Sangat disayangkan, di balik sistem neoliberalisme yang dikendalikan pemerintah terdahulu dengan memberi serba-kemudahan kepada usaha-usaha besar terutama yang berorientasi asing, malah UMKM yang dicekik dengan bunga bank yang amat tinggi.

 Untuk selanjutnya, diharapkan masalah keringanan bunga bank buat UMKM ini bisa menjadi perhatian khusus pemerintah lewat mekanisme APBN, juga pemerintah daerah yang mengelola bank pembangunan daerah maupun bank syariah milik pemda. Tentu, selain keringanan bunga, juga tak kalah pentingnya keringanan persyaratan mendapatkan kredit murah untuk rakyat. 

Artinya, pemerintah diharapkan menyinak kembali segala persyaratan yang berlaku untuk memperoleh kredit murah tersebut dan pelaksanannya, sehingga tujuan programnya untuk membangkitkan ekonomi rakyat dan menciptakan pemerataan bisa terwujud. Jadi, tidak boleh terulang, hanya dalam retorika membantu ekonomi rakyat, tapi realitas di baliknya justru mencekik rakyat! ***
Selanjutnya.....

Kasihan, Atlet U-23 Dituduh Atur Skor!

HANYA dengan dasar barang bukti yang amat sumir, sebuah rekaman pembicaraan telepon yang tidak jelas antara orang yang mengaku mentalnya bejat telah terlibat suap-menyuap pengaturan skor pertandingan sepak bola sejak tahun 2000,
atlet-atlet belia tim nasionsl (Timnas) sepak bola Indonesia usia di bawah 23 tahun pada SEA Games Singapura 2015 dituduh melakukan kejahatan mengatur skor (match fixing) dalam dua pertandingan terakhir ketika mereka kalah telak.

 Melihat bukti sumir pada tayangan televisi (Metro TV, 17/6) dan kemurnian pada kebeliaan usia para pemain Timnas U-23 juga integritas pelatih Aji Santoso dalam sepak bola nasional selaku pemimpin tim, lebih besar kemungkinan tuduhan pengaturan skor itu fitnah belaka. Betapa kasihan nasib para atlet belia usia di bawah 23 tahun yang masih murni dan polos itu jika difitnah dengan sedemikian kejinya melalui ulah orang yang mengaku sendiri moralnya sudah lama rusak! 

Tapi, apa motif mereka melontarkan fitnah sekeji itu pada atlet-atlet belia tersebut? Dengan segala harap kita doakan, semoga mereka tidak sengaja dikorbankan dengan dijadikan sebagai kambing hitam hanya untuk menciptakan kontra-isu yang menghebohkan guna menutupi dan mengalihkan perhatian publik dari kegagalan pihak penguasa membina olahraga nasional sehingga menuai prestasi terburuk di SEA Games 2015. Semoga bukan demikian motif di balik tuduhan terhadap atlet-atlet belia tersebut.

Sebab, tidak seperti biasanya, kepulangan kontingen olahraga dari luar negeri kali ini tidak disambut dengan upacara selamat kembali ke Tanah Air dengan kalungan bunga khusus. Acara penyambutan seperti itu kali ini tidak ditayangkan cukup menonjol sehingga pengalungan bunga kepada putra-putri terbaik bangsa tak terlihat. Berapa bonus buat peraih medali emas, perak, dan perunggu juga tak diekspos! Soal penyambutan dan penghargaan kepada atlet-atlet berprestasi itu tentu penting. 

Tapi tak kalah penting, menjaga kemurnian para atlet kebanggaan bangsa dengan merawat baik-baik masa depan mereka, seperti terhadap para calon bintang sepak bola Indonesia, Evan Dimas dan kawan-kawan tim Garuda Muda itu. Jatuh-bangun dalam perjuangan di gelanggang olahraga hal biasa, tapi jangan habisi masa depan para atlet belia itu dengan fitnah keji ketika perjuangan tak berhasil. Kegagalan justru merupakan anak tangga mencapai sukses. Maka itu, jauhkan atas kamu fitnah orang-orang keji di antara kamu, ketahuilah siksa Tuhan amat pedih! ***
Selanjutnya.....

Pelemahan KPK pun Berlanjut!

PELEMAHAN terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat konflik Cicak versus Buaya Jilid II dan kriminalisasi pimpinan lembaga antikorupsi itu ternyata masih berlanjut.
Episode berikutnya melalui revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dengan memangkas kewenangan penyadapan dan wewenang penuntutan disinergikan dengan kejaksaan (detik.com, 17/6).

 Usulan revisi itu disampaikan Menkumham Yasonna Laoly dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR, Selasa (16/6), untuk masuk Prolegnas prioritas tahun 2015. Plt Wakil Ketua KPK Indrianto Seno Adji menyatakan revisi UU KPK tersebut memperlemah KPK. "Saya belum paham dengan revisi UU KPK yang tampaknya justru akan melemahkan bahkan mengerdilkan atau mereduksi kewenangan KPK, misalnya penyadapan," tegasnya.

 Ia juga belum jelas apa maksud wewenang penuntutan disinergikan dengan kejaksaan. Sebaliknya, Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki menyatakan jika pemerintah dan DPR ingin merevisi UU KPK, harus yang memperkuat KPK, misalnya soal penyidik dan komite pengawas KPK. "Hal yang mendesak direvisi adalah tentang pemberian kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik sendiri, di luar penyidik yang berasal dari Polri dan kejaksaan," ujarnya.

 Kedua, lanjut Ruki, meningkatkan peran, fungsi, status, dan struktur penasihat KPK menjadi komite pengawas KPK yang berfungsi mengawasi pelaksanaan tugas KPK, menasihati dan memberi saran kepada KPK, serta memeriksa pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK. Tampak, apakah revisi UU KPK bermakna positif atau negatif bagi pemberantasan korupsi, bergantung skenario di baliknya.

 Kalau skenario yang disiapkan untuk mengamputasi kewenangan unggulan KPK, seperti penyadapan, jelas negatif bagi KPK. Kalaupun dalam prosesnya terjadi tawar-menawar, paling akan bargain kewenangan menyadap dihapus, lalu sebagai kompensasinya KPK diberi wewenang merekrut sendiri penyidik di luar dari Polri dan kejaksaan. 

Dengan itu, skenario pelemahan mempereteli kewenangan KPK dapat dilakukan bertahap. Pelemahan KPK yang makin terang-terangan itu, dengan mem-booking Prolegnas prioritas buat revisi UU KPK tahun ini juga, mungkin karena penguasa menarik hikmah dari rezim pendahulunya yang barisan elitenya digiring KPK masuk bui. Agar hal seperti itu tak terulang pada rezim sekarang, perlu skenario menghindarkan! Namun, Rabu (17/6), Mensesneg Pratikno menyatakan revisi UU KPK itu inisiatif DPR, jadi pemerintah tak bisa apa-apa! ***
Selanjutnya.....

Upah Pekerja Informal Digerus Inflasi!

UPAH beraneka pekerja informal naik pada Mei 2015 dibanding April 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat upah buruh tani naik 0,17%, dari Rp46.306 menjadi Rp46.386 per hari.

Kuli bangunan naik 0,15% dari Rp79.970 menjadi Rp80.087 per hari. Pembantu rumah tangga naik 0,33% dari Rp349.088 menjadi Rp350.247 per bulan. Dan pemotong rambut wanita naik 0,16% dari Rp23.273 menjadi Rp23.310 per kepala. (Kompas.com, 16/6)

 Namun, seberapa arti kenaikan itu tentu harus dibanding dengan inflasi yang menggerus nilai kualitatif upah para pekerja pada bulan yang sama. Masih berdasar data BPS, pada Mei 2015 itu terjadi inflasi sebesar 0,50%. Inflasi ini tertinggi dalam tujuh tahun terakhir untuk bulan yang sama, dipicu oleh kenaikan harga bahan makanan. (Antara, 1/6)

 Tampak, bukan cuma kenaikan upah para pekerja informal itu yang habis tergerus inflasi, bahkan nilai riil pendapatan mereka ikut tereduksi. Lebih lagi dengan data inflasi BI per Mei 2015 sebesar 7,15% yoy. Demikianlah ganasnya inflasi, menjadikan kelompok warga paling lemah dengan penghasilan rendah sebagai korban utamanya. Apalagi ketika BPS mencatat inflasi didominasi kenaikan harga bahan pangan, kelompok tersebut menjadi korban paling telak. Sebab, umumnya sebagian besar upah mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.

 Jika harga bahan pangan naik, upahnya menjadi tak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya secara kuantitatif sehingga sering harus mengurangi kualitasnya demi mencukupi kuantitasnya. Seperti, mereka harus mencampur jagung, oyek, atau lainnya dalam beras yang dimasak. Akibatnya, inflasi seiring dengan menurunkan daya beli rakyat jelata, sekaligus menurunkan kualitas fisik keluarga mereka. 

Untuk itu, para pembuat kebijakan yang bisa berdampak inflator agar berhati-hati karena sekecil apa pun inflasi secara langsung menggerogoti kualitas hidup rakyat jelata—kelompok rawan sosial-ekonomi. Di lain sisi, kecukupan stok di gudang saja tak menjamin harga tidak naik karena faktor-faktor distribusi yang buruk—infrastruktur, transpor, tata kelola dan mekanisme pasar—lebih sebagai penyebab kenaikan harga yang laten. 

Dan Indonesia, dengan biaya logistik 24,5% dari PDB, (Metro TV, 17/6) masuk kelompok terburuk di dunia. Karena itu, hanya dengan pamer stok di gudang, terbukti pemerintah selalu gagal mengatasi kenaikan harga kubutuhan pokok di pasar. Warga pekerja sektor informal harus menanggung akibatnya. Dengan inflasi yang selalu tinggi, kualitas hidup keluarga mereka jadi cenderung terus memburuk! ***
Selanjutnya.....

SEA Games, Pembina Minta Maaf!

PARA pembina olahraga meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas buruknya prestasi Indonesia dalam SEA Games Singapura 2015.
Indonesia dengan 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu berada di posisi kelima, mengulang catatan buruk SEA Games Filipina 2005. 

Para pembina tersebut, Ketua Kontingen Indonesia Taufik Hidayat, Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Rita Subowo, dan Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas Johansyah Lubis. "Saya sebagai ketua kontingen, seluruh anggota tim markas besar, KOI, dan Satlak Prima meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas pencapaian seperti ini. Saya percaya, semua atlet sudah berusaha semaksimal mungkin saat bertanding," ujar Taufik Hidayat. (Kompas, 16/6)

Kita salut pada pembina olahraga yang cepat minta maaf atas buruknya prestasi kontingen yang mereka pimpin. Tentu, kita juga sependapat bahwa semua atlet telah berusaha semaksimal mungkin, tetapi hasilnya masih kurang memuaskan. Untuk itu, layak kita cari kemungkinan, kenapa dengan segala persiapan yang matang menuai hasil seburuk itu. Berbagai cara pandang bisa digunakan untuk mencari kemungkinan penyebab rendahnya prestasi.

 Salah satunya cara pandang integralisme, yang melihat keseluruhan olahraga nasional sebagai sebuah sistem organisme yang utuh, karena semuanya hidup, dibina, dan berkembang dalam sebuah kesatuan sistem masyarakat negara bangsa yang utuh pula. Sehingga, sebagai kesatuan sistem organisme itu, seperti tubuh manusia, kalau ada salah satu anggota tubuh yang sakit, apalagi infeksi, maka anggota-anggota tubuh yang lain jadi ikut merasakan sakitnya, bahkan menggigil demam. 

Dengan cara pandang itu, perlu ditelisik anggota tubuh atau cabang olahraga apa yang mungkin menderita infeksi sehingga berbagai cabang olahraga di SEA Games sebagai anggota tubuh dari kesatuan sistem organisme olahraga nasional terimbas demam. Dari cara pandang itu, kita bukan hanya tahu salah satu penyebab rontoknya prestasi banyak atlet kita di SEA Games. 

Sekaligus, pengalaman itu menjadi guru yang bijaksana bagi bangsa ini, ke depan menjaga keseluruhan cabang dan para atletnya dalam kesatuan sistem orgsnisme olahraga nasional tak satu pun dalam kondisi tertekan—apalagi infeksi—agar tidak berimbas demam yang menurunkan prestasi atlet secara umum. Sebab, dalam kesatuan sistem organisme negara bangsa, satu disakiti, yang lain ikut merasakan pedihnya! ***
Selanjutnya.....

NU Diminta Ikut Selesaikan Mafia!

NU—Nahdlatul Ulama—diharapkan Presiden Joko Widodo ambil bagian menjawab tantangan dalam membangun masa depan bangsa. Presiden tegaskan, tantangan Indonesia sangat banyak.

Saat ini Indonesia harus berhadapan dengan berbagai mafia, dari mafia narkoba, mafia pencurian ikan, mafia pangan, hingga mafia minyak dan gas bumi. (Kompas, 15/6) Persoalan mafia itu, menurut Presiden, harus diselesaikan satu demi satu. "Sekali lagi, untuk menjawab tantangan itu, saya harap NU ambil bagian bersama untuk membangun masa depan bangsa," ulangnya tegas. Terkesan betapa seriusnya harapan Presiden untuk keikutsertaan NU dalam menjawab tantangan bangsa, terutama menyelesaikan berbagai mafia. 

Tentu lewat jalur informal, untuk mendukung semua kegiatan di jalur formal yang belum berhasil menuntaskan masalahnya, semisal hasil kerja Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi atau Tim Antimafia Migas yang dipimpin Faisal Basri. Atas rekomendasi tim tersebut, pemerintah telah membubarkan Petral, anak perusahaan Pertamina yang tugasnya menangani impor minyak, tapi menjadi poros pemborosan akibat Petral menjadi sarang mafia.

 Namun, apakah sektor migas sudah bersih dari mafia saat timnya dibubarkan? Faisal Basri masih kian-kemari, termasuk ke Bareskrim Mabes Polri untuk melakukan pembersihan. Sampai tahap itu mungkin diperlukan peran NU lewat jalur informal, dengan medium pengajian atau dakwah mengokohkan moral para pemimpin di sektor tersebut agar berani bertindak tegas membersihkan semua kotoran yang masih tersisa di sekitar tempat tugasnya.

 Lalu, bersamaan itu lewat dakwahnya juga, menyadarkan warga masyarakat agar menjauhi perilaku mafia—berkomplot melakukan kejahatan atau menipu rakyat. Pokoknya menghindarkan diri dari segala bentuk mafia—organized crimes. Seiring itu, meneguhkan moralitas aparat hukum untuk menindak tegas semua penyimpangan terkait mafia sehingga mafia bersih oleh tindakan aparat hukum yang menjalankan tugasnya dengan benar, bukan dengan menjadikan santri NU detektif atau intel partikelir. 

Itu karena pengajian, dakwah, dan keteladanan perilaku merupakan fungsi eksistensial NU dalam mengorganisasi masyarakat yang secara historis membentuk fondasi dan pilar-pilar kemerdekaan bangsa dengan Islam Nusantara yang toleran, menjadi perekat kemajemukan yang mengokohkan pluralisme sebagai realitas Bhinneka Tunggal Ika. Tak ayal, meminta NU ikut menjawab tantangan bangsa, sama dengan menggarami laut! ***
Selanjutnya.....

Dihapus, PPnBM Selain Kendaraan!

PEMERINTAH akan menghapus pajak penjualan barang mewah (PPnBM) selain kendaraan bermotor untuk mendorong konsumsi masyarakat demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada kuartal I 2015 hanya mencapai 4,7%.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menaksir potensial lost dari penghapusan PPnBM itu sekitar Rp800 miliar sampai Rp900 miliar per tahun. (Kompas.com, 14/6) Pertimbangan untuk penghapusan itu karena biaya pengawasannya yang rumit. Barang yang dihapus PPnBM-nya peralatan elektronik, alat olahraga, alat musik, branded goods, serta peralatan rumah tangga dan kantor. 

Rencana itu dikritisi Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati, yang menyatakan jika jenis barang yang seharusnya dibebaskan PPnBM-nya itu tidak dipilah dan dipilih dengan baik, berpeluang memicu banjir impor. Hal itu bertentangan dengan kebijakan mengendalikan impor dalam rangka menurunkan defisit neraca berjalan (current account). Enny mempertanyakan apakah dalam mengambil kebijakan ini pemerintah mempertimbangkan defisit neraca jasa akibat kunjungan orang-orang Indonesia ke luar negeri? 

Kalau soal itu belum pasti hitungannya, kita berpotensi kehilangan dua kali, kehilangan penerimaan bea masuk dan kebanjiran barang impor. Terkait kebanjiran barang impor risiko utamanya adalah memukul industri dalam negeri. Sewaktu masih menjadi pengurus Kadin, Rachmat Gobel, pernah menyitir lebih 60% pasar nasional kita diisi barang impor. Sebagian besar barang impor itu tidak jelas proses masuknya. Itulah yang dimaksud Menteri Keuangan rumit pengawasannya sehingga dengan pembebasan PPnBM-nya tidak masalah lagi dari pintu mana masuknya itu barang.

 Artinya, pembebasan PPnBM ini mengalihkan pemasukan barang dari jalur seludupan yang penuh risiko ke jalur formal yang aman! Kalau sama-sama bebas PPnBM, tentu lebih baik memasukkan barang lewat jalur legal, ketimbang lewat jalur ilegal yang juga harus besar pengamanannya! Dari semua itu, pertimbangan terpenting agar dipikir ulang rencana pembebasan PPnBM selain kendaraan bermotor itu adalah pukulannya terhadap industri dalam negeri. 

Kedua, tidak perlu menyerah kepada penyeludup sehingga melegalkan kegiatannya menjadi tidak berbeda dengan yang sah. Padahal, di sisi lain kita merekrut tenaga bea cukai baru dalam jumlah besar. Apalagi penghapusan PPnBM hanya meningkatkan konsumsi golongan the have, mempertajam ketimpangan sosial—tidak sebanding dengan sumbangannya pada pertumbuhan ekonomi! ***
Selanjutnya.....

Program 100 Hari Tuntaskan Begal!

SEUSAI dilantik dan menerima penyerahan jabatan Kapolda Lampung di Mabes Polri, Jumat (12/6), Brigjen Edward Syah Pernong menyatakan kepada Lampung Post penekanan dalam pelaksanaan kerja 100 harinya untuk penuntasan masalah pencurian dengan kekerasan atau begal.

"Harapan akhirnya adanya outcome atau efek jangka panjang dari kinerja keamanan ketertiban masyarakat, bukan sebatas output atau klaim kerja satu per satu," kata dia. Penegasan Kapolda baru bahwa program prioritas dalam 100 hari masa tugasnya menuntaskan masalah begal itu jelas amat melegakan masyarakat, yang jiwanya terancam oleh aksi begal kapan saja dan di mana saja di wilayah Lampung ini. 

Kalau semula aksi begal hanya terjadi di kawasan pelosok yang jauh dari keramaian, belakangan meruyak bahkan ke tengah Kota Bandar Lampung. Tak kepalang, seorang pemimpin redaksi tabloid tewas ditembak begal di rumahnya yang berada dalam permukiman padat, kompleks Perumahan Way Kandis. 

Program prioritas 100 hari menuntaskan begal jadi sesuai dengan harapan semua lapisan masyarakat, terutama dengan target outcome, terciptanya efek jangka panjang sehingga dalam prosesnya termasuk usaha merehabilitasi nama baik Lampung yang sempat dijuluki sebagai daerah asal begal yang beraksi di DKI Jakarta dan sekitarnya. Sehingga, sebutan kelompok Lampung seolah melekat di lidah penegak hukum Jakarta, yang menjadikan sasaran utama operasinya memburu begal sampai ke pelosok pedalaman Lampung.

 Untuk semua itu tentu dimulai dengan gebrakan shock, operasi sapu bersih begal di lapangan. Seiring dengan itu, dibongkar akar masalahnya secara kultural dan sosial-ekonomi. Secara kultural dicari kausalitas pilihan jalan kekerasan—merampas secara paksa milik orang lain bahkan dengan mencederai korbannya hingga ada yang tewas. Dalam sosial-ekonomi disimak ketimpangan yang justru semakin menajam dalam masyarakat, sehingga kelompok yang kekurangan terdesak untuk menenuhi kebutuhannya lewat jalan kekerasan! 

Sebuah outcome tentu membuka jalan penyelesaian masalah yang komprehensif secara kultural dan sosial-ekonomi. Dengan telah menetapkan program kerja prioritas 100 hari, tentu Kapolda baru telah siap dengan semua peranti software dan hardware untuk pelaksanaannya. Lebih dari itu, Kapolda Brigjen Edward Syah Pernong selain memiliki legalitas kekuasaan menegakkan hukum, juga legalitas kultural untuk mewujudkan tatanan sosio-kultural yang ideal! ***
Selanjutnya.....

Fatwa Janji dan Suap Kampanye!

IJTIMA Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Tegal 7—10 Juni 2015 mengeluarkan fatwa, "berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye."
Fatwa tersebut berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik, baik legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. (Antara, 11/6) 

Terhadap pemimpin yang ingkar janji, MUI mengimbau umat agar tidak memilihnya kembali jika yang bersangkutan mencalonkan diri kembali dalam pemilihan umum berikutnya, ujar Muhammad Zaitun Rasmin, ketua tim perumus Komisi A. Seorang pemimpin berkewajiban menunaikan janjinya apabila saat kampanye ia berjanji untuk melaksanakan kebijakan yang tak bertentangan dengan syariah dan mengandung unsur kemaslahatan. 

Sebaliknya, mengingkari janji tersebut hukumnya haram, tegas Zaitun. Apabila dia berjanji untuk menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan syariah, calon pemimpin tersebut haram dipilih dan apabila terpilih, janji tersebut untuk tidak dilaksanakan. Fatwa MUI itu juga menyoroti suap saat kampanye. Calon pemimpin yang menjanjikan sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya, maka hukumnya haram karena termasuk kategori "rasywah" atau suap. Dengan fatwa itu MUI mendorong agar para pemimpin yang tampil ke publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan kemampuan menjalankan amanah. 

Karena itu, MUI meminta calon pemimpin tidak mengumbar janji untuk melakukan kebijakan di luar kewenangannya--istilah sekarang di luar domainnya--dalam mencapai tujuannya. Fatwa MUI itu kontekstual sekali dengan kecenderungan yang sedang aktual dalam masyarakat, lebih-lebih menjelang pemilukada serentak yang prosesnya sudah mulai berlangsung dewasa ini. Janji kampanye yang berhamburan dengan sebagian besar diingkari calon kepala daerah maupun politikus tertentu, hal yang sudah dianggap lazim saja. Obral janji dan bagi-bagi paket sebagai imbalan agar memilih seseorang calon, bahkan dianggap lebih lumrah lagi.

Tapi akibatnya kemudian dirasakan rakyat sendiri, pemimpin yang dipilihnya tidak kompeten dan tak mampu menjalankan amanah sehingga kondisi kehidupan rakyat justru bertambah buruk—tecermin pada infrastruktur di daerahnya yang semakin hancur! Karena itu, fatwa MUI tersebut sangat relevan dengan realitas hidup rakyat, sekaligus bisa menjadi jalan keluar dari gejala kehidupan politik yang kurang sehat. Tinggal bagaimana warga bisa dibimbing mengikuti jalan lurus arahan MUI tersebut! ***
Selanjutnya.....

Gemas pada Prestasi di SEA Games!

SEPEKAN terakhir ini banyak orang yang gemas pada prestasi kontingen Indonesia di South East Asia (SEA) Games 2015 Singapura.
Dari hari awal peringkat 4 pengumpulan medali, hari berikutnya justru terperosok lebih dalam ke peringkat 5 dan tak kunjung meloncat ke atas. Ini jelas kemerosotan prestasi olahraga nasional yang luar biasa dibanding posisi sebagai juara umum pada SEA Games 2011.

Lebih lagi dibanding prestasi sepanjang sejarah SEA Games sejak 1977, Indonesia mendominasi gelar juara umum sejak 1979 sampai 1993 yang hanya sekali diselai Thailand pada 1985. Bahkan, di Singapura 12—20 Juni 1993, Indonesia tampil sebagai juara umum dengan meraih total 253 medali. Sehingga, tak kepalang Ketua Dewan Federasi SEA Games 1993 Yeo Ning Hong dalam pidato penutupan berkata, "Selamat kepada Indonesia yang menjadi juara umum dengan meraih 88 medali emas, 81 perak, dan 84 perunggu..." Kala itu, prestasi olahraga benat-benar menjadikan Indonesia macan Asia! (Kompas.com, 5/6) Tapi kini, harap-harap cemas apa bisa mencapai separuhnya saja pun! Itu yang membuat banyak orang jadi gemas! 

Apa pun alasannya, hal pertama yang harus dilakukan mereka yang semestinya bertanggung jawab atas keterpurukan prestasi olahraga nasional itu memeriksa ke dalam dirinya, untuk melihat kelemahan dan kekurangannya sendiri. Kenapa para pendahulu bisa mencapai prestasi demikian baik, sedang dirinya kini jeblok! Untuk introspeksi itu diperlukan kejujuran melihat realitas kemampuan diri sendiri, dengan tidak buru-buru mencari kambing hitam untuk tempat melontarkan atau mengalihkan kesalahan dan kekurangan dirinya. 

Awali prosesnya dengan mengukur, apakah kesombongan dirinya tidak overdosis—merasa dirinya paling pintar dan paling jujur, sedang orang-orang yang dia jadikan kambing hitam lewat penggunaan kekuasaan supernya cuma bodoh, serba tak jujur, bahkan jahat! Jangan-jangan, kesombongan itulah batu sandungan terpenting yang nembuat prestasi olahraga nasional tersungkur! Sebab, oleh kesombongan itu, mereka yang tengah bekerja dengan baik dan benar disingkirkan, lantas diisi dengan kesombongan yang serbasalah! Keberanian mengoreksi kesombongan diri dan kelompok para pengelola olahraga nasional menjadi kunci perbaikan prestasi bangsa! Kesombongan yang tetap ditonjolkan bisa membuka balut rasa sayang pada kegemasan menjadi tinggal amarah massa yang tersisa! ***
Selanjutnya.....

BEI, Rp20 Triliun Dana Asing Kabur!

DANA asing sebesar Rp20,38 triliun kabur dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak Maret 2015 sampai Selasa (9/6), ketika IHSG terperosok ke bawah level psikologis 5.000.
Itu separuh dari dana asing yang masuk BEI sepanjang 2014 sebesar Rp40 triliun.

Selasa itu IHSG ditutup pada 4.899,88, melorot 115,11 poin atau 2,29%, menjadi antiklimaks dari pencapaian rekor IHSG sepanjang sejarah 5.500 pada 7 April 2015—yang disaksikan Presiden Jokowi dengan kunjungan ke BEI. "Keluarnya dana global dari aset berisiko merupakan fenomena global market mengantisipasi kenaikan tingkat bunga The Fed," kata David Sutyanto, analis First Asia Capital, Rabu. (detik-Finance, 10/6)

Kepastian naiknya suku bunga The Fed dari acuan 0,25% selama ini ditentukan pekan depan dengan pertimbangan berdasar hasil rapat FOMC—Federal Open Market Committe. Awal pekan ini dilaporkan hasil survei JOLTS—Job Openings and Labor Turnover Survey—banyak lowongan pekerjaan yang dibuka di pasar tenaga kerja AS, ditopang oleh pelaku usaha kecil yang banyak menyerap karyawan. Sejumlah analis menyatakan hal itu merupakan "tekanan" bagi Federal Reserve untuk segera menaikkan suku bunga acuannya. (Kompas.com, 10/6)

Kalau laporan ketenagakerjaan AS yang positif dan stabilnya dolar itu di Indonesia merontokkan IHSG dan nilai tukar rupiah yang Selasa (9/6) sempat menyentuh Rp13.400/dolar AS, di Jepang sebaliknya, justru faktor yang sama memperkuat bursa Tokyo, juga baik bagi ekonomi Jepang secara umum sehingga Senin (8/6) pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal I 2015 dikoreksi menjadi 3,9% dari prediksi semula 2,4%. (Metro TV, 9/6) Jepang mampu menarik benefit membaiknya ekonomi AS dan stabilnya dolar berkat sumber dana domestik yang kuat sehingga ekonominya tidak tergantung pada investasi asing. 

Sedang dengan industri yang kuat, Jepang bisa memanfaatkan AS sebagai pasar ekspornya dengan daya saing yang tangguh. Becermin pada Jepang itu, Indonesia bisa tak hanya meratapi kaburnya dana asing dari pasar modal, tapi menggenjot ekspornya ke AS dengan berbagai komoditas unggulan dari udang sampai tekstil. Dengan itu devisa yang ditransfer dalam repatriasi dolar AS lewat penjualan bersih di BEI itu, mendapat pengganti dari devisa hasil ekspor. Usaha mencari kompensasi dana asing yang kabur lewat devisa ekspor bukan mustahil. Sebab, dana Rp20 triliun itu dengan kurs Rp13.300/dolar AS, cuma 1,5 miliar dolar AS, nilai yang terjangkau dengan peningkatan ekspor! ***
Selanjutnya.....

Dana DP Rp20 Miliar/Anggota DPR!

DPR—Dewan Perwakilan Rakyat—sedang membahas alokasi dana aspirasi daerah pemilihan (DP) sebesar Rp20 miliar per anggota DPR per tahun.
Dana sebesar itu dari APBN disalurkan ke DP, lalu sang anggota DPR menentukan proyek apa yang dibangun dengan dana tersebut untuk memenuhi janji kampanye atau untuk menambal yang bolong dari jangkauan pembangunan guna menciptakan pemerataan. 

Dengan jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang, berarti kalau disetujui nanti, diperlukan dana Rp11,2 triliun. Dibandingkan dengan APBNP 2015 sebesar lebih Rp2.000 triliun, maka dana untuk anggota DPR Rp11,2 triliun itu jelas kecil sekali—cuma “selilit”-nya, seperti sisa makanan di celah gigi. 

Namun, alangkah naifnya cara berpikir anggota DPR yang terhormat, kalau dengan APBNP sebesar Rp2.000 triliun saja pemerataan tak bisa diciptakan, para anggota DPR optimistis akan bisa mewujudkannya hanya dengan dana “selilit” Rp11,2 triliun itu! Optimisme anggota DPR mampu menciptakan pemerataan pembangunan dengan dana Rp11,2 triliun, padahal dengan Rp2.000 triliun saja tak bisa, membawa bangsa hidup dalam negeri dongeng, menjauhkan rakyat dari cara berpikir rasional. 

Di lain sisi, dengan kesadaran penuh para anggota DPR yang mulia itu mendegradasi posisi kenegaraan dirinya dari negarawan legislator dengan fungsi membuat undang-undang, menyusun anggaran negara, dan mengawasi pemerintahan, jadi sekadar pimpro pengelola proyek senilai Rp20 miliar. Betapa jauh anggota DPR menjatuhkan martabat dan kehormatan dirinya hanya demi mendapatkan proyek Rp20 miliar per tahun, dengan dalih apa pun yang dipakai untuk mendapatkan itu.

Mungkin hal seperti itu yang dimaksud oleh Ketua DPP Muhammadiyah Haidar Nasir sebagai memudarnya sikap kenegarawanan di kalangan elite negeri kita. Ia menyatakan itu di depan Ketua MPR Zulkifli Hasan yang mengunjungi DPP Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu (6/6). Dengan mengutip hasil kajian PP Muhammadiyah, Haidar memaparkan pudarnya sikap kenegarawanan dan nilai kebangsaan antara lain tampak jelas dari sejumlah kebijakan yang bertentangan dengan tujuan kemerdekaan. 

(Kompas, 8/6) Realitas demikian jelas sangat memprihatinkan. Betapa, para legislator negarawan agung yang dimuliakan rakyat, hasratnya cuma ngebet jadi sekelas pimpro pengelola proyek Rp20 miliar per tahun! Demikianlah ketika sikap kenegarawanan pudar, orang-orang dalam posisi formal kenegaraan yang agung, berpikirnya recehan. Bagaimana negara mau maju? ***
Selanjutnya.....

Harga Kebutuhan Pokok Melambung!

TERKAIT stok barang yang masih mengkhawatirkan pedagang, harga berbagai kebutuhan pokok menjelang bulan puasa melambung di Lampung.
Lampost.co, Minggu (7/6), melaporkan akibat kenaikan harga yang drastis, terutama pada hortikultura bumbu-bumbuan seperti bawang merah yang naik sampai dua kali lipat, para pedagang di pasar daerah ini menyebutnya bukan sekadar naik, melainkan telah berganti harga. 

Kekhawatiran pedagang itu berdasar kenyataan yang mereka hadapi, hanya bisa mendapatkan barang relatif terbatas dengan harga yang selalu naik. Realitasnya, permintaan di pasar baru bakal naik, tapi harga dari para penguasa barang secara pasti sudah dikendalikan naik! Jadi, sebenarnya bukan disebabkan efek psikologis karena banyak orang memborong kebutuhan pokok dan pasokan jadi menipis—mekanisme pasar seperti itu belum terjadi saat harga mulai naik sekarang!

Sedang yang sebenarnya terjadi adalah kemungkinan seperti itu yang bisa terjadi dimanipulasi oleh suatu kekuatan bernama “master price” (pengendali harga) untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Master price itu sebenarnya bisa diatasi dengan kehadiran pemerintah memosisikan diri sebagai master price itu sendiri.

 Pemerintah yang menetapkan dirinya dan benar-benar bekerja sebagai master price, menguasai stok barang di hulu (sentra produksi), lalu menyortir, mengemas, dan mendistribusikannya sampai outlet terakhir dengan harga jual yang stabil! Adanya master price seperti itu, yang menguasai produk kebutuhan pokok dari hulu, meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja untuk menyortir dan mengemas, lalu mendistribusikan sampai outlet terakhir dengan harga stabil, bukan cuma mimpi. Itu kenyataan yang dilakukan oleh JA (Japan Agriculture—Kementerian Pertanian Jepang) yang menjadi master price membina petani dan menguasai pasokan mayoritas supermarket negerinya. 

Hasilnya, harga kebutuhan pokok di Jepang sangat stabil, petaninya makmur karena mendapatkan harga produksinya dengan nilai tambah maksimal. Di Indonesia yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah jadi oposan di pasar! Sebagai oposan, pemerintah hanya bisa membuat “harga tandingan” lewat operasi pasar setelah harga yang dikendalikan master price di luar dirinya lebih dahulu telanjur melambung. Mungkin saja sang oposan berhasil menarik turun harga, tapi dia bukanlah penguasa penentu harga. Dan karena di pasar cuma oposan, pemerintah justru sering terkejut-kejut ketika harga kebutuhan pokok melambung! ***
Selanjutnya.....

Pemborosan di Tata Kelola Migas!

PENGAMAT masalah minyak dan gas (migas) yang juga politikus Partai NasDem di Komisi VII DPR, Kurtubi, menyatakan terjadinya pemborosan dalam pengelolaan migas di Indonesia.

Selain kinerjanya tidak efektif dan tidak efisien, sekaligus tidak produktif, sehingga produksi minyak bumi nasional terus merosot. "Sistem sekarang menciptakan kinerja yang tidak efisien. Misalnya, karyawan SKK Migas sekarang sekitar 15 kali lebih banyak dari Badan Koordinasi Kontraktor Asing (BKKA) Pertamina (dahulu)," ujar Kurtubi. Ketika BKKA beroperasi, hanya dengan 60 orang mampu mengelola dan mengawasi industri migas nasional.

Setelah diganti dengan SKK Migas, sekarang kinerjanya justru menurun. Ini kontradiktif. Dengan jumlah karyawan yang meningkat, seharusnya sejalan kinerja juga meningkat. Akan tetapi, ini justru sebaliknya (Kompas.com, 6/6). Selain itu, investasi migas dengan merujuk pada sistem tata kelola migas juga dinilai sangat berbelit-belit dan sulit sehingga menghambat eksplorasi migas di Indonesia. "Sistem sekarang sangat ribet, berbelit-belit, dan kacau.

Pengeboran dan eksplorasi anjlok, tidak ada penemuan baru, produksi minyaknya juga turun," kata dia. Mengenai investor asing dalam industri migas, menurut Kurtubi, masih dibutuhkan Indonesia untuk berbagi risiko. Kalau kita pakai uang negara untuk mencari minyak, kalau tidak ketemu, kita rugi. 

Ungkapan Kurtubi tentang pemborosan dalam industri migas nasional itu sejalan dan melengkapi hasil kerja Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri, juga disebut Tim Antimafia Migas, yang rekomendasinya agar membubarkan Petral, anak perusahaan Pertamina sebagai sarang pemborosan fatal, telah dilaksanakan pemerintah. 

Lantas sekarang, apakah SKK Migas sebagai gugus pemborosan itu harus dibubarkan juga, untuk dikembalikan ke BKKA saja, karena selain lebih ekonomis juga relatif jauh lebih produktif? Bukan mustahil kalau slogan penghematan yang dilantunkan sebagai janji kampanye Jokowi-JK diimplementasikan tanpa tedeng aling-aling! 

Apalagi, setelah terbukti, SKK Migas juga sarang korupsi sehingga para pejabat terasnya, kepala, dan sekjennya, telah divonis bersalah dalam kasus korupsi. Artinya, pembenahan dalam tata kelola migas masih harus dilanjutkan sampai benar-benar efektif dan efisien! Dengan itu, diharapkan hasil pengelolaan migas bisa benar-benar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak hanya dinikmati segelintir pejabat dan bos-bos mafia kroninya! ***
Selanjutnya.....

Di Balik Langkah Blatter Mundur!

EMPAT hari setelah terpilih kembali untuk periode kelima sebagai Presiden FIFA—otoritas sepak bola dunia—Selasa (2/6) Sepp Blatter mengundurkan diri dari jabatan tersebut.

Ia umumkan pengunduran dirinya di markas FIFA, Zurich, Swiss, dengan menegaskan ia masih akan menjalankan tugas kepresidenan FIFA sampai Kongres Luar Biasa FIFA antara Desember 2015 sampai Maret 2016 untuk melakukan reformasi struktural yang mendalam di tubuh FIFA. Agaknya, masalah struktural inilah yang menjadi biang korupsi dalam organisasi itu di mata Blatter. 

Masalah struktural dimaksud selain terlalu besarnya jumlah anggota Komite Eksekutif, juga dipilih oleh konfederasi, sehingga di luar kendali FIFA. Tapi, tindakan-tindakan mereka menjadi tanggung jawab FIFA: terbukti kebobolan sejumlah kasus yang menghebohkan dunia itu. Dalam reformasi struktural itu Blatter akan memangkas jumlah anggota Komite Eksekutif dan menyeleksi integritasnya lewat mekamisme kongres FIFA.

Itu tersimpul dalam surat pengunduran dirinya. "Komite Eksekutif beranggotakan konfederasi-konfederasi yang dalam hal ini kami tak punya kontrol, tapi tindakan mereka merupakan tanggung jawab FIFA," tegas Blatter. "Kami perlu perubahan struktural secara mendasar. Ukuran Komite Eksekutif FIFA perlu dikurangi dan anggotanya harus dipilih melalui Kongres FIFA.

 Pemeriksaan integritas bagi semua anggota Komisi Eksekutif harus diorganisasikan melslui FIFA dan bukan melalui konfederasi-konfederasi." (Kompas.com, 3/6) FIFA beranggotakan 209 federasi—organisasi pengelola sepak bola nasional sejenis PSSI di setiap negara—dengan anggota Komite Eksekutif (sekarang) sebanyak 24 orang. Dengan jelas menyebut langkah tersebut selama ini selalu dihalangi, kali ini (lewat pengunduran dirinya) Blatter justru yakin ia akan berhasil.

 "Saya tak akan sendiri melakukan ini," ujarnya. "Saya telah meminta Domenico Scala untuk mengintroduksi, mengawasi, dan mengimplementasi tindakan-tindakan ini. Scala adalah Chairman Independen Komite Audit dan Pematuhan yang dipilih Kongres FIFA."

 Kenapa justru setelah pengunduran dirinya Blatter yakin berhasil melakukan perubahan? Karena tak ada lagi risiko atau sanksi yang bisa nenjerat dirinya, yang bisa diancamkan—dengan sanksi terberat dilengserkan—jika ia masih dalam posisi normal di jabatan kepresidenannya! Demikianlah langkah luar biasa Blatter demi mewujudkan FIFA yang lebih baik—seperti ia tegaskan dalam surat pengunduran dirinya! ***
Selanjutnya.....

AS Resettlement Pengungsi Rohingya!

AS—Amerika Serikat—akan menjalankan program resettlement (penempatan baru) pengungsi Rohingya di kawasan Asia Tenggara termasuk yang terdampar di Indonesia.
Anne C Richard, asisten Menlu AS bidang kependudukan, pengungsi, dan migran, mengatakan di Jakarta seusai bertemu Wapres Jusuf Kalla, Rabu (3/6), program itu akan dirampungkan dalam satu tahun.

(Kompas.com, 3/6) Menurut Anne, AS juga mendorong Asia Tenggara, terutama Myanmar, untuk mendiskusikan solusi masalah pengungsi Rohingya. AS mengapresiasi kebijakan Indonesia menampung para pengungsi tersebut setelah diselamatkan nelayan Aceh. Mengenai jangka waktu penampungan yang disepakati Indonesia, Anne berjanji pihaknya akan membantu agar proses resettlement dan repatriasi (pemulangan) selesai dalam setahun. 

Meski, menurut dia, proses resettlement biasanya memerlukan waktu lebih dari setahun. "Kami bicara apa yang bisa dilakukan AS untuk membantu host (tuan rumah) pengungsi, tradisi yang kami lakukan. Kami biasanya butuh waktu 18—24 bulan, tapi saya didorong bos saya untuk mempercepat prosesnya," ujarnya. Dalam dua tahun terakhir, AS telah melakukan resettlement 70 ribu orang pengungsi Burma (Myanmar) setiap tahunnya. 

Sebagian kecil dari pengungsi Burma itu suku Rohingya. Ini terjadi karena sebelum konflik diskriminatif atas Rohingya, sudah lebih dahulu terjadi terhadap kelompok politik penentang rezim militer. Justru ketika demokrasi mulai tumbuh dan AS mulai memberi bantuan kepada negara itu, pecah konflik diskriminstif terhadap suku Rohingya. 

Negeri-negeri tetangganya pun—Thailand, Indonesia, dan Malaysia—terimbas limpahan manusia perahu yang melarikan diri dari kekerasan SARA. Datangnya kepastian AS membantu Indonesia menyelesaikan pengungsi Rohingya tentu melegakan karena kondisi realistis Indonesia sendiri sebenarnya masih kurang baik. 

Itu alasan pihak militer kita pada awalnya menolak untuk menolong pengungsi Rohingya karena rakyat Indonesia sendiri masih banyak yang nenderita serbakekurangan hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan bantuan AS itu, pengungsi Rohingya tak nemberatkan Pemerintah RI lagi. 

Lebih-lebih AS dalam menanganinya bekerja sama dengan International Organization of Migration (IOM) dan Komisi Tinggi PBB urusan pengungsi (UNHCR), masalah teknis resettlement dan repatriasi pun ditangani oleh yang berpengalaman. Ke depan, pemerintah tak perlu lagi menunggu fait accompli dari nelayan untuk memberi bantuan kemanusiaan jika ada kasus serupa. ***
Selanjutnya.....

Mewaspadai Runtuhnya Rupiah!

NILAI tukar rupiah atas dolar AS menyentuh rekor pelemahan tertinggi sejak 1998. Di pasar spot, data Bloomberg menunjukkan pada Kamis (4/6) berada di kisaran Rp13.249/dolar AS, melemah 5,9% year to date (YTD) sejak awal 2015. Pelemahan rupiah itu diikuti IHSG, tembus ke bawah Rp5.100 (Kompas.com, 4/6).

Rontoknya rupiah terakhir akibat membaiknya data kesempatan kerja di AS—cermin ekonomi membaik—mendorong The Fed menaikkan suku bunganya dari acuan nyaris nol selama ini. Membaiknya ekonomi AS diikuti naiknya suku bunga akan menarik dolar pulang kampung. Itu akan memukul ekonomi negara-negara tempat dolar berburu rente saat ekonomi negeri mereka kurang baik. 

Dampak kepulangan dolar itu jika terjadi lebih cepat bisa telak memukul ekonomi Indonesia. Ekonom Nanyang Business School Singapura, Lee Boon Keng, dalam Indonesia Financial and Economic Conference di Jakarta, akhir Mei (28/5), memprediksi nilai tukar rupiah akan runtuh hingga Rp25 ribu/dolar AS, jika The Fed mulai melakukan normalisasinya (Fastnews, 3/6). Dirut BCA Jahja Setiaatmadja membantah prediksi Lee itu. Menurut dia, kalau orang Singapura yang menyebut kita gawat, itu bisa saja agar orang kita memindahkan uangnya ke Singapura. 

Nyatanya, kata dia, ekonomi dan perbankan Indonesia saat ini cukup kuat. Stress test yang dilakukan OJK dan BI hingga ke level Rp15 ribu/dolar AS menggambarkan daya tahan perekonomian dan stabilitas keuangan Indonesia saat ini. Namun, Lee menilai level Rp25 ribu itu tidak jauh dari Rp13 ribuan. Seharusnya stress test dilakukan pada level Rp25 ribu. 

Seberapa besar pukulan normalisasi The Fed belum bisa ditebak. Salah satu kekuatan terukur dalam ekonomi nasional adalah cadangan devisa. Gubernur BI Agus Martowardojo berterus terang, penurunan cadangan devisa karena digunakan mengatasi volatilitas rupiah (tempo.co, 10/5) . Besarnya penurunan itu, dari 115,5 miliar dolar AS pada 27 Februari 2015, menjadi 110,9 miliar dolar AS pada 30 April 2015. Jadi, dua bulan berkurang 4,6 miliar dolar. Itu guncangan belum signifikan. Kalau serius, jebolnya bisa jauh lebih besar. 

Sementara kelemahan terukur pada inflasi. Menurut data BI, setelah 31 Desember 2013 inflasi tahunan (yoy) sebesar 8,38%. Kemudian, 31 Desember 2014 sebesar 8,36%, dan pada 31 Mei 2015 sudah mencapai 7,15%. Ke depan masih tujuh bulan lagi: inflasi bisa lebih besar. Dari dua hal itu, layak kita mewaspadai runtuhnya nilai tukar rupiah. Prediksi Lee Boon Keng bisa jadi peringatan dini. ***
Selanjutnya.....

Bulog Akui Raskin Tidak Higienis!

DIREKTUR Perum Bulog Lely Pelitasari mengakui beras untuk keluarga miskin (raskin) sudah tidak higienis dibanding beras premium. Dalam hal ini, raskin yang disimpan di gudang Bulog sebagai cadangan sudah berkutu.

"Artinya, itu stok lama yang memang banyak kita tahu. Simpan beras sekarung, di tanah saja sebulan sudah kutuan," ujar Lely. "Komitmen kami memperbaiki kualitas. Insya Allah tahun ini lebih baik.” (Kompas.com, 2/6) Menurut Lely, Bulog saat ini masih punya stok sisa 2014 sekitar 300 ribu ton, diperkirakan habis dalam satu bulan setengah ke depan. Agustus sudah bisa menggunakan stok 2015. 

Jadi pasokan raskin sudah jauh lebih baik. Janji komitmen untuk memperbaiki kualitas raskin itu yang dipegang masyarakat, terutama konsumen raskin. Dengan komitmen itu, berarti Bulog tidak lagi berlindung di balik alasan sekadar logis, diletakkan dalam karung sebulan saja beras berkutu—tapi dengan upaya yang cukup Bulog mencegah muncul dan berbiaknya kutu dalam gudang berasnya. 

Sebagai BUMN andalan bangsa, seyogianya secara teknis Bulog tak ada masalah menjalankan fungsinya menghimpun dan menjaga stok beras nasional tetap higienis sehingga tidak setiap konsumen raskin hanya bisa pasrah menerima raskin yang kualitasnya jauh di bawah standar. Dengan komitmen itu pula, Bulog tidak malah cari untung dengan bermain kualitas raskin seperti pernah terjadi di Lampung, hingga kasusnya sampai ditangani pihak berwajib untuk memastikan apakah itu kebijakan Bulog secara nasional atau hanya akal-akalan oknum.

Yakni, sengaja mendatangkan beras buruk dari Jawa Tengah ke Lampung, lalu beras buruk itu dioplos untuk raskin sedang beras yang baik sebanyak beras buruk yang didatangkan itu dijual sebagai beras standar. Tindakan seperti itu merendahkan masyarakat miskin konsumen raskin, yang dianggap cukup makan oplosan beras buruk! Atas komitmen meningkatkan kualitas raskin itu, diyakini manajemen Bulog sekarang akan lebih baik dari sebelumnya.

Artinya, kualitas manajemen Bulog tecermin pada kualitas raskin. Jika kualitas raskin yang diterima konsumen lebih baik, berarti manajemen Bulog sekarang juga lebih baik. Lebih jauh lagi, kualitas raskin yang diterima rakyat juga mencerminkan sejauh mana pemerintahan yang menugasi Bulog menghargai hak-hak rakyat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Adalah bohong besar suatu pemerintahan berorientasi kepentingan rakyat, kalau buktinya cuma bisa membagikan beras busuk kepada rakyat! ***
Selanjutnya.....

Atasi 5,4 Juta Balita Bergizi Buruk!

SEKITAR 5,4 juta anak usia bawah lima tahun (balita) di Indonesia kini menderita gizi buruk.
Kondisi itu berakibat ke masa depan kemampuan fisik dan intelektual mereka rendah. Menurut Menteri Sosial Kofifah Indar Parawansa (Kompas.com, 31/5), jika Indonesia mendapat bonus demografi 2020, hal itu akan menjadi ancaman dalam mewujudkan generasi emas pada 100 tahun kemerdekaan RI—2045.

Kenyataan negeri kita punya balita bergizi buruk sebanyak itu, sejuta lebih banyak dari penduduk negara tetangga kita, Singapura, mengejutkan juga. Sebab, selama ini kalau pers menemukan seorang dua saja balita bergizi buruk di sebuah kabupaten, kepala daerahnya sewot dan ada yang langsung melakukan kontra isu menutupi faktanya. Karena itu, jumlah balita bergizi buruk terus bertambah dengan pesat.

Sikap sementara kepala daerah alergi terhadap informasi balita bergizi buruk di daerahnya itu berlatar anggapan bahwa penyebab merebaknya balita bergizi buruk itu adalah kelalaian para pemimpin daerahnya—terutama eksekutif dan legislatif yang mengelola anggaran. Mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok elite dengan melupakan kepentingan rakyat miskin di lapisan sosial terbawah. Dibanding anggaran untuk kepentingan elite, seperti membeli mobil dinas berkelas cruiser, anggaran untuk lapisan sosial terbawah itu relatif jauh dari memadai. Malah, kalaupun ada, dengan jumlah terbatas dalam anggaran bantuan sosial (bansos), rawan dikorupsi untuk kepentingan politik elite berkuasa. 

Untuk mengelak dari tanggung jawab atas nasib anak balita rakyat melarat itu, kalangan elite beretorika tentang kurangnya pengetahuan gizi di kalangan rakyat sehingga tidak memberikan asupan gizi yang cukup dalam makanan anak mereka. Tepatnya, retorika elite itu menegaskan karena kebodohan ibunyalah maka anaknya menderita gizi buruk. Padahal, kenyataannya, karena kondisi ekonomi rakyat amat buruk akibat kurangnya perhatian elite dalam membangun daerahnya, kondisi kesehatan fisik rakyatnya jadi amat rentan.

 Kekurangan asupan gizi bahkan dialami oleh ibu yang sedang mengandung sehingga kondisi gizi buruk dialami bayi sejak dalam kandungan. Karena itu, untuk mengatasi krisis gizi buruk atas 5,4 juta balita Indonesia, hanya sukses program yang fokus meningkatkan kesejahteraan warga termiskin menjadi kuncinya. Tak perlu lebih repot meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang hasilnya cuma lebih dinikmati kaum kapitalis, sedang jumlah balita bergizi buruk justru bertambah! ***
Selanjutnya.....

Kala Indonesia Kena Sanksi FIFA!

AKHIRNYA otoritas sepak bola dunia—FIFA—menjatuhkan sanksi kepada Indonesia dalam emergency meeting Komite Eksekutif di Zurich, Swiss, Sabtu (30/5) "Sanksi untuk PSSI langsung berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan sampai PSSI bisa mematuhi Pasal 13 dan 17 Statuta FIFA," tulis surat keputusan yang ditandatangani Sekjen FIFA Jerome Valcke.

Ditegaskan, FIFA bakal mencabut sanksi untuk Indonesia itu jika PSSI menyelesaikan permasalahan tanpa ikut campur pihak ketiga. FIFA juga minta agar tanggung jawab tim nasional dan seluruh kompetisi sepak bola Indonesia diserahkan kepada PSSI. Selama disanksi, PSSI kehilangan hak keanggotaan (Pasal 12 Ayat 1 Statuta FIFA) dan seluruh wakil asal Indonesia (timnas maupun klub) dilarang melakukan hubungan internasional, termasuk terlibat di kompetisi FIFA dan AFC—Pasal 14 Ayat 3 Statuta FIFA. (Kompas.com, 30/5) 

Demikianlah nasib Indonesia yang telah 63 tahun menjadi anggota FIFA, harus dikucilkan dari sepak bola dunia dengan kehilangan hak keanggotaannya hanya karena ambisi kekuasaan yang merasa paling bisa dan paling berhak membenahi sepak bola nasional. Sebuah niat baik untuk meningkatkan prestasi sepak bola nasional ditempuh dengan cara yang terang-terangan melanggar aturan internasional—larangan intervensi dari pemerintah atau negara—sekaligus tak mau peduli aturan internasional. 

Korbannya anak-anak bangsa yang sejak kecil dengan bola jeruk atau bola karet butut membangun mimpi mencapai kehidupan lebih baik lewat sepak bola. Sanksi tanpa batas waktu yang ditentukan itu bisa lebih cepat berakhir jika Menpora segera mencabut pembekuan PSSI dan memastikan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tidak lagi mencampuri semua kompetisi di bawah PSSI (intervensi awal BOPI melarang Persebaya dan Arema ikut ISL yang menjadi dasar teguran tertulis dari FIFA).

Tapi kalau sejak awal diperingatkan tentang sanksi FIFA itu pemerintah tak peduli, apa bedanya setelah sanksi FIFA jatuh. Toh, meski Indonesia dikucilkan dari sepak bola dunia, pemerintah tak rugi apa pun. Soal anak-anak Indonesia tak bisa main bola di arena internasional, anggap saja itu takdir. Di lain sisi, kejadian ini menyadarkan rakyat bahwa pemerintah yang punya kuasa, apa pun yang dilakukan pemerintah itulah yang harus dianggap terbaik. Kalau terimbas, deritanya konsekuensi bagi rakyat yang harus siap berkorban bagi kesalahan pemerintah membuat kebijakan! ***
Selanjutnya.....

Sepp Blatter Lolos dari Krisis FIFA!

SEPP Blatter, pria berusia 79 tahun, terpilih untuk yang kelima kali sebagai presiden FIFA—otoritas sepak bola dunia—di Zurich, Swiss, Jumat (29/5). Ia lolos dari jerat krisis suap 100 juta dolar AS di organisasinya itu yang melibatkan banyak pejabat FIFA, salah seorang di antaranya mantan wakil presiden FIFA.

Dalam pemilihan itu Blatter mengalahkan pesaingnya asal Jordania, Pangeran Ali Al Hussein, dalam satu putaran, setelah lima menit menjelang putaran kedua Pangeran Ali yang pada putaran pertama mendapat 73 dari 209 suara sah itu mundur. Seharusnya dilakukan putaran kedua karena Blatter tidak mendapat suara mutlak lebih dari dua per tiga. Setelah terpilih kembali, Blatter asal Swiss ini berjanji akan memimpin FIFA dengan sebaik-baiknya, sambil berharap kerja sama dari semua pihak.

Ia memuji Pangeran Ali yang telah meraih suara signifikan di putaran pertama, namun ia memilih untuk memercayakan pada saya empat tahun ke depan, ujar Blatter (Kompas.com, 30/5). "Kita memiliki masalah organisatoris. Kita membutuhkan perempuan di komite ini, kita harus melakukan yang lebih. Saya tidak akan menyentuh Piala Dunia, itu terlalu penting!" tegasnya. "Saya bertanggung jawab membawa kembali FIFA, bersama kalian, kita akan melakukannya. 

Saya yakin. Saya berjanji pada akhir masa saya akan memberikan FIFA pada pengganti saya dalam posisi yang sangat kuat." Sungguh luar biasa di balik terbongkarnya skandal yang melibat sejumlah petinggi FIFA itu, Blatter dalam kongres terakhir tetap mampu mengendalikan situasi hingga organisasi yang beranggotakan 212 negara itu tetap solid, hanya orang-orang yang benar-benar terlibat berdasarkan hasil penyelidikan FBI dan polisi Swiss yang ditangkap dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sedangkan tokoh-tokoh di komite eksekutif yang memang tak bersalah dan bahkan tidak tahu-menahu kasusnya, tetap bisa dijadikan andalan benteng integritas FIFA. Hal itu tentu berkat jernihnya cara kerja FBI dan kepolisian Swiss sehingga meringkus hanya orang-orang yang memang harus bertanggung jawab, tanpa mengorbankan orang-orang yang bersih dan tak tahu-menahu masalah yang dituduhkan, serta tak mencederai integritas kelembagaan FIFA untuk melanjutkan tanggung jawab globalnya. Tidak grusah-grusuh dan asal kepruk sehingga mayoritas orang tak bersalah yang malah jadi korban! ***
Selanjutnya.....

Surga di Bawah Kedua Kaki Ibu!

BETAPA mulianya seorang ibu sehingga anak-anaknya harus selalu berbakti kepadanya. Diajarkan sebuah riwayat, Dari Muawiyah bin Jahimah as-Salami bahwa Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu.

Beliau berkata, "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda, "Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya." Syaikh Al-Albani memberi catatan hadis itu dalam 'As-Silsilah adh-Dha'ifah wa al-Maudhulah', pada penjelasan hadis no. 503 (3); Diriwayatkan oleh An-Nasa'i, jilid 2 hlm 54, dan yang lainnya seperti Ath-Thabrani jilid 1, hlm 225, No. 2, Sanadnya Hasan insya Allah.

 Dan telah disahihkan oleh Al-Hakim, jilid 4, hlm 151, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dan juga oleh Al-Mundziri, jilid 3, hlm 214. (Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah edisi 51, halaman 43-44, moslemsunnah.wordpress.com) Demikian mulia ibu dalam ajaran Islam. Di Indonesia yang mayoritas Islam, anak bangsa harus berusaha keras memuliakan ibu dengan realitas ibu yang masih harus dibantu seperti tecermin pada subtema peringatan nasional Hari Ibu 2014. 

 Pertama, optimalisasi pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan guna mewujudkan masyarakat maju dan berkeseimbangan. Tecermin kaum ibu masih kurang berdaya dalam masyarakat yang belum maju dan tidak seimbang. Kedua, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat. Realitasnya bisa berarti, ibu dan anak masih dalam tekanan kekerasan (KDRT). 

Akibatnya, masyarakat berkeadilan dan bermartabat menuntut keseriusan mewujudkannya. Dengan pemuliaan ibu sebagai standar peradaban Islam, tak bisa ditawar lagi semua kekurangan yang diangkat dalam tema Hari Ibu 2014 itu tak cukup hanya dijadikan hiasan bibir. Tapi bagaimana usaha pemberdayaan dan perlindungan ibu dari kekerasan dijadikan kerja nyata.

Untuk memberdayakan ibu-ibu desa yang miskin misalnya, bisa meniru program pemberdayaan sosial-ekonomi ibu-ibu desa melalui kredit Grameen Bank di Bangladesh sesuai ide pemenang Nobel Perdamaian 2006, Muhammad Yunus. Artinya, untuk memuliakan ibu yang di bawah kedua kakinya terdapat surga itu, anak bangsa harus lebih berusaha nyata, tak cuma pintar beretorika belaka! ***
Selanjutnya.....

Keluar, Inpres Pencegah Korupsi!

PRESIDEN Joko Widodo mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberatasan Korupsi (PPK) 2015, yang aksentuasinya sebagai pedoman kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk melakukan tindakan-tindakan (aksi) mencegah dan memberantas korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pada 2015.

Inpres ini berisi 96 butir aksi PPK yang harus dilaksanakan selama 2015. Pengawasan atas pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Percepatan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yan juga dilakukan lewat monitoring secara online, terutama untuk verifikasi sesuai data yang dikirimkan. Dengan demikian, pelaksanaannya akan memperkuat sistem pengawasan dan akuntabilitas kinerja pemerintah. 

Untuk kepentingan pengawasan itu, saat meluncurkan inpres tersebut di Bappenas, Selasa (26/5), Jokowi meminta agar sistem elektronik seperti e-budgetting, e-purchasing, hingga pajak online dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. (Kompas.com, 26/5) Inpres ini, menurut Jokowi, untuk membangun sistem yang baik dan efektif mengurangi korupsi. Ia katakan, pengadaan barang dan jasa dalam APBN dan APBD mencapai Rp1.000 triliun. Sedang pengadaan barang dan jasa di BUMN Rp1.600 triliun, sehingga total jadi Rp2.600 triliun.

Anggaran sebanyak itulah yang harus diamankan dari korupsi dengan inpres ini dalam 2015. Kekhasan inpres ini terletak pada koreografinya, mengarahkan gerak dan komposisi setiap aksi yang harus dilakukan. Lalu aksi itu esensinya di-upload ke jaringan data elektronik sehingga kontrol berlangsung secara serta-merta. Inpres ini pun sekaligus menjadi rintisan sistem e-governance, suatu tuntutan zaman. Hal terpenting lagi dalam inpres ini adalah mengaktifkan fungsi pengawasan BPKP secara operasional!

 Betapa, dengan pengawasan dilakukan terhadap proses dalam rangka pencegahan korupsi, tak boleh tidak BPKP harus incharges karena dua kementerian yang juga ditugasi pengawasan punya tugas utama yang harus tetap mereka jalankan. BPKP menjadi lebih fungsional dibanding selama ini, yang lebih banyak sebagai konsultan administrasi anggaran pemerintah daerah dan memenuhi permintaan menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi. 

Dengan 96 arahan aksinya khusus untuk tahun ini, diharapkan waktunya terlalu sempit untuk mencari kelemahan sistemnya sebagai celah melakukan korupsi. Itu saja sudah mengurangi korupsi: kalau tak menguasai sistem nabrak juga, pasti terjerat! ***
Selanjutnya.....