TERKAIT stok barang yang masih mengkhawatirkan pedagang, harga berbagai kebutuhan pokok menjelang bulan puasa melambung di Lampung.
Lampost.co, Minggu (7/6), melaporkan akibat kenaikan harga yang drastis, terutama pada hortikultura bumbu-bumbuan seperti bawang merah yang naik sampai dua kali lipat, para pedagang di pasar daerah ini menyebutnya bukan sekadar naik, melainkan telah berganti harga.
Kekhawatiran pedagang itu berdasar kenyataan yang mereka hadapi, hanya bisa mendapatkan barang relatif terbatas dengan harga yang selalu naik. Realitasnya, permintaan di pasar baru bakal naik, tapi harga dari para penguasa barang secara pasti sudah dikendalikan naik! Jadi, sebenarnya bukan disebabkan efek psikologis karena banyak orang memborong kebutuhan pokok dan pasokan jadi menipis—mekanisme pasar seperti itu belum terjadi saat harga mulai naik sekarang!
Sedang yang sebenarnya terjadi adalah kemungkinan seperti itu yang bisa terjadi dimanipulasi oleh suatu kekuatan bernama “master price” (pengendali harga) untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Master price itu sebenarnya bisa diatasi dengan kehadiran pemerintah memosisikan diri sebagai master price itu sendiri.
Pemerintah yang menetapkan dirinya dan benar-benar bekerja sebagai master price, menguasai stok barang di hulu (sentra produksi), lalu menyortir, mengemas, dan mendistribusikannya sampai outlet terakhir dengan harga jual yang stabil! Adanya master price seperti itu, yang menguasai produk kebutuhan pokok dari hulu, meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja untuk menyortir dan mengemas, lalu mendistribusikan sampai outlet terakhir dengan harga stabil, bukan cuma mimpi. Itu kenyataan yang dilakukan oleh JA (Japan Agriculture—Kementerian Pertanian Jepang) yang menjadi master price membina petani dan menguasai pasokan mayoritas supermarket negerinya.
Hasilnya, harga kebutuhan pokok di Jepang sangat stabil, petaninya makmur karena mendapatkan harga produksinya dengan nilai tambah maksimal. Di Indonesia yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah jadi oposan di pasar! Sebagai oposan, pemerintah hanya bisa membuat “harga tandingan” lewat operasi pasar setelah harga yang dikendalikan master price di luar dirinya lebih dahulu telanjur melambung. Mungkin saja sang oposan berhasil menarik turun harga, tapi dia bukanlah penguasa penentu harga. Dan karena di pasar cuma oposan, pemerintah justru sering terkejut-kejut ketika harga kebutuhan pokok melambung! ***
Kekhawatiran pedagang itu berdasar kenyataan yang mereka hadapi, hanya bisa mendapatkan barang relatif terbatas dengan harga yang selalu naik. Realitasnya, permintaan di pasar baru bakal naik, tapi harga dari para penguasa barang secara pasti sudah dikendalikan naik! Jadi, sebenarnya bukan disebabkan efek psikologis karena banyak orang memborong kebutuhan pokok dan pasokan jadi menipis—mekanisme pasar seperti itu belum terjadi saat harga mulai naik sekarang!
Sedang yang sebenarnya terjadi adalah kemungkinan seperti itu yang bisa terjadi dimanipulasi oleh suatu kekuatan bernama “master price” (pengendali harga) untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Master price itu sebenarnya bisa diatasi dengan kehadiran pemerintah memosisikan diri sebagai master price itu sendiri.
Pemerintah yang menetapkan dirinya dan benar-benar bekerja sebagai master price, menguasai stok barang di hulu (sentra produksi), lalu menyortir, mengemas, dan mendistribusikannya sampai outlet terakhir dengan harga jual yang stabil! Adanya master price seperti itu, yang menguasai produk kebutuhan pokok dari hulu, meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja untuk menyortir dan mengemas, lalu mendistribusikan sampai outlet terakhir dengan harga stabil, bukan cuma mimpi. Itu kenyataan yang dilakukan oleh JA (Japan Agriculture—Kementerian Pertanian Jepang) yang menjadi master price membina petani dan menguasai pasokan mayoritas supermarket negerinya.
Hasilnya, harga kebutuhan pokok di Jepang sangat stabil, petaninya makmur karena mendapatkan harga produksinya dengan nilai tambah maksimal. Di Indonesia yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah jadi oposan di pasar! Sebagai oposan, pemerintah hanya bisa membuat “harga tandingan” lewat operasi pasar setelah harga yang dikendalikan master price di luar dirinya lebih dahulu telanjur melambung. Mungkin saja sang oposan berhasil menarik turun harga, tapi dia bukanlah penguasa penentu harga. Dan karena di pasar cuma oposan, pemerintah justru sering terkejut-kejut ketika harga kebutuhan pokok melambung! ***
0 komentar:
Posting Komentar