BETAPA mulianya seorang ibu sehingga anak-anaknya harus selalu berbakti kepadanya. Diajarkan sebuah riwayat, Dari Muawiyah bin Jahimah as-Salami bahwa Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu.
Beliau berkata, "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda, "Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya."
Syaikh Al-Albani memberi catatan hadis itu dalam 'As-Silsilah adh-Dha'ifah wa al-Maudhulah', pada penjelasan hadis no. 503 (3); Diriwayatkan oleh An-Nasa'i, jilid 2 hlm 54, dan yang lainnya seperti Ath-Thabrani jilid 1, hlm 225, No. 2, Sanadnya Hasan insya Allah.
Dan telah disahihkan oleh Al-Hakim, jilid 4, hlm 151, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dan juga oleh Al-Mundziri, jilid 3, hlm 214. (Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah edisi 51, halaman 43-44, moslemsunnah.wordpress.com) Demikian mulia ibu dalam ajaran Islam. Di Indonesia yang mayoritas Islam, anak bangsa harus berusaha keras memuliakan ibu dengan realitas ibu yang masih harus dibantu seperti tecermin pada subtema peringatan nasional Hari Ibu 2014.
Pertama, optimalisasi pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan guna mewujudkan masyarakat maju dan berkeseimbangan. Tecermin kaum ibu masih kurang berdaya dalam masyarakat yang belum maju dan tidak seimbang. Kedua, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat. Realitasnya bisa berarti, ibu dan anak masih dalam tekanan kekerasan (KDRT).
Akibatnya, masyarakat berkeadilan dan bermartabat menuntut keseriusan mewujudkannya. Dengan pemuliaan ibu sebagai standar peradaban Islam, tak bisa ditawar lagi semua kekurangan yang diangkat dalam tema Hari Ibu 2014 itu tak cukup hanya dijadikan hiasan bibir. Tapi bagaimana usaha pemberdayaan dan perlindungan ibu dari kekerasan dijadikan kerja nyata.
Untuk memberdayakan ibu-ibu desa yang miskin misalnya, bisa meniru program pemberdayaan sosial-ekonomi ibu-ibu desa melalui kredit Grameen Bank di Bangladesh sesuai ide pemenang Nobel Perdamaian 2006, Muhammad Yunus. Artinya, untuk memuliakan ibu yang di bawah kedua kakinya terdapat surga itu, anak bangsa harus lebih berusaha nyata, tak cuma pintar beretorika belaka! ***
Dan telah disahihkan oleh Al-Hakim, jilid 4, hlm 151, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dan juga oleh Al-Mundziri, jilid 3, hlm 214. (Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah edisi 51, halaman 43-44, moslemsunnah.wordpress.com) Demikian mulia ibu dalam ajaran Islam. Di Indonesia yang mayoritas Islam, anak bangsa harus berusaha keras memuliakan ibu dengan realitas ibu yang masih harus dibantu seperti tecermin pada subtema peringatan nasional Hari Ibu 2014.
Pertama, optimalisasi pelaksanaan pembangunan pemberdayaan perempuan guna mewujudkan masyarakat maju dan berkeseimbangan. Tecermin kaum ibu masih kurang berdaya dalam masyarakat yang belum maju dan tidak seimbang. Kedua, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat. Realitasnya bisa berarti, ibu dan anak masih dalam tekanan kekerasan (KDRT).
Akibatnya, masyarakat berkeadilan dan bermartabat menuntut keseriusan mewujudkannya. Dengan pemuliaan ibu sebagai standar peradaban Islam, tak bisa ditawar lagi semua kekurangan yang diangkat dalam tema Hari Ibu 2014 itu tak cukup hanya dijadikan hiasan bibir. Tapi bagaimana usaha pemberdayaan dan perlindungan ibu dari kekerasan dijadikan kerja nyata.
Untuk memberdayakan ibu-ibu desa yang miskin misalnya, bisa meniru program pemberdayaan sosial-ekonomi ibu-ibu desa melalui kredit Grameen Bank di Bangladesh sesuai ide pemenang Nobel Perdamaian 2006, Muhammad Yunus. Artinya, untuk memuliakan ibu yang di bawah kedua kakinya terdapat surga itu, anak bangsa harus lebih berusaha nyata, tak cuma pintar beretorika belaka! ***
0 komentar:
Posting Komentar